Anda di halaman 1dari 15

Blended Learning dan Peluangnya

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Dunia pendidikan di era globalisasi saat ini dituntut untuk mempersiapkan peserta
didik menampilkan keunggulan dirinya yang cerdas, kreatif serta mandiri. Pendidkan
yang bermutu harus mencakup dua dimensi yakni orientasi akademis dan orientasi
keterampilan yang esensial. Orientasi akademis menitik beratkan pada peserta didik,
sedang orientasi keterampilan hidup memberi bekal kepada peserta didik untuk
dapat survive di kehidupan nyata.
Sistem pembelajaran di sekolah harus mampu memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan potensinya secara optimal.
Yang juga penting diperhatikan adalah metode yang yang digunakan dapat
menstimulan potensi dan bakat peserta didik,sehingga dapat mengcover kebutuhan
siswa dan tantangan perkembangan teknologi.
Situasi seperti ini mendorong berbagai lembaga memanfaatkan berbagai system
pendekatan dalam strategi pembelajaran. Pendekatan yang dilakukan dengan
memanfaatkan berbagai macam media dan tekhnologi untuk meningkatkan
efektifitas dan fleksibilitas pembelajaran. System ini dikenal dengan istilah Blended
Learning. Melalui blended learning system pembelajaran menjadi luwes dan tidak
kaku.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Blended Learning?
2. Apa latar belakang pembelajaran dengan pendekatan Blended Learning?
3. Bagaimana pelaksanaan Blended-Learning dalam dunia pendidikan?
4. Apa peluang dan hambatan pelaksanaan Blended Learning?
5. Bagaimana implementasi blended learning dalam Pendidikan Anak Usia Dini?
C. TUJUAN
1. Mendeskripsikan pengertian blended learning
2. Menjelaskan latar belakang munculunya pembelajaran dengan pendekatan Blended
Learning
3. Mendeskripsikan pelaksanaan Blended-Learning dalam dunia pendidikan
4. Menjelaskan peluang dan hambatan pelaksanaan Blended Learning
5. Menjelaskan implementasi blended learning dalam Pendidikan Anak Usia Dini

BAB II
PEMBAHASAN
A. Blended Learning
Berikut ini akan dipaparkan mengenai pengertian blended learning, karakteristik blended
learning, serta tujuan blended learning.
1. Pengertian Blended Learning
Blended learning istilah yang berasal dari bahasa inggris, yang terdiri dari dua suku kata,
blended dan learning. Blended merupakan campuran, kombinasi yang baik. Sedangkan
learning merupakan pembelajaran. Sedangkan menurut Harding, Kaczynski dan Wood yang
dikutip dalam Charman, blended learning merupakan pendekatan pembelajaran yang
mengintegrasikan pembelajaran tradisonal tatap muka dan pembelajaran jarak jauh yang
menggunakan sumber belajar online dan beragam pilihan komunikasi yang dapat digunakan
oleh guru dan siswa. Pelaksanaan pendekatan ini memungkinkan penggunaan sumber
belajar online, terutama yang berbasis web, dengan tanpa meninggalkan kegiatan tatap
muka.
Dengan pelaksanaan blended learning ini, pembelajaran berlangsung lebih bermakna
karena keragaman sumber belajar yang mungkin diperoleh. Jadi blended learning dapat
diartikan sebagai proses pembelajaran yang memanfaatkan berbagai macam pendekatan.
Pendekatan yang dilakukan dapat memanfaatkan berbagai macam media dan teknologi.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa blended learning adalah pembelajaran yang
mengkombinasikan antara tatap muka (pembelajaran secara konvensional, dimana antara
pebelajar dan pemelajar saling berinteraksi secara langsung, masing-masing dapat bertukar
informasi mengenai bahan-bahan pegajaran), belajar mandiri (belajar dengan berbagai
modul yang telah disediakan) serta belajar mandiri secara online.
Penerapan blended learning tidak terjadi begitu saja. Tapi,terlebih dulu harus ada
pertimbangan karakteristik tujuan pembelajaran yang ingin kita capai, aktifitas pembelajaran
yang relevan serta memilih dan menentukan aktifitas mana yang relevan dengan
konvensional dan aktifitas mana yang relevan untuk online learning.
Blended learning adalah metode pembelajaran yang memadukan pertemuan tatap muka
dengan materi online secara harmonis. Perpaduan antara training konvensional di mana
trainer dan trainee bertemu langsung dengan training online yang bisa diakses kapan saja,
di mana saja 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Adapun bentuk lain dari blended learning
adalah pertemuan virtual antara trainer dengan trainee. Mereka mungkin saja berada di dua
dunia berbeda, namun bisa saling memberi feedback, bertanya, atau menjawab. Semuanya
dilakukan secara real time. Sebagian menyebutnya dengan long distance instructed
learning, yang lain menyebutnya virtual instructor led training, training yang dipandu oleh
instruktur betulan secara virtual karena antara peserta dan instruktur berada di tempat yang
berbeda. Apapun namanya, model pembelajaran ini memanfaatkan teknologi IT lewat media
video conference, phone conference, atau chatting online.
Blended learning menjadi model yang menarik di pendidikan tinggi sebagai inovatif baru
teknologi informasi menjadi semakin tersedia. Namun, hanya pencampuran belajar tatap
muka dengan teknologi informasi tidak dapat memberikan pengajaran yang efektif dan
efisien sebagai solusi untuk belajar. Untuk menjadi sukses, blended learning harus
bergantung pada teori belajar yang solid dan pedagogis strategi. Selain itu, ada kebutuhan
untuk pendekatan penelitian desain berbasis untuk mengeksplorasi pembelajaran campuran
melalui siklusberturut-turut eksperimentasi, di mana kekurangan masing-masing siklus
diidentifikasi, didesain ulang, dan dievaluasi ulang.
2. Karakteristik Blended Learning
Adapun hal-hal yang menjadi karakteristik dari blended learning antara lain:
a. Pembelajaran yang menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pengajaran,
gaya pembelajaran, serta berbagai media berbasis teknologi yang beragam.
b. Sebagai sebuah kombinasi pengajaran langsung (face to face), belajar mandiri, dan
belajar mandiri via online.
c. Pembelajaran yang didukung oleh kombinasi efektif dari cara penyampaian, cara
mengajar dan gaya pembelajaran.
d. Guru dan orangtua peserta belajar memiliki peran yang sama penting, guru sebagai
fasilitator, dan orangtua sebagai pendukung.
