-
m
IK \TAN \KUNTA 'I l'IDONFS"
, ...1,,,..,,, ,., ,,,,..,,,,,,,, ,., r1,.,,u • ../ "''"''""'' .ml
• I, •
MODUL LEVEL DASAR (CAFB)
Hak Cipta @2015, lkatan Akuntan Indonesia
Hak cipta dilindungi Undang.Undang. Oilarang menerjemahkan, mencetak ulang. memperbanyak, atau
menggunakan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik. mekanik
atau cara lainnya, yang saat ini diketahui atau nanti ditemukan, termasuk menggandakan dan mencatat, atau
menyimpan dalam sistem penyimpanan dan penyediaan informasi, tanpa izin tertulis dari lkatan Akuntan
Indonesia.
lkatan Akuntan Indonesia tidak bertanggungjawab atas kerugian yang dialami oleh pihak yang melakukan
atau menghentikan suatu tindakan dengan mendasarkan pada materi dalam buku ini, baik kerugian yang
disebabkan oleh kelalaian atau hal lainnya.
t. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu)tahun dan/atau pidana denda palingbanyak Rp100.000.000,00(seratus j uta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau p emegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1 ) huruf
c. huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak RpS00.000.000,00 (lima ratus
j uta rupiah).
3. Setiap Or ang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1 ) huruf
a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial d ipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam
bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Edisi I 2019
Oiterbitkan oleh:
iv
BABl
HUKUl\,I PERIKATAN
Pendahuluan
Perikatan dapat diartikan sebagai suatu perhubungan hukum antara atau dua pihak
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu ha! dari pihak yang lain, dan
pihak yang Jain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Hukum perikatan secara khusus dibahas dalam Buku ke-3 Kitab Undimg-Undang Hukum
(KUH) Perdata (Burger/Uk Wet Book) tentang Perikatan. Memang dalam kegiatim sehari-
hmi kita yang belum behtjar ihnu hukmn menganggap dua hstilah perjanjian maupun
perikatan adalah hal yang sama. Padahal ha( tersebut berbeda di mana perikatan adalah salah
satu akibat dari perjimjian.
Menurut sumbemya, perikatan dapat dibedakim menjadi dua yaitu perikatan yang Jahir dmi
perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang-undang. Perikatan yimg lahir dari perjanjian
adalah perikatan yang lahir akibat kesepakatan antara dua pihak atau Jebih untuk
melaksanakan sesuatu ha! tertentu yimg mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban
terhadap para pihak. Dalmn perikatan yang lahir dmi perjanjiim, diperlukan adanya suatu kata
sepakat dari para pihak yang mengikatkan diri tersebut.
Maka dalam 1nodul ini akan diberikan pemahaman dan penjelasan sederhana tentang
perikatan yang ti1nbul karena perjanjian yaitu 1nulai tentang perikatan dan perjanjian, definisi
hukurn perjanjian, suhyek dan obyek perjanjian, syarat sahnya perjanjilm, asas-asas
perjanjian, batal dan pembatalan perjanjian, kedudukan nota kesepakatan (piemoro11du111 of
understo11di11g atau MoU) dawn pe~janjian.
I
Tujuan Pemhelajaran
Peserta diharapkm1 mampu:
1. Memabmni terminologi dalam huk'llm perikatan.
2. Membedakan dan mempergunakan tenninologi yang tepat pada konteks pembaba~an.
3. Memabmni subyek dan obyek perjanjian, syan1t sabnya perjanjian sekaligus batal dan
pembatalan perjanjian.
4. Memabmni kedudukan IvfoU dalmn perjanjian.
Perikatan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perikatan ym1g Jahir dari perjanjian dan
perikatan yang Jahir dari undang-undang. Perikatan yang Jahir dari perjanjian adalab
perikatan yang labir akibat kesepakatan antara dua pihak atau Jebih untuk
n1elaksanakan sesuatu ha) tertentu yang 1nengakibatkm1 timbulnya hak dan kewajiban
terhadap para pihak. Dalmn perikatan yang Jahir dari perjanjian, diperlukan adanya
suatu kata sepakat dari para pihak yang mengikatkan diri tersebut.
Jstilah perjanjian sendiri memiliki arti yang berbeda dengan perikatan. Perjimjian Jebih
diartikan sebagai perbuatim konkrit berupa peristiwa di mana seseorang berjanji kepada
orang Jain atau di mana dua orang atau Jebih saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal.
Sedangkan istilah perikatan Jebih menjelaskan kepada hubungan hukum yang timbul
dari peri~1:iwa perjanjian yang konkrit. Hubungan hukum yimg dimaksud tidak dapat
secara nyata dilihat, melainkan hanya bersifat abstrak. Akan tetapi akibat dari
hubungan hukum yang abstrak tersebut dapat secara nyata dirasakan oleh para pihak
dalam perjanjian. Istilab ' perjanjian' juga memiliki arti yang lebih sempit dari istilah
'perikatan ' . Perjanjiim sudab pa~ti akan 1nenimbulkan perikatan selama syarat-syarat
perjanjian dipenuhi oleh para pihak.
2
Sedangkan perikatan tidak selalu timbul dari perjanjian, akan tetapi dapat pula timbul
dari peri~1:iwa hukum lainnya, misalnya perbuatan 1nelawan hukum. Pada hakikatnya
kedua belah pihak dalmn suatu perikatan yang lahir dari perjimjian memiliki hak dim
kewitjiban yang sama. Pada perikatan jual beli, misalnya, seor-dllg penjual baru dapat
dikatakan sebagai kreditor apabila penjual tersebut telah menyerahkim barang kepada
pembeli akan tetapi belum menerima pembayaran dari penjual. Artinya, seorang
kreditor adalah pihak dalam perjanjian yang telah terlebih dahulu 1nemenuhi
kewitjibannya dan tinggal menunggu pemenuhan kewajiban dari pihak lain. Sedimgkan
debitor adalah pihak yang haknya telah dipenuhi terlebih dahulu namun belum
1nelaks1makan kewitjibannya. Oleh karena itu, pemenuhan hak dan kewajiban antara
para pihak dalmn perikatan yang lahir dari perjanjhm lebih bersifat sehnbang.
Hubungim antara perikatim dan perjanjian adalah bahwa perikatan dilahirkan dari suatu
pe~janjian. Dapat dikatakan bahwa perjanjian adalah sumber ut1m1a dari perikatan.
Disamping masih ada sumber lain yang juga bisa 1nelahirkan perikatan. Secara
tepatnya dirmnuskan bahwa perikatan dilahirkan dari perjanjian, undang-undang, dan
hukum tidak tertulis.
3
Perjanjian yang lahir dari undang-undang, antara lain, diatur dalmn Pasal 1352 KUH
Perdata:
l. Semata-mata dmi undang-undang saJa (yang timbul oleh hubungan
kekeluargaan), misalnya kewajiban alimenta~i yaitu suatu kewajiban untuk
menyantuni orang tuanya (memberi nafkah) sesuai Pasal 298 KUH Perdata;
2. Dari undang-undang sebagai perbuatan manusia. Sesuai dengan ketentuan Pasal
1353 KUH Perdata dapat dibedakm1 persetujuan yang timbul dari perbuatim
manusta:
a. Yang sesuai dengan hukun1 atau perbuatan yang rechtmatige, misalnya
dalam hal seseonmg tnelakukan suatu pembayanm yang tidak diwajibkan
(Pa~al 1359 KUH Perdata), atau jika seseonmg dengan sukarela dan dengan
tidak ditninta, mengurus kepentingan-kepentingan orang lain
(zaakwan1emi11g dalam Pasal 1354 KUH Perdata)
b. Karena perbuatan yang bertentangan dengan hukum (onrechtmatige daad)
yang diatur dalam Pasal 1365
Pasal 1313 KUH Perdata memberikan pengertian perjanjian sebagai suatu perbuatan di
tnana satu or-dllg atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu or-dllg lain atau lebih.
Menurut Prof Subekti definisi perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang
be~janji pada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakim
suatu hal. Dari peristiwa tersebut terjadi perhubungan hukum diantara tnereka. Suatu
pe~janjian juga dinmnakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan
sesuatu.
4
perjanjian itu terdapat dua perbuatan hukum yang dilak-ukan oleh dua orang atau lebih
yaitu perbuatan penawardll (offer, aanbod) dan perbuatan peneritnaan (acceptance,
aa11vardi11g)
Dari tiga definisi tersebut ada unsur nyata untuk kita bisa melakukan klasifikasi suatu
perbuatan tersebut merupakan perjanjian atau bukan, yaitu:
l. Minimal ada dua subyek hukum yang terlibat;
2. Setelah dilakukan kesepakatan maka tilnbul pengikatan para pihak tersebut;
3. Kesepakatan tersebut menyangkut ha! tertentu atau obyek yang diperjanjikan.
1
Subcl:ti, Pokhk-Polmk Hukun, P~rdata , hsl. 19-21.
1
Ibid, bal 21.
5
hukum dengan perantan1 pengurusnya, dapat digugat, dan dapat juga
1nenggugat di muka hak:im.
Subyek huku1n onmg yang dianggap Pasal 1330 KUH Perdata, tidak cakap dalam
membuat perjanjian adalah:
I. Anak yang belum dewasa;
2. Orang yang ditaruh dibawah pengmnpuan;
3. Perempuan yang telah kawin dalam hat-ha! yang ditentukan undang-
undang. Akan tetapi, mengenai perlunya izin dari suami kepada isteri untuk
1nelakukan perbuatan hukum tidak berlaku Jagi sejak adanya Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 Tentimg Gagasan lvlenganggap
Burgerlijk \Vetboek Tidak Sebagai Undang-Undimg.
Kedewasrum berdasarkan ketentuan Pasal 330 KUH Perdata yang berbunyi yimg
belmn dewasa adalah 1nereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu
tahun dan tidak kawin sebelumnya. Bila perkawinan dibubarkim sebelum umur
mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belmn
dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak di bawah kekuasaan orang tua,
berdda di bawah perwa!ian at:as dasar dan dengan cant seperti yang diatur dalmn
Bagian 3 , 4, 5 dan 6 .
6
ditempatkan dibawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap
1nenggunakan pikinmnya Seo11111g dewasa boleh juga ditempatkan dibawah
pengrunpuan karena keborosan.
Obyek Huku1n adalah segala sesuatu yang berada di dalam pengatunm hukum
dan dapat dimanfaatkan oleh subyek hukum berdasarkan hak/kewajiban yang
dimilikinya atas obyek hukum yang bersangkutan . Jadi obyek huku1n itu haruslah
sesuatu yang pemanfaatannya diatur berdasarkan huk:tun.
D. SYARATSAHPERJANJIAN
Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang berbunyi, supaya
terjadi perjanjian yang sah, perlu dipenuhi empat syarat:
I. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk 1nembuat suatu perikatan;
3. Suatu pokok persoalan tertentu;
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
7
Syarat l dan 2 disebut sebagai syarat subyelctif, karena mengatur tentang subyek
hukum yimg melakukan perjanjiim. Sedangkan syarat 3 dan 4 disebut sebagai syardt
obyektif. Ketentuim dalam hukum perdata syarat subyektif merupakan syarat cukup.
Di 1nana apabila tidak dipenuhi maka perjimjian yang sudah disepakati, bisa batal
dengan melakukan pennintaan pembatalan pada hakim. Apabila tidak dipenuhi syarat
obyektif, maka perjanjian yang telah disepakati batal demi hukum.
E. ASAS PERJANJIAN
Asas konsenswilisme yaitu asas yang berarti bahwa pada dasarnya perjimjian dan
perikatan yang tunbul karenanya s udah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan.
Asas ini erat kaitannya dengim syarat sahnya perjanjian seperti yang telah disebutkan
di ata~ yang tidak lain terdapat dalam KUH Perdata Buku ke-3. Ada atau tidaknya
kesepakatan yang 1nenjadi dasar asas konsensualis1ne ditentukan oleh terpenuhi atau
tidaknya syarat-syarat sahnya perjanjian. Kesepakatan tersebut dianggap telah lahir
1neskipun tidak dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis atau suatu kontrak.
Pemyataan lisan dianggap telah cukup untuk memenuhi unsur kesepakatan kedua belah
pihak. Hanya sitja kekuatan perjanjian dengan cara lisan tersebut tidaklah sek-uat
pe~janjian tertulis. Salah satu pihak dapat dengan 1nudah mengingkari perjanjian lisan
yang telah disepakati sebelumnya. Terhadap ketentuan mengenai ketidakharusan suatu
kata sepakat dituangkan ke dalam perjanjian tertulis terdapat pengecualian yaitu
terhadap perjimjian hibah dan perjanjian perdamaian. Dalam perjimjian hibah,
diharuskan adanya akta notaris yang n1enda~ari terjadinya suatu hibah. Begitu pula
dengan perjanjian perdamaian di mana disyaratkan adanya akta perdamaian dalam
setiap kesepakatan damai.
Asas pacta s11n sen,a11da yang terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata Asa~ ini
1nengandung arti bahwa setiap perjanjian yang dibuat berlaku sebagai undang-undang
bagi para pihak yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kecuali atas
dasar kesepakatan dari para pihak yang terlibat di dalamnya. Sudah tentu perjanjian
8
yang dapat berlaku sebagai undang-undang ini adalah perjanjian yang sah dan tidak
bertentangan dengan ketentuan hukum.
Asas itikad baik, 1naksud dari asas iktikad baik ini adalah dalam setiap cara melakukan
suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dm1 keadilan. Asas ini,
smna dengan asas pacta swi serva1UU1., terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Cara
1nelakukan perjanjian yang seperti apakah yang dapat dikategorikan sebagai cara
1nelakukan perjanjian yang bertentimgan dengan kepatutan dan keadihm? Misalkim
dalmn suatu perjanjian utang-piutang, seorang k:reditor dapat dikatakan tidak memilik:i
iktikad baik jika ia menuntut pelaksanaan s uatu perjanjian justru pada s uatu saat yimg
sangat merugikan si berutang sedangkan keadaan ini diketahui oleh k:reditor. Untuk
dapat melaksankan asas iktikad baik ini diperlukan peran seorm1g hakim untuk menilai
kepatutan dan keadihm tersebut. Tentu saja kewenangan hakim menentukan unsur
kepatutan dim keadilan ini ada batasannya. Hakim himya berwenang meletakkan suatu
kewitjiban-kewajiban tertentu selain kewajiban yang sudah disepakati, misalnya
kewitjiban bagi k:reditor untuk bersabar. Meskipun demikian suatu klausla dalam
perjanjian tidak dapat serta-mert'd dihilangkan oleh hakim dengan dalih tidak adanya
iktikad baik dalam pembuatim klausula tersebut karena tidak sesuai dengan kepatutim
dan keadilan.
Asas spesialitas atau asas pe1Jan.11an hanya berlaku bagi orang-orang yang
1nembuatnya. Asas ini terdapat dalam Pasal 1315 KUH Perdata. Maksud daripada asas
ini ialah bahwa pada umumnya seseordOg tidak dapat menerima kewajiban- kewitjiban
atau memperjanjikan hak-hak atas namanya sendiri kecuali hanya untuk dirinya
sendiri. Akan tetapi dalmn asas ini terdapat beberapa pengecualian. Pengecualian
tersebut antara Jain dalam ha] seordOg i~1:ri melakukan s uatu perjanjian-perjanjian
1nengenai pengeluaran rumah tangga maka s uarni dari istri tersebut juga ikut serta
1nenanggung kewajiban-kewajiban dari perjanjilm tersebut. Selain itu pengecualian
terhadap asas ini dapat dijumpai pula dalam perbuatan pemberian kuasa (lastgeving)
dan z11akwan1emi11g. Dalam kedua perbuatan tersebut jelas sekali bahwa ketentuim
9
dalrun Pasal 1315 KUH Perdata tentang asas perjanjian hanya berlak:u bagi orang-orang
yang 1ne1nbuatnya dapat dikecualikan.
Dari sudut para pihak yang 1nenyep1Ikati apabila memperjanjikan ha) terlarang
maka negara tidak akan turut serta, bahkan akan melakukan penindakan terhadap
perjanj ian tersebut. Misalnya Si A dan Si B memperjanjikan untuk 1nelakukan
pertaruhan atas pertimdingan sepak bola. Apabila dalam pelaksanaan Si A
10
1nenang, dan Si B tidak melakukan prestasi dengan memberikan uang kepada Si
A, maka Si A tidak bisa melakukan penuntutan kepada si B dengan meminta
bantuan negara atau pengadilan. Sebab apabila ha) ini dilaporkan maka
keduananya baik Si A mapun Si B akan ditindak oleh negara karena 1nelakukan
perjudian. Sebab perjudian di [ndonesia merupakim kategori tindak pidima yang
tidak boleh dilakukan oleh setiap warga yang bentda di wilayah Republik
Indonesia.
Sedangkan pada hukum positif Indonesia hal tersebut tidak berlaku karena tidak ada
tenninologi pada hukum positif yang ada. Sehingga di Indonesia MoU dan Agreements
11
biasanya tidak dibedakan dalam substansinya, keduanya adalah peryanJian yang
berlaku bagi para pihak pembuatnya.
Dalam praktik, kedudukan tiga dokumen di ata~ adalah bertingkat dengan tingkatm1
semakin kebawah maka isinya semakin detil dan mengikat para pihak yang
1nembuatnya.
12
LATIHAN SOAL
A. Pilihan Ganda
A. Perjanjian
B. Kerjasmna
C. Undang-undimg
D. Perjanjian dan Undang-undang
13
5. Obyek perjanjian meliputi:
6. Ali, seorang anak umur 10 tahun yang jago menyanyi, 1nembuat perjanjian dengan
pihak produser rekmnan. Maka perjanjim1 tersebut:
A. Sah dan mengikat para pihak
B. Tidak sah
C. AH wajib didmnpingi orang tuanya
D. Tidak tahu
14
9. Perjanjian yang melanggar syarat subyektif
A. Batal demi hukum
B. Dapat dimintakan pembatalan ke hakim
C. Witjib diperbaiki syaratnya
D. Tidak tahu
B. Esai
15
REFERENSI
16
BAB2
PERJANJIAN KREDIT DAN JAl\'DNANNYA
Pendahuluan
Perjanjian kredit pada pokoknya adalah perjanjian ul'dllg piutang. Sebagaimana ketentuan
hukum perdata bahwa perjanjian merupakan basil kesepakatan para pibak yang
melakukannya.
L~tilah perjanjian kredit sebenamya merujuk pada istilah perjanjian utang piutang yang salab
satu pibaknya adalah lembaga keuangan, biasanya perbankan. Hal ini sesuai dengan
ketentuan atau definisi kredit yang ada pada UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan pada Pa~al 1 (1 J) disebutkan
'Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersrunakan dengan itu,
berdasarkan persetujuru1 atau kesepakatan pinjrun-meminjam antara bank dengan pibak lain
yang mewajibkan pibak peminjan1 untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga'
Modul ini akan me1nbahas mengenai perjimjian kredit, jenis kredit, perjanjian jaminan.
Dengan mempelajari modul ini diharapkan pembaca sudah 1nengerti definisi perjanjian
kredit, beserta asas dan unsurnya, mengerti tentang jenis-jenis kredit dan mengerti tentimg
hukum jaminan terhadap pelaksanaan kredit pada umumnya
Dengan me1npelajari modul ini dibarapkan pembaca langsung bisa memahami tentang
masalah perjanjian kredit, baik definisi maupun syaratnya. Kemudian pembacajuga mengerti
tentang jenis-jenis kredit yang ada di dalam 1nasyarakat, meskipun banyak juga kombinasi
lain yimg ada. Kemudian pembacajuga mengerti tentimg kegunaan dan hukum j mninim.
17
Tujuan Pemhelajaran
Peserta diharapkm1 mampu:
1. Memabmni dasar bukum perjimjian kredit.
2. Membedakan jenis kredit serta memabmni terminologinya
3. Memabmni dasar hukum dan unsur dalam jaminan dari perjanjian kredit.
A. PERJAN,JIAN KREDIT
Sedangkan istilah kredit, ada pada Pasal 1(1 1) UUN01nor 8 Tahun 1998:
Kredit adalah pe11yediaa11 ua11g atau tagihan yang dapat dipersamakan de11ga11
in~ berdasarkan persetujuan atau kesepakata11 pi11ja1n-111emi11jam antara bank
dengan pihak la.in yang metvajibkan piliak pemi11jam untltk 111elu11asi u/angnya
sete/ah jangka waktu tertentu de11ga11 pe111beria11 bzm.ga.
Kredit bera~al dari kata credere, babasa Latin, artinya kepercayaan. l\1aka
berkaitan dengan dua definisi diatas dapat diterjemahkan bebas babwa kredit
merupakan pemberian kepercayaan berupa mmg oleh satu pihak kepada pihak
yang lain yang mewajibkan penenma kepercayam1 tersebut untuk
mengembalikan pada jangka waktu yang tel ah ditentukan oleh para pihak dengan
pe1nberim1 bunga.
18
Dasar hukum perjanjian kredit diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa
suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih
1nengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
19
(4) Jenis Krcdit
Jenis kredit dapat dibedakan menurut berbagai kriteria, yaitu dari kriteria
Jembaga pemberi-peneritna kredit, tujuan penggunaan kredit, kelengkapim
dokumen perdagangan, besar kecilnya aktivitas perputaran usaha, jangka wak'tu
pemberian kredit, jruninim atau dari berbagai kriteria lainnya. Berikut ini akim
dijelaskan mengenai kriteria tersebut.
l. Jika dilihat dari segi petnberi-penerima kredit yang menyangkut struktur
pelaksanaan kredit di Indonesia, maka jenis kTedit terdiri alas:
a. Kredit perbankan kepada masyarakat untuk kegiatan usaha, dan atau
konsumsi. Kredit ini diberikim oleh bimk pemerintah, atau bank
swasta kepada dunia usaha untuk ikut tnembiayai sebagian
kebutuhan permodalan, dan atau kredit dari bank kepada individu
untuk membiayai pembelhm kebutuhan hidup yimg berupa barang
1naupun Ja~a.
b. Kredit likuiditas, yaitu kredit yang diherikan oleh Bank Sentral
kepada bank- bimk yang beroperasi di Indonesia, yang selanjutnya
digunakan sebagai dana untuk membiayai kegiatim perkreditannya.
c. Kredit langsung, kredit ini diberikan oleh Bank Indonesia kepada
lembaga petnerintah, atau resrni pemerintah.
2. Jenis kredit apabila dilihat dari segi tujuan penggunaan kredit:
a. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan oleh bank pemerintah,
atau bank swasta yang diberikan kepada perserornngan untuk
1nembiayai keperluan konsumsinya untuk kebutuhan sehari-hari.
b. Kredit produktif baik kTedit investasi, ataupun kredit ek~J>l<>itasi,
yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang menghasilkan
banmg dim jasa sebagai kontribusi dari usahimya.
c. Kredit investasi yaitu kredit yang ditujukan untuk penggunaan
sebagai pembiayaan modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung
dan 1nesin-mesin, juga untuk membiayai rehabilitasi dan ek~J>ansi,
adapun jangka waktunya Lima tahun atau Jebih.
20
d. Kredit eksploitasi yaito kredit yang ditojokan untuk peng.,uunaan
pembiayam1 donia osaha akan modal kerja berupa persediaan bahan
baku, persediaan prodok akhir, barang dalam proses prodoksi serta
piotang, sedangkan jangka waktonya berlako pendek.
3. Jika dilihat dari segi dokumen maka kredit jenis ini adalah kredit yang
sangat terikat dengan dol.-umen-dol.-umen berharga yang memiliki
sobstitosi nilai jomlah uang dan dokomen tersebot merupakan jaminan
pokok pemberian kredit. Kredit ini banyak digunakan oleh orang yimg
mengadakan tnmsaksi dagm1g yang berlainan te1npat. Jenis kredit ini terdiri
atas:
a. Kredit ekspor, adalah semoa bentuk k:redit sebagai somber
pembiayaan bagi osaha ekspor.
b. Kredit ilnpor, adalah semoa bentuk k:redit sebagai somber
pembiayaan bagi osaha untuk mengimpor.
4. Jilc·d dilihat dari segi besar kecilnya aktivitas perpotaran osaha, yaito
melihat dinamika, sektor yang digeloti, a~et yimg dimiliki dan sebagainya,
maka jenis kredit ini terdiri ata~:
a. Kredit kecil, yaitu k:redit yang diberikan kepada pengosaha yang
digolongkan sebagai pengosaha kecil.
b. Kredit menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengosaha
yang asetnya lebih besar dari pengosaha kecil.
c. Kredit besar.
5. Jika dilihat dari segi jangka waktonya, jenis kredit melipoti :
a. Kredit jimgka pendek (short term loan), yaitu k:redit yang berjangka
wal.'to maksimom satu tahon. Bentuknya dapat berupa kredit
rekening koran, kredit penjoalan, kredit pembeli, dan kredit wesel.
b. Kredit jangka menengah (mediw11 tenn Loan), yaitu kredit berjangka
wal.'to antara satu smnpai tiga tahon.
c. Kredit jimgka penjang (long term /oa11), yaitu k:redit yang berjangka
wakto Jebih dari tiga tahun.
21
6. Jika dari segi jaminannya, makajenis kredit dapat dibedakan antara lain:
a. Kredit tanpa jaminan atau kredit blm1ko (urtrecured loan).
b. Kredit dengan jmninm1 (secured /oa11), yaitu kredit yang diberikan
pihak kreditor dengan persyaratan adanya jmninan untuk kepastian
petnbayaran dari debitor.
B. PERJANJIAN J~·IINAN
Perjanjian kredit sebagaimana jenis diatas ada yang mempunyai jaminan ada yang tidak
berjaminan. Kebutuhan akan jmninan ada pada kreditor, atau pihak ym1g memberikan
pinjaman. J\1anfaat dari jaminan ini adalah untuk kepastian pembayaran oleh debitor.
22
1nemenuhi utang dari debitor, manakala debitor tidak memenuhl janjinya.
Yang termasuk jaminan perorangan adalah:
I. Penanggung (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih .
2. Tanggung-menanggung, yang serupa dengan tanggung renteng.
3. Perjanjian garansi.
(b) Jaminan Kcbcndaan
Jaminan yang bersifat kebendaan berupa hak mutlak atas suatu benda
tertentu dari debitor yang dapat dipertahankan pada setiap orang. Jaminan
mt mempunym c1n -c1n:
I. Hak mutlak atas suatu benda.
2. Cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu.
3. Dapat dipertahankan terhadap siapa pun.
4. Selalu mengikuti bendanya.
5. Dapat dialihkan kepada kepada pihak lainnya.
Atas dasar ciri-ciri tersebut maka benda jaminan pada jaminan kebendrum
harus benda yang dapat dialihkan dan 1nempunyai nilai jual (ekonomis).
Pe1nberim1 jaminan kebendaan selalu berupa suatu bagian menyendirikim
dari kekayaan seseonmg si pemberi jmnimm dan menyediakannya guna
petnenuhan pembayaran utang seonmg debitor tersebut dapat berupa
kekayaan sendiri (debitor) atau kekayaan orang ketiga. Jaminan kebendaan
menurut sifatnya dapat dibagi menjadi:
Jim1inan dengan benda berwujud, berupa bentuk benda bergentk dan
benda tidak bergerak.
Janunan dengan benda tidak benvujud, yang dapat berupa hak tagih
(cessie). Dalam jaminan kebendaan hanya kekayaan debitor sajalah
yang dapat dijadikan jmninan bagi pelunasan utang apabila debitor
cidera janji. Memberikan suatu barang dalam janunan berarti
1nelepaskan sebagian kekuasaan atas barang itu. Pada asasnya yimg
harus dilepaskan adalah kekuasaan untuk memindahkan hak 1nilik
atas hak benda itu dengan cara apapun juga (menjual, menukarkan,
23
1nenghibahkan).
24
(d) Adanya fasilitas kredit
Pembebanan jruninan yang dilakukru1 oleh pemberi jruninan bertujuan
untuk 1nendapatkru1 fasilitas kredit dari bank atau Jembaga pembiayaan.
Pemberian kredit merupakru1 pemberian uang berdasarkan kepercayaan,
dalam arti bank atau Jembaga keuangan lembaga petnbiayaan percaya
bahwa debitor sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan
bunganya Begitu juga debitor percaya bahwa bank atau lembaga keuangan
Jembaga pembiayaan dapat 1nemberikan kredit kepadanya Sedangkan
b1ilah 'agunan' berdasarkan ketentuan dalrun Pasal I angka 23 Undang-
Undang Nomor lOTahun 1998 diartikan sebagai berikut: ' Agunan adalah
jruninru1 trunbahan yang diserahkan Nasabah Debitor kepada bank dalrun
rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah' .
25
5. Kreditor pemegang hak jaminan mempunyai kewenangan penuh untuk
melakukm1 eksekusi alas hak jmninannya. Artinya kreditor pemegang hak
janiinan berwenang untuk menjual sendiri, baik berdasarkan penetapan
pengadilan maupun berdasarkan kekuasaan yang diberikan
Undangundang, dan mengmnbil hasil penjualan dari benda tersebut.
6. Karena hak jantinan merupakan hak kebendaan yaitu suatu hak yang
memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda, yang dapat
dipertahankan dari setiap ornng maka hak jantinim berlaku juga bagi pihak
ketiga.
7. Oleh karena hak jaminan berlaku bagi pihak ketiga, maka terhadap hak
jmninan berlaku asas publisitas, artinya hak jmninan tersebut harus
didaftarkan di kantor pendataran yang bersangkutm1. Berdasarkan basil
analisis terhadap berbagai peraturan perundang-undangan.
Hukum jantinan kebendmm mempunyai asas yaitu:
1. Asas publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak timggungan, hak
fidusia, dim hipotek barns didaftarkan, pendaftaran ini dimaksudkan
supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jmninan tersebut
sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di
Kimtor Badan Pettanahan Nasional Kabupaten/Kota, pendaftaran fidusia
dilakukan di Kantor PendaftardD Fidusia pada Kantor Kementerian Huku111
dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut
dilakukan di depan pejabat pendaftar dan pencatat balik nmna, yaitu
syahbandar.
2. Asas specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek
hanya dapat dibebankan alas percil atau atas banmg-barang yang sudah
terdaftar atas nama orang tettentu.
3. Asas talc dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya utang tidak dapat
mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dm1
hak gadai walaupun telah dilakukan pembayarm1 sebagian.
4. Asas inbezjttste/lir1g, yaitu barang jmninan (gadai) harus berada pada
26
penerima gadai. Asas pemisahan horizontal, yaitu bangunan dan tanah
bukan merupakan satu kesatuim . Hal ini dapat dilihat dalmn penggunaan
hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik
dari yimg bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik
orang lain, berdasarkan hak pakai.
27
LATIHAN SOAL
A. Pilihan Ganda
28
5. Perjanjian yang tidak membutuhkan jaminan disebut sebagai:
A. Perjanjian tanpa jmninim
B. perjanjian biasa
C. Perjanjian kepercayaan
D. perjanjian timbal balik
29
10. Bahwa kebendaan hanya diberikan kepada pihak tertentu merupakan arti dari asas:
A. Publicitet
B. Pacta sunt servanda
C. Specialitet
D. Kebebasan berkontrak
B. Esai
30
REFERENSI
J. Satrio (1991). Hukunt .lamir1an: Hak-Hak .l0111irU1n Keberuiaa11. Bandung: Citra Aditya
Bakti
Hermansyah (2009). Hu/a111t Perba11ka11 Na.tio11al /11do11esia cetakan ke-5. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Hasanudin Ralunan (1995). Aspek-aspek Pemberia11 Kre.dit Bank di /11do11esia. Bandung: PT
Citra Aditya Bakti
R. Soebekti dan R. Tjitrosudibio (1976). Kitab Uruia11g-U1uia11g Huku111 Perdata (Bulgerlijk
Wetboek) terjemahan cetakan 8. Jakarta: Pradnya Par.tmitha
31
BAB3
HlJKlJ[\,I ASURANSI
Pendahuluan
Kata asuransi berasal dari bahasa Belm1da yalati assurantie, serta memiliki nama lain yakni
verzekering atau pertanggungan. Hukum mengenai asuransi diatur salah satunya dalmn Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), dan juga dalmn Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2014 tentangPerasuransian. Adanya hukum asuransi ditujukan untuk mengikat pihak-
pihak yang melakukm1 perjanjian asuransi, disebut sebagai penanggung dan tertanggung.
Tertanggung (biasa disebut sebagai pemcg1u1g polis) adalah pihak yang membayarkan
premi kepada penanggung, sedangkan peoanggung adalah pihak yang memberikan Jaym1an
kepada tertanggung atau dalam kata lain adalah perusahaan asuransi.
Dalam modul ini, terdapat tiga materi ym1g akan dibahas yakni pengertian hukmn asuransi,
jenis asurnnsi, dan prinsip dalam a~unmsi. Dengan modul ini, diharapkan pembaca dapat
metnahami konsep da~ar dan terminologi umum y1111g dipakai dalam perj1111jian hukmn
a~uransi , serta dapat menggunakan pengetahuan tersebut di situasi yang diperlukan.
Tujuan Pembelajaran
Peserta diharapkan mampu:
1. Memahmni definisi asuransi.
2. Memaharni jenis asuransi.
3. Memahmni prinsip asuransi.
A. DEFINISI ASURANSI
Pengertian asuransi diatur dalam bebe!"dpa sumber, salah satunya adalah Pasal 246
KUHD. Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah 'suatu
perjanjian, dengan mana seo!"dllg penm1ggung mengikatkan diri kepada seornng
tertanggung, dengan 1nenerima suatu premi, untuk memberikan penggantian
32
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan yang mungkin akan dideritanya km-ena
suatu peristiwa yang tak tertentu'.
Dari definisi formal di atas, terdapat beberapa tenninologi yang pengertiannya dalam
babasa yimg lebih sederhana adalah sebagai berikut:
l. Perjanjian adalah kesepakatan antara kedua pihak untuk 1nengikatkan diri. Jika
ada salah satu pihak yang tidak sepakat, maka hukum asuransi tidak akan berlaku.
Perjanjiim dilakukim di awal proses.
2. Premi adalah sejumlah uang yang dibayarkan kepada perusahaan asuranst
sebagai hak mereka menerima biaya asunmsi dan juga biaya pengalihan risiko.
3. Klaim adalah kewajiban perusahaan asuransi untuk menunaikan kewajibannya
(kontraprestasi) kepada pemegang polhs jika situasi yang telah disepakati di awal
kontrak terjadi.
4. Peristiwa tak tertentu menunjukkan bahwa kita hanya dapat 1nengasuransikan
sebuah objek dari sebuah peristiwa kerugian yimg sifatnya tidak pasti atau belum
tentu terjadi. Pada hakikatnya, asuransi adalah proses pengalihan risiko dari
pemegimg polis kepada perusahaan asuransi.
Selain itu, dalmn Undang-Undimg Nomor 40 Tahun 2014 pasal 2 dan 3 juga telah
tnengatur keberadaan asuransi syariah. Dalam pasal 2 dijelaskan bahwa asuransi
syariah adalah perjanjian antara perusahaan asunmsi syariah dengim pemegang polis
yang dilandasi oleh prinsip syariah. Definisi prinsip syariah diatur dalam pasal 3, yang
1nenyatakan bahwa prinsip syariah adalah "prinsip hukum Islam dalam kegiatan
perasuransian berdasarkan fatwa yang dikeluarkim oleh lembaga ym1g memil iki
keweoaogau dalam peuetapan fatwa di bidaog syariah."
Lantas, bagaimima perusahaan asuransi tetap aman dari ancaman kepailitan ketika di
saat yang bersamaan ia menanggung berbagai risiko dari berbagai pemegang polis.
Untuk menjawab pertanyaan ini, satu ha) yang perlu dipahami adalah asuransi justru
adalah alat untuk mengurangi risiko yang melekat. Hal ini dilakukim dengan cara
33
1nenggabungkan objek-objek (dalam kuantitas yang besar) yang memiliki risiko yang
sarna atau mirip, sehingga nanti probabilitas kerugiannya dapat diketahui. Misal dari
tiap 100 pemegang polis, perusahaan asuransi telah 1nengetahui bahwa hanya akan ada
l polis yang nantinya akan terkena musibah dan mengitjukan klaim berdasarkan angka
probabilitas. Biaya pembayaran atau pelunasan klaim yang diberikan oleh perusahaan
asuransi itu nantinya diambil dari premi yang dibayarkan oleh pemegang polis itu
sendiri, dan j uga dari 99 pemegar1g polis lain yang tidak mengalami 1nusibah atau
1nengajukan klaitn.
B. JENIS ASURANSI
Secara umum, terdapat dua jenis asuransi yakni asunmsi sosial dar1 asunmsi k01nersial.
Asuransi sosial diselenggarakan oleh pemerintah, biasanya disebut sebagai asuransi
wajib karena jenis asuransi ini wajib dimilik:i oleh setiap warga negara yang 1nasuk
dalarn kategori tertentu. Sedangkan asunmsi komersial adalah jenis asuransi yimg
dalarn penyelenggaraannya terdapat motif bisnis atau mencari keuntungan pada
perusahaan asuransi. Asunmsi k01nersial dapat ditujukan kepada individu, keluarga,
atau perusahmm yang ingin mengasuransikan karyawannya. Berikut adalah beberapa
contoh produk asuransi yang umum dijumpai di Indonesia:
34
(2) Asuransi Kcsebatan
Asuransi kesehatan merupakan layanan atau produk a~uransi yang menanggung
biaya yang ditimbulkm1 akibat suatu penyakit yang diderita oleh polis. Biasanya,
jenis sak:it yang dapat ditanggung oleh perusahaan asuransi adalah cedera, cacat,
hingga kematian karena kecelakaan. Asur.msi kesehatan dapat diatasnmnakan
diri sendiri atau orang Jain. Sekilas, asuransi kesehatan 1nirip dengan asur.msi
jiwa. Perbedam1 di antara keduanya adalah layanan ym1g diberikan oleh
perusahaan asuransi. Pada asuransi kesehatan, perusahaan asuransi menanggung
biaya pengobar.m (seperti obat, ru1nah sak:it, dan sebagainya). Sedangkan pada
asuransi jiwa, yang ditanggung oleh perusahaan asuransi adalah kerugian yang
ditimbulkan ak:ibat hilangnya sumber pendapatan keluarga. Tidak janmg ada
perusahmm asurm1si yang menggabungkan dua produk asuransi sekaligus (jiwa
dan kesehatan) dalmn satu paket karena keduanya memang saling berkaitan.
..
41Masuk TK Kecil 5% JUP . 2.S00.000
s!Masuk TK Besa, 10% JUP ' 5-000.000
6 1Masuk SD 15% JUP 7-500.000
121·Masuk SMP 20% JUP 10.000.000
15 Masuk SMA 25% JUP 12.500.000
18!Masuk Kuliah St 30% NT I 7-327-500
19Js1· Tahun 2
20jS1. Tahun1:
35% NT
AO% NT
I 6-207.250
.&60.dOOO
Gambar 3.1.Tiustra.'li a..'luratL.:;i pendidikon dwiguna (endowmenL).
Sumber gambar: finan.sialkt.Loom
35
pada asuransi unit link (investasi), manfaat yang diterima dapat lebih besar atau
lebih kecil dari jmnlah premi yang dibayarkan.
Sebagai contoh, pada ilu~1rasi di atas asumsi yang digunakan adalah orang tua
(antara ayah atau ibu, tergantung siapa yang menjadi pencari nafkah utruna) Reno
1nembayarkan premi sejak Reno berusia 1 tahun. Besaran premi yang dibayarkan
adalah Rp5.000.000 per tahun . Premi dibayar selruna 10 tahun, sehingga total
biaya yang dikeluarkan oleh orang tua Reno adalah Rp50.000.000. Besaran
premi dan periode premi ditentukan oleh orang tua Reno, berdasarkan rencana
pendidikan yang telah mereka susun.
Pada kolom paling kanan yakni 'jumlah' mencem1inkan besaran uang yang akan
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada orang tua Reno untuk membayar
biaya pendidikan. Besaran jumlah uang pertanggungan (JUP) didapat dari
besaran total premi, sedangkan besaran jumlah nilai total (NT) ditentukan sendiri
oleh perusahaan asuransi. Dengan asumsi orang tua Reno dan Reno tidak
1nengalami kematian selruna periode asuransi, maka orang tua Reno baru akan
'batik n1odal' atau mencapai breakeven point (pengelum,m sama dengan
pendapatan) pada saat Reno ben1sia 19 tahun (tahun kedua perkuliahan).
Jika orang tua Reno meninggal dunia, maka perusahaan asurans1 akan
1nembebask1m biaya premi, memberi uang santunan duka, dan j uga tetap
1nembayarkan uang pendidikan Reno sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan
pada ilustrasi di atas. Jika Reno yang meninggal dunia, maka orang tua Reno
akan mendapatkan uang santunan duka, besar.tn nilai tunai yang terbentuk
(ditentukan sendiri oleh perusahaan asuransi), dan kontrak asuransi otomatis
dianggap selesai sehingga tidak ada kewajiban membayar pre1ni.
36
kerusakan yang ditimbulkan akibat kendaraan pemegang polis (misal menabrak
orang hingga korban cedera). Asuransi kendaraan yang paling populer adalah
jenis asuransi mobil. Secard umum, terdapat dua jenis asuransi kendaraan yakni
all risk dan total lost only (TLO). Pada asuransi all risk, perusahaan asuransi akan
1nenanggung segala jenis kerusakan yang terjadi pada kendaraan bail< kecil,
sedang, ataupun besar. Sedangkan pada asuransi TLO, perusahaan asuransi
hanya akan 1nenanggung jil<a kerusakan yang terjadi berada di atas 75% seperti
1nisalnya terbakar, atau dirampas paksa. Biaya asuransi all risk tentu lebih tinggi
daripada asuransi TLO, sesuai dengan layanan yang didapatkan.
37
yang tidak ditanggung oleh asuransi kesehatan nrunun terdapat dalmn komponen
asunmsi perjalanan. Secara umum, yang ditanggung oleh asuransi perjalanan
adalah kecelakaan dalam perjalanan, sak:it atau cedera dalam perjalanan,
repatriasi (situasi tak terduga yru1g mengharuskan seseonmg untuk pulang
contohnya huru-han1, atau biaya pemulangan jenazah jika misal pemegang polis
1neninggal di negara tujuru1), kehilangan bagasi dan barang pribadi, hingga risiko
batalnya perjalanan atau reschedule. Asunmsi perjalanan juga dapat menanggung
biaya pembelian tiket cormecting flight yang disebabkan tertundanya perjalanan
kita.
BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal namun juga di sektor
informal. Untuk BPJS Kesehatan, pemerintah sedang mengupayakan untuk dapat
1nenanggung adalah segala jenis penyak:it. Sedangkan untuk BPJS
Ketenagakerjaan, terdapat istilah 'risiko sosial ekonomi ' yang ditanggung.
Risiko sosial ekonmni mencakup peristiwa kecelakaan, sakit, hrunil , bersalin,
cacat, hari tua, dan 1neninggal dunia. Selain itu, BPJS Ketenagakerjmm
1nemastikan tiap pemegang polisnya akan menerima jaminan hari tua.
38
Pembayanm premi biasanya dilakukan dengan metnotong gaji bulanan seseonmg
secara Jangsung. Sedimgkan BPJS Kesehatan memilik:i cara kerja yimg kunmg
Jebih mirip dengan asuransi kesehatan.
C. PRINSIP ASURANSI
Terdapat beberapa prinsip yang perlu dipahami oleh kedua pihak (tertanggung dan
penanggung) dalam huk'llm asuransi. Sederhananya, kegunaan prinsip-prinsip a~unmsi
adalah untuk meminitnalisir adanya kesalahpahaman dari masing-masing pihak
terhadap kontn1k yang disepakati. Berikut adalah prinsip-prinsip yang umum dijumpai
pada hukum a~uransi :
39
asuransi perumahan), hubungan orang tua dan anak kandung (pada asuransi
pendidikan atau asuransi jiwa). Prinsip ini diatur dalam Pasal 250 KUHD.
Dengan mengacu pada prinsip ini, kita tidak bisa mengasuransikan mobil
tetangga kita, karena kalaupun terjadi peristiwa yang merugikan (1nisalnya
kecelakaan lalu lintas), sejatinya bukan kita lab pihak yang menanggung
kerugian dari musibah yang terjadi. Beberapa ahli hukum mengatakan hubungan
atau kepentingan ini harus ada pada saat pembuatim kontrak asuransi, namun ada
juga yang berpendapat pada saat pengajuan klaim.
40
objek asurdllsi, 1naka perusahaan asuransi lah yang akan menanggung biaya
rumah sakit. Prinsip ini memastikan bahwa letnbaga asuransi akan menanggung
beban tertanggung. Prinsip ini diatur dalmn Pasal 284 KUHD.
41
LATIHAN SOAL
A. Pilihan Ganda
42
5. Asuransi terbagi n1enjadi dua jenis, yakni:
6. Objek yang ditanggung oleh perusahaan asuransi dalam asunmsi jiwa adalah:
A. Anak
B. Biaya pengobatan
C. Kerugian akibat kematian pencari nafkah
D. Harta benda
7. Pada asuransi pendidikan yang berjenis unit link, besaran biaya pendidikan yimg
diberikan oleh perusahaan asuransi:
A. Tetap dan sim1a tiap periodenya
B. Tidak tetap, tergantung prestasi anak
C. Sudah ditentukan dari awal
D. Tidak tetap, tergantung basil investasi
8. Terdapat dua jenis jaminan sosial yang diberikan oleh Pemerintah, yaitu:
A. Sosial dim Ketenagakerjaan
B. Kejiwaan dan Ketenagakerjaan
C. Kesehatan dan Ketenagakerjaan
D. Kesehatan dan Kejiwmm
43
9. Dalrun asuransi, pihak yang dianggap mengetahui segala sesatu mengenai o~jek yang
diasuransikan secara Juar dalam adalah:
A. Pemerintah
B. Perusahaan asuransi
C. Pemegang polis
D. Loss adjuster
10. Pada dasrunya, asuranst adalah proses pemindahan . . ... dari tertaoggung ke
penan~uung.
A. Risiko
B. Harta benda
C. Premi
D. Objek tanggung:m
B. Esai
Dalam pnnstp kepentingan berasuransi, jika calon pemegang polis tidak metniliki
kepentingan terhadap objek asuransi, maka sebutkan minimal 4 (empat) jenis prodok asuransi
yang Anda ketahoi I
44
REFERENSI
45
BAB4
ANTI l\·IONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEBAT
Pendahuluan
Dalam dunia bisnis, persrungan merupakan ha! yang tak dapat terelakkan bagi para
pengusaha atau perusahaan dalam mencapai tujuannya seperti menguasai pasar dan
metnperoleh Jaba. Namun, dalam mencapai tujuan itu dapat terjadi kecurangru1 yang dapat
menimbulkan konflik sesruna pengusaha. Maka, diperlukan hukum yang menentukan arah
atau nunbu-rmnbu yang harus ditaati bagi 1nereka yang ada di dalam persaingan.
Hukum persrungan usaha 1nengupayakan terciptanya persaingan usaha yang sehat, dan
metnberikan Jegitimasi untuk menindak secara hukum mereka yang terbukti melakukan
pelanggaran.
Dalam modul ini , materi yang akan dibahas adalah tentimg apa itu hukurn anti 1nonopoli dan
persaingan tidak sehat, dan kegiatan-kegiatan atau perjanjian-perjanjian apa saja yang
dilarang. Dengan modul ini, diharapkan pen1baca dapat memahami konsep dasar dan
terminologi ummn yang dipakai, serta dapat menggunakan pengetahuan tersebut di situasi
yang diperlukan.
Tujuan Pembelajaran
Peserta diharapkan:
1. Mampu menjela~kan pengertian antimonopoli dan persaingim tidak sehat
2. Mampu 1nenjela~kan kegiatan-kegiatan dan perj1mjiru1-perjru1jian yang dilarang.
46
A. DEFINISI
Sedangkan yang disebut sebagai praktik anti monopoli sebagaimana diatur dalam Pasal
l ayat 2 UU Anti Monopoli adalah suatu pen1usatan kekuatan ekonomi oleh satu atau
lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas
barang dan/atau jasa tertentu sehingga 1nenilnbulkan suatu persaingan usaha secard
tidak sehat clan dapat merugikim kepentingan mnum.
Maksud dari 'pemusatan kekuatim ekonomi' adalah pengusaan yang nyata atas suatu
pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelal'll usaha sehingga dapat 1nenentukan harga
barang dan/atau jasa Terdapat juga istilah 'pasar dominan' yimg diartikan sebagai suatu
keadaan di mana pelaku usaha tidak 1nempunyai pesaing yang berarti di pasar yang
bersangkutan dalrun kaitim dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha
memiliki posisi tertinggi di antara pesaingnya dalam segi ke1nrunpuan keuangim,
kemampuan akses pada pa~okan atau penjualan, serta kemampuan untuk
menyesuaikan pasokim atau permintaan barang atau jasa tertentu. Maka, sebuah
perusahmm dilardllg untuk 1nenguasai seratus persen pangsa pasar dari sebuah industri;
misalnya suatu perusahaan
47
Tujuan utama yang hendak dicapai oleh UU Anti Monopoli seperti yang tertulis dalam
Pasal 3 adalah efisiensi, baik efisiensi ekonomi nasional maupun efisiensi kegiatan
usaha. Tujuan utmna ini dijabarkan menjadi tiga tujuan, yakni:
I. Memberikan kesempatan yang sama bagi setiap warga negan1 atau pelaku usaha
untuk menjalankan kegiatan usaha,
2. Menciptakan iklim usaha yang sehat, kondusif, dan kompetitif,
3. Meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Hukum persaingan mengenal dua model pendekatan yang digunakan dalam pengatunm
yang berkaitan dengm1 persaingan usaha. Model pendekatan tersebut adalah per se
illegal dan 111/e of reason. Baik pendekatan per se illegal maupun n,le of reason telah
lmna diterapkan dalam menetapkan apakah suatu perbuatim dinilai menghambat
persaingan.
Pendekatan per se illegal 1nenyatakan setiap perjanjian atau kegiatan usaha tertentu
sebagai ilegal, timpa pembuktian lebih hmjut atas dampak yimg ditimbulkan dari
48
perjanjian atau kegiatan usaha tersebut. Kegiatan yang dianggap sebagai per se illegal
biasanya meliputi penetapan harga secant kolusif atas produk tertentu, serta pengatunm
harga penjualan kembali .
Jenis perilaku yang digolongkan sebagai per se illegal adalah perilaku-perilaku dalam
dunia usaha yimg hampir selalu bersifat anti persaingan, dan hampir selalu tidak pernah
1nembawa 1n1mfaat sosial. Pendekatan per se illegal ditinjau dari sudut proses
administratif adalah 1nudah. Hal ini disebabkim karena metode ini membolehkan
pengadilan untuk 1nenolak melakukim penyelidikan secara rinci , yang biasanya
1nemerlukan waktu Jama dan biaya yang mahal guna mencari fakta di pasar yimg
bersimgkutan.
Pendekatan 111/e of reason adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh Jembaga
otoritas persaingan usaha untuk me1nbuat evaluasi 1nengenai ak:ibat perjanjian atau
kegiatim usaha tertentu, guna menentukan apakah s uatu perjanjian atau kegiatan
tersebut bersif<1t menghambat atau mendukung persaingan.
Untuk 1nencegah terjadinya monopoli atau persrungim usaha tidak sehat, undang-
undang melarmg pelaku usaha untuk membuat perjanjian tertentu dengan pelak'll usaha
lainnya. Larangan tersebut merupakan Jarangan terhadap keabsahan obyek perjanjiim.
49
Dalam u·u Anti Monopoli obyek perjanjian yang dilarang untuk dibuat antara peJaku
usaba dengan pelaku usaha lainnya adalah sebagai berikut:
I. Melakukan penguasaan produksi atau pemasaran barang atau jasa yang dapat
1nengakibatkan prdktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat (pasal 4 ayat
(1)).
2. Menetapkan harga tertentu atas suatu barang atau jasa yang harus dibayar oleh
konsmnen atau pehmggm1 pada pasar bersangkutan yang sama (pasal 5 ayat (1)),
dengan pengecualian: a) Perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan, b)
Perjanjian yang didasarkan ·uu yimg berlaku (pasal 5 ayat (2)).
3. Perjanjian yang mengakibatkan pembeH yimg satu harus membayar dengan
harga yang berbeda dari harga yimg harus dibayar oleh pembeli Jain untuk barang
atau jasa yang sama (pasal 6).
4. Menetapkan harga dibawah pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat (pasal 7).
5. Perjanjian yang n1emuat persyaratan bahwa penerima banmg atau jasa tidak
akan menjual atau memasok kembaH barm1g dan jasa yang teJah diterima (pasal
8).
6. Perjanjian yang bertujuan untuk membagi wilayah pe1nasaran atau alokasi pasar
terhadap s uatu barang dan jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya
prnktek monopoli dan persaingan usaba tidak sehat (pasal 9).
7. Perjanjian yang dapat 1nenghalangi pelaku usaha lain untuk melakukim usaha
yang sama, baik untuk tujuan pasar daJmn negeri maupun pasar Juar negeri (pasaJ
10 ayat (I)).
8. Perjanjian untuk menolak menjual setiap barang dan jasa dmi peJaku usaha Jain,
yang mengakibatkan: a) Kerugian atau dapat diduga menerbitkan kerugian bagi
pelaku usaha Jain, b) Pembatasan bagi pelaku usaha Jain dalam 1nenjual atau
1nembeli setiap banmg atau jasa dari pasar bersangk"Utan (pasal 10 ayat (2)).
9. Perjanjian yang bermaksud me1npengaruhi harga dengim mengatur produksi dan
pemasaran s uatu barang atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
1nonopoli atau persaingan usaha tidak sehat (pasal 11).
50
I0. Perjanjian untuk 1nelakukan kerja sruna dengan membentuk gabungan
perusahaan atau perseroan yang Jebih besar (pasal 12).
