Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA

MANAJEMEN SAKARATUL MAUT

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

1. AULIYA NABILAH HANIP


2. AYU RAHMAWATI
3. AYU SEPTIYA WARDANI
4. AZKA YASIR ABDIL BAARY
5. CLARITA RENA PUTRI

KELAS E

PROGRAM SETUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang MahaEsa, karena berkat rahmat dan karuniaNya kami
telah mampu menyelesaikan makalah yang berjudul ”Manajemen Sakaratul Maut” ini demi terpenuhinya
tugas dari mata kuliah pendidikan agama yang di bina oleh dosen pengampu bapak Herman,S.Pd.i.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan
kita mengenai bagaimana cara mendampingi klien yang hampir meninggal. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata kesempurna.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yangmembacanya. Sekiranya laporan yang telah
disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Kadugede, Desember 2018

Penyusun
A. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakakan suatu rumusan masalah adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana cara Menangani dan mendampingi Pasien Yang Sakaratul Maut / Hampir Meninggal?
B. TUJUAN MASALAH
1. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi
tenaga kesehatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sakaratul Maut (Dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian, yang memiliki
berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Sedangkan Kematian (death) merupakan kondisi
terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal,
ditandaidengan terhentinya aktivitas otak atau terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap.

Dalam konsep islam fase sakaratul maut sangat menentukan baik atau tidaknya seseorang terhadap
kematiannya untuk menemui Allah dan bagi perawatpun akan dimintai pertanggungjawabanya nanti
untuk tugasnya dalam merawat pasien dirumah sakit. Dan fase sakaratul amut adalah fase yang sangat
berat dan menyakitkan seperti yang disebutkan Rasulullah tetapi akan sangat berbeda bagi orang yang
mengerjakan amal sholeh yang bisa menghadapinya denga tenang dan senang hati. Ini adalah petikan Al-
Qur’an tentang sakaratul Maut ( QS. Qaaf : 19 )

”Bimbinglah orang yang hendak mati mengucapkan (kalimat/perkataan): “Tiada Tuhan Selain Allah”
(HR.Muslim).

Tak dapat dipungkiri kematian itu tak dapat dihindari dari kehidupan sehari-hari kita. Kematian tidak
pandang bulu, anak-anak, remaja maupun orang dewasa sekalipun dapat mengalami hal ini. Kita tak tahu
kapan kematian akan menjemput kita. Kematian seakan menjadi ketakutan yang sangat besar di hati kita.

Proses terjadinya kematian diawali dengan munculnya tanda-tanda yaitu sakaratul maut atau dalam
istilah disebut dying. Oleh karena itu perlunya pendampingan pada seseorang yang menghadapi sakaratul
maut (Dying).

Sangat penting diketahui oleh kita, sebagai tenaga kesehatan tentang bagaimana cara menangani
pasien yang menghadapi sakaratul maut. Inti dari penanganan pasien yang menghadapi sakaratul maut
adalah dengan memberikan perawatan yang tepat, seperti memberikanperhatian yang lebih kepada pasien
sehingga pasien merasa lebih sabar dan ikhlas dalam menghadapi kondisi sakaratul maut.

1. MANAJEMEN SAKARATUL MAUT

DATANGNYA KEMATIAN MENURUT AL QUR’AN :

1. Kematian bersifat memaksa dan siap menghampiri manusia walaupun kita berusaha menghindarkan
resiko-resiko kematian. Katakanlah : “ Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang
telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat mereka terbunuh ”. Dan Allah (berbuat
demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam
hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati. (QS Ali Imran, 3:154)

2. Kematian akan mengejar siapapun meskipun ia berlindung di balik benteng yang kokoh atau
berlindung di balik teknologi kedokteran yang canggih serta ratusan dokter terbaik yang ada di muka
bumi ini. Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam
benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan : “ Ini adalah
dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: “Ini (datangnya) dari sisi
kamu (Muhammad) ”. Katakanlah : “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang itu
(orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun? (QS An-Nisa 4:78)

3. Kematian akan mengejar siapapun walaupun ia lari menghindar.Katakanlah : “ Sesungguhnya


kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian
kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan ”.(QS al-Jumu’ah, 62:8)

4. Kematian datang secara tiba-tiba. Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan
tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim.
Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan
tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.(QS, Luqman 31:34)

5. Kematian telah ditentukan waktunya, tidak dapat ditunda atau dipercepat.Dan Allah sekali-kali tidak
akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS, Al-Munafiqun, 63:11) Dahsyatnya Rasa Sakit Saat Sakaratul
Maut, Sabda Rasulullah SAW : “ Sakaratul maut itu sakitnya sama dengan tusukan tiga ratus pedang ”.
(HR Tirmidzi)

Sabda Rasulullah SAW : “ Kematian yang paling ringan ibarat sebatang pohon penuh duri yang
menancap di selembar kain sutera. Apakah batang pohon duri itu dapat diambil tanpa membawa serta
bagian kain sutera yang tersobek ? ”. (HR Bukhari) Atsar (pendapat) para sahabat Rasulullah SAW.
Ka’ab al-Ahbar berpendapat : “ Sakaratul maut ibarat sebatang pohon berduri yang dimasukkan kedalam
perut seseorang. Lalu, seorang lelaki menariknya dengan sekuat-kuatnya sehingga ranting itupun
membawa semua bagian tubuh yang menyangkut padanya dan meninggalkan yang tersisa ”. Imam
Ghozali berpendapat : “ Rasa sakit yang dirasakan selama sakaratul maut menghujam jiwa dan menyebar
ke seluruh anggota tubuh sehingga bagi orang yang sedang sekarat merasakan dirinya ditarik-tarik dan
diserabuti dari setiap urat nadi, urat syaraf, persendian, dari setiap akar rambut dan kulit kepala hingga
kaki ”. Imam Ghozali juga mengutip suatu riwayat ketika sekelompok Bani Israil yang sedang melewati
sebuah pekuburan berdoa pada Allah SWT agar Ia menghidupkan satu mayat dari pekuburan itu sehingga
mereka bisa mengetahui gambaran sakaratul maut. Dengan izin Allah melalui suatu cara tiba-tiba mereka
dihadapkan pada seorang pria yang muncul dari salah satu kuburan. “ Wahai manusia !”, kata pria
tersebut. “ Apa yang kalian kehendaki dariku? Limapuluh tahun yang lalu aku mengalami kematian,
namun hingga kini rasa perih bekas sakaratul maut itu belum juga hilang dariku ”. Proses sakaratul maut
bisa memakan waktu yang berbeda untuk setiap orang, dan tidak dapat dihitung dalam ukuran detik
seperti hitungan waktu dunia ketika kita menyaksikan detik-detik terakhir kematian seseorang.

a.Pendampingan masa keritis

1. Pasien prioritas 1

kelompok ini merupakan pasien sakit kritis ,tidak stabil,yang memerlukan perawatan inensif ,dengan
bantuan alat – alat ventilasi ,monitoring, dan obat – obatan vasoakif kontinyu dan lain – pain.misalnya
pasien bedah kardiotorasik,atau pasien shock septik.pertimbangkan juga derajat hipoksemia, hipotensi,
dibawah tekanan darah tertentu.

2. Pasien prioritas 2

pasien ini memerluakn pelayanan pemantauan canggih dari icu.jenis pasien ini beresiko sehingga
memerlukan terapi segera,karenanya pemantauan intensif menggunakan metoda seperti pulmonary arteri
cateteter sangat menolong.misalnya pada pasien penyakit jantung,paru,ginjal, yang telah mengalami
pembedahan mayor.pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimanya.

3. Pasien prioritas 3

pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil, dimana status kesehatan sebelumnya,penyakit yang
mendasarinya atau penyakit akutnya, baik masing – masing atau kombinasinya,sangat mengurangi
kemungkinan sembuh dan atau mendapat manfaat dari terapi icu.

contoh – conoh pasien ini adalah pasien dengan keganasan metastasik disertai penyulit infeksi pericardial
tamponade,atau sumbatan jalan napas atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai
komplikasi penyakit akut berat.pasien – pasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif untuk
mengatasi penyakit akut berat.pasien – pasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif untuk
mengatasi penyakit akut,tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi dan resusitasi
kardio pulmoner.

2) Karakteristik Situasi Kritis

Secara umum karakter pasien dibedakan mejadi 2 tipe. Yang cenderung ingin mencari informasi lebih
jelas –information seeking- dan ada yang tidak begitu mementingkan penjelasan dokter –non
information seeking-. Para pasien yang jenis kedua hampir jarang ditemukan di era saat ini. Mungkin
yang masih ada di pedesaan yang pendudukny masih polos, kalangan yang latar pendidikannya kurang,
para pasien yang sudah terlampau percaya pada dokternya atau terlanjur menganggap therapi yang
diberikan dokter selalu cocok dengan segala macam gejala penyakit yang dikeluhkan. Mereka tidak
terlalu peduli apa nama penyakitnya, bagaimana bisa terjadi, bagaimana kemungkianan sembuh dan lain-
lain. Sudah cukup dengan diberikan obat , menerima nasehat mana yang boleh dan mana yang tidak boleh
dilakukan. Begitu saja, tidak lebih.

Berbeda dengan yang kedua di atas, para pasien golongan pencari informasi akan lebih aktif bertanya
kepada dokternya. Mereka belum merasa puas kalau dokter belum bisa atau pun belum sempat menjawab
pertanyaan mereka. Didasari juga oleh pengaruh psikis, golongan pasien ini dibedakan lagi antara yang
bisa menerima penjelasan dokter secara proporsional dan ada juga yang bertype agak ‘ngeyel’. Mereka
yang rada cerewet ini terkadang belum cukup menerima sekali penjelasan dokter, banyak mengajukan
pertanyaan yang sama, lebih banyak mengungkapkan keluhan dibanding mendengar informasi dokternya.

Lalu, apakah pasien kritis akan menyulitkan dokter…? Tidak juga! Seorang dokter yang tidak memiliki
kompetensi yang cukup barangkali akan merasa tertekan untuk menjelaskan apa apa yang ditanyakan
oleh si pasien. Berbeda dengan dokter yang cakap di bidang profesinya dan memiliki kemampuan
berkomunikasi yang baik tentu akan lebih senang berhadapan dengan pasien jenis ini. Karena
penyampaian pesan yang diberikan oleh dokter lebih bisa diterima dan bermakna.

Yang juga menjadi masalah bagi dokter dalam berkomunikasi dengan pasien adalah apa yang bisa
disebut dengan komunikasi berjenjang. Ini terutama terjadi pada pasien yang sedang dirawat di rumah
sakit dan mempunyai banyak keluarga. Berjenjang, maksudnya dari satu anggota keluarga ke anggota
keluarga lainnya. Setiap anggota keluarga akan menanyakan hal yang hampir sama tentang si pasien
pada kesempatan yang berbeda. Penyebabnya, karena keluarga yang menerima informasi pertama tidak
sempat atau tidak mampu menyampaikan penjelasan dokter ke anggota keluarga lainnya. Sehingga hal ini
sedikit membebani dokter untuk menjelaskan hal yang sama berulang kali.

Menghadapi hal ini, solusinya adalah dengan memberikan penjelasan kepada keluarga yang berpengaruh
dan bisa berkomunikasi dengan keluarga pasien yang lain. Atau bisa juga dengan mengumpulkan semua
keluarga terlebih dulu sebelum dokter memberikan penjelasan tentang kondisi si pasien.

b. Pendampingan Pasien Sakaratul Maut


Perawatan kepada pasien yang akan meninggal oleh petugas kesehatan dilakukan dengan cara
memberi pelayanan khusus jasmani dan rohani sebelum pasien meninggal. Tujuannya yaitu, :
1. Memberi rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah pada pasien dan keluarganya.
2. Memberi ketenangan dan kesan yang baik pada pasien disekitarnya.
3. Untuk mengetahui tanda-tanda pasien yang akan meninggal secara medis bisa dilihat dari
keadaan umum, vital sighn dan beberapa tahap-tahap kematian.

I.Cara perawat membimbing pasien yang sedang sakaratul maut


Begitu sakitnya menghadapi sakaratul maut sehingga perawat harus membimbing pasien dengan cara-
cara,seperti ini:
1. Menalqin (menuntun) dengan syahadat. Sesuai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
2. Hendaklah mendo’akannya dan janganlah mengucapkan dihadapannya kecuali kata-kata yang
baik. Berdasarkan hadits yang diberitakan oleh Ummu Salamah bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallamtelah bersabda. Artinya :“Apabila kalian mendatangi orang yang sedang sakit
atau orang yang hampir mati, maka hendaklah kalian mengucapkan perkataan yang baik-baik
karena para malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan.”Maka perawat harus berupaya
memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan selalu
memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan dan menutupkan kedua matanya yang
terbuka saat roh terlepas dari jasadnya.
3. Berbaik Sangka kepada AllahPerawat membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah
SWT, seperti di dalam hadits Bukhari“ Tidak akan mati masing-masing kecuali dalam keadaan
berbaik sangka kepada Allah SWT.” Hal ini menunjukkan apa yang kita pikirkan seringkali
seperti apa yang terjadi pada kita karena Allah mengikuti perasangka umatNya.
4. Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut Disunnahkan bagi orang-orang
yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut tersebut dengan air
atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan kapas yg telah
diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga
sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam
rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat
mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat.
5. Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke arah kiblatKemudian disunnahkan untuk
menghadapkanorang yang tengah sakaratul maut kearah kiblat. Sebenarnya ketentuan ini tidak
mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah Saw., hanya saja dalam beberapa atsar yang
shahih disebutkan bahwa para salafus shalih melakukanhal tersebut. Para Ulama sendiri telah
menyebutkan dua cara bagaimana menghadap kiblat :
a) Berbaring terlentang diatas punggungnya, sedangkan kedua telapak kakinya dihadapkan
kearah kiblat. Setelah itu, kepala orang tersebut diangkat sedikit agar ia menghadap kearah
kiblat
b) Mengarahkan bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap ke kiblat.
Dan Imam Syaukai menganggap bentuk seperti ini sebagai tata cara yang paling benar.
Seandainya posisi ini menimbulkan sakit atau sesak, maka biarkanlah orang tersebut
berbaring kearah manapun yang membuatnya selesai.
2. SIMULASI SAKARATUL MAUT
3. PERAWATAN JENAZAH
Dengan adanya seorang Muslim yang meninggal dunia,maka timbul kewajiban bagi umat islam
untuk merawat jenazah.Dalam islam hukum merawat jenazah adalah fardhu kifayah. 1[1]
Adapun fardhu kifayah yang berkaitan dengan kematian seorang muslim adalah
memandikan,mengkafani,menyalatkan,dan menguburkannya.Dibawah ini akan dijelaskan tentang
hal-hal tersebut :
1.      MEMANDIKAN JENAZAH

Memandikan mayat dalam Islam merupakan suatu ibadah yang mutawatir,baik dalam bentuk
ungkapannya maupun dalam bentuk prakteknya. Nabi Shalallohu alaihi wa salam yang telah suci
dan disucikan juga dimandikan.
Syarat wajib mandi:
a.       Mayat orang Islam
b.      Ada tubuhnya walaupun sedikit
c.       Mayat itu bukan mati syahid2[2]

Yang berhak memandikan mayat


Mayat laki-laki dimandikan oleh orang laki-laki. Utamanya untuk memandikan.Mayat
dengan memilih orang yang terpecaya dan mengerti hukum-hukum dan tata cara memandikan
mayat,karena memandikan mayat memiliki hukum syar’i dan sifat(tata cara) yang khusus sesuai
syariat.
Diutamakan dalam memandikan mayat adalah orang yang disebutkan dalam wasiatnya jika
mayat telah berwasiat agar dimandikan oleh orang tertentu, hal itu dikarenakan Anas Radhiallohu
anhu berwasiat agar jasadnya dimandikan oleh Muhammad bin Sirin.
Setelah wasiat berkenaan orang yang harus memandikan mayat, berikutnya adalah ayah
mayat. Dia adalah orang yang paling utama untuk memandikan anaknya karena dia memiliki hal
yang khusus dalam menyayangi dan belas kasih (lembut) kepada anaknya.
Kemudian berikutnya adalah kakeknya, karena ia sama dengan seorang ayah dalam hal-hal
tersebut.

2
Disusul kemudian oleh orang yang lebih dekat dari kerabatnya yang menerima ashabah
dalam warisan, barulah kemudian orang asing dari selain kerabatnya.
Urutan dalam prioritas ini adalah jika mereka semua pandai dalam perkara memandikan
mayat dan telah banyak mempelajarinya.Jika tidak demikian, maka diutamakan orang mengerti
hukum-hukum dalam memandikan mayat dari pada orang yang tidak mengerti perkara itu.
Adapun jika mayat itu perempuan, maka ia dimandikan oleh perempuan pula; tidak boleh laki-
laki memandikan perempuan begitupun sebaliknya, kecuali bila mereka adalah sepasang suami
istri, Abu Bakar Radhiallohu anhu berwasiat agar jasadnya dimandikan oleh istrinya, Asma’ bintu
Umais, begitu juga Ali Radhiallohu Anhu memandikan Fathimah.
Pria maupun wanita boleh memandikan mayat anak dibawah umur tujuh tahun,baik mayat laki-
laki maupun perempuan,sebaimana ibrahim putra Nabi Shalallohu Alaihi Wasalam dimandikan
oleh para wanita. Ibnul Mundzir berkata, “Seluruh ahli ilmu yang kami ketahui sepakat bahwa
wanita boleh memandikan mayat anak kecil” Dikarenakan anak kecil itu belum memiliki aurat
dalam hidupnya dan demikian pula setelah kematiannya. Dengan demikian, wanita tidak boleh
memandikan mayat laki-laki yang telah berumur diatas tujuh tahun, pria juga tidak boleh
memandikan mayat perempuan yang telah berumur di atas tujuh tahun. 3[3]

Persiapan
1.      Menyediakan air yang suci dan mensucikan secukupnya, diutamakan air yang dingin,
terkecuali jika diperukan untuk menghilangkan suatu kotoran dari tubuh mayat atau dalam
keadaan dingin, maka tidak mengapa airnya dihangatkan.
2.      Mempersiakan perlengkapan mandi, seperti handuk, sabun, wangi-wangian, kapur barus,
dan lain-lain.
3.      Mengusahakan tempat yang tertutup dari pandangan untuk memandikan mayat sehingga
hanya orang-orang yang berkepentingan saja yang ada di situ.
4.      Menyediakan kain kafan secukupnya.
Tata cara memandikan jenazah
1.      Menutup bagian tubuhnya antara pusar hingga kedua lututnya
2.      Melepaskan semua pakaiannya serta perhiasan dan gigi palsuny bila memungkinkan
3.      Orang yang memandikan mengankat kepala mayat ke dekat tempat duduknya, lalu
mengurut perutnya dan menekannya dengan lembut dan pelan untuk mengeluarkan kotoran yang
masih ada dalam perutnya dan hendaknya memperbanyak siraman air untuk membersihkan
kotoran-kotoran yang keluar.

3
4.      Bagi yang memandikan jenazah hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau
sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit)
tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke atas.
5.      Apabila kuku-kuku jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya.
Adapun bulu kelamin, maka jangan mendekatinya, karena itu merupakan aurat besar
6.      Mewudhukan jenazah
Berniat dalam (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca basmalah. Lalu
mewudhukannya sebagaimana wudhu untuk shalat, (kecuali dalam hal kumur-kumur dan
memasukkan air ke dalam hidung, cukup dengan menggosok gigi dan kedua lubang hidung
dengan dua jarinya yang telah dibasahi atau dengan kain yang telah dibasahi.
Selanjutnya, dianjurkan mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan daun bidara atau
sabun dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk membasuh sekujur jasad si mayit.
7.      Membasuh atau memandikan tubuh jenazah
Kemudian membasuh atau mencuci bagian kanan badannya, yakni: dari leher, pundak, tangan
kanan, dadanya bagian kanan, perut bagian kanan, paha kanan betis kanan, dan kaki kanan. Lalu
memiringkannya bertumpu di atas sisi kirinya dan mulai mencuci punggungnya yang sebelah
kanan dan sisi kirinya sekalius.4[4] Kemudian dengan cara yang sama membasuhanggota tubuh
mayat yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga miring ke sebelah kanan dan membasuh
punggung yang sebelah kiri.

Yang wajib dalam memanikan mayat adalah sekali saja jika telah tercapai tingkat kebersihan,
sedangkan memandikan tiga kali adalah sunnah.5[5]
Imam Syafi’i berkata: Anas bin Malik berkata: “Memandikan jenazah tidak memiliki batas akhir,
akan tetapi-harus- dimandikan sampai bersih.”
Diriwayatkan dari Muhammad bin Sirin, dari Ummu Athiyah, bahwa Rasululloh Shalalloh alaihi
wasalam berkata pada para wanita yang memandikan jenazah putrinya:
“ Mandikanlah tiga kali, lima kali atau lebih dari itu apabila kalian menganggap hal itu baik
dengan air dan daun pohon bidara, dan akhirilah dengan kapur barus atau sesuatu dari kapur
barus.”6[6]

6
Disunnahkan pada pemandiannya kali terakhir dengan menggunakan kapur barus, karena
berkhasiat memadatkan, menjadikan wangi dan mendinginkan badan mayat.
8.      Kemudian mayat dikeringkan dengan kain atau lainnya. Kumisnya dipendekkan. Kukunya
dipotong jika panjang. Bulu ketiaknya dicabut.7[7]
Apabila jenazah adalah seorang wanita, maka rambut keplanya dibuat menjadi tiga ikatan; dua
bagian berada pada tepi kepalanya dan yang satu pada bagian ubun-ubun, kemudian
meletakkannya ke bagian belakang tubuhnya.8[8]
9.      Obat pengawet dan kapur barus diletakkan di atas kapas, kemudian diletakkan pada kedua
lubang hidungnya, mulut, kedua telinga dan duburnya. Apabila si mayat mempunyai luka yang
berlubang, maka diletakkan juga pada lubang yang luka itu. 9[9]

2.      MENGAFANI JENAZAH


Setelah selesai memandikan dan mengeringkan mayit,disyariatkan mengafani mayit.
Dipersyaratkan mengafani agar bisa menutupi. Disunahkan agar bisa berwarna putih dan bersih
baik baru (itu yang afdhal) atau yang baru dicuci.Batasan/ukuran kafan yang wajib adalah kain
yang mentupi seluruh badan mayit.
Disunahkan mengafani mayit laki-laki dengan tiga lapisan kain dan mengafani mayit
perempuan dengan lima lembar kain yang terdiri dari: sarung,kerudung,dan dua lembar
pembungkus.Mayit anak kecil dikafani dengan satu lapis kain dan boleh dikafani dengan tiga
lapis kain.Sedangkan mayit anak kecil wanita dikafani dengan satu baju dan dua lapis
kain.Disunahkan mengharumkan dengan dupa yang dibakar setelah kain kafan itu diperciki
dengan air mawar atau yang lainnya agar baunya harum dan tetap lengket dengan kain kafan itu.
Cara mengkafani mayit laki-laki :
Dengan membeberi tiga lapis kain secara ditumpuk,lalu mayit itu diletakkan dengan wajib
ditutup dengan kain atau semisalnya,lalu diletakkan di atas lapis-lapis kafan dengan
terlentang.Berikutnya diberi wewangian yang diletakkan pada kapas untuk diletakkan diantara
kedua bokongmayit yang diikat denagn sepotong kain.Kemudian sisa kapas yang diberi
wewangian untuk kedua mata,kedua lubang hidung,mulut,kedua lubang telinga,dan di anggota
sujudnya: dahi,hidung kedua tangan,kedua lutut dan ujung kedua kakinya.

9
Demikian pula pada lipatan-lipatan tubuh: kedua ketiak,kedua lipatan belakang lutut,dan
pusar.Wewangian diberikan pada kain kafan dan kepala mayit.Ujung kain kafan lembaran yang
paling atas bagian kiri ditutupkan ke bagian kanan mayit,lalu ujung kain kafan sebelah kanan
ditutupkan ke bagian kiri badan mayit.Demikian pula lembaran kedua dan ketiga.Sisa ujung kain
kafan diatas kepala lebih banyak daripada sisa ujung kain kafan dibawah kedua kakinya.
Ujung kain kafan diatas kepala dikumpulkan dan diarahkan kewajahnya,sedangkan sisa kain
kafan bagian bawah kaki dikumpulkan dan diarahkan keatas kedua kakinya.Semua lapisan itu
diikat dengan pengikat agar tidak pudar dan terlepasdidalam kubur.
Cara mengafani mayit perempuan :
Untuk mayit perempuan dikafani dengan lima lembar kain: sarung untuk
menyarunginya,dipakaikan baju,dipakaikan kerudung diatas kepalanya,lalu dibalut dengan dua
lembar kain kafan.10[10]

3.      MENYALATKAN JENAZAH

Shalat Jenazah merupakan salah satu praktik ibadah shalat yang dilakukan umat Muslim jika
ada Muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan shalat jenazah ini adalah fardhu
kifayah. Artinya jika dalam suatu wilayah tak ada seorang pun yang menyelenggarakan shalat
jenazah,maka seluruh penduduk wilayah itu akan menanggung dosa. Akan tetapi jika ada
beberapa orang saja yang menyelenggarakannya, maka penduduk yang lain bebas akan kewajiban
tersebut.
Jenazah yang boleh di shalati adalah jenazah orang islam yang bukan mati syahid (yaitu
mati dalam keadaan melawan orang kafir atau orang musyrik). Sedangkan orang yang mati
syahid dan bayi yang gugur dalam kandungan (atau sejak dilahirkan, sebelum mati,belum dapat
bersuara atau menangis) tidak boleh di sholati, juga tidak boleh dimandikan. Shalat jenazah ini
boleh dikerjakan di setiap waktu, karena shalat ini termasuk shalat yang mempunyai sebab. Shalat
jenazah boleh dikerjakan kaum wanita. Beberapa jenazah boleh di shalati secara bersama-sama.
11
[11]

a.      Syarat-syarat shalat jenazah

Ø  Suci dari hadast besar atau kecil, badan, pakaian atau tempat suci dari najis,menghadap kiblat,
serta menutup aurat.

10

11
Ø  Shalat jenazah baru didirikan jika jenazah sudah selesai dimandikan dan dikafani. Ø  Jenazah
diletakkan disebelah kiblat orang yang menshalatkan. 12[12]

b.      Rukun shalat jenazah


Ø  Niat
Ø  Berdiri bagi yang mampu
Ø  Empat kali (termasuk takbiratul ikhram)
Ø  Membaca surat Al-fatihah setelah takbir yang pertama (takbiratul ikhram)
Ø  Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, setelah takbir kedua
Ø  Membaca do’a untuk jenazah setelah takbir yang ketiga 13[13]
Ø  Membaca do’a untuk jenazah dan orang yang menyhalatinya setelah takbir yang keempat
Ø  Membaca salam ke kanan dan ke kiri
c.       Sunah shalat jenazah
Ø  Mengangkat kedua tangan saat bertakbir
Ø  Merendahkan suara pada setiap bacaan (israr)
Ø  Membaca isu’adzah (A’uudzu billaahi minasy syaithaanir rajlim)
Ø  Disamping itu, posisi imam hendaknya didekat kepala jenazah laki-laki atau didekat pinggul
jenazah perempuan
Ø  Shaf hendaknya dijadikan 3 shaf atau lebih. Satu shaf sekurang-kurangnya 2 orang.
d.      Cara Melaksanakan Shalat Jenazah 14[14]
Ø  Berdiri tegak menghadap kiblat, kedua belah tangan berada disamping sejajar dengan
pinggul,menghadap kiblat, sedangkan kepala agak tunduk ke sajadah. Hati dan fikiran
berkonsentrasi,lalu membaca lafal shalat jenazah,yaitu:
a. Jika jenazah orang laki-laki:
b. jika jenazah orang perempuan:

Ø  Setelah selesai membaca lafal niat tersebut, kedua belah tangan diangkat, sejajar dengan kedua
bahu sambil mengucap “ALLAHU AKBAR”. Pada saat tangan diangkat dan mulut mengucapkan
kalimat takbir ini,dihati mengatakan: “aku niat shalat atas jenazah ini,4 takbir, fardhu kifayah
mengikuti imam, karna Allah Ta’ala.

12

13

14
Ø  Setelah takbir pertama membaca surat Al-fatihah
Ø  Setelah takbir kedua membaca shalawat kepada Nabi SAW :
Shalawat yang lengkap :

Ø  Selesai membaca shalawat, dilanjutkan dengan bertakbir yang ketiga, dan membaca do’a yang
ditujukan untuk jenazah:

a.       Jika jenazah laki-laki:


b.      Jika jenazah perempuan:

Ø  Setelah membaca do’a untuk jenazah, dilanjutkan dengan takbir yang keempat sambil
mengangkat kedua tangan,tanpa ruku’ dan membaca:
a.       Jika jenazah laki-laki:
b.      Jika jenazah perempuan:

c.       Jika ingin lebih sempurna maka di tambah dengan lafal:

Ø  Setelah itu dilanjutkan dengan membaca salam sambil menoleh ke kanan dan ke kiri:
4.      MENGUBURKAN JENAZAH

Telah disepakati kaum muslimin bahwa menguburkan jenazah merupakan fardhu kifayah.
Adapun yang wajib dilakukan,paling sedikit dengan membaringkannnya dalam sebuah lubang
lalu menutup kembali lubng tersebut dengan tanah,sehingga tidak terlihat lg jasadnya,tidak
tercium baunya,dan terhindar dari binatang buas dan sebagainya.Akan tetapi yang lebih sempurna
ialah dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.      Memperdalam lubang kuburan kira-kira 2 meter atau lebih dari permukaan tanah.
2.      Lubang untuk menguburkan mayit sebaiknya berbentuk lahd (lahad) , yaitu liang yang
bagian bawahnya dikeruk sebelah ke kiblat,dan setelah jenazah dibaringkan disana,liang tersebut
ditutupi dengan bilah-bilah papan yang di tegakkan,kemudian di timbun dengan tanah.Akan
tetapi jika tanah kuburan itu kurang keras,dan dikhawatirkan dapat longsor boleh juga
menguburkan jenazah dengan membaringkannya ditengah-tengah lubang kemudian menutupinya
dengan papan,ranting dan dedaunan seperti di atas.
3.      Ketika memasukkan mayit kedalam kubur,sebaiknya membaca Bismillah wa ‘ala millati
Rasulillah atau Bismillah wa ‘alasunnati Rasulillah.Kemudian meletakannya dengan tubuhnya di
miringkan ke sebelah kanan dan wajahnya menghadap kiblat.Disamping itu,para ulama
menganjurkan agar kepala si mayitdi letakkan diatas bantal dari tanah liat atau batu,kemudian
ikatan-ikatan kafannya dilepaskan,dan bagian dari kafannya di pipinya dibuka sedikit agar
pipinya itu menempel danga tanah.Dianjurkan pula bagi yang menghadiri
penguburan,menebarkan sedikit tanah kearah kepala si mayitsetelah dibaringkan kedalam
kuburannya sebanyak 3 kali,sambil mengucapkan bagian dari ayat al-qur’an,pada kali pertama :
Minha Khalaqnakum (yang artinya: Dari tanah Kami menciptakanmu); pada yang kedua : wa
fihanu’idukum (artinya : dan kepada tanah Kami mengembalikanmu); dan pada yang ketiga: wa
minha nukhrijukum taratan ukhra(artinya :dan dari tanah pula Kami mengeluarkanmu lagi).
4.      Selesai penguburannya,yaitu ketika lubang telah ditimbuni kembali dengan
tanah,hendaknya mereka yang hadir mendo’akan bagi mayit tersebut dan memohon ampunan
baginya dari Allah SWT.Sebagian ulama terutama dari kalangan madzhab Syafi’i,menganjurkan
agar dibacakan talqin(do’a yang biasa di baca di atas kuburan guna menuntun si mayit untuk
menjawab pertanyaan malaikat).15[15]
4.
Berbagai Tata Cara Berkaitan Dengan Kuburan
1. Menurut Syafi’i dalam Al-Mukhtashar,sebaiknya tidak menggunakan tanah tambahan untuk
menimbuni kuburan,selain yang telah dikeluarkan ketika menggalinya.
2. Dibolehkan menaikkan kuburan kira-kira sejengkal lebih tinggi dari permukaan tanah,semata-
mata agar diketahuibahwa itu adalah kuburan,sehingga tidak diinjak atau diduduki.
3. Dianjurkan memercikkan air serta meletakkan kerikil(batu-batu kecil) diatas kuburan
Kemudian meletakkan sepotong batuatau kayu dan sebagainya diatas kuburan sebagai tanda agar
diketahui oleh para peziarah.
4.Sebaiknya tidak membuat bangunan diatas kuburan ataupun memoles permukaannya dengan
plester semen.,kapur dan sebagainya.Sebagian ulama mengharamkan hal itu,dan sebagiannnya
lagi meski tidak mengharamkan namun menegaskan bahwa perbuatan seperti itu tidak disukai. 16
[16]

Ta’ziah (Pernyataan turut Berdukacita)

15

16
Ucapan ta’ziah terutama dari para kerabat,kawan-kawan serta para tetangga yang
ditunjukkan kepada keluarga yang kematian salah seorang diantara mereka adalah perbuatan yang
dianjurkan dalam agama. Yaitu demi menghibur keluarga yang sedang berduka cita dan
mendoakan bagi si mayit.

Waktu Berta’ziah
Sebagian ulama membatasi waktu berta’ziah hanya selama tiga harisetelah kematian atau setelah
mayit dikuburkan dengan maksud agar tidak memperbarui kenangan duka anggota keluarga yang
ditinggalkan. Kecuali bagi orang yang tidak beradadi kota pada waktu itu,dibolehkan mengucapkan
ta’ziah ketika pulang walaupn setelah lewat tiga hari.

ADAB TERHADAP JENAZAH

1. Memejamkan kedua matanya seraya membaca:

‫بسم هللا و على ملة رسول هللا‬

“Dengan menyebut nama Allah dan di atas agama Rasulullah”

2. Mengikat rahangnya ke atas kepala dengan kain yang agak lebar supaya mulutnya tidak terbuka.

3. Melemaskan sendi-sendi tulangnya dengan melipat tangan ke siku, lutut ke paha dan paha ke perut.
Setelah itu dibujurkan kembali dan jari-jari tangannya dilemaskan. Bila agak terlambat sehingga tubuhnya
kaku, maka boleh menggunakan minyak atau yang lainnya untuk melemaskan sendi-sendi tulang mayit.
Faedah dari pelemasan ini adalah mempermudahkan proses memandikan dan mengkafani.

4. Melepas pakaian secara perlahan, kemudian menggantinya dengan kain tipis yang dapat menutup
seluruh tubuhnya, yang ujungnya diselipkan di bawah kepala dan kedua kakinya. Kecuali apabila ia
sedang melaksanakan ihram, maka kepalanya harus dibiarkan terbuka.

5. Meletakkan benda seberat dua puluh dirham (20 x 2,75 gr = 54,300 gr) atau secukupnya di atas
perutnya dengan dibujurkan dan diikat agar perutnya tidak membesar.

6. Meletakkan mayit di tempat yang agak tinggi agar tidak tersentuh kelembaban tanah yang bisa
mempercepat rusaknya badan.

7. Dihadapkan ke arah qiblat sebagaimana muhtadlir.

8. Segera melakukan perawatan pada mayit, dan melaksanakan wasiatnya.

9. Membebaskan segala tanggungan hutang dan lainnya.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perawatan kepada pasien yang menghadapi sakaratulmaut (dying) oleh petugas kesehatan dilakukan
dengan cara memberi pelayanan khusus jasmani dan rohani sebelum pasien meninggal. Perawat atau
Bidan memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual pasien
sakaratul maut dengan memperhatikan moral, etika serta menumbuhkan sikap empati dan caring kepada
pasien. Penanganan pasien perlu dukungan semua pihak yang terkait, terutama keluarga pasien dan perlu
tindakan yang tepat dari perawat atau bidan.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat dengan sebaik-baiknya, namun sebagai manusia penulis selalu
tidak lepas dari kesalaha. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun kami sangat harapkan untuk
menyempurnakan makalah ini, agar kami dapat memperbaiki pembuatan makalah kami diwaktu yang
akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
-Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC

- uliyah musrifatul.Buku Ajar Keterampilan Dasar Praktik Klinik (KDPK) untuk pendidikan
bidan.Surabaya,Health books,2011.

http://awalulmkh.blogspot.com/2013/03/makalah-perawatan-jenazah.html

https://deepfelicity.wordpress.com/2011/05/01/adab-terhadap-jenazah/

Anda mungkin juga menyukai