Anda di halaman 1dari 8

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN SENSORIK

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan (As
Hornby dalam Intan,2005). Maka disini dapat diartikan bahwa terapeutik adalah segala sesuatu
yang memfasilitasi proses peyembuhan . sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri adalah
komunikasi yang direncankan dan dilakukan untuk membanttu penyembuhan/pemulihan pasien .
komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional bagi perawat.

B. TUJUAN

Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto,1994) adalah :

1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya
pada hal yang diperlukan.
2. Mngeurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain , lingkungan fisik, dan dirinya sendiri .
C. MANFAAT
Manfaat komunikasi terapeutik (Christina,dkk.,2003) adalah:
1. Mendorong dan menganjurkan kerjasama anatara perawat dengan pasien melalui
hubungan perawat-klien.
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, dan mengkaji masalah dan
mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.
BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian Gangguan Sensoris


Gangguan sensoris atau istilah lengkapnya Sensory Processing Disorder (SPD) atau
gangguan proses sensoris merupakan suatu kondisi yang di sebakan sinyal sensorik ke
otak tidak ditafsirkan dengan respon yang tepat, malah cenderung ekstrem dan tidak
wajar.
Gangguan sensoris pada klien atau individu di dalam masyarakat umumnya
antaralain disebabkan oleh gangguan anatomic organ, gangguan fisiologi organ,
kematangan atau maturasi, degenerasi, kognitif persepsi.
Pada umumnya sensoris dasar manusia terdiri dari perabaan, pendengaran,
penciuman, penglihatan, pengecapan, propioseptif (gerak antar sendi atau sensor
motorik), dan vestibuler (keseimbangan).
Dalam berkomunkasi pada klien dengan gangguan sensoris seringkali perawat
berhadapan dengan kesulitan-kesulitan, hal ini berkaitan dengan sensoris yang berbeda-
beda pada setiap klien yang memiliki gangguan sensoris oleh karena itu diperlukan
keahlian dan keterampilan khusus bagi perawat dalam berkomunikasi dengan klien
gangguan sensoris.

Jadi, gangguan system sensorik adalah gangguan yang membuat sinyal yang
masuk ke otak tidak merespon secara tepat dan malah menimbulkan kelaian persepsi.

2. Tanda Dan Gejala Gangguan Sensoris


Berikut ini terdapat beberapa tanda dan gejala gangguan sensoris yang terjadi pada anak :
a. Sensoris perabaan, input yang didapatkan berasal dari reseptor di kulit yang bisa
berupa sentuhan, tekanan, suhu rasa sakit dan gerakan bulu-bulu atau rambut. Jika
sensoris perabaan mengalami gangguan bisa ditunjukan dengan gejala :
 Tidak mau dan tidak suka disentuh
 Menghindari kerumunan orang
 Tidak menyukai bahan-bahan tertentu
 Bereaksi berlebihan terhadap luka kecil
 Tidak betah dengan segala hal yang kotor

b. Sensoris pendengaran, input yang didapatkan berasal dari suara-suara di luar


tubuh. Jika sensoris pendengaran mengalami gangguan bisa ditunjukan dengan
gejala :
 Mudah teralih ke suara-suara tertentu yang bagi orang lain dapat diabaikan
 Takut mendengar suara air ketika menyiram toilet, suara vacuum cleaner,
hair dryer, suara gonggongan anjing dan bahkan suara detik jam
 Senang mendengar suara yang terlalu keras
 Sering berbicara sambil berteriak ketika ada suara yan tidak disukai

c. Sensoris penciuman, input yang dapat didapatkan berasal dari aroma atau bau
yang tercium. Jika sensoris penciuman mengalami gangguan bisa ditunjukan
dengan gejala :
 Reaksi berlebian terhadap bau tertentu seperti bau kamar mandi atau
peralatan kebersihan
 Menolak masuk ke suatu lingkungan karena tidak menyukai baunya
 Tidak menyukai makanan karena baunya
 Selalu menciumi barang-barang atau orang disekitarnya
 Sulit membedakan bau

d. Sensoris penglihatan, input yang didapatkan berupa warna, cahaya dan gerakan
yang ditangkap oleh mata. Jika sensoris penglihatan mengalami gangguan bisa
ditunjukan dengan gejala :
 Menangis atau menutup mata karena terlalu terang karena ia terlalu peka
terhadap sinar terang
 Mudah teralih oleh stimulus penglihatan dari luar
 Senang bermain dalam suasana gelap
 Sulit mebedakan warna, bentuk dan ukuran
 Menulis naik turun di kertas tanpa garis

e. Sensoris pengecapan, input didapatkan dari semua hal yang masuk ke mulut dan
juga lidah. Jika sensoris pengecapan mengalami gangguan bisa ditunjukan dengan
gejala :
 Suka memilih-milih makanan ( picky eater), menolak mencoba makanan
baru sehingga lebih senang dengan makanan yang itu-itu saja
 Tidak suka atau menolak untuk sikat gigi
 Suka mengemut makanan karena ada kesulitan dengan mengunyah,
menghisap dan menelan
 Mengiler
 Sering memasukan barang-narang ke mulut

f. Sensoris propioseptif ( sensor motorik), input yang didapatkan berupa gerakan


otot dan sendi, akibat adanya tekanan semdi atau gerakan tubuh. Jika sensoris
propioseptif mengalami gangguan bisa ditunjukan dengan gejala :
 Senang aktivitas lompat-lompat
 Suka menabrakkan atau menjatuhkan badan ke kasur atau orang lain
 Sering terserimpet kaki sendiri atau benda sekitar
 Sering menggeretak gigi
 Pensil patah karena terlalu kuat memberikan tekanan
 Terlihat melakukan segala sesuatu dengan kekuatan penuh

g. Sensoris vestibular (keseimbangan), input yang didapatkan dari organ


keseimbangan yang berada di telinga tengah atau perubahan gravitasi,
pengalaman gerak dan posisi didalam ruang. Jika sensoris vestibular mengalami
gangguan bisa ditunjukan dengan gejala :
 Menghindari mainan ayunan, naik turun tangga dan perosotan
 Tidak suka atau menghindari escalator
 Takut dengan ketinggian
 Senang diayun dengan tinggi
 Senang dilempar ke udara

3. Teknik-Teknik Komunikasi Pada Klien Dengan Gangguan Sensoris


1. Klien dengan gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, missal : conea,
lensa mata, kekeruhan humor vitreus, maupun kerusakan cornea, serta kerusakan
saraf penghantar inpuls menuju otak. Kerusakan ini di tingkat persepsi antar lain
dialami klien dengan kerusakan virus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik
parsial maupun total.
Akibat kerusakan visual kemampuan menangkat rangsang ketika berkomunikasi
sangat bergantung pada pendengaran dan sentuhan. Oleh karena itu komunikasi yang
di lakukan harus mengoptimalksan fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi
penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang dapat di transper
melalui ondera yang lain. Sebagai contoh ketika melakukan orientasi ruangan, klien
harus mendapat keterangan yang memviualisasi kondisi ruang tawat secara lisan,
misalnya dengan menerangkan letak meja dan kursi, menerangkan berapa langkah
posisi tempat tidur dari pintu,lelak kamar mandi dan sebagainya.

Berikut adalah teknik - teknik yang perlu diperhatiakan selama berkomunikasi


dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan.
a. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami
kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan kehadiran perawat
ketika anda berada di dekatnya.
b. Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda.
c. Berbicara denga menggunakan nada suara normal karena klien tidak
memungkinkannya menerima pesan nonverbal secara visual. Nada suara anda
memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.
d. Terangkan alas an anda menyentuk atau mengucapkan kata-kata sebelum
melakukan sentuhan pad klien.
e. Ketika anda akan meninggalkan ruangan atau hendak memutus komunikasi/
pembicaraan informasikan kepadanya.
f. Orientasikan klien pada suara – suara yang terdengar di sekitarnya.
g. Orientasikan klien pada lingkungannya bila klien dipindahkan ke lingkungan
yang asing banginya.
2. Klien dengan gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran dapat terjadi berupa penurunan pendengaran hingga tuli.
Bentuk tuli yang selama ini dikenal ialah tuli perspektif dan tuli konduktif. Tuli
perspektif adalah tuli yang terjadi akibat kerusakan stuktur penghantar rangsangan
suara.
Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling
sering digunakan ialah media visual, klien menangkap pesan bukan dari suara
yang dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan
bicarannya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien ini sehingga dalam
melakukan komunikasi upayakan supaya sikap dan gerakan anda dapat ditngkap
pleh indra visalnya.

Berikut adalah teknik - teknik komunikasi yang dapat digunakan klien


dengan gangguan pendengaran.

a. Orientasikan kehadiran diri anda dengan cara menyentuh klien atau


memposisikan diri di depan klien.
b. Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan
perlahan untuk memudahkan klien membaca gerak bubir anda.
c. Usahan berbicara dengan posisi tepat di depan klien dan pertahankan
sikap tubuh dan mimic wajah yang lazim.
d. Jangan melakukan pembicaraan ketika anda dengan gerakan
menguyah sesuatu (misalnya makanan atau permen karet)
e. Gunakan bahsa pantomin bila memungkinkan degan gerakan
sederhana dan perlahan.
f. Gunakan bahsa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan diperlukan
g. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah
sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar (symbol)
3. Klien dengan gangguan wicara
Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan pita
suara, ataupun gangguan persarafan. Berkomunikasi dengan klien dengan gangguan
wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan
benar. Klien yang mengalami gangguan wicara umumnya telat belajar berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar.

Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara, hal- hal berikut
perlu diperhatikan
a. Perawat benar-benar dapat memperhatikan mimic dan gerak klien.
b. Usahakan mengulang kembli kata-kata yang diucapkan klien.
c. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topic.
d. Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan pelan.
e. Memperhatikan setiap detil komunikasi sehingga pesan dapat diterima dengan
baik.
f. Apabila perlu, gunakan bahasa tulisan dan symbol.
g. Apabila memungkinkan hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi lisan
dengan klien untuk menjadi mediator komunikasi.
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai