Anda di halaman 1dari 19

KAJIAN MODEL PEMBELAJARAN

BLENDED LEARNING

IDA BAGUS GEDE EKA PUTRAWAN

Program Pendidikan
Pasca Sarjana Universitas
Pendidikan GANESHA
2/22/2017
i
1. SEJARAH PERKEMBANGAN BLENDED LEARNING

E-learning atau pembelajaran elektronik pertama kali diperkenalkan oleh


Universitas Illonis di Urbana-Champaign dengan menggunakan sistem intruksi
berbasis komputer (computerassisted instruction) dan komputer bernama PLATO.
Sejak itu, e-learning berkembang sejalan dengan kemajuan perkembangan dan
teknologi. Perkembangan e-learning dari masa ke masa sebagai berikut:
1) Tahun 1990 :
Era CBT (Computer Based Training) dimana mulai bermunculan aplikasi e-
learning yang berjalan dalam PC standlone atupun berbentuk kemasan CD-
ROM . Isi materi dikemas dalam bentuk tulisan maupun multimedia dalam
bentuk exetensi mpeg-1, mov atau avi.
2) Tahun 1994:
Diterimanya CBT oleh masyarakat sejak tahun 1994 CBT muncul dalam
bentuk paket-paket yang lebih menarik dan diproduksi secara masal.
3) Tahun 1997:
LMS (Learning Management system). Seiring dengan kemajuan teknologi
internet, masyarakat di global mulai terhubung dengan internet. Kebutuhan
informasi yang ada dapat diperoleh dengan cepat mulai dirasakan sebagai
kebutuhan mutlak dan jarak serta lokasi bukanlah halangan lagi
4) Tahun 1999:
Sebagai tahun aplikasi e-learning berbasis web. Perkembangan LMS menuju
aplikasi e-learning berbasis web berkembang secara total, baik untuk
pembelajar (learner) maupun administrasi belajar mengajarnya. Mulai
digabungkan dengan situssitus informasi, artikel dan surat kabar. Isinya juga
semakin kaya dengan perpaduan multimedia, video streaming, serta
penampilan interaktif dalam berbagai pilihan format data yang lebih standar
dan berukuran kecil.

1
2. KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Secara etimologi istilah blended learning terdiri dari dua kata blended dan
learning. Kata blend berarti campuran, bersama untuk meningkatkan kualitas agar
bertambah baik (Collins Dictionary), atau formula suatu penyelarasan kombinasi
atau perpaduan. Sedangkan learning memiliki makna umum yakni belajar, dengan
demikian sepintas mengandung makna pola pembelajaran yang mengandung unsur
percampuran, atau penggabungan antara satu pola dengan pola lainnya. Elenena
Mosa (2006) menyampaikan bahwa yang dicampurkan adalah dua unsur utama,
yakni pembelajaran di kelas (classroom lesson) dengan online learning.
Sedangkan menurut Harding, Kaczynski dan Wood, 2005, Blended learning
merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran
tradisonal tatap muka dan pembelajaran jarak jauh yang menggunakan sumber
belajar online dan beragam pilihan komunikasi yang dapat digunakan oleh guru dan
siswa
Blended learning tidak sepenuhnya pembelajaran dilakukan secara online
yang menggantikan pembelajaran tatap muka di kelas, tetapi untuk melengkapi dan
mengatasi materi yang belum tersampaikan pada pembelajaran saat mahasiswa
belajar di kelas. Menurut Bonk dan Graham (2006, p.5) mendefinikan kombinasi
dari e-Learning dan pembelajaran tatap muka dikelas sebagai berikut :
Blended learning is the combination of instruction from two historically
separate models of teaching and learning: Traditional learning systems and
distributed learning systems. It emphasizes the central role of computer- based
technologies in blended learning.
Guru menggunakan teknologi komputer dengan akses internet dalam menyediakan
informasi, bahan bacaan, dan materi pelajaran untuk. Beberapa guru
memungkinkan siswa untuk berinteraksi satu sama lain dengan menggunakan
teknologi komunikasi asynchronous dan synchronous. Komunikasi asynchronous
didefinisikan sebagai instruksi atau komunikasi yang berlangsung diwaktu yang
berbeda dan lokasi yang berbeda (Fenton & Watkins, 2010, p.233). Komunikasi

2
synchronous didefinisikan sebagai instruksi atau komunikasi yang terjadi secara
real time, dimana siswa dan guru berada pada waktu yang sama serta kemungkinan
besar dari berbagai lokasi (Fenton & Watkins, 2010, p.240).
Blended learning dapat diartikan sebagai proses pembelajaran yang
memanfaatkan berbagai macam pendekatan. Pendekatan yang dilakukan dapat
memanfaatkan berbagai macam media dan teknologi. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa blended learning adalah pembelajaran yang mengkombinasi
strategi penyampaikan pembelajaran menggunakan kegiatan tatap muka,
pembelajaran berbasis komputer (offline), dan komputer secara online (internet dan
mobile learning). Materi pelajaran yang disampaikan melalui media ini mempunyai
grafik, teks, animasi, simulasi, audio dan video.
Secara spesifik dalam pendidikan guru blended e-learning memiliki makna
sebagai berikut:
a. Blended e-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi,
pendidikan, pelatihan-pelatihan tentang materi keguruan baik substansi
materi pembelajaran maupun ilmu pendidikan secara online.
b. Blended e-learning tidak berarti menggantikan model balajar konvensional di
dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar melalui pengayaan content dan
pengembangan teknologi pendidikan.
c. Blended e-learning menyediakan berbagai seperangkat alat yang dapat
memperkaya nilai belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-
ROM, dan pelatihan berbasis komputer.
d. Memanfaatkan jasa teknologi elektronik; dimana guru dan siswa, siswa dan
sesama siwa, atau guru dengan sesama guru dapat berkomunikasi dengan
relatif mudah tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler.
e. Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan komputer network).

Pendapat Haughey (1998) tentang pengembangan blended e-learning


mengungkapkan bahwa terdapat tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem
pembelajaran berbasis internet, yaitu:

3
1. Web Course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang
mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan
adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan,
latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya disampaikan
melalui Internet. Dengan kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh.
Untuk pendidikan guru model seperti ini dapat digunakan untuk peningkatan
knowledge dan skill, memperkuat pengetahuannya tentang materi pelajaran
sebagai spesifikasi keilmuannya dan memperkuat pemahaman tentang
metodologi pembelajaran melalui simulasi pembelajaran yang disajikan
melalui internet misalnya video streaming, video conference dan lain-lain.
Intinya, semua aktivitas belajar mengajar dilakukan secara online tanpa
adanya tatap muka sama sekali.

2. Web Centric Course adalah penggunaan internet yang memadukan antar


belajar jarak jauh dan tatap muka (konvesional). Sebagian materi
disampaikan melalui internet,dan sebagian lagi melalui tatap muka,
sedangkan fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini pendidik bisa
memberikan petunjuk pada peserta didik untuk mempelajari materi pelajaran
melalui web yang telah dibuatnya. Peserta didik juga diberikan arahan untuk
mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka, peserta
didik dan pendidik lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang telah
dipelajari melalui internet tersebut. Model ini lebih relevan untuk digunakan
dalam pengembangan pendidikan guru, dilihat dari kondisi, kultur dan
infrastruktur yang dimiliki saat ini. Secara substansial materi keguruan
identik dengan nilai yang tidak hanya dapat ditransfer melalui pembelajaran
tanpa tatap muka, melainkan diperlukan direct learning, sehingga unsur-unsur
modelling dari seorang guru dapat diadaptasi dengan baik. Untuk penguasaan
materi konseptual, teoritikal dan keterampilan dapat menggunakan Blended
e-learning dengan sistem jarak jauh.

4
3. Web Enhanced Course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang
peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. pemanfaatan
internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran. Fungsi internet
dalam pembelajaran adalah untuk memberikan pengayaan antara peserta
didik dengan guru, sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta
didik dengan nara sumber yang lain. Oleh karena itu, peran guru disini
dituntut untuk menguasai teknik informasi di internet, membimbing
mahasiswa dengan menyajikan materi melalui web, melayani bimbingan
melalui internet, dan materi-materi lain yang diperlukan.

Menurut Watson (2009 : 3), ada beberapa bentuk implementasi blended


learning, yaitu:
1. Online penuh, dengan ada pilihan untuk melakukan pembelajaran tatap
muka (face to face).
2. Sebagian atau online penuh, dengan dibutuhkan waktu tertentu untuk
pembelajaran tatap muka (face to face), baik di kelas atau laboratorium.
3. Sebagian besar atau online penuh, dengan siswa tetap belajar konvensional
dalam kelas atau laboratorium setiap hari
4. Pembelajaran konvensional di kelas, tapi siswa dipersyaratkan mengikuti
aktifitas online tertentu sebagai pengayaan atau tambahan,
5. Pembelajaran konvensional, dengan melibatkan sumber online, dan
aktifitas online yang bukan menjadi syarat bagi siswa mengikutinya.
Dari kelima model di atas, model implementasi yang paling sederhana
adalah model 5 yakni pemanfaatan bahan-bahan online tanpa harus mensyaratkan
siswa untuk terhubung dengan internet Menurut Harmon dan Jones,(2000),
terdapat lima level penggunaaan ICT dalam pembelajaran, yaitu :
1. Level-1 Information : pada level ini bahan-bahan pembelajaran tidak terlalu
banyak yang disajikan melalui ICT, tetapi terbatas pada bahan yang sifatnya
informasi untuk menunjang proses pembelajaran.
2. Level-2 Supplemental : pada level ini sudah memasukkan bahan
pembelajaran tetapi sifatnya masih terbatas, belum menguraikan isi

5
pembelajaran secara lengkap, dan materi yang disajikan pokok-pokoknya
saja. Misal melalui power point, acrobat reader, file html dan lain sebagainya.
3. Level-3 Essensial : dalam lavel ini hampir semua materi pembelajaran
disajikan dalam bentuk web. Dengan demikian, sudah ada ketergantungan
penggunaan ICT dalam pembelajaran.
4. Level-4 Communal : pada level ini mengombinasikan pola pembelajaran
tatap muka atau penggunaan web secara online. Pada pola ini dituntut
kemandirian dari para guru untuk mencari dan mengembangkan bahan
belajarnya secara mandiri dengan materi-materi yang dikuasainya.
5. Level-5 Immersive : pada level ini pembelajaran dilangsungkan secara vitual.
Seluruh isi materi pembelajaran disajikan secara online.

6
B. KONSEP TENTANG BELAJAR

Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-learning sebagai berikut. Pertama,


elearning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan
secara on-line. Kedua, e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat
memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian
terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat
menjawab tantangan perkembangan globalisasi. Ketiga, e-learning tidak berarti
menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat
model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi
pendidikan. Keempat, Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi
dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar conten dan alat penyampai
dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya
akan memberi hasil yang lebih baik.
Berdasarkan komponen yang ada dalam blended e-learning maka teori belajar
yang mendasari model pembelajaran tersebut adalah teori belajar Konstuktivisme
(individual learning). Karakteristik teori belajar konstruktivisme (individual
learning) untuk blended e-learning (Hasibuan, 2006:4) adalah sebagai berikut :
1. Active learnes
2. Learners construct their knowledge
3. Subjective, dynamic and expanding
4. Processing and understanding of information
5. Learners has his own learning.
Individual learning dalam teori ini pelajar adalah peserta yang aktif, kalau
dapat membangun pengetahuan mereka sendiri, secara subjektif, dinamis dan
berkembang. Kemudian memproses dan memahami suatu informasi, sehingga
pelajar memilik pembelajarannya sendiri. Pelajar membangun pengetahuan mereka
berdasarkan atas pengetahuan dari pengalaman yang mereka alami sendiri. Teori
belajar berikutnya yang melandasi model Blended e- learning adalah teori belajar
kognitf. Pendekatan kognitif menekankan bagan sebagai satu struktur pengetahuan
yang diorganisasi (Brunner,1990; Gagne et.al., 1993). Menurut Bloom (1956)