Sedangkan kategori dalam blended learning ada dua yang utama, yaitu :
a. Peningkatan bentuk aktifitas tatap-muka (perkuliahan). Banyak pengajar menggunakan
istilah blended learning untuk merujuk kepada penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi dalam aktifitas tatap-muka, baik dalam bentuknya yang memanfaatkan internet
(web-dependent) maupun sebagai pelengkap (web-supplemented) yang tidak merubah
model aktifitas.
b. Hybrid learning, yakni pembelajaran model ini mengurangi aktifitas tatap-muka
(perkuliahan) tapi tidak menghilangkannya, sehingga memungkinkan mahasiswa untuk
belajar secara online.
Menurut Jared M. Carman, seorang President Aglint Learning menyebutkan lima kunci
dalam mengembangkan blended learning. Adapun ke-5 kunci tersebut yaitu:
a. Live Event
Pembelajaran langsung atau tatap muka (instructor-led instruction) secara sinkronous dalam
waktu dan tempat yang sama (classroom) ataupun waktu sama tapi tempat berbeda (seperti
virtual classroom). Bagi beberapa orang tertentu, pola pembelajaran langsung seperti ini
masih menjadi pola utama. Namun demikian, pola pembelajaran langsung inipun perlu
didesain sedemikian rupa untuk mencapai tujuan sesuai kebutuhan.
b. Self-Paced Learning
Mengkombinasikan pembelajaran konvensional dengan pembelajaran mandiri (self-paced
learning) yang memungkinkan peserta belajar belajar kapan saja, dimana saja dengan
menggunakan berbagai konten (bahan belajar) yang dirancang khusus untuk belajar mandiri
baik yang bersifat text-based maupun multimedia-based (video, animasi, simulasi, gambar,
audio, atau kombinasi dari kesemuanya). Bahan belajar tersebut, dalam konteks saat ini
dapat dikirim secara online (via web maupun via mobile dovice dalam bentuk: streaming
audio, streaming video, e-book, dll) maupun offline (dalam bentuk CD, cetak, dll).
c. Collaboration
Mengkombinasikan kolaborasi, baik kolaborasi pengajar, maupun kolaborasi antar peserta
belajar yang kedua-duanya bisa lintas sekolah/kampus. Dengan demikian, perancang
blended learning harus meramu bentuk-bentuk kolaborasi, baik kolaborasi antar peserta
belajar atau kolaborasi antara peserta belajar dan pengajar melalui tool-tool komunikasi
yang memungkinkan seperti chatroom, forum diskusi, email, website/webblog, mobile
phone. Tentu saja kolaborasi diarahkan untuk terjadinya konstruksi pengetahuan dan
keterampilan melalui proses sosial atau interaksi sosial dengan orang lain, bisa untuk
pendalaman materi, problem solving, project-based learning, dll.
d. Assessment
Tentu saja, dalam proses pembelajaran jangan lupakan cara untuk mengukur keberhasilan
belajar (teknik assessment). Dalam blended learning, perancang harus mampu meramu
kombinasi jenis assessmen baik yang bersifat tes maupun non-tes, atau tes yang lebih
bersifat otentik (authentic assessment/portfolio) dalam bentuk project, produk dll. Disamping
itu, juga pelru mempertimbangkan antara bentuk-bentuk assessmen online dan assessmen
offline. Sehingga memberikan kemudahan dan fleksibilitas peserta belajar mengikuti atau
melakukan assessmen tersebut.
e. Performance Support Materials
Ini bagian yang juga jangan sampai terlupakan. Jika kita ingin mengkombinasikan antara
pembelajaran tatap muka dalam kelas dan tatapmuka virtual, pastikan sumber daya untuk
mendukung hal tersebut siap atau tidak, ada atau tidak. Bahan belajar disiapkan dalam
bentuk digital, apakah bahan belajar tersebut dapat diakses oleh peserta belajar baik secara
offline (dalam bentuk CD, MP3, DVD, dll) maupun secara online (via website resemi
tertentu). Atau, jika pembelajaran online dibantu dengan suatu Learning/Content
Management System (LCMS), pastikan juga bahwa aplikasi sistem ini telah terinstal dengan
baik, mudah diakses, dan lain sebagainya.
3. Tujuan Blended Learning
Blended learning memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:
a. Membantu pemelajar untuk berkembang lebih baik di dalam proses belajar, sesuai
dengan gaya belajar dan preferensi dalam belajar.
b. Menyediakan peluang yang praktis realistis bagi guru dan pemelajar untuk pembelajaran
secara mandiri, bermanfaat, dan terus berkembang.
c. Peningkatan penjadwalan fleksibilitas bagi pemelajar, dengan menggabungkan aspek
terbaik dari tatap muka dan instruksi online. Kelas tatap muka dapat digunakan untuk
melibatkan para siswa dalam pengalaman interaktif. Sedangkan kelas online memeberikan
pemelajar Sedangkan porsi online memberikan para siswa dengan konten multimedia yang
kaya akan pengetahuan pada setiap saat, dan di mana saja selama pemelajar memiliki
akses internet
B. Latar Belakang Munculnya Blended Learning
Dunia Pendidikan di era globalisasi saat ini dituntut untuk mempersiapkan peserta didik
menampilkan keunggulan dirinya yang cerdas, kreatif serta mandiri. Pendidikan yang
bermutu harus mencakup dua dimensi yakni orientasi akademis dan orientasi ketrampilan
hidup yang esensial. Orientasi akademis menitik beratkan pada peserta didik, sedangkan
orientasi ketrampilan hidup memberi bekal kepada peserta didik untuk dapat survive di
kehidupan nyata.
Teknologi Informatika yang telah menjadi mata pelajaran di TK/SD/SMP/SMA menuntut
sekolah agar memfasilitasi media pembelajarannya. Dan ini harus dikelola dengan
manajemen sekolah yang baik, dengan ditunjang sistem, metode, sarana dan prasarana
yang baik dan memadai, Sistem pembelajaranpun harus dapat memberikan kesempatan
pada peserta didik yang memiliki potensi lebih untuk dapat mengembangkan dan
meningkatkan potensinya. Serta metode yang digunakan harus dapat menstimulan potensi
dan bakat peserta didik agar lebih maksimal. Sehingga dapat memenuhi kebutuhan siswa
dan tantangan perkembangan teknologi.
Situasi seperti saat ini mendorong berbagai lembaga pendidikan memanfaatkan berbagai
macam sistem pendekatan dalam strategi pembelajaran. Pendekatan yang dilakukan
dengan memanfaatkan berbagai macam media dan teknologi untuk meningkatkan
efektivitas dan fleksibilitas pembelajaran. Oleh karena itu, muncullah suatu sistem belajar
yang dikenal dengan istilah blended learning. Melalui blended learning sistem pembelajaran
menjadi lebih luwes dan tidak kaku.
Blended learning merupakan suatu strategi belajar yang berasal dari pertimbangan-
pertimbangan dalam menyempurnakan sistem belajar e-learning. Dari studi yang ada,
kendala terbesar e-learning adalah proses interaksi langsung antara pemelajar dengan
pebelajar. Bagaimanapun belajar merupakan proses dua arah. Peserta memerlukan
feedback dari pemelajar dan sebaliknya pemelajar juga memerlukan feedback dari
pesertanya. Dengan cara ini akan didapat hasil belajar yang lebih efektif, tepat sasaran.
Hal ini menjawab mengapa program e-learning tidak selalu mendapat hasil memuaskan.
Seringkali materi sudah banyak dan tersedia dengan lengkap. Orang juga bisa belajar
kapan saja dan di mana saja, asal terkoneksi lewat jaringan nirkabel. Namun tetap saja
tingkat penggunaan materi-materi e-learning tersebut tergolong rendah. Secara sederhana
dapat dikatakan seseorang butuh teman dan butuh feedback langsung. Sama seperti yang
kita rasakan dalam pembelajaran konvensional di ruang kelas.
Selain itu e-learning menciptakan kesan kesendirian sehingga seseorang tidak bisa
bertahan lama dalam belajar. Dalam setengah jam, seseorang sudah malas dan tidak terlalu
termotivasi untuk melanjutkan pembelajarannya. Bukan karena materinya tidak bagus atau
sistem online dari materi yang disajikan kurang interaktif, melainkan orang merasa sedang
sendiri dan dia perlu orang lain. Belajar secara mandiri dibutuhkan motivasi dan kesadaran
tinggi dari pebelajarnya.
Berdasarkan pertimbangan permasalah tersebut, metode pembelajaran yang lebih efektif
digunakan adalah blended learning, dimana siswa dapat belajar secara mandiri dan secara
konvensional, keduanya menawarkan kelebihan-kelebihan yang dapat saling melengkapi.
Blended Learning dibutuhkan pada saat metode pengajaran jarak jauh tidak begitu
dibutuhkan. Proses pengajaran blended learning ini dibutuhkan pada pemelajar yang
membutuhkan penambahan pelajaran.
Blended learning dibutuhkan pada saat :
a. Proses belajar mengajar tidak hanya tatap muka, namun menambah waktu pembelajaran
dengan memanfaatkan teknologi dunia maya.
b. Mempermudah dan mempercepat proses komunikasi non-stop antara pengajar dan
siswa.
c. Siswa dan pengajar dapat diposisikan sebagai pihak yang belajar.
d. Membantu proses percepatan pengajaran.
e. Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dewasa ini, khususnya
perkembangan teknologi internet turut mendorong berkembangnya konsep pembelajaran
jarak jauh ini. Ciri teknologi internet yang selalu dapat diakses kapan saja, dimana saja,
multiuser serta menawarkan segala kemudahannya telah menjadikan internet suatu media
yang sangat tepat bagi perkembangan pendidikan jarak jauh selanjutnya. Hal ini lah
mengapa untuk saat ini sistem pembelajaran secara blended learning masih sangat baik di
terapkan di Indonesia agar lebih dapat terkontrol secara tradisional juga.
C. Pelaksanaan Blended-Learning dalam Dunia Pendidikan
Blended learning dipergunakan untuk mendeskripsikan suatu situasi pembelajaran yang
menggabungkan beberapa metode penyampaian yang bertujuan untuk memberikan
pengalaman yang paling efektif dan efisien (Harriman, 2004; Williams, 2003).Kombinasi
yang dimaksud dapat berupa gabungan beberapa macam teknologi pengajaran, misalnya
video, CD-ROM, film, atau internet dengan pengajaran tatap muka (face to face) yang
dilakukan oleh dosen/pendidik. Singh (2003) menyebut hal ini dengan istilah blended e-
learning.
Dari perspektif course design, jenis pengajaran blended ini dapat berada di antara
pengajaran yang sepenuhnya tatap muka sepenuhnya dan pembelajaran on-line. Kerres
and De Witt (2003) mengemukakan kerangka 3C untuk para pengajar yang hendak
merancang blended learning, yang meliputi content (isi materi pembelajaran),
communication (komunikasi antara siswa dan guru serta antarsiswa sendiri). Dan
construction (penciptaan kondisi mental pembelajar untuk membantu memetakan posisi
mereka dalam lanskap pembelajaran).
Dari perspektif guru dan dalam dunia pendidikan, pendekatan blended e-learning
memerlukan keterampilan baru agar pembelajar dapat menyerap sebanyak-banyaknya dari
pelajaran yang diberikan. Martyn (2003) mengatakan bahwa suatu lingkungan blended e-
learning yang dapat berhasil terdiri dari satu pertemuan awal yang sepenuhnya tatap muka
(face to face), penugasan online mingguan disertai dengan komunikasi (konsultasi) online,
e-mail, dan ditutup dengan satu ujian akhir yang berupa tatap muka atau ujian tulis di kelas
dengan dibantu pengawas.
Dengan demikian, pembelajar akan lebih banyak mempunyai kesempatan untuk
mengembangkan diri serta bertanggung jawab terhadap diri sendiri (Hooper, 1992;
Saunders & Klemming, 2003), meningkatkan kompetensi sosialnya, meningkatkan
kepercayaan diri siswa (Byers, 2001), meningkatkan keterampilan menggali informasi dan
meraih prestasi (Kendall, 2001). Selain itu, guru juga akan lebih menghargai berbagai
perbedaan dalam gaya dan kecepatan belajar yang dimiliki masing-masing siswa (Piskurich,
2004) serta mendorong komunikasi, baik antarsiswa sendiri maupun antara siswa dan guru
(Joliffe, Ritter, & Stevens, 2001).
Untuk pelaksanaan Blended Learning dalam dunia Pendidikan, digunakan model ADDIE
(analysis, design, development, implementation, andevaluation) yang dikemukakan Dick,
Carey, and Carey (2001). Model pengajaran ini didasarkan pada pengembangan
pembelajaran yang sistematis dan terdiri dari tujuh fase : analisis, desain, pengembangan,
implementasi, pelaksanaan, evaluasi, dan feedback).
1. Analisis: fase ini menentukan apa yang akan diajarkan. Tujuan analisis adalahuntuk
mendeteksi karakteristik belajar dan kebutuhan siswa, menentukanlingkungan tempat
pembelajaran akan dilakukan serta menghitung sumberdaya yang tersedia. Karakteristik
siswa ditentukan antara lain denganmengumpulkan informasi demografis dan melakukan
test pendahuluan untukketerampilan memanfaatkan computer. Fase pertama ini akan
menghasilkantujuan pembelajaran bagi setiap modul serta muatan edukatif
(pengetahuandan keterampilan yang akan dipelajari beserta aktivitas yang
akandikembangkan)
2. Perancangan: fase ini menentukan bagaimana akan diajarkan. Yang diperolehdari
analisis pada tahap sebelumnya akan digunakan untuk menciptakan suatucetak-biru
pengajaran, yang didalamnya telah dirinci hal-hal seperti: di manaproses pembelajaran akan
dilakukan, pendekatan pembelajaran yang akandigunakan, struktur informasi dari materi
yang akan disampaikan (fakta-fakta,konsep, proses, prosedur, asas), standar yang akan
digunakan, kriteriapelaksanaan, dan capaian yang diharapkan. Metode pembelajaran,
misalnya,dapat dibagi menjadi lima modul yang masing-masing terdiri daripengetahuan dan
keterampilan serta pre-test dan post-test. Dalam tahapperancangan ini, script atau
storyboard sudah harus ditentukan. Script ataustoryboard ini cukup berupa tampilan demi
tampilan deskripsi pada layar yangakan dibaca, didengarkan dan dilihat siswa dengan
menggunakan programaplikasi grafis yang dilengkapi dengan tombol-tombol antarmuka dan
navigasiuntuk supaya interaktif. Multimedia yang digunakan di setiap modul dapatberupa
kombinasi teks, suara, gambar sederhana, dan penggalan video. Setiapsiswa diharuskan
lulus, misalnya 80% untuk setiap modul. Siswa yang gagaldiharuskan mendalami dan
memperkaya sendiri modul untuk kemudiandiberi pertanyaan remedi sampai mereka betul-
betul memahami modul.
3. Penyusunan dan pengembanagan: dalam fase ini, kita harus mempersiapkanalat-alat
yang digunakan, materi, strategi, urut-urutan, serta segala sumberdaya yang telah
disebutkan dalam rancangan. Semua itu harus selesaidipersiapkan pada tahap ini.
4. Implementasi: fase ini meliputi penggunaan perangkat lunak untuk proses
elearningnantinya. Ada banyak program aplikasi yang dapat diperoleh, baikyang harus
mencari maupun memanfaatkan yang sudah ada dalam systemoperasi yang sudah ter-
install di computer. Software semacam FrontPagedapat digunakan untuk menampilkan
teks, gambar, dan penggalan video.Sementara itu, pre-test dan post-test dapat dibuat
menggunakan software(misalnya AuthorWare) yang memungkinkan siswa untuk
melakukaninteraktivitas dan memberikan feedback langsung. Link-link di tempat
yangmembutuhkan perlu dibuat untuk menjembatani berbagai muatan dalammodul yang
saling berkaitan dan saling isi, karena hypertext dan hypermediayang digunakan untuk link
dalam tampilan multimedia akan jauh lebihmembantu dibandingkan dengan format tampilan
multimedia yang datardatarsaja.
5. Pelaksanaan (uji coba): pada fase ini, modul telah siap digunakan untuk
prosespembelajaran. Pembelajaran dalam format elektronik ini terpasang dandisimpan
dalam computer siswa dilaboratorium multimedia di kampus. Padapertemuan pertama harus
dijelaskan segala sesuatu menyangkut pembelajaranonline itu, misalnya: rencana kerja,
alokasi waktu untuk mengerjakan setiapmodul, deadline untuk mengumpulkan tugas-tugas,
dan syarat kelulusan.
6. Evaluasi: masukan informasi yang ada selama proses pelaksanaan itudikumpulkan,
termasuk hasil pre-test dan masalah-masalah dan kesulitan yangtimbul selama
pelaksanaan.
7. Feedback: hasil yang diperoleh dari pre-test ditambah dengan komentar dansaran dari
kolega dan ahli harus dipertimbangkan. Misalnya, saran yangberkaitan dengan seluruh
tahapan model pengajaran elektronis (einstructional),kejelasan gambar, video, dan tampilan
teks harus diperhatiakanuntuk dijadikan bahan penyempurnaan modul sebelum benar-
benarditerapkan ke kelompok studi. Hasil-hasil post-test dan pendapat siswamengenai
pelajaran tersebut dianalisis dengan tetap mempertimbangkankorelasinya dengan tujuan
pembelajaran untuk melakukan perbaikan modulbila diperlukan. Dalam pengertian demikian,
maka feedback merupakanpenilaian yang bersifat formatif.
Alur Pelaksanaan Blended Learning dalam Pendidikan
D. Peluang Dan Hambatan Pelaksanaan Blended Learning
Blended e-learning memiliki banyak manfaat dari segi kependidikan baik dari segi waktu,
tempat dan juga dari segi. Salah satu keuntungan yang paling spesifik dari model blended
learning adalah kesempatan untuk segera membangun rasa kebersamaan di antara siswa
(Garrison & Kanuka, 2004). Dalam kelas model blended learning, siswa umumnya bertemu
dalam pembelajaran tatap muka, dan kemudian memiliki kesempatan untuk berkomunikasi
dengan cara dialog terbuka, untuk mengalami perdebatan kritis, dan pada dasarnya
berpartisipasi dalam berbagai bentuk komunikasi dalam lingkungan aman. Peluang ini
dapat memfasilitasi refleksi yang lebih besar pada isi materi dan memperluas pengalaman
belajar siswa.
Model blended learning juga menyediakan kesempatan bagi siswa untuk tidak hanya
membangun suatu hubungan satu sama lain tetapi juga hubungan dengan instruktur.
Memiliki lebih banyak sumber daya yang tersedia dan koneksi ke orang-orang yang berada
dalam bidang yang sama. Selain itu, untuk siswa yang sudah terbiasa mengalami instruksi
hanya tatap muka, model blended learning menyediakan ruang bagi pengembangan
otonomi, self-efficacy, dan keterampilan organisasi. Namun, juga memberikan konsistensi
dalam belajar.
Dalam pendekatan ini siswa memiliki pengalaman metode baru dan cara belajar yang juga
dimasukkan kedalam praktek, akrab belajar tradisional di lingkungan tatap muka. Ketika
tidak ada komponen tatap muka, seperti dalam program pembelajaran jarak jauh, siswa
dapat melaporkan, kecuali instruktur membuat program pendidikan jarak jauh interaktif,
siswa juga dapat melaporkan melepas dengan kelas, teman sekelas mereka, atau instruktur
(Dickey, 2004, Ibrahim, Rwegasira, & Taher, 2007). Hasilnya mungkin tingkat kehadiran
rendah, kurangnya akuntabilitas, dan putus sekolah. teknologi baru telah membantu untuk
mengatasi perhatian isolasi dalam pendidikan jarak jauh. Teknologi seperti video
conferencing, video streaming, web-log (blog) sekarang sering fitur-fitur umum kontemporer
kelas pendidikan jarak jauh (Dickey, 2004, Howell, Williams, & Lindsay, 2003).
Kelebihan/ Peluang dan Keuntungan Blended Learning
1. Penggunaan berbagai tekhnologi dalam pembelajaran memberikan manfaat bagi
guru,peserta didik, maupun masyarakat (Clyde&Dlohery,2005:xii)
2. Bagi guru penggunaan tekhnologi akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi
pembelajarannya.
3. Bagi peserta didik penggunaan berbagai teknologi akan memberikan kesempatan belajar
yang lebih berkualitas.
4. Mendorong untuk melibatkan peserta didik untuk lebih aktif(student centered ) dalam
proses pembelajaran
5. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan eksplorasi diantaranya
dengan memanfaatkan tekhnologi online.
6. Selain dapat meningkatkan dinamika proses pembelajaran, pemanfatan teknologi
informasi dapat melatih siswa untuk belajar bagaimana belajar (learn how to learn)
7. Implementasi tekhnologi akhirnya dapat menginspirasi peserta didik menjadi pembelajar
sepanjang hayat (life long learning), sosok pribadi yang mampu berkembang di tengah
perkembangan informasi yang pesat.
8. Blended learning dapat melakukan diversfikasi pembelajaran dan memenuhi karakteristik
belajar siswa yang berbeda beda.
9. Teknologi /Multimedia dalam pembelajaran dapat meningkatkan perhatian dan motivasi
perserta didik
10. Teknologi /Multimedia dalam pembelajaran dapat menggambarkan sesuatu yang tidak
tergambarkan, gerakan gerakan yang kompleks yang sulit dijelaskan akan dengan mudah
ditampilkan untuk memudahkan pemahaman peserta didik tentang suatu materi
pembelajaran.
11. Teknologi /Multimedia dalam pembelajaran dapat menampilkan gambar gambar
dengan lebih mudah dan lebih dinamis
12. Teknologi /Multimedia dalam pembelajaran dapat menampilkan sesuatu yang abstrak
menjadi lebih mudah dipahami.
13. Teknologi /Multimedia dalam pembelajaran dapat menampilkan sesuatu yang terlalu
kecil,terlalu cepat, terlalu berbahaya jika diamati secara langsung.
Namun, model blended learning bukanlah tanpa hambatan dan kritik. Banyak pendidik
mungkin tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk secara efektif mengajar di
lingkungan blended learning. Hal ini menambah energi dan waktu yang intensif. Tambahan
pra-perencanaan dan program diperlukan untuk menjaga aliran konsisten instruksi selama
pembelajaran. Handout, kontrak kuliah, tugas, dll. semua perlu harus terstruktur di muka.
Sebagai hasilnya, beberapa pendidik mungkin kurang waktu atau keahlian (didaktik atau
sebaliknya) dalam menggunakan platform model blended learning sebagai alat bantu
mengajar dan belajar.
Hambatan / Kekurangan Blended-Learning
1. Media yang dibutuhkan sangat beragam , sehingga sulit diterapkan apabila sarana dan
prasarana tidak mendukung.
2. Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti computer dan akses internet.
Padahal dalam blended learning diperlukan akses internet yang memadai, apabila jaringan
kurang memadai akan menyulitkan peserta dalam mengikuti pembelajaran mandiri via
online
3. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan tekhnologi
4. Kurangnya keterampilan pendidik dalam lingkungan pembelajaran blended learning
5. Salah satu kelemahan dengan pembelajaran berbasis tekhnologi adalah kurangnya
interaksi antar individu, peserta didik kehilangan banyak kesempatan untuk membicarakan
ide ide mereka dengan orang lain. Filosofi pembelajaran mandiri dengan menyediakan
pilihan tentang bagaimana dan dimana mereka belajar, yang memiliki keuntungan yang
berbeda untuk kedua individu dan sekolah.
E. Implementasi Blended Learning Dalam Pendidikan Anak Usia Dini
Pelaksanaan blended learning tergantung pada beberapa faktor. (1) Sarana dan prasarana.
Guru perlu memiliki akses terhadap jaringan internet yang cukup besar dan cepat sehingga
memudahkan kerja. Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai juga memerlukan
biaya. (2) Guru perlu meningkatkan kemampuannya dalam bidang TIK dengan cara
membaca dan berlatih mandiri maupun melalui pelatihan formal. Sekolah perlu
memperhatikan hal ini sebagai salah satu pengembangan profesional. (3) Siswa perlu
mendapatkan akses terhadap komputer dan internet dan memiliki kemampuan
memanfaatkan E-learning. Sekolah perlu membekali siswa sebelum blended learning
diterapkan(Dr. Sentot Kusairi, M. Si.,2011)
Mengingat kondisi setiap sekolah berbeda, implementasi blended learning dapat dipilih
sesuai dengan kondisi persekolahan. Beberapa ragam blended learning adalah
sebagaimana gambar di bawah.
Model implementasi yang paling sederhana adalah model 5 yakni pemanfaatan bahan-
bahan online tanpa harus mensyaratkan siswa untuk terhubung dengan internet. Hal ini
berarti guru melakukan pembelajaran tatap muka dengan melibatkan kegiatan siswa yang
memanfaatkan bahan-bahan yang tersedia di internet misalnya film, animasi, game
dan sebagainya.Model implementasi berikutnya adalah model pembelajaran tatap muka
dengan kegiatan siswa dan guru melakukan akses internet.Misalnya ketika berdiskusi, siswa
dapat mencari bahan-bahan di internet dan mempresentasikannya di kelas.Pada model ini
dibutuhkan jaringan internet di dalam dan di luar kelas.Model-model berikutnya adalah
model dengan pemanfaatan internet yang intensif.
Beberapa cara mengimplementasikan blended learning pada tahap permulaan diantaranya:
1. Guru mengintegrasikan teknologi komputer dan informasi dalam materi pembelajarannya.
Misalnya guru mendownload video, animasi, dan simulasi yang sesuai untuk dimanfaatkan
di kelas. Berbagai media ini diintegrasikan dalam pembelajaran.
2. Guru mengembangkan bahan ajar atau modul berbantuan komputer. Bahan ajar ini dapat
diakses oleh siswa dan dapat dipelajari di luar jam tatap muka. Bahan ajar akan membantu
siswa yang mengalami masalah dalam pembelajaran tatap muka
3. Guru mengoptimalkan email dengan mengembangkan email group sebagai wahana
diskusi guru-siswa-siswa. Group email juga dapat digunakan untuk berbagi file,
mengumpulkan tugas dan sebagainya.
4. Guru mempelajari moodle dan memanfaatkannya sebagai penunjang pembelajaran tatap
muka. Guru memanfaatkan fitur yang tersedia untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
tatap muka.
Guru dan sekolah dapat memilih model yang sesuai dengan sarana prasarana yang
tersedia, kemampuan guru, dan kesiapan siswa. Implementasi model yang sesuai akan
berguna untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Pendidikan merupakan pondasi awal untuk membentuk generasi bangsa yang berilmu dan
memiliki pengetahuan luas.Saat ini, pendidikan juga telah menjadi kebutuhan bagi setiap
individu sebagai bekal untuk menghadapi beragam tantangan kehidupan di zaman yang
terus berkembang. Oleh karena itu, pendidikan harus diterapkan mulai dari usia dini.
Pendidikan yang sudah diterapkan pada anak sejak usia dini, akan menjadi bekal yang
sangat berharga pada saat anak tersebut telah dewasa nantinya. Dengan mantapnya
pendidikan yang diperoleh anak sedini mungkin, maka anak pun akan siap menghadapi
berbagai macam bentuk tantangan yang akan dihadapinya pada masa yang akan datang.
Salah satu proses yang termasuk ke dalam upaya penanaman nilai pendidikan pada anak
adalah melalui proses pembelajaran. Pembelajaran, baik yang bersifat formal maupun non-
formal, tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan pembelajaran tersebut tentunya
untuk mewujudkan pendidikan sepanjang hayat bagi anak, sejak pertama anak tersebut
mengenal pendidikan melalui keluarga hingga pendidikan lanjut yang bisa diperolehnya dari
sekolah maupun lingkungannya. Pembelajaran merupakan suatu sistem yang di dalamnya
terdapat komponen-komponen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama
lain.
Sebagaimana diungkapkan oleh Hamalik, bahwa pembelajaran merupakan susunan
kombinasi antara unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat
bahwa pembelajaran harus didukung pula oleh fasilitas yang memadai agar dapat mencapai
tujuan pembelajaran yang diharapkan. Sebagai contoh, bentuk fasilitas yang dapat
menunjang proses pembelajaran adalah tersedianya media pembelajaran yang dapat
memudahkan anak dalam proses belajar. Sudah seharusnya, media pembelajaran dapat
tersedia bagi setiap anak dan sesuai kebutuhan anak. Artinya, media pembelajaran harus
mudah diperoleh dan dapat membangkitkan minat belajar pada anak.
Perkembangan teknologi yang semakin pesat saat ini, secara disadari atau tidak tentu saja
telah memberikan dampak yang signifikan bagi keberlangsungan proses pembelajaran bagi
anak. Hal ini disebabkan karena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang
melaju sangat pesat bukan hanya merambah pada kehidupan orang dewasa saja, tetapi
juga telah merambah pada aktivitas kehidupan anak. Maka, secara garis besar sudah tentu
anak akan mengalami proses pembelajaran yang terintegrasi dengan media pembelajaran
yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Saat ini, media pembelajaran yang terintegrasi dengan teknologi informasi dan komunikasi
sudah banyak dikembangkan, sehingga mudah untuk diperoleh dan diakses. Salah satu
contoh media pembelajaran yang sedang marak dikembangkan dan mudah untuk diakses
adalah media pembelajaran yang berbasis web yang dapat dikategorikan sebagai E-
Learning (Electronic Learning). Pembelajaran dengan menggunakan e-learning tentu akan
semakin memudahkan anak untuk mengakses konten pembelajaran dan melakukan proses
belajar dimanapun dan kapanpun. Asalkan tersedia fasilitas elektronik dan internet untuk
mengakses e-learning, maka anak akan dengan mudah melakukan pembelajaran dan
mengkonstruksi sendiri pemahamannya. Tentunya pembelajaran tersebut tetap didampingi
oleh orangtua maupun oleh guru/instruktur. Karakteristik pembelajaran dengan e-learning
antara lain adalah menarik dan fleksibel.
Oleh karena itu, pembelajaran e-learning sangat cocok untuk diterapkan juga pada
pembelajaran untuk anak. Sang anak akan bersedia melakukan proses belajar atas
keinginan sendiri karena merasa tertarik dan tidak terikat waktu tertentu, sehingga lebih
memudahkan untuk mengikuti proses belajar sesuai dengan waktu yang diinginkan oleh
anak.
Berdasarkan hal tersebut, maka bukan menjadi hal yang mustahil jika e-learning dapat
dimanfaatkan sebagai media pembelajaran bagi anak usia pra-sekolah untuk
mempersiapkan mereka memiliki pengetahuan dasar sebelum memasuki jenjang sekolah
dasar. Anak usia pra-sekolah ini adalah anak-anak yang termasuk dalam kategori usia
antara 5-7 tahun, baik yang mengikuti pendidikan anak usia dini secara formal maupun yang
tidak. E-learning yang dirancang untuk anak pra-sekolah ini tentunya harus disesuaikan
dengan kebutuhan anak pada usia tersebut dan membuat anak berada dalam kondisi joyfull
learning (pembelajaran yang menyenangkan). Jika saat ini sudah banyak dikembangkan
media e-learning untuk siswa usia sekolah dasar, maka tidak ada salahnya jika dalam
mengembangkan e-learning untuk anak usia pra-sekolah juga menerapkan beberapa prinsip
dasar dari pengembangan e-learning untuk anak usia sekolah dasar. Hal tersebut
dikarenakan media e-learning untuk anak usia pra-sekolah salah satunya bertujuan untuk
mempersiapkan anak tersebut memiliki pengetahuan dasar untuk memasuki usia sekolah
dasar.
Beberapa prinsip dasar pengembangan media e-learning untuk anak usia pra-sekolah yang
mengadopsi prinsip pengembangan media e-learning untuk anak usia sekolah dasar antara
lain sebagai berikut:
1. Media e-learning dirancang untuk memfasilitasi dan memungkinkan anak untuk belajar
secara mandiri dengan tetap didampingi oleh orangtua maupun guru/instruktur. Dengan
begitu, anak akan dapat mengeksplorasi pemahamannya terhadap pengetahuan dasar yang
diperolehnya.
2. Tahapan-tahapan pembelajaran yang digunakan yaitu kegiatan pembelajaran
pendahuluan, penyampaian informasi dan materi dasar, partisipasi peserta, dan terakhir
evaluasi untuk mengetahui pencapaian pembelajaran. Pendahuluan yang dimaksud adalah
memperkenalkan media e-learning yang dimanfaatkan serta petunjuk penggunaan dan
petunjuk pendampingan bagi orangtua maupun guru/instruktur. Materi dasar meliputi materi
yang berhubungan dengan keterampilan dasar membaca, menulis, dan menghiung yang
sesuai untuk usia 5-7 tahun. Partisipasi peserta meliputi kegiatan interaktif yang terdapat
dalam media e-learning tersebut. Dan evaluasi yang disajikan berbentuk evaluasi ringan
seperti games atau kuis yang mudah dipahami oleh anak.
3. Materi disampaikan bertahap dari bentuk abstrak ke bentuk konkret yang disampaikan
dalam bentuk multimedia interaktif seperti audio, video, teks, alat bantu (tool), koneksi (link),
dan animasi. Agar peserta dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, sistem dilengkapi
dengan simulasi-simulasi yang memungkinkan peserta untuk mengeksplor pemahaman
mereka. Alur materi dan simulasi dirancang sedemikian rupa agar anak belajar mulai dari
pemahaman yang sederhana hingga ke pemahaman komplek.
4. Orangtua dan pendidik/instruktur berperan sebagai fasilitator yang membantu anak usia
pra-sekolah dalam memanfaatkan e-learning yang telah dikembangkan. Hal ini dimaksudkan
agar anak mengetahui tata cara pemanfaatan media e-learning tersebut dengan benar
sekaligus dapat membantu untuk memberikan penjelasan di saat anak tersebut menemukan
hal yang tidak dipahaminya. Oleh karena itu, pemanfaatan e-learning untuk anak usia pra-
sekolah ini tetap harus dalam pengawasan dan pendampingan orangtua maupun
pendidik/instruktur.
Contoh konsep media pembelajaran e-learning yang dapat dikembangkan untuk anak usia
pra-sekolah adalah dengan web e-learning. Situs web tersebut dapat berisi gambar-gambar,
audio dan video pembelajaran, aplikasi interaktif, games, dan simulasi. Keseluruhan konten
yang tersedia dalam web tersebut berkaitan dengan keterampilan dasar yang ingin dicapai,
yaitu membaca, menulis, dan menghitung dasar.
Materi yang disediakan dapat berupa pengenalan angka, pengenalan huruf, dan cara
membaca kata serta kalimat. Seluruh konten tersebut harus mudah diakses dan dapat di-
download, sehingga anak dapat menyimpannya dan mempelajarinya kembali secara offline.
Web tersebut juga harus menyediakan petunjuk penggunaan yang lengkap dan mudah
dipahami oleh anak dan pendampingnya (orangtua maupun pendidik/instruktur), bentuk web
juga harus tersaji sederhana, simpel, dan menarik dengan warna yang cerah tetapi tetap
natural. Ukuran huruf dan konten juga harus menyesuaikan dengan usia anak pra-sekolah,
dimana ukurannya harus lebih besar dibandingkan dengan ukuran konten web untuk remaja
atau dewasa. Bentuk evaluasi yang disediakan dalam web tersebut juga diupayakan jangan
berbentuk soal tes, melainkan dalam bentuk games dan simulasi untuk sekedar mengetahui
feedback pencapaian anak pada proses belajar menggunakan media web e-learning
tersebut. Lalu, orangtua maupun guru/instruktur yang mendampingi juga harus senantiasa
memberikan penguatan dan penjelasan terhadap hal yang dipelajari oleh anak. Karena anak
usia pra-sekolah masih belum mampu berpikir secara konseptual logis, maka masih
diperlukan pendampingan dalam memahami setiap hal yang dilihat atau didengarnya.
Dengan demikian anak akan memperoleh pemahaman yang baik dan benar dari hal yang
dipelajarinya.
Hal-hal yang diungkapkan di atas adalah sedikit pengantar mengenai potensi yang dimiliki
oleh e-learning untuk dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran bagi anak usia pra-
sekolah. Pengembangan dan pemanfaatan e-learning tersebut tentunya harus tetap
memperhatikan serta menerapkan prinsip dasar agar dapat sesuai dengan kemampuan
konstruksi pemahaman anak usia pra-sekolah. Semoga sedikit penjabaran tersebut dapat
menjadi motivasi bagi kita semua untuk dapat terus mengembangkan dan memanfaatkan
berbagai potensi media pembelajaran e-learning dalam pembelajaran, mulai dari usia sedini
mungkin hingga untuk usia dewasa.
BAB III
KESIMPULAN
Blended learning merupakan model pembelajaran campuran antara teknologi online dengan
pembelajaran tatap muka dengan biaya yang rendah, tetapi cara efektif untuk mengirimkan
pengetahuan dalam dunia global.
Program model blended learning mencakup beberapa bentuk alat pembelajaran, seperti
real-time kolaborasi perangkat lunak, program berbasis web online, dan elektronik yang
mendukung sistem kinerja dalam tugas lingkungan belajar, dan pengetahuan manajemen
sistem. Model Blended learning berisi berbagai aktivitas kegiatan, termasuk belajar tatap
muka, e-learning, dan kegiatan belajar mandiri.Blended learning sebagai model campuran
pembelajaran yang dipimpin instruktur tradisional, pembelajaran online secara synchronous
, belajar mandiri dengan asynchronous, dan pelatihan terstruktur berbasis tugas dari
seorang dosen atau mentor. Tujuan blended learning adalah untuk menggabungkan
pengalaman belajar kelas tatap muka dengan pengalaman belajar secara online.
Dari perspektif guru, pendekatan blended e-learning memerlukan keterampilan baru agar
pembelajar dapat menyerap sebanyak-banyaknya dari pelajaran yang diberikan. Suatu
lingkungan blended e-learning yang dapat berhasil terdiri dari satu pertemuan awal yang
sepenuhnya tatap muka (face to face), penugasan online mingguan disertai dengan
komunikasi (konsultasi) online, e-mail, dan ditutup dengan satu ujian akhir yang berupa
tatap muka atau ujian tulis di kelas dengan dibantu pengawas. Dengan demikian,
pembelajar akan lebih banyak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan diri serta
bertanggung jawab terhadap diri sendiri, meningkatkan kompetensi sosialnya, meningkatkan
kepercayaan diri siswa, meningkatkan keterampilan menggali informasi dan meraih prestasi.
Selain itu, guru juga akan lebih menghargai berbagai perbedaan dalam gaya dan kecepatan
belajar yang dimiliki masing-masing siswa serta mendorong komunikasi, baik antarsiswa
sendiri maupun antara siswa dan guru.

DAFTAR PUSTAKA
Barton, R. (2004). Why use computer in practical science? Dalam Barton, R. (eds.),
Teaching secondary science with ICT (pp. 29). New York: Open University Press.
Boohan, R. (2002). ICT and Communication. Dalam Amos, S., & Boohan, R. (eds.), Aspects
of teaching secondary science (pp. 211). New York: The Open University.
Clyde, W., & Delohery, A. (2005).Using Technology in Teaching. London: Yale University
Press.
Hofe, R. V. (2001). Investigation into student learning of application in computer-based
learning environtment [versi electronik]. Teaching Mathematics and Its Applications, 20(3),
109-119
Kusni, M. (2010).Implementasi Sistem Pembelajaran Blended Learning pada Matakuliah
AE3121 Getaran Mekanik di Program Aeronotika dan Astonotika, Seminar Tahunan Teknik
Mesin.
Musker, R. (2004). Using ICT in a secondary science department. Dalam Barton, R. (eds.),
Teaching secondary science with ICT (pp. 19). New York: Ope University Press.
Welington, J. (2004). Multimeda in science teaching. Dalam Barton, R. (eds.), Teaching
secondary science with ICT (pp. 96). New York: Open University Press.
Priyatni, Endah Tri., dan Wahono, Asnawi Susilo. (2010). Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Membaca SD Berbasis Pendidikan Multikultural dan E-Learning. Jurnal
Penelitian Kependidikan. 20. (2). 156-166.
Ulfa, Maria. (2012). Interactive E-learning untuk Belajar Mandiri Anak. Jurnal Sarjana Institut
Teknologi Bandung Bidang Teknik Elektro dan Informatika. 1. (1). 211-217.
Darin E. Hartley, Selling e-Learning, American Society for Training and Development, 2001
Dublin, L. and Cross, J. , Mei 2003, Implementing eLearning: Getting the Most from Your
Elearning Investment, the ASTD International Conference.
Michelle Delio, Report: Online Training Boring, Wired News, diaskes
padahttp://www.wired.com/news/business/0,1367,38504,00.html
Hadjerrouit, 2008, Towards a Blended Learning Model for Teaching and Learning Computer
Programming: A Case,Study,( Informatics in Education: Institute of Mathematics and
Informatics, Vilnius, Vol. 7, No. 2, 181210), Journal
Jared A. Carman, 2005, Blended Learning Design: Five Key Ingredients,, diakses
pada http://www.agilantlearning.com/pdf/Blended Learning Design.pdf
Noer, Muhammad, 2010, Blended Learning Mengubah Cara Kita Belajar Di Masa Depan,
diakses pada http://www.muhammadnoer.com/2010/07/blended-learning- mengubah-cara-
kita-belajar-di-masa-depan/

Anda mungkin juga menyukai