Post Partum
Post Partum
A. Latar Belakang
Perdarahan postpartum adalah perdarahan atau hilangnya darah sebanyak lebih dari
500cc yang terjadi setelah anak lahir baik sebelum, selama, atau sesudah kelahiran
plasenta. Menurut waktu kejadiannya, perdarahan postpartum sendiri dapat dibagi atas
perdarahan postpartum primer yang terjadi dalam 24 jam setelah bayi lahir, dan
perdarahan postpartum sekunder yang terjadi lebih dari 24 jam sampai dengan 6 minggu
setelah kelahiran bayi (I.B.G Manuaba, 2007).
Kematian ibu hamil dapat diklasifikasikan menurut penyebab mediknya sebagai obstetric
“langsung” dan “tidak langsung”. Menurut laporan WHO (2008) bahwa kematian ibu di
dunia disebabkan oleh perdarahan sebesar 25%, penyebab tidak langsung 20%, infeksi
15%, aborsi yang tidak aman 13%, eklampsia 12%, penyulit persalinan 8% dan penyebab
lain 7% (Depkes RI, 2008).
Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan. Lebih dari
separuh jumlah seluruh kematian ibu terjadi dalam waktu 24 jam setelah melahirkan,
sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Walaupun seorang perempuan
dapat bertahan hidup setelah mengalami perdarahan setelah persalinan, namun ia akan
menderita anemia berat.
Insidensi perdarahan postpartum pada negara maju sekitar 5% dari persalinan, sedangkan
pada Negara berkembang bisa mencapai 28% dari persalinan dan menjadi masalah utama
dalam kematian ibu. Penyebabnya 90% dari atonia uteri, 7% robekan jalin lahir, sisanya
dikarenakan retensio plasenta dan gangguan pembekuan darah (Ambar Dwi, 2010).
Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2010, tiga faktor utama kematian ibu
melahirkan adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan infeksi (11%). Anemia dan
kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya
perdarahan dan infeksi yang merupakan faktor utama kematian ibu. Menurut data WHO,
di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh
perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen
(Depkes RI, 2010).
Menurut WHO, Negara yang berkembang memiliki angka kematian ibu 25% kematian
ibu itu disebabkan oleh Perdarahan Post Partum. Terhitung lebih dari 100.000 kematian
maternal pertahun. Menurut bulletin “American Collage of Obstetrician and
Gynecologists” menempatkan perkiraan 140.000 kematian ibu pertahun (Darmin Dina,
2013).
Perdarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24 jam setelah kelahiran
dan biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui saluran genital (Vicky
Chapman, 2006).
Perdarahan pasca partum adalah perdarahan yang terjadi setelah kelahiran bayi, sebelum,
selama dan sesudah keluarnya plasenta (Harry Oxorn, 2010).
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus tidak mampu untuk berkontraksi dengan
baik dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim.
Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat - serat
myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada
tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat
berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada
palpusi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan,
dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta,
sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama
perdarahan postpartum.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri :
o Manipulasi uterus yang berlebihan.
o General anestesi (pada persalinan dengan operasi ), Anestesi yang dalam.
o Uterus yang teregang berlebihan.
o Kehamilan kembar.
o Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 - 5000 gram ).
o Polyhydramnion.
o Kehamilan lewat waktu, Partus lama.
o Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ).
o Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ).
o Plasenta previa, Solutio plasenta (Fransisca, 2012).
2. Tissue
o Retensio plasenta
o Sisa plasenta
o Plasenta acreta dan variasinya.
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan retensio
plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum lepas dari dinding uterus atau
plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, tapi apabila terlepas
sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
o Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta
adhesiva )
o Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis
menembus desidva sampai miometrium - sampai dibawah peritoneum
( plasenta akreta - perkreta )
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh
tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Sehingga
terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta ( inkarserasio plasenta ). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20 -
25 % dari kasus perdarahan postpartum. (Fransisca, 2012).
3. Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir akibat :
o Ruptur uterus
o Inversi uterus
o Perlukaan jalan lahir
o Vaginal hematom
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain
grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan
dengan induksi oxytosin. Repture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section
secarea sebelumnya.
Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena
persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi
kehamilan dengan vacum atau forcep, walaupun begitu laserasi bisa terjadi pada
sembarang persalinan. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan
menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya
karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok.
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai artery atau
vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan persalinan,
atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi.
Perdarahan yang terus terjadi ( terutama merah menyala ) dan kontraksi uterus baik akan
mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi cervix atau
vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik.
Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga tundus uteri
sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala
III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversio uteri dapat dibagi :
o Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari
ruang tersebut.
o Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
o Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak
diluar vagina.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede pada korpus uteri
yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum
lepas dari dinding uterus. Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak
ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai.
Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri atau dalam
vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian
tinggi ( 15 - 70 % ). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk
keselamatan penderita. (Fransisca, 2012)
4. Thrombin : Kelainan pembekuan darah
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat,
kelainan pembekuan darah bisa berupa :
o Hipofibrinogenemia,
o Trombocitopeni,
o Idiopathic thrombocytopenic purpura,
o HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet
count ),
o Disseminated Intravaskuler Coagulation,
o Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit
karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan
trombosit sudah rusak. (Fransisca, 2012)
1. Atonia Uteri
3. Retensio plasenta
5. Inversio uterus
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup,
kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan
terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat
penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan
demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang
luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan
sirkulasi ke sana, atonia uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus
menurun sehingga pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempura sehingga
terjadi per darahan terus menerus. Trauma jalan terakhir seperti epiostomi yang lebar,
laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya
pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia
karena tidak ada kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga
merupakan penyabab dari perdarahan dari postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan
bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Lepasnya plasenta tidak terjadi bersamaan sehingga sebagian masih melekat pada tempat
implementasinya yang akan menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot
uterus, sehingga sebagian pembuluh darah terbuka serta menimbulkan perdarahan.
Perdarahan placenta rest dapat diterangkan dalam mekanisme yang sama dimana akan
terjadi gangguan pembentukan thrombus di ujung pembuluh darah, sehingga
menghambat terjadinya perdarahan. Pemebentukan epitel akan terganggu sehingga akan
menimbulkan perdarahan berkepanjangan. (I.B.G Manuaba, 2007).
o Tekan bagian segmen uterus bagian bawah dan keluarkan bekuan darah
o Periksa konsistensi uterus
A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
Identitas klien : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
2. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering didapatkan dari klien dengan perdarahan post partum adalah
perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat dingin, kesulitan nafas,
pusing, pandangan berkunang-kunang.
2. Riwayat kehamilan dan persalinan
Dikaji untuk mengrtahui apakah seorang ibu perah menderita penyakit yang lain yang
menyertai dan bisa memperburuk keadaan atau mempersulit penyambuhan. Seperti
penyakit diabetus mellitus dan jantung (hipertensi)
Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada yang mempunyai
riwayat yang sama
1. Pengkajian Fisik
1. Tanda-tanda vital
2. Inspeksi
3. Palpasi
Pengkajian Psikologis
1. Pemeriksaan Diagnostik
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam
3. Nyeri berhubungan dengan terputusnya inkontinuitas jaringan
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan dan ancaman kematian
5. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan dan prosedur yang kurang steril
6. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
C. Rencana Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam
R/: Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan memungkinkan darah
keotak dan organ lain.
2. Monitor tanda vital
R/: Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan terjadinya
perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks / perineum atau terdapat
hematom
7. Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan
cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera
kolaborasi. Berikan infus atau cairan intravena
R/: Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan pada
subinvolusio
10. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )
R/: Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan perifer
berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin
3. Kaji ada / tidak adanya produksi ASI
R/: Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan dalam produksi
ASI
4. Tindakan kolaborasi :
Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan
PH merupakan tanda hipoksia jaringan )
Berikan terapi oksigen (Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan
transportasi sirkulasi jaringan)
R/: Aktivitas berat dapat memperparah kondisi dan menyebabkan nyeri bertambah
4. Kolaborasi dengan pemberian analgetik
R/: Menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang sistem saraf simpatis
1. Ansietas berhubungan dengan perubahan keadaan dan ancaman kematian
Tujuan: Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan
perasaan cemas berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :
1. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
R/: Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui
5. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R/: Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat.
1. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan dan prosedur yang kurang steril
Tujuan: Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal )
Rencana tindakan :
1. Catat perubahan tanda vital
R/: Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang
berkepanjangan
4. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran
nafas, mastitis dan saluran kencing
Tujuan : tidak terjadi syok dan kondisi klien dalam batas normal
Rencana keperawatan :
1. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit
R/: Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan perifer
berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin
3. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )
D. Evaluasi Tindakan
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
1. Tanda vital dalam batas normal :