7
mengindentifikasi enam tingkatan belajar kognitif yaitu pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis.
Teori terakhir adalah teori belajar konstruktivisme sosial yang
dikembangkan oleh Vygotsky. Menurut Vigotsky (1978) adalah sebagai berikut:
the way learners construct knowledge, think, reason, and reflect on is uniquely
shaped by their relationship with other. He argued that the guidance given by more
capable other, allows the learner to engage is levels of activity that could not be
managed alone.
Konstruktivisme sosial disebut juga collaborative learning. Karakteristik
teori belajar tersebut adalah sebagai berikut (Hasibuan, 2006:4):
Teori ini membuat pelajar membangun pengetahuan, berfikir, mencari alasan, dan
dicerminkan dengan bentuk yang unik melalui berhubungan dengan yang lain.
Pelajar belajar dari penyelesaian masalah yang nyata, pelajar juga bergabung pada
suatu pembangkit-pengetahuan. Pengajar juga masuk ke dalam sebagai pelajar
bersama-sama dengan siswanya. Bentuk tugas juga akan diolah dan pengetahuan
dinilai dan diciptakan lalu membangun pengetahuan yang baru.
Jika dikaji secara terminologis maka blended e-learning menekankan pada
penggunaan internet seperti pendapat Rosenberg (2001) menekankan bahwa
blended e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk
mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan. Hal ini senada dengan Cambell (2002), kamarga (2002) yang intinya
menekankan penggunaan internet dalam pendidikan sebagai hakekat blended e-
learning, termasuk untuk pendidikan guru. Secara spesifik dalam pendidikan guru
blended e-learning memiliki makna sebagai berikut.
1. Blended e-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi,
pendidikan, pelatihan-pelatihan tentang materi keguruan baik substansi
materi pelajaran maupun ilmu pendidikan secara online.
2. Blended e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya
nilai belajar secara konvensional (model belajarkonvensional, kajian terhadap
buku teks, CD-ROM, dan latihan berbasis komputer) sehingga dapat
menjawab tantangan perkembangan globalisasi.

8
3. Blended e-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvesional di
dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melaluipengayaan
content dan pengembangan teknologi pendidikan.
4. Kapasitas guru amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara
penyampaiannya. Makin baik keselarasan antarconten dan alat penyampai
dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada
gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
5. Memanfaatakan jasa teknologi elektronik; di mana guru dan siswa, siswa dan
sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif
mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler.
6. Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan komputer networks).
7. Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) disimpan
di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan di
mana saja bila yang bersangkutan memerlukannya.
8. Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan
hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap
saat di komputer.
Beberapa platform yang dapat digunakan dalam pembelajaran dengan
Blended Learning seperti Group Miling List (Milis, seperti Yahoo groups, Google+,
dan lain-lain), Web Blog Guru, Social Media (Facebook, Twitter, Instagram, Path,
dan lain-lain), Aplikasi-aplikasi Learning Management Systems atau LMS(seperti
Moodle, Edmodo, Quipper, Kelase, dll) dan sebagainya.
Seperti yang dikemukakan oleh Gegne (1984) Belajar yang efektif
mempunyai kriteria sebagai berikut: (1) melibatkan pembelajaran dalam proses
belajar; (2) mendorong munculnya keterampilan untuk belajar mandiri (learn how
to learn); (3) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pembelajar; (4) memberi
motivasi untuk belajar lebih lanjut. Darmodihardjo (1998:39) mengemukakan
bahwa tutor dalam pelaksanaan tugasnya memiliki peran yang meliputi; (1) sebagai
motivator, (2) sebagai fasilitator, (3) sebagai pembimbingan dan evaluator, (4)
pengembangan materi pelajaran, (5) pengelola proses belajar mengajar, (6) agen
pembaruan. Sementara itu Muhammad Zen (2000:69-70) mengemukakan bahwa

9
tugas tutor selaku pengajar meliputi; (1) sebagai informator, (2) sebagai
organisator, (3) sebagai motivator, (4) sebagai pengarah, (5) sebagai inisiator, (6)
sebagai transmiter, (7) sebagai fasilitator, (8) sebagai mediator, (9) sebagai
evaluator.

Karakteristik Blended e-Learning


Adapun karakteristik dari Blended Learning yaitu:
1. Pembelajaran yang menggabungkan berbagai cara penyampaian, model
pendidikan, gaya pembelajaran, serta berbagai media berbasis teknologi yang
beragam.
2. Sebagai sebuah kombinasi pendidikan langsung (face to face), belajar
mandiri, dan belajar mandiri via online.
3. Pembelajaran yang didukung oleh kombinasi efektif dari cara penyampaian,
cara mengajar dan gaya pembelajaran.
4. Pendidik dan orangtua peserta didikmemiliki peran yang sama penting,
pendidik sebagai fasilitator, dan orangtua sebagai pendukung.

Tujuan Blended Learning


1. Membantu pendidik untuk berkembang lebih baik di dalam proses belajar,
sesuai dengan gaya belajar dan preferensi dalam belajar.
2. Menyediakan peluang yang praktis realistis bagi guru dan pendidik untuk
pembelajaran secara mandiri, bermanfaat, dan terus berkembang
3. Peningkatan penjadwalan fleksibilitas bagi pendidik, dengan
menggabungkan aspek terbaik dari tatap muka dan instruksi online. Kelas
tatap muka dapat digunakan untuk melibatkan para siswa dalam pengalaman
interaktif. Sedangkan kelas online memberikan pendidik, sedangkan porsi
online memberikan para siswa dengan konten multimedia yang kaya akan
pengetahuan pada setiap saat, dan di mana saja selama Pendidik memiliki
akses internet.

10
C. PROSES BELAJAR/ SINTAKS
Secara mendasar terdapat tiga tahapan dasar dalam model blended learning
yang mengacu pembelajaran berbasis ICT, seperti yang diusulkan oleh Grant
Ramsay (dalam Tao, 2011), yakni: (1) seeking of information, (2) acquisition of
information, dan (3) synthesizing of knowledge.
Tahapan seeking of information, mencakup pencarian informasi dari berbagai
sumber informasi yang tersedia di TIK, memilih secara kritis diantara sumber
penyedia informasi dengan berpatokan pada content of relevantion, content of
validity/releability, dan academic clarity. Pengajar berperan sebagai pakar yang
dapat memberikan masukan dan nasehat guna membatasi pebelajar dari tumpukan
informasi potensial dalam TIK.
Pada tahapan acquisition of information, pelajar secara individual maupun
dalam kelompok kooperatif - kolaboratif berupaya untuk menemukan, memahami,
serta mengkonfrontasikannya dengan ide atau gagasan yang telah ada dalam pikiran
pelajar, kemudian menginterprestasikan informasi/pengetahuan dari berbagai
sumber yang tersedia, sampai mereka mampu kembali mengkomunikasikan dan
menginterpretasikan ide-ide dan hasil interprestasinya menggunakan fasilitas TIK.
Tahap terakhir pembelajaran berbasis TIK adalah tahap synthesizing of
knowledge adalah mengkonstruksi/merekonstruksi pengetahuan melalui proses
asimilasi dan akomodasi bertolak dari hasil analisis, diskusi dan perumusan
kesimpulan dari informasi yang diperoleh.
Sintaks Model Blended Learning
Sintak Peran Guru
(1) (2)
Fase: seeking of information Guru menyampaikan kompetensi dan
Pencarian informasi dari berbagai tujuan pembelajaran untuk menginisiasi
sumber informasi yang tersedia di kesiapan belajar siswa sekaligus
TIK (online), buku, maupun mempersiapkan siswa dalam proses
penyampaian melalui face to eksplorasi materi yang relevan melalui
face di kelas kegiatan pembelajaran tatap muka (face to

11
face) di kelas maupun pembelajaran
dengan suplemen TIK(online). Kegiatan
eksplorasi materi dapat dilakukan secara
individual maupun kelompok
Guru memfasilitasi, membantu, dan
mengawasi siswa dalam proses eksplorasi
materi, sehingga informasi yang diperoleh
tetap relevan dengan topik yang sedang
dibahas, serta diyakini validitas/reliabilitas
dan akuntabilitas akademiknya.

Fase: acquisition of information Guru membimbing siswa mengerjakan


Menginterprestasi dan LKS dalam diskusi kelompok untuk
mengelaborasi informasi secara menginventarisasi informasi,
personal maupun komunal menginterpretasi dan mengelaborasi
konsep materi menuju pemahaman
terhadap topik yang sedang dibelajarkan.
Guru mengkonfrontasi ide atau
gagasan yang telah ada dalam pikiran siswa
dengan hasil interprestasi
informasi/pengetahuan dari berbagai
sumber yang tersedia.
Guru mendorong dan memfasilitasi
siswa untuk mengkomunikasikan hasil
interprestasi dan elaborasi ide-ide secara
tatap muka (face to face)
maupun menggunakan fasilitas TIK
(online), secara kelompok maupun
personal.

12
Guru men-scaffolding siswa dalam
mengerjakan soal-soal baik secara personal
maupun dalam kelompok
Guru menugaskan siswa untuk
mengelaborasi penguasaan materi melalui
pemberian soal-soal yang bersifat terbuka
dan kaya (open-rich problem).
Fase: synthesizing of knowledge Guru menjustifikasi hasil eksplorasi
Merekonstruksi pengetahuan dan akuisasi materi secara akademik, dan
melalui proses asimilasi dan bersama-sama siswa menyimpulkan materi
akomodasi bertolak dari hasil yang dibelajarkan.
analisis, diskusi dan perumusan Guru membantu siswa mensintesis
kesimpulan dari informasi yang pengetahuan dalam struktur kognitifnya
diperoleh Guru mendampingi siswa dalam
mengkonstruksi/merekonstruksi materi
melalui proses akomodasi dan
asimilasi bertolak dari hasil analisis,
diskusi dan perumusan kesimpulan
terhadap materi yang dibelajarkan
(Diadaptasi dari Grant,2001)

13
3. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

KELEBIHAN
Velle (2001) mengemukakan beberapa keuntungan pengintegrasian TIK
dalam pembelajaran, yaitu:
4. Pebelajar lebih termotivasi belajar dengan dukungan TIK.
5. Aktivitas dan keterlibatan belajar lebih tinggi karena TIK lebih interaktif
dan menantang.
6. ICT menyediakan potensi sumber informasi yang sangat luas,
7. Dapat memvisualisasikan model kompleks sehingga memudahkan
pemahaman.
8. Dapat melakukan tugas berulang secara cepat dan akurat.
9. Proses belajar dapat melampaui ruang dan waktu.
10. Dapat menampilkan rancangan pembelajaran yang lebih kreatif, interaktif
dan inovatif. Hal ini didukung oleh beberapa hasil penelitian yang
menunjukkan efektivitas pemanfaatan TIK dalam meningkatkan efektivitas
dan efisiensi pembelajaran.
Mardana (2004) dan Suwindra (2004) menemukan bahwa pemanfaatan
komputer sebagai inovasi teknologi pembelajaran dengan pemodelan simulasi
secara signifikan dapat meningkatkan hasil belajar dan literasi komputer siswa.
Petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya dalam pendidikan
terbuka dan jarak jauh (Elangoan, 1999; Soekartawi, 2002; Mulvihil, 1997; Utarini,
1997), antara lain. Pertama, Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan
siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular
atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh
jarak, tempat dan waktu. Kedua, Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar
atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet, sehingga
keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari. Ketiga,
Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau

14
diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer. Keempat, Bila siswa
memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya,
ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah. Kelima, Baik guru maupun
siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah
peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang
lebih luas. Keenam, Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif.
Ketujuh, Relatif lebih efisien, misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari
perguruan tinggi atau sekolah konvensional.

KEKURANGAN
Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning
juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam,
1997), antara lain. Pertama, Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan
antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya
values dalam proses belajar dan mengajar. Kedua, Kecenderungan mengabaikan
aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek
bisnis/komersial. Ketiga, Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah
pelatihan daripada pendidikan. Keempat, Berubahnya peran guru dari yang semula
menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik
pembelajaran yang menggunakan ICT. Kelima, Siswa yang tidak mempunyai
motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal. Keenam, Tidak semua tempat
tersedia fasilitas internet. Ketujuh, Kurangnya tenaga yang mengetahui dan
memiliki ketrampilan internet. Kedelapan, Kurangnya penguasaan bahasa
komputer.
Kekurangan Blended Learning secara umum:
1. Media yang dibutuhkan sangat beragam, sehingga sulit diterapkan apabila
sarana dan prasarana tidak mendukung.
2. Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti komputer dan akses
internet. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan teknologi
3. Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti komputer dan akses
internet

15
4. BIDANG/ MUATAN PEMBELAJARAN/ MATERI YANG SESUAI
Penerapan Blended Learning dalam pendidikan dasar dan berbeda dengan
Blended Learning di Perguruan Tinggi. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan
pendekatanan dan metode pendidikan terutama di perguruan tinggi yang
melaksanakan pendidikan jarak jauh.
Terkait pendapat Haughey tentang pengembangan sistem pembelajaran
berbasis internet yakni ; Web Course, Web Centric Course dan Web Enhanced
Course, penulis merasa bahwa Web Enhanced Course lah yang paling cocok
diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dasar, dimana guru dan siswa
memanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang
dilakukan di kelas tanpa meninggalkan kegiatan tatap muka. Hal ini berarti guru
melakukan pembelajaran tatap muka dengan melibatkan kegiatan siswa yang
memanfaatkan bahan-bahan yang tersedia di internet misalnya film, animasi, game
dan sebagainya. Kegiatan siswa dan guru melakukan akses internet dilakukan
misalnya ketika berdiskusi, siswa dapat mencari bahan-bahan di internet dan
mempresentasikannya di kelas.
Penulis merasa muatan pelajaran apapun cocok untuk diintegrasikan dengan
model pembelajaran blanded learning, karena siswa bias mendapat informasi
tambahan dan penguatan konsep dari materi baik yang disajikan guru, tersedia pada
buku maupun lingkungan sekolah.
Penulis mengambil contoh dalam muatan IPA tentang pertumbuhan tanaman,
proses menstruasi, selain dari informasi di buku siswa dapat mendapatkan
memahami prosesnya dari video-video yang tersedia di internet, sehingga
pemahaman siswa akan lebih kuat dan peran guru selanjutnya untuk menegaskan
kembali pengetahuan siswa tersebut.
Dalam muatan IPS, siswa bisa mengamati langsung bagaimana proses
terjadinya gempa, terbentuknya magma, siklus air dan berbagai macam peristiwa
alam yang tidak bisa diamati secara detail dalam kehidupan sehari-hari.

16
Dalam muatan SBDP, siswa bisa mempelajari bagaimana cara membuat
kerajinan tangan dari tutorial video dan mempelajari lagu daerah dan lagu nasional
dengan mengikuti alunan irama pada video di internet.
Itu hanya sekilas beberapa contoh, bahwa betapa fleksiblenya model
pembelajaran blended learning ketika diintegrasikan kedalam berbagai muatan
pelajaran. Serta dengan penerapan blended learning, mampu menyajikan sesuatu
yang abstrak menjadi lebih konkret yang lebih mudah untuk diingat dan dipahami,
serta mampu merubah kegiatan pembelajaran konvensional menjadi lebih
menyenangkan bagi siswa dan guru sendiri.

17
5. DAFTAR PUSTAKA

Yazdi, Mohammad. 2012. E-Learning Sebagai Media Pembelajaran Interaktif


Berbasis Teknologi Informasi. Jurnal Ilmiah Foristek. Vol. 2, No. 1, Maret 2012.

Bibi, Sarah. 2015. Efektivitas Model Blended Learning Terhadap Motivasi Dan
Tingkat Pemahaman Mahasiswa Mata Kuliah Algoritma Dan Pemrograman.
Jurnal Pendidikan Vokasi. Vol. 5, Nomor 1, Februari 2015.

Prayitno, Wendhie. 2015. Implementasi Blended Learning Dalam Pembelajaran


Pada Pendidikan Dasar Dan Menengah. http://lpmpjogja.org/wp-
content/uploads/2015/02/Blended-Learning_Wendhie.pdf. (Diakses tanggal 14
Februari 2017)

Nurdin, Ichsan. 2013. Blended Learning Dalam Pembelajaran. http://daeng-


icn.blogspot.co.id/2013/12/blended-learning-dalam-pembelajaran.html. (Diakses
tanggal 14 Februari 2017)

Sastradi, Trisna. 2016. Model Pembelajaran Blended Learning.


http://www.mediafunia.com/2016/07/model-blended-learning.html. (Diakses
tanggal 14 Februari 2017)

18

Anda mungkin juga menyukai