I I. Perjanjian yang bertujuan untuk bersruna-sama menguasai pembelian atau
penerimaan pasokan barang ataujasa tertentu (pasal 13 ayat (I)).
I2. Perjanjian yimg bertujuan untuk menguasai sejumlah produk yang termasuk
dalrun rangkaian produksi barang atau jasa tettentu, yang dapat 1nengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan merugikan masyarakat (pasal 14).
I3. Perjanjian yang memuat persyaratim bahwa pihak yang menerima barang atau
jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang atau jasa tersebut
kepada pihak tertentu dan pada suatu tempat tettentu (pasal 15 ayat (1)).
I4. Perjanjian yang memuat persyaratim bahwa pihak yang menerima barang atau
jasa tetentu harus bersedia untuk membelibarang atau jasa lain dari pelaku usaha
pemasok (pasal 15 ayat (2)).
15. Perjanjian mengenai pemberian harga atau potongan harga tettentu atas barang
atau jasa (pasal 15 ayat (3)).
I6. Perjanjian dengim pihak Jain di Juar negeri yang memuat ketentuim yru1g dapat
1nengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat
(pasal 16).
Pada prinsipnya obyek yang dilarang bukanlah s uatu obyek larangan yang bersifat
mutlak dan tidak dapat ditawar kembali. Suatu persyaratan 'yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat' 1nerupakan syarat
pokok batalnya perjanjfam tersebut.
Monopsoni adalah keadaan dimana satu pelak-u usaha menguasai penerimaan pasokan
atau menjadi pembeli tunggal atas barru1g dan/atau jasa dalatn suatu pasar k01noditas.
Kondisi monopsoni sering terjadi di berbagai daerah perkebunan dan industri hewru1
potong (ayrun), sehingga para petani tidak memiliki posisi tawar menawar.
51
Dalam literatur, 1nonopoli dilarang karena 1nengandung beberapa efek negatif yang
1nerugikan antara lain:
I. Terjadinya peningkatan harga suatu produk sehagai akibat tidak adanya
kompetisi dan persaingan yang hebas. Harga yang tinggi akan menyebahkan
inflasi yang merugikan masyarakat luas.
2. Adanya keuntungan di atas kew:tjaran yang normal.
3. Terjadi eksploitasi terhadap konsurnen karena tidak adanya hak pilih konsumen
alas produk. Eksploitasi j uga akan menimpa karyawan dan buruh ym1g bekerja,
dengan menetapkan g~ji dan upah ym1g sewenang-wenang tanpa memperhatikan
ketentuan yang berlaku.
4. Terjadi ketidakekonomisan dan ketidakefisienan yang akan dibebankan kepada
konsumen dalam menghasilkan suatu produk karena perusahaan 1nonopoli
cenderung tidak beroperasi pada average cost yang minimum.
5. Adanya entry ba,·rier di mana perusabaan Jain tidak dapat masuk ke dalam
bidang usaba usaha perusabaan monopoli tersebut karena penguasaan pangsa
pasarnya yang besar.
6. Pendapatan menjadi tidak merata kerena smnber dana dan 1nodal akan tersedot
ke dalmn perusahaan monopoli.
52
b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan
harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oJeh pembeli lain untuk
barang dan atau jasa yang sama.
c. Perjanjian dengan peJaku usaha pesaingnya untuk 1nenetapkan harga di
bawah harga pasar.
d. Perjanjian dengan pelaku usaba lain yang memuat persyaratan bahwa
penerima barang dan ataujasa tidak menjual atau memasok kembali barang
dan atau jasa ym1g diterimanya dengan harga Jebih rendah daripada harga
yang telah dijanjikan.
3. Pembagian wilayah. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaba pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau
alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
4. Pemboikotan. PeJaku usaha dilarang untuk 1ne1nbuat perjanj ian dengan pelaku
usaba pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaba lain untuk 1neJakukan
usaba yang sama, baik untuk tujmm pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
5. Kartel. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya yang bennaksud untuk n1empengaruhi harga dengan mengatur
produksi dim atau pemasanm suatu banmg dan atau jasa.
6. trust. PeJaku usaha dilarang membuat pe~janjian dengan pelaku usaha Jain untuk
1nelakukan kerja smna dengan me1nbentuk gabungan perusahaan alau perseroan
yang Jebih besar, dengan tetap 1nenjaga dan mempertahankan kelangsungan
hidup setiap perusabaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk
1nengontrol produksi dan atau pemasaran alas barang dan atau jasa.
7. Oligopsoni. Keadaan di mana dua atau lebih pelaku usaba menguasai penerimaan
pasokan atau menjadi pembeli tunggal alas barang dan/atau jasa dalmn suatu
pasar komoditas.
8. Integrasi vertikal. PeJal'U usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha Jain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang
termasuk daJmn r.mgkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yimg mana
53
setiap rangkaian produksi 1nerupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik
dalmn satu rangkaian lm1gsung maupun tidak langsung.
9. Perjanjian tertutup. Pelaku usaha dilar.mg membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan
atau jasa banya akm1 memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau ja~a
tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri. Petalcu usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat 1nengakibatkan
terjadinya prak'tik monopoH dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Undang-undang Anti Monopoli memberikan satu bab khusus yang mengatur kegiatan
yang dilarang, yaitu Bab lV yang terdiri ata~ 8 pasal. Kegiatan yang dilarang dapat
digolongkan menjadi 4 kegiatan yaitu:
I. MonopoH, yang diatur dalmn pasal 17.
2. Monopsoni, yang diatur dalam pasal 18.
3. Penguasaan pasar, yang diatur dalam pa~al 19 sampai dengan pasal 21
4. Persekongkolan, yang diatur dalmn pasal 22 smnpai dengan pasal 24.
Secant lengkapnya kegiatan yang dilarang tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
I. Kegiatan untuk menguasai penerimaan pa~okan atau menjadi pembeli tunggal
ata~ barang dan ja~a dalam pa~ar bersangkutan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek 1nonopoli atau persaingan usaha tidak sehat. PardDletemya
yang dijadikan tolak ukur dalmn undang-undang tersebut adalah apabi/a sah,
pelaku usaha atau san, ke/ompok usaha menguasai /ebih dari 50% pangsa pasar
san, jenis barang atau jasa tertenn,.
2. Satu atau lebih kegiatan yang dilakukan, baik oleh satu pelaku usaha sendiri
1naupun bersama-sama dengan pelaku usaha lainnya yang bertujuan untuk:
a. Menolak dim atau 1nenghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan
kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan dengan card yang tidak
54
wajar atau dengan alasan non-ekonomi, misalnya karena perbedaan suku,
ras, status sosial, dan Jain-lain.
b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk
tidak 1nelakukan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu.
c. Nlembatasi peredanm dim atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar
bersangkutan.
d. Melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
3. Melakukan pemasokan banmg dan atau jasa dengan 1nelakukan cara jual rugi
atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan
atau me1natikan usaha pesaingnya di pasar bersimgkutan.
4. Melakukan kecurangan dalrun 1nenetapkan biaya produksi dan biaya Jainnya
yru1g menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa untuk
memperoleh biaya faktor produksi yang lebih rendah dari seharusnya
5. Melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan menentukan
petnenang tender.
6. Melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk 1nendapatkim informasi
kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusaharu1.
7. Melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan
atau petnasaran barang dim atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan male.sud
agar banmg dat1 atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan
menjadi kurang baik dari kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkim.
8. Untuk kegiatan yang disebut dalrun angka 1-5 kegiatan yang dilarang ini
dilakukan oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha untuk
menciptakan suasana persaingan yang tidak sehat.
9. Sedangkan untuk kegiatru1 yang disebut dalatn angka 6-8 kegiatan yang dilanmg
ini dilakukim dengan cara persekongkolan atau kerjasitn1a dengan pihak lain lain
yang semua itu dapat menyebabkan suasana persaingim yang tidak sehat dan
mengarah ke monopoli.
55
C. SANKSI
Mengacu pada Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) adalah melak:ukan penelitian, penyelidikan dan
menyimpulkan basil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sebat. l\1asih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang
menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaba yang melanggar UU Anti
Monopoli. Apa saja yang tennasuk dalam sanksi adminh1:rati f diatur dalrun Pasal 47
Ayat (2) UU Anti Monopoli. Mesk:i KPPU ban ya diberikan kewenangan 1nenjatuhkan
sanksi adtninistnttif.
u·u Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan
mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambah:m dijelaskan dalrun Pasal 49.
(l) Pasal 48
56
(2) Pasal 4.9
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Unda11g-1111dang Hu/mm Pida11a,
terhadap pida11a sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat d!iatuhkan pidana
tambahan berupa:
57
LATIHAN SOAL
A. Pilihan Ganda
1. Berik:ut ini adalah praktik terlarang dalam UU Anti Monopoli, kecuali:
A. Monopoli
B. OHgopoli
C. Monopsoni
D. Persaingan sempuma
58
5. Berik:ut ini adalah efek negatifyang dapat terjadi akibat monopoli, kecuali:
A. Keuntungan di atas normal
B. Inflasi
C. Eksploita~i konsumen
D. Deflasi
6. Keadaan di mana dua atau Jebih pelak:u usaha menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal ata~ barang dm1/atau ja~a dalam suatu pa~ar komoditas adalah:
A. Monopoli
B. Monopsoni
C. OHgopsoni
D. OHgopoli
7. Keadaan pasar dengm1 produsen dan pe1nbeli barang hanya berjumlah sedik:it, sehingga
mereka atau seorang dmi mereka dapat 1ne1npengaruhi harga pasar adalah:
A. Monopoli
B. Monopsoni
C. OHgopsoni
D. OHgopoli
59
9. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk menganalisis apakah sebuah praktik atau
perjimjian dapat dikatakan terlanmg adalah
A. Illegal per se
B. Rule of marginal utility
C. Adhoc
D. Ralron d'etre
10. Keadaan di mana satu pelaku usaha n1enguasai penerimaan pasokan atau menjadi
pembeli tunggal atas banmg dim/atau jasa dalam suatu pasar k01noditas adalah:
A. Monopoli
B. Monopsoni
C. Oligopsoni
D. Oligopoli
B. Esai
60
REFERENSI
61
BABS
PERLINDUNGAN KONSU1\·IEN
PendahulWlll
Perlindungan konsumen terhadap praktek penjualan suatu produk barang/jasa yang
dilekatkan dan disisipkan pada penjualan barang/jasa Jainnya merupakan hal yang urgen dan
perlu segara ditangani. Karena isu yang berkembang sekarang, marak sekali modus penjualan
barang/jasa seperti ini baik itu dilakukan secant paksaan ataupun tanpa sepengetahuan dari
konsumen.
Maka dalmn modul ini akan diberikan pemahaman dan penjelasm1 sederhana tentang hukum
perlindungan konsumen, meliputi definisi hukum perlindungan konsumen, pihak-pihak
terkait, konsumen, pelaku usaha dan pemerintah. Terakhir tentang sengketa konsumen,
perbuatan yimg dilarang, sistem pembuktian terbalik, dan sanksi.
Dengan mempelajari modul ini pembaca diharapkan mampu mengingat dim mendefinisikan
tentang hukum perlindungan konsumen, memahmni hak kewitjiban dari para pelaku yimg
terlibat dalmn hukum perlindungm1 konsumen dan terakhir mengenai sengketa konsumen.
Sehingga pembaca mampu menerapkan dan 1nmnpu mendiskusikan ha! yang berhubungan
dengan konteks perlindungan konsumen.
Tujuan Pemhelajaran
Diharapkan peserta mmnpu:
L Menjelaskan pengertiim perlindungan konsmnen
2. Memahmni hak dan kewajibim konsumen dan pelaku usaha
62
A. DEFINISI
Menurut Nasution (2007), hukum konsumen adalah keseluruhan asa5-asas dan kaidah-
kaidah yang mengatur hubungan dan ma5alah penyediaan dan penggunaan produk
(harang atau jasa) antara penyedia dan penggunanya dalrun kehidupan berma5yarakat.
Sedangkan hukurn perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-a5a5 dan kaidah-
kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan ma5aJah
penyediaan dan penggunimya dalrun kehidupim bermasyarakat. Sebagai pihak yang
lemah, dalrun menghadapi pelaku usaha dengan produksi barang-bru-dllg dan ja5a-
jasanya, para konsmnen terkadang tidak menyadari bahwa mereka telah dirugikan
karena haknya telah dilanggar.
Salah satu penyebab ketidakseiJnbangan antara pelaku usaha dengim konsumen adalah
karena konsmnen sangat sering diberikan berbagai tawaran produk barang yang
menggiurkan di pasaran, sehingga tak sempat Jagi me1nperhatik1m mutu, ma5a
kedaluwarsa serta efek dari pemakailm barang tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dilihat bahwa aspek hukum konsumen lebih luas
dibandingkan huku1n perlindungan konsmnen. Hukum perlindungan konsumen hanya
salah satu a~pek di dalrun huku1n konsmnen yang mengatur bagailnima melindungi
konsumen akan hak-haknya dari gangguan pihak-pihak Jain (Pranata, 2009).
B. KONSmlEN
63
undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maupun peraturan
perundang-undm1gan baru ha~il karya bangsa Indonesia.
Kata konsumen berasal dari baha~a Inggris yaitu cotlru,rier. Dalmn baha~a
Belanda, i~1:ilah konsumen disebut dengan consumerit. Konsumen secara harfiah
adalah "orang yang n1en1erlukan, membelanjakan atau meuggunakan; pemakai
atau pembutuh."
64
atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan ke1nbali.
Konsumen akhir inilah yang dengan jelas diatur perHndungimnya di dalam
UUPK.
Secant umum atau universal terdapat 4 (empat) hak yang dimiHki oleh konsumen
yaitu:
I. Hak untuk 1nendapatkan keainanan (the right to safety);
2. Hak untuk 1nendapatkan informasi (the right to be infonned);
3. Hak untuk 1nemilih (the right to clwosen);
4. Hak untuk didengar (the right to be heard).
65
Dalam UUPK, lerdapat delapan hak yang secara eksplisil dituangkan dalarn pasal
4, sementara satu hak lerakhir dirmnuskan secara lerbuka. Hak-hak tersebul
adalah sebagai berikut:
1. Hak atas kenyamanan, kearnanan dan keselamatan dalarn 1nengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapalkan barang
dan/atau ja~a lersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jruninan
yang dijanjikan;
3. Hak alas infonnasi yru1g benar, jelas, dan j ujur mengenai kondisi dan
janrinru1 barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya ala~ barang dan / atau jasa
yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengkela perlindungan konsumen secara palul;
6. Hak untuk mendapal pembinaan dan pendidikan konsmnen;
7. Hak untuk diperlakukim atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
8. Hak unluk mendapalkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yimg dilerima lidak sesuai dengan perjimjian
alau tidak sebagailnima mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam kelentuim peraturan perundang-undangan
Jainnya.
Dari sembilan bulir hak konsumen yang diberikan di alas, terlihal bahwa terdapal
hak konsumen untuk memilih baT'dllg dan/alau ja~a dan hak konsmnen alas
infonna~i yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dim jaminan barang
dan/alau jasa yang merupakan hal penting dan sering dikailkan dalrun ka~us
penjualan banmg dan/alau jasa yang disisipkan pada penjualan banmg dan/ja~a
lainya
66
Selanjutnya hak-hak konsumen itu harus dikaitkim juga dengim kewajibannya.
Berbicara tentang konsumen hendaknya membahas pula masalah produsen
beserta hak-hak dan kewajibimnya. Kewajiban konsumen menurut UUPK
sebagaimana diatur dalrun pasal 5 adalah :
1. membaca atau mengikuti petunjuk infom1a.~i dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselrunatan;
2. beritikad baik dalrun melakukan transaksi pembelian barang dim/atau jasa;
3. membayar sesuai dengim nilai tukar yang disepakati;
4. mengikuti upaya penyelesaian hukurn sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
Kewajiban tersebut dirnaksudkan agar konsumen sendiri dapat 1nernperoleh basil
yang optimal atas perlindungan dan/atau kepastian hukurn bagi dirinya.
C. PELAKU USAHA
67
(2) Hak dan Kewajiban Pclaku Usaha
Pelaku usaha memiliki peran yang sangat penting dalam kegiatan ekonomi.
Selain itu pelaku usaha merupakan pihak yang mempunyai posisi yang Jebih kuat
dibandingkan oleh pihak lainya (konsumen) dalam kegiatan perekonomian
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu UUPK tidak hanya
mengatur hak dan kewajiban konsumen tetapi juga mengatur tnengenai hak dan
kewajiban pelaku usaha.
Untuk menciptakan kenyamanan herusaha bagi pant pelaku usaha dan sebagai
keseimbangan atas hak-hak yimg diberikan kepada konsumen, kepada pelaku
usaha diberikim hak-hak sebagai herikut:
l. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatim
mengenat kondisi dan nilai tukar barang dan/atau Jasa yang
diperdagangkan;
2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik;
3. Hak untuk melakukan pemhelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secant hukutn bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan / atau jasa yang
diperdagangkan;
5. Hak-hak yang diatur dalatn ketentuan perdturan perund1mg-und1mgan
lainnya.
Dalatn memproduksi barang dim/atau jasa, pelaku usaha tidak hanya semata-
mata mencan keuntungan yimg sebesar-besarnya tetapi .1uga harus
memperhatikan kepentingan konsmnen. Oleh karena itu, selain memiliki hak,
pelaku usaha juga hertimggung jawab atas basil produksinya baik berupa bardllg
tnaupun jasa. Selanjutnya, sebagai konsekuensi dari hak konsmnen yimg telah
68
disebutkan pada uraian terdahulu, 1naka kepada pelaku usaha dibebankan pula
kewitjiban-kewajiban sebagai berikut:
1. Beritikad baik dalmn melakukan kegiatan usahanya;
2. Memberikan infom1a5i yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dm1
janlinim barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan pcnggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan;
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secan1 benar danjujur serta tidak
diskriminatif;
4. Menjamin mutu barang dan/atau Ja5a yang diproduksi dm1'atau
diperdagimgkan berdasarkan ketentuan standar mutu banmg dan/atau ja5a
yang berlak'll;
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dim/atau jasa tertentu serta 1ne1nberi jaminan dan/atau garansi atas
barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6. Memberi kompensasi, gm1ti rugi dan/atau penggimtian ata5 kerugian akibat
penggunrum, pemakaian dan pemanfaatan banmg dan/atau jasa yang
diperdagangkm1;
7. Memberi kompensasi, ganti rugi dmvatau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perJlJUJJan.
Selain ha( di ata5, kewajiban pelaku usaha juga berkaitan erat dengan adanya
tanggung jawab produk (product liability). Dari kewajibim akim lahir tanggung
jawab. Tanggung jawab timbul karena seseorang atau suatu pihak mempunyai
kewitjiban, termasuk kewajiban karena undang-undang dan huku1n (statuto1y
obligation)
Salah satu contoh adalah mengenai pasal 1365 Kitab Undang-undang Huku1n
Perdata (KUHPer) yang 1nenyatakan bahwa setiap orang yang dirugikan oleh
69
peristiwa perbuatan /kelalaian, k'llfang hati-hati, berhak mendapatkan ganti rugi
(kompensa~i) atas kerugiannya itu.
Dasar gugatan untuk tanggung jawab produk dapat dilak-ukan dengan dasar
sebagaimana berikut:
1. Pelanggaran jaminan (breach ~{warranty)
Pelanggaran jaminan berkaitim dengan jaminan pelaku usaha, bahwa
barang yang dihasilkan atau dijual tidak mengandung cacat. Pengertian
cacat dapat terjadi dalam konstruksi barang, desain, dan/atau pelabelan.
2. Kelalaian (negligence)
Kelalaian adalah bila si pelaku usaha yang digugat itu gaga( menunjukan
ia cukup berhati-hati dalam membuat, meny1mpan, mengawas1,
memperbaiki, mema~ang label, atau mendistribusikan barang.
3. Tanggungjawab mutlak (strictliability)
Tang.,uung jawab 1nutlak sering diidentikkan dengan prinsip tanggung
jawab absolut. Tanggung jawab mutlak adalah prinsip tanggung jawab
yang 1nenetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan.
Namun, ada pengecualian-pengecualiim yang memungkinkan untuk
dibeba~kim dari tanggung jawab. Pada hukum perlindungan konsumen,
tanggung jawab mutlak ini dipergunakim untuk "menjerat" pelaku usaha
yang memasarkan produk yang merugikan konsumen .
Dalam KUHPer, ketentuan mengenai tanggung jawab produk ini dikenal dalam
pasal 1504. Pasal ini berkaitim dengan pasal 1322, 1473, 1474, 1491, 1504
sampai dengan 151 J. Dalam UUPK, ketentuan ini dimuat dalmn pasal 7 smnpai
dengan 18. Inti dalmn ketentuan ini adalah pelaku usaha bertanggung jawab ata~
kerusakan, kecacatan, penjelasan, ketidaknyamanan dim penderitaan yang
dialami oleh konsumen karena pemakilm atau 1nengkonsumsi bar.mg atau ja~a
yang dihasilkm1nya.
70
D. SENGKETA KONSUJ\IBN
Selain diatur dalam pasal 3(d) UUPK yaitu tentang tujuan dari perlindungan
konsmnen, keterbukaan informa~i serta akses untuk 1nendapatk1m informa~i ini
juga diatur dalam beberapa pa~al yaitu pasal 4(c) dan pasal 7(b) UUPK.
Pasal 4(c) UUPK, tentang hak-hak konsumen yaitu hak alas informasi yang
benar, jela~. dan jujur mengenai kondisi dan jmninan barang dan/atau ja~a
Sellmjutnya Pasal 7 'UUPK tentang kewajiban pelaku usaba yang juga mengatur
tentang keterbukaan informasi, yaitu 1ne1nberikan infonnasi yang benar, jela~
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta membe-rikan
penjelasim penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
71
Dari ketentuan ketiga pasal yang terdapat dalrun UUPK tersebut membuktikru1
bahwa betapa pentingnya keterbukaan informasi ini dalam memyelesaikru1
1nasalah-1nasalah terkait dengru1 perlindungan konsumen. Pengatunm tersebut
sru1gat berkaitru1 en1t dengan pelaku usaha karena pelaku usaha pada dasamya
1nerupakru1 pihak yang lebih kuat dibandingkan dengan konsumen yimg selalu
dijadikru1 objek oleh mereka untuk mendapatkan keuntungim yru1g sebesar-
besamya. Oleh karena itu bagaimana pun juga perlu dihargai keterbukrum
informasi yang pelaku usaha berikan sebagai wujud itikad baik mereka dalam
1nengha~ilkan produk yang baik, sehat dim terpercaya
72
(d) Tidak sesua.i denga11 kondisi, jan1inan, keistimewaan atau
kemanjuran sebaga.in,ana dinyatakan dalarn label, etiket a.tau
keterangan baran.g dan/atau jasa tersebut,
(e) Tidaksesuai dengan. mutu, tingkatan, komposlri, proses pengolahan,
ga.ya, mode, atau penggunaan tertentu sebaga.in,ana dinyatakan
dalarn label atau keterangan baran.g dan/atau jasa tersebut;
(f) Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan. dala,n label, etiket,
keterangan, ikla11 a.tau promosi penjualan barang dan/atau jasa
tersebut;
(g) Tidak 1nencantu,1,ka11 tang gal kadaluwa.rsa atau jangka waktu
pengg1maan/pema1ifaatan yang paling baik a.tas barang tersebut;
(h) Tidak men.gikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebaga.in,ana
per11ya.taa11 "halal" yang dicantw11ka11 data,11 label;
(i) Tidak ,nemasang label atai, ,nembuat penjelasan ha.rang yang
memuat 11a.,1,a bai·ang, ukuran, berat/isi bersi/1 atau 11etto, komposisi,
a.tura11 pa.kai, ta.,1.g gal pembua1an, a.kibat sampin.gar~ nama dan
a.la,1,at pelalat usaf,a sena ketera11ga.,1. lain untuk pe11ggu11aa.,1 ya.,ig
menurut keten1ua.,1 hanLr di pasang/dibuat;
(j) Tidak 1nenca.,1tu11,kan i1iformasi dan/atau petw1;uk penggunaa.,1.
ha.rang dala,n bahasa i1uio11esia sesuai dengan ketentua.,1.
peru1uia11g-1mdanga11 ya.,ig berlalaL
(2) Pelak,, tLraha dilara.,ig memperda.gangkan bai·ang yang, rusak, cacat atau
bekas, dan tercemar tanpa memberika11 it!fom,asi secara lengkap dan
benar alas barang diJ11aksud.
(3) Pelak,, usaf,a dilara.,i.g ,ne,nperdagangkan sediaa.,i .farmasi dan pa11ga.,1.
ya.,ig nLrak, cacat atau bekas da.,1 lercemar, dengan a.tau 1anpa
rnemberika.,1.1ifo11nasi secara len.gkap dan benar.
(4) Pelak,, usaha yang melakukan pe/an.ggara11 pada ayat (1) da.,i ayal (2)
di/a.rang me,nperdagangka11 barang danlatau jasa tersebut sena wajib
mer,ariknya dari peredara.,1.
73
Substansi dari pa~al 8 tertuju pada dua hal, yaitu larangan me1nproduksi barang
dan/atau jasa dm1 larangan memperdagangkm1 barang dan/atau jasa yang
dimaksud.
74
(3) Pe/aku 1Lral1a yang melakuka11 pela11ggara11 terluulap ayat (1) dilarang
metan;utkan. penawaran, promosi, tU111 pengiklanan barang da11/atau jasa
tersebut.
Pasal 9 UUPK mengatur mengenai larangan melakukan penawaran, pr01nosi,
periklanan suatu bar.tng dan/atau jasa secara tidak benar, tampak sedikit rancu
sehingga perlu dilakukan revisi bahkan sebagian di antara ayat-ayatnya terdapat
pengaturan yang berlebihm1. Substansi pasal ini juga terkait dengan representasi
di 1nmia pelaku usaha wajib me1nberikan representasi yang benar atas barang
dan/atau jasa yang diperdagangkannya.
75
Menyatakan banmg dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak 1nengandung
cacat tersembunyi;
76
Pelaku usaha dilarang menawarkan, memprmnosikan atau 1nengiklankan
obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa
pelayanan kesehatim dengan can1 menjanjikan pe1nberian hadiah berupa
barang dan/atau jasa lain.
Pasal 13 menyangkut larangan yang tertuju pada cara-cara penjualan yang
dilakukan melalui saranan penawaran, promosi atau pengiklanan, di samping
larangan yang tertuju pada peristiwa pelaku usaha yang mengelabuhi atau
1nenyesatkan konsumen. Hanya variasinya yang membedakan dengan larangan
yang tertuang di dalam pasal-pasal sebelurnnya.
Dalam pasal 15 yang termasuk perbuatan yimg dilanmg dilakukan pelal-u usaha
yaitu dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara
pemaksaan atau cara lain yang dapat menirnbulkan gangguan baik fisik maupun
psikis terhadap konsmnen. Ketentuan pasal 15 juga sama dengan maksud
larangan yang disebutkan pada pasal-pasal sebelumnya. Yang 1ne1nbedak1mnya
hanya menyangkut cara yang dilakukan oleh pelal-u usaha yang bersangkutan.
Khusus dalam pasal ini, adalah cara paksaan yang mene1npatkan posisi
konsmnen menjadi lemah.
77
Dalam pasal 16 yang termasuk perbuatan-perbuatan yang dilarang dilakukan
pelaku usaha yaitu Pelaku usaba dalam menawarkim barang dan/atau jasa melalui
pesanan dilarang untuk:
Tidak menepati pesanan dim/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai
dengim yang dijimjikan;
Tidak menepati jimji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
Pasal 16 intinya larangan tertuju pada "perilaku" pelaku usaba yang tidak
tnenepati pesanan dan/atau tidak menepati kesepakatan waktu penyelesaian
sesuai dengan yang dijanjikan, tennasuk tidak menepati janji atas suatu
pelayanan dan/atau prestasi.
Dalam pasal 17 yang termasuk perbuatan-perbuatan yang dilanmg dilakukan
pelaku usaha yaitu:
(1) Pe/aku usaha perilklanan dilarang 1ne11iproduksi ikla11 yang:
(a) Mengelabui konsumen me11ge11ai kualitas, kua11titas, baha11,
kegu11aan dan. harga barang do.11/atau tarif jasa serta ketepata11
waktu penerimaan barang do.11/atau jasa;
(b) Me11gelabuija111ina11/garansi terhadap barang dan/ataujasa;
(c) Memuat infonnasi yang keliru, sa/ah, atau tido.k tepat men.genai
barang dan/atau jasa;
(d) Tidak memuat i11fon11asi 111e11gena1. risiko pemakaia11 barang
dan/ataujasa;
(e) Mengeksp/oitasi kejadia11 dan/atau seseorang ta11pa seitin. yang
berwenang atau persetujua11 yang bersa11gkuta11;
(f) Me/anggar etika da11/atau ketentuan peraturan penmda11g-
u1ulangan mengenai perikla11an
(2) Pe/aku usaha perikla11a11 dilarang me/a11jutka11 peredaran iklan yang te/ah
melanggar keten.tua11 pada ayal (I).
78
Pasal 17 merupakan pasal yang ditujukan pada perilaku pelaku usaha periklanan
yang 1nengelabui konsumen melalui iklan yang diproduksinya
( 1) Si stem pembuktian terbalik
Konsumen pada ummnnya tidak mengetahui tentang proses pembuatan
produk barang dan/atau jasa. Demik:ian pula tidak mengetahui tentang
pendanaan produk, maupun kebijakan distributor produk tersebut. Karena
itu sangat berdt bagi konsumen untuk membuktikan sesuatu kesalahan atau
cacat produk yimg dilakukan oleh produsen atau distributornya.
Merupakan hal yang witjar apabila pelaku usaha dibebani pembuktian
sesuatu produk yang menimbulkan kerugian harta benda, cacat tubuh atau
bahkan kematian konsumen, Tujuan dari pembuktian adalah untuk
mendapatkan kebenaran, yang menegakkan hukum dan membela korban.
Pembuktian terbalik diatur dalam Pa~al 22 (untuk perkara pidana) dan
Pasal 28 (untuk perkan1 perdata). Pembuktian terbalik ini merupakan card
bagi pelaku usaha untuk membuktikan ada tidaknya unsur kesalahan dalmn
dirinya yang mengak:ibatkan kerugian harta benda, cacat tubuh atau bahkan
kematian pada konsumen. Jadi apabila terdapat sengketa konsumen,
produsen harus membuktikan bahwa produsen telah 1nelakukan proses
produksi sesuai dengan prosedur yang ada
(2) Sanksi
Jika berbicara soal pertanggungjawabim hukum, 1naka l<lta hirrus berbicara
soal ada tidaknya suatu kerugian yang telah diderita oleh suatu pihak
sebagai ak:ibat (dalam hal hubungan konsumen-pelaku usaha) dari
penggunaan, pemanfaatan serta pemakaian oleh konsumen atas barang
dan/atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha tertentu. Hukum sebagai
kaidah 1nerupakan patokan mengenai sikap tindak atau perilaku yang
pantas (Soekmnto, 1985). Salah satu upaya yang biasanya dilakukan agar
kaidah huk'llm dipatuhi adalah dengan mencantumkan sanksi-sanksinya.
Sanksi yakni persetujuan atau penolakan terhadap perilaku tertentu.
Sanksi-sanksi tersebut mungl<ln berupa sanksi negatif (penolakan terhadap
79
perilaku tertentu) atau sanksi positif (peneri1naan terhadap perilaku
tertentu), yang maksudnya adalah menimbulkan rangsangan agar
1nasyarakat tidak melakukan tindakan tercela atau malakukan tindakan
yang terpuji.
80
LATIHAN SOAL
A. Pilihan Ganda
1. Istilah konsumen di hukum h1donesia sudah dikenal dan diatur pada:
A. Pancasila
B. UOD 1945
C. UU 8 tahun 1999
D. KUHPerdata
81
5. Konsumen berhak menuntut produsen atas cacat produk yang didapatnya, 1neskipun
konsumen tidak mengetahui kecacatannya terjadi pada proses produksi atau
penyimpanan atau pengiriman, hal ini dikenal dengan istilab .... . .
A. Pembuktian terbalik
B. Prasangka baik
C. Informasi yang ditulis
D. Pembuktian segera
7. Pelaku usaha dalam 1nempromosikan produk dengan metode undian berhadiah dilarang
melakukan ha( berikut, kecuali:
A. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan
B. Mengumumkim hasilnya melalui media ma~a
C. Me1nberikan hadiah tidak sesuai dengan yimg dijanjikan
D. Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan
82
9. Pelarangan dalam pasal 8 UU perlindungan konsumen berlaku untuk kegiatan:
A. Me1nproduksi barang
B. Mengkonsumsi barang
C. Meperdauanakan
e, 0 · baranu
0
B. Esai
1. Apa hubungan hukum konsumen dengan hukum perHndungan konsumen?
2. Di mana ketentuan hukum yang 111endefinisikan tentang konsumen?
8
REFERENSI
Az. Nasution (2006). Hukurn Perlindu11ga11 Konsumen Suatr, Pengantar cetakan 2. Jakmta:
Diadit Media.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
N. H. T. Siahaan(2005). Hulau11 Perli11dwiga11 Konsumen dan Ta11gg1mg Jawab Produk
cetakan 1. Bogor: Grafika Mardi Yuana
Shidarta. Hu/a111i Perlindungan Ko11sume11 huioertria cetakan 3. Jakarta: Gannedia
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio ( 1976). Kitab Undang-Undang Hulaon Perdata (Burgerlijk
Wetboek) terjemahan cetakan 8. Jakarta: Pradnya Par.imita
84
BAB6
KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KE\.VAJIBAN PEL\,IBAYARAN UTANG
Pendahuluan
Kepailitan merupakan sita umum dalmn konteks hukum. Hal ini berbeda dengan
kebangkrutan atau insolvensi yang dipelajari pada ekonomi. Akan tetapi 1nasyarakat yang
belum mempelajarinya 1nenganggap kedum1ya adalah smna. Modul ini mencoba untuk
metnberikan pemahmnan hukum yang sederhana dalmn kepailitan dan kewajiban
pembayaran utang dengan pokok-pokok bahasan sebagaimana berikut:
1. Pengertian dan tujuan kepailitan
2. Syarat Pengajuan Kepailitan
3. Aldbat Hukum Pailit
4. Pihak-pihak yang terkait dalmn pengurusan penundaan kewajiban pembayaran utang
Tuju1u1 Pemhelajaran
Diharapkan peserta mmnpu:
1. Memahmni seluk beluk kepailitan dan artinya.
2. Mengetahui syarat peng:tjuan kepailitan.
3. Mengerti dan 1nemahami ak:ibat hukum setelah dinyatakan pailit.
4. Mengetahui pihak-pihak terkait dalam pengurusan penundaan kewajiban pembayaran
A. PENGERTIAN KEPAILITAN
Secar'd terminologi kepailitan bukan hal yang bm-u untuk dwtia pelaku usaha, hanya
s:tja yang menjaili masalah sering kali kepailitan ilimaknai secant umum dan tidak
tepat, yakni bubmnya atau ililikuidasinya suatu badan usaha oleh kalangan umum.
Banyak pihak salah metnahami bahwa kepailitan smna artinya dengan likuidasi dan
pembubanm .
85
Bila ditelusuri secant tenuinologi, kepaiHtan digunakan sesuai dengan sistem hul.,im
yang dianut. Di negard-negara yimg menganut siste1n hukum Anglo Saxon, i~1:ilah
kepailitan disarnakan dengan Lstilah bangkrut (bankruptcy) yang benuti
ketidakmarnpuan untuk membayar utang. Sehlngga kata kunci dari kepailitim
dilatarbelakangi adanya suatu perikatan.
Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak 1nmnpu untuk melakukim
pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari pant kreditor. Keadaan demikian
pada dasarnya disebabkim oleh kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari
usaha debitor yang mengalami kemunduran
Kemudilm bila dilihat Secard tata bahasa, kepaiHtan berarti segala ha( yang
berhubungan deugan "pailit''. Dalam Black's Law Dictionary pailit atau "Bankrupt"
adalah "the st.a.re or condition of a person (individual, partnership, co17,oration,
municipality) wlw is 1111able to pay its debt as they are, or become due ". The term
includes a person againts whorn an involuntary petition. has been.filed, or who has filed
a voluntary petition., or who has been adjudged a bangknspt".
Pail it tidak se1nata-mata untuk menyita harta debitor untuk dilakukan sita umum tetapi
juga dalam rangka untuk 1nernaksilnalkan kesejahteraan kelompok melalui
pemaksimalan basil ekonomi dari aset yang ada untuk para kreditor sebagai satu
86
kelompok dengan cara untuk meningkatkan nilai aset yang dik:umpulkan untuk mana
hak-hak kreditor ditukarkan.
87
B. SYARAT PENGAJUANKEPAD.,ITAN
Syarat dalmn mengajukim pennohonan pemyataan pailit dapat dilihat dari pa~al 2 ayat
(I) UUK dan PKPU yang mengatur bahwa: "Debitor yang n1empunyai dua atau lebih
k:reditor dan tidak me1nbayar luna~ sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan
dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang, baik ata~
permohonannya sendiri, maupun atas permohonan satu atau lebih k:reditomya Dilihat
dari ketentuan yang tertera dalam pasal 2 ayat (I) UUK-PKPU dapat dijelaskan bahwa
untuk 1nengajukan permohonan pemyataan pailit maka seorang debitor harus
memenuhl syarat-syarat sebagai berikut:
88
Dalam Undang-Undang Nomor4 Tahun 1998 tidak me1nberik1m definisi
terhadap kreditor. L~tilah kreditor malah sering kali menimbulkan multitafsir.
Secara umum, ada tiga macam kreditor yang dikenal dalam KUH Perdata, 1mtan1
lain:
(a) Kreditor konkuren
Kreditor ini diatur dalam Pasal I J32 KUH Perdata. Kreditor konkuren
adalah kreditor yang secara bersama-sama memperoleh pelunasan (tanpa
ada yang didahulukan) yang dihitung berdasarkim besamya piutang
mas1ng-mas1ng dibandingkan terhadap piutang 1nereka secard
keseluruhim,terhadap seluruh harta kekayaan debitor tersebut. Hal ini
berarti para kreditor konkuren 1ne1npunyai kedudukan yang sama atas
pelunasan utang dari harta debitor tanpa ada yang didahulukan.
(b) Kreditor preferen
Kreditor semacam ini mempunyai hak istimewa, yaitu suatu hak yang oleh
Undang-Undang diberikan kepada seorang berpiut'dOg sehingga tingkatnya
Jebih tinggi daripada orang yang berpiutimg Jainnya. Dalrun hat ini semata-
mata karena sifat piutangnya, mendapatkan pelunasan terlebih dahulu.
(c) Kreditor sepan1tis
Kreditor ini pemegang hak jaminan kebendaan yang dalam KUH Perdata
disebut dengan nruna gadai dan hipotek. l\1enurut Sutan Remi Sjadeni harus
dibedakao pengertiao kreditor dalam kalimat "mempuoyai dua atau lebih
kreditor" dan dalam kalin1at "atas permohonan seorang atau lebih
kreditomya". Pada kalimat pertama, kreditor yang dimaksud adalah
sembarang kreditor yakoi baik itu kreditor konkuren maupun kreditor
preferen.Sedangkan pada kalimat kedua adalah kreditor konkuren.
Mengapa harus kreditor konkuren dikarenakan kreditor separatis tidak
mempunyai kepentingan untuk diberi hak n1engajukan permohonan
pemyataan pail it mengingat bahwa kreditor separatis telah terjrunin sumber
pelunasan tagihannya, yaitu dari barang anggunan yang dibebani dengan
hak jaminan.
89
(2) Syarat adanya utang
Undang-Undang Nomor37 Tahun 2004 tentang UUK- PKPU, mendefinisikan
utang sebagimana yang tertera dalam Pasal I butir 6 yaitu kewajiban yang
dinyatakan atau dapat dinyatakan dalrun jumlah uang, baik dalam 1nata uang
Indonesia maupun 1nata uang asing, baik secara langsung maupun yang akru1
timbul dike1nudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau
undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi
memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhan dari harta kekayan
debitor.
Setiap kebendaan yang merupakan sisi positif harta kekayaan seseorang harus
dibagi secant adil kepada setiap orang yang berhak atas pemenuhan perikatan
individu ini, yang disebut dengan nama Kreditor. Pembagian harta sesorang
karena 1ne1npunyai utang dibagi berdasarkan:
Pari passu, dengan pengertian bahwa harta kekayaan tersebut harus
dibagikan secara bersmna-sama di antara para kreditor tersebut
Pro rata atau proporsional , sesuai dengan besamya imbru1gan piutang
masing-masing kreditor terhadap utang debitor secara keseluruhan.
90
Dari rumusan pasal 1238 Kitab Undang-undang Huku1n Perdata dapat
dilihat bahwa dalrun perikatan untuk menyerahkan atau memberikan
sesuatu undang-undang 1nembedakan kelalaian berdasarkan adanya
ketetapim waktu dalam perikatimnya Di mana dalam ha) terdapat
ketetapim waktu, n1aka terhitung sejak Jewatnya jangka waktu yang telah
ditentukim dalam perikatannya tersebut, debitor dianggap telah lalai untuk
1nelaks1makan kewajibimnya.
Dalam ha( tidak ditentukan terlebih dahulu saat mana debitor berkewajiban
untuk melaksanakan kewajibannya tersebut, maka debitor baru dianggap
lalai jika ia telah ditegur untuk memenuhi atau menunaikan kew1tjibru1nya
yang terutang tersebut masih juga belum memenuhi kewitjibannya yang
terutang tersebut.
Dalam ha) yang demikian maka bukti tertulis dalrun bentuk teguran yimg
disrunpaikan oleh kreditor kepada debitor 1nengenai kelalaian debitor untuk
1nemenuhi kewajibannya menjadi dan merupakan satu-satunya bukti
debitor yang lalai.
91
Tanpa adanya teguran tersebut 1naka kewajiban atau utang debitor kepada
kreditor belurn dapat dianggap jatuh tetnpo. Dengan detnikian berarti atas
perikatan untuk atau memberikan sesuatu dalam bentuk uang tunai, yimg
telah ditentukan saat penyerahannya, 1naka terhitung dengim lewatnya
jangka waktu tersebut, utimg tersebut detni hukum telah jatuh tempo dan
dapat ditagih. Dalrun konteks ini berarti, jika kTeditor berrnaksud untuk
1nem1tjukan kepailitan atas diri debitor, maka kreditor tidak perlu lagi
1nengajukan bukti lain, selain perjanjian yang menentukan saat jatuh
temponya yimg telah terlewati tadi.
Seperti pada rumusan pasal 2 ayat (I) UUK-PKPU dapat dinyatakan bahwa
hukum kepailitan bukan 1nengatur kepailitan debitor yang tidak membayar
kewitjibannya hanya kepada salah satu kreditomya (yang tidak menguasai
sebagian utang debitor) tetapi debitor tersebut harus berada dallm1 keadaan
insolven.
92
Seorang debitor berada dalam keadaan insolven adalah apabila debitor
tidak mrunpu secara finansial membayar sebagian besar utimg-utangnya
atau nilai aset atau asetnya k:urang dari nilai pasiva atau Jiabilitasnya.
Seorang debitor tidak dapat dikatakan telah dalam keadaru1 insolven
apabila kepada seorang kreditor saja debitor tersebut tidak membayar
utru1gnya, sedangkan kepada kreditor lainnya tetap melaksanakan
kewitjiban pelunasan utang-utangnya dengan baik, kecuali apabila satu
kreditor tersebut 1nenguasai sebagian besar dari utimg debitor.
Menurut pasal 24 ayat (l) UUK-PKPU menentukan bahwa debitor pailit demi hukum
kehilangan hak untuk mengurus dim menguasai kekayaannya yang tennasuk harta
pailit sejak hari putusan pailit diucapkan. Harus dicennati disini bahwa dengan
diputuskannya sebagai debitor pailit bulrnn berarti debitor kehilangan hak
keperdatrumnya untuk dapat melakukan perbuatan hukum dibidang keperdataan.
Debitor pailit hanya kehilangan hak keperdataannya untuk mengurus dan 1nenguasai
kekayaannya. Sementara itu, untuk melakukan perbuatan-perbuatan keperdataan
Jainnya 1nisalnya untuk 1nelangsungkan pemikahan dirinya, mengawinkan anaknya
sebagai wali , membuat perjanjian nikah,menerima hibah,mengurus harta kekayaan
pihak lain, menjadi kusa pihak lain untuk melakukan perbuatan hukum untuk dan atas
nama pemberi kuasa 1naka debitor tersebut masih berwenang untuk melakukan
perbuatan-perbuatan keperdataan tersebut. Dengan demikian, sejak putusan pen1yataan
pailit diucapkan 1naka hana kekayaan pailit berada dibawah pengmnpuan dan
pengurusan pihak lain. Sedangkan debitor pailit itu sendiri tidak berada dibawah
pengmnpuan.
Sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 21 UUK dan PKPU, Kepailitan meliputi seluruh
kekayaan debitor pada saat putusan pemyataan pailit ditetapkan dan juga mencakup
semua kekayaan yang diperoleh oleh debitor selama berlangsungnya kepailitm1
93
tnisalnya karena hibah atau warisan.Kekayaan debitor pailit yang masuk harta pailit
berada dibawah penyitaan (sita umum). Demi pertimbangan kemanusirum terhadap
debitor (debitor peroranan), ada barang-banmg milik debitor pailit yang oleh UUK-
PKPU dikecualikan dari harta pailit. Menurut pasal 22 UUK-PKPU, banmg-barang
atau benda milik debitor pailit yang dikecualikan dari harta pailit adalah:
l. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor sehubungim
dengan pekerjaanya perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakim untuk
kesehatan, tempat tidur dim perlengkapannya yang digunakan oleh debitor dim
keluarganya dan bahim makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitor dim
keluarganya yimg terdapat ditempat itu.
2. Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai
penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pension, uang tunggu atau
uang tunjangan sejauh yang ditentukan oleh hakim pengawas.
3. Uang yimg diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi
nafkah menurut undang-undang.
Dari pasal 222 UUK-PKPU dapat diketahui bahwa PKPU dapat diminta baik oleh
debitor maupun oleh kreditor. Adapun tujuan pengajuan PKPU tersebut menurut
Undang-Undang Kepailitan PKPU baik itu oleh debitor maupun oleh kreditor adalah
dengan maksud untuk 1nengajukim rencana perdamaian yang meliputi tawaran
pembayaran sebagian atau seluruh utang.
Dilihat dari sikap solidaritas sosial pengajuan PKPU oleh kTeditor cukup baik. Hal itu
1nenunjukkan bahwa kreditor tidak bersifat egois. Karena lazimnya kreditor Jebih
1nengutamakan pengembalian piutangnya supaya segera dilakukan, sedangkan apabila
ditempuh PKPU, pengembalian piutang itu akan tertangguh. l\1enurut penjelasan Pasal
94
222 ayat (2) UUK-PKPU yang dimaksud dengan kreditor adalah setiap kreditor baik
kreditor konkuren maupun kreditor ym1g didahulukan.
Dengan adanya kesempatan permohonan PKPU oleh kreditor, perlu dilihat bagaimana
perkembangannya dalam praktik. Apakah banyak ym1g mengajukim permohonim
PKPU bagi debitornya untuk memungkinkan debitor mengajukan rencana perdamaian
yang meliputi tawaran pembayanm sebagian atau seluruh utang kepada kreditornya.
Karena terdapat anggapan mengapa untuk me1nberikan kesempatan mengajukim
perdamaian kepada debitor barns melalui proses PKPU, tidak langsung saja
1nengadakan perdamaian di bawah tangan antara debitor dan kreditornya Untuk
1nengadakan perdamaian di bawah tangan apabila kreditornya hanya sekitar 2 atau 3
orang tentu tidak akan menimbulkan kesulitan, tetapi apabila kreditomya cukup
banyak, tentu akan sulit merealisasinya. Apabila melalui PKPU tentu meskipun
kreditomya banyak mengadakan perdamaian dimaksud tidak akan mengalmni
kesulitan untuk mengorganisasikannya, karena dilaksanakan oleh lembaga yang
ditunjuk oleh pengadilan, yaitu hak:im pengawas dan pengurus.
95
Lembaga penyimpanan dan penyelesaian;
Perusahaan asuransi;
Perusahaan reasuransi;
Dana pensi un ;
Badan Usaha l\1ilik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik.
Baik UUK-PKPU maupun Undang-Undang Kepailitan mengatur ha( yang sama yaitu
permohonan PKPU disampaikan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya 1neliputi
daerah tempat kedudukan hukum Debitor.
Menurut pasal 224 ayat (3) UUK-PKPU apabila pennohonan adalah kreditor,
pengadilan wajib memanggil debitor melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling
lambat 7 hari sebelum sidang diadakan. Ketentuan demikian tidak terdapat dalam
Undang-Undang KepaiHtan, karena Undang-Undang N01nor 4 Tahun 1998 tidak
me1nbuka kemungkinan pem1ohonan PKPU oleh kreditor.
Pasal 225 ayat (2) UUK-PKPU menyebutkan bahwa apabila permohonan PKPU
diajukan oleh debitor, pengadiflm dalam wal'tu paling lambat 3 hari sejak tm1ggal
didaftarkim permohonan harus 1nengabulk1m PKPU sementard dim harus menunjuk
96
seorang hak:im pengawas dan mengangkat 1 orang atau lebih pengurus yang bersama
dengan debitor mengurus harta debitor.
Pasal 214 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan mengatur hal yang sruna tetapi tidak
1nenyebutkan batas waktu berapa hari pengadilan harus 1nengabulkan PKPU
sementara, hanya menyebut hants segera.
Selanjutnya, pasal 225 ayat (3) UUK-PKPU mengatur apabila permohonan diajuk:m
oleh Kreditor, dikabulkannya PKPU sementara harus diberikan pengadilan dalam
waktu paling lambat 20 hari sejak tanggal didaftarkannya surat perrnohonan PKPU
tersebut. Ketentuan demikian tidak terdapat dalrun Undang-Undang Kepailitan, karena
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tidak membuka ke1nungkinan PKPU diajukan
oleh kreditor.
97
LATIHAN SOAL
A. Pilihan Ganda
1. Kreditor yang pelunasannya bersaing dengan k:reditor Jain adalah ..
A. Kreditor kongkuren
B. Kreditor separatis
C. Kreditor preferen
D. Kreditor komplementer
2. Syarat untuk mengetahui jatuh waktu pe1nbayaran utang dalam KUHPer melalui
A. Sesuai perjanjian
B. Sesuai dengan tanggal jatuh tempo
C. Melalui surat teguran yang dildrimkan k:reditor
D. Tidak tahu
4. Dalrun KUHper, kreditor yang me1npunyai hak jaminan kebendaan disebut sebagai:
A. Kreditor separatis
B. Kreditor kongkuren
C. Kreditor preferen
D. Kreditor komplementer
98
5. Pengertian pailit adalah:
A. Sita umum harta kekayaan.
B. Kebangkrutan
C. Ketidakmampuan perusahaan melunasi utang
D. Sita umum harta kekayaan dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim
pengawas.
99
9. Pembagian utang se&-uai dengan senioritasnya disebut dengan istilah ...
A. Pari pasu
B. Pro rata
C. Komplementer
D. Kongkuren
10. Pembagim1 utang kreditor dengan status kongkuren dilakukan deogao cara ...
A. Pari pasu
B. Pro rata
C. Komplementer
D. Kongk'llren
B. Esai
1. Menurut KUHPer, sebutkan jenis-jeois kreditor.
2. Apa syarm utama peogajum1 pail it kepada suatau badan hokum?
100
REFERENSI
101
BAB7
PENYELESAIAN SENGKETA DALAJ\,I HUKUIVI BISNIS SERTA PID;IBUKTIAN
Pendahuluan
Sebagaimana hubungan sosial yang terjadi dalmn masyarakat, adanya kesalahpahaman,
perbedaan kepentingan dan intensi yang tidak baik seringkali mendominasi adanya
ketidaksepahmnan.
Beberapa pilihan para pihak yang terlibat sengketa bLsnis dalam penyelesaiannya perlu
diketahui secara umum. Di mana tujuan penyelesaian ini adalah untuk 1nemberikan para
pihak kepastian hukutn.
Pilihan penyelesaian sengketa dalam hukum di Indonesia bisa dengan memilih jalan melalui
pengadilan formal, atau seringkali disebut dengan proses litigasi. Atau menggunakan jalur
diluar pengadilan, yang diakui oleh negara yaitu non-litigasi.
Dalam modul ini akim dibahas mengenai hal-hal diatas yang berhubungim dengan sengketa
bisnis, termasuk tentm1g petnbuktian.
Tujuan Pemhelajaran
Diharapkan peserta mmnpu:
1. Menjelaskan pengertiim penyelesaian sengketa dalam bisnis serta pembuk'tian
2. Menjelaskan 1nacam-macam cara penyelesaian sengketa
3. Menjelaskan pembuktian secant perdata
102
A. PENGERTIAN SENGKETA BISNIS
Pada setiap perjanjian yimg umumnya melahirkan perikatan yang bersifat timbal-balik,
maka kewajiban dmi salah satu pihak adalah hak bagi pihak Jainnya. Perbuatan salah
satu pihak menjalankan kewajibm1nya sekaligus memenuhi hak pihak lain disebut
sebagai prei,1:asi.
Ketika dalam suatu perjanjian seluruh pihaknya menjalankm1 prestasi sesuai ketentuan
maka tidak akm1 ada pihak dalmn perjanjian yang merasa dirugikan. Sebaliknya apabila
dalam suatu perjanjian ada pihak-pihak yang tidak memenuhi prestasi sesuai dengan
ketentuan dalmn perjanjian, maka sudah tentu ada pihak yimg merasa dirugikan. Ketika
ada satu pihak yang merasa dirugikan dan ke1nudian dilakukan ekspresi atas hal
tersebut maka pada saat itu telah terjadi sengketa.
Pihak yang n1erasa dirugikan ini dapat menuntut pihak yang menimbulkan kerugian
tersebut dengim gugatim wanpre1>1asi ke depan sidang pengadilan. Wanprestasi dapat
digugat ke hadapan sidang pengadilan apabila ada pard pihak yang menganggap bahwa
pihak Jainnya telah lalai dalmn melaksimakan prestasinya Adapun kelalaiim ini dapat
dibagi ke dalam tiga bagian antara Jain:
Tidak memenuhi kewajiban sama sekali;
Terlmnbat memenuhi kewajiban;
Me1nenuhi kewajiban tapi tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.
103
teguran kepada debitor bahwa dirinya berpotensi tnelakukan suatu wanprestasi
sehingga kreditor menginginkm1 agar debitor memenuhi prestasi sesegera
tnungkin sebelum kreditor menggugatnya ke muka sidang pengadilan.
104
(c) Ketua majelis hakiln yang ditunjuk akan 1nembuat penetapan hari sidang
dan me1nerintahkan untuk memanggil kedua belah pihak (penggugat dan
tergugat) untuk datang di 1nuka sidang pada hari dan tanggal ditetapkan
(d) Pemanggilan tergugat dengan menyerahkan salinan kepada tergugat
dengan batas waktu minitnal 3 hari kerja sebelum dilaksm1akan
persidangan. sekaligus tergugat, jika menghendaki, dapat memeberikan
jawaban tertulis mengenai gugat:m tersebut.
LOS
(2) Melalui jalur di luar pengadilan formal (nonlitigasi)
Adanya kritik terhadap kelemahan proses litigasi, maka ada altematif
penyelesaian sengketa di luar jalur pengadilan fonnal yang mengakomodir
kebutuhan penyelesaian sengketa bisnis yaitu dalam hal kecepatan, kepraktisan,
keefektifan, keefisiensian dan saling 1nenguntungkan. Penyelesaian sengketa ini
mempunyai dasar huk:wn berupa yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alte.m atif Penyelesaian Sengketa. Adapun altematif ym1g
ditawarkm1 berdasarkan undang-undang ini adalah:
(a) Negosiasi
Negosiasi merupakan sarana bagi para pihak yang berselisih, khususnya
tentang perjanjian atau hubungan bisnis, untuk menyelesaikan masalahnya
tanpa melibatkan orang ketiga. Negosiasi merupakan tools yang paling
murah dalmn penyelesaian masalah sengketa bisnis. Seringkali pan1 pihak
tidak dapat 1ne1nanfaatkan negosiasi dalmn penyelesaian sengketa bisnis,
karena sering n1enggunakan pendekatan k01npetitif. Pendekatan yang
berhasil dari negosiasi secara teknik disebut sebagai pendekatan
kooperatif. Perbedaan ym1g mendasar pada pendekatan kompetitif, para
pihak saling 1nenyerang dan memposisikan dirinya paling benar.
Sedangkan pendekatan kooperdtif lebih pada saling mendengar dan
memahmni untuk mencari solusi ym1g saling menguntungkan dalam
konteks negosiasi.
(b) Mediasi
Mediasi 1nerupakan bentuk penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak
ketiga. Seringjuga disebut sebagai teknik negosiasi ditambah pihak ketiga
Pihak ketiga ini disebut sebagai mediator. Asumsi pada teknik mediasi
adalah para pihak tidak dapat berte1nu secara langsung tanpa penengah
karena masalah ego maupun pennusuhan yang ada. Kehadiran mediator
sebagai pihak ym1g mampu 1nenyampaikan keinginan dan persepsi para
pihak dengan lebih baik. Mediator dengan kepercayaan tinggi para pihak
106
diharapkan dapat 1ne1nbimbing pard pihak yang bersengketa untuk
1nengha~ilkan suatau penyelesaikim sengketa yang mengikat.
(c) Konsiliasi
Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa juga dengan 1nelibatkan pihak
ketiga yang disebut sebagai konsiliator. Peran seorang konsiliator berbeda
dengan mediator. Di mana seorang konsiliator memberikan rekomendasi
dan pendapat spesifik yang bisa digunakan sebagai acuan para pihak yimg
bersengketa dalam menyelesaikan ma~alahnya. Pada peran mediator, tidak
diperbolehkan untuk melakukan rek01nenda~i dan kesimpulan terhadap
komunika~i yang dilakukim para pihak. Mediator hanya dalam kapasita~
1ne1nbimbing para pihak dalam mendapatkan kesimpulan dan
kesepakatannya sendiri.
(d) Arbitrase
Arbitrase merupakan penyelesaian sengketa pada tahap akhir di mana juga
1nelibatkan pihak ketiga dalrun bentuk arbitral tribunal (mejelis arbitra~e).
Perbedaan yang mendasar kenapa disebut sebagai langkah terakhir diluar
jalur formal pengadi Lan, lcarena sejak awal para pihak 1nenyepakati
penyelesaian dengan arbitrase maka sudah memberikim kewemmgan yimg
berupa:
Kewenangim kepada arbiter untuk 1nenyelesaikan sengketa;
Kewenangim untuk pengambilan putusan
Putusan yang diambil bersifdt final dan mengikat
C. PEl\·IBUKTIAN PERDATA
Penyelesairu1 sengketa pengadilan baik melalui jalur pengadilan fom1al maupun non
pengadilan fonnal salah satu bagian dalam ketentuim sebelum diputuskan penyelesaian
sengketru1ya adalah bah pembuktian. Di mana pada hal pembuktian para pihak bisa
1nengajukan argument dim alat bukti untuk 1nelindungi hak-haknya dalrun berkontrak
dihadapan pihak lainnya, dalam ha! ini misalnya tergugat.
107
Pembuktian adalah perbuatan yang dilakukan oleh pan1 pihak dalam persidangan
perkara (perdata) yang bertujuan untuk membuat atau memberi keyakinan kepad hakim
tentang kebenm,m atau dalil, peristiwa serta fakta-fakta yang diajukan didalmn proses
(perdata) dengan cant mempergunakan alat-alat bukti. Hal ini sebagailnima diatur
dalmn pasal 163 HIR, kitab hukum acara perdata/283 RBg mengatur bahwa barang
siapa 1nendalilkan sesuatu haka tau 1nengemukakakn suatu perbuatan untuk
1neneguhkan haknya atau untuk membantah orang lain haruslah membuktikim adanya
haka tau perbuatan itu.
( 1) Alat-Alat Bukti
Ketentuan huku1n mengenai alat bukti ada pada pasal 164 HIR/284 RBg, dan
pasal 1866 KUH Perdata, yaitu :
(a) Bukti surat
Pemberian surat, rnisalnya berupa perJanJJan antar para pihak
dikategorikan menjadi dua yaitu :
1. Surat biasa, yang din1aksud merupakat surat yang dibuat sendiri
maupun para pihak yang sif<1tnya sebagai bul.'ti bebas. Bebas yang
dhnaksud mengenai format, isi maupun yang diatur didalmnnya tidak
mengikuti suatu ketentuan apapun.
11. Akta, yang terdiri atas:
Al.'ta autentik, pasal 165 HlR 1ne1nuat suatu definisi mengenai
akta otentik, berbunyi sebagai berikut: Akta otentik yaitu surat
yang diperbuat oleh atau di hadapan pegawai umum yimg
berkuasa akan me1nbuatnya, mewujudkan bukti yang cukup
bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang
yang mendapat hak daripadanya, yaitu tentang segala ha!, yang
tersebut dalmn surat itu dm1 juga tentang yang tercantum dalam
surat itu sebagai pemberitahuan saja, tetapi yang tersebut
kemudian itu hanya sekedar yang diberitahukan itu langsung
berhubung dengan pokok dalmn akta itu. Temyata bahwa akta
108
otentik adalah akta yang dibuat oleh dan di hadapan pegawai
umum yang berkuasa membuatnya.
Akta di bawah tangan, merupakan akta yang menyatakan dan
1nembuktikan bahwa telah terjadi suatu peristiwa hukurn, akan
tetapi tat acard pembuatannya tidak seperti halnya pembuatan
akta otentik diatas.
(b) Bukti saksi
Diatur dala!n pasal 139 HilV165RBg.
1. Saksi memberikan keterangan mengenai hal-hal ym1g ia dapat lihat,
dengar dan diketahui sendiri
11. Sebelum bersaksi, saksi witjib mengangkat sumpah menurut
agmnanya (pasal 147 HIR/l 75RBg)
1u. Seseorang wajib menjadi saksi apabila diminta oleh pengadilan,
apabila tidak bersedia diancam berdasarkan ketentuan undang-
undang untuk 1ne1nbyar biaya pemanggilm1nya atau dilakukan
penyanderaan, pasal 140 HIR/166RBg. Jo.141 HIR/pasal 167RBg.
1v. Orang yang tidak dapat didengar sebagai saksi berdasarkan pasal 145
HIR/Pasal 172 RBg), yaitu:
Keluarga sedarah dan keluarga karena perkawinan;
Saudara Jaki-laki dan saudara perempuan dari ibu dan
keponakan;
Istri/sumni salah satu pihak meskipun telah bercerai;
Anak-anak yang berumur dibawah 15 tahun;
Orang gila 1nesk:ipun kadang-kadang term1g ingatannya.
v. Orang ym1g dapat min ta dibebaskan atau dapat ditolak sebagai saksi
berdasarkan pasal 146 HIR/174 RBg, yaitu:
Saudara laki-laki dan perempuan dan 1par lak:i-laki dan
perempuan dari salah satu pihak;
Keluarga sedarah dari suami/istri dari salah satu pihak;
109
Orang yang karena martabat, pekerjaan dana tau jabatannya
yang sah diwajibkan menyimpan rahasia.
(c) Persangkaan
Persangkaan merupakan satu kondisi mnum dari keadaan yang ada di
masyarakat yaitu:
1. Persangkmm menurut undang-undang:
Tembok pekarangan sebagai 1nilik Bersama.
Tiap anak yang dilahirkan dalam perkawinan memperoleh si
bapak sebagai ayahnya.
Tiga kwitansi berturut-turut metnbuktikan pembayaran
sebelumnya sudah Junas.
u. Persangkaan menurut hak:im
Penarikan kesimpulan oleh hak:im dari suatu atau rentetan peri~1:iwa.
Misalnya seorang Lak:i-lak:i dan perempuan menginap pada suatu
kamar pada satu tempat tidur, maka dipersangkaan telah melakukan
zma.
(d) Pengakuan
Pengakuan adalah suatu pemyataan dalam bentuk tertulis atau Jhsan dari
salah satu pihak berperkara di 1n1ma isinya 1nembenarkan dalil Jawan baik
sebagian atau seluruhnya (keterangan sepihak) di mana ada 2 pengakuan
yaitu yang dibuat dimuka hakitn dan diluar sidimg pengadihm. Pengakuim
yang dibuat ditnuka hak:im dalam persidangan metnpunyai kekuatan
petnbulctian yang sempuma dim mengikat yang bersangkutan, pasal J74
HIR/pasal 31 lRBg dan 1925 KUHPerdata. Sedangkan pengakuan yang
dibuat diluar pengadilan 1nerupaka11 bukti biasa/bebas di mana kekuatan
petnbulctiannya tergantung pada penilaian hak:im, pasal 175 HilV312 RBg
pasal 1927-1928 KUH Perdata.
110
(e) Sumpah
Ada kla~ifikasi jenis sumpah yang dikenal pada ketentuan undang-undang:
1. Sumpah pemutus, merupakan sumpah yang sifatnya menentukan,
decisoir diatur pada pasal 156 HCR/Pasal 183 RBg, pasal 1930-1939
KUHPerdata.
11. Sumpah tambahan, 1nerupakan sumpah yang sifatnya melengkapi
keterangan atau surnpah sebelurnnya disebut juga smnpah pelengkap,
surnpah suppletoir diatur pasal 155 HIR/182 RBg/ pasal 1940 KUH
Perdata
tu . Sumpah penaksir yang dijelaskan pada pasal 155 HIR/182 RBg,
1940 KUH perdata.
111
LATIHAN SOAL
A. Pilihan Ganda
1. Apabila tetnpat tinggal tergugat tidak diketahui maka gugatan diajukan kepada:
A. Pengadilan negeri didaerah hukum penggugat bertempat tinggal
B. Pengadilan negeri yang didaerah hukum tempat tergugat bertempat tinggal
C. Pengadilan Negeri yang didaerah hukutn tergugat diperkirakan bertetnpat tinggal
D. Pengadilan negeri yang memungkinkan para pihak untuk hadir dalam
persidangan
3. Apabila pihak yang tergugat lebih dari satu pihak 1naka gugatan didaftarkan pada:
A. Pengadilan Negeri ke semua pihak
B. Pengadilan Negeri domisili salah satu pihak
C. Pengadilan Negeri penggugat
D. Pengadilan Negeri yang tergugat paling utama
112
5. Surdt gugatan dibuat oleh:
A. Pihak yang merasa dirugikan atau Penggugat
B. Kuasa hukmn penggugat
C. Pihak Ketiga
D. Penggugat atau kuasa hukum penggugat
113
10. Orang berik:ut tidak dapat didengar kesaksiannya di persidangan:
A. Keluarga sedarah atau keluarga karena perkawinan
B. Saudara ipar
C. Tetangga sebelah tempat dmnisili
D. Saudara tetangga.
B. Esai
1. Penyelesaian sengketa bisnis dilakukan melalui?
2. Apa alat bukti pada kasus perdata?
114
REFERENSI
Supo1no (1980). Huku,n Acara Perdata Pengadilan Negeri. Jakarta: Pradnya Pimunita
Subekti (1977). Hula11nAcara Perdata. Bandung: BPHN, Bina Cipta
Leonard Simorangkir (2012). Hulaun Acara Perdata. Materi PKPA
115
BABS
SISTE!\<I PERPAJAKAN DI INDONESIA
Pendahuluan
Pajak merupakan instrumen yang penting baik bagi Negara maupun 1nasyarakat sebagai WP.
Sebagaimana diketahui pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara untuk
menopang keberlanjutan pembangunan suatu negara Berda~arkim pe1nahaman tersebut
pitjak pada dasarnya merupakan sebuah proses transfer pembayaran dari WP untuk
mendukung pembiayaan dan pengeluaran pemerintah dalam pe1nbangunan. Melalui pajak
akan dapat dilakukan optimalisasi penerimaan negara yang bersumber dari ke1nrunpuan
dalrun negeri dalam pembiayaru1 pembangunru1. Setiap tahun anggaran pemerintah senantiasa
berusaha untuk meningkatkan penerimaan pajak guna membiayai pembangunan yang
dilaksanakan. Semakin besar penerimaan negara dari pajak, maka se1nakin besar pula
kemampuan keuangan negara dalam pembiayaan pembangumm. Sebaliknya semakin kecil
penenmaan negara dari pajak, maka semakin kecil pula ke1n1m1puan negara dalanl
pembiayaan pembangunannya. Besar kecilnya peneri1naan pajak akan ditentukan oleh
seberapa besar tingkat kepatuhim pajak 1nasyarakat. Tingkat kepatuhan pitjak masyar-dkat
yang tinggi mencenninkan kesediaan seseorang untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
Oleh karena itu pemahrunan berkaitan dengan sistem pajak di Indonesia serta pe1nahaman
tentang Ketentuan Umum dim Tata Cara Perpajakan, peraturan perpajakan lainnya sangatlah
penting. Dengan pemahaman yang mendalam 1naka dapat menganalisis isu-isu pajak dan
dirmpaknya terhadap proses pengrunbilan keputusan dari berbagai perspektif, dapat
me1nberikan rekomendasi untuk memecahkim masalah akuntansi yang timbul dari penen1pan
undang-undang perpajakan serta mrunpu menunjukkan pemahaman dalrun pen,-pektif global
mengenai perpitjakan dan drunpaknya terhadap proses pengambilan keputusan .
Tuju1u1 Pemhelajaran
1. Peserta diharapkan mampu menjelaskan sistem pajak di Indonesia
116
A. DEFINISIPAJAK
B. KEBIJAKANPAJAK
Kebijakan perpajakan merupakan salah satu bagian atau instrumen kebijakan fiskal.
Kebijakan perpitjakan bertujuan untuk me1npengaruhi perekonomian negara melalui
kebijakan-kebijakan di bidang perpajakan. Pajitk berperan sebagai instrumen untuk
1nengatur perekonomian dalam rangka meningkatkan penerimaan negara.
I. Tujmm kebijitkan perpitjakan adalah menghimpun peneriamaan, mendorong
investasi dan menciptakan keadilan. Oleh karenanya, kebijitkan perpajakan yang
diambil petnerintah harus dapat menyeitnbangkan ketiga tujuan tersebut, secara
optimal dim proporsional. Bebentpa usaha yang telah dilakukim didalam
reformasi kebijakan perpajakan, antant Jain, penyempumaan peratunm
perundang-undangan perpajitkan. Contohnya Undang-Undang tentang PPh, PPN
danPPnBM.
2. Modemisasi pemungutan pitjak. Dilakukan dengan cara memanfdlltkan teknologi
informasi dalam perpajakan, yaitu dengan pengembangan dan pengawasan: e-
filing, e-registration, e-biling dan e- factur.
3. Peningkatan pelayanan kepada \VP.
4. Sunset policy/kebijitkan dalam pendorongan Nomor Pokok \Vajib Pajitk
(N'PWP).
5. Usaha-usaha lainnya, dalam rangka motivasi peningkatan kesadaran pembayanm
pajak, misalnya melalui berbagai media.
117
6. Peningkatan manitjemen pengelolaan perpajakan.
7. Reformasi dan modemisa~i ad!ninistrasi perpajakan.
8. Mengintensifkan penagihan tunggakan pajak.
Kebijakan perpajakan merupakan salah satu bagian atau in~1rumen kebijakan fiskal.
Kebijakan perpajakan bertujuan untuk 1nempengaruhi perekonomian negara melalui
kebijakan-kebijakan di bidang perpajakan. Pajak berperan sebagai instrumen untuk
mengatur perekonomian dalam rangka meningkatkan penerimaan negara. Tujuan
kebijakan perpajakan adalah menghimpun penerimaan, mendorong investa~i dan
menciptakan keadilan. Oleh karenanya, kebijakan perpajakan yang diambil pemerintah
harus dapat menyeimbangkan ketiga tujuan tersebut, secara optimal dan proporsional.
C. FUNGSI PAJAK
118
D. PRINSIP PERPAJAKAN
Supaya pemungutan pajak benar-benar efektif, terdapat empat prinsip yang harus
dijalankan dalam pelaksanaan pemungutan pitjak.
(1) Prinsip kcadilan (equity)
Keadilan dalrun pemungutan pajak artinya pajak dikenakan secara umum dan
sesuai dengan kemampuru1 WP atau sebanding dengan tingkat penghasilannya.
(2) Prinsip kcpastian (certainty)
Pemungutan pajak harus dilakukan dengan tegas, jelas, dim ada kepastian hukum.
Hal ini dilnaksudkim agar 1nudah dimengerti oleh WP dan memudahkan
ad!ninistrasi.
(3) Prinsip kccocokan/kclayakan (convie11ce)
Pajak yang dipungut hendaknya tidak 1ne1nberatkan WP. Artinya pemerintah
han1s memperhatikan Jayak atau tidaknya seseonmg dikenakan pajak sehingga
onmg yang dikenai pitjak akan bersedia membayar pajak.
(4) Prinsip ekonomi (eco,unny)
Pada saat menetapkan dan memungut pajak harus mempertimbangkan biaya
petnungutan pajak Jangan sampai biaya pemungutannya lebih tinggi dari pajak
yang dikenakan.
Tata cara pemungutan pajak terdiri atas stelsel pajak, asas pemungutan dan sistem
pemungutim pajak.
(1) Stelsel pajak
(a) Stelsel nyata/riil
Yaitu pengenrum pajak didasarkim pada (objek penghasilan nyata)
sehingga pemungutimnya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,
yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui.
119
Kelebihan : pajak dikenakan lebih realistis.
Kelemahan : pajak baru dikenakan pada akhir periode.
(b) Stelsel anggapan
Pengenalan pajak didasarkan pada suatau anggapan yang diatur oleh
undang-undang.
Kelebihan: pajak dapat dibayar selama tahun berjalan,tanpa harus
1nenunggu sampai akhir tahun.
Kelemahan: pajak dibayarkan tidak berdasarkan keadaan sesungguhnya.
(c) Stelsel campuran
Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,
kemudian pada ak:hir tahun pembayaran didasarkan dan disesuaikan
dengan keadaan sebenamya.
(2) Asas pemungut.an pajak
Dalam pelaksanaan pe1nungutan pajak tentu dibutuhkan asas atau acauan yang
menjadi dasar maupun pertimbangan dalmn pemungutan pitjak itu sendiri.
Adapun a~as-asas tersebut adalah: a~as yuridis, asas ekonomis, asas ummn dan
merata, asas domisili, asas sumber, asas kebangsaan, asas waktu, asas rentabilita~
dan asas resiprosita~.
(a) Asas yuridis, pajak dibuat oleh pe1nerintah dan harus ditetapkan
berdasarkan undang-undang, dalmn penetapannya pun berdasarkan
1nusyawarah dengim perwakilan ma~yarakat yang tentu pemungutan ini
dapat diterima oleh seluruh ma~yarakat, sehingga sifat pemungutm1nya
legal dan terpercaya.
(b) Asas ekonomis, dalam hal ini pelaksanaan pe1nungutan pajak barus dapat
dibayar dari penghasilan rakyat dan tidak boleh 1nenghalangi usahanya
dalmn menuju ke kebahagiaan rakyat, pajak tidak boleh menghalang-
halangi lancarnya usaha perdagangan dan indu~1:ri atau produksi, pajak
tidak boleh bertentangim dengan atau merugikim kepentingan umum
(bantuan terhadap bencima alam menurut saluran-salllI"dll tertentu yang
dilakukan oleh orang-orang atau badan dapat dianggap sebagai
120
pengeluaran yang dapat dipergunakan untuk 1nengur.mg1 jumlah
penghasilannya dalam rangka menghitung pengha~ilan bersih).
(c) Asa~ umum dan 1nerata, umum artinya adalah bahwa dalam asas tru
1nenyatakan bahwa pemungutan pajak harus dikenakan kepada semua
orang yang memenuhi syarat (fina~ial maupun administrasi) tanpa pandimg
bulu dan merata artinya tekiman beban pajaknya sama (sesuai dengan
kemampuan masing-masing WP) .
(d) Asa~ domisili , pajak dipungut berdasarkan tempat tinggal atau kenegaraan
yang dimiliki, sehingga WNI yang penghasilannya dari negara lain pun
tetap dipungut.
(e) Asa~ sumber, pajak dipungut melihat dmi mana sumber penghasilan itu
diperoleh, apabila WNA memperoleh sumber pengha~ilan dalam negeri
1naka WNA tersebut dikenakan pajak.
(f) Asa~ kebangsaan, pajak dipungut kepada WNI di mana pun mereka
1nemperoleh penghasilan, dan pajak dipungut kepada setiap orang yang
1nelakukan pekerjaan di dalmn negeri termaksud '\VNA.
(g) Asa~ walctu, asas ini mensyaratkan bahwa pemungutan pajak harus
dilakukan pada saat WP dalam keadaan mampu membayar pajak.
Misalnya, memungut pajak pada saat pegawai mendapat gitji.
(h) Asa~ rentabilitas, pajak dipungut hams lebih besar basil yang dipungut
dibimdingkan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pemungutan.
(i) Asa~ resiprositas, asas ini n1enyatakan bahwa negara memberikan
kebebasan subyektif dengim syarat timbal balik. Misalnya, duta besar suatu
negara yang berada di Indonesia dapat dibebaskan 1nembayar pajak tertentu
dengan syarat bahwa negara dari duta besar tersebut juga membebaskan
duta besar Indonesia di negara sahabat tersebut
(3) Sistem pemungutan pajak
(a) Official assessnient systeni
Adalall suatu sistem pemungutan ym1g memilik:i wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besamya pajak yang terutang oleh
121
WP. Dalam sistem ini pihak fiskus masih cukup dominan untuk
1nenghitung dan menetapkan utang pajak. Sistem ini umumnya diterapkan
terhadap jenis yang melibatkm1 masyarakat luas di mana masyarakat
selaku subjek pitjak atau ,VP dipandang belum mampu disertai tanggung
jawab untuk 1nenghitung dm1 1nenetapkan pajak. Contoh: Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB).
Ciri-ciri official assessm.ent system:
Wewenang untuk menentukan besan1ya pajak terutang berada pada
fiskus, yaitu yang ditunjuk dalam pengelolrum pajak.
WP sebagai pihak yang terutang bersifat pasif. Yaitu himya
menyernhkan laporan saja tm1pa menghitung penghasilan dalam satu
tahunnya.
Utm1g pajak akan timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak
oleh fiskus.
(b) Se(f assess111ent syste111
Adalah suatu siste1n pe1nungutan pajak di mana pihak terutang, WP
1nenentukan sendiri jumlah pitjak yang terutang. Akan tetapi jika terjadi
kekeliruim maka "VP tersebut akan 1nendapatkan sanksi yimg telah
ditentukim. Contoh: dalam sh1em ini 1nasyarakat \VP tersebut bersifat pasif
dan menunggu dikeluarkannya surat ketetapan pitjak oleh fiskus. Besar
utang pajak seseorang baru dikeluarkan, misalnya PPN, PPh, dan PPnBM.
(c) WiJhholding syste,n
Adalah siste1n pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga, tapi yang dilnaksud disini bukan fiskus dan bukan \VP yang
bersangkutan untuk menentukan besamya pitjak yang terutang oleh WP,
1nelainkan pihak pemberi kerja.
122
F. JENIS PAJAK
123
(3) Jenis pajak berdasarkan sifatnya
Berdasarkan sifatnya, pajak dibedakan atas pajak subjektif dan pitjak objektif
(a) Pajak snbjektif
Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal pada subjeknya (WP).
Contohnya PPh dm1 PBB.
(b) Pajak objektif
Pajak objelctif adalah pajak yang dipungut berdasarkan objeknya tanpa
memperhatikan \VP. Contoh pajak penjualan dan cukai.
G. IIUKCJJ\,I PAJAK
Hukum pajak tnengatur hubungan antara pemerintah (fiskus) selal-u pemungut pitjak
dengan rakyat sebagai Wl\iib pitjak (\VP). Ada dua tnacan1 hukum pajak yaitu:
( 1) Hukum pajak materi l, yaitu memuat norma-norma yang menerangkan antara lain
keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa
yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarit), segala
sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara
pemerintah dan WP. Contoh: Undang-undm1g Pajak Penghasilan.
(2) Hukum pitjak fonnil, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materil
menjadi kenyataan (cant melaksanakan hukum pajak materil). Hukutn ini
memuat antara lain:
Tata cara penyelanggaraan (prosedur) penetapm1 suatu utang pajak.
Hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap pant \'IP mengenai
keadaan, perbuatan dan peristiwa yang tnenimbulkan utang pajak.
Kewajiban WP misalnya tnenyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan
hak-hak \VP misalnya tnengajukan keberatim atau banding. Contoh:
Ketentuan Ummn dan Tata Cant Perpajakan .
Pada PPh dan PPN, hukum pajak formil dim materiil terpisah. Hukum pajak fonnil
untuk kedua jenis pitjak tersebut adalah ·u ndang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
[24
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomorl 6 Tahun 2009. Artinya, kewajiban ilim hak WP dalam
urusan PPh dim PPN dapat kita temukan pada UU KUP.
Berbeda dengan hukum pajak formil, hukum pajak materil PPh terphsah dengan hukum
pajak materil PPN. Hukum pitjak materi l PPh adalah Undang-Undimg Nomor 7 Tahun
1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008,
sedangkan untuk PPN adalah Undang-Undang N01nor 8 Tahun 1983 sebagaimima
diubah terakhir dengan ·u ndang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
H. TEORI
125
(4) Teori asas daya beli
Teori ini didasarkan pada pendapat babwa penyelenggaraan kepentingm1
masyarakat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak yang bukm1
kepentingan individu atau negara sehingga lebih menitikberatkan pada fungsi
mengatur.
126
LATIHAN SOAL
A. Pilihan Ganda
1. Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rdkyat kepada ka~ negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan
sumber utama untuk 1ne1nbiayai public invest,nent. Berikut ini adalah fungsi pajak,
kecuali
A. Pendapatan
B. Mengatur
C. Regulerend
D. Budgeter
2. PPh Pa~al 21 yang berlaku di Indonesia merupakan wujud dari si~1em perpajakan.
A. Official assesm,mt
B. Selfassesm.e11t
C. ~Vith.ho/d;ng
D. Semi official assessment
127
4. Berik:ut ini adalah tenna5uk pajak langsung
A. Pajak Pertambahan Nilai
B. Pajak Penghasilan
C. Pajak Penjualan
D. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
5. Berik:ut ini merupakan pitjak menurut lembaga pemungutnya tenna5uk pajak pusat
A. Pajak kendaraan bennotor
B. Pajak penjualan ata5 barang 1newah
C. Pajak air pennukaan
D. Pajak bumi dan bangunan
6. Stelsel pajak yang menyatakan bahwa pengenaan p~jak didasarkan pada objek yimg
sesungguhnya terjadi adalah
A. Stelsel nyata
B. Stelsel anggapan
C. Stelsel fiktif
D. Stelsel campuran
7. Pengusaha yang 1nelakukan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa
kena pajak yang dikenakan pitjak adalah
A. Pengusaha kecil
B. Pengusaha menengah
C. Pengusaha mikro
D. Pengusaha kena pajak
128
8. "Varga negara [ndonesia yang lahir di [ndonesia harus mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP jika memenuhi syarat
A. Objelctif
B. Subyektif
C. Objelctif dan subjektif
D. Predikatif
10. Berikut ini 1nerupakm1 sebagai sarana bagi WP di dalam melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenamya terutang.
A. SSP
B. SPT
C. Faktur pajak standar
D. Faktur pajak sederhana
129
B. Esai
1. Setiap WP mempunyai kewajiban untuk melak:ukan pe1nbayaran pitjak.
Sebut dan jelaskan mekanisme pe1nbayaran pitjak di Indonesia.
2. Perpajakim di Indonesia untuk pemotongan/pemungutan atas jenis-jenis pajak dapat
dipungut oleh pihak lain yang dinrunakan withholdi11g tax system. Sebutkan dim
jelaskim pajak-pajak yang dapat di pungut oleh pihak lain (withholdi11g tax syste,11).
130
REFERENSI
Siti Resmi (2017). Perpajakan Teori ti.an Kasus edisi 10 (buku I). Jakarta: Salemba Empat
Suparnyo (2012). Hula11n Paiak (Suatu Sketsa Asas). Se1nan111g: Pustaka Magister
U ndang-Und1111g Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpitjakan
131
BAB9
KETENTUAN Ul\'fUJ\tI DAN TATA CARA PERPAJAKAN
Pendahuluan
Pada ummnnya WP cenderung untuk menghindarkan diri dari pembayaran pajak.
Kecenderungan ini terjadi karena tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah.
Pemeriksaan pajak merupakan salah satu instrumen yang baik untuk meningkatkan tingkat
kepatuhan WP, baik formal maupun material dari peraturan perpajakan, yang tujuan
utrunanya untuk menguji dan meningkatkan kepatuhan perpajakan seorang WP. Kepatuhan
ini akan berdampak baik secara Jangsung maupun tak langsung pada penerimaan pajak bagi
negara. Selain pemeriksaan pajak perlunya pemahaman '\VP berkaitan dengan SKP,
penagihan dan penagihan pajak dengan sun1t pajak, sanksi pajak, peraturdll terkait restitusi,
terrnasuk j uga pemahaman tentang bak sebagai WP yaitu pemahaman prosedur untuk
keberatan, prosedur banding dan pe1nahaman dalrun pengadilan pajak.
Tuju1u1 Pemhelajaran
1. Peserta dihardpkan mrunpu menjelaskan ketentuan umum dan tata cara perpitjakan
yang berlaku di Indonesia (pemeriksaan pajak, ketetapan pajak, tagiban pajak, sanksi
pajak, dan restitusi).
132
2. Melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah
kerjanya 1neliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha dan
tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha
Kena Pajak (PKP).
3. Mengisi SPf dengm1 benar, Jengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia
dengan 1nenggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah,
serta 1nenandatangani dan 1nenyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal
Pajak tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau te1npat Jain yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
4. Menyampaikan SPT dalam Bahasa Indonesia dengan 1nenggunakan satuan
mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
5. Membayar atau 1nenyetor pajak yang terutang dengan menggunakan surat
setoran pajak ke kas negara 1nelalui ten1pat pembayanm yang diatur dengm1
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan .
6. Membayar pajak yang terutang sesuai dengim ketentuan peraturan
perundang-undangm1 perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada
adanya surat ketetapan pajak.
7. Menyelenggarakan pembukuan bagi WP ordDg pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan WP badan, dm1 melakukan
pencatatan bagi "VP onmg pribadi yimg melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
8. Memperlihatkan dan/atau 1neminjmnkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasamya, dim dokumen Jain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau
objek yang terutimg pajak. Memberikan kesempatan untuk memasuki
tempat atau ruang yang dipm1dang perlu dan 1ne1nberi bantuan guna
kelancardD pemeriksaan; dan/atau 1nemberik1m keterangim lain yang
diperlukan apabila diperiksa.
133
(2) Hak lVajib Pajak
Hak-hak wajib pajak (WP) menurut UU 28/2007 adalah:
l. Melaporkan beberapa masa pajak dalam l (satu) Sun1t Pe1nberitahuan
(SPT) Ma~a
2. Mengajukan sur<1t keber<1tan dan banding bagi WP dengan kriteria tertentu.
3. Memperpanjang jangka wak:tu penyampaian SPT Tahunan PPh untuk
paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktorat Jenderal Pitjak.
4. Membetulkan SPT yang telah disampaikan dengan 1nenyampaikan
pemyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jender<1l Pajak belum
melakukan tindakan pemeriksaan.
5. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pe1nbayaran pitjak.
6. Mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak ata~ suatu:
Surat Ketetapan Pitjak Kunmg Bayar;
Surat Ketetapan Pajak Kunmg Bayar Tambahim;
Surat Ketetapan Pitjak nihil;
Surat Ketetapan Pt\jak Lebih Bayar; atau
Pemotongan atau pemungutan pitjak oleh pihak ketiga berda~arkan
ketentuan pen1tunm perundangan-undangan perpajakan
7. Mengajukan permohonan banding kepada Badan Peradilan Pajak atas
Sun1t Keputusan Keberatan.
8. Menunjuk seorang kua~a dengan surat kuasa khusus untuk menjalankim
hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peratunm
perundang-undangan perpitjakan.
9. Memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa
bunga atas keterlambatim pelunasan kekurangim pembayaran pajak dalam
hal WP menymnpaikan pembetulan SPT Tahunan PPh sebelum tahun pajak
2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih
besar dan dilakukan paling lama dalamjangka waktu 1 (satu) tahun setelah
berlakunya Undang-Undang Nmnor 28 Tahun 2007.
134
B. N01"10R POKOK \.VAJIB PAJAK DAN PENGUSAHA KENA PAJAK
Syarat pengusaha wajib menjadi PKP yaitu apabila 1nemiliki pendapatan bruto
(omset) dalmn satu tahun buku mencapai Rp4.800.000.000 (empat miliar
delapm1 ratus juta rupiah). Pengusaha yang 1nelakukan penyenihan Barang Kena
Pajak (BKP) dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah
L35
Pabean dan/atau melakukan ekspor BKP berwujud, ekspor JKP, dan/atau ekspor
BKP tidak berwuj ud diwajibkan:
Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP;
Memungut pajak ym1g terutang;
Menyetorkan PPN yang ma~ih harus dibayar dalam ha! Pajak Keluaran
lebih besar daripada Pitjak N1asukan yang dapat dikreditkan serta
menyetorkan Pajak Penjualan ata~ Bardllg Mewah yang terutang; dan
Melaporkan pemungutan, penyetoran dan penghitungan pajaknya paling
lambat akhir bulan berikutnya (SPT Masa PPN).
136
Namun di KPP yang berbeda petugas lapangan dapat juga memberikan formulir
yang harus diisi oleh pemilik perusahaan. Pertanyaan bia~m1ya mencakup bidang
usaha dan stimdar akuntansi yang digunakan pada perusahaan.
137
C. PEl\·IBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK
138
4. Pembayaran pajak-pajak lainnya.
a. Pe1nbayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surd! Pemberitahuan Pitjak
Terutang (SPPT).
b. Pe1nbayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
c. Pe1nbayaran bea meterai.
Metode pe1nbayarannya yaitu pe1nbayaran 1nelalui online banking atau setor langsung
melalui kantor pos atau bank persepsi ym1g ditunjuk oleh Menteri Keuangan, tata cara
pembayaran PPh adalah sebagai berikut:
1. Online banking
WP perlu mendaftar untuk fasilitas online banking pada bank persepsi yang
ditunjuk l\1enteri Keuangan. Bank tersebut kemudian akan menyediakan aplikasi
khusus pembayaran pajak online. Saat melakukan pembayanm, WP harus
mengisi terlebih dahulu data yimg diperlukan pada aplikasi dari bank tersebut.
Saat pembayanm sudah dilakukan, \VP akan menerima nomor referensi sebagai
timda bukti pembayaran. Setelah itu data yang sudah diisi beserta nomor referensi
perlu dik:irim kepada bimk yang bersangk'lltan, agar '\,VP dapat menerima Nomor
Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dari bank, untuk dipergunakan pada
laporan pitjak yang akan dikirimkan kepada kantor pitjak.
2. Setor langsung melalui kantor pos atau bank persepsi
'\,VP terlebih dahulu 1nelengkapi lembar-dn Surat Setoran Pajak (SSP) sebelum
menyetor pajak pada lokasi yang diinginkan. Setelah menyetor pitjak, lembar-dn
SSP yang sudah diisi akan dicap oleh kantor pos atau bank persepsi , dan WP
akan 1nenerima NTPN dari tempat tersebut, beserta bukti pembayarimnya.
3. Fitur bayar pitjak 011/ine di aplikasi OnlinePajak yang juga dilengkapi fitur
hitung dim lapor pajak. Sehingga proses administrasi pajak pun menjadi lebih
mudah dan lebih cepat.
139
D. PEl\·IOTONGAN DAN PEl\·IUNGUTAN PAJAK
140
Pemungutan PPh alas penjualan atas barang yang tergolong mewah. \VP
dapat ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atau dapat juga sekaligus
sebagai pihak yang dipungut PPh Pasal 22.
(3) PPh Pasal 23
Pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan
sehubungan dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalti, sewa, dan jasa
kepada '\VP badan dalam negeri, dan bentuk usaha tetap (BUT). WP badan
ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23, sedangkan '\VP orang pribadi tidak
ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23. De1nikian sebalil'llya, apabila WP
1nenerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 dan
pemberi penghasilan (pe1nberi kerja) juga merupakan pe1notong PPh Pasal 23,
1naka atas penghasilan yang diteri1na akan dipotong PPh Pasal 23 oleh si pihak
pemotong tersebut
(4) PPh Pasal 26
Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan
sehubungan dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalti, hadiah dan
penghasilan Jainnya kepada WP Juar negeri. WP baik orang pribadi maupun
badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 26 atau sesuai dengan ketentuan Tax
Treaty.
(5) PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dilakukan oleh pihak pemberi
penghasilan sehubungan dengan pembayanm untuk objek tertentu seperti sewa
tanah dan/atau b1mgun1m, jasa konstruksi, pengalihan hak atas timah dan/atau
bangun an dan Jainnya. Yang dimaksud final disini bahwa pajak yimg dipotong,
dipungut oleh pihak pe1nberi penghasilan atau dibayar sendiri oleh pihak
penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak dapat
dikreditkim lagi dalam penghitungan PPh pada SPTTahunan; '\VPbadan ditunjuk
untuk 1nemotong PPh Pasal 4 ayat (2), sedangkan \VP onmg pribadi tidak
ditunjuk untuk me1notong PPh Pasal 4 ayat (2). Demikian sebaliknya, apabila
\VP 1neneri1na penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 4 ayat
141
(2) dan pe1nberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh
Pasal 4 ayat (2), maka atas penghasilan yang diteri1na akan dipotong PPh Pasal
4 ayat (2) oleh si pihak pemotong tersebut. Namun, apabila \VP 1nenerima
penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) dan pihak pemberi
penghasilan adalah orang pribadi (bukan pe1notong), 1naka WP tersebut wajib
1nenyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut, misalnya dalam transaksi sewa
atau penjualan properti tanah dan/atau bangunan.
(6) PPh Pasal 15
Pemotongan PPh Pasal 15 adalah pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan
oleh pihak pemberi penghasilan kepada ',,VP tertentu ym1g menggunakan norma
penghitungan khusus. WP tertentu tersebut adalah perusahaan pelayaran atau
penerbangan international , perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan
pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan
yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah. WP badan ditunjuk
untuk n1emotong PPh Pasal 15, sedangkan WP Onmg Pribadi tidak ditunjuk
untuk memotong PPh Pasal 15. Demil<lan sebaliknya, apabila \VP 1nenerima
penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 15 dan pemberi
penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pe1notong PPh Pasal 15, maka atas
penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 15 oleh pemotong. Namun,
apabila WP 1nenerima penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 15 dan
pihak pemberi penghasilan adalah onmg pribadi (bukan pemotong), maka ',,VP
tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 15 tersebut.
(7) PPN dan PPnBM
Pemungutan PPN dan PPnBM dilakukan oleh PKP atau pemungut yang ditunjuk
(misalnya Bendahar,1 Pemerintah) atas penyerdhan barang dan/atau jasa kena
pajak. PKP yang ditunjuk untuk memungut PPN dan PPnBM adalah pengusaha
yang 1ne1niliki peredaran bruto (omz.et) melebih Rp4.800.000.000 setahun atau
pengusaha yimg memilih sendiri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak. ',,VP baik orang pribadi maupun badan yang telah dikukuhkan sebagai
142
Pengusaba Kena Pajak, wajib 1nemungut PPN dan juga PPnBM (bila barangnya
yang diserahkan tergolong mewah) dari pembeH atau pemakai jasanya.
E. PELAPORANPAJAK
SPT mempunyai fungsi sebagai s uatu sarana bagi WP di dalam 1nelaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak yang sebenamya terutang.
Selain itu SPT berfungsi untuk melaporkan pembayanm atau pelunasim Pajak baik
yang dilaJ..-ukan \VP sendiri maupun melalui 1nekanisme pemotongan dan pemungutan
yang dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan harta dim kewajiban, dan
pe1nbayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan Pajak
yang telah dilakukan. Sehingga SPT mempunyai makna yang cukup penting baik bagi
\VP maupun aparatur pajak. Pelaporan pajak disrunpaikan ke KPP atau KP2KP di mana
WP terdaftar.
143
F. PENCATATAN PERPAJAKAN
Untuk menjadi laporan fiskal, maka laporan keuangan komersial harus di-adjust
(dikoreksi) sesuai dengan peraturan perpajakan. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa akuntansi perpajakan merupakan bagian dari akuntansi yang berkaitan dengan
penyajian informasi yang berdasarkan undang-undang perpajakan.
G. PID.IBETULAN SPT
Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 wajib pajak (WP) dengan
kemauan sendiri dapat membetulkan SPT yang telah disrunpaikan dengan
1nenyampaikan pemyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum
1nelakukan tindakan pemeriksaan. Dalam hal pembetulan SPT sebagaimana di atas
1nenyatak'.in rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT hm'Us disampaikan paling lruna 2
(dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan.
Dalam hal "VP membetulkan sendiri SPTTahunan dan SPT Masa yang mengakibatkm1
utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai smiksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulm1 atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung
144
sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari
bulan dihitung penuh l (satu) bulan.
H. PID.IERIKSAAN PAJAK
145
e. Pencocokan data dan/at'du alat keterangan.
f. Penentuan WP berlokasi di daerah terpencil.
g. Pemeriksaan dalmn rangka penagihim pajak.
h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN.
1. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungim dengan fa~ilitas
perpajakm1.
J. Pemenuhan informa~i negan1 mitra Perjanjhm Penghindanm Pajak
Berganda.
146
5. Menymnpaikan tanggapan secara tertulis atau SPT hasil
pemeriksaan.
6. Memberikan ketenmgan Jisan maupun tertulis yang diperlukan.
(b) Pemeriksaan kantor
Pemeriksaan ini dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak atau Kantor
Pelayanan Pajak, dan saat pelaksanaan pemeriksmm kantor '\VP diwajibkim
untuk:
1. Memenuhi panggilan untuk 1nenghadiri pemeriksaan sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
2. Memperlihatkan dokumen yang menjadi dasar pemhukuan dan
dokumen Jain termasuk data yang dikelola secan1 elektronik yang
herhubungan dengan penghasilan, kegiatan usaha maupun pekerjaan
hebas '\VP.
3. Memberi bm1tuan untuk kelancaran pemeriksaan.
4. Menyampaikan tanggapim secara tertulis alas SPT Hasil
Pemeriksaan.
5. Meminjamkan kertas kerja
6. Bersedia memberikan keterangan baik secara lisim maupun tertulis
jika dihutuhkan oleh pemeriksa pajak.
147
4. Meminta pemeriksa pajak me1nperlihatkan surat tugas jika susunan tiln
pemeriksa pajak n1engalami perubahan.
5. Menerima SPT basil dari pemeriksa pajak.
6. Menghadiri pembahasan ak:hir hasil pemeriksaan dalam waktu yang
ditentukan.
7. Mengitj ukan permohonan untuk dilakukannya pembahasan oleh ti1n
pembahas jika, ada perbedaan pendapat 1mtara WP dan Pemeriksa Pajak
dalam pembabasan akhir basil pemeriksaan.
8. Memberikan pendapat pelaksanmm pemeriksa oleh pemeriksa pajak
melalui kuesioner pe1neriksa.
9. Mengitjukan pengaduan jika kerahasimm dibocorkan kepada pihak Jain
yang tidak berhak untuk 1nengetahuinya.
148
(5) Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak
Berdasarkan jenis dan periode pencatatan, ruang lingkup pe1neriksaan pajak
memiliki cakupan objek pemeriksaan, di antaranya:
l. Berdasarkan jenis pajaknya: satu jenis pajak, beben1pa jenis pajak, dan
seluruh jenis pitjak.
2. Berdasarkan periode pencatatan: satu masa pajak, beberapa masa pitjak,
bagian tabun pajak, dan tahun pajak.
149
(7) Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan pajak khusus ini dilak:ukan berdasarkan hasil analishs risiko yang
menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan pe1nenuhan kewajiban perpajakan.
Pemeriksaan khusus dijalm1kan dengim mengacu pada beberapa ketentuan,
seperti:
l. Berdasarkan analisis risiko yang dibuat berdasarkan profil WP atau data
internal lainnya serta data ekstemal secara mimual ataupun komputerisasi.
2. Ruang lingkupnya dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak.
3. Pe1neriksrumnya 1nenggunakan pemeriksaan lapangan.
150
atau berakhirnya Masa Pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pitjak sampai
dengan diterbitkannya SKPKB.
2. Jumlah pitjak dalam SKPKB ditambah dengan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar:
a. 50% dari PPh yang tidak atau k:urdllg dibayar dalam 1 tahun pajak;
b. J00•7o dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang
dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi
tidak atau kurang disetor; atau
c. 100•7o dari PPN Bar.mg dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah yang tidak atau kurang dibayar.
Surat Ketetapan Pajak (S KP) dihasilkan dari proses pemeriksaan pajak yang
dilaksanakan oleh petugas fungsional pe1neriksa pajak maupun penyidik pajak atau
basil penelitiim dari petugas pengawasan dim konsultasi pajak. SKP meliputi Surat
Ketetapan Pitjak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), dan Surat
Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
151
SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat
Teguran.
SKPKB dapat diterbitkan meskipun jangka waktu 10 tahun telah lewat, dalam
hal WP dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan oleh
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Atas jumlah pitjak
yang terutang dikenakan sanksi bunga 48% dari jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar.
152
(3) Surat Kctctapan Pajak Lebih Bayar
Surd! Ketetapim Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukim jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jmnlah kredit pajak
lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
Timbulnya pajak lebih bayar ini disebabkan karena kredit pajak yang lebih besar
daripada pajak yang seharusnya dibayar. Untuk SPT Masa PPN bisa disebabkan
karena dalam transaksi awal telah dipungut PPN oleh bendaharawan atau
pemungut pitjak, juga karena adanya trimsaksi ekspor yang memiliki tarif pajak
0% sehingga selisih lebih bayar karena kredit pajak masukan telah dibayar PPN
10%. Sedangkan dalam SPT Tahunan PPh disebabkan k'Mena kredit pajak yimg
lebih besar dibandingkan pajak yang sehm-usnya terutang sehingga menyebabkim
lebih bayar. Untuk mengembalikan kelebihan pajak ini kepada \VP yang
bersangkutan dilakukim pe1neriksrum untuk membuktikan bahwa dokumen dan
data-data terkait telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan.
J. SURATTAGIHANPAJAK
Surat Tagihim Pajak (STP) adalah surat untuk 1nelakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda. Timbulnya STP adalah karena
keterlmnbatan kewajiban melaporkim (denda Pasal 7), keterlmnbatim pembayaran, atau
karena terdapat kekurangan pembayaran dari yang seharusnya, dan tunggakan pajak
yang terlambat dibayar (STP bunga penagihan). Pokok pajak dari kek'llfangan
pembayaran ini dapat menjadi kredit pitjak yang sifatnya mengurangi jumlah pajak
yang harus dibayar dalam perhitungim SPT Tahunan.
153
STP dapat diterbitkan untuk masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak dalmn
hal:
l. Sebelum \VP diberikan atau diterbitkan NPWP dan atau dikukuhkan sebagai
PKP, bila diperoleh data dan/atau infonnasi yang menunjukkan adm1ya
kewajiban perpitjakan yang belum dipenuhi '\VP.
2. Sebelum dan/atau setelah penghapusan NP\VP atau pencabutan pengukuhan
PKP diperoleh data atau informasi yang menunjukkan adanya kewajibim
perpajakim yang belum dipenuhi WP.
3. PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
4. Dari basil penelitian terhadap kekurangan pembayaran pajak sebagai salah tulis
dan/atau salah hitung.
5. WP dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga
6. Pengusaha yang telah dikuk<1hkan sebagai PKP yang tidak membuat faktur pajak,
atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu.
7. Pengusaha yang telah dikukuhkim sebagai PKP tidak meng1s1 faktur pajak
dengan Jengkap.
8. PKP 1nelaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan 1nasa penerbitan faktur pajak.
9. PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pitjak masukim.
STP memilik:i kekuatim hukum yang sama dengm1 SKP.
K. KEDALUARSAPENETAPAN
Kedaluarsa penetapan adalah jangka wakttl 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak. Penerbitm1 SKP dan atau
STP dalarn jangka waktu 5 tahun setelah saat terutimg pajak atau berdkhirnya Masa
Pajak, Bagian tahun pajak, atau tahun pajak, kecuali terhadap WP dipidana karena
1nelakukan tindak pidana dibidang perpajakan atau tindak pidima Jainnya yang dapat
1nengakibatkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadihm
yang telah 1nemperoleh kekuatan hukum tetap.
154
Disamping itu dapat diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal
dikenakannya sanksi administrasi dapat berupa denda, bunga, dan kenaikan. Tabel
sm1ksi administrasi yang ada dalam surat ketetapim pajak disajikan dalam uraiim
dibawah ini.
L. SANKSI PAJAK
155
Tabcl 9.1 Sanksi Admioistrasi Dcnda
No Pasal 11,fasalah Sank.•i Keterangan
1 7 ayal (1) SPT Teriam bat disampaikan:
2 8 ayal (3) Pemberulan sendiri dan belum disidik 150% Dari jumlab pajak yang
lrurang dibayar
(b) Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang
menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung
berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu
menjadi hak/kewajiban smnpai dengan saat diterima dibayarkan . Terdapat
beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa dengan bunga
utang pitjak. Penghitungan bunga utm1g pada umurnnya menerapkan bunga
majemuk (bunga berbunga). Sementara, sanksi bunga dalam ketentuan
pajak tidak dihitung berdasarkan bunga 1najemuk. Besamya bunga akan
dihitung secara tetap dari pokok pajak yang tidak/kurang dibayar. Dalam
hal WP hanya membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga
dalam SKP yang telah diterbitkan, maka simksi bunga dapat ditagih
ke1nbali dengan disertai bunga lagi. Perbedaan lainnya dengan bunga utang
156
pada ummnnya adalah sanksi bunga dalrun ketentuan perpajakan pada
dasamya dihitung satu bulan penuh, tidak dihitung secant harian.
2. 9 ayat (2a) Keterlambatan pembayaran pajak ma.,a clan 2% Per bulan, dari jumlah pajak
dan (2b) tahunan terutang
3. 13 ayat (2) Kelrurangan pembayaran pajak dalam 2% Per bulan, dari jumlah lrurang
SKPKB dibayar, maksimum 24 bulan
4. 13 ayat (5) SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu S 4&% Dari jumlah pajak yang ridak mau
tahun karena adanya tindak pidana atau kurang dibayar.
perpajakan maupun tindak pidana lainnya
5. 14 ayat(3) a. PPh tahun berjalan tidak/kurang bayar 2% Per bulan, dari jumlah pajak
tidak/kurang dibayar, maksimum
24 bulan
b. SPT kurang bayar 2% Per bulan, dari jumlah pajak
tidak/kwang dibayar, maksimum
24 bulan
14 ayat (5) PKP yang gaga! berproduksi dan telah 2% Per bulan, dari jumlah pajak
diberikan pengembalian Pajak Marukan tidak/kwang dibayar, maksimum
24 bulan
6. 15 ayat (4) SKPKBT diterbitkan setelah lewat waktu 5 4&% Dari jumlah pajak yang tidak atau
tahun karena adanya tindak pidana lrurang dibayar
perpajakan maupun tindak pidana lainnya
7. 19 ayat(l) SKPKB/f, SK Pemberulan, SK Keberatan, 2% Per bulan, atas jumlah pajak yang
Purusan Banding yang menyebabkan tidak atau kurang dibayar
lrurang bayar terlambat dibayar
&. 19 ayat (2) Mengangsur atau menunda 2% Per bulan, bagian dari bulan
dihitung penuh I bulan
157
(c) Kenaikan
Jika melihat bentuk'llya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan
adalah sanksi yimg paling ditakuti oleh WP. Hal ini lrnrena bila dikenakan
sanksi tersebut, jmnlah pajak yang harus dibayar bisa 1nenjadi berlipat
ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan imgka
persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar. Jika dilihat
dari penyebabnya, sanksi kenaikim biasimya dikenakan karena \VP tidak
memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung
jumlah pajak terutang.
a. PPh yang tidak atau kurang dibayar 50% Dari PPh yang
tidak/kurang dibayar
b. tidak/kurang dipotong/dipungut/disetorkan l 00% Dari PPh yang
tidak/kurang
dipotong/ dipungut
158
(2) Sanksi Pidana
Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan, ada 3 1nacam sm1ksi
pidana, yaitu: denda pidana, kurungan, dan penjara.
159
paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
2. Setiap orang yang dengan sengaja:
a. Tidak 1nendaftarkan diri, atau n1enyalahgunakan, atau menggunakan
tanpa hak NPWP atau pengukuhan PKP;
b. Tidak 1nenyampaikan SPT, atau 1nenyampaikan SPf dan atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak Jengkap;
c. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan;
d. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen Jain yang
palsu atau dipalsukim seolah-olah benar;
e. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak
1nemperlihatkan atau tidak meminjillllkan buku, catatan, atau
dokumen Jainnya;
f. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut,
sehingga dapat menhnbulkan kerugian pada pendapatan negara,
dipidana dengan pidana penjant paling lama 6 (enam) tahun dim
denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak
atau k'tlfang dibayar.
3. Apabila seseorang 1nelakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan
sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana
penjara yang dijatuhkan, dikenakan pidana dua kali lipat dari ancamim
pidana yang diatur sebagaimana butir 2).
4. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk 1nelakukan tindak pidana
menyalahgunakan atau 1nenggunakan tanpa hak NP"VP atau pengukuhan
PKP, atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yimg isinya tidak benar
atau tidak lengkap dahllll rangka mengajukim permohonan restitusi atau
melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidima penjara paling hlllla
2 (dua) tahun dan denda paling tinggi 4 (etnpat) kali jumlah restitusi yang
dimohon dan atau kompensasi yang dilakukan oleh '\VP.
160
Sanksi tindak pidana berlaku juga bagi wak:il , kuasa, atau pegawai dari WP, yang
1nenyuruh melak-ukan, ym1g turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau
yang 1ne1nbantu melakukan tindak pidima di bidang perpitjakan.
JvL RESTITUSI
Kelebihan pembayanm pajak sebagai akibat adanya Sun1t Keputusan Keberatan, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurdllgan Sanksi Adrninistrasi, Surat
Keputusm1 Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengunmgan
Ketetapan Pitjak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pitjak, dan Putusan Banding
atau Putusan Peninjauan Kembali, serta Surat Keputusan Pemberian lmbalan Bunga
dikembalikan kepada WP dengan ketentuan jika temyata \VP mempunyai utang pajak,
langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut.
161
N. PROSEDUR KEBERATAN
162
SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga
smnpai dengm1 tanggal tanda bukti pengiriman n1elalui Kantor Pos dan Giro.
O. BANDING
Banding adalah upaya hukum terhadap suatu keputusan pejabat yang berwenang
sepanjang diatur dalmn peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan.
Apabila WP tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan,
~VP dapat mengajukim banding kepada badan peradilan pajak.
Syarat pengajuan surat banding:
l. Harus diajukan dalmn jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima
keputusan yang dibanding, kecuali diatur Jain dalam peraturan perundang-
undimgan perpajakan.
2. Terhadap 1 (satu) keputusan diirjukan 1 (satu) surat banding.
3. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan
tanggal terima surat keputusim yang dibanding.
4. Pada surat banding dilmnpirkan salinan keputusan yimg dibimding.
5. Banding hanya dapat diajukan apabila besmnya jumlah pajak yang terutang
dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen) dengan melmnpirkim
Surat Setoran Pajak (SSP) atau Pemindahbukuan (Pbk).
163
3. Pemohon banding dapat melengkapi bandingnya untuk memenuhi ketentuan
yang berlaku sepanjang masih dalmn jangka waktu 3 (tiga) bulm1 sejak diterima
keputusan yang dibanding.
4. Paling lambat 14 (empat belas hari) sebelum persidangan dimulai, pemohon
banding mendapat pemberitahuan sidang.
164
6. Dapat meminta kepada majelis kehadiran saksi.
P. PENGADILAN PAJAK
Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dibidang perpajakan antara WP dengan
pejabat yimg berwenang sebagai ak:ibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukim
banding atau gugatan kepada pengadilan pajak. Itu tennasuk gugatan atas pelaksanaan
penagihru1 berdasarkan undang-undang penagihan dengan surat paksa.
165
Pengadilan pajak dibentuk berdasarkm1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadihm Pitjak. Kedudukan pengadilan pajak berada di ibu kola negan1.
Persidangan oleh pengadilan pitjak dilakukan di tempat kedudukannya, dan dapal pula
dilakukan di tempat lain berdasarkan kelelapan ketua pengadihm pajak.
Susunan pengadilan pitjak terdiri atas: p1mpman, hakim anggota, sekretaris, dim
panitera Pimpinan pengadilan pajak sendiri terdiri alas seorang ketua dan sebanyak-
banyaknya lin1a orang wakil ketua.
Menurut UU Pengadilan Pajak, pembinaan serta pengawasan umum terhadap hak:im
pengadilan pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung. Sedangkan pembinmm organisasi,
administrasi , dan keuangan ditanggulangi oleh Ke1nen1erian Keuangan.
166
LATIHAN SOAL
A. Pilihan Ganda
1. Serangkaian kegiatm1 menghimpun serta mengolah data, keterangan dan bukti yimg
dilaksanakan secant objektif serta profesional berdasarkan standar pe1neriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, atau bertujuan untuk
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakim disebut
A. Pengolahan data pajak
B. Pengolahan kepatuhan pajak
C. Pe1neriksaan pajak
D. Pengadilan pi\iak
2. Berikut ini merupakan SKP yang menentukan besmnya jumlah pokok pajak, jumlah
kredit pajak, j umlah pembayaran pokok pajak, besarnya simksi ad!ninistrasi, dan
jumlah yang masih harus dibayar.
A. SKPN
B. SKPKB
C. SKPKBT
D. SKPLB
3. Berikut ini merupakan SKP yang 1nenentukm1 jmnlah kelebihim pembayanm pajak
karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya
tidak terutang.
A. SKPN
B. SKPKB
C. SKPKBT
D. SKPLB
167
4. Penghapusan NPWP merupakan salah satu tujuan pemeriksaan pajak melalui:
A. Tujuan lain
B. Tujuan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
C. Rincian
D. Tujuan kepatuhan
7. Jika SPT PPh Tahunan Badru1 terlrunbat untuk dilaporkan, maka \,VP dikenakan denda
sebesar
A. Rp4.000.000
B. Rp3.000.000
C. Rp2.000.000
D. Rp 1.000.000
L68
8. Permohonan penge1nbalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan oleh \VP
kepada negara disebut:
A. Banding
B. Keberatan
C. Restitusi
D. Kompensasi
9. Upaya huku1n terhadap suatu keputusan pejabat yang berwenang sepanjang diatur
dalam perdturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan disebut:
A. Banding
B. Keberatan
C. Restitusi
D. Kompensasi
B. Esai
1. Jelaskan tujuan Pemeriksaan Pajak I
2. Jelaskan yru1g Anda ketahui tentang Pengadilan Pajak
169
REFERENSI
170
BAB IO
PAJAK PENGHASILAN
Pendahuluan
Pajak Negar.i yang dikenakan terhadap setiap tambahim kemrunpuan ekonomis yru1g diterima
atau diperoleh \VP, baik yimg berasal dari Indonesia maupun dmi luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk 1nenambah kekayaan \W yang bersangkutan.
Tujuan Pemhelajaran
1. Menjelaskan Subyek dru1 Obyek Pajak serta pengecualiannya.
2. Menjelaskan PPh atas bentuk usaha tetap
3. Menjelaskan biaya dikunmgkan dan pengecualiru1
4. Menjelaskan kompensasi untuk kerugian
5. Menjelaskan depresiasi, amortisasi dm1 revaluasi aset
6. Menjelaskan penentuim biaya perolehan
7. Menjelaskan pajak final dan norma perhitungan
A. SUBYEK PAJAK
Menurut Pasal 2 UU PPh NO. 38/2008 yang menjadi subjek pajak adalah:
1. Onmg pribadi
Onmg pribadi sebagai su~jek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di
Indonesia ataupm1 di luar Indonesia.
2. \Varisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
Warisan yang belmn terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pitjak
pengganti, menggimtikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan
wruisan yang belum terbagi sebagai subjek pitjak pengganti dimaksudkan agar
pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal drui warisru1 tersebut tetap dapat
di laksimakan.
3. Badan
171
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang 1nelakuk1m usaha maupun yimg tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha
milik negara atau badim usaha milik daerah dengim nama dan dalmn bentuk
apa pun, finna, kongsi, koperasi, dana pensiun, pe.rsekutuan, perkmnpulan,
yayasan, organisasi massa., organisasi sosiaJ politik, atau organisasi lainnya,
Je1nhaga, dan bentuk badim lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan
bentuk usaha tetap. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) merupakan subjek pajak tanpa 1nemperhatikan nama
dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan pemerintah, misalnya
Jembaga, badan, dan sehagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk
1nemperoleh penghasilan merupakan suhjek pajak. Dalam pengertian
perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhilnpunan, atau ikatim dari
pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.
4. Bentuk usaha tetap
Bentuk usaha tetap (BUT) merupakan suhjek pajak yang perlakuan
perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Subjek pajak penghasilan juga dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan
subjek pitjak luar negeri.
L Subjek pitjak dalam negeri
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di lndonesia, orang pribadi yang
berada di lndonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu
tahun pajak berada di lndonesia dan 1nempunyai niat untuk bertempat
tinggal di lndonesia;
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali
unit tertentu dari badan pen1erintah yang me1nenulli kriteria:
a. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
172
undanoan·
" .
b. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatim dan Belanja Daerah;
c. penerimaannya dimasukkan dalmn anggaran Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah; dan pembukuimnya diperiksa oleh aparat
pengawasan fungsional negara; dan
d. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikim
yang berhak.
2. Subjek pitjak luar negeri
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua betas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dim tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
dan
b. 0r'dllg pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua betas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yimg dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
1nenjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap
di Indonesia.
Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi \VP apabila telah menerima atau
tnemperoleh pengha~ilan yang besamya melebihi penghasilan tidak kena pajak
(PTKP). Subjek pajak badan dalmn negeri menjadi WP sejak saat didirikan, atau
bertempat kedudukim di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi
maupun badan sekaligus 1nenjadi \VP karena 1nenerima dan/atau memperoleh
penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh
penghasilm1 yang bersumber dari Indonesia 1nelalui BUT di Indonesia. Dengan
perkatrum lain, WP adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajibim
173
subjel.'tif dan objektif. Sehubungan dengan pemilikan NPWP, WP orang pribadi yang
menerilna penghasilan di bawah PTKP tidak wajib 1nendaftarkm1 diri untuk
1ne1nperoleh NP\VP.
Perbedrum yang penting antara \VP dalam negeri dan \VP luar negeri terletak dalam
pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain:
1. \VP dalmn negeri dikenai pajak atas penghasilan bail< yang diterima atau
diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan '\VP luar
negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber
penghasilan di [ndonesia;
2. \VP dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasihm neto dengan tarif
mnum, sedangkan \VP luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan
bruto dengan tarif pitjak sepadan; dan
3. \VP dalam negeri wajib 1nenyampail<1m Surat Pemberitahuan Tahunan Pitjak
Penghasilan (SPT PPh) sebagai sarana unttlk 1nenetapkan pajak yang terutang
dalam suatu tahun pajak, sedangkan \VP luar negeri tidilk wajib menyampaikan
SPT PPh karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongim pitjak yimg
bersif<1t final.
4. WP luar nege.ri ym1g menjalankan usaha atau melakukan kegiatan 1nelalui
bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya
dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpi\jakan \VP badan dalam negeri
sebagaimana diatur dalam u·u PPh dan UU yang mengatur mengenai ketentuan
umum dim tata cara perp1tj1Ikan.
Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi subjek pajak dalam negeri adalah orang
pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian
orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang 1nempunyai
niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Apakah seseonmg 1nempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia ditimbang 1nenurut keadaan.
174
Keberadaan orang pribadi di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari tidaklah harus berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut
berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di
Indonesia.
\Varisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi subjek pajak
dalam negeri dianggap sebagai subjek pajak dalmn negeri dalam pengertian Undang-
Undang ini 1nengikuti status pewaris. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan
kewitjiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang
berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, kewajibm1 perpajakannya beralih
kepada ahli waris. 'vVarisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang
pribadi sebagai subjek pajak luar negeri yang tidak menjalmikan usaha atau
melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak
dianggap sebagai subjek pajak pengganti karena pengenaan pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud 1nelekat pada
objeknya.
Subjek pajak luar negeri adalah ordOg pribadi atau badim yang bertempat tinggal
atau bertetnpat kedudukan di luar Indonesia yang dapat menerima atau metnperoleh
penghasilan dari Indonesia, baik melalui maupun tanpa melalui BUT. OrdOg pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, tetapi berada di Indonesia tidak lebih dmi
183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan 1naka
orang tersebut adalah subjek pajak luar negeri.
Apabila penghasilan diterima atau diperoleh melalui BUT maka terbadap orang
pribadi atau badan tersebut dikenai pitjak melalui BUT. Orang pribadi atau badan
tersebut, statusnya tetap sebagai subjek pajak luar negeri. Dengan demikian, bentuk
usaha tetap tersebut 1nenggantikan orang pribadi atau badan sebagai subjek pajak
luar negen dalmn 1ne1nenuhi kewajiban perpajakannya di Indonesia. Dalmn ha!
175
penghasilan tersebut diterima atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha tetap maka
pengenaan pitjak:nya dilakukan langsung kepada subjek pajak Juar negeri tersebut.
Untuk orang pribadi yang ben1da di Indonesia Jebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, kewajiban pajak subjek'tifnya
dhnulai sejak hari pertama ia berada di Indonesia. Kewitjiban pajak subjektif orang
pribadi berakhir pada saat ia 1neninggal dunia atau 1neninggalkan Indonesia untuk
selmna-lamanya. Pengertian meninggalkan Indonesia untuk selama-lmnanya hm-us
dikaitkan dengan hal-hal yang nyata pada saat orang pribadi tersebut meninggalkan
Indonesia. Apabila pada saat ia 1neninggalkan Indonesia terdapat bukti-bukti yang
nyata mengenai niatnya untuk 1neninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, 1naka
pada saat itu ia tidak lagi menjadi Subjek Pajak dalam negeri.
Bagi orang pribadi yang tidak bertempat tinggal dan berada di Indonesia tidak Jebih
dari J83 (sen1tus delapan puluh tiga) hari, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
di Indonesia 1nelalui suatu bentuk usaha tetap, kewajiban pitjak subjektifnya dimulai
pada saat bentuk usaha tetap tersebut ben1da di [ndonesia dan berakhir pada saat
bentuk usaha tetap tersebut tidak lagi berada di Indonesia.
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih
dari J83 (sen1tus delapan puluh tiga) hari dan badan yang tidak didirikan dm1 tidak
bertempat kedudukan di Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau melakukan
176
kegiatan 1nelalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah subjek pajak luar negeri
sepanjang onmg pribadi atau badim tersebut mempunyai hubungan ekonomis dengan
Indonesia. Hubungan ekonomis dengan Indonesia dianggap ada apabila ornng
pribadi atau badan tersebut 1nenerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari
swnber penghasilan di Indonesia. Kewajibim pajak subjektif orang pribadi atau badan
tersebut dimulai pada saat orang pribadi atau badan 1nempunyai hubungan ekonomis
dengan Indonesia, yaitu menerima atau 1ne1nperoleh penghasihm dari swnber-sumber
di Indonesia dan berakhir pada saat ornng pribadi atau badan tersebut tidak lagi
mempunyai hubungan ekonmnis dengan Indonesia.
Kewajiban pajak s ubjekti f warisan yang belwn terbagi dimulai pada saat timbulnya
warisan yang belwn terbagi tersebut, yaitu pada saat meninggalnya pewmis. Sejak saat
itu pemenuhan kewajiban perpitjakannya 1nelekat pada warisim tersebut. Kewajibim
pajak subjek1:if warisan berdkhir pada saat warisan tersebut dibagi kepada parn ahli
wans. Sejak saat itu pemenuhan kewajiban perpitjakannya bernlih kepada para ahli
wans.
Dapat terjadi orang pribadi menjadi subjek pitjak tidak untuk jangka waktu satu tahun
pajak penuh, 1nisalnya orang pribadi yang mulai menjadi subjek pajak pada
pertengahan tahun pajak, atau yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lmnanya
pada pertengahim tahun pajak. Jangka waktu yang kurang dari satu tahun pajak
tersebut dinamakan bagian tahun pajak yang menggantikan tahun pajak.
177
luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik;
3. Organisasi-organisasi intemasional dengan syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
b. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain metnberikan pinjaman kepada
pemerintah yang danm1ya berasal dari iuran para anggota;
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi intemasional sebagailnana ditnaksud
pada angka 3, dengan syarat bukan WNI dan tidak menjalankan usaha, kegiatan,
atau pekerjaan Jain untuk metnperoleh penghasilan dari Indonesia.
Sesuai dengan kelaziman intemasional, kantor perwak:ilan negara asing beserta pejabat-
pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat lainnya dikecualikan
sebagai subjek pitjak di tempat mereka mewak:iH negaranya
178
B. OBJEK PAJAK
Pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh '\VP dari manapun asalnya yang dapat dipergunakim untuk konsumsi atau
menmnbah kekayaan WP tersebut.
Dilihat dari peng,,uunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat
pula ditabung untuk 1nenambah kekayaan \VP.
Karena UU PPh ini menganut pengertiim penghasilan yang luas maka semua jenis
penghasilan yang diterilna atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk
mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan de1nikilm, apabila dalam satu tahun
pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan
dengan penghasilan lainnya (kompensasi horizontal), kecuali kerugian yang diderita di
179
luar negeri. Namm1 demik:ian, apabila suatu jenis penghasilan dikenai pitjak dengan tarif
yang bersifat final atau dikecualikan dari objek pajak, maka penghasilan tersebut tidak
boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenai tarif umum.
Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4, yang menjadi objek pitjak adalah
penghasilan, yaitu setiap tambahan ketnmnpuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh WP, baik yang berasal dari Indonesia 1naupun dari luar Indonesia, yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menmnbah kekayaan \VP yang
bersangkutan, dengim nama dan dalmn bentuk apa pU11, termasuk:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjrum atau jasa yang diterima
atau diperoleh tennasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi , bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau irnbalan dalmn bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalmn U11dang- undang ini. Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya
tennasuk imbalan dalam bentuk natura yang pada hak:ikatnya 1nerupakan
penghasilan.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. Dalam
pengertian badiah termasuk hadiah dari U11dian, pekerjrum, dan kegiatim seperti
hadiah U11dian tabU11gan, hadiah dari pertandingim olahraga dan lain sebagainya.
Yang dimaksud dengan penghargaan adalah imbalan yang diberikan
sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yimg diterirna
sehubungan dengan penemmm benda-benda purbakala.
3. Laba usaba.
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta tennasuk:
a keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dim
badan lainnya sebagai pengganti sahmn atau penyertaan modal;
b. keuntungan karena pengalihim harta kepada pemegang saham, sekutu,
atau imggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekanm,
pemecahim, pengmnbilalihan usaha, atau reorganisasi dengan n1m1a dan
dalmn bentuk apa pun;
180
d. keuntunaan
0 ·
karena
·
penualihan
0 ·· ·
harta berupa hlbah ' bantuan
· '
atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedardh dalrun garis
keturumm lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial tennasuk yayasim, kopen1si, atau orang pribadi yang
1nenjalank1m usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepimjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di imtara pihak-
pihak yang bersangkutan; dan
e. keuntungan karena penjualan atau pengalihim sebagian atau seluruh hak
penrunbangim, timda turut serta dalam pembiayaan, atau pennodalan
dalam perusahaan pertrunbangan.
5. Penerimaan kembali pembayanm pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran trunbahim pengembalian p~jak. Sebagai contoh, p~jak
bumi dan bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya, yang
karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jmnlah sebesar pengembalian
tersebut merupakan penghasilan.
6. Bunga tennasuk premium, diskonto, dan ilnbalan karena jaminan pengembalian
utang. Premium terjadi apabila 1nisalnya surat obligasi dijual di alas nilai
nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila sun1t obligasi dibeli di bawah
nilai nominalnya. Premium tersebut 1nerupakan penghasilan bagi yang
menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli
obligasi.
7. Dividen, dengan nama dan dalrun bentuk apapun, tenna~uk dividen dari
perusahaan asunmsi kepada pemegang polis, dan pembagiim sisa ha~il usaha
koperasi. Tennasuk dalrun pengertiim dividen adalah:
a pembagian Jaba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan
nama dan dalrun bentuk apapun;
b. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihl jU1U!ah modal yimg
disetor;
c. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran tennasuk
181
saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
d. pembagian Jaba dalam bentuk sahrun;
e. pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetornn;
f. jwnlah yang melebihi jumlah setoran sahrunnya yang diterin1a atau
diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali sabrun-saham oleh
perseroan yang bersangkutan. Pembayaran kembali seluruhnya atau
sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahllil yang
lampau diperoleh kelliltungan, kecuali jika pembayaran kembali itu
adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan
secant sah ;
g. pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang
diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
h. bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
1. bagian Jaba yang diterima oleh pen1egang polis;
J. pembagian berupa sisa basil usaha kepada anggota koperasi;
k. pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan.
8. Royalti atau imbalan atas pen!lc"llnaan hak.
Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau
perhitungan apa pun, baik dilakukan secant berkala maupun tidak, sebagai
imbahm atas:
a penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastnum,
kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula
atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan
intelel.1:ual/industrial atau hak serupa lainnya;
b. penggunaan atau hak 1nenggunakan peralatan/perlengkapan industrial,
komersial, atau ilmiah;
c. pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, tek'llikal,
industrial, atau komersial;
d. pemberian bantuan trunbahan atau pelengkap sehubungim dengan
182
penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada huruf a,
penggunaan atau hak 1nenggunakan peralatm1/perJengkapan tersebut pada
huruf b, atau pemberian pengetahuan atau infonna~i tersebut pada huruf c,
berupa:
penenmaan atau hak meneruna rekaman gmnbar atau rekaman
suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melaJui
satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
penggunaan atau hak menggunakan rekaman gmnbar atau rekaman
suara atau keduanya, untuk sianm televisi atau radio yang
disiarkan/dipancarkan melaJui satelit, kabel, serat optik, atau
teknologi yang serupa;
penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh
spektrum n1dio
kmnunikasi;
e. penggunaan atau hak 1nenggunakan fiJn1 gambar hidup (motion picture
.fi/Jns), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk
siardD radio;
f. peJepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan
penggunaan atau pemberiim hak kekayrum inteJek'tual/industrial atau hak-
hak lainnya sebagaimana tersebut di alas;
g. Dalam pengertian sewa tennasuk imbaJan yang diterima atau diperoJeh
dengan nmna dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan
harta gerak atau harta tak gerak, misaJnya sewa mobil, sewa kantor, sewa
rumah, dan sewa gudang.
9. Sewa dan pengha~ilan Jain sehubungan dengan penggunaan hmta
J0. Penerimaan atau perolehim pembayaran berkala. Penerimaan berupa pembayanm
berkaJa, misaJnya "alimentasi" atau tunjangan seumur hidup yang dibayar secara
berulang-ulang daJam waktu tertentu.
J I. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan j umlah tertentu
yang ditetapkan dengim Pen1turan Pemerintah. Pembebasan utang oleh pihak
183
yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang,
sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya. Namun,
dengim Peratunm Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pembebasan utang debitor
kecil misalnya Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tarn
(KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana,
serta kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah tettentu dikecualikan sebagai
objek pajak.
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aset.
14. Premi asuransi.
15. luran yang diterima atau diperoleh perk'U!Upulan dari imggotanya yang terdiri atas
'\VP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak. Trunbahan kekayaan neto pada hakekatnya 1nerupakan akumulasi
penghasilan baik yang telah dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak serta
yang belum dikenakim pajak. Apabila diketahui adanya trunbahim kekayaan neto
yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak dan yang bukan
objek pajak, maka trunbahan kekayaan neto tersebut merupakim penghasilan.
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah. Kegiatan usaha berbasis syariah memiliki
landasan filosofi yimg berbeda dengan kegiatan usaha yang bersifat konvensional.
Nrunun, penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha berbasis
syariah tersebut tetap merupakan objek pajak menurut UU PPh.
18. lmballm bunga sebagaimana dimaksud dalrun UU KUP; dan
19. Surplus Bank Indonesia.
184
yang diak-ui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagrunaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima
sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah; dan
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedardh dalam garis keturunan Jurus
satu dentjat, badru1 keagamaan, badan pendidikan, badan sosial tem1asuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjimg tidak ada hubungim dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasmm di antara pihak-pihak yimg bersangkutan. Bimtuan atau sumbangan
bagi pihak yang menerima bukim merupakan objek pajak sepanjang diterima
tidak dalrun nmgka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan,
atau hubungan penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutim.
Zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau le1nbaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para peneruna zakat yimg berhak
serta sumbangan keagrunaan yang sifatnya witjib bagi pemeluk agama Jainnya
yimg diakui di Indonesia yang diterima oleh lembaga keagrunaan yang dibentuk
atau disahkan oleh pe1nerintah dim yang diterima oleh penerima sumbangim
yang berhak diperlakukan sama seperti bantuan atau sumbangan. Yang
dirnaksud dengan "zakat" adalah zakat sebagaimana cfunaksud dalrun UU yimg
mengatur mengenai zakat.
Hubungim usaha antara pihak yang memberi dan yang menerima dapat terjadi,
misalnya PT A sebagai produsen suatu jenis barang yang bahan baku utrunanya
diproduksi oleh PT B. Apabila PT B memberikan sumbimgan bahan baku
kepada PT A, swnbangan bahan baku yang diterima oleh PT A merupakru1
objek pajak.
185
Hana hibahan bagi pihak yang menerima bukan merupakan objek pajak apabila
diterima oleh keluarga sedarab dalrun garis keturunan lurus satu derajat, dan
oleh badan keagrunaan, badan pendidikan, atau badan sosial termasuk yayasan
atau orang pribadi yang menjalankan usaba mikro dan kecil tennasuk kopera~i
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang diterima tidak dalam rangka
hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepe1nilikan, atau hubungan
penguasaan imtara pihak-pihak yang bersimgkutan.
3. Warisan.
4. Harta tenna~uk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai penggimti sabam
atau sebagai pengganti penyertaan modal.
5. Penggantian atau ilnbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yimg diterima
atau diperoleh dalrun bentuk natura dan/atau kenilonatan dari "VP atau
Pe1nerintab, kecuali yang diberikan oleh bukan \VP. WP yang dikenakan pajak
secara final atau "'VP yimg n1enggunakan nom1a penghitungan khusus (deemed
pr~fit) sebagaimima dimaksud dalam Pasal 15. Penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura atau kenilanatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
merupalrnn t1m1bab1m kemiunpuan ekonomis yang diterima bukan dalrun bentuk
uang. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura seperti beras, gula, dan
sebagainya, dan ilnbalan dalam bentuk kenikmatan, seperti penggunaan mobil,
ru1nah, dan fasilitas pengobatan bukim merupakan objek pitjak. Apabila yang
1nemberi imbalan berupa natura atau kenikmatan tersebut bukan \VP atau \VP
yang dikenai PPh yang bersifat final dan
\VP yang dikenai PPh berdasarkim nonna penghitungim khusus (deemed profit),
imbalan dahun bentuk natura atau kenikmatan tersebut merupakim penghasilan
bagi yang menerima atau me1nperolehnya. Misalnya, seorang penduduk
Indonesia menjadi pegawru pada suatu perwakilan diplomatik asing di
Jakmta. Pegawai tersebut me1nperoleh kenikmatim menempati rumab yang
disewa oleh perwakilan diplomatik tersebut atau kenikmatan-kenikmatan
Jainnya. Kenilonatan-kenilonatan tersebut merupakan penghasilan bagi pegawai
tersebut sebab perwak:ilan diplomatik yang bersangkutan bukan merupakan WP.
186
6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asur.msi beasiswa. Penggantian atau santunan yang diterima oleh
orang pribadi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan poHs asuranst
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuranst
bea siswa, bukan merupakan objek pajak. Hal ini selaras dengan ketentuan
dalam Pa~al 9, yaitu bahwa premi asuransi yang dibayar oleh '\VP orang pribadi
untuk kepentingan dirinya tidak boleh dik=gkm1 dalarn penghitungan
Penghasilan Kena Pajak (PKP).
7. Di viden atau bagian laba yang diteruna atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai WP dalam negeri, koper-dsi, badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan tnodal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukim di Indonesia dengan syarat:
dividen berasal dari cadangim laba yang ditahan; dan
bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang meneruna dividen, kepemiHkan saham pada badan
yang metnberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lhna persen)
dari jmnlah modal yang disetor.
Dalam ha] penerima dividen atau bagian laba adalah WP selain badan-badan
tersebut di ata~. seperti orang pribadi baik dalam negeri 1naupun luar negeri,
firrna, perseroan komanditer, yaya~an dan orgarusa~i sejenis dan sebagainya,
penghasilan berupa dividen atau bagiim laba tersebut tetap merupakan objek
pajak.
8. luran yang diterima atau diperoleh dana penstun yang pendiriimnya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai. Dikecualikan dari objek pajak adalah iuran yimg diterima dari peserta
pensiun, baik ata~ beban sendiri maupm1 yang ditanggung pemberi kerja. Pada
dasamya iuran yang diterima oleh dana pensiun tersebut merupakan dana milik
dari peserta pensiun, yang akim dibayarkan kembali kepada mereka pada
waktunya. Pengenaan pajak ata~ iuran tersebut berarti mengurm1gi hak para
187
peserta pensiun, dan oleh karena itu iuran tersebut dikecualikan sebagai objek
pajak.
9. Penghasihm dari modal yang ditanmnkan oleh dima pensiun , dalam bidang-
bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Pengecualian sebagai objek pitjak berdasarkan ketentuan ini hanya berlaku bagi
dana pensiun yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri
Keuangan. Yimg dikecualikan dari objek pajak dalam ha] ini adalah penghasihm
dari modal yang ditanamkan di bidang-bidang tertentu berdasarkan Keputusan
Menteri Kemmgan (KMK). Penanmnim 1nodal oleh dana pensiun dimaksudkan
untuk penge1nbangan dan merupakan dana untuk pembayaran kembali kepada
peserta pensiun di kemudian hari, sehingga penanaman modal tersebut perlu
diarahkan pada bidang-bidang yimg tidak bersifat spekulatif atau yang berisiko
tinggi.
10. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang 1nodalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perku1npulan,
finna, dan kongsi, terma~uk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif.
11. Penghasihm yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pa~angan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha
atau kegiatan di Indonesia, dengan syan1t badan pasangan usaha tersebut:
merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalmn sektor-sektor usaha yang diatur dengim atau berda~arkim
PMK; dan
saharnnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BE1).
Perusahaan modal ventura adalah suatu perusahmm yang kegiatim usahanya
membiayai badan usaha (sebagai pasangan usaha) dalam bentuk penyertaan
modal untuk suatu jangka waktu tertentu. Berdasarkan ketentuan ini, bagian
Jaba yang diterima atau diperoleh dari perusahaan pasangan usaha tidak
terma~uk sebagai objek pajak, dengan syarat perusahmm pasangan usaha
tersebut merupak-m
< perusahaan. .
mikro , kecil, menenaah
··· o , atau
188
1nenjalankan usaba atau melakukan kegiatan dalam sektor-sektor tertentu
yang ditetapkan oleh Nlenteri Keuangan, dan sabmn perusahrum tersebut tidak
diperdagangkan di BEI. Apabila pasangan usaba perusabrum modal ventura
memenuhi ketentuan tersebut, dividen yang diterima atau diperoleh perusabmm
modal ventura bukan merupakan objek pajalc Agar kegiatan perusabrum 1nodal
ventura dapat diarahkan kepada sektor-sektor kegiatan ekonomi yang
memperoleh prioritas untuk dikembangkan, misalnya untuk meningkatkan
ekspor nonmigas, usaha atau kegiatan dari perusabaan pasangan usaba tersebut
diatur oleh Menteri Keuangm1. Mengingat perusabaan modal ventunt
merupakan altematif pembiayrum dalam bentuk penyertrum modal, penyertaan
1nodal yang akan dilakukim oleh perusabaan 1nodal ventura diardhkan pada
perusabaan-perusabaan yang belmn metnpunyai akses ke BEf.
12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan PJvlK.
13. Sisa lebih yimg diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalmn bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang 1nembidanginya, yang
ditanamkan ketnbali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan penge1nbang1m, dalam jangka waktu paling lama 4
(empat) tabU11 sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yimg ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkm1 PMK. Bahwa dalarn f'dDgka mendukung
usaha peningkatan kualitas sUJDber daya mimusia 1nelalui pendidikan dm1'atau
penelitian dan pengembangan diperlukan sarana dan pr.tsar.ma yang metnadai.
Untuk itu dipandang perlu memberikan fasilitas perpajakan berupa pengecualian
pengenrum pajak atas sisa lebih yang diterima atau diperoleh sepanjang sisa
lebih tersebut ditanarnkan kembali dalam bentuk pemb1U1gU11lU1 dan pengadaan
sar,ma dan prasarana kegiatan dimaksud. Penanaman kembali sisa lebih
diJnaksud harus direalisasikan paling 1lU11a dalam jangk'.i waktu 4 (empat) tabun
sejak sisa lebih tersebut diteruna atau diperoleh. Untuk menjamin tercapainya
tujuan pemberian fasilitas ini, maka lembaga atau badan yang
189
1nenyelenggarakan pendidikan harus bersifat nirlaba. Pendidikan serta
peneLitian dan pengembangan yang diseLenggarakan bersifat terbuka kepada
siapa saja dan telah 1nendapat pengesahan dari instansi yang metnbidanginya.
14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggant Jaminan
Sosial (BPJS) kepada \VP tertentu, yang ketentuannya diatur Jebih lanjut
dengan atau berdasarkan PMK. Bantuan atau santunan yang diberikan oleh
BPJS kepada WP tertentu adalah bantuan sosial yang diherikan khusus kepada
\VP atau anggota masyarakat yang tidak mampu atau sedang mendapat bencana
alam atau tertiJnpa 1nusibah.
L90
12. proyek konstruksi, irn,1alasi, atau proyek perilitan;
13. pemberian jasa dalmn bentuk apa pun oleh pegawai atau orang
lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalmn jangka
waktu 12 (dua belas) bulan;
14. orang atau badan yang bertindak selaku agen ym1g kedudukannya tidak
bebas;
15. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang 1neneruna premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia; dan
16. komputer, agen elektronik, atau peralatim otomatis yang dimiliki, disewa,
atau digunakan oleh penyelenggara tnmsaksi elektronik untuk menjalankan
kegiatan usaha melalui internet.
Pengertian BUT mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nmna orang pribadi
atau badan yang tidak bertetnpat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di
Indonesia. Omng pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap
mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan
191
dalmn menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia 1nenggunakan
agen, broker atau perantant yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen
atau perantara tersebut dalmn kenyataannya bertindak sepenuhnya dalmn rm1gka
1nenjahmkan perusabaannya sendiri.
Penentuim tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan penting
untuk 1nenetapkm1 Kantor Pelayiman Pitjak ( KPP) 1nana yang mempunyai
yurisdiksi petnajakan atas penghasilan yang diterirna atau diperoleh orang
pribadi atau badan tersebut.
Pada dasarnya tempat tinggal on111g pribadi atau tempat kedudukan badan
ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya. Dengan denlikian penentuim
tempat tinggal atau tempat kedudukan tidak hanya didasarkan pada
pertimbangim yang bersifat formal, tetapi lebih didasarkan pada kenyataan.
Beberapa ha) yang perlu dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam
menentukan tempat tinggal seseonmg atau tempat kedudukim badan tersebut,
antara Jain dmnisiH, almnat tempat tinggal, tempat tinggal keluarga, tempat
menjalankan usaha pokok atau hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk
memudahkan pelaksanmm pemenuhan kewajiban pajak.
192
(2) Ohjek Pajak BUT
Y1mg 1nenjadi Objek Pajak BUT adalah:
I. Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan
dari harta yang diJniliki atau dikuasai oleh BUT;
2. Penghasihm kantor pusat dari usaha atau kegiatim, penjualan barang,
atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan
atau yimg dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia;
Usaha atau kegiatan yimg seJerus dengan usaha atau kegiatim BUT,
1nisalnya terjadi apabila sebuah bank di Juar Indonesia yang mempunyai
bentuk usaha tetap di Indonesia, memberikan pinjamim secara langsung
tanpa 1nelalui BUT nya kepada perusahaan di Indonesia.
Penjualan bm,mg yang sejenis dengan yang dijual oleh BUT, 1nisalnya
kantor pusat di luar negeri yang mempunyai BUT di Indonesia 1nenjual
produk yang sama dengan produk yang dijual oleh BUT tersebut secara
langsung tanpa melalui bentuk usaha tetapnya kepada pe1nbeli di
Indonesia.
Pemberian jasa oleh kantor pusat yimg seJems dengan ja~a yimg
diberikan oleh BUT, misalnya kimtor pusat perusahaan konsultan di Juar
Indonesia memberikan konsulta~i yimg sama dengan jenis jasa yang
dilakukan BUT tersebut secara langsung tanpa melalui bentuk usaha
tetapnya kepada klien di Indonesia.
193
3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau
diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antan1 bentuk
usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberilrnn penghasilan
dimaksud.
Hal-hal berikut perlu diperhatikim dalam menentukan besarnya Jaba suatu BUT:
1. Biaya administra~i kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan
adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT yimg
besarnya ditetapkan oleh D.lP;
2. Pembayanm kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkim dibebankim
sebagai biaya adalah:
a. royalti atau hnbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan
harta, paten, atau hak- hak lainnya;
b. imbalan sehubungan dengan ja~a manajemen dim jasa Jainnya;
c. bunga, kecuali bunga yang berkenmm dengan usaha perbankan;
3. Pembayanm sebagaimana tersebut pada huruf b yang diterima atau
diperoleh dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pitjak, kecuali
bunga yang berkenmm dengan usaha perbankan.
194
Biaya-biaya administrasi yang dikeluarkan oleh kimtor pusat sepanJimg
digunakim untuk 1nenunjang usaha atau kegiatan BUT di Indonesia, boleh
dikurangkan dari penghasilan hentuk usaha tetap tersebut. Jenis serta besamya
biaya yang holeh dikurangkan tersebut ditetapkan oleh DJP.
195
D. BIA YA DIKURANGKAN DAN PENGECUALIAN
Besarnya PKP bagi WP dalam negeri dan BUT, ditentukan berdasarkan penghasilan
bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan 1ne1nelihara penghasilan,
termasuk:
1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain:
a biaya pembelian bahan;
b. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaJJ,
honorariwn, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yimg diberikan dalrun
bentuk uang;
C. bunga, sewa, dan royalti;
d. biaya perjalanan;
e. biaya pengolahan limbah;
f. pre1ru asurans1;
g. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturnn Menteri Keuangan;
h. biaya administrasi; dan
1. pirjak kecuali PPh;
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
runortisasi atas pengeluanm untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun;
3. luran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yimg dimilik:i dan digunakan
dalrun perusahaan atau yang dimilik:i untuk mendapatkan, menagih, dan
me1nelihan1 penghasilan;
5. Kerugian selisih kurs 1nata uang asing;
6. Biaya penelitian dim pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
7. Biaya beasiswa, magang, dru1 pelatihan;
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syar-dt:
196
a telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan Jaba rugi komersial;
b. Wajib Pajak harus menyerahkm1 daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada DJP; dan
c. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangaru piutang negara; atau adanya
perJanJtan tertulis tnengenai penghapusan piutang/pembebasan utang
antara kTeditor dan debitor yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan
dalam penerbitan ummn atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitor
bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utm1g tertentu;
d. syarat sebagaimana ditnaksud pada huruf c tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitor kecil; yang pelaksanaannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Pl'v!K;
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencima nasional yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP);
10. Sumbangan dalmn rangka penelitiim dan pengembimgan yang dilakukan di
Indonesia yang ketentuannya diatur dengan PP;
11. Biaya pembangunan infrdstruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan
PP·•
12. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengim PP; dan
13. Sumbangan dalam rangka petnbinaan olahraga yang ketentum1nya diatur
dengan PP.
197
Contoh 1:
Dana Pensiun A yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri
Keuangan 1ne1nperoleh penghasilan bruto yang terdiri ata~:
Penghasilan yang bukan 1nerupakan objek pajak sesuai - Rp I00.000.000
dengan Pasal 4 ayat (3) huruf h
Penghasilan bruto lainnya Rp300.000.000+
Jumlah penghasilan bruto Rp400.000.000
Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah), biaya
yang boleh dil"l.lfangkan untuk mendapatkan, 1nenagih dan me1nelihan1 penghasilan
adalah sebesar 3/4 x Rp200.000.000 = RplS0.000.000.
Contoh 2:
PT A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp 1.200.000.000 (satu
1niliar dua ratus juta rupiah). Dalam 5 (Jiina) tahun berikutnya laba rugi fiskal PT A
sebagai berikut:
2010 - laba fiskal Rp200.000.000
2011 - rugi fiskal (Rp300.000.000)
2012 - laba fiskal RpN I H I L
2013 - laba fiskal Rp I00.000.000
2014 - laba fiskal RpR00.000.000
198
Sisa rugi fiskal tahun 2009 = (Rp 1.000.000.000)
Laba fiskal tahun 2012 = RpO (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 - (Rpl.000.000.000)
Laba fiskal tahun 2013 - Rpl00.000.000 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 - (Rp900.000.000)
Laba fiskal tahun 2014 - RpS00.000.000 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 -- (Rp l 00.000.000)
Rugi fiskal tahun 2009 sebesar Rpl00.000.000 (seratus juta rupiah) yang masih tersisa
pada akhir tahun 2014 tidak boteh dikompensasikan lagi dengan Jaba fiskat tahun
2015, sedangkan rugi fiskal tahun 201 l sebesar Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah)
hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015 dan tahun 2016, karena
jangka waktu Lima tahun yang dimulai sejak tahun 2012 berakhir pada akhir tahun
2016.
Kepada orang pribadi sebagai WP datam negeri diberikan pengunmgan berupa PTKP
sebagaimana dimaksud datam Pasat 7. Dalmn 1nenghitung PKP \VP orang pribadi
dalmn negeri , kepadanya diberikan pengur,mgan berupa PTKP
l. PTKP per tahun diberikan paling sedikit sebesar:
a. Rp 15.840.000 (Lima betas juta detapan ratus empat puluh ribu rupiah)
untuk diri WP orang pribadi;
b. Rp 1.320.000 (satu j uta tiga ratus dua putuh ribu rupiah) tambahan untuk
\VP yang kawin;
c. Rpl5.840.000 (li1na betas juta delapan ratus e1npat puluh ribu rupiah)
tmnbahan untuk seonmg isteri yang penghasilannya digabung dengan
penghasihm sumni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (l); dan
d. Rp 1.320.000 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk
setiap imggota keluarga sedarah dan ketuarga semenda datam garis
keturunan turus serta anak angkat, yang menjadi tanggungim sepenuhnya,
paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
199
2. Penerapan ketentuan sebagaimana dhnaksud pada ayat I ditentukan oleh
keadrum pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.
3. Penyesuaian besamya PTKP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan
dengan PMK setelah dikonsulta~ikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Contob:
\VP A mempunyai seorang isteri dengan tanggungan 4 (empat) orang anak.
Apabila istrinya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja yang sudah
dipotong PPh Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengim
usaha sumni atau anggota keluarga Jainnya, besamya PTKP yang diberikan
kepada WP A adalah sebesar Rp21.120.000 (RpJS.840.000 + Rpl.320.000+ (3
x Rpl.320.000)).
Sedangkm1 untuk istrinya, pada saat pemotongan PPh Pasal 21 oleh
pemberi kerja diberikan PTKP sebesar RplS.840.000. Apabila penghasilan
b1eri hams digabung dengan pengha~ilan sumni, besamya PTKP yimg diberikan
kepada \VP A adalah sebesar Rp36.960.000 (Rp2J .120.000 + Rpl5.84(l.000).
Untuk menentukan besamya PKP bagi WP dalam negen dim BUT tidak boleh
dikurangkim:
1. Pembagian laba dengan mU11a dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
terma~uk dividen yimg dibayarkan oleh perusahaan asurans1 kepada
pemegang polis, dim pembagian sisa basil usaha kopera~i;
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkm1 untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota;
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangim, kecuali:
200
a. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang 1nenyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
b. cadangan untuk usaha asuransi tennasuk cadangan bantuan sosial
yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ;
c. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS);
d. cadangan biaya reklmnasi untuk usaha pertmnbangan;
e. cadangan biaya penanmnan kembaH untuk usaha kehutiman; dim
f. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pe1nbuangan
Hmbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan
dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan PMK;
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakmm, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asunmsi bea siswa, yang dibayar oleh "VP orang pribadi, kecuali jika
dibayar oleh pe1nberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasihm
bagi WP yang bersangkutan;
5. Penggantiim atau imbalan sehubungan dengim pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalmn bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanim
dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam
bentuk naturd dan kenilanatan di daerah tertentu dan yang berkaitim dengan
pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan P11K;
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pe1negang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengim pekerjaan yang dilakukan;
Apabila untuk jasa yang sama yang diberikan oleh tenaga ahH lain yang setara
hanya dibayar sebesar Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah), jumlah
201
sebesar Rp30.000.000 (tiga puluh juta rupiah) tidak boleh dibebankan sebagai
biaya. Bagi tenaga ahli yang juga sebagai pemegang saham tersebut jumlah
sebesar Rp30.000.000 (tiga puluh juta rupiah) dimaksud dianggap sebagai
dividen.
7. Harta ym1g dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan wansan, kecuali
sumbangan serta zakat yang diterima oleh Badan A1nil Zakat atau Le1nbaga
Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agmna yang diak:ui di Indonesia,
yang diterima oleh lembaga keagmnaan yang dibentuk atau disahkim oleh
pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan PP;
8. PPh·•
9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi \VP atau
orang yang menjadi tanggungannya;
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang 1nodalnya tidak terbagi atas saham;
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenmm dengan pelaksanaan perundangundimgan di
bidang perpajakan.
202
2. Kompensa~i kerugian fiskal timbul apabila untuk tahun pitjak sebelumnya
terdapat kerugian fiskal (SPT Tahunan dilaporkan Nihil atau Lebih Bayar tetapi
ada kerugian fiskal).
3. Kerugian fiskal terjadi karena penghasilan bruto dikurangi dengan biaya (yang
diperbolehkan menurut ketentuan fiskal) hasilnya mengalami kerugian.
4. Kerugian fiskal tersebut dikompensasikan dengan laba neto fiskal dimulai tahun
pjak berikutnya berturut-turut srunpai dengru1 5 (lima) tahun.
5. Ketentuim jangka waktu pengakuan kompensasi kerugian fiskal mulai berlaku
tahun 2009 sedru1gkan untuk tahun pitjak sebelumnya berlaku ketentuan UU No
17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan.
6. Apabila kemudiru1 ten1yata berda~arkim ketetapan pajak basil pemeriksrum
menunjukkan jumlah kerugian fiskal yang berbeda dari kerugian menurut SPT
Tahunan PPh atau basil pemeriksrum 1nenjadi tidak rugi, kompensasi kerugilm
fiskal 1nenurut SPT Tahunan tersebut harus segera dibetulkim sesuai dengan
ketentuan dan prosedur pembetulan SPT sebagahnima yang diatur dalrun UU
Ketentuan Umum Perpajakan.
Contoh 1 :
PT X dalam tahun pajak 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rpl .200.000.000 (satu
rniliar dua ratus juta rupiah). Dalam 5 (lhna) tahun berikutnya laba rugi fiskal PT X
menunjukkan nilai sebagai berikut:
2010 laba Rp200.000.000
2011 rugi (Rp300.000.000)
2012 laba RpNIHIL
2013 rugi (Rpl00.000.000)
203
• mene rapkan PPh Final PP No 46. Tahun 2013
2014 laba Rp800.000.000
Pcnjclasan:
Rugi fiskal tahun 2009 sebesar Rp200.000.000 yang masih tersisa pada akhir
tahun 2014 tidak boleh dik01npensasikan Jagi dengan laba fiskal tahun 2015
karenajangka waktu 5 tahun telah selesai di tahun 2014.
Rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp300.000.000 hanya boleh dikompensasikan
dengan Jaba fiskal tahun 2015 dan tahun 2016, karenajm1gka waktu lima tahun
yang dimulai sejak tahun 2012 dan berakhir pada akhir tahun 2016.
Pada tahun 2014, perusahaan menerapkan ketentuan PPh Final berdasarkan PP
No 46 tahun 2013. Maka rugi fiskal tahun 2013 sebesar Rpl00.000.000 tidak
boleh diko1npensasikan. Hal ini sesuai dengan PP No 46/2013 Pasal 8 bahwa
kerugian pada suatu tahun pajak dikenakan PPh yang bersifat final berdasarkan
PP ini tidak dapat dikompensasikm1 pada tahun pajak berikutnya.
Sehingga untuk tahun pajak 2009 sampai dengan 2014 tidak ada PPh Badan yang
terutang.
Perhitungan di atas berlaku juga apabila yang mengalmni kerugian adalah \VP Ornng
Pribadi yang menggunakan pembukum1.
204
Contoh 2:
PT ABC berdiri pada tahun 2009. Pada tahun pajak 2016 \VP memperoleh laba fiskal
sebesar Rpl0.000.000. Adapun keuntungan/kerugian fiskal tahun/tahun sebelmnnya
adalah sebagai berikut:
2009 (30.000.000)
2010 (80.000.000)
2011 50.000.000
2012 5.000.000
2013 15.000.000
2014 (30.000.000)
2015 (40.000.000)
205
Penjclasan:
Pada tahun 2009 rugi fiskal sebesar Rp30.000.000, dapat dikompensasikan
sampai dengan tahun 2014. Pada tahun 2011 laba fiskal sebesar RpS0.000.000
maka dapat menutupi rugi pada tahun 2009 sebesar Rp30.000.000.
Pada tahun 2010 rugi fiskal sebesar Rp80.000.000, dapat dikompensasikm1
sampai dengan tahun 2015. Pada tahun 2011 laba fiskal sebesar RpS0.000.000
maka dapat menutupi rugi sebesar Rp20.000.000 karena Rp30.000.000 sudah
terpakai untuk menutupi rugi pada tahun 2009. Pada tahun 2012 dim 2013 Jaba
fiskal masing-masing sebesar RpS.000.000 dan RplS.000.000, maka dapat
menutupi rugi pada tahun 2010.
Pada tahun 2014 rugi fiskal sebesar Rp30.000.000 tidak dapat dikompensasikan,
karena sesuai dengan PP No 46/2013 pasal 8 bahwa kerugian pada suatu tahun
pajak dikenakimnya PPh yang bersifat final berdasarkan PP ini tidak dapat
dikompensaikan pada tahun pajak berikutnya.
Pada tahun 2015 rugi fiskal sebesar Rp40.000.000 dan pada tahun 2016 Jaba
fiskal sebesar Rp I0.000.000 maka dapat menutupi rugi pada tahun 2015 sebesar
Rpl0.000.000.
Pada tahun 2010 tidak dapat dikompensasikan lagi karenajangka waktu 5 tahun
yang dapat dikompensa~ikan telah habis.
Pengaruh rugi dari tahun sebelumnya terhadap pengisian induk SPT Tahunan Badim
2016 bisa dilihat dari contoh di atas yaitu faktanya adalah tahun 2016 PT ABC
1nendapat keuntungan sebesar Rpl0.000.000, tetapi karena masih menanggung rugi
dari tahun 2015, sehingga SPTTahunan tersebut menjadi nihil. Namun untuk \VP yang
1nenerapkan PP No 46/2013, ada sebagian rugi yang tidak dapat dikompensasikim
khususnya pada tahun pajak yang melakukan perhitungan pajak I%.
Dari penjela~im di ata~ dapat disimpulkan bahwa perhitungan laba atau rugi ',,VP badan
dan WP Orang Pribadi yang menggunakan pembukuan berdasarkan fiskal mengalami
kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengim penghasilan mulai tahun
pajak berikutnya berturut-turut smnpai dengan S(Jima) tahun. Perhitungan PPh \VP
206
badandan WPOrJng Pribadi ya ng bersifat fi nal. berdasarkan ketentuan PP maka
jangka waktu kompensasi kerugian 1etap dihitung. Narnu n alas kerugian akiba1
pembcrlakuan PPh Final lcrscbut lidal::dapaldikornpensasikandcngan lahunpajal::
bcrikutnya.
207
Penyusutandimulai padabulan dilakukannya pengeluaran.kernali untuk hana
yang ma,ih dalam prose, pengcrjaan, penyusu lannya dimulai pada bulan
selcsainyapcngcrjaanhar1accrscbu1.
'0%
Yang dimaksud dengan .. bangunan tidak pcrmanen" adalah bangunan yang
hersifatsemen1aradan 1erbuat daribahanyangtidak tahanlamaatau hangunan
208
yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10
(sepuluh) tahun, misalnya bantk atau asnuna yang dibuat dari kayu untuk
karyawan.
Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengim metode
garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan 1netode
garis lurus atau metode saldo menurun.
Dalam hal \VP 1nemilih 1n enggunakan metode saldo menurun, nilai sisa buku
pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Sesuai dengan pembukuim
\VP, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat disusutkim dalam
satu golongan.
209
Contoh penggunaan metode saldc> menurw1:
Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2009 dengan
harga perolehan sebesar Rpl50.000.000 (serntus lirna puluh juta rupiah). Masa
manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan
misalnya ditetapkan 50% (li1na puluh persen), penghitungan penyusutannya
adalah sebagai berilart.
Contoh 1:
Pengeluaran untuk pen1bangunan sebuah gedung adalah sebesar
Rpl.000.000.000 (satu 1niliar rupiah). Pembangunan dimulai pada bulan
Oktober 2009 dan selesai untuk digunakan pada bulan Maret 2010.
Penyusutan atas harga perolehan bangunan gedung tersebut di.Jnulai pada
bulan Maret tahun pajak 2010.
Contoh 2:
Sebuah 1nesin yang dibeli mm ditempatkim pada bulan Juli 2009 dengim
harga perolehan sebesar Rpl00.000.000 (seratus juta rupiah). Masa manfaat
dari me-sin tersebut adalah 4 (e1npat) tahun. Kalau tarif penyusutim 1nisalnya
ditetapkan 50% (li1na puluh persen), maka penghitungan penyusutannya adalah
sebagai berikut.
210
Tahun Tarif Penyusutan Nilai S isa Bulru
Contoh 3:
PT X yang bergerdk di bidang perkebunan membeli traktor pada tahun 2009.
Perkebunan tersebut 1nulai mengha~ilkan (panen) pada tahun 2010. Dengan
persetujuan Direktur Jenderal Pajak, penyusutan n·aktor tersebut dapat
dilakukan mulai tahun 2010.
(2) Amortisasi
Atnortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud clan
pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangm1 hak guna bangunan, hak guna
usaha, hak pakai, clan 1nuhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat
lebih dari l (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, 1nenagih, dm1
memelihara penghasilan dilak:ukan dalam bagianbagian yang sama besar atau
dalmn bagian-bagian yang 1nenurun selmna masa 1nimfaat, yang dihitung
dengan cant menerapkan tarif amortisasi ata~ pengeluaran tersebut atau
alas nilai sisa buku clan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus
dengan syar-<1t dilakukan secar-<1 taat asas.
211
Amortisasi di1nulai pada bulan dilak'Ukannya pengeluanm, kecuali untuk
bidimg usaba tertentu yimg diatur Jebib lanjut dengan PMK. Untuk menghitung
amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:
Tarif Amortisasi
he,rdasarkan metode
Kelompok Harta Tak Garis Saldo
Berwujud Maso Manfaat Lurus 1'1enurun
Pengeluanm untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusabmm
dibebankan pada tabun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan
ketentuan di ata~.
212
Amortisasi atas pengeluaran untuk 1nemperoleh hak penrunbangan selain
1ninyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusabaan sumber
alam serta basil alatn Lainnya yang 1nempunyai masa manfaat lebih dari l
(satu) tahun, dilakukan dengan 1nenggunakan metode satuan produksi setinggi-
tingginya 20% (dua puluh persen) setahun.
Cont-Oh 1:
Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan, yang
mempunyat potensi 10.000.000 (sepuluh juta) ton kayu, sebesar
Rp500.000.000 (Inna ratus juta rupiah) dirunortisasi sesuai dengan persentase
satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jika dalam
I (satu) tahun pajak temyata jumlah produksi mencapai 3.000.000 (tiga juta)
ton yang berarti 30% (tiga puluh persen) dari potensi yang tersedia, walaupun
jwnlah produksi pada tahun tersebut mencapai 30% (tiga puluh persen) dari
jwnlah potensi yang tersedia, besamya runortisasi yang diperkenankan untuk
dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun tersebut adalah 20% (dua
puluh persen) dari pengeluaran atau Rp!00.000.000 (seratus juta rupiah).
213
Contoh 2:
PT X mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan
gas bumi di suatu lokasi sebesar Rp500.000.000 (li1na ratus juta rupiah).
Taksiran jwnlah kandungan minyak di daerah tersebut adalah sebanyak
200.000.000 (dua ratus juta) bare!. Setelah produksi minyak dan gas bumi
mencapai 100.000.000 (seratus juta) barel, PT X menjual hak penambangan
tersebut kepada pihak lain dengan harga sebesar Rp300.000.000. Penghitungan
penghasilan dan kerugian dari penjualan bak tersebut adalah sebagai berikut:
Harga pemlehan = RpS00.000.000
Amortisasi yang telah dilakukan = Rp250.000.000
(50% , RpS00.000.000)
Nilai buku harta = Rp250.000.000
Harga jual harta = Rp300.000.000
Penentuan masa manfaat dan tarif mnortisasi atas pengeluaran harta tak berwujud
cfunaksudkan untuk memberikan keseragaman bagi WP dalmn melakukan
mnortisasi.
Untuk harta tidak berwujud yang masa 1nanfaatnya tidak tercantum pada
kelompok masa manfaat yang ada, maka \VP 1nenggunakm1 masa manfaat yang
terdekat. l'vlisalnya harta tak berwujud dengan masa 1nanfaat yang sebenan1ya
6 (enmn) tahun dapat menggunakan kelompok masa manfaat 4 (etnpat) tahun
atau 8 (delapm1) tahun. Dalmn hal n1asa manfaat yang sebenarnya 5 (lima)
tahun, maka harta tak berwujud tersebut dimnortisasi dengan menggunakan
kelompok 1nasa manfdllt 4 (empat) tahun .
2l4
(3) Revaluasi Aset
Harga perolehan atau harga penjualan dalam ha( terjadi jual beli harta yang
tidak dipengaruhi hubungan istimewa adalah jwnlah yang sesung.,uuhnya
dikeluarkm1 atau diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa
adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.
Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam ha) terjadi tukar-menukar harta
adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diteri1na berdasarkan harga
pasar.
Contob:
PTA PTB
(Hatta X) (Hatta Y)
Nilai sisa buku Rpl0.000.000 Rp12.000.000
Harga pasar Rp20.000.000 Rp20.000.000
Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dipertukarkan
merupakan keuntungan yimg dikenakan pajak. PT A 1nemperoleh keuntungan
sebesar Rp!0.000.000 (Rp20.000.000 - Rp!0.000.000) dan PT B
1nemperoleh keuntungan sebesar Rp8.000.000 (Rp20.000.000- Rpl2.000.000).
Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka lik-uidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihim usaha
adalah jwnlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berda~arkan harga
pasar, kecuali ditetapkan lain oleh l\1enteri Keuangan.
215
Selisih antara harga pasar dengan nilai s1sa buku harta yang dialihkan
1nerupakan penghasilan yang dikenakan pajak.
Contoh :
PT A dan PT B melak:ukan peleburan dim membentuk badan baru, yaitu PT C.
Nilai sisa buku dan harga pasar harta dari kedua badan tersebut adalah sebagai
berikut:
PTA PTB
216
Apabila terjadi pengalihan harta:
1. Yang memenuhi syan1t sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf a dan huruf b, maka dasar penilaian bagi yang menenma
pengaHhan sruna dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan
pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pitjak;
Pada umumnya terdapat 3 (tiga) golongan persediaru1 barang, yaitu barang jadi
atau barang dagangan, bardOg dalam proses produksi, bahan baku dim bahan
pembantu.
217
yang didapat pertama MPK atau FIFO"). Sesuai dengan kelaziman, card
penilaian tersebut juga diberlakukan terhadap sek'lllitas.
Contoh:
Persediaan Awai 100 unit Rp900/unit
Pembelian 100 unit Rpl.200/unit
Pembelian 100 unit Rpl.125/unit
Penjualan 100 unit
Penjualan 100 unit
218
Sekali WP 1ne1nilih salah satu cara penilaian pemakaian persediaan untuk
penghitungan harga pokok tersebut, maka untuk tahun-tabun selanjutnya harus
digunakan cant yang sama
Penyertaan \,VP dalrun pennodalan suatu badan dapat dipenuhi dengan setoran
tunai atau pengalihan harta. Penilaian harta yang diserahkan sebagai pengganti
saham atau penyertaan modal dimaksud, yaitu dinilai berdasarkan nilai pa~ar
dari harta yang dialihkan tersebut.
Contoh:
Wajib Pajak X menyerahkan 20 unit mestn bubut yang nilai
bukunya adalah Rp25.000.000 kepada PT Y sebagai pengganti penyertaan
sahamnya dengan nilai nominal Rp20.000.000.
Harga pasar mesin-n1esin bubut tersebut adalah Rp40.000.000. Dalrun ha] ini
PT Y akan 1nencatat mesin bubut tersebut sebagai a~et dengan nilai
Rp40.000.000 dan sebesar nilai tersebut bukan 1nerupakan penghasilan bagi PT
Y.
Selisih antara nilai nominal saham dengan nilai pasar harta, yaitu sebesar
Rp20.000.000 (Rp40.000.000 - Rp20.000.000) dibukukan sebagai agio. Bagi
WP X selisih sebesar RplS.000.000 (Rp40.000.000 - Rp25.000.000) merupakan
Objek Pajak.
219
G. PENENTUAN HARGA AKUISISI
Salah satu &1:rategi kombinasi bisnis yang dilakukan oelh perusahaan dalam
menge1nbangkan kegiatan usahanya adalah melalui merger, konsolidasi atau akuisisi.
Dari per&-pekti f perpajakan, ha( ini disebut penggabungan, peleburan atau pemekaran
kegiatan usaha, dengan dua metode pencatatan atas kegiatan transaksi terbut, yaitu:
1. Menggunakan nilai buku (tanpa pitjak - sebagai insentif penguatan dan sinergi
bisnis)
2. Meng,,uunakan harga pasar (dengan pitjak atas jmnlah Jebih nilai pasar di atas nilai
buku).
Yang ditegaskan berdasarkan UU No 36/2008 pasal 10 ayat 3: ''nilai perolehan atau
pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pe1necahan atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya
dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkim lain oleh lvlenteri
Keuangan".
Berdasarkan kuasa exception cla1Lre pada pasal 10 ayat 3 di atas, Menteri Keuangan
diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain selain harga pasar atas tnmsaksi yang
dilakukan oleh WP dalam f'dllgka likuidasi, penggabungan, pelebuf'dll, pe1nekaran,
pemecahan atau pengambilalihan usaha, yaitu atas dasar nilai sisa buku (pooling of
interest) yang diatur lebih lanjut dalam PMK No.43/PMK/2008 tentang Penggunaan
Nilai Buku Atas Peraturan Pengalihan Harta dalam rangka Penggabugan, Peleburan,
atau Pe1nekaran Usaha
Dalrun ha] \VP yang melakukan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan usaha
dengim meng,,uunakan metode harga pasar wajar, maka dapat menimbulkan selisih
harga di atas harga nilai buku, yang dianggap sebagai keuntungan yang sering disebut
dengim goodwill, yang 1nerupakan Objek PPh berdasarkan u·u No 36/2008 pasal 4
Ayat ( l ) huruf d.
220
(1) Syarat Penggunaan Nilai Buku
"VP yang dapat menggunakan nilai buk:u atas pengalihan harta herdasarkm1 PMK
No. 43/P}.11<.03/2008 adalah:
l. WP yang melak:ukan pengalihan harta dalmn rangka merger, yang 1neliputi
penggahungan usaha atau peleburan usaha;
2. \VP yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran
melak:ukan penawaran umum perdana (/11itial Public Offeri11glfPO)
Kemudian, Nomor yang melakukan pengalihan harta dalmn rangka merger atau
pemekanm usaha sebagaimana dimaksud di alas wajib memenuhi seluruh
persyaratan sebagai berik:ut:
I. Mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengim
melampirkan alasan dan tujuan melala1kan merger dan pemekaran usaha
Permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak ini harus diajukan oleh:
a. WP yimg menerima harta, dalam ha( dilakukan merger atau
b. "VP yang mengaUhkan hmta, dalan1 ha( dilakukan pemekaran usaha.
Permohonan tersebut harus diajukan melalui Kepala Kantor Wilayah
Direktontt Jenderal Pajak ym1g membawahi KPP tempat WP pemohon
terdaftar paling lmna 6 (enmn) bulan setelah tanggal efektif merger atau
petnekaran usaha dilak:ukan.selain itu, WP yang mengajukan pennohonan
tersebut juga harus melampirkan lmnpiran I, Il dan ID dalam PerDir DJP
No PER-28/PJ/2008 yaitu:
a. Surat pennohonm1 sesuai dengan fom1at ym1g telah ditetapkan dalam
lampiran I;
b. Melmnpirkan surat pemyataan yang mengemukakan alasan dim
tujuan melak:ukim merger atau pemekaran usaha dengan disertai
bukti penduk:ung dalam lampiran Il;
c. Melmnpirkan daftar isian dan Sllf'dt pemyataan dalmn rangka
business purpose test sesuai dengan fom1at yang telah ditetapkan
dalmn lmnpiran ID.
221
2. Melunasi seluruh utang pitjak dari tiap badan usaha yang terkait pelunasan
seluruh utang pajak wajib dipenuhi oleh WP yang mengalihkan harta dan
"VP yimg menerima harta, termasuk utang pajak dari cabang atau
perwakilan yang terdaftar di KPP lokasi.
3. Memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test). Dalam ha) ini
yang dimaksud dengan persyaratan business purpose test dalrun Pasal 2
huruf C apabila:
a. Tujuan utruna dari merger dan pemekaran usaha adalah menciptakan
sinergi usaha yang kuat dan memperkuat struktur permodalan serta
tidak dilakukan untuk penghindat".tn pajak;
b. Kegiatan usaha WP yang mengalihkan harta 1nasih berlangsung
sampai dengan tanggal efektif merger;
c. Kegiatan usaha WP yang mengalihkan harta sebelum merger terjadi
wajib dilanjutkan oleh WP yang 1nenerima pengalihan harta paling
singkat 5 (Hrna) tahun setelah tanggal efektif merger;
d. Kegiatan usaha \VP yang menerima harta dalam rangka merger tetap
berlangsung paling singkat 5 (Jima) tahun setelah tru1ggal efektif
merger;
222
ketentuan lainnya yaitu Laporan Keuangan dari "\,VP yang
1nengalihkan harta dan Laporan Keuangim dari \VP yang menerima
harta khususnya untuk tahun pajak dilakukannya pengalihan harta
harus diaudit oleh akuntan publik.
(3) Aspek Kompensasi Kerugian dalam hal Merger atau Pemekaran Usaha
\VP yang 1nelakukan 1nerger dengim menggunakim nilai buku dim telah
memenuhi syan1t yang telah dijelaskan sebelmnnya, maka \VP tidak boleh
mengkompensasikan kerugian/sisa kerugian dari WP yang menggabungkan diri
atau \VP yang dilebur.
223
3. Dalrun ha) WP sebelum merger atau pemekaran usaha telah 1nelakukan
penilaian kembaH aset tetap, nilai buku yang dicatat adalah nilai buku
setelah dilakukan penilaian ke1nbali aset tetap.
(6) Aspek Angsuran PPh Pasal 25 dala hal ?vlerger atau Pemekaran Usllha
1. Apabila merger dilakukan dalmn tahun pajak berjalan, jumlah imgsur.tn
PPh Pasal 25 '\VP yang n1enerima hmta setelah merger tidak boleh Jebili
kecil dari penjumlahan angsunm PPh Pasal 25 dari seluruh "VP yang terkait
sebelum merger.
2. Apabila pe1nekaran usaba dilakukan dalam tahun pitjak berjalan, jumlah
angsuran PPh Pasal 25 dari seluruh WP setelah pemekaran usaha tidak
boleh Jebih kecil dari angsuran PPh Pasal 25 dari WP yang terkait sebelum
pemekanm usaha.
3. Dalrun ha) setelah merger atau pemekaran usaha WP mengalmni penurunan
usaha, WP yimg bersangkutan dapat mengajukan permohonan
224
pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sesuai ketentuan petpitjakan yang
berlaku, yang dapat dilakukan oleh:
a. WP yang menerima harta dalam rangka merger; atau
b. WP yang menerima maupun 1nengalihkan harta dalam f'.mgka
pemekaran usaha.
Penyampaian SPT Masa/Tahunan PPh dalam ha] merger atau pemekaran usaha
dilakukan dalam tahun berjalan:
I. Kewajiban fonnal penyrunpaian SPT Masa/fahunan PPh bagi WP yang
1nengalihkan harta berakhir sampai dengan masa pajak/bagiru1 tahun pajak
dilakukannya merger.
2. Kewajiban formal penyampaian SPT Masa/Tahunan PPh bagi WP baru
yang menerima harta dala rangka peleburan dan pemekanm usaha, dimulai
sejak WP terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak segera setelah pendirhm
badan usaha bm-u.
225
H. PAJAK FlNAL
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dim bunga simpanan yang dibayarkan oleh kope.r,1si kepada
anggota kopen1si orang pribadi;
2. Penghasihm berupa hadiah undian;
3. Penghasilan dmi transaksi saham dan sekuritas lainnya, t.r.insaksi derivatif yimg
diperdagangkan di bursa, dan t.r.insaksi penjualan sahmn atau pengalihan
penyertaan 1nodal pada perusahrum pasangimnya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura ·
'
4. Penghasilan dmi t.r.insaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangumm;
dan;
5. Penghasihm tertentu lainnya, yimg diatur dengan atau berdasark'.in PP.
I. NOIDvlA PERHITUNGAN
1. Nonna Penghitungan Penghasilan Neto untuk menentukan penghasilan neto,
harus dibuat dan dise1npurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
226
Penggunaan Norma Penghitungan tersebut pada dasamya dilakukan dalam hal-
hal:
a. tidak terdapat dasar penghitungan yang Jebih baik, yaitu pembukuan yang
b.
" .
lenukap atau
pembukuan atau catatan peredaran bruto WP temyata diselenggarakim
secant tidak benar.
2. \VP onmg pribadi yang melakukan kegiatim usaha atau pekerjaan bebas yimg
peredaran brutonya dalam I (satu) tahun k'llfang dari Rp4.800.000.000 (empat
1niliar delapan l"dtus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan Nonna Penghitungan Penghasilan Neto dengan syarat
1nemberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jimgka waktu 3 (tiga)
bulan pertruna dari tahun pitjak yang bersangkutan.
227
6. Besarnya peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat diubah
dengan PMK dengan memerhatikan perkembangan ekonomi dan kemampuan
1nasyarakat WP untuk menyelenggarakan pembukuan.
Untuk menghindari kesukarm1 dalmn 1nenghitung besamya PKP bagi golongan \VP
tertentu tersebut, berdasarkm1 pertimbangan praktis, atau sesuai dengan kelaziman
pengenaan pajak dalmn bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi
wewenang untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung
besamya penghasilan neto dari WP tertentu tersebut.
228
Contoh 1:
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp4.500.000.000 (etnpat
1niliar lima ratus juta 1upiah) dengan PKP sebesar RpS00.000.000 (Lima ratus juta
rupiah).
Penghitungan pajak yang terutang:
Seluruh PKP yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar
50% (Jima puluh persen) dari tarif PPh Badan yang berlaku karena jumlah
peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp4.800.000.000 (empat mi liar delapan
ratus juta rupiah).
PPh terutang terutang adalah senilai Rp?0.000.000 (tujuh puluh juta rupiah).
(50% x 28%) x RpS00.000.000 = Rp?0.000.000
Contoh 2:
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp30.000.000.000 (tiga
puluh 1niliar rupiah) dengan PKP sebesar Rp3.000.000.000 {tiga miliar rupiah).
229
LATIHAN SOAL
A. Pilihan Ganda
1. Berdasarkan UU PPh No 38/2008 pasal 2, berikut terrnasuk subkek pajak, kecuali:
A. Warisan yang belurn tebagi
B. Badan
C. Orang pribadi
D. Kantor perwakilan negara a~ing
3. Berikut bukan rnerupakan pemyataan yang benar terkait onmg pribadi yang 1nenjadi
subjek pitjak dalarn negeri:
A. Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia
B. Orang yang 1ne1npunyai niat untuk berternpat tinggal di Indonesia
C. Orang yang secant berturut-turut bentda di Indonesia lebih dari 183 hari
D. Orang yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalarnjangka waktu 12
bulan sejak kedatimgannya di Indonesia
4. Berikut adalah pemyatmm yang salah tentang kewajiban pajak subjek'tif ordl1g
pribadi:
A. Dimulai pada saat seseorang lahir di Indonesia
B. Ditnulai sejak hari pertama dia berada di Indonesia
C. Berakhir pada saat dia meninggal dunia
D. Berakhir pada saat dia meninggalkim Indonesia lebih dari 183 hari.
230
5. Yang tidak termasuk dalam kelompok penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan
kerja dan pekerjaan bebas adalah:
A. Penghasilan bunga
B. Gaji
C. Honor
D. Gaji pengacara
8. Masa manfaat dan tari f penyusutan yang tepat untuk harta berwujud berikut ini adalah:
A. Bangunm1 permanen selama 20 tahun tarif 10%
B. Bangunan tidak pem1anen selama 20 tahun tarif 5%
C. Bukan ban gun an Kelompok I selmna 4 tahun tarif 25•7o
D. Bukan bangunan Kelompok 4 selama 16 tahun tarif 12.5•7o
9. Masa manfaat dan tari f mnortisasi yang tepat berdasarkan ketentuan perpajakan adalah:
A. Kelompok 1 selama 4 tahun, metode garis Jurus, tarif 50%
B. Kelompok 2 selama 4 tahun, metode saldo menurun, tarif 12.5%
C. Kelompok 3 selmna 16 tahun, metode garis lurus, tarif 6.25%
D. Kelompok 3 selmna 20 tahun, metode garis lurus, tarif 5%
231
10. Dalrun hal pengalihan harta dengan men&,"llnakan nilai buku tidak disetujui oleh
Direktur Jenderal Pajak, malca pengalihan tersebut harus dinilai dengan :
A. Harga perolehan
B. Harga pasar
C. Harga pertukaran
D. Harga beli
B. Esai
1. Jenis penghasilan apakah yang dapat dikenai pajak bersifat final?
2. PT Mutiara pada tahun 2010 memiliki peredaran bruto Rp4.250.000.000 dengan PKP
sebesar Rp450.000.000. Berapakah besamya pajak terutang PT Mutiard?
232
REFERENSI
233
BABll
PAJAK PENGHASILAN UNTUK TRANSAKSI TERTENTU
Pendahuluan
Bab ini berisi tentang perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan dari usaba yimg
diterima atau diperoleh \,VP dengan peredanm bruto tertentu, termasuk untuk UKM.
Menteri Koperasi dan UNID1 mendefinisikan usaha kecil, termasuk usaba mikro , sebagai
suatu badan usaba milik warga negara Indonesia, baik perorangan maupun berbadan huk'llm
yang memiliki basil penjualan rata-rata per tahun sebanyak Rp4,8 miliar dan usaha tersebut
berdiri sendiri. Badan usaha dengan nilai omzet di atas itu adalah usaha besar.
Asas perpajakan yang berlaku di Indonesia salah satunya adalah asas d01nisili, yaitu negara
berhak mengenakan pitjak atas seluruh penghasilan \,VP yimg bertempat tinggal di
wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalrun maupun luar negeri. Asas ini berlaku
bagi \\TP dalam negeri.
234
Banyak ha! yang belmn diatur dalam PMK 164/Kl\1:K.03/2002, sehingga Menteri Keuangan
1nelakukan revisi dengan diterbitkan PlvtK 192/PMJ{.03/2018, tujuannya adalab untuk
1neningkatkan kemudahan dan kepastian terkait kredit pajak luar negeri serta mendorong WP
untuk mengklaim manfaat Perjanjian Penghindaran Pitjak Berganda (P3B), yang antan1 lain
dapat berupa pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah atau pembebasan dari
pengenaan pt\jak di luar negeri.
235
Tahunan PPh de.n gan dan tidak ada kewajiban untuk
melampirkan laporan melampirkan dokumen tersebut dalam
keuangan, laporan pajak, dan SPTTahunan PPh
dokumen pembayaran pajak di
luar negeri
Pengaturan mengenai kredit Tidak diatur Diatur secara spesifik di masingwmasing
pajak luar negeri atas pasal yang relevan
pengha.~ilan dari trust
Kredit pajak abs dividen Tem,asuk dalam cakupan Tidak tenna.,uk dalam cakupan PMK
sebagaimana dimaksud dalam KJl,fK 164/2002 ini, tapi mengikuti kete.ntuan dalam
Pasal 18 ayat (2) Undang- PMK yang me ngatur khusus tentang
Undang PPh dividen sebagaimana dimaksud daJam
Pa.sol 18 ayat (2) Undang-Undang Pajak
Pengba.,ilan (PMK Nomor
I 07/Pl'v!K.03/2017)
Tujuan Pemhelajaran
1. Mampu memahami ketentuan PPh untuk usaha dengan peredaran bruto tertentu.
2. Memahruni konsep kredit pitjak Juar negeri yang dapat dilTeditkan di lndonesia.
3. Memahruni perspektif global ata~ atas aspek pajak dan akuntansi atas penghasilan yang
bersumber dari luar negeri.
236
A. PAJAK PENGHASILANPASAL4AYAT2
Pada tahun 2018 pemerintah mengeluarkim PP Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh ,vajib Pajak
yang Memilild Peredanm Bruto Tertentu. PP 23 ini mencabut peraturan pemerintah
sebelumnya yaitu PP Nomor 46 Tahun 2013, yang mulai berlaku l Juli 2018.
Peraturan terkait
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 2 tentang Perubahan
Keempat ata~ Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
Peraturan Pemerintah N01nor 23 Tahun 2018 tentimg Pitjak Pengha~ilan atas
Pengha~ilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh WP yang Memilild
Peredaran Bruto Tertentu;
Pen1turan J\1enteri Keuangan N01nor 99/PMK.03/2018 tenr.mg Pelaksanaan
Pen1turan Pemerintah N01nor 23 Tahun 2018 tentimg Pitjak Pengha~ilan atas
Pengha~ilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh WP yang Memilild
Peredaran Bruto Tertentu.
237
Subjek pajak
\VP yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredanm bruto tidak
1nelebihi Rp4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu)
tahun pajak dengim !criteria sebagai berikut :
1. \'IP orang pribadi;
2. \W badan berbentuk koperasi , persekutuan komanditer, finna, atau perseroan
terbatas.
Olabraoawan·
0 '
238
Perantara·•
Ohjek pajak
Objek pitjak PP 23/ 2018 adalah penghasilan dari usaha berupa antara Jain usaha
dagang, industri, dan jasa, seperti misalnya toko/kios/los kelontong, pakaian,
elektronik, bengkel, penjahit, warung/rumah makan, salon, dan usaba lainnya, dengan
peredaran bruto (omzet) setahun tidak melebihi Rp4,8 1niliar dari total peredaran bruto
seluruh gerai/outlet, baik pusat atau cabang.
Peredaran bruto 1nerupak'd0 jumlah peredaran bruto dalam l (satu) tahun dari tahun
pajak ternkhir sebelmn tahun pajak bersangkutan, yang ditentukan berdasarkan
keseluruhan peredaran bruto dari usaha, termasuk peredaran bruto dari cabang.
Dalam ha] WP ordOg pribadi sumni istri yang 1nenghendaki perjanjian pemisahan harta
dan penghasilan secara tertulis atau isterinya menghendaki memilih untuk menjalankan
hak dan kewajiban perpajakannya sendiri , peredaran bruto tertentu ditentukan
berdasarkan penggabungan peredaran bruto usaha dari suarni dim isteri.
239
Tarif
Besarnya tari f PPh yang bersifat final adalah sebesar 0,5•7o.
Dasar pengenaan pajak
Dasar pengenaan pajak adalah jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha
setiap bulan, peredaran bruto yang dijadikan dasar pengenaan pajak merupakan
unbalan atau nilai pengganti berupa um1g atau nilai uang yang diterima atau diperoleh
dari usaha, sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan/atau potongan
sejenis. PPh dihitung berdasarkan tarif 0,5% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak.
'\,VP yang peredaran brutonya pada tahun pajak berjalan telah melebihi
Rp4.800.000.000 (empat mi liar delapan ratus juta rupiah) atas penghasilan dari usaha
tetap dikenai tari f PPh sebesar 0,5% sampai dengan akhir tahun pajak bersangkutan.
Atas penghasilan dari usaha yang diteri1na atau diperoleh pada tahun pajak berikutnya
oleh WP yang peredaran brutonya pada tahun pajak berjalan telah melebihi
Rp4.800.000.000,00 (e1npat miliar delapan ratus juta rupiah), dikenai PPh berdasarkan
tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 3JE Undang-·Undang PPh .
Jangka waktu
Jangka waktu tertentu pengenaan PPh yang bersifat final Atas penghasilan dari usaha
yang diteruna atau diperoleh WP dalmn negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu,
dikenai PPh yang bersifat final dalmn jangka waktu tertentu, yaitu paling lama:
7 (tujuh) tahun pajak bagi \VP orang pribadi;
4 (empat) tahun pajak bagi WP badan berbentuk koperasi, persekutuan
kom,mditer, atau finna; dm1
3 (tiga) tahun pajak bagi \VP badan berbentuk perseroan terbatas.
Jangka waktu tersebut di atas terhitung sejak:
Tahun pajak '\,VP terdaftar, bagi WP yang terdaftar sejak berlakunya PP Nomor
23 tahun 2018; atau
240
Tahun pajak berlakunya PP ini, bagi WP yang telah terdaftar sebelum berlakunya
PP Nomor 23 tahun 2018.
241
9. Pemotong atau Pemungut Pajak yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut
Pajak dalam kedudukan sebagai pembeli atau pengguna jasa melakukm1
pemotongan atau pe1nungutan PPh berdasarkan PP Nomor 23 Tahun
2018 dengan tarif sebesar 0,5% (nol koma lima persen) terhadap \VP yang
memiliki Surat Keterangm1, dengan ketentuan sebagai berikut:
dilakukm1 untuk setiap transaksi penjualan atau penyerahan jasa yang
merupakan objek pemotongan atau pemungutan PPh sesuai ketentuan yang
mengatur 1nengenai pemotongan atau pemungutan PPh; dan
WP bersangkutan harus 1nenyerahkan fotokopi Surat Keterangan dimaksud
kepada Pemotong atau Pemungut Pajak.
10. Pemotong atau Pemungut Pajak tidak melakukan pemotongan atau pemungutan
PPh Pasal 22 terhadap WP yang memiliki Surat Keterangan yang melakukm1
transaksi impor atau pembelian bar.mg sepanjimg WP bersangkutan hm-us
menyerahkan fotokopi Surat Keterangan dhnaksud kepada Pemotong atau
Pemungut Pajak.
11. Pajak yang telah di po tong atau di pungut disetor paling lmna tm1ggal IO (sepuluh)
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berak:hir dengan menggunakan SSP atau
sanma administrnsi lain yang dipersamakan dengan SSP yang telah diisi atas
nama WP ym1g dipotong atau dipungut serta ditandatangani oleh Pemotong atau
Pemungut Pajak.
12. SSP merupakan bukti pe1notongan atau pemungutim PPh dan harus diberikim
oleh Pemotong atau Pemungut Pajak kepada \VP yang dipotong atau dipungut.
13. Pemotong atau Pemungut Pajak wajib 1nenyampaik1m SPT l\1asa PPh atas
pemotongan atau pemungutim PPh ke KPP tempat Pe1notong atau Pemungut
Pajak terdaftar paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak bentkhir.
Tata cara pen1berita/1ua,1 wajib pajak yang memilih dikenai p~iak penghasila,1
berdasarkan ketentuan umum pajak penghasila11
242
1. \,VP 1nemilih untuk dikenai PPh berdasarkan Ketentuan Umum PPh, wajib
menymnpaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak
melalui:
a. KPP tetnpat \,VP pusat terdaftar;
b. Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpitjakan atau KPP Mikro
ym1g berada di dalam wilayah kerja KPP tetnpat \VP pusat terdaftar; atau
c. Saluran tertentu yang diterapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Penyampaian petnberitahuan dilakukan paling lmnbat pada ak:hir tahun pajak dan
\,VP dikenai PPh berdasarkan Ketentuan Umum Pitjak Penghasilan mulai tahun
pajak berikutnya.
3. Bagi \VP yang terdaftar sejak tanggal I Juli 2018 smnpai dengan tanggal 31
Desember 2018, WP dapat dikenai PPh berdasarkan Ketentuan Utnutn Pitjak
Penghasilan mulai tahun pajak terdaftar dengan cara menymnpaikan
pemberitahuan paling lan1bat tanggal 31 desember 2018 atau paling lam bat akhir
tahun pitjak terdaftar.
4. Bagi \VP yang terdaftar sejak tanggal I Januari 2019 dapat dikenai PPh
berdasarkan Ketentuan Umum Pajak Pengha~ilan mulai tahun pajak terdaftar
dengan cara 1nenyampaikan pemberitahuan pada saat 1nendaftarkan diri.
243
Syarat-syarat pengitjuan perrnohonan Surat Keterangan:
l. Permohonan ditandatangani oleh WP, atau dalam ha) perrnohonim
ditimdatangani oleh bukan WP harus dilarnpiri dengan Surat Kuasa Khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umurn dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009;
2. Telah menyampaikan SPT PPh tahun pajak terakhir yang telah menjadi
kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakim, kecuali WP yang baru terdaftar, WP yang tidak memiliki kewajibim
penyampaian SPT PPh tahun pitjak ternkhir.
3. Memenuhi kriteria subjek pajak Pen1tun111 Pemerintah Nomor 23 tahun 2018.
Jangka waktu penyelesaian perrnohonan Surat Keterangan adalah paling lama 3 (tiga)
hari kerja sejak perrnohonan diterhna, apabila jangka waktu tersebut terlewati
perrnohonan dianggap diterima dan Kepala KPP menerbitkan Surat Ketenmgan dalam
jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah jangka waktu tersebut berakhir.
Dalam hal kepada \VP diterbitkan surat penolakan, \VP dapat mengajukim kembali
pennohonan sepanjang memenuhi persyaratan.
244
wajib metnbayar Angsuran PPh Pasal 25 mulai tahun pajak pertmna WP metnilih
dikenai PPh berdasarkan Ketentuan U1num Pajak Penghasilan.
Besamya angsurm1 PPh Pasal 25 untuk tahun pitjak pertmna ,VP memilih dikenai PPh
berdasarkan Ketentum1 Umum Pitjak Penghasihm diatur sebagai berikut:
l. bagi '\VP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf b dan huruf c
Undang-Undang Pitjak Penghasilan, besm'Dya angsuran pajak adalah sesuai
dengan besmnya angsuran pitjak bagi \VP tersebut; dan
2. bagi \VP selain \VP diatas sebelmnnya, penghitungan besamya imgsurdD pajak
diberlakukan seperti ,VP baru,
l. Pak Eko seorang arsitek dan metniliki usaha toko bahan bangunan. Pada tahun
pajak 2019, Pak Eko memperoleh peredaran bruto dari 1nemberik1m jasa arsitek
atas nmna diri sendiri sebesar Rp l.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan dari
toko bahan bangunan metnperoleh peredaran bruto sebesar Rp l.200.000.000,00
(satu miliar dua ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak. Penentuan batasan
peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah) dihitung hanya atas peredanm bruto dari usaha toko bahan bangunan .
Jawaban
Karena batasan peredanm bruto yang diteritna oleh Pak Eko dari usaha toko
bahan bangunan tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapim ratus
juta rupiah), maka penghasihm dari usaha toko bahim bangunan dikenai PPh final
berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Sedangkan penghasilm1 dari
kegiatan arsitek dikenai PPh berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-
Undang Pajak Penghasilan.
245
2. Pak Edo 1nerupakan pedagang teks til yang memilik:i tempat kegiatan usaha di
beberapa pasar di ,vilayah yang berbeda. Berdasarkan pencatatan yang dilakukm1
diketahui rincian peredaran usaha di tahun 2019 adalah sebagai berikut:
Pasar Santa sebesar Rpl.000.000.000 (satu miliar rupiah)
Pasar l\1ayestik sebesar Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah)
Pasar Kebayoran Lama sebesar Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah)
.Jawaban
Dengan demik:ian, Pak Edo pada tahun 2020 tidak dapat dikenai PPh Final,
karena peredaran bruto usaha Pak Edo dari seluruh tempat usaha pada tahun 2019
melebihi Rp4.800.000.000 (empat 1niliar delapan ratus juta rupiah).
3. Pak Eko dan lbu Eka adalah sepasang suami isteri yang menghendaki perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan secant tertulis. Pada tahun pajak 2019, Pak Eko
memilik:i usaha toko kelontong dengan peredaran bruto Rp4.000.000.000 (empat
miliar rupiah) dan lbu Eka memi liki usaha salon dengan peredaran bruto
Rpl.000.000.000 (satu miliar rupiah) .
.Jawaban
Mesk:ipun peredaran bruto masing-masing kurang dari Rp4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus j uta rupiah), akan tetapi karena jumlah peredanm
bruto dari usaha Pak Eko ditarnbah peredaran bruto dmi usaha Ibu Eka pada tahun
pajak 2019 adalah Rp5.000.000.000,00 (Jima miliar rupiah), maka atas
penghasilan dari usaha Pak Eko dan lbu Eka tidak dapat dikenai PPh final
berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
4. Pak Reno memiliki usaha toko elektronik dan 1ne1nenuhi ketentuan untuk dapat
dikenak:m PPh Final berdasarkan ketentuan PP ini. Pada bulan Septetnber 2019,
Pak Reno memperoleh penghasilan dari usaha penjualan alat elektronik dengan
peredaran bruto sebesar Rp80.000.000(delapan puluh j uta rupiah). Dari j umlah
tersebut, penjualan dengan peredanm bruto sebesar Rp60.000.000 (enmn puluh
juta rupiah) dilak-ukan pada tanggal 17 September 2019 kepada Dina~
246
Perhubungan Provinsi OKI Jakarta yang merupakan Pemotong atau Pemungut
Pajak, sisanya sebesar Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah) diperoleh dari
penjualan kepada pe1nbeli onmg pribadi yang langsung datang ke toko 1niliknya
Pak Reno 1ne1niliki surat keterdDgan \VP dikenai PPh yang bersifat Final
berdasarkan ketentuan PP ini. PPh yang bersifat final yang terutang untuk bulan
September 2019 dihitung sebagai berikut:
PPh yang bersifat final yang dipotong oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta
= 0,5°ib x Rp60.000.000 = Rp300.000,00
PPh yimg bersifat final yang disetor sendiri = 0,5% x Rp20.000.000 =
Rpl00.000
Asas-asas perpitjakan yang dianut dalrun pemungutan pitjak di Indonesia salah satunya
adalah a~as domisili (asas tempat tinggal), sehingga negara berhak mengenakan pajak
atas seluruh penghasilan \VP yimg bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan
yang ber,1sal dari dalarn 1naupun luar negeri (worldwide income).
Indonesia menggunakan metode kredit dengan pe1nbatasan per negara yang diatur
sesuai UU PPh Pasal 24. Berdasarkan ketentuan tersebut, yang dibayar atau terutang di
luar negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap PPh yimg terutang di
Indonesia. Pengkreditan pajak PPh dari luar negeri dilakukan dalam tahun pajak
digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
Atas kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabung dengan penghasilan di
Indonesia.
247
PMK No. 192/PMK.03/2018 mengatur tentang pelaksanaan pengkreditan pajak atas
penghasilan dari Juar negeri dengan ketentuan sebagai berikut:
l. Wajib pajak dalam negeri (WPDN) dikenai PPh atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh dalam suatu tahun pajak, termasuk pengha~ilan yang diterima atau
diperoleh dari sumber penghasilan di Juar negeri;
2. Pajak yang telah dipotong atas pengha~ilan yang diterima atau diperoleh dari
sumber pengha~ilan di luar negeri dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang
di Indonesia;
3. Tidak termasuk PPh Juar negeri yang dapat dikreditkan berda~arkan Peraturan
Menteri ini yaitu kewajiban pajak Juar negeri atas penghasilan berupa dividen
sebagaimana dimaksud dalam Pa~al 18 ayat (2) Undang-Undang PPh;
4. Smnber penghasilan di Juar negeri sebagai berikut:
a. pengha~ilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari
pengalihan saham dan sekuritas Jainnya adalah negara tempat badan yang
menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat
kedudukan;
b. pengha~ilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau
dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau
berada;
c. pengha~ilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan hmta tak gentle
adalah negara tempat harta tersebut terletak;
d. pengha~ilan berupa imbalan sehubungan dengan 1asa, pekerjaan, dan
kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani
imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;
e. pengha~ilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan, yang n1erupakan
cabang perusahaan, kantor perwakilan, dan bentuk usaha Jainnya yang
dipergunakan oleh \'IPDN untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatim di luar negeri;
248
f. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penarnbangan atau
tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalarn perusahaan
pertambangim adalah negara tempat lokasi penarnbimgan berada;
g. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap
berada; dim
h. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk
usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada yang
merupakan cabimg perusahaan, kantor perwakilan, dim bentuk usaha
lainnya yang dipergunakan oleh WPDN untuk menjalankan usaha atau
melakukim kegiatan di luar negeri.
5. Penentuan sumber penghasilan menggunakan pnns1p penentuan smnber
penghasilan di luar negeri, penghasilan yang diterima atau diperoleh dari smnber
penghasilan di luar negeri dapat berasal dari trust yang penentuan sumber
penghasilannya adalah negm,1 tempat tntst tersebut dibentuk atau didirikan yang
penentuannya menggunakan prinsip yimg sama. Trust adalah skema, pengaturan,
atau hubungan berdasarkan perjanjian tertulis antm,1 orang atau badan yang
bertindak selaku pendiri dan orang atau badan yang bertindak selaku pemegang
kepemilikim alas suatu harta dengan kewitjiban untuk mengelola harta tersebut
untuk kepentingan penerima manfaat;
6. Dalam menghitung PKP, \VPDN wajib mela}a1kan penggabungim penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri dengan
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di Indonesia.
7. Besamya penghasilan yang diterima atau diperoleh dari smnber penghasilan di
luar negeri ditentukan sebagai berikut:
a. penghasilan usaha tennasuk penghasilan dari cabang atau perwakilan
"VPDN di luar negeri adalah sebesar penghasilan neto;
b. penghasilan yang berasal dari trust di luar negeri adalah sebesar
penghasilan neto atau bagian penghasihm neto yang diterima atau diperoleh
WPDN;dan
c. penghasilan lainnya adalah sebesar penghasihm neto.
249
8. Dalrun 1nenghitung PKP \VPDN tidak dapat me1nperhitungkan:
a. kerugian usaha dari cabang atau perwakilan di luar negeri, termasuk
kerugian usaha dari cabang atau perwakilan di luar negeri yang diperoleh
setelah memperhitungkan kerugian yang diperoleh dari harta atau kegiatan
yang memiliki hubungan efektif dengan cabang atau perwakilru1 \VPDN di
luar negeri; dan
b. kerugian lain yang diderita di luar negeri.
9. Penggabungan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber
penghasilan di luar negeri dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
sumber penghasilan di Indonesia dilakukan pada tahun pajak diterimanya atau
diperolehnya penghasilan dari sumber penghasilan di luar negeri tersebut.
10. Tahun pajak diterimru1ya atau diperolehnya penghasilan dari sumber penghasilan
di luar negeri ditentukan sebagai berikut:
a. untuk penghasilan neto dari usaha termasuk penghasilan dari cabang atau
perwakilan WPDN di luar negeri adalah tahun pajak diperolehnya
penghasilan tersebut;
b. untuk penghasilan neto yang berasal dari mLrt di luar negeri ditentukan
sebagai berikut:
dalrun hal tn1st di luar negeri dikenai PPh di tingkat mLrt merupakan
tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut;
dalrun ha] trust di luar negeri tidak dikenai PPh di tingkat trust
1nerupakan tahun pajak diperolehnya atau diterimanya penghasilan
tersebut, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu;
untuk untuk penghasilan lainnya merupakim tahun pajak diterimanya
penghasilan tersebut.
11. PPh luar negeri dapat dikreditkan pada tahun pajak dilakukannya penggabungan
penghasilan, dilakukan per jenis penghasihm untuk tiap negar'd atau yurisdiksi;
250
12. Besarnya PPh luar negeri yang dapat dikreditkan ditentukan berdasarkan jumlah
yang paling sedikit di antara:
a. jumlah PPh yang seharusnya terutang, dibayar, atau dipotong di luar negeri
dengan memperhatikan ketentuan dalrun P3B, dalam hat terdapat P3B yang
telah berlaku efektif;
b. jumlah kewajiban pajak luar negeri; dan
c. jumlah tertentu yang dihitung 1nenurut perbandingan antara penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri
terhadap PKP dikalikan dengan PPh yang terutang alas PKP (selain
Penghasilan yang bersifat final dan Penghasilan yang bersifat final
berdasarkan nom1a penghitungan khusus), paling tinggi sebesar PPh yang
terutang tersebut.
Dalrun hat suami istri sebagai WPDN menghendaki secara tertuHs perjanjhm
pemisahan harta dan penghasilan, at'dUistri 1nemilih untuk menjalankan hak dim
kewajibim perpajakimnya sendiri berdasarkan kehendak sendiri, besamya \VP
Juar negeri yimg dapat dikreditkan oleh masing-masing s uruni atau istri
ditentukan berdasarkan j mnlah yang paling sedikit di antara:
a. jumlah PPh yimg seharusnya terutang, dibayar, atau dipotong di Juar negeri
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dmi sumber penghasilan di
luar negeri untuk masing-masing suruni atau istri dengan memperhatikan
ketentuan dalam P3B, dalam hat terdapat P3B yang telah berlaku efektif;
b. jumlah \VP luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
smnber penghasilan di luar negeri untuk masing-masing s uruni atau istri;
dan
c. jumlah tertentu yang dihitung 1nenurut perbandingan antara penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri oleh
masing-masing s umni atau istri terhadap PKP dikaHkan dengim PPh yang
terutimg at'ds PKP, paling tinggi sebesar PPh yang terutang yang
ditanggung masing-masing s uruni atau istri
251
13. Dalrun ha] pengha5ilan yang diterima atau diperoleh dari sumber pengha5ilan di
luar negeri berasal dari tntst, besamya PPh luar negeri ditentukan sebagai
berikut:
a. sebesar PPh atau bagian PPh atas penghasilan yang diperoleh WPDN,
dalam ha] trust di luar negeri dikenai PPh di tingkat tn1st;
b. sebesar PPh atas penghasilan yang diterima vVPDN, dalam hal trust di luar
negeri tidak dikenai PPh di tingkat trust.
14. Dalrun hal PKP (selain penghasilan yang bersifat final dan penghasilan yang
bersifat final berdasarkan nonna penghitungan khusus) lebih kecil dibanding
jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri,
besamya kewajibru1 pajak luar negeri yang dapat dikreditkan paling tinggi
sebesar jumlah PPh yang terutang ata~ PKP.
15. Dalrun hal berdasarkan ketentuan dalam P3B mengatur bahwa suatu jenis
penghasilan hru1ya dapat dikenai pajak di Indonesia, PPh luar negeri atas
penghasilan tersebut tidak dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang di
Indonesia.
16. Dalrun hal jumlah PPh luar negeri melebihi besamya PPh luar negeri yang dapat
dikreditkan, maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan PPh
yang terutang, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan
dan tidak dapat dimintakan re~1:itusi.
17. Bukti pemenuhan pembayaran PPh luar negeri bagi WPDN yang mengkreditkan
kewajiban pajak luar negeri dapat berupa:
a. salinan bukti pembayanm atau bukti pe1notongan kewajiban pajak luar
neaeri
0
·' atau
b. salinan bukti lainnya yimg dapat menunjukkan adanya pembayar.m atau
pe1notongan kewitjiban pajak luar negeri.
Kecuali untuk penghasilan dari tntst di luar negeri yang dikenai PPh di tingkat
tnLrt, bukti pemenuhim pembayaran PPh luar negeri dapat digantikan dengim
SPT Tahunan PPh yang disrunpaikan di luar negeri oleh cabang atau perwakilan
252
\VPDN di Juar negeri dan/atau SPT Tahunan PPh atau bukti pembayaran PPh
luar negeri yang dilakukan oleh mist.
18. Kun; ym1g digunakan untuk menghitung PPh luar negeri yang dapat dikreditkan
1nenggunakan kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sesuai tanggal
transaksi, kecuali untuk \VPON yang menyelenggarakan pembukuan dalam
babasa lnggris dan 1nata uang dollar AS berdasarkan ketentuan perundang-
undangan yang mengatur mengenai penyelenggarrum pembukuan dengan
1nenggunakan bahasa asing dan satuan mata uang selain rupiah, nilai kewajiban
pajak luar negeri dalmn satuan 1nata uang selain dollar AS hams dikonversi
1nenjadi satuan mata uang dollar AS, konversi menggunakim kurs tengah Bl atau
kurs spot harian valuta asing yang bersangkutm1 di pasar intemasional terhadap
dollar AS dalam hal tidak tersedia pada kun; tengah Bl
Contoh
PT ABC, sebagai WPDN, dalam tahun pajak 2018 menerima dim memperoleh
penghasilan neto sebagai berikut:
l. Di negant X, PT ABC memperoleh penghasilan usaha sebesar
Rpl.000.000.000 dan dikenai PPh Juar negeri sebesar Rp300.000.000.
2. Di negara Y, PT ABC menerima penghasilan berupa bunga sebesar
Rp3.000.000.000 dim dikenai PPh Juar negeri sebesar Rp450.000.000 tidak
terdapat pengurang penghasihm bruto alas penghasihm berupa bunga
tersebut.
3. Di negara Z, PT ABC menderita kerugian dari penjuahm harta sebesar
Rp250.000.000.
4. Penghasilan neto dalmn negeri sebesar Rp4.000.000.000.
Tidak ada P3B imtara Indonesia dengan negara X, negara Y, dan negara Z.
253
Besarnya PPh terutang atas seluruh penghasilan dihitung sebagai berikut:
1. Penghasilan neto luar negeri:
Negara X (pengha.,ilan usaha) Rp 1.000.000.000
Negara Y (pengha.,ilan bunga) Rp3.000.000.000
Negara Z (kerugian penjualan harta) RpO
.lum/a/J pe"glutsilan ni•to luar negeri Rp4.000.()(J().000
2. Penghasilan neto dalam negeri Rp4.000.000.000
3. Jumlah pengha.silan neto fiskal Rp8.000.000.000
4. PKP Rp8.000.000.000
5. PPh terutang (tarif Pa.,al 17 UU PPh) Rp2.000.000.000
Besarnya PPh luar negeri yang dapat dikreditkan per jenis penghasilan untuk tiap
negara atau yurisdiksi dilakukan sebagai berikut:
I. Penghasilan usaha dari Negara X:
a. PPh Juar negeri atas penghasilan usaha dari Negara X sebesar
Rp300.000.000.
b. Jurnlah tertentu:
= Rpl.000.000.000/Rp8.000.000.000 x Rp2.000.000.000,00
= Rp250.000.000
Dikarenakm1 jumlah tertentu sebesar Rp250.000.000, Jebih kecil
dibandingkan dengan PPh luar negeri atas penghasilan usaha dari Negara
X, 1naka jumlah PPh luar negeri atas penghasilan usaha dari Negara X yang
dapat dikreditkan dengan PPh terutang di dalam negeri hanya sebesar
jumlah tertentu, yaitu sebesar Rp250.000.000.
2. Penghasilan bunga dari Negara Y:
a. PPh Juar negeri atas penghasilan bunga dari Negara Y sebesar
Rp450.000.000
b. Jmnlah tertentu:
= Rp3.000.000.000/Rp8.000.000.000 x Rp2.000.000.000
= Rp750.000.000
254
Dikarenakan jumlah WP luar negeri atas penghasilan bunga dari negara Y
sebesar Rp450.000.000 lebih kecil dibandingkan dengan jumlah tertentu,
maka j mnlah WP luar negeri atas penghasilan bunga dari negara Y yang
dapat dikreditkan dengan PPh terutang di dalam negeri hanya sebesar PPh
luar negeri, yaitu sebesar Rp450.000.000.
Dengan demik:ian, jumlah PPh luar negeri yang dapat dikreditkan oleh PT
ABC terhadap PPh yang terutang di dalam negeri adalah sebesar
Rp?00.000.000 (Rp250.000.000 + Rp450.000.000). Kerugian dari negara
Z tidak dapat digabungkan dalrun menghitung PKP.
255
penghasilan bunga dari Negara Y, dan jurnlah tertentu, 1naka jmnlah PPh Juar
negeri atas penghasilan bunga dari Negara Y yang dapat dikreditkan dengan PPh
terutang di dalam negeri hanya sebesar PPh atas penghasilan bunga yang
seharusnya terutang atau seharusnya dibayar di Negara Y dengan memperhatikan
ketentuan dalrun P3B, yaitu sebesar Rp300.000.000,00.
Dengan demikian, jumlah PPh luar negeri yang dapat dikreditkru1 oleh PT ABC
terhadap PPh yang terutang di dalam negeri adalah sebesar Rp550.000.000
(Rp250.000.000 + Rp300.000.000).
256
LATIHAN SOAL
A. Pilihan Ganda
2. PP Nomor 23 tahun 2018 mengatur jenis pekerjmm bebas yang diterima oleh o!".mg
pri badi dan \VP badan berbentuk persekutuan komandi ter a tau firma dikecualikan dari
pengenaan PPh Final, kecuali
A. Akuntan.
B. Konsultan Pitjak.
C. Pengacara.
D. Jasa Indekost.
257
3. Subjek dari PP nmnor 23 tahun 2018 adalah WP orang pribadi dan \VP badan dengan
peredanm bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000 dalam l (satu) tahun pajak, yang
dikenai PPh final, dibawah ini adalah WP yang tidak termasuk subjek dari PP Nomor
23 tahun 2018, kecuali
A. WP badan perseroim terbatas 1nenyerahk1m jasa sejenis dengan jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas dengan peredaran bruto Rp4.600.000.000.
B. WP BUT Kontruksi dengan peredaran bruto Rp4.400.000.000.
C. WP badan memperoleh fasilitas PPh Pasal 31A UU PPh.
D. WP onmg pribadi dengan usaha jasa pengiriman barang dengan peredaran bruto
Rp4.750.000.000, yimg mengajukan untuk 1nenggunakan norma perhitungim.
4. PP Nmnor 23 tahun 2018 merupakan aturan pajak untuk UMKM, aturan ini tidak
berlaku selrunimya, jangka waktu untuk subjek orang pribadi usaha catering adalah
sebagai berikut
A. 4 (empat} tahun.
B. 8 (delapan) tahun.
C. 5 (lima) tahun.
D. 7 (tujuh) tahun.
5. Pak Eko pada akhir tahun 2017 pensiun sebagai karyawan, pada bulan Januari 2018
Pak Eko 1nulai berjualan di l\1arketplace Lapakbuka, peredanm usaha pada tahun 2018
temyata diluar dugaan Pak Eko mencapai RpS.500.000.000, kewajiban Pak Eko untuk
tahun 2018 adalah sebagai berikut, kecuali
A. Membayar PPh Final atas peredar',m temtentu dari peredaran bruto setiap bulan.
B. Menyelenggarakan pembukuan.
C. Melaporkan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
D. Membayar PPh Pasal 25 ornng pribadi Pengusaha tertentu.
258
6. Pak Eko pada akhir tahun 2017 pensiun sebagai karyawan, pada bulan Januari 2018
Pak Eko mulai berjualan di Marketplace Lapakbuka, peredaran usaha pada tahun 2018
temyata diluar dugaan Pak Eko mencapai RpS.500.000.000, kewajiban Pak Elco untuk
tahun 2019 adalah sebagai berikut, kecuali
A. Me1nbayar PPh Final 0,5% dari peredaran bruto setiap buhm.
B. Menyelenggarakan pe1nbukuan.
C. Melaporkan untuk dikukuhkim menjadi Pengusaha Kena Pajak.
D. Me1nbayar PPh Pasal 25 or<10g pribadi Pengusaha tertentu.
7. Edo 1nemiliki usaha penjualan material bahan bangunan dan Jasa arsitek pada tahun
2018 peredaran usaha 1naterial Rp4.200.000.000 dan Jasa Arsitek Rp800.000.000, pada
bulan Maret 2019 peredaran bruto penjualan material bangunan sebesar
Rp450.000.000 dim jasa arsitek Rp250.000.000, pajak PPh Final Edo di buhm Maret
2019 adalah
A. Rp7.000.000.
B. Rp3.500.000.
C. Rp4.500.000.
D. Rp2.250.000.
8. lbu Eka karyawati dengan gaji tahun 2018 Rp650.000.000, memiliki usaha tambahan
berjualan di Marketplace PediaToko pada tahun 2018 peredaran usaha Rp.
l.500.000.000, Pak Elco suarni lbu Eka memiliki mini market, dengan peredaran bruto
tahun 2018 Rp4.000.000.000. Pak Eko dengan Ibu Eka tidak memiliki perjanjian pisah
harta, pada bulan Maret 2019 penghasilan usaha minimarket Pak Elco sebesar
Rp300.000.000. Berapa pajak yang dibayar di bulan Maret 2019?
A. Rp3.000.000.
B. Rp2.250.000.
C. RplS.000.000.
D. Rpl.500.000.
259
9. Bapak Ahmad ~1atus menikah dengan anak 1, karyawan dengan gaji tahun 2018 sebesar
RpS00.000.000, dan memiliki penghasilan dari usaha Salon dengan penghasilan tahun
2017 sebesar Rp2.250.000.000 dan pada tahun 2018 sebesar Rp3.500.000.000, pada
tahun 2018 memperoleh penghasilan dari royalty dari negara China sebesar
Rp400.000.000 dan dipotong pitjak 20% dim mendapat penghasilan dividen dari negara
Thailand Rp600.000.000 dan dipotong pajak 35%. Berapa kredit pajak luar negeri ?
A. Rp26l.725.818.
B. Rp290.000.000.
C. Rp237 .035.49 I.
D. Rp314.690.327.
10. Bapak Ahmad ~1atus menikah dengan anak 1, kirryawim dengan gaji tahun 2019 sebesar
RpS00.000.000, dan memiliki penghasilan dari usaha Salon dengan penghasilan tahun
2018 sebesar Rp2.250.000.000 dan pada tahun 2019 sebesar Rp3.500.000.000, pada
tahun 2019 memperoleh penghasihm dari royalti dari negara China sebesar
Rp400.000.000 dan dipotong pitjak 20% dim mendapat penghasilan dividen dari negara
Thailand Rp600.000.000 dan dipotong pajak 35%, berapa pajak yang harus dibayar
tahun 2019?
A. Rpl39.064.509 dan PPh Final Rpl?.500.000.
B. Rp86.100.000 dim PPh Final Rpl 7.500.000.
C. Rpl 14.374.182 dan PPh Final Rpl?.500.000.
D. Rp6!.409.673 dim PPh Final Rpl 7.500.000.
260
B. Esai
1. Reno adalah seorang ak:tor dengan status menikah anak satu, pada tahun 2018 Reno
melakukan pembukuan, dikontrak oleh stasiun TV swasta ARTV untuk menjadi
bintimg sinetron dengan bayaran Rp800.000.000, biaya yang dikeluarkan untuk artis
adalah sebesar Rp600.000.000 dan telah sesuai dengan pasal 6 UU PPh, selain menjadi
ak:tor Reno memiliki usaha butik dengan peredaran bruto tahun 2017 sebesar
Rp4.250.000.000, sedangkan pada tahun 2018 bulan januari sampai dengan juni
sebesar Rp2.750.000.000 dan Juli sampai dengan Desember 2018 sebesar
Rp2.550.000.000.
Pada tahun 2018 Reno juga memperoleh penghasilan dari kanal Youtube berupa:
a. Iklan sebesar Rp250.000.000
b. Endorse sebesar Rp350.000.000
c. Komisi dari Y outube Corp. Singapun1 Sebesar Rp 1.200.000.000
Pada tahun 2018 Reno memperoleh penghasilan dari Sewa Ruko sebesar
Rp250.000.000, dan menjual satu Rumah di Bintaro dengan harga perolehan
Rp200.000.000 dengan laba penjualan Rp 1.200.000.000.
Kredit pitjak tahun 2018
a. PPh Pasal 21 ARTY sebesar Rp40.000.000
b. PPh Pasal 24 Youtube Corp singapun1 sebesa Rp60.000.000
c. PPh Pasal 25 sebesar RpS0.000.000
Diminta:
Jlitung Pajak yang dibayar oleh Reno tahun 2018?
261
REFERENSI
Siti Resmi (2015). Perpa;aka11: Teori dan Kasus edisi 8 (buku J). Jakarta: Salemba Empat
263
BAB12
REKONSILIASI FISKAL
Pendahuluan
Pelaporan SPT Tahunan berakhir untuk wajib pajak (WP) orang pribadi adalah akhir bulan
ketiga setelah tahun pajak berakhir, sedangkan WP badan adalah akhir bulan keetnpat setelah
tahun pajak berakhir. Untuk menymnpaikan SPT Tahunm1 WP badan harus disertakan
laporan keuangan pada periode tertentu sesuai tahun pajak yang bersangkutan.
Penyusunan laporan keuangan sudah diatur dalam bentuk Standar Akuntansi Keuangan
(SAK), tujuannya agar kuaHtas laporan keuangan bisa dipertanggungjawabkan, sehlngga
bisa menjadi sarana 1nengkomunikasikan apa yang telah dilakukan 1nanajemen perusahaan
kepada pihak investor, kreditor dan pihak lain. Pihak lain berkepentingan terhadap laporan
keuangan perusahaan adalah Petnerintah.
SAK hanya memberikan pedoman dalmn menyusun laporan keuangan k01nersial dan tidak
secant spesifik mengatur perlakuan akuntansi yang berkaitan dengan peraturan perundangan
perpajakan. Sehlgga diperlukan rekonsiHasi fiskal atas laporan keuangan komersial untuk
kepentingan perpajakan. Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh \VP karena terdapat perbedaan
perhitungan, khususnya laba 1nenurut akuntm1si dengan (aha menurut perpajakan.
Tuju1u1 Pembelajaran:
I. Peserta diharapkan mampu memahmni konsep dasar (aha komersial dengan
penghasilan kena pajak, pajak final dan penghasilan tidak kena pajak.
2. Peserta diharapkan mmnpu memahami biaya dalmn laponm keuangan komersial dan
perhitungan PPh.
3. Peserta diharapkan 1nampu memahami tata cara perhitungan Pajak Penghasilan (PPh)
terutang.
264
4. Peserta dihan1pkan mampu memahami konsep dasar kredit pajak dan pajak yang harus
dibayar pada akhir tahun pajak.
5. Peserta diharapkan mampu me1nahami akuntansi atas pemotong pajak dim pajak yimg
hants dibayar pada akhir tahun.
Setiap "VP wajib membayar pitjak yang terutang berdasarkan ketentuim peraturan
perundang-undangan perpajakan, dengim tidak menggantungkan pada adanya surat
ketetapan pajak. Jumlah pajak yang terutang menurut SPT yang disampaikan oleh WP
adalah jumlah pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
265
4. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilaJa1km1;
5. Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, dan wmisan, selain yang
bukm1 merupakan objek pajak, kecuali zakat;
6. Pajak penghasilan (PPh), termasuk PPh yang ditm1ggung;
7. Gitji yang dibayarkim kepada anggota persekutuan, finna, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
8. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengim pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perpajakan;
9. Selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal;
LO. Selisih 1m1ortisasi kmnersial di atas penyusutan fiskal;
l l. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya;
12. Penyesuaian fiskal positif lainnya antara lain:
a. Biaya e11tertain11umt tidak dibuatkan daftar nominatif;
b. Biaya ym1g dikeluarkan tanpa disertai bukti-bukti;
c. Biaya promosi tidak sesuai ketentuan PMK No. 02/PMK.03/2010;
d. Biaya penelitian yang dilak-ukan diluar negeri ;
e. Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak, yang pengenaan
pajaknya bersifat final, pengenaan pajaknya berdasarkan nonna
penghitungan penghasilan netto dan norma penghitungan khusus;
f. PPh yang ditanggung pemberi penghasilan;
g. Kerugian dari harta atau utm1g yang tidak duniliki dan tidak
dipergunakan dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan,
menagih, dm1 memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
h. Pitjak masukan ata~ perolehan BKP/JKP yang tidak dapat dikreditkan
sesuai Pasal 9 UU PPh;
1. Rugi usaha di luar negeri.
266
(2) Penyesuruan Fiskal Negatif
Penyesuaian fiskal negatif akan mengakibatlrnn jumlah penghasilan menjadi
lebih kecil sehingga pajak terutangpun menjadi lebih kecil. Penyesuaian fiskal
negatif termasuk:
I. SeHsih penyusutan komersial di bawah penyusutan fiskal;
2. SeHsih amortisasi komersial di bawah penyusutan fiskal;
3. Penghasilan yang ditang.,uuhkan pengakuannya;
4. Penyesuaian fiskal negatif Jainnya antara lain:
a. Laba penjualan aset tetap berupa tanah dan/atau bangunan.
b. Laba penjualan saham yang di perdagangkan di bursa efek.
267
(2) Bcda Sementara atau Bcda Temporer
Beda se1nentara (beda temporer) terjadi jika perbedaan pengakuan antara fiskal
dengan laponm kemmgan komersial akan terpulihkan di masa yang akan datang.
Beda semenr.ira ini dapat positif apabila laporan keuangan komersial lebih besar
dari fiskal, sebaliknya beda se1nentara ini dapat negatif apabila laporan keuangan
komersial lebih kecil dari fiskal.
Contoh:
I. Metode penyusutan, misalnya atas bangunan secara k01nersial
menggunakan metode saldo menurun, atau masa manfaat yang berbeda
dengan masa manfaat fiskal, 1ne1nulai penyusutan pada saat digunakm1
sedangkan menurut fiskal pada saat perolehan.
2. Metode penilaian persediaan, misalnya secara komersial metode rata-rata
tertimbang sedangkan secara fiskal 1netode Masuk Pertmna Keluar Pertama
(MPKP/FIFO).
C. PERHITUNGANUTANGPAJAK
268
(a) TarifPPhPasal 17ayat(l)hurufb
Tarif l'PhPas.al l7ayat(l)hurufb rnerupakantarifurnurnumu kWajib
Pajak badan dalarn negeri. Tarif umum PPh Badan yang bcrlaku unluk
1ahu11pajal::2009a<lalahscbcsar28%. Scdangl::anunml::1ahunpajal::20 IO
danscrerusnyasebcsar25%
D. KREDIT PAJAK
Kredit pajak adalah pengurang PPh terutang yang merupakan uang muka pitjak berupa
PPh yang dipotong/dipungut pihak lain tidak termasuk yang bersifat final dalam tahun
pajak yang bersangkutan. Kredit pitjak dapat pula berupa PPh yang dibayar sendiri dan
PPh yang dibayar/terutang di luar negeri.
271
terikat dalam perjanjian kerjasmna pengusahaan pertmnbangan
dan kontrak karya
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Peng.,"tlna Angganm
(KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
banmg;
3. Bendahara pengeluanm berkenaan dengim pe1nbayaran atas
pembelian barang yang dilala1kan dengan mekmtlsme uang
persediaan ;
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat
Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh KPA, berkenaan
dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang
dilakukan dengan mekanisme pe1nbayaran Langsung (LS);
5. Badim usaha tertentu 1neliputi:
a. Badan Usaha Milik Negan1 (BlThifN), yaitu badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dintlliki oleh negara
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayrum
negara yang dipisahkan;
b. Badan usaha dan Bill1N yang merupakan hasil dari
restrukturisasi yang dilakukan oleh Pemerintah, dim
restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan sahmn
milik negara kepada BUMN lainnya; dan
c. Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh
BU.MN, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembimg, PT
Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk KaliJnantlm
Timur, PT Pupuk Lskandar Muda, PT Telek01nunikasi Selular,
PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen
Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau
\Vajatmna, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tok,
272
PT Kimia Parma Apotek, PT Kimia Parma Trading &
Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Tambang
Timah, PT Terminal Petikemas Sun1baya, PT Indonesia
Comnets Plus, PT Bank Syariah Mandiri , PT Bank BRI
Syariah, dan PT Bank BN1 Syariah berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan
untuk keperluan kegiatan usahanya;
Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri
semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif,
dan industri farma~i. ata~ penjualan basil produksinya
kepada distributor di dalmn negeri;
Agen Tunggal Pe1negang 11erek (ATP11), Agen
Pemegang 11erek (APM), dan ilnportir umum kendaraan
bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalmn
negen ;
Produsen atau importir bahan bakar 1ninyak, bahan bakar
ga~. dan peluma~. atas penjualan bahan bakar minyak,
bahan bakar gas, dan peluma~;
Badan usaha industri atau eksportir yang 1nelakukan
pembelian bahan-bahan berupa basil kehutanan,
perkebunan, pe.rtanian, petemakan, dan perikanan yang
belum 1nelalui proses industri manufak'tur, untuk
keperluan industrinya atau ekspomya;
Badan usaha yang melakukan pembelian komoditas
tmnbang batubara, mineral logam, dan mineral bukan
logam, dari badan atau orang pribadi pemegang 1zm
usaha pertmnbangan; atau
Badan usaha yang melakukan penjualan e1nas batangan
di dalam negeri .
273
(b) Ohjek dan Tarif
I. Atas itnpor:
a. Barang tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
PMK 34/PMK.010/2017 dengan perubaban terakhir PMK
l 10/PMK.010/2018 dan barang k:irimm1 smnpai batas jumlab
tertentu yang dikenai bea masuk dengan tarif pembebanan
tunggal sesuai dengan ketentum1 perundang-undangan di
bidimg kepabeanan, sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai
impor dengan atau tanpa menggunakm1 Angka Pengenal lmpor
(AP();
b. Barang tertentu lainnya sebagaimana tercantum dalmn
Lampiran II PMK 34/PMK.O I0/2017 dengm1 perubahan
terakhir PMK l lO/PMK.010/2018 sebesar 7,5% (tujuh k01na
lima persen) dari nilai impor dengan atau tanpa 1nenggunakan
API·
'
c. Barang berupa kedelai, gandum, dan tepung terigu
sebagaimana tercm1tum dalam Lampiran [II P'r.1K
34/PMK.010/2017 dengan perubahan terakhir PMK
l 10/PMK.010/2018 sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari
nHai ilnpor dengan 1nengunakan AP[;
Barang selain barang sebagaimana dimaksud pada huruf a,
huruf dan huruf c yimg menggunakan AP[, sebesar 2,5% (dua
koma lilna persen) dari nilai ilnpor;
e. Barang sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf d yang
tidak menggunakan API, sebesar 7,5% (tujuh koma lilna
persen) dari nilai impor; dim/atau
f. Barang yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh koma lilna
persen) dari hargajual lelang.
2. Atas ekspor komoditas tmnbimg batubara, mineral logam, dan
mineral bukan logam, sesuai urailm barang dan pos tariff Hannonized
274
System (HS) sebagaimana tercantum dalam Lampiran lV
34/PMK.010/2017 dengan perubahan terakhir PMK
l LO/PMK.010/2018, oleh eksportir kecuali yang dilakukan oleh \VP
yang terikat dalam perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan
dan Kontrak Karya, sebesar 1,5% (satu koma Lima persen) dari nilai
ekspor sebagaimana tercantum dalam Pemberitahuan Pabean Ek~1)0r.
3. Atas pe1nbelian barang sebagaimana dhnaksud dalrun PMK
34/PMK.010/2017 Pasal I ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d
perubahan terakhir PMK 110/PMK.O10/2018, dan pembelian barang
dan/atau bahan-bahru1 untuk keperlmm kegiatan usaha sebagaiJnima
dimaksud dalrun PMK 34/PJvlK.010/2017 pa~al 1 ayat (1) huruf e
dengan perubahan terakhir PMK l 10/PMK.010/2018, sebesar 1,5%
(satu koma lilna persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN;
4. Atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas
oleh produsen atau importir bahan bakar nlinyak, bahan bakar gas,
dan pelmnas adalah sebagai beril-ut:
a bahan bakar 1ninyak sebesar:
0,25% (nol k01na dua puluh lilna persen) dari penjualan
tidak termasuk PP"N untuk penjualan kepada stasiun
pengisian bahan bakar umum yang menjual bahan bakar
minyak yang dibeli dari Pertrunina atau anak perusahaan
Pertamina;
0,3% (not koma tiga persen) dari penjualan tidak
termasuk PPN untuk penjualan kepada stasiun pengisian
bahan bakar umum yang menjual bahan bakar 1ninyak
yang dibeli selain dari Pertamina atau anak perusahmm
Pertamina;
0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak
termasuk PPN untuk penjualan kepada pihak selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b).
275
b. bahan bakar gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari
penjualan tidak termasuk PPN;
c. pelumas sebesar 0,3% (not koma tiga persen) dari penjuahm
tidak tennasuk PPN.
5. Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalmn negeri oleh
badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri se1nen,
industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farrna~i:
a. penjualan semua jenis semen sebesar 0,25% (nol kmna dua
puluh lima persen);
b. penjualan kertas sebesar 0,1 % (not koma satu persen);
c. penjualan baja sebesar 0,3% (nol koma tiga persen);
d. penjualan semua jenis kendaraan bem1otor roda dua atau Jebih,
tidak tennasuk alat berat;
e. sebesar 0,45% (no) koma empat puluh Hrna persen);
f. penjualan semua jenis obat sebesar 0,3% (nol koma tiga
persen), dari dasar pengenaan PPN.
6. Atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh ATPM,
APM, dan inlportir umurn kendaraan bermotor, tidak termasuk alat
berat, sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar
pengenaan PPN
7. Atas pembelian bahan-bahim berupa hasil kehutanan, perkebunan,
pertanim1, petemakan, dan perikanan yang belum 1nelalui proses
industri manufaktur oleh badan usaha industri atau eksportir sebesar
0.25% (nol koma dua puluh lilna persen) dari harga pembelian tidak
termasuk PPN.
8. Atas pembelian batubara, mineral Jogam, dan mineral bukan logam,
dari badan atau orang pribadi pe1negang izin usaha pertambangim
oleh indu~1:ri atau badan usaha sebesar 1,5% (satu koma lima persen)
dari harga pe1nbelian tidak terma~uk PPN .
276
9. Atas penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan
penjualan, sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari
harga jual emas ba11mgan.
10. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor
oleh badim usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor
kehutanan, perkebunan,. pertanian, pete1nakan, dan perikanim,
sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari har<>a
"
pembelian tidak terrnasuk PPN
(a) Pe,notoog
1. Badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya kepada WP dalrun negeri alau BUT.
2. Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) kecuali PPAT lersebut adalah Camat, Pengacara, dan
Konsultao, yang 1nelakukan pekerjrum beba~. serta orang pribadi
yang menjalankim usaha yang menyelenggarakan pembukuan, yimg
telah terdaftar sebagai \VP ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23
alas pembayarao berupa sewa (SE-08/PJ.4/1995).
(b) Objek dan Tarif Pajak
1. Sebesar 15% (lima betas persen) dari jumlah bruto alas:
a. Dividen, dengan narna dan dalam bentuk apa pun, terrna~uk
dividen dari perusahmm asuransi kepada pemegang polis, dim
277
pembagian sisa hasil usaha koperasi (Pasal 4 ayat l huruf g
UUPPh);
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dm1 ilnbalan karena
jaminan pengembalian utang;
c. Royalti;
d. Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah
dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat ( 1)
huruf e, yaitu dalam hal penerima penghasilan adalah ',,VP
badan termasuk BUT (Keputusm1 Dirjen Pajak No. Kep-
395/PJ/2001).
2. Sebesar 2% (lilna belas persen) dari jmnlah penghasilan bruto atas:
a. Sewa dan penghasilm1 lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
b. lmbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa Jain yang diatur atau
berdasarkan PMK, selain jasa yang telah dipotong PPh
sebagaimana din1aksud dalam Pasal 21, jenis jasa lain diatur
dengan PMK 141/PMK.03/2015;
Jumlah kredit pajak luar negeri paling tinggi senilai dengim jumlah pajak yang
dibayar atau terutang di Juar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah
278
perbandingan, antara penghasilan dmi luar negeri terhadap PKP dikalikan dengan
pajak yang terutm1g atas PKP.
Dengan demikian batas maksilnal kredit pajak luar negeri dapat dihitung dengan
formula sebagai berikut: (penghasilan luar negeri/penghasilm1 kena pitjak) x PPh
terutang.
279
Jumlah kredit pajak (xxx)
PPh kurang/nihil (lebih bayar) XXX
Apabila pitjak yang terutang untuk suatu tahun pitjak ternyata lebih besar daripada
kredit pajak, maka SPT Tahunan PPh badan menunjukkan kurang bayar. Kekurangan
pembayaran pajak yang terutang ini harus dilunasi sebelmn SPT Tahunan PPh badan
disrunpaikan. Penyampaian SPT Tahunan PPh badm1 paling lambat 4 bulan sejak akhir
tahun pajak. PPh yang harus diluna~i sebelum SPT Tahunan PPh badan disampaikan
ini sering disebut dengan istilah PPh Pasal 29.
Apabila jmnlah pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak temyata Jebih kecil dari
padajumlah kredit pajaknya, maka SPT Tahunim PPh badan menunjukkan lebih bayar.
Atas kelebihan pembayaran ini WP boleh 1nengajukan permohonan restitusi.
280
LATIHAN SOAL
A. Pilihan Ganda
2. Penyesuaian fiskal negatif mengakibatkan PKP berkurdDg dan PPh terutang berkurdDg,
dibawah ini merupakan penyesuaian fiskal negatif adalah
A. Cadangan piutang tak tertagih
B. Bantuan gempa Palu
C. Selisih penyusutan komersial dibawah penyusutan fiskal
D. Biaya entertainment tanpa daftar nominatif
3. PT. PQR memiliki peredaran bruto sebesar Rp42.000.000.000 dengan Jaba komersial
sebesar Rp4.900.000.000, dalam biaya yang dikeluark'dD terdapat sumbangan gempa
Jombok sebesar RpS00.000.000, biaya promosi dengim daftar nmninatif sebesar
Rp600.000.000, Gaji Pak Eko sebagai komisaris dan pemegang saham sebesar
Rp400.000.000, STP PPh Pasal 25 sebesar Rp62.500.000 (tennasuk bunga
Rp2.500.000), PPN Pajak l\1asukan atas service mobil sedan dinas Pak Eko sebesar
RpS.000.000. PKP atas hal-hal diata~ adalah
A. RpS.405.000.000
B. Rp6.062.500.000
C. Rp6.405.000.000
D. Rp6.067.500.000
281
4. PT. PQR memiliki peredaran brulo sebesar Rp42.000.000.000 dengan Laba komersial
sebesar Rp4.900.000.000, dalam biaya yang dikeluarkan terdapal sumbangan gempa
lombok sebesar Rp500.000.000, biaya prmnosi dengan daftar nominatif sebesar
Rp600.000.000, Gaji Pak Eko sebagai komisaris dan pemegang saham sebesar
Rp400.000.000, STP PPh Pasal 25 sebesar Rp62.500.000 (lermasuk bunga 2.500.000),
PPN Pajak Masukan alas service mobil sedan dinas Pak Eko sebesar Rp5.000.000. Atas
bal-hal lersebul dialas berapa PPh lerutang?
A. Rp 1.430.196.429
B. Rpl.514.642.857
C. Rp 1.429.017.857
D. Rp 1.274.035.714
5. Beda lemporer lerjadi jika perbedaan pengakuan anlara fiskal dengan Japoran keuangan
komersial akan lerpulihkan di masa yang akan dalang. Beda sementara ini dapat posilif
apabila Laporan Keuangan Komersial Jebih besar dari fiskal, sebaliknya beda
sementara ini dapat negalif apabila Laporan Keuangim Komersial Jebih kecil dari
fiskal, berikul merupakan beda lemporer ?
A. Dividen yimg diteri1na perseroan lerbalas alas penyertaan 1nodal 30%.
B. Sumbangan
C. PPh
D. Biaya penyusulan atas Aset Telap yang berbeda masa manfaat anlar fiskal
dengan komersial
282
6. Beda tetap terjadi jika perbedaan pengakuan antara fiskat dengan Laporan Keuangan
Komersial tidak akan terpulihkan di masa yang akan datang, berikut dibawah ini
termasuk beda tetap kecuali ?
A. Sanksi ad!ninistrasi perpajakan
B. Cr<1ji yang dibayarkm1 kepada pe1nilik firma
C. Dividen yang diterima perseroan terbatas atas penyertaan modal 25% yang
dimnbil dari Jaba tahun berjalan
D. lmbalan Paska Kerja
7. Untuk menghitung pajak yang kunmg dibayar pada akhir tahun pitjak, dihitung dengan
cara PKP dikalikan dengan tarif sesuai UU PPh, kemudian dikurangi dengan kredit
pajak, dibawah ini merupakan kredit pajak, kecuali
A. Pasat 22 lmpor
B. Pasat 23 atas bunga
C. STP PPh Pasal 25
D. PPh Pasal 22 Ekspor
8. Atas penjualan bahim bakar minyak, bahan bakar gas, dan petumas oleh produsen atau
importir bahan bakar 1ninyak, bahan bakar gas, dan petumas 1nerupakan objek PPh
Pa~al 22, tarif PPh Pasal 22 atas bahan bakar minyak kepada stasiun bahan bakar umum
dari Pertamina adalah
A. 0.3 % (nol koma tiga persen)
B. 1.5 % (satu setengah persen)
C. 0.25 % (not koma dua Inna persen)
D. 0.45 % (not koma e1npat lima persen)
283
9. PT XYZ 1nerupakan ATPM kendaraan bem1otor melakukan penyerahan kepada PT.
IKM sebagai dealer kendaraan bermotor, pada bulan Maret 2019 PT XYZ menjual
kendaraan bermotor senilai Rp33.000.000.000 (termasuk PPN). Besamya PPh Pasal 22
yang dipungut adalah
A. Rp9.000.000
B. Rpl3.500.000
C. Rp? .500.000
D. Rp3.000.000
10. PPh Pa~al 23 merupakan kredit p,tjak yang menjadi pengunmg PPh terutang di alchir
tahun p,tjak, objek PPh Pasal 23 dibawah ini kccuali
A. Jasa Maklon
B. Bunga yang dibayarkan kepada perusahaan pembiayaan
C. Dividen yang dirima perseroan terbata~ atas penyemum modal 15% yang diambil
dari laba ditahan
D. Royalti
Esai
1. PT TGU Tok, adalah perusaha.m terbuka, pada tahun 2018 total saham yang publiknya
45%, salah satu pemilik sahrun publik adalah PT KJU dengan kepemilikan 6%,
kepetnilikan saham publik sebesar 45% tersebut di tahun 2018 berlangsung 8 bulan,
deng,m Peredaran Bruto sebesar Rp250.000.000.000 dengan laba komersial sebesar
Rp75.000.000.000, dalam biaya yang menjadi pengurang terdapat biaya bunga
pinj,1l1lan sebesar Rp2.500.000.000 y,mg pokok pinjaman digunakan untuk [nvesta~i
PT GBU dengan kepetnilikan 15%, biaya sumbangan gempa palu RpS00.000.000,
sanksi administrasi pajak d sebesar Rp I00.000.000, biaya service kendaraan dinas
General Manager jenis sedan sebesar Rp33.000.000 (tennasuk PPN), Biaya bunga
pinjaman Bank ACB sebesar Rp200.000.000, pokok pinjaman digunakan untuk
284
1nembeli Surat Utang Negara, Imbalan Paska kerja sebesar Rp2.800.000.000. Dalam
penghasilan diluar usaha terdapat penghasilan diluar usaha berupa keuntungm1 selisih
kurs sebesar Rp2.500.000.000.
Kredit pajak tahun 2018 sebagai beril-ut:
a. PPh Pasal 22 Impor sebesar Rp25.000.000
b. PPh Pasal 23 sebesar Rp35.000.000
c. PPh Pasal 25 sebesar Rpl20.000.000
d. STP PPh Pasal 25 sebesar Rp45.000.000 (sanksi ad!ninistrasi Rp5.000.000)
Diminta:
Hi tung PPh yang harus dibayar tahun 2018?
2. PT GHU pada tahun 2018 memiliki peredaran bruto sebesar Rp41.000.000.000 dengan
laba komersial sebesar Rp3.800.000.000, dalam biaya yang 1nenjadi pengurang
termasuk, iuran JHT dan JP BPJS ketenaga kerjaan yang dibayar PT GHU sebesar
Rpl50.000.000, cadangan piutang tak tertagih yang sudah dilaporkim ke KPP terdaftar
sebesar Rp250.000.000, biaya PBB kantor sebesar Rp25.000.000, biaya entertainment
tanpa daftar nominatif sebesar Rp450.000.000, biaya pr01nosi dengan daftar n01ninatif
sebesar Rp350.000.000, PPh Pasal 21 ditanggung oleh PT GHU sebesar
Rp650.000.000, atas penghasilan lain-lain terdapat penghasilan dari luar negeri dari
China berupa bunga sebesar Rp750.000.000 dengan pajak yang dipotong 27%,
penghasilan dividen dari Jepang sebesar Rp250.000.000 dengan pajak 10%.
Kredit Pajak dalam negeri sebagai berikut :
l. PPh Pasal 22 Impor sebesar Rp. 12.500.000
2. PPh Pasal 23 sebesar Rp. 7.500.000
3. PPh Pasal 25 sebesar Rp. 12.000.000
Diminta:
Hitung Pajak Tahun 2018 PT. GHU?
285
REFERENSI
Siti Resmi (2015). Perpajakan: Teori ti.an Kasus edisi 8 (buku 2). Jakarta: Salemba Empat
286
BAB13
PENYELESAIAN PAJAK AKHIR TAHUN, CICILAN PAJAK DAN PAJAK
DALMI LAPORAN KEUANGAN
Pendahuluan
PPh Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pembayaran PPh secara angsuran. T ujuannya adalah
untuk meringankan beban wajib pajak 0VP) mengingat pajak yang terutang harus diluna~i
dalmn wal'tu satu tahun.
Bagi WP, baik usaha perorangan maupun badan usaha, salah satu ketentuan pajak yang harus
dipahami dengan baik adalah PPh Pasal 25. Pajak yang satu ini memberi
kemudahan pe1nbayaran PPh dengan cara diangsur. Dengan begitu, WP tidak terlalu
terbebani dengan ketentum1 pajak terutang yang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Inilah
yang 1nenjadi tujuan PPh Pasal 25 yang ingin bisa meringankan beban WP.
Batas waktu pembayaran PPh Pasal 25 adalah paling lmnbat tanggal 15 bulan beril-utnya dari
1nasa pajak yang akan dibayarkan, apabila sudah melakukan pembayaran tidak diperlukan
untuk 1nelaporkan SPT Ma~a PPh Pa~al 25 karena apabila sudah melal'Ukan pembayaran
sudah 1nelaporkan SPT Masa PPh Pasal 25, apabila batas terakhir pembayaran PPh Pasal 25
jatuh pada hari libur, maka jatuh tempo pembayaran mundur ke hari kerja berikutnya.
Tuju1u1 Pembelajaran
1. Peserta dihar-dpkan mmnpu memahmni konsep dasar angsuran PPh Pasal 25.
2. Peserta diliar-dpkan mmnpu memahmni perhitungan PPh Pasal 25.
3. Peserta dapat 1ne1nahami bahwa wajib pajak mempunyai hak untuk mengitjukan
pengurangm1 PPh Pa~al 25.
4. Pemahmnan dapat memahmni akuntansi atas PPh Pasal 25, maupun akuntansi ata~
kredit pajak.
287
A. CICILAN PAJAK (PPB PASAL 25)
Sistem pembayaran sendiri sepanjang tahun atas PPh tahun berjalan, disebut juga
dengan current-payment system, dibuat untuk percepatan penerimaan pajak, tujuannya
untuk menjaga cash .fiow kas negan1. Besamya angsuran pajak dalam tahun pajak
berjalan yang harus dibayar sendiri oleh "\,VP badan untuk setiap bulan adalah sebesar
PPh yang terutang menurut SPTTahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
l. PPh yang dipotong/dipungut PPh Pasal 22 dan Pasal 23; dan
2. PPh yang dibayar atau terutang di Juar negeri yang boleh dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya
bulan dalam bagian tahun pajak
Contoh:
Pada tanggal 30 April 2019 PT PQR melaporkan PPh terutang tahun 2018 sebesar
Rp350.000.000. PT PQR mempunyai kredit pajak di tahun 2018 berupa PPh Pa~al 22
sebesar Rp60.000.000. PPh Pa~al 23 sebesar Rp 15.000.000 dan PPh Pa~al 24 sebesar
Rp35.000.000.
Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 tahun 2019 tiap bulan adalah sebagai berikut:
Penghasilan yang menjadi dasar penghitungan angsuran 350.000.000
(PPh yang terutang berdasarkan SPT PPh tahun 2018)
PPh yang dipungut oleh pihak lain (Pasal 22) (60.000.000)
PPh yang dipotong oleh pihak lain (Pasal 23) (15.000.000)
Kredit PPh luar negeri (Pasal 24) (35.000.000)
PPh yang haru., dibayar sendiri 240.000.000
Angi;uran PPh Pasal 25 tahun 2019 240.000.000/12
20.000.000
Jadi besamya angsuran PPh Pa~al 25 tahun 2019 yang harus dibayar oleh PT PQR tiap
bulannya sebesar Rp. 20.000.000, angsuran tersebut berlaku mulai masa pajak April
2019.
288
(1) Perhitungan PPh Pasal 25 hagi \VP tertentu clan dalam hal-bal tertentu
Sesuai dengm1 KEP-537/PJ/2000 tentang Penghitungan Besamya Angsuran
Pajak Dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, diatur tata cant
pehitungan PPh Pasal 25 dalam hal-hal sebagai berikut :
l. \VP berhak alas kompensasi kerugian.
2. \VP memperoleh penghasilan tidak teratur.
3. SPT PPh tahun pajak yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang
ditentukan.
4. \VP diberikan perpanjangan jangka wak'tu penyampaian SPT PPh.
5. \VP membetulkan sendiri SPT PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan
lebih besar dari angsurdll bulanan sehelum pe1nbetulan.
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan \VP.
289
= 200.000.000
: 25% X 50% X 200.000.000
= 25.000.000
Tidak mendapat fasilitas = 1.000.000.000 - 200.000.000
= 800.000.000
25% X 800.000.000
= 200.000.000
PPh Terutang = 225.000.000
Angi;uran PPh Pasal 25 Bulanan Tahun 2019 = 225.000.000 :12
= 18.750.000
290
Contoh :
Peredaran bruto = 24.000.000.000
Penghasilan neto 2018 = 2.200.000.000
Penghasilan tidak teratur
Laba selis ih Jews = 800.000.000
Keuntungan penjualan kendaraan = 200.000.000
Total penghasilan tidak teratur = 1.000.000.000
Penghasilan neto 2018 dari penghasilan teratur = 1.200.000.000
Perhitungan PPll Pasal 25 tahun 2019 adalah
Penghasilan yang dijadikan dasar perhitungan PPll Pasal 25 = 1.200.000.000
PPh terutang tahun 2018
PPh Terutang Sesuai UU PPh Pasal 31 E
Fasilitas = 4.800.000.000x 1.200.000.000
24.000.000.000
= 240.000.000
= 25% X 50% X 240.000.000
= 30.000.000
Tidak mendapat fasilitas = 1.200.000.000 - 240.000.000
= 960.000.000
= 25% X 960.000.000
= 240.000.000
PPh Terutang = 270.000.000
Angi;uran PPh Pa,;al 25 Bulanan Tahun 2019 = 270.000.000 : 12
= 22.500.000
(4) Perhitungan PPh Pasal 25 atas SPT PPh tahun Pajak Yang Lalu
Disampaikan Sctclah Lcwat Batas \Vaktu Yang Ditentukan
Dalam ha] SPT PPh tahun pajak yang lalu disrunpaikan WP setelah lewat batas
waktu yang ditentukan, besrunya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas
waktu penyampaian SPT sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT
Tahunan tersebut adalah sruna dengan besamya PPh Pasal 25 bulan terakhir
tahun pajak yimg lalu dan bersifat sementara.
291
Selelah WP menyrunpaikan SPT PPh, besamya PPh Pasal 25 dihilung kembali
berdasarkan SPT dan berlaku surul mulai bulan batas waktu penyampaian SPT.
Apabila besamya PPh Pasal 25 berdasarkan SPT yang terlambat Jebih besar dari
PPh Pasal 25 SPT tahun lalu, alas kekurangan setoran PPh Pasal 25 yang disetor,
1naka terutang bunga sesuai kelenluan UU KUP Pasal 8 ayat (2a) untuk jangka
waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari 1nasing-
1nasing bulan srunpai dengan langgal penyetoran.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 berdasarkan SPT yang lerlambat Jebih kecil dari
PPh Pasal 25 SPT tahun Jalu, atas kelebihan setornn PPh Pasal 25 dapal diitjukan
permohonan pemindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikul setelah
penyrunpaian SPT.
Selelah '.VP menyampaikan SPT PPh yang diperpanjang tersebut, besamya PPh
Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT tersebul dan berlak'll surut mulai
buhm batas waktu penyrunpaian SPT.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 berdasarkan SPT Tahunan lebih besar dari PPh
Pasal 25 SPT Tahunan Perpanjangan, alas kekurangan seloran PPh Pasal 25 yang
disetor, maka lerulimg bunga sesuai kelenluan UU K1JP Pasal 8 ayal (2a) untuk
292
jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari
1nasing-1nasing bulan sampai dengan tanggal penyetordll.
Apabila besamya PPh Pasal 25 berdasarkan SPT Tahunan yang terlambat lebih
kecil dari PPh Pa~al 25 SPT Perpanjm1gan, atas kelebihan setoran PPh Pasal 25
dapat diajukan permohonan pemindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan
berikut setelah penymnpaian SPT Tahunan.
(6) Perhitungan PPh Pasal 25 Disebabkan \VP J\,Jembetulkan Sendiri SPT PPh
y1u1g l\·lengakibatkan Angsuran Bulanan Lebib Besar Dari Angsuran
Bulanan Sebelum Pembetulan
Dalam hal WP dalmn tahun pajak berjalan membetulkan sendiri SPT PPh tahun
pajak yang lalu, besamya PPh Pasal 25 dihitung kembaH berdasarkm1 SPT
Pembetulan tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian
SPT.
Apabila besamya PPh Pasal 25 setelah pe1nbetulan SPT lebih kecil dari PPh Pasal
25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dapat
diajukan pennohonan pemindahbukukan ke PPh Pasal 25 buhm-bulan berikut
setelah penymnpaian SPT Pembetulan.
293
Perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP dapat betupa penurunan atau
peningkatan usaha. Masing-1nasing keadaan tersebut memiliki implikasi yang
berbeda, yaitu:
Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat
permohonan '\VP, Kepala KPP tidak memberikan keputusan, pem1ohonan
',,VP tersebut dianggap diterima dan WP dapat 1nelakukan pembayaran PPh
Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa
dari tahun pajak yang bersangkutan .
294
kembali berdasarkan perkinian kenaikan PPh yang terutang tersebut oleh
WP sendiri atau Kepala KPP tempat WP terdaftar
(8) Perhitungan PPh Pasal 25 Apabila Ada Surat Ketetapan Pajak Untuk
Tahun Pajak yang Lalu
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan sur<1t ketetapan pajak untuk tahun
pajak yang lalu, maka besamya angsuran pajak dihitung ke1nbali berdasarkan
surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan
penerbitan surat ketetapan pitjak.
295
WP dalam rangka pe1nekaran usaha, 'iVP Baru yang merupakan hasil
perubahm1 bentuk badan usaha pada tahun pajak berjalan ditetapkan nihil.
(10) PPh Pasal 25 Badan Usaba 1.filik Negara (BUl\·IN) dan Badan Usaba l\'lilik
Daerab (BUl\'ID)
Sesuai PJv[K 215/PMK.03/2018 PPh Pasal 25 untuk BUMN dan BUMD adalah
sebagai berikut:
1. Angsuran PPh Pasal 25 untuk \VP BUMN dan BUMD dengan nama dan
dalmn bentuk apapun selain :
a. WPBank
b. WP Masuk Bursa; dan/atau
c. WP Lainnya,
2. Dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh atas
penghasilan neto berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan
(RKAP) tahun pajak yimg bersimgkutan yang telah disahkim Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan/atau
pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh Pasal 24 yang dibayar
al'du terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
3. RKAP harus dismnpaikan kepada DJP melalui KPP tempat WP terdaftar,
dan harus dismnpaikan tidak lewat dari batas waktu pembayaran PPh Pasal
25 Masa Pajak pertama tahun pajak berjalan.
4. Dalam hal RKAP belum disahkan, maka besmnya angsurdO PPh Pasal 25
untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahim adalah sama dengan
angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.
296
yang terdiri atas laporan posLsi keuangan dan lapornn laba rugi sejak awal
tahun pajak sampai dengan masa pajak yang dilaporkan.
2. Angsuran PPh Pasal 25 bagi \,VP Bank dihitung berdasarkim penerapan
tarif'Undang-Undimg PPh Pasal 17 alas penghasilan nelo selelah dikurangi:
a. penghasilan dari luar negeri yang diterima alau diperoleh WP,
b. penghasilan dan biaya sebagai pengurang penghasilan nelo yang
dikenai PPh yang bersifat final dan/atau bukan objek PPh,
c. kompensasi kerugian.
3. berdasarkan laporan keuangan dik:urdllgi dengan:
a. PPh yang dipotong d1m/a1au dipungul sebagaimana dimaksud dalam
UU PPh Pasal 22 sejak awal tahun pajak sampai dengan 1nasa pajak
yang dilaporkan.
b. PPh sebagaimana dilnaksud dalarn UU PPh Pasal 25 yimg
seharusnya dibayar sejak awal tahun pajak sampai dengan masa
pajak sebelum masa pajak yang dilaporkan.
(12) PPh Pasal 25 \\IP l\-l asuk Bursa selain \\IP Bank
Sesuai PMK 215/PMK.03/2018 PPh Pasal 25 untuk V{P Masuk Bursa selain WP
Bank adalah sebagai berikut:
I. Dasar untuk penghitungan angsuran PPh Pasal 25 adalah lapordll keuangan
yang disampaikan setiap 3 (liga) bulan kepada bursa dan/atau OJK yang
terdiri alas laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi sejak awal tahun
pajak sampai dengan periode yang dilaporkan.
2. Angsuran PPh Pasal 25 bagi \,VP Bank dihitung berdasarkim penerapan
tarifUndang-Undang PPh Pasal 17 alas penghasilan nelo selelah dikurangi:
a. penghasilan dari luar negeri yang diteri1na alau diperoleh WP,
b. penghasilan dan biaya sebagai pengurang penghasihm nelo yang
dikenai PPh yang bersifal final dan/alau bukan objek PPh,
c. kompensasi kerugian
297
3. Berdasarkan laporan keuangan dikurangi dengan:
a. PPh yang dipotong dan/atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam
Undm1g-Undang PPh Pasal 22 sejak awal tahun pajak smnpai dengan
masa pajak yang dilaporkan.
b. PPh sebagaimana dimaksud dalam U ndang-Undang PPh Pasal 25
ym1g seharusnya dibayar sejak awal tahun pitjak sampai dengan masa
pajak sebelum masa pitjak yang dilaporkan.
(13) PPh Pasal 25 Bagi '\,VP Yang Dibaruskan J\olembuat Laporan Keuangan
Berkala yang Selanjutnya disebut '\,VP Lainnya Adalah WP yang
J\olelaksanakan Kegiatan Di Sektor Perasuransian, Dana Pensiw1, Lembaga
Pembiayaan Dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
Sesuai P11K 2 I 5/P11K.03/2018 PPh Pasal 25 untuk WP yimg diharuskan
1nembuat laporan keuangan berkala yang selanjutnya disebut WP lainnya adalah
'\VP yang melaksanakan kegiatan di sektor perasuransian, dana pensiun, Jembaga
pembiayaan dan lembaga jasa kemmgan lainnya adalah sebagai berikut:
1. Dasar untuk penghitungan angsuran PPh Pasal 25 adalah laporan keuangan
yang disampaikim setiap 3 (tiga) buhm kepada bursa dan/atau Otoritas Jasa
Keuangan yang terdiri atas laporan posLsi keuangim dan laporan Jaba rugi
sejak awal tahun pajak sampai dengan periode yang dilaporkan.
2. Angsuran PPh Pasal 25 bagi \VP Bank dihitung berdasarkan penerapan
tarifUndang-·U ndang PPh Pasal 17 atas penghasilan neto setelah dikurangi:
a. penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh \VP,
b. penghasilan dan biaya sebagai pengurang penghasilan neto yang
dikenai PPh yang bersifat final dan/atau bukan objek PPh,
c. kompensasi kerugian
3. berdasarkan laporan keuangan dikurangi dengan:
a. PPh yang dipotong dan/atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 Undang-Undang PPh sejak awal tahun pajak sampai dengan
1nasa pajak yang dilaporkim.
298
b. PPh sebagaimana dimaksud dalam Undang-·Undang PPh Pasal 25
yang seharusnya dibayar sejak awal tahun pajak sampai dengan masa
pajak sebelum masa pajak yang dilaporkan .
B. PENCATATAN AKUNTANSI
299
Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 tahun 2019 tiap bulan adalah sebagai
berikut:
Penghasilan yang menjadi dasar penghitungan angsuran = 350.000.000
(PPh yang terutang berdasarlcan SPT Tahunan PPh tahun 2018)
PPh yang dipungut oleh pihak lain (Pa<al 22) = (60.000.000)
PPh yang dipotong oleh pihak lain (Pa,al 23) = (15.000.000)
Kredit PPh luar negeri (Pa,;al 24) = {35.000.000)
PPh yang haru.< dibayar sendiri = 240.000.000
Angsuran PPh Pa,;al 25 tahun 2019 = 240.000.000/12
= 20.000.000
Berikut adalah ayat jurnal yang dibuat PT. PQR setiap bulannya dimulai April
20 19 untuk tahun 2019:
Db PPh Pasal 25 Dibayar Di muka Rp20.000.000
Kr Bank Rp20.000.000
300
Contob PPb Pasal 22 transaksi penjualan barang kc Bendarahara
Pcmerintah:
Pada tanggal 12 Maret 2019, Dinas Pendidikan OKI Jakmta membeli
20 Uttit AC (pendingin udara) dari rekanan PT. Udara Sejuk dengan harga
Rp5.000.000/unit.
Berikut adalah ayat jurnal yang dibuat PT. Udara Sejuk pada tanggal 12
Maret 2019:
Db Bank Rp98.500.000
Db PPh Pasal 22 dibayar dimuka Rp 1.500.000
Kr Penjualan Rpl00.000.000
Berik'llt adalah ayat jurnal yang dibuat PT ASD pada tanggal 15 Maret
2019:
Db Bank Rp660.600.000
Kr PPN Pajak Keluaran Rp60.000.000
Kr Utang Pajak PPh Pasal 22 Rp600.000
Kr Penjualan Rp600.000.000
Berikut adalah ayat jurnal yang dibuat PT ASD pada tanggal 10 April 2019:
Db Utang Pajak PPh Pasal 22 Rp600.000
Kr Bank 600.000
301
Kr Bank R p600.000.000
Berikut adalah ayat jumal yang dibuat PT. IKL pada tanggal 5 Maret 2019:
Db Di,•iden Rp400.000.000
Kr Utang Pajak PPh Pasal 23 Rp60.000.000
Kr Bank Rp340.000.000
Berikut adalah ayatjumal yimg dibuat PT. JKL pada tanggal 10 April 2019:
Db Utang Pajak PPh Pasal 23 Rp60.000.000
Kr Bank Rp60.000.000
Berikut adalah ayat jumal yang dibuat PT. BNM pada timggal 5 !\,Jaret
2019:
Db Bank Rp340.000.000
Kr PPh Pasal 23 dibayar dimuka Rp60.000.000
Kr Pendapatan Di,1de n R p400.000.000
302
Contoh PPh Pasal 23 Bunga:
PT EDC pada t:mggal 15 Maret 2019 membayar Bunga kepada PT YHN
sebesar RpS00.000.000, atas transaksi tersebut PT EDC memotong PPh
Pasal 23 sebesar 15%.
Berikut adalah ayat jumal yang dibuat PT EDC pada tanggal 15 Maret
2019:
Db Beban Bunga RpS00.000.000
Kr Utang Pajak PPh Pasal 23 Rp75.000.000
Kr Bank Rp425.000.000
Berikut adalah ayat jumal yang dibuat PT EDC pada tanggal IO April 2019:
Db Utang Pajak PPh Pasal 2.1 Rp75.000.000
Kr Bank Rp75.000.000
Berikut adalah ayat jumal yang dibuat PT YHN pada tanggal 15 Maret
2019:
Db Bank Rp425.000.000
Db PPh Pasal 23 dibayar dimuka Rp75.000.000
Kr Pendapatan Dividen RpS00.000.000
Beril-ut adalah ayat jumal yang dibuat PT TGB pada tanggal 25 Maret 201 9:
Db Beban Jasa Audit Rp600.000.000
Db Pajak Masukan Rp60.000.000
Kr Utang Pajak PPh Pasal 2.1 Rp 12.000.000
Kr Bank Rp648.000.000
303
Beril'llt adalah ayat jun1al yang dibuat PT TGB pada tanggal LO April 2019:
Db Utang Pajak PPh Pasal 2.1 Rp 12.000.000
Kr Bank Rp12.000.000
Berikut adalah ayat jumal yang dibuat KAP Eko dan Rekan pada tanggal
25 Maret 2019:
Db Bank Rp648.000.000
Db PPh Pasal 23 dibayar dimuka Rp12.000.000
Kr Pendapatan Jasa Rp600.000.000
Kr PPN Keluaran Rp60.000.000
Contob :
PT RFV tahun pitjak 2018 menerima pendapatan bruto dari dalam negeri
sebesar Rp8.500.000.000 dan pendapatan sewa dari luar negeri sebesar
Rp350.000.000 yang telah dikenai PPh oleh otoritas setempat. Perusahaan
1nengeluarkan biaya operasional sebesar Rp5.850.000.000 terkait
pendapatan yang diperolehnya di dalam negeri. Sebagai keter-dllgan
tambahan, perusahaan telah membayarkan sendiri angsur-,m PPh 25 sebesar
Rp75.000.000. Bagaimanakah PT RFV melakukan penjun1alan saat
peneri1naan penghasilan dari LN dan di akhir tahun fiskal, jika:
l. Tarif Pajak diluar negeri alas sewa sebesar 10%
2. Tarif Pajak diluar negeri atas sewa sebesar 28%
304
Penyclesaian:
Tarif Pajak di Iuar ncgeri atas sewa scbesar 10%
Penghasilan netto ON = 8.500.000.000 - 5.850.000.000
2 .650.000.000
Total penghasilan neto = 2.650.000.000 + 350.000.000
= 3.000.000.000
PPh badan sesuai Pasal 31 E
Fasilitas = 4.800.000.000 X 3.000.000.000
8.000.000.000
= 1.800.000.000
= 225.000.000
Non Fasililas = 3.000.000.000 - 1.800.000.000
= 1.200.000.000
= 1.200.000.000 X 25%
= 300.000.000
PPh Terutang = 225.000.000 + 300.000.000
= 525.000.000
Batas k:redit PPh 24 = 350.000.000 X 525.000.000
3.000.000.000
= 61.250.000
Pajak yang di potong diluar negeri = 350.000.000 X 10%
Kredit Pajak PPh Pasal 24 = 35.000.000
305
Tarif Pajak di Iuar oegeri atas sewa sebesar 28 %
Pajak yang di potong diluar negeri : 350.000.000 X 28%
98.000.000
Kredit Pajak PPh Pasal 24 = 98.000.000
PPh Pasal 29 harus disetor menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) paling
lambat sebelum SPT Tahunan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pitjak,
yaitu akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya untuk ,vP OP dan akhir
bukan keempat tahun pajak berikutnya untuk \VP badan.
306
Contoh:
Pada tahun pitjak 2018, dalam laporan keuangim komersil PT JKL
menghasilkan laba sebelum pajak sebesar Rp4.000.000.000 dmi peredaran
usaha sebesar Rp60.000.000.000. Setelah dilakukan rekonsiliasi fiskal
diperoleh laba kena p,tjak sebesar Rp? .500.000.000 dim PPh terutang
Rpl.875.000.000 (25% x Rp?.500.000.000).
Selama tahun 2018 data kredit pajak dan p,tjak yang dibayar sendiri PT
JKL adalah sebagai berikut:
PPh Pasal 22 Impor Rp65.000.000
PPh Pasal 2 2 Bendahara Rp90.000.000
PPh Pasal 23 Rp9&.000.000
PPh Pasal 24 I Rp&2.000.000
PPh Pasal 25 J Rp190.000.000
307
(c) Behan Pajak dan Pajak Tangguhan
PPh diatur dalrun PSAK 46: Pajak Penghasilan. Dalam ak:untansi pitjak
dikenal istilah pitjak k:ini dan pajak tangguhan.
Pajak kini adalah j mnlah PPh terutang atau dilunasi atas laba kena pajak
atau rugi kena pajak untuk satu periode.
308
Contoh:
PT ABC
Laba Akuntansi Kompara.,i 2015-2018
Merujuk tabel di atas, misalnya beban usaha terdiri atas penyusutan aset
berupa peratalatan dengan nilai peroleh Rpl.200.000, metode penyusutan
adalah gmis Jurus, dengan umur ekonomis secara komersial adalah 3 tahun
dengan nilai penyusutm1 setiap tahun Rp400.000, sedangkan menurut
ketentuan fiskal termasuk kelmnpok I adalah 4 tahun sehingga besarnya
penyusutan fiskal adalah Rp300.000, selanjutnya PKP kon1paratif dihitung
sebagai berik:ut:
PT ABC
Laba Akuntansi Kompara., i 2015-2018
309
Jika digabung tabel laba akuntansi komparatif dengan laba kena pajak
komparatif akan dilihat sebagai berikut:
PT ABC
310
Pada tahun 2015 srunpai dengan tahun 2018 PT ABC mendebit akun aset
pajak tangguhan, pengakuan aset pajak tangguhan memberikan
konsekuensi dimasa depan manfaat ekonomis, khususnya terkait dengan
pajak, terlihat ditahun 2018 secant akuntansi beban PPh adalah Rp262.500,
tetapi yang dibayarkan ke kas negara sebesar Rpl87.500, selisih Rp75.000
ini merupakan 1nanfaat ekon01nis diperoleh PT ABC.
Contoh :
PT. ABC pada tahun 2015 mengalami kerugian fiskal 8.000.000.000
(diasmnsikan kerugian akuntansi nilainya sama). Pada tahun 2016 PT.
ABC laba 2.000.000.000, tahun 2017 laba 3.000.000.000 dan 2018 laba
sebesar 5.000.000.000 tidak terjadi perbedaan akuntansi dan p~jak.
2015 2016 2017 2018
Laba alruntansi Rp&.000.000.000 Rp2.000.000.000 Rp3.000.000.000 Rp5.000.000.000
Beha pajak kini Rp500.00.000
Behan pajak tangguhan Rp2.000.000.000 Rp500.000.000 Rp750.000.000 Rp750.000.000
Total beban pajak Rp2.000.000.000 Rp500.000.000 Rp750.000.000 Rpl .250.000.000
Laba setelah pajak Rp6.000.000.000 Rpl .500.000.000 Rp2.2.50.000.000 Rp3.750.000.000
Jumal pada:
2015 Db Asel pajak tangguhan Rp2.000.000.000
Kr Pendapatan pajak tangguhan Rp2.000.000.000
2016 Db Behan pajak tangguhan RpS00.000.000
Kr Aset pajak tangguhan Rp500.000.000
2017 Db Behan pajak tangguhan Rp750.000.000
Kr Asel pajak tangguhan Rp750.000.000
2018 Db Behan pajak tangguhan 750.000.000
Db Behan pajak kini 500. 000.000
Kr J\set pajak tangguhan 750.000.000
Kr Utang pajak kini 500. 000.000
311
C. ETIKA DAL~·I PELAPORAN PAJAK
Sarana pelaporan menggunakan SPT, dan SPT adalah s urat yang oleh \VP digunakan
untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pitjak, objek pajak, dan/atau
bukan objek pajak, harta, kewitjiban menurut ketentuan perundang-undangan
perpajakan.
WP wajib 111engLsi SPT dengan benar, lengkap, jelas serta ditanda tangani. Yimg
dimaksud benar,lengkap, dan jelas adalah sebagai berikut:
I. Benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan
ketentuim peraturan perundang-undangan perp1tjak1m, dalam penulisan, dan
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
2. Lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak
dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT.
3. Jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dmi objek pajak dan unsur-unsur
lain yang harus dilaporkan dalmn SPT.
312
5. E-filing 1nelalui ASP (Application Service Provider).
Melihat dari kewajiban pelapordll tersebut diatas sejalan dengan kode etik professional
akuntan yaitu:
1. Integritas yaitu bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan profesional dim
bisnis.
2. Kompetensi dan kehati-hatilm profesional, yaitu menJaga pengetahuan dan
keahlian profesional pada tingkat yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja akan menerima jasa profesional yimg kompeten
berdasarkim perkembimgan praktik, peraturan, dan teknik mutakhir, serta
bertindak sungguh-s ungguh dan sesuai dengan teknik dan ~1andar profesional
yang berlaku.
3. Objektivitas yaitu tidak me1nbiarkan bills, benturan kepentingan, atau pengaruh
yang tidak semestinya dari pihak lain, yang dapat mengesampingkim
pertimbimgan profesional atau bisnis.
4. Kerahasiaan yaitu menghormati kenihasiaan informasi yimg diperoleh dari basil
hubungan profesional dan bisnis dengan tidak mengungkapkan infom1asi
tersebut kepada pihak ketiga tanpa ada kewenangan yang jelas dan memadai,
kecuali terdapat s uatu hak atau kewajiban hukum atau profesional untuk
mengungkapkannya, serta tidak menggunakan informasi tersebut untuk
keuntungan pribadi Akuntan Profesional atau pihak ketiga.
5. Perilaku Profesional yaitu 1nematuhi hukum dan pen1turdl1 yimg berlaku dan
menghindari perilaku apa pun yimg mengurangi kepercayaan kepada profesi
Akuntan Profesional.
3l3
LATIHAN SOAL
A. Pilihan Ganda
1. Penghitungan PPh Pasal 25 bagi "VP Tertentu dan dalrun hal-hal tertentu Sesuai dengan
KEP-537/PJ/2000 tentang penghitungan besan1ya ru1gsuran pajak Dalam tahun pajak
Berjalan Dalam Hal-hal Tertentu, diatur tata cara pehitungru1 PPh Pasal 25 dalrun hal-
hal sebagai berikut, kccuali
A. \VP berhak atas kompensasi kerugian
B. "VP diberikan perpanjangru1 jru1gka waktu penyrunpaian SPT PPh
C. SPT PPh tallun pajak yru1g lalu disrunpaikan setelah Jewat batas waktu yang
ditentukan
D. "VP 1nenghitung ata~ tallun pajak berjalru1 akru1 menjadi Jebih bayar
2. Penghasilru1 teratur adalall penghasilru1 yru1g lazi1nnya diterima atau diperoleh secara
berkala sekurang-kunmgnya sekali dalrun setiap tahun pajak, yang bersumber dari
kegiatan usalla, pekerjaan bebas, pekerjaru1, harta dan atau modal, kecuali penghasihm
yang telah dikenakan PPh kecuali yang bersifat final, dibawall ini merupakan
penghasihm teratur
A. Sewa kendaraan
B. Dividen
C. Royalti
D. Laba penjualan mobil
314
3. PT XYZ memiliki peredaran usaha sebesar Rp48.000.000.000 dengan penghasilan
neto sebesar Rp6.000.000.000, dalam penghasilan neto terdapat penghasihm Jain diluar
usaha berupa dividen sebesar Rp2.000.000.000, selisih kurs Rpl .000.000.000,
penghasilan sewa kendaraan sebesar Rp200.000.000, besamya PPh Pasal 25 apabila
dihitung sendiri karena memperoleh penghasihm tidak teratur dan tidak ada kredit
pajak?
A. Rpl25.000.000
B. Rp59.375.000
C. Rp98.958.333
D. Rp55.4 l6.667
4. Besamya PPh dihitung herdasarkan penerapan tarif Undang-Undang PPh Pasal 17 atas
penghasilan neto berdasarkim RKAP tahun pajak yang bersangkutan yang telah
disahkan RUPS dikurangi dengan pemotongan dim/atau pemungutan PPh Pasal 22 dan
Pasal 23 serta PPh Pa~al 24 yang dibayar atau terutimg di luar negeri tahun pajak yimg
lalu, dibagi 12 (dua belas), perhitungan PPh Pasal 25 ini untuk WP adalah
A. \VP B UMN Bimk
B. "\VP BUMN Masuk Bursa
C. \VP B UMN Asuransi
D. "\VP BUMN Semen
5. Dasar untuk penghitungan angsuran PPh Pasal 25 bagi WP bank adalah laporan
keuangan yang disampaikan kepada OJK yang terdiri atas laporan posisi keuangan dan
laporan laba rugi sejak awal tahun pajak smnpai dengan masa pajak yang dilaporkan.
angsuran PPh Pasal 25 bagi WP bank dihitung berdasarkan penerapan r.uif Undang-
U ndang PPh Pasal l 7 atas penghasilan neto setelah dil'llfangi ?
A. Penghasilan dari biaya transfer antar bank
B. Penghasilan dari Safe Deposit Box
C. Penghasilan dari penjualan piutang tak tertagih
D. Penghasilan dari Juar negeri yang diterima atau diperoleh \VP
315
6. PT ABC menymnpaikan SPT Tahunan pembetulan tahun pajak 2017 pada bulan Juni
2019, dm1 SPT Tahunan 2018 sudah disampaikan, besamya PPh Pasal 25 WP
membetulkan sendiri SPT PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan Jebih besar dari
angsuran bulanan sebelum pembetulan dari kasus diatas adalah
A. Tidak perlu membayar PPh Pasal 25 tahun 2018
B. PPh Pasal 25 menjadi sesuai SPT Tahunm1 Pembetulan berlaku sejak masa April
2018
C. PPh Pasal 25 Nihil
D. Akan diterbitkan STP atas kekurangan PPh Pasal 25 April sampru dengan
Dese1nber 2018
7. PPh Pasal 25 apabila terjadi perubahan kegiatan usaha berupa penurunan usaha maka
\VP dapat mengajukan untuk perrnohonan pengurangan PPh Pasal 25 apabila
memenuhi syarat
A. Sesudah 2 (dua) bulan berjalannya suatu tahun pajak
B. Mengalami penurunan Jaba bersih kurang dari 75 % dari Laba bersih tahun
sebelumnya
C. Mengalami penurunan peredaran usaha kurang dari 75 % dari peredanm usaha
tahun sebelumnya
D. Mengalami penurunan PPh Terutang kurang dari 75 % dari PPh terutang tahun
sebelumnya
316
8. Eclo pada tahun 2019 baru melakukan kegiatan usaha mini market, pada tahun 2019
Eclo mengajukan ke KPP terdaftar untuk memilih tidak dikenakan PPh Final peredaran
tertentu dan Eclo 1nelaksimakan pembukuan, besamya PPh Pasal 25 Edo tahun 2019
adalah
A. Nihil
B. PKP bulan pertruna kaH dua belas dikali tarif u·u PPh Pasal 17 dibagi dua belas
C. l % dari perdaran bruto setiap bulan
D. 0,5% dari peredanm bruto setiap bulan
9. Dasar untuk penghitungan angsunm PPh Pasal 25 adalah laponm keuangan yimg
disrunpaikan setiap 3 (tiga) bulan kepada bursa dan/atau OJK yang terdiri atas laporan
posisi keuangan dan laporan laba rugi sejak awal tahun pajak srunpai dengan periode
yang dilaporkan, perhitungan PPh Pasal 25 ini berlaku untuk, kccuali
A. Perusahaan Asuransi
B. Perusahrum Pembiayaan selain Bank
C. Dana Pensiun
D. Perusahaan Bank
10. Bapak Ahmad status 1nenikah dengan anak 1 kirryawim dengan gaji tahun 2019 sebesar
Rp500.000.000, dan 1ne1niliki penghasilan dari usaha Salon dengan penghasilan tahun
2018 sebesar Rp2.250.000.000 dan pada tahun 2019 sebesar Rp3.500.000.000, pada
tahun 2019 memperoleh penghasilan dari royalti dari negara China sebesar
Rp400.000.000 dim dipotong pajak 20% dan mendapat penghasilan dividen dari negara
Thailand Rp600.000.000 dan dipotong pirjak 35%, PPh Pasal 25 tahun 2020 adalah
sebesar
A. Rpl 1.588.709
B. Rp7.175.000
C. Rp9.53l.182
D. RpS.117.473
317
B. Esai
1. PT TGU Tbk, adalah perusahmm terbuka, pada tahun 2018 total saham yang publiknya
45%, salah satu pemilik saham pubHc adalah PT KJU dengan kepemilikan 6%,
kepe1nilikan saham publik sebesar 45 % tersebut di tahun 2018 berhmgsung 8 bulan,
dengim peredardO bruto sebesar Rp250.000.000.000 dengan laba komersial sebesar
Rp75.000.000.000, dalam biaya yang menjadi pengurang terdapat biaya bunga
pinjmnan sebesar Rp2.500.000.000 yang pokok pinjaman digunakan untuk investasi
PT GBU dengan kepe1nilikan 15%, biaya sumbangan gempa palu 500.000.000, sanksi
administrasi pajak sebesar Rpl00.000.000, biaya perbaikan kendarmm dinas General
Manager jenis sedim sebesar Rp33.000.000 (termasuk PPN). Biaya bunga pinjmnan
Bank ACB sebesar Rp200.000.000, pokok pinjaman digunakan untuk membeli Surat
Utang Negara, imbalan pasca kerja sebesar Rp2.800.000.000.
Dalmn penghasilan diluar usaha terdapat penghasilim diluar usaha berupa keuntungan
selisih kurs sebesar Rp2.500.000.000.
Kredit pajak tahun 2018 sebagai berikut:
a. PPh Pasal 22 impor sebesar Rp25.000.000
b. PPh Pasal 23 sebesar Rp35.000.000
c. PPh Pasal 25 sebesar Rp l20.000.000
d. STP PPh Pasal 25 sebesar Rp45.000.000 (sanksi administrasi RpS .000.000)
Diminta:
Hi tung PPh Pasal 25 tahun 2019, apabila ada penghasilan tidak teratur?
318
2. PT GHU pada tahun 2018 memilik:i peredaran bruto sebesar Rp41.000.000.000 dengan
Jaba komersial sebesar Rp3.800.000.000, dalam biaya yang menjadi pengunmg
terrnasuk, iunm JHT dan JP BPJS ketenaga kerjaan yang dibayar PT. GHU sebesar
Rp 150.000.000, cadangan piutang tak tertagih yang sudah dilaporkan ke KPP terdaftar
sebesar Rp250.000.000, biaya PBB kantor sebesar Rp25.000.000, biaya entertainment
tanpa daftar nominatif sebesar Rp450.000.000, biaya promosi dengan daftar
nominative sebesar Rp350.000.000, PPh Pasal 21 ditanggung oleh PTGHU sebesar
Rp650.000.000, alas penghasihm lain-lain terdapat penghasilan dari luar negeri dari
China berupa bunga sebesar Rp750.000.000 dengan pajak yang dipotong 27%,
penghasihm Dividen dari Jepang sebesar Rp250.000.000 dengim pajak 10%.
Kredit Pitjak dalam negeri sebagai berikut :
a. PPh Pasal 22 [mpor sebesar Rp. 12.500.000
b. PPh Pasal 23 sebesar Rp. 7.500.000
c. PPh Pasal 25 sebesar Rp. 12.000.000
Diminta:
Hitung PPh Pasal 25 Tahun 2019?
319
REFERENSI
Siti Resmi (2015). Pe1pajakmt: Teori da11 Kasus edisi 8 (buku I) . Jakarta: Salemba Empat
320
BAB14
PAJAK PENGHASILAN -PE!\<IOTONGAN DAN PEl\·IUNGUTAN
Pendahuluan
Dalam UU KOP definisi wajib pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan, meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan petnungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentum1 peraturan perundang-undimgan perpajakan.
Pajak penghasilan pemotongan dan/atau pemungutan (PPh PotPut) senng disebut juga
dengan withholding taxes, yaitu merupakan salah satu sistem adminfatrasi perpitjakan yang
banyak diterapkan di negara lain. Sistetn ini memiliki keunggulan karena pajak dibayar pada
saat penghasilan diterima. \Vithholding taxes di Indonesia adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal
22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, dan PPh Pasal 4 (2) Final.
UU PPH Pa~al 20 ayat 2 menyatakim bahwa peluna~an pajak melalui petnotongan dan
pemungutan pajak oleh pihak lain serta pembayaran pajak oleh wajib pajak sendiri tersebut,
1nerupakan angsuran pitjak yimg akan dikreditkim terhadap pitjak pengha~ilan (PPh) yimg
terutang untuk seluruh tahun pajak yang bersangkutan.
Pemotong memiliki kewajiban untuk metnbuat bukti potong. Dokumen yang menunjukkan
bahwa ata~ pengha~ilan tersebut telah dibayarkan pajaknya sesuai dengan ketentuan
perpajakan. Bukti potong ini wajib diberikan kepada penerima penghasilan. Bukti potong
1nemiliki fungsi setara dengan surat setoran pitjak (SSP). Pada akhir tahun, Bukti potong
inilah yang akan diperhitungkim atau dikreditkan di PPh Orang Pribadi atau PPh Badan
khusus untuk bukti potong selain PPh Final.
321
Tujuan Pemhelajaran
1. Peserta diharapkan mampu n1emahami ketentuim pemotongan/ pemungutan PPh.
2. Peserta diha111pkan mampu memahami hak wajib pajak untuk mengajukan bebas
pemotongan untuk jenis penghasilan tertentu.
3. Peserta diharapkan mampu n1emahami akuntansi atas pemotongan/pem1U1gutan PPh.
PPh Pasal 21 adalah pe1notongan pajak atas penghasillm sehubungan dengan pekerjaan,
jasa, atau kegiatan dengim nama dan dalam bentuk apa p1U1 yang diterima atau
diperoleh WP orang pribadi dalam negeri.
(1) Pemotong Pajak
Pemotongan PPh Pasal 21 terkait dengan ketentuan dalam Pasal 21 UU PPh yimg
mengatur tentang pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan
sehubungan dengan:
Pekerjaan
Jasa
Kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima (cash
basis) atau diperoleh (accntal basis) \VP orang pribadi dalam negeri.
Dalam UU PPh Pasal 21 dan PMK No. 252/PMK.03/2008 jo Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 101/PMK.10/2016 jo Peraturdll Menteri Keuangan Nomor
I02/PMK.I0/2016 jo PER.16/ PJ ./2016, ditegaskim bahwa Pemotong PPh Pasal
21 atau disebut Pemotong Pajak terdiri atas:
I. Pemberi kerja yang terdiri atas ordllg pribadi dan badan, baik merupakan
pusat 1naupun cabang, perwak:ilan atau unit yang membayar gitji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayanm lain dengan nruna dru1 dalanl
bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang dilak:ukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
2. Bendahara atau pe1negang kas pemerintah, termasuk bendaha111 atau
pemegang kas pada Pe1nerintah Pusat termasuk institusi TNl/POLRl,
322
Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, le1nbaga lembaga
negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri,
yang membayarkan gitji, upah, honorarimn, tunjangan, dan pembayaran
lain dengan nruna dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan, jasa, dru1 kegiatan.
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan
badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua.
4. Orang pribadi yang 1nelakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang membayar:
a. honorarimn atau pembayaran lain sebagai hnbalan sehubungan
dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi
dengan status Subjek Pajak dalam negeri, tennasuk jasa tenaga ahli
yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas
namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya
b. honorarimn atau pembayaran lain sebagai ilnbalan sehubungan
dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan
status Subjek Pajak luar negeri
c. honorarimn atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan,
dan 1nagang
5. Penyelenggara kegiatan, tennasuk badan pemerintah, orgruusas1 yru1g
bersifat nasional dan intemasional, perkumpulan, orang pribadi serta
lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar
honorarium, hadiah, atau penghargaan dalrun bentuk apapun kepada WP
orang pribadi dalrun negeri berkenaan dengan suatu kegiatan
323
2. Organisasi internasional sebagaimana dhnaksud dalrun UU PPh Pasal 3
ayat (I) huruf c, yang tel ah ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
3. Pe1nberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaru1 bebas yang semata-mata me1npekerjakan orang pribadi untuk
melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Dalam hal organisasi intemasional tidak me1nenuhi ketentuan, orgamsas1
intemasional dimaksud merupakan pemberi kerja yang berkewajiban 111elakukan
pemotongan pajak.
Dalam UU PPh Pasal 4 ayat ( 1) huruf a diatur bahwa penggantian atau imbalan
berkenaru1 dengan pekerjaan atau jasa yang diteri1na atau diperoleh termasuk
gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau
imbalan dalrun bentuk lainnya merupakan objek PPh, dalrun hal ini objek PPh
Pasal 2.
Pada Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh disebutkan bahwa penggantian atau
imbalan sehubungan dengan pekerjrum atau jasa tersebut bukan merupakan objek
PPh Pasal 21 sepanjang diterima atau diperoleh dalrun bentuk natura dim atau
kenil,natan dari WP atau Pemerintah.
324
penerimaan dalam bentuk naturd dan kenikmatan lainnya dengan nama apa pun
yang diberikan oleh: bukm1 "VP, "VP yimg dikenakan PPh yimg bersifat final, atau
'\VP yang dikenakim PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deetned
pro.fit). \'IP dengan deemed profit adalah:
1. Perusabaan charter pesawat (475/KMl(.04/1996),
2. Perusabaan pelayanm dalam negeri (416/KMK.04/1996),
3. "VP luar negeri yang bergerak di bidang pelayaran/penerbangan dalamjalur
intemasional (417/KMK.04/1996), dan
4. "VP luar negeri yang 1ne1npunyai Kantor Perwak:ilan Dagang di Indonesia
(634/KMK.04/1994).
325
7. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur
yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan
pengawas yang tidak 1nerangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan
yang lruna;
8. Penghasilan berupa ja~a produksi, tantiem, gratifika~i. bonus atau imbalan
lain yang bersifat tidak teratur yang diterhna atau diperoleh mantan
9.
" .
pe"awai· atau
Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun
yang ma~ih berstatus sebagai pegawai, dan dana pens1un yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Yang tidak termasuk pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan a~uransi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakmm, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa
2. Penerimaan dalrun bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk
apapun diberikan oleh WP atau Pemerintah, kecuali penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pa~al 5 ayat (2) ;
3. Juran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensium yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangim, iuran tunjangan hari tua atau lurdll
jamimm hari tua kepada badim penyelenggara tunjangan hari tua atau badan
penyelenggara jruninim sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi
kerja;
4. Zakat yang diterima oleh ordllg pribadi yang berhak dari badan atau
Je1nbaga amil zakat yimg dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diak:ui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari
Jembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
326
5. Beasiswa sebagaimana cfunaksud dalam ·u ndang-Undang Pajak
Penghasilan Pa~al 4 ayat (3) huruf.
PPh yang ditanggung oleh pemberi kerja, tennasuk yimg ditanggung oleh
Pemerintah, merupakan penerunaan dalam bentuk kenikmatan .
327
J. petugas penjaja barang dagangan;
k. petugas dinas Juar asuransi; dan/atau
I. distributor perusahaan mu.ltilevel marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainnya.
4. Anggota dewan komisaris alau dewan pengawas yang tidak merdllgkap
sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
5. Mantim pegawai; dim/atau
6. Peserta kegiatan yang menenma atau 1nemperoleh pengha~ilan
sehubungan dengan keil'lltsertmmnya dalam suatu kegiatan, antara lain:
a. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombmm olah
raga, sen1, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan
perlombaan Jainnya;
b. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
c. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara
keuiatan tertentu ·
" '
d. peserta pendidikim dan pelatihan ; atau
e. peserta kegiatan lainnya.
Peneruna penghasilan yang tidak memiliki NPWP besarnya tarifnya Jebih tinggi
20% (dua pu.luh persen) dmipada tarif yang diterdpkan terhadap V{P yang dapat
menunjukkan NPWP.
328
Rp6.000.000 (enmn juta rupiah) setahun atau Rp500.000 (lima ratus ribu
rupiah) sebulan.
Iuran pensiun/jaminan hari tua, yaitu iuran iuran yang terkait dengan gaji
yang dibayar oleh pegawai kepada dima pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari
tua atau jmninim hari tua yimg dipersamakan dengan dana pension yimg
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
329
dalmn bagian tahun kalender ditentukan berdasarkan keadaan pada awal bulm1
dari bagian tahun kalender yang bersangkutan.
330
(7) Tarif PPh Pasal 21 dan Perbitungan PPh
Tarif pemotongan ata~ penghasilan sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Pasal
21 ayat ( 1) adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Pasal 17
ayat ( 1), kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah. Tarifumum PPh
Pasal 21, sebagaimana diatur dalam pasal 17 UU PPh, adalah sebagai berikut:
Lapi•an Penghasilan Kena Pajak Tarif
Sampai de ngan RpS0.000.000 5%
Di atas RpS0.000.000 sampai dengan Rp250.000.000 15%
Jumlah PKP sebagai dasar penef'dpan tarif dibulatkan ke bawah hingga ribuan
penuh.
(a) Penghitungan
Pegawai tetap adalah pegawa, yang menenma atau memperoleh
penghasilan dalam j umlah tertentu secara teratur, tennasuk anggota dewan
komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja
berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu ym1g menerima atau
memperoleh penghasilan dalmn jmnlah tertentu secara ten1tur.
Untuk perhitungm1 PPh Pasal 21 ym1g harus dipotong setiap masa pajak,
kecuali masa pitjak terakhir, tarif diten1pkan atas perk:iraan penghasilan
yang akan diperoleh selama I (satu) tahun, dengan ketentuan sebagai
berikut:
Perkif'dan atas penghasilan yang bersifat teratur adalah j mnlah
penghasilan teratur dalam I (satu) bulan dikalikan 12 (dua betas);
Dalam ha] terdapat tambahan penghasilan yang bersifat tidak teratur,
maka perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu)
331
tahun adalah sebesar jumlah pada huruf i dilambah dengan jumlah
penghasilan yang bersifat tidak teralur.
Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk seliap masa adalah:
Atas penghasilan yang bersifat teralur adalah PPh lerulang alas
jumlah penghasilan dibagi 12 (dua betas)
Atas penghasilm1 yang bersifat tidak teralur adalah sebesar selisih
anlara PPh yang terutang, alas jumlah penghasilan dengan PPh yang
terutang alas jumlah penghasilan.
Besamya PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk masa pajak terakhir
adalah selisih antara PPh yang terutang alas seluruh penghasilan kena pitjak
selama l (satu) tahun pajak atau bagian tahun pitjak dengan PPh Pasal 21
yang telah dipotong pada masa-1nasa sebelumnya dalam tahun pajak yang
bersangkutan.
Dalam hal pegawai tetap berhenti bekerja sebelum bulan Desember dan
jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong dalmn lahun kalender yimg
332
bersangkutan lebih besar dari PPh Pasal 21 yang terutang untuk l (satu)
tahun pajak maka kelebihan PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut
dikembalikan kepada pegawai tetap yang bersangkutan bersmnaan dengan
pemberian bukti pe1notongan PPh Pasal 21, paling lmnbat akhir bulan
berikutnya setelah berhenti bekerja.
333
tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan
oleh pemberi kerja kepada pegawai.
Sehmjutnya, dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang
diperoleh dengim cara mengurangi penghasilan bruto sebuhm dengan
biaya jabatan; iuran pensiun, iuran Jruninim Hari Tua, 1unm
Tunjangan Hari Tua yang dibayar sendiri oleh pegawai yang
bersimgkutan 1nelalui pemberi kerja kepada Dana Pensiun yang
pendiriannya telah disahkim oleh Menteri Keuangim atau kepada
Badan Penyelenggara Program Jrunsostek.
334
Setelah diperoleh PPh terutang dengan 1nenerapkan tarif Pasal 17 ·uu
PPh terhadap PKP, selm1jutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, ym1g
harus dipotong dm1 atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar:
Jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana
dimaksud pada huruf i dibagi dengan 12; atau
Jumlah PPh Pasal 21 setahun setelah dikurangi dengan PPh
yang terutang dan telah diperhitungkan pada pe1nberi kerja
sebelumnya sesuai yang tercantum dalam bukti pemotongim
PPh Pasal 21, jika pegawai yang bersangkutan sebelumnya
bekerja pada pemberi kerja Jain, dibagi dengan banyaknya
bulan pegawai yang bersangkutan bekerja, atas penghasilan
sebagahnana dimaksud dalam huruf ii.
335
selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan huruf a dan
huruf b adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur
berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
Dalam hal pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah
ada sejak awal tahun, namun barn 1nulai bekerja setelah bulan
Jm1uari, maka PPh Pasal 21 atas penghasilan yang tidak teratur
tersebut dihitung dengan cant sebagaimana pada butir l) dengan
1nemperhatikan ketentuan mengenai Penghitungan PPh Pasal 21
Bulanan atas Penghasilan Teratur di atas.
336
Adapun Pak Eko sebagai karyawan membayar trunbahan iuran BPJS melalui
pemotongru1 gaji oleh PT ABC sebesar:
Jaminan hari tua 2,00%
Jaminan pensiun 1,00%
Jaminan kesehatan 1,00%
PPh Pasal 21 terutang masa Januari 2019:
Gaji pokok Rp25.000.000
Tunjangan transporta..,;;i Rp5.000.000
Tunjangan makan Rp6.000.000
Tunjangan jabatan Rp7.000.000
Tunjangan rumah Rp&.000.000
Gaji dan tunjangan tetap RpSl .000.000
Jaminan kecelakan kerja Rpl53.000
Jaminan kematian Rp l22.400
Jaminan kesehatan Rp320.000
Penghasilan bruto Rp51.595AOO
Pengnr,mg:
Biaya jabatan (5% x Rp51.595.400), maksimal Rp500.000 (Rp500.000)
Jaminan hari rua (dibayar karyawan) 2% x RpSl .000.000 (Rp 1.020.000)
Jaminan pension (dibayar karyawan) l % x Rp&.094.000 (Rp80.940)
(Rpl.600.940)
Penghasilan neto 1 bulan Rp49.994A60
Penghasilan neto 1 tahun Rp599.933.520
Penghasilan tidak kena pajak (Kil):
Diri sendiri (Rp54.000.000)
Kawin (Rp4.500.000)
I t.1J1ggungan (Rp4.500.000)
(Rp67.500.000)
Penghasilan kena pajak Rp532.433.520
Pembulatan Rp532.433.000
PPb terutang:
5% x RpS0.000.000 Rp2.500.000
15% x Rp200.000.000 Rp30.000.000
25% x Rp250.000.000 Rp62.500.000
337
30% x Rp32.433.000 Rp9.729.900
Rp104.729.900
PPh Pasal 21 masa Januari 2019 (Rp104.729.900/12) Rp8.727.492
338
PPh Pasal 21 terutang masa Juni 2019:
PENGHASILAN GAJI DAN TUNJANGAN
Gaj i pokok Rp25.000.000
Tunjangan transportasi RpS.000.000
Tunjangan makan Rp6.000.000
Tunjangan jabatan Rp7 .000.000
Tunjangan rumah Rp&.000.000
RpSl.000.000
Jaminan kecelakan kerja Rp1 53.000
Jaminan kematian Rp122.400
Jaminan kesehatan Rp320.000
Penghasilan bruto Rp51.595AOO
Pengur,mg:
Biaya jabatan (5% x Rp51.595.400), maksimal Rp500.000 (RpS00.000)
Jaminan hari rua (dibayar karyawan) 2% x RpSl .000.000 (Rp 1.020.000)
Jaminan pension (dibayar karyawan) I% x Rp&.094.000 (Rp80.940)
(Rp l.600.940)
Penghasilan neto l buhlO Rp49.994A60
Penghasilan neto l tabuo Rp599.933.520
Penghasilan tidak kena pajak (Kil):
Diri sendiri (Rp54.000.000)
Kawin (Rp4.500.000)
1 tanggungan (Rp4.500.000)
(Rp67.500.000)
Penghasilan kena pajak Rp532.433.520
Pembulatan Rp532.433.000
PPb terutang:
5% x RpS0.000.000 Rp2.500.000
15% x Rp200.000.000 Rp30.000.000
25% x Rp250.000.000 Rp62.500.000
30% x Rp32.433.000 Rp9.729.900
Rp104.729.900
PPb P..i.sal 21 masa Juni 2019 (Rp104.729.900/12) Rp8.727.492
PENGHASILAN GAJI, TUNJANGAN, DAN THR
Gaj i pokok Rp25.000.000
339
Tunjangan transporta..i;;i RpS.000.000
Tunjangan makan Rp6.000.000
Tunjangan jabatan Rp7.000.000
Tunjangan rumah Rp8.000.000
RpSl .000.000
Jaminan kecelakan kerja Rp l53.000
Jaminan kematian Rpl22.400
Jaminan kesehatan Rp320.000
Penghasilan bruto Rp51.595AOO
Penghasilan bruto I tahun (Rp51 .595.400 x 12) Rp619.144.800
Tunjangan hari raya RpSl .000.000
Penghasilan bruto dao THR Rp670.144.800
Pengor-,mg:
Biaya jabatan (5% x Rp670.144.800), maksimal Rp6.000.000 (Rp6.000.000)
Jaminan hari rua (dibayar karyawan) 2% x Rp612.000.000 (Rp12.2A0.000)
Jaminan pensiun (dibayar karyawan) I% x Rp97.128.000 (Rp971 .280)
(Rp19.211 .280)
Penghasilan neto Rp650.933.5:20
Penghasilan tidak keoa pajak (Kil):
Diri sendiri (Rp54.000.000)
Kawin (Rp4.500.000)
I tanggungan (Rp4.500.000)
(Rp67.500.000)
Penghasilan kena pajak Rp583.433.5:20
Pembulatan Rp583.433.000
PPb terutang:
5% x Rp50.000.000 Rp2.500.000
15% x Rp200.000.000 Rp30.000.000
25% x Rp250.000.000 Rp62.500.000
30% x Rp83.433.000 Rp25.029.900
Rp120.029.900
PPb Pa.""121 THR (Rp120.029.900 - Rpl04.729.900) Rpl 5.300.000
PPb Pasal 21 masa Joni :201 9 gaji dan THR (Rp8.727.492 + Rp24.027A92
RplS.300.000)
340
Contoh pegawai tetap berhenti beker_ja di pertengahan tahun
Pak Eko bekerja di PT ABC sejak tahun 2015 dengan status 1nenikah dengan
tanggungan anak I (satu) orang memperoleh gaji sebagai berikut:
Gaji pokok Rp25.000.000
Tunjangan transporta..,;;i RpS.000.000
Tunjangan makan Rp6.000.000
Tunjangan jabatan Rp?.000.000
Tunjangan rumah Rp8.000.000
PT ABC bekerja sama dengan BPJS dengan rincian sebagai berikut:
Jaminan kecelakan kerja 0,30%
Jaminan kematian 0,24%
Jaminan hari tua 3,70%
Jaminan pensiun 2,00%
Jaminan kesehatan 4,00%
Regulasi terk'.tit iuran di alas adalah yang dibayar PT ABC dengan ketentuan
tambahan batasan maksimum dasar hitungm1 iuran pekerja penerima upah untuk
jaminan pensiun sebesar Rp8.094.000, dan jaminan kesehatan sebesar
Rp8.000.000, alas iuran dihitung dari gaji pokok ditambah tunjangan tetap.
Adapun Pak Eko sebagai karyawan membayar tmnbahan iuran BPJS melalui
pemotongan gaji oleh PT ABC sebesar:
Jaminan hari tua 2,00%
Jaminan pensiun 1,00%
Jaminan kesehatan 1,00%
Pada bulan Mei 2019 Bapak Eko berhenti bekerja.
341
PPh Pasal 21 terutang masa Janumi smnpai April 2019 sebagai berikut:
Gaji pokok Rp25.000.000
Tunjangan transportasi Rp5.000.000
Tunjangan makan Rp6.000.000
Tunjangan jabatan Rp7.000.000
Tunjangan rumah Rp&.000.000
Gaji dan tunjangan tetap Rp51.000.000
Jaminan kecelakan kerja Rp153.000
Jaminan kematian Rp122.400
Jaminan kesehatan Rp320.000
Penghasilan bruto Rp51.595AOO
Pengur,mg:
Biaya jabatan (5% x RpS 1.595.400), maksimal Rp500.000 (Rp500.000)
Jaminan hari rua (dibayar karyawan) 2% x Rp51.000.000 (Rp 1.020.000)
Jaminan pension (dibayar karyawan) I% x Rp&.094.000 (Rp80.940)
(Rpl.600.940)
Penghasilan neto 1 bulan Rp49.994A60
Penghasilan neto 1 tabun Rp599.933.520
Penghasilan tidak kena pajak (Kil):
Diri sendiri (Rp54.000.000)
Kawin (Rp4.500.000)
I tanggungan (Rp4.500.000)
(Rp67.500.000)
Penghasilan kena pajak Rp532.433.520
Pembulatan Rp532.433.000
PPb terutang:
5% x RpS0.000.000 Rp2.500.000
15% x Rp200.000.000 Rp30.000.000
25% x Rp250.000.000 Rp62.500.000
30% x Rp32.433.000 Rp9.729.900
Rp104.729.900
PPb P..i.sal :n masa Ja11uari sampai April 2019 RpS.727.492/bulan
(Rp104.729.900/12)
PPb P..i.sal 21 Januari sampai April 2019 Rp34.909.967
(Rp&.727.492 X 12)
342
PPh Pasal 21 J\1asa Mei 2019 adalah:
Gaji pokok (Rp25.000.000 x 5) Rp125.000.000
Tunjangan transportasi (Rp5.000.000 x 5) Rp25.000.000
Tunjangan makan (Rp6.000.000 x 5) Rp30.000.000
Tunjangan jabatan (Rp7.000.000 x 5) Rp35.000.000
Tunjangan rumah (Rp&.000.000 x 5) Rp40.000.000
Gaji dan tunjangan tetap Rp25S.OOO.OOO
Jaminan kecelakan kerja (Rp153.000 x 5) Rp765.000
Jaminan kematian (Rp122.400 x 5) Rp612.400
Jaminan kesehatan (Rp320.000 x 5) Rpl.600.000
Penghasilan bruto Rp257.977.000
Pengw-,mg:
Biayajabatan (5% x Rp257.977.000), (Rp2.500.000)
maksimal Rp500.000 x 5
Jaminan hari rua (dibayar karyawan) 2% x Rp255.000.000 (Rp5. I00.000)
Jaminan pension (dibayar karyawan) I% x Rp40.470.000 (Rp404.700)
(RpS.004.700)
Penghasilan neto 1 tabun Rp249.972.300
Penghasilan tidak kena pajak (Kil):
Diri sendiri (Rp54.000.000)
Kawin (Rp4.500.000)
I tanggungan (Rp4.500.000)
(Rp67.500.000)
Penghasilan kena pajak Rpl82.472.300
Pembulatan Rpl82.472.000
PPh terutang:
5% X 50.000.000 Rp2.500.000
15% X 132.472.000 Rpl9.870.800
Rp22.370.800
PPb P..i.sal 21 masa Ja11nari-April Rp34.909.967
PPb P..i.sal 21 lebih potcmg (Rpl2.539.167)
Atas kelebihan potong tersebut dibayarkan oleh PT ABC kepada Pak Eko pada
saat berhenti bekerja, yaitu pada ma~a Mei 2019.
343
Contoh pt.--gawai tetap mulai bekerja di pcrtengahan tahut1
Pak Eko bekerja di PT ABC sejak bulan l\1aret 2019 dengan status menikah
dengan tanggungan anak J (satu) ornng memperoleh gaji sebagai berikut:
Gaji pokok Rp25.000.000
Tunjangan transporta..i;;i RpS.000.000
Tunjangan makan Rp6.000.000
Tunjangan jabatan Rp7.000.000
Tunjangan rumah Rp8.000.000
PT ABC bekerja sama dengan BPJS dengan rincian sebagai berikut:
Jaminan kecelakan kerja 0,30%
Jaminan kematian 0,24%
Jaminan hari tua 3,70%
Jaminan pensiun 2,00%
Jaminan kesehatan 4,00%
Regulasi terkait iuran di atas adalah yang dibayar PT ABC dengan ketentuan
tambahan batasan maksimum dasar hitungan iuran pekerja penerima upah untuk
jaminan pensiun sebesar Rp8 .094.000, dan jaminan kesehatan sebesar
Rp8.000.000, ata~ iuran dihitung dari gaji pokok ditambah tunjangan tetap.
Adapun Pak Eko sebagai karyawan membayar trunbahan iuran BPJS melalui
pemotongru1 gaji oleh PT ABC sebesar:
Jaminan hari tua 2,00%
Jaminan pensiun 1,00%
Jaminan kesehatan 1,00%
344
PPh Pasal 21 terutang masa Maret 2019:
Gaji pokok Rp25.000.000
Tunjangan transporta..i;;i Rp5.000.000
Tunjangan makan Rp6.000.000
Tunjangan jabatan Rp7 .000.000
Tunjangan rumah Rp&.000.000
Gaji dan tunjangan tetap Rp51.000.000
Jaminan kecelakan kerja Rpt53.000
Jaminan kematian Rpl22.400
Jaminan kesehatan Rp320.000
Penghasilan bruto Rp51.595AOO
Pengur,mg:
Biaya jabatan (5% x RpS 1.595.400), maksimal Rp500.000 (Rp500.000)
Jaminan hari rua (dibayar karyawan) 2% x Rp51.000.000 (Rp 1.020.000)
Jaminan pension (dibayar karyawan) I% x Rp&.094.000 (Rp80.940)
(Rpl.600.940)
Penghasilan neto 1 bulan Rp49.994.460
Penghasilan neto 1 tahun (IO bulan) Rp499.944.600
Penghasilan tidak kena pajak (Kil ):
Diri sendiri (Rp54.000.000)
Kawin (Rp4.500.000)
I tanggungan (Rp4.500.000)
(Rp67.500.000)
Penghasilan kena pajak Rp432.444.600
Pembulatan Rp432.444.000
PPb terutang:
5% x RpS0.000.000 Rp2.500.000
15% x Rp200.000.000 Rp30.000.000
25% x Rp82.444.000 Rp45.61 t.000
Rp78.11 I.OOO
PPh Pasal 21 masa Maret 2019 (Rp78.1 I l.000/IO) Rp7.8 11.100
345
Contoh pegawai wtap atas pegawai yang kewajihan pajak suhjcktifnya
sebagai suhjek pajak daiam negeri dimulai sctclah pcrmulaan tahun pajak,
dan mulai hekerja pada tahun herjalan
Mr. Exo bm-u bekerja di PT ABC pada bulan Mei 2019, bekerja di Indonesia
dengan dun1si kontrak OJ Mei 2019 sampai dengan 31 Desember 2020, dengan
&1atus menikah dengan tanggungan anak I (satu) orang memperoleh gaji sebagai
berikut (dalmn Rp):
Gaj i Pokok Rp125.000.000
Tunjangan Transport RpS.000.000
Tunjangan Makan Rp6.000.000
Tunjangan Jabatan Rp?.000.000
Tunjangan Rumah Rp8.000.000
Regulasi terkait iuran diatas adalah yang dibayar PT ABC dengan ketentuan
tmnbahan batasan maksimum dasar hitungan iuran pekerja penerima upah untuk
Jaminan Pensiun sebesar Rp8.094.000, dan BPJS Kesehatm1 sebesar
Rp8.000.000, atas iuran dihitung dari gaji pokok ditmnbah tunjangan tetap.
Adapun Pak Eko sebagai karyawan 1nembayar tambahan iuran BPJS 1nelalui
pemotongan gaji oleh PT ABC sebesar:
Jaminan hari tua 2,00%
Jaminan pension 1,00%
BPJS kese hatan 1,00%
346
PPh Pasal 21 terutang masa Mei 2019 sebagai beril'llt:
Gaji Pokok Rp 125.000.000
Tunjangan Transport Rp5 .000.000
Tunjangan Makan Rp6.000.000
Tunjangan Jabatan Rp7 .000.000
Tunjangan Rumah Rp8 .000.000
Gaji dan Tunjangan tetap Rp 151. 000.000
Peogur.mg
Biaya Jahatan (5% x Rp 152.1 35.400), maksimal (R p500.000)
Rp500.00
JHT (dibayar karyawan) 2% x Rp 151 .000.000 (Rp3.020.000)
JP (dibayar karyawan) 1% x Rp8.094.000 (Rp80.940)
(Rp3.600.940)
Penghasilan Netto 1 Bulan 148.534.460
Penghasilan Netto 1 Tahun (8 bin) 1.188.275.680
347
15% X 200.000.000 Rp30.000.000
25% X 250.000.000 Rp45.61 I .OOO
30% X 1.214.913.000 Rp364.473.900
PPh Pasal 21 ?.fasa Setahun (Rp459.473.900 x Rp306.315.933/bulan
8/12)
PPh Terutang PPh Pasal 21 Masa Mei 2019 Rp38.289.492
(Rp306.315.933 /8)
Dalarn hal jumlah penghasilan k:wnulatif dalam satu buhm kalender telah
melebihl Rp l0.200.000,00 (sepuluh juta dua ratus ribu rupiah), PPh Pasal 21
dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a atas jmnlah
penghasilan kena pajak yang disetahunkan.
Bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, pemagang dan calon pegawai
yang 1nenerhna upah yang dibayarkan secant bulanan, PPh Pasal 21 dihltung
dengan menerapkan tmif Pasal 17 ayat (1) huruf a atas jmnlah upah bruto ym1g
disetahunkan setelah dikunmgi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong
adalah sebesar PPh Pasal 21 basil perhitungan tersebut.
348
Contoh 1
Edo 1ne1niliki NP\'IP bekerja di PT PQR dengm1 upah harian sebesar Rp300.000
selama lima hari kerja di bulan l\1ei 2019.
PPh Pasal 21 Edo Masa Mei 2019:
Upah Harian Rp300.000
Total Upah Rp300.000 x 5 Rp 1.500.000
Edo tidak dipotong PPh Pa~al 21 disebabkan upah harian dibawah Rp450.000,
dan akumula~i dalmn 1 (satu) bulan dibawah Rp4.500.000
Contoh 2
Edo memiliki NPWP, menikah anak l bekerja di PT PQR dengao upah harhm
sebesar Rp500.000 selmna 21 hari kerja di bulan Mei 2019 hitung PPh Pasal 21
ma~a Mei 2019?
Hari Ke l sampai dengan 9:
Upah Harian Rp500.000
Batasao tidak kena pajak Rp:!50.000
Upah harian Kena Pajak Rp50.000
PPh Pasal 21 5% x 50.000 Rp2.500
PPh Pasal 21 9 hari 2.500 x 9 Rp22.500
Hari Ke 10
Upah hariim Rp500.000
Akumulasi 10 hari 500.000 x JO Rp5.000.000
349
Dikarenakan akumula~i Rp5.000.000 diatas Rp4.500.000 maka PPh Pasal 21
adalah sebagai berikut:
Upah harian RpS00.000
PTKP Harian Rp67.500.000/360 Rpl87.500
Upah harian Kena Pajak Rp312.500
PPh Pasal 21 5°ib x Rp312.500 Rpl5.625
PPh Terutang
5% x RpS0.000.000 Rp2.500.000
15% x Rp8.500.000 Rp 1.275.000
Jumlah PPh Terutang Rp3.775.000
PPh Pasal 21 Nlasa Mei 2019 3.775.000/12 Rp314.583
350
PPh Pasal 21 hari ke I sampai dengan 20:
Rp22.500 + Rp 133.750 + Rp 156.250 Rp312.500
PPh Pasal 21 Hari ke 21 Rp2.083
351
lmbalan kepada bukan pegawai adalah penghasilan dengan nama dan dalmn
bentuk apapun yang terutang atau diberikan kepada bukan pegawai sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan antara Jain berupa
honorarium, komisi, fee, dan penghasilan sejenis Jainnya.
Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh diterapkan atas 50% (lima
puluh persen) dari jumlah penghasihm bruto untuk setiap pembayaran imbalan
kepada bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinmnbungan.
lmbalan kepada bukan pegawai yang bersi fat berkesinambungan adalah imbalan
kepada bukan pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu
tahun kalender sehubungm1 dengan pekerjmm, jasa, atau kegiatim.
l. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap
pembayanm imbahm kepada Bukan Pegawai yang bersifat
berkesinambungan yang tidak 1ne1nenuhi ketentuan di atas.
352
Contoh 1:
Memenuhi syarat pengunmgan PTKP (bersif<1t kumulatif):
1. mempunyai NPWP;
2. hanya memperoleh penghasilan dari Pemotong Pajak yang bersangkutan;
3. berkesinambungan.
Contoh 2:
Tidak metnenuhi syar<1t pengurangan PTKP:
a. tidak mempunyai NPWP;
b. memperoleh penghasilan selain dari Pemotong Pajak yang bersangkutan;
c. tidak berkesinrunbungan.
353
(11) Peoghituogan PPh Pasal 21 drui Peoghasilao Bruto
Tarifberdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat (l) huruf a
diterapkan atas jumlah kumulatif dalrun satu tahun kalender dari:
l. Jumlah penghasilan bruto berupa hononuium atau imbalan yang bersifat
tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau
dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada
perusahaan yang sama;
2. Jmnlah penghasilan bruto berupa jasa produksi, tru1tiem, gratifikasi , bonus
atau ilnbahm lain yang bersifat tidak teratur yimg diterima atau diperoleh
mantan pegawai; atau
3. Jmnlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pension oleh peserta
program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dima pensiun
yimg pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan.
4. Jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pe1nbayaran yang bersifat utuh
dim tidak dipecah, yang diteri1na oleh peserta kegiatan.
354
Contoh:
Pak Eko 1nemiliki NPWP sebagai komisaris dari PT ABC menerima penghasilan
honor di bulan Mei 2019 sebesar RpJ00.000.000. PPh Pasal 21 1nasa l\1ei atas
honor tersebut adalah:
D.isar pengenaan pajak Rp100.000.000
PPb terutang
5% x RpS0.000.000 Rp2.500.000
15% x RpS0.000.000 Rp7 .500.000
PPh Pasal 21 masa Mei 2019 Rpl0.000.000
Tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon ditentukan sebagai
berikut:
1. sebesar 0% (no! persen) atas penghasilan bruto smnpm dengan
RpS0.000.000 (lima puluh juta rupiah);
2. sebesar 5% lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000 (lima
puluhjuta rupiah) sampai dengan RpJ00.000.000 (seratusjuta rupiah);
3. sebesar 15% (lima helas persen) atas pengha~ilan bruto di atas
Rpl00.000.000 (seratus juta rupiah) smnpai dengan Rp500.000.000 (lima
ratus juta rupiah);
4. sebesar 25% (dua puluh lilna persen) atas penghasilan bruto di atas
RpS00.000.000 (lima ratus j uta rupiah).
355
Tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang l\1anfaat Pensiun, Tunjangm1
Hari Tua, atau Jmninan Hari Tua ditentukan sebagai berikut:
l. sebesar 0°7o (nol persen) alas penghasilan bruto sampai dengan
RpS0.000.000 Oilna puluh juta rupiah);
2. sebesar 5% Oima persen) atas penghasilan bruto di alas RpS0.000.000
(lima puluh juta rupiah).
Contoh Pcrbitungan:
Penghasilan bruto Rp175.000.000
PPb P..t.""1 21 te.rutang
0% x RpS0.000.000 RpO
5% x RpS0.000.000 Rp2.500.000
15% x Rp75.000.000 Rp 11.250.000
Jumlah Rp13.750.000
Contoh 1: Umum
PT. PKL melakukan pembayarao gaji pagwai tetap buhm Jaouari 2019 sebesar
Rp500 juta. Di maoa dari jumlah tersebut perusahaao memotong PPh Pasal 21
sebesar Rp30 juta & iuran peosiuo RplO juta serta menaogguog iurao pensiun
karyawan sebesar Rp 10 juta.
356
PT PKL kemudian melakukan setoran PPh Pasal 21 masa Januari 2019 pada
tanggal JO Februari 2019.
Jumal pada saat pembayanm gaji:
Db Beban Gaji RpS00.000.000
Kr Beban Juran Pension Rpl0.000.000
Kr Utang PPh Pasal 21 Rp30.000.000
Kr Utang Juran Pensiun Rp20.000.000
Kr Bank Rp460.000.000
357
B. PPHPASAL22
Menurut UU Nomor 36 tahun 2008, pajak penghasilan pasal 22 (PPh Pasal 22)
adalah bentuk pemotongan atau pe1nungutan pajak yang dilakukan satu pihak
terhadap WP dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.
Sesuai UU PPh Pasal 22, diatur bahwa Menteri Keuangan dapat menetapkan
bendaharawan pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran
atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu untuk memungut pitjak dari WP
yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang Iain.
Ketentuan mengenai dasar pemungutan, sifat dan besarnya pungutan, tata cara
penyetonm, dan tata cara pelapornn pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangim, yaitu
PMK 34/PMK.010/2017 tanggal 1 Maret 2017 dengan perubahan terakhir PMK
l lO/Plv[KOI0/2018 berlaku 5 September 2018.
358
2. Bendahara pemerintah dan kuasa pengguna anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, inslm1si atau
lembaga pemerinlah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan
dengan pe1nbayaran atas pembelian barang;
3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran alas pe1nbelian
barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan;
4. KPA atau pejabat penerbil surat perinlah membayar yang diberikan
delegasi oleh KPA, berkenaan dengim pembayanm alas pembelhm barang
kepada pihak keliga yang dilakukan dengan mekanisme pe1nbayaran
hmgsung;
5. Badan usaha tertentu meHpuli:
a. BUMN, yaitu badan usaha yimg seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung
ym1g berasal dari kekayam1 negara yang dipisahkan;
b. Badan usaha dan BUMN yang merupakan basil dari restrukturisasi
yang dilakukan oleh pemerintah, dan restrukturisasi tersebut
dilakukim melalui pengalihan saham milik negara kepada BUMN
lainnya; dan
c. Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN,
meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Pale1nbang, PT Petrokimia Gresik, PT
Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar
Muda, PT Telek01nunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT
Pembangkitan Jawa-BaH, PT Se1nen Padang, PT Semen Tonasa, PT
Elnusa Tbk, PT Krakatau Witjatama, PT Rajawali Nusindo, PT
Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Parma Apotek, PT Kimia Fanna
Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT
Tambang Timah, PT Tem1inal Petikemas Sun1baya, PT Indonesia
Coronets Plus, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRI Syariah, dan
PT Bank BNI Syariah berkenaan dengan pembayaran alas pembeHan
banmg dim/atau bahan-bahan untuk keperluan kegialan usahanya;
359
6. Badan usaha yang bergerak dalrun bidang usaha industri semen, industri
kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri fannasi, atas penjualan
basil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
7. Agen tunggal pemegang merek (ATPM), agen pe1negang merek (APM),
dan importir umum kendaraan bern1otor, atas penjualan kendaraan
bermotor di dalam negeri;
8. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas;
9. Badan usaha industri atau eksportir yang melakukan pembelian bahan-
bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, petemakan, dan
perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur, untuk keperluan
industrinya atau ekspomya;
10. Badan usaha yang melakukan pe1nbelian komoditas tambang batubara,
mineral Jogam, dan mineral bukan Jogam, dari badan atau orang pribadi
pemegm1g izin usaha pertmnbangan; atau
11. Badan usaha yang melakukan penjualan emas batangan di dalrun negeri.
360
l 10/PMK.010/2018 sebesar 7 ,5% (tujuh koma lima persen) dari nilai
impor dengan atau tanpa menggunakan API;
3. Barang herupa kedelai, gandum, dan tepung terigu sebagahnana
tercantu1n dalrun Lampiran ill PMK 34/PMK.010/2017 dengan
perubahan terakhir PMK l 10/PMK.010/201 8 sebesar 0,5% (nol
koma lilna persen) dari nilai unpor dengan mengunakan API;
4. Barang selain banmg sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf dan
huruf c yimg menggunakan API, sebesar 2,5% (dua koma Lima
persen) dari nilai impor;
5. Barang sebagaimima dimaksud pada huruf c dan huruf d yang tidak
1nenggunakan API sebesar 7,5•7o (tujuh koma Lima persen) dari nilai
impor; dan/atau
6. Barang yang tidak dikuasai, sebesar 7,5•7o (tujuh koma lima persen)
dari harga jual lelang.
(b) Ekspor komoditas tam bang batubara, mineral logam, dan mineral bukim
logrun, sesuai uraian banmg dan pos tarif (fuinnonized syste111)
sebagahnana tercantum dalrun Lampi ran IV 34/PMKO I0/2017 dengan
perubahan terakhir PMK l lO/PMK.010/2018, oleh eksportir kecuaH yang
dilala1kan oleh '.VP yang terikat dalam perjanjian kerja~runa pengusahaan
pertambangan dan Kontrdk Kirrya, sebesar 1,5% (satu koma lima persen)
dari nilai ekspor sebagaimana tercantum dalam pemheritahuan pabeim
ekspor.
(c) Atas pembelian bardllg sebagaimana dimaksud dalrun PMK
34/Plv[K.010/2017 Pasal I ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d dengan
perubahan terdkhir PMK 110/PMK.010/2018, dan pe1nbeHan barang
dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatim usaha sebagairnana
dimaksud dalam PMK 34/PMK.010/2017 Pasal 1 ayat (I) huruf e dengan
perubahan terakhir PMK l LO/PMK.010/2018, sehesar 1,5% (satu koma
Lima persen) dari harga pemheHan tidak terma~uk PPN;
361
(d) Atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar ga~. dan pelumas oleh
produsen atau importir bahan bakar minyak, bahm1 bakar gas, dan pelumas
adalah sebagai berikut:
l. Saban bakar minyak sebesar:
a. 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak
terma~uk PPN untuk penjualan kepada sta~iun pengisim1 bahan
bakar umum yang menjual bahan bakar minyak yang dibeli
dari Pertaniina atau anak perusahaan Pertamina;
b. 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak tem1a~uk PPN
untuk penjualm1 kepada stasiun pengisian bahan bakar mnum
yang menjual bahan bakar minyak yang dibeli selain dari
Pertmnina atau anak perusahaan Pertamina;
c. 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak tem1a~uk PPN
untuk penjualan kepada pihak selain sebagairnana dimaksud
pada huruf a) dan huruf b).
2. Bahan bakar gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan
tidak termasuk PPN;
3. Pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dmi penjualan tidak
termasuk PPN.
(e) Ata~ penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh
badan usaha yang bergerak dalmn bidang usaha industri semen, industri
kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi:
l. Penjuahm semua jenis semen sebesar 0,25% (nol koma dua puluh
lilna persen);
2. Penjuahm kertas sebesar 0, I % (nol koma satu persen);
3. Penjuahm baja sebesar 0,3% (nol koma tiga persen);
4. Penjuahm se1nua jenis kendaraan bem1otor roda dua atau lebih, tidak
termasuk alat berat,
5. Sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen);
362
6. Penjualan semuajenis obat sebesar 0,3% (not koma tiga persen), dari
dasar pengenrum PPN .
(t) Atas penjualan kendaraan bem1otor di dalam negeri oleh ATPM, APM, dan
importir umum kendaraan bennotor, tidak termasuk alat berat, sebesar
0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan PPN;
(g) Atas pembelhm bahan-bahan berupa basil kehutanan, perkebunan,
pertanian, petemakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri
manufaktur oleh badan usaha industri atau ek~1)0rtir sebesar 0.25% (no!
koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN;
(h) Atas pembelian batuban1, mineral Jogarn, dan mineral bukan logarn, dari
badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pert1U11bang1m oleh industri
atau badan usaha sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari harga
pembelian tidak termasuk PPN .
(i) Atas penjualan emas batangim oleh badan usaha yang melakukan
penjualan, sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari harga
jual ema~ batangan.
G) Atas pembelhm bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh
badan usaha industri atau eksportir yimg bergerak dalam sektor kehutamm,
perkebunan, pertanian, petemakan, dan perikanim, sebesar 0,25% (no!
koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak tennasuk PPN
Nilai impor adalah nilai berupa mmg yang menjadi da~ar penghitungan bea
ma~uk yaitu cost itlrura11ce aruifreight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan
pungutan lainnya yimg dikenakan berdasarkan ketentuim peraturan perundang-
undangan kepabeanan di bidang impor.
Nilai ek~l)Or adalah nilai free 011 hoard (FOB) yimg tercantum pada
pe1nberitahmm pabeim ekspor, terma~uk pemberitahuan pabean ekspor yang nilai
ekspomya telah dibetulkan.
363
Besarnya tarif pemungutan yang diterdpkan terhadap WP yang tidak 1nemilik:i
NPWP lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap
\VP yang dapat menunjukkan NPWP dan berlaku untuk pemungutan PPh Pasal
22 yang bersifat tidak final.
Contoh
PT Q\VE (memilik:i API yang diterbitlc·dn oleh Kementerian Perdagangan)
1nengimpor sebuah mesin dengan harga mesin USD500.000, bea masuk 20%,
asuransi sebesar USD 10.000 danfreigltt sebesar USO 40.000. Untuk tnenghitung
pajak terutang dalam mata uang rupiah, nilai kurs yang digunakan untuk
1nenkonversi 1nata uang dolar AS tersebut adalah kurs yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan setiap pekannya (selanjutnya disebut kurs KMK). Dalrun
kasus ini dimisalkru1 kurs KMK-nya sebesar Rpl2.500/USD. Berikut ini adalah
perhitungannya.
Huruf Ur,tiao l\:lala uang Nilai
a. C,,.rt USD 500.000
b. Insurance USD 10.000
C. Freight USD 40.000
d. ClF (a+I>+<:) USD 550.000
e. Bea ma<uk 20% USD 110.000
f. Nilai impor (d+e) USD 660.000
g. KursKMK Rp 12.500
h. Nilai impor (fxg) Rp &.250.000.000
I. PPh pasal 22 (2,5% x h) Rp 206.250.000
364
(3) Dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22
l. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak terutm1g PPh;
2. Impor banmg yang dibebaskan dari pungutan Bea l\1asuk dan/atau PPN
berupa:
a. Barang perwak:ilan negara asmg beserta para pejabatnya yang
bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
b. Barang untuk keperluan badan intemasional beserta pejabatnya yang
bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang
diakui dan terdaftar dalam PMK yang mengatur mengenai tata cara
pemberian pembeba~an bea masuk dan cukai ata~ unpor barang
untuk keperluan badan intema~ional beserta par<1 pejabatnya yang
bertugas di Indonesia;
c. Barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal,
sosial, kebudayaan, atau untuk kepentingan penanggulangan
bencana;
Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam
dan tempat lain semacmn itu yang terbuka untuk umum;
e. Barang untuk keperluan penelitian dim pengembangan ihnu
pengetahu,m;
f. Barang untuk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang
cacat lainnya;
g. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
h. Barang pindahan;
1. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelinta~ bata~.
dan barang kirimim sampai bata~ jumlah tertentu sesuai dengim
ketentuan perundang-undangan kepabeanan;
J. Barang yang diilnpor oleh pemerintah pusat atau pe1nerintah daerah
yang ditujukan untuk kepentingan ummn;
365
k. Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan rniliter, tennasuk suku
cadang yang diperuntukkan bagi keperlmm pertahiman dan
keaman,m negara;
I. Barang dan bahan yimg dipergunakan untuk 1nenghasilkan banmg
bagi keperluan pertahanan dan keatniman negara;
1n. Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan prograin Pekan lmunisasi
Nasional (PIN);
n. Buk'll ilmu pengetahuan dan teknologi, buku pelajanm umum, kitab
suci, buku pelajaran agama, dim buku ilmu pengetahuan lainnya;
o. Kapa( laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal
angkutim penyeberangan, kapal pat1du, kapal tunda, kapal penangkap
ikan, kapal tongkang, dan suku cadangnya, serta alat keselamatan
pelayaran dan alat keselainatan 1nanusia yang diimpor dim digunakan
oleh perusahaan pelayaran niaga nasional atau perusahaan
penangkapim ikan nasional, perusahaan penyelenggaia jasa
kepelabuhan nasional atau perusahaan penyelenggara ja~a angk'lltan
sungai, danau dan penyeberangan nasional, sesuai dengim kegiatan
usahanya;
p. Pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan
penerbangan dan alat keselamatan manusia, peralatim untuk
perbaikan dan pemeliharaan yang diimpor dim digunakan oleh
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan suku cadangnya,
serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara
yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberiim jasa
perawatan dan repara~i pesawat udata kepada Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional;
q. Kereta api dan suku cadimgnya serta peralatan untuk perbaikan atau
pemelihanmn serta prasarana perkeretaapian yang diimpor dan
digunakim oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapiim
366
mnum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian
umum, dim komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang
ditunjuk oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian
mnum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian
umum yang digunakim untuk pembuatan kereta api, suku cadang,
peralatan untuk perbaikan atau pe1neliharaan, serta p111sa11111a
perkeretaapian yang akan digunakan oleh badan usaha
penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha
penyelenggara prasardlla perkeretaapian umum;
r. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Kementerilm
Pertahanan atau Tentard Nasional Indonesia untuk penyediaan data
batas dan foto udar,1 ,vilayah Negard Republik Indonesia yang
dilakukan untuk mendukung pertahiman Nasional, yang diimpor oleh
Kementerian Pertahiman, Tentara Nasional Indonesia atau pihak
yang ditunjuk oleh Kementerian Pertahamm atau Tentan1 Nasional
Indonesia;
s. Barang untuk kegiatan hulu minyak dan ga~ bumi yang ilnportasinya
dilakukan oleh Kontralctor Kontrak Kerja Sama; dan/atau
t. Barang untuk kegiatim usaha panas bumi.
3. Impor sementara, jika pada waktu impomya nyata-nyata dimaksudkan
untuk diekspor kembali;
4. Impor kembali (re-ilnpor), yimg meHputi barang-barang yang telah
diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang smna atau barang-
barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dim
pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai;
5. Pe1nbayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak berkenaan dengan:
a. Pembayanm yimg dilakukan oleh bendahara pemerintah dan KPA.
bendahara pengeluaran, KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, yang jmnlahnya paling
367
ban yak Rp2.000.000 (dua juta rupiah) tidak termasuk PPN dan bukan
1nerupakan pembayanm yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai
sebenamya Jebih dari Rp2.000.000 (duajuta rupiah);
b. Pembayanm yang dilakukan oleh badan usaha tertentu yang
jumlahnya paling bimyak Rp!0.000.000 (sepuluh juta rupiah) tidak
termasuk PPN dan bukim merupakan pembayaran yimg dipecah dari
suatu transaksi yang nilai sebenamya Jebih dariRpl0.000.000
(sepuluh juta rupiah);
c. Pembayanm untuk;
pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas,
benda-benda pos;
pemakaian air dan listrik;
d. Pembayanm untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dim/atau
produk srunpingan dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas
bumi yang dihasilkim di Indonesia dari:
kontraktor yang melakukan eksplorasi dan ek~-ploitasi
berdasarkan kontrak kerja sama; atau
kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dim
eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sruna; atau
trading arms kontraktor yang melakukan ek~-plorasi dan
eksploitasi berdasarkan kontrak kerja smna.
e. Pembayanm untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil
pengusahaan panas bumi dari WP yang 1nenjalru1kan. usaha di bidang
usaha panas bumi berdasarkan kontrak kerja sama pengusahmm
sumber daya panas bumi;
f. Pembelian bahan-bahan berupa basil kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum 1nelalui proses
industri manufaktur untuk keperluan industri atau ekspor oleh badim
usaha industri atau eksportir yang jumlahnya paling banyak
368
Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah) tidak tenuasuk PPN dalam satu
1nasa pajak;
g. Pembelian batubara, mineral logam, dan 1nineral bukan logam dari
badan atau orang pribadi pe1negang izin usaha pertambangan yang
telah dipungut PPh Pasal 22 atas pembelian barang dan/atau bahan-
bahan untuk keperluan kegiatan usaha oleh badan usaha tertentu.
6. Impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkm1 barang
perhiasan dari emas untuk tujmm ek~1>or.
7. Pe1nbayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan
dana Bantuan Operasional Sekolah;
8. Penjualan kendaraan bem1otor di dalam negeri yang dilakukan oleh
indu~1:ri ot01notif, ATPM, APJ\1, dan importir umum kendaraan bem1otor,
yang telah dikenai pemungutan PPh berdasarkan ketentuan Undang-
Undang N01nor 7 Tahun 1983 Pasal 22 ayat (I) huruf c tentang Pitjak
Pengha~ilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengim
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dim peraturan pelaksanaannya.
9. Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan
emas batimgan kepada Bank Indonesia.
10. Pe1nbelian gabah dan/atau ben1s oleh bendahara pemerintah (KPA, pejabat
penerbit surat perintah 1ne1nbayar yang diberi delega~i oleh KPA, atau
bendahard pengeluaran).
11. Pe1nbelian gabah dim/atau beras oleh Perusahaan ·u mmn Badan Urusan
Logistik (Perum Bulog).
12. Pe1nbelian bahan pangan pokok dalam nmgka menJaga ketersediaan
pm1gan dan stabilisa~i harga pm1gan oleh Peru1n Bulog atau BUMN lain
yang mendapatkim penugasan sesuai ketentmm pen1tunm perundang-
undangan.
369
Pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 atas barang impor tetap berlak:u
dalmn ha! barang impor tersebut dikenakm1 tarif bea 1nasuk sebesar 0% (nol
persen). Pengecualian dinyatakm1 dengim surat ketenmgan bebas PPh Pasal 22
yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Ketentuan ini dilaksanakan oleh
Direk:torat Jenderal Bea dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur
Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal Pitjak.
Pengecualian atas impor harang dan atau penyerdhan barang yang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangim tidak terutang PPh dan pengecualian
atas emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan
dari emas untuk tujuan ekspor dinyatakan dengan sur<1t keterangan bebas PPh
Pasal 22 yimg diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
370
5. PPh Pasal 22 atas penjualan basil produksi industri semen, indu~1:ri kertas,
industri baja, dan industri otomotif terutang dan dipungut pada saat
penjualan.
6. PPh Pasal 22 atas penjualan basil bahan bakar 1ninyak, gas dan pelumas
terutang dim dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran
Barang (deliveri order).
7. PPh Pasal 22 atas pembelilm bahan-bahan pangan pokok dan petnbelian
batubara, mineral logam dan mineral bukan logarn terutang dan dipungut
pada saat pembeli:m
371
5. Pemungutan PPh Pa~al 22 ata~ penjualan bahan bakar minyak, gas dan
peluma~. dan penjualan ha~il produksi industri semen, industri kertas,
industri bitja dan indub1ri otomotif, wajib disetor oleh pemungut ke ka~
negara melalui kantor pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangim dengan meng.,<TUnakan SSP.
6. Pemungutan PPh Pa~al 22 atas pe1nbelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yimg bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertimian, dim perikanan wajib
disetor oleh pemungut ke ka~ negar.t melalui kantor pos, bank devisa, atau
bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan SSP.
7. Terhadap bukti penyetoran pitjak ekspor komoditas trunbang batubara,
mineral Jogam, dan mineral bukan Jogrun, Direktorat Jenderdl Bea dan
Cukai melakukan pemeriksaan formal ata~ bukti penyetoran pajak tersebut
sebagai dokumen pelengkap pemberitahuan pabean ekspor dan dijadikan
dasar pelayanan ekspor. Pemeriksaan formal dilaksanakan oleh pejabat
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau siste1n komputer pelayiman.
8. Penyetonm PPh Pasal 22 oleh importir, eksportir komoditas tambang
batubar.i, 1nineral Jogrun, dan mineral bukan logam, Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai dan pemungut pajak dilakukan dengan menggunakan
formulir SSP, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pitjak dalam rangka impor
(SSPCP) dan/atau bukti peneri1nmm negara yang berlaku sebagai buk'ti
pemungutan pajak
9. Pemungut pajak wajib menerbitkan bulcti pemungutan PPh Pa~al 22 dalrun
nmgkap 3 (tiga), yaitu:
Jembar kesatu untuk '\VP (pe1nbeli/pedagang pengumpul);
Jembar kedua sebagai Jrunpiran Japoran bulamm kepada ~mtor
Pelayanan Pajak (dilrunpirkan pada SPT Masa PPh Pa~al 22); dan
Jembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutim.
372
(6) PPh Pasal 22 atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat J\,lewah
Sesuai dengan PMK No.253/PMK.03/2008 dengan perubahm1 terakhir
PMK 90/PMK.03/2015 "VP badan yang 1nelakukan penjualan barang yang
tergolong sangat 1newah, wajib memungut PPh Pasal 22, pada saat melakukan
penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Besamya PPh Pasal 22 adalah
sebesar 5% (lima persen) dari harga jual tidak PPN dan PPnBM. PPh Pasal 22
tersebut dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan
bagi WP yang melakukim barang yang tergolong simgat mewah.
373
Barang yang tergolong sangat mewah sebagaimana dilnaksud angka 3 dan
4 di atas, adalah harga dasar, yaitu harga tunai atau ca~h keras terma~uk
PPn dan PPnBivt;
Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal l ayat (1) wajib memungut
PPh pada saat n1elakuka11 penjuahm barang yang tergolong sangat mewah. Saat
penjualan sebagaimana dimaksud di atas untuk:
Barang yang tergolong sangat mewah sebagaimana di1naksud angka 3 dan
4 adalah pada saat ditandatanganinya perjanjian pengikatan jual beli antara
pemungut pajak dengan pembeli, dan
Barang yimg tergolong sangat mewah sebagaimana dimaksud angka I, 2,
5 dan 6 di ata~ adalah berdasarkan pe1nbuku1m pemungut pajak sesuai
sistem akuntansi yang Jazi1n dipakai di Indonesia secara taat aza~.
374
Bagi "VP yang 1nengajukan pennohonan pembebasan dari pemungutan PPh
tersebut dilampiri dengim:
Fotokopi SPT PPh ordl1g pribadi tahun pajak sebelmn tahun diajukannya
permohonan yimg telah disampaikim ke KPP tempat WP terdaftar, dan
Surdt keterangan penghasilan bulan sebelum pengitjuan pennohonan dari
pemberi kerja.
Contoh 1:
PT PKL merupakan industri fannasi melakukan penyerahan obat ha~il
produksinya kepada PT. YHN sebagai Perdagangan Besar Farma~i sebesar Rp.
375
500.000.000 (belum tenna~uk PPN) atas hat ini terutang PPh Pasal 22 sebagai
berikut:
Pemungut PT. PKL sebaga.i Pengu..,;;aha lndustri Fannasi
Dasar Pengenaan Pajak RpS00.000.000
Tarif 0,3%
Pajak PPh Pasal 22 Rpl.500.000
Contoh 2:
Pada tanggal 25 Maret 2019 PT XYZ (importir dengan APl) melakukan transaksi
impor berupa pembelian bahan baku dengan nHai impor ·us$ 25.000, kurs KMK
saat transaksi US$ 1 =Rpl2.500, dengan sistem pencatatan persediaan perpetual.
Berikut adalah ayat jurnal yang dibuat PT. XYZ pada tanggal 25 Maret 2019 :
Db Persediaan Rp312.500.000
Db PPN Pajak Masukan Rp31 .250.000
Db PPh Pasal 22 Dibayar di lv!uka Rp7.812.500
Kr Bank Rp351.562.500
376
C. PPHPASAL23
377
c. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran
tenua~uk saham bonus yang bera~al dari kapitaHsa~i agio
sahan1;
378
2. Bunga tem1asuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
3. Royalti yang terdiri atas:
a. hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten,
merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan;
b. hak atas harta berwujud misalnya hak ata~ alat-alat industri,
kmnersial, dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat-
alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan adalah setiap
peralatan yang mempunyai nilai intelektual, misalnya
peralatan-peralatan yang digunakan di beberapa industri
khusus seperti anjungan pengeboran minyak (drilling rig), dan
sebagainya;
c. informasi, yaitu informa~i yang belum diungkapkan secara
ummn, walaupun mungk:in belum dipatenkan, misalnya
pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya. Ciri
dari informa~i diJnaksud adalah bahwa informasi tersebut telah
tersedia sehingga pemiliknya tidak perlu lagi mela}a1kan riset
untuk menghasilkan informasi tersebut. Tidak terma~uk dalam
pengertian informasi di sini adalah infonnasi yang diberikan
oleh 1nisalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli tek'llik
sesuai dengan bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh
setiap orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang
sama.
379
(b) Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah penghasilan bruto atas:
1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
2. lmbalan sehubungan dengan jasa tek:nik, jasa mamtjemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa Jain yang diatur atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan, selain jasa yang telah dipotong PPh
sebagailnana dimaksud dalam Pasal 21.
Dalam hal WP yang menerima atau me1nperoleh penghasilan tidak 1nemiliki
NPWP, besamya tarif pe1notongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen)
daripada tarif tersebut di ata~.
380
15. Jasa per'dllt'dr'd dan/atau keagenan;
16. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan
oleh Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan kliring
Penjarninan Efek Indonesia (KPEI);
17. Jasa ku~1odian/penyimpan1m/penitipm1, kecuali yang dilakukan oleh KSEI
18. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
19. Jasa mLti11g film;
20. Jasa pembuatan saramm promosi fihn, iklan, poster, photo, slide, klise,
banner, pamphlet, baliho dan folder;
21. Jasa sehubungan dengan sofiware atau hardware atau sh1em komputer,
termasuk per'.twatan, pemeliharaan dan perbaikm1;
22. Jasa pembuatan dan/atau pengelolam1 website;
23. Jasa internet termasuk sambungannya;
24. Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyalunm data, informasi,
dan/atau pro,rram·
" ,
25. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh WP yang ruang lingkupnya
di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai
pengusaha konstruksi;
26. Jasa perawatan/perbaikan/pe1neliharaan mesin, peralatim, Jistrik, telepon,
air, gas, AC, TV kabcl, dan/ atau bimgunan, selain yang dilakukim oleh 'vVP
yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan me1npunyai izin dan/atau
sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
27. Jasa per'.twatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat, laut dan udara;
28. Jasa maklon;
29. Jasa penyelidikim dan keamanan ;
30. Jasa penyelenggan1 kegiatan atau event organizer
31. Jasa penyediaan tempat. dan/atau waktu dalmn 1nedia 1nasa, n1edia Juar
ruang atau media lain untuk penyarnpaim1 informasi, dan/atau jasa
periklanim;
381
32. Jasa pembasmian hama;
33. Jasa kebersihm1 atau cleaning service;
34. Jasa sedot septic tank;
35. Jasa pemeliharaan kolam;
36. Jasa katering atau tata boga;
37. Jasa.freight.fonvarding;
38. Jasa Jogistik;
39. Jasa pengurusan dokumen;
40. Jasa pengepakan;
41. )asa loading dan unloading;
42. Jasa laboratorium dan/atau dilakukan oleh lembaga atau pengujian kecuali
yang institusi Pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
43. Jasa pengelolaan parkir;
44. Jasa penyondiran tm1ah ;
45. Jasa penyiapan dan/atau pengolahan lahan ;
46. Jasa pembibitan dim/atau penanaman bibit;
47. Jasa pemeliharaan tmiaman;
48. Jasa pemanenan;
49. Jasa pengolahan basil pertanian, perkebunan, perikanan, petemakan,
dan/atau perhutanan;
50. Jasa dekorasi;
51. Jasa pencetakan/penerbitan;
52. Jasa penerjemahan;
53. Jasa pengangkutim/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalmn UU PPh Pasal
15;
54. Jasa pelayiman kepelabuhanan;
55. Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;
56. Jasa pengelolaan penitipan anak;
57. Jasa pelatihan dan/atau kursus;
58. Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
382
59. Jasa sertifikasi;
60. Jasa survei;
61. Jasa tester, dan
62. Jasa selain ja~a ja~a tersebut diatas yang pembayarannya dibebankim pada
APBN atau APBD.
383
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:
l. alas penghasilan yang dibayarkm1 sehubungan dengan jasa katering; atau
2. dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa-jasa di
alas telah dikenai PPh yang bersifat final.
384
6. Sisa hasil usaha kopen1si yang dibayarkan oleh, koperasi kepada
anggotanya;
7. Bunga simpanan yang tidak 1nelebihi batas yang ditetapkan dengan
keputusan Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya.
385
Dengan perkataan Iain pemotongan PPh alas dividen sebagaimana diatur
dalmn Undang-Undang PPh Pasal 23 baru dapal dilal-ukan selelah para
pemegang sahmn yang berhak "meneri1na alau me1nperoleh" dividen
tersebut dikelahui, meskipun dividen tersebut belum dilerima secara tunai
Yang dimaksud dengan "saat jatuh tempo pembayaran" adalah saal kewajiban
untuk melakukan pembayanm yang didasarkan alas kesepakatan, baik yang
tertulis maupun tidak tertuHs dalam kontrak atau perjimjian alau faktur.
Contoh 1:
PT QAZ membayar sewa alat beral kepada PT WSX sebesar Rp 100.000.000 plus
PPN J0•7o. Sesuai dengan UU PPh Pasal 23 atas pembayaran kepada PT \VSX
harus dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari nilai bruto. Sementara itu PT QAZ
dipungut PPN sebesar Rp lO .000.000 ( 10% X Rpl00.000.000).
Ayat Jurnal PT QAZ:
Db Bebansewa Rp"I00.000.000
Db Pajak masukan Rpl0.000.000
Kr Utang PPh Pasal 23 Rp2.000.000
Kr Bank Rp108.000.000
Contoh 2:
PT Kilau mengikal kontrak dengan PT Garmindo untuk pembualan seragmn
kantor PT Kilau berdasarkan model dan spesifikasi yang lelah ditentukim oleh
PT Kilau. Dalam kontrak disepakati bahwa PT Kilau akan menyediakan bahan
baku ulmna berupa kain dan PT Garmindo akan menyediakan bahan tambahan.
Imbalan yang disepakati alas kontrak tersebut adalah sebesar Rp25.000.000 tidak
386
termasuk biaya bahan tambahan. PT Garmindo mengeluarkan biaya sebesar
Rp5.000.000 untuk bahan tambahan.
Rincian tagihan PT Garmindo kepada PT Kilau
Biaya untuk bahan tambahan RpS.000.000
Imbalan Jasa maklon Rp25.000.000
Atas pembayaran yang dilakukan PT Kilau kepada PT 2% x Rp25.000.000 Rp500.000
Gannindo dipotong PPh Pasal 23 oleh PT Kilau.
Atas pembayaran yang dilakukan PT Kilau kepada PT 2%XRp30.000.000 Rp600.000
Gannindo dipotong PPh Pasal 23 oleh PT Kilau.
Da lam hal tidak ada bukti pendukung ata, rincian
tagihan di ata., maka jumlah bruto sebagai dasar
pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar
Rp30.000.000.00 sehingga PPh Pasal 23 yang harus
dipotong oleh PT Kilau ata., pembayaran kepada PT
Gannindo.
387
D. PPHPASAL 4 AYAT2
388
jenis penghasilan tersebut termasuk sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan
pembayaran, pemotongan, atau pemunguum diatur dengan PP.
Obligasi sebagaimana dhnaksud pada ayat ini termasuk surat utang berjimgka
waktu Jebih dari 12 (dua belas) bulan, seperti Mediw11 Tenn Note, Floating Rate
Note yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Surat Utang Negara yang dimaksud pada ayat ini meliputi Obligasi Negara dan
Surat Perbendaharaan Negara.
2 Pengalihan hak a.ta..:; Lanah dan/ aLau 2 .5% x j umluh bruto · Disc.tor sendiri oleh Dilkror PP 34 T ahun
bangunan. nilai pengalihan hak penerima pengha.\ilan dcngan SSP 2016
Dikecualikan dari pengenaa.n PPh atas Lan.ah dan/QUau (OP/Badan} sebelum akla KAP: PMK
ata..:; pengaJihan hak QUI....:; tanah dan/ bang·unan. ditandatangani oleh 41 1128 261/PMT<.03/
ntau banguna n dapal d ilihat di Final pejabat tang berwenang. J<JS: 402 2016
Rurnah Sederllana · Unluk lelang-, dise.tor oleh Pelaporan SE
dan Rumah Susun Pejnbat Letang at.as nani.a dcnganSPT 06/PJ.OJnoo
Sederhana pemilik harta Mnsa PPb 8
dikenaknn= I% A Pwial 4 (2) PER
jumlah broLO nilai 30/P.112009
pengalihan
0% Untuk
pengadlllln
Pemerincah
Sejak Seprember
20'16
3 Ja..:;a Konstruksi Seiak 1 .Tonuwi 2008 Disetor l)leh pemorong: Disororkan PP 51 tuhun 2008
unruk kecentuan paling hunbQL dilkt:Or dcngan Jo PP 40 tahun
peralihan tgl IO bulan berikuenya. SSP. KAP: 2009
Pdaksanaan Disetor sendiri (Lidal.. 41 1128,
Konstruksl : diporong.): dilklor J<JS: 409
2%: kualifika.'li paling lamhat ltl 15 Pe.laporan
usaha kecil; hulatl herikut.nya. dcnganSPT
389
4%: tidak punya Masa PPh
kuaJifika.-ii; Pasal 4 (2)
3%: kuaJifika.-:i
selain kecil
(menengah & besar)
Pereocanaan/Penga
wa.~n KonsLrok.."i:
4%: punya
kuaJifika.-:i usaha;
6%: tidak p unya
kuaJifika.-:i usah.a.
FINAL
4 Penjualan saha m di Bun.a Efek selain lPO= O, I% x Pemotong Pajak setor Disetodan pp
jmlh bruto nilni paJing lambat tgl 20 hulan dengan 4-itl994
transaksi penjualan berikut:nya. (ulk selain rPO) SSP, KAP: Jo. pp
IPO= ((0,5 % x nilai Pemotong Pajak adala h: 41 1128, 14tl 997
saham) + (0,1 % x sela in TPO: perantWl\ KJS: Se.la in T<MT<
jmlh brulo nilni pcdagang erek !PO: 406, 282/J<M
transaksi penjualan) rPO: Emilen PO: 407 T<.04/199
Final Pelaporo.n untuk: Pdaporan 7
TPO(lnih·at Public Sela.in rPO: mab dengan
Offering) tgl 25 hln SPT Ma.,a
Sejak 29 Mei 1997 berikut:nya setelah PPh Pa.<al 4
saham (2)
dipenlagangkan
IPO: !TUii:.• Lgl 20
set.t lah butan
penyetoran
5 Penghasilan Bunga/ Ulk WPDN dan Pem()(ong Pajak setor Disetorkan PP 16 tahun
Di.skonh) Obliga.-ri BlIT: ·15% x jmlh paling la mbaL tgl 10 dengan 2009
Yg dimak<ud dengan bruto bulan berikutnya. SSP. KAP: pp 100
Ohligasi disini adalah bW1ga/diskon10 Pelaporan paJing- 41 "1128, TAHIJN2013
Swat Ulang dan Swat UO. WPLN selain lamhat tgl 20 hulan KJS: 401 PMT<
U1ang Negara (SUN} BlIT: 20% x jmlh beril(uLnya. Pel"l'oran 85/PMT<.03/20
yang herjangka " ra kru bruto dengan 11
>12 bula n (lehih dari bW1ga/dislmn10 auw SPT Masa
12 bulan). sesuai carif P3B PPh Pasal 4
Utk SBSN dengan jgk Unruk WP (2)
, ,1 kt > 12 bulan (lebih rek.,adana yg
dwi 12 bin) j'uga 1enlaJh1r di Oh)ri La~
mengikuli ketentuan Ja.-:a Keuangan: 5%
seperti Ohligasi x jmlh hrulO (lhn
SUN(Surai 2014-2020)
Negara.
Utang- Dikecualikan dari 15% x. jmlh bruh)
Negaro) (Lhn 2021-dst)
pemorongan PPh
Lenliri Pasal 4(2) j ika: Final
au:i..-i:
peneri ma adalah ketentuan berla)s'u
WP Dana Pensiun .sejak t Januari 2009
yang Lelah
disahkan oleh
MenKeu;
WP Dank )rang-
didirikan di
Tndone..-ria, acau
cabang bank luar
negeri di
Tndone..-ria.
6 s-uraL Perbendaharaan · 20% x. diskonto Pemorong Pajak Dii:ierorkan PP 27 tahun
Negara cSPN)= SUN SPN setor paling lambat dengan SSP. 2008
390
berjangka waktu · Final tgl JO bulan KAP: PMK
paling- lama 12 bulan. · ke1.entuan berlaku berikutnya. 4 1 1128, K.TS: 63/PMK.03/20
Ulk SBSN dcni,,an jgk stjuk 4 April 2008 Peh:lporan paling 40 1 08
wkt (yg dikecuaHkan lambat tg-1 20 bulan Pelapolllll PER
dwi pemoLOngan: berikutnya. dcngun SPT I8/P.112008
bank yg didirikun d; Pernmong- pajak Masa PPh
Jndooesin a.tau dialur dalam Pa.(!£1.J 3 Pa.<al 4 (2)
cabung bank LN d; PMK
Jndooesio, Dana 63/PMK.0312008
Pensiun, Rebadana
yg terdafiar d;
BAPEPAM-LK)
7 Deviden yung dihag;kun kepoda · I0% x jumlah bruto Pemorong Pajak · Oi$11:rorkan Pa."al 17 ayat
OP de,,iden setor paling dcng-an SSP. (2c) uu 36
· Final lambat <sl 10 KAP: mhun2008
· sejak I Januari 2009 buJan berikutnya 41 1128, KJS: pp 19 Lahun
Pelapomn paling 419 2009
lambat <sl 20 · Pelaporan
buJan berikutnya dcng-an SPT
Masa PPh
Pasal 4 (2)
8 BunA9 Simpanan Kopera..-ii yang 0% atas bunga Pemotong Pa.Ilk.I Disetorkan pp 15 Lahun
dibayarlam kepada unggota kopera.,; s-impanan kopera..'li st:li>r paling den.gan 2009
orang pribadi sampai den~n lambat lgl 10 SSP. KAP:
Rp240.000 hulan herikuLnya. 411 128,
I0% , l mlh bruto Pelap,>ran paHng KJS: 4 17
(ulk bun~• lambat 4:I 20 Pelap0ran
s.-impanan diatas bulan den.gan
Rp240.000 herikuLnya. SPT Ma...a
sebulan.) PPh Pa.<al 4
Final (2)
sejak I Januari 2009
9 Pcndapalan bW1ga depl>.(!ito dan · Untuk WPDN & Pemotong Pajak Di.setorkan pp 13 1 tabun
cabungan serta Sertifi kat Bank BUT: 20% x jmlh st:Lor paling lambnt dengan 2000
Indonesia (SBI) bruto bunga 4:I 10 bulan SSP. KAP:
Untuk WPLN: 20% berikutnya. 4 '11128,
x jmlh bruto hungn Pelaporan paling K.TS: 404
a.tau sesuai P3B lambat tgl 20 bulan Pelaporan
Final beriJ.·utn)fa. dengan
stjuk I Januari 2001 SPT Masa
dikecualikan dari PPh Pasal 4
pemorongan: (2)
jwnlah tidal.::
meleb;h; Rp7,5
juro
j ika penerima:
bank yg
didirikun d;
Jndone.."lia aLau
ca.bang bank
LN d;
Jndone.."lia.
j ika
penerima:Dnna
Pensiun yg
relah disllhkan
Menteri
Keuang-an.
391
bun~ ca.bungan
pada bank yang
ditunjuk
Pemerinlah dim
rangka
pemilikan
Runa.ah
Sederhana, dsb.
25% x jmlh bruto Pemolong Pajak setor Di.setorka.n PP 132 Ulhun
nilai hadiah paling lambal tgl 10 dengan 2000
Final bulan berikutnya. SSP. KAP: KEP
sejak I Janullri 2001 Pelaprn-an paling 4U 128, 395/PJ/200 I
lambat tgl 20 bulan K.TS: 405 SE
berikuLnya. Pelaporan 19/P.T.43no<I I
dengan
SPT Ma,ia
PPh Pa,ial 4
(2)
1I Pcnjualan saham milik l\fodal 0, 1% x jmlh bruto Diseror paling lambat. Disetorkan PP 4 t.ahun
Ventura nilai L
ransaksi tg:I IO bulan deng:an 1995
Final berikutnya. SSP. KAP: KMK
stjak 8 Februari Pe.Japoran paJing- 4 11 128, 250/KMK.04/1
1995 lambat tgl 20 bulan KJS: 408 995
Jika saham berikutnya. Pdaporan
diperjualbeJ;kan di deng:an
BurSa Bfek, maka SPT Masa
herlaku ketcntuan PPb Pasal 4
eentang penjualan (2).
saham di Bursa
Erek.
392
Contoh 2:
Pada tanggal 15 Maret 2019 PT EDC menjual aset berupa tanah dan bangunan
kepada PT PQR dengan harga perolehan tanah sebesar Rp600.000.000, dan
bangunan sebesar Rp400.000.000 dengan nilai s1sa buku sebesar
Rp200.000.000, harga jual tanah dan bangunan tersebut sebesar
Rp2.500.000.000
E. PPB PASAL 15
393
5. Perusahaan yang melak:ukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (built,
operate, and transfer).
Untuk pembahasan dahmi bagian ini, uraian himya mencakup hal-hal yimg terkait
dengan withholding tax (pemotongan pitjak) sehingga tidak seluruh WP tertentu di atas
dikupas.
394
lambat tgl 15
bulan berikutnya
Setor dengan
menggunakan
SSP, dengan:
KAP:
411128, KJS:
410.
Dilaporkan
dalam SPT ?.fasa
PPh Pasal 15,
dilaporkan paling
lambat tgl 20
bulan berikutnya.
3 Perusahaan 2,64 % x Pe redaran Disetor oleh 10,,fK
Pelayaran clan Bruto pemotong paling 4 I7IKMK.0411996
Penerbangan Luar Final lambat tgl 10 bulan SE 32/PJ.4/1996
Negeri. berikub1ya.
Disetor sendiri
paling lambat tgl 15
bulan berikutnya.
Setor dengan
menggunakan SSP,
dengan: KAP:
411128,KJS:411.
Dilaporkan dalarn
SPT Masa PPh Pasal
15, dilaporlcan paling
lambat tgl 20 bulan
berikub1ya.
4 WPLN yang Untuk negara yang Disetor sendiri 10,,fK
mempunyai kantor tidak ada P3B paling lambat tgl 15 634/K1'fK.04119
perwakilan dagang di dengan Indonesia.: bu Ian berikub1ya 94, berlaku mulai
Indonesia 0,44% X niJai setelah bulan 1 Januari 1995
ekspor bruto. diterima KEP
Penghasilan neto= pengt,a.,i Jan. 667 /PJ/200 I_,
1% x nilai ekspor Disetor dengan berlaku mulai 29
bruto. menggunakan SSP Oktober 2001
Final dengan: KAP: SE 2/PJ.03/2008,
Untuk negara yang 411128, KJS: 4 13 ditetapkan tgl 31
mempunyai P3B Dilaporkan paling Juli 2008.
dengan Indonesia.: lambat tgl 20 bulan
disesuaikan dengan berikutnya dengan
tarif P3B, untuk menggunakan
contoh penghitungan Fommlir daJam
lihat di SE Lampiran I KEP
2/PJ.()3/2008. 667/PJ./2001 dan
Final dilampiri SSP lembar
ke-3.
5 \VP yang melakukan 7% x tarif tertinggi Disetor dengan KMK
kegiatan usaha jasa Pasal 17 ayat (1) me nggunakan SSP 543/KMK.03/2002
maklon (Contract huruf b UU PPh x PPh Final paling SE 02/PJ.31/2003
Mamifac,uring) total biaya Jarnbat tgl 15 bulan
IntemasionaJ di pembuatan atau berikumya. KAP:
395
bidang produksi perakitan barang 411128, KJS: 499
mainan anak anak:.
4
tidak tennasuk biaya (km tdk ada
pemakaian bahan disebutkan secara
balru (direct spesifik ttg jasa
materials). maklon ini).
Didalam SE Dilaporlcan paling
02/PJ.31/2003 larnbat tgl 20 bulan
disebutkan: berikumya. Tetapi
7% X 30% X total tidak ada formulir
biaya pembuatan atau khustL~ utk
perakitan barang pelaporannya.
tidak tennasuk biaya
pemakaian bahan
balru (direct
materials).
Final berlaku sejak 1
Januari 2003
396
F. PPHPASAL26
397
4. Hal ini 1nengatur tentang potongan pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh WP Luar Negeri yang bersumber di Indonesia, selain dari
penghasilan pada angka 2 di atas yaitu penghasilan dari penjualan atau
pengalihan harta, dan premi asuransi, tennasuk premi reasuransi. Atas
penghasilan tersebut dipotong pajak sebesar 20% dari perkiraan
penghasilan netto dan bersifat final. Besarnya perkiraan penghasilan netto
diatur oleh Menteri Keuangan
Catatru1:
Ketentuan ini tidak diterapkan dalam hal \VP Juar negeri tersebut
menjalankan usaha atau melakukan kegiatm1 melalui suatu BUT di
Indonesia, atau apabila penghasilan dari penjualan harta tersebut telah
dikenai pajak berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2).
5. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia
Peraturan Menteri Keuangan No. 82/PMK.03/2009
a. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia,
kecuali yang diatur dalarn Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak
Pengha~ilan, yang diterima ardu diperoleh \VP Luar Negeri selain
Bentuk Usaha Tetap (BUT), dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua
puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto dan bersifat final.
b. Terhadap VlP Luar Negeri yang berkedudukan di negara-negara
yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran Pitjak Berganda
(P3B) dengan Indonesia, pemotongan pajak hanya dilak-ukan apabila
berdasarkan P3B ym1g berlaku, hak pemajakannya ada pada pihak
Indonesia.
c. Besamya perkiraan penghasilm1 neto adalah 25% (dua puluh lilna
persen) dari harga j ual.
d. Penjualan atau pengalihan hmta adalah penjualan atau pengalihan
hmta berupa perhiasan mewah, berlian, emas, intan, jmn tangan
1newah, barang antik, Jukisan, mobil, 1notor, kapal pesiar, dan/ atau
pesawat terb,mg ringan.
398
6. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan sahrun perseroan
Keputusan Menteri Keuangan No. 434/KMK.04/1999
a. Atas penghasilan dari penjualan saham Perseroan yang diperoleh
WPLN selain Bentuk ·u saha Tetap (BUT) dipotong pajak sebesar
20°7o (dua puluh persen) dari perkiraan pengha~ilan netto.
b. Terhadap WPLN berkedudukan di negara-negara yru1g telah
mempunyai Persetujuan Penghindaran Pitjak Berganda (P3B) dengan
[ndonesia, maka pemotongan pajak hanya dilakukan apabila
berdasarkan P3B yang berlaku, hak pemajakannya ada pada pihak
Indonesia.
c. Besamya perkiraan penghasilan netto sebagaimana dimaksud pada
ayat (I) adalah 25% (dua puluh lima persen) dari hargajual, sehingga
besrunya PPh Pasal 26 adalh 20"7o X 25% atau 5% (lima persen) dari
hargajual.
d. Pembayaran PPh Pasal 26 bersifat final.
7. Penghasilan berupa pre1ni asuransi dan rea~uransi yang dibayarkim kepada
perusahmm asuransi di luar negeri.
Keputusan Menteri Keuangan No. 624/KMK.04/1994
a. Atas pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi kepada
perusahaan asuransi di luar negeri dikenakan pemotongan PPh Pasal
26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan pengha~ilan neto.
b. Besamya perkiraan penghasilan neto sebagaimana dirnaksud pada
ayat (l) adalah sebagai berikut:
ata~ premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan
asuransi di luar negeri baik secant langsung 1naupun melalui
pialang, sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah premi
yang dibayar
ata~ premi yang dibayar oleh perusahaan asurans1 yang
berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asunmsi di iuar
399
negeri baik secara Jangsung 1naupun melalui pialang, sebesar
10% sepuluh persen) dari jmnlali premi yang dibayar;
atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang
berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar
negeri baik secara Jangsung 1naupun melalui pialang, sebesar
5% (Jima persen) dari jumlah p'remi yang dibayar
8. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan sahrun perusahaan antan1
(conduit company atau special pu171ose company) yang didirikan atau
bertempat kedudukru1 di negara yang memberikan perlindungru1 pajak (tax
haven country) yang me1npunyai hubungan istimewa dengan badan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap
di Indonesia, dipotong pajak 20% dari perkiraan penghasilan neto dru1
bersifat final.
Perusahaan antara (special purpose company atau conduit company) adalah
yang dibentuk untuk tujuan penjualan atau pengalihan saham perusahaan
yang didirikan atau bertempat kedudukan di Negara yang memberikan
perHndungan pajak (Tax Haven Courill)') yang mempunyai hubungan
b1:imewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia. Sesuai dengan PMK
No.258/PMJ<.03/2008, besamya penghasilan neto adalah 25% (dua puluh
lima persen) dari harga jual.
Terhadap penjual yang berstatus sebagai \VP Luar Negeri yang merupakan
penduduk dari Negar-d yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, pemotongan PPh Pasal 26 hanya
dilakukan apabila hak pemajakan berdasarkan P3B berada pada pihak
Indonesia.
400
26. Dalam ha( saham dibeli oleh WP L uar Negeri, berlaku ketentuan
sebagai berik:ut:
a. Pihak ym1g ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah badan yang
didirikan atau berkedudukan di Indonesia yang sahmnnya
diperjualbelikan oleh pemegang saham \VP Luar Negeri di luar Bursa
Efek; dan
b. Badan tersebut harus mencatat akta pemindahan hak atas sahmn yang
dijual
Pajak yang telah dipotong witjib disetorkan ke Kantor Pos atau bank yang
ditunjuk oleh J\1enteri Keuangan oleh pemotong PPh paling lama tanggal
10 (sepuluh) bulan berik:utnya setelah terjadinya transaksi pengalihan.
Pemotong PPh wajib melaporkan pajak yimg telah dipotong dalam SPT
Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah ·Masa Pajak berakhir. Pajak
yang telah dipungut wajib disetorkan ke Kantor Pos atau bank yang
ditunjuk oleh J\1enteri Keuangim oleh pemungut PPh paling lama tanggal
10 (sepuluh) bulan berik:utnya setelah terjadinya transaksi pengalihan.
Pemungut PPh wajib melaporkan pajak yang telah dipungut dalam SPT
Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Pemotong PPh dan/atau peniungut PPh yang tidak memenuhi ketentuan di
atas dikenai sm1ksi sesuai peraturan perundimg-undangan di bidang
perpajakan.
9. Pemotongim pajak sebagaimana dilnaksud di atas bersifat final, kecuali:
Pemotongim atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
( 1) huruf b dan huruf c UU PPh, yaitu pembayanm kepada kimtor pusat
dalam bentuk:
a. Royalti atau imbalan lainnya sehubungim dengan peng.,oUJ1aan harta,
paten, atau hak-hak lainnya;
b. Imbalan sehubungan dengim jasa manajemen dan jasa lainnya;
401
c. Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan;
402
Dengan perkataan Jain pe1notongan PPh atas dividen sebagaiJnana diatur
dalmn Undang-Undm1g PPh Pasal 26 baru dapat dilakukan setelah para
pemegang sahmn yang berhak "meneri1na atau me1nperoleh" dividen
tersebut diketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai.
Yang dimaksud dengm1 ''saat jatuh tempo pembayaran" adalah saat
kewitjiban untuk melakukan pembayaran yang didasarkan atas
kesepakatan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis dalam kontrak atau
perjanjian atau faktur.
Contoh:
X adalah tenaga asing orang pribadi me1nbuat perjanjian kerja dengan
PT ABC (\,VPDN) di Indonesia. Untuk jangka waktu lima bulan terhitung
1nulal I Januari 2019, pada tanggal 20 April 2019 perjanjian kerja tersebut
diperpanjang menjadi 8 bulan sehingga akan berakhir pada 31 Agustus
2019. Jika perjanjian kerja tidak diperpanjang, maka status X adalah tetap
sebagai "VP Juar negeri. Jika perjanjian kerja diperpanjang, maka status X
berubah 1nenjadi WP dalmn negeri terhitung sejak tanggal I Januari 2020.
Selmna bulan Januari sampai dengan Maret 2020 penghasilan bruto X telah
dipotong PPh Pasal 26 oleh PT ABC. Dengan demikian, untuk menghitung
PPh yang terutang
Saat terutang pitjak atas penghasilan tersebut di atas adalah pada saat
pembayaran atau jatuh tempo.
403
(3) Branch Profit Tax
Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu hentuk usaha tetap di
Indonesia dikenakan pajak sebesar 20% final, kecuali penghasilan lersebut
dilanamkan ke1nbali di Indonesia, yang kelentuannya diatur Jebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan 14/PMK.03/201 l. Rinciannya adalah sebagai
herikut:
l. Penanaman kembali dilakukan alas seluruh pengha5i(an dalam bentuk:
a. Penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dim
berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri;
b. Penyertaan modal pada perusahaan yang s udah didirikim dim
berkedudukan di Indonesia sebagai pe1negang saham;
c. Pembelian aset tetap yang digunakan oleh BUT untuk menjalankim
usaha BUT atau melakukan kegiatan BUT di Indonesia; atau
Inveslasi berupa asel tidak berwujud oleh BUT unluk menjalankan
usaha BUT atau melakukan kegiatan BUT di Indonesia.
2. Penanaman kembali di Indonesia harus dilakukan paling la!na pada akhir
tahun pajak herikutnya, setelah tahun pajak diperolehnya penghasilan
tersebut bagi B UT yang hersangkutim .
3. BUT yang hersangkulan menyrunpaik an pe1nberitahmm secara lertulis
mengenai hentuk penanaman modal, realisasi penanaman kembali yang
telah dilakukan dim/atau saat mulai berproduksi kmnersial bagi perusahrum
yru1g baru didirikan, yang dilak-ukan kepada Kepala KPP tempat \VP
terdaftar.
4. Untuk penimaman kembali di Indonesia dalam hentuk penyertaan modal
pada perusahrum yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sebagai pendiri atau peserta pendiri. selain persyaratan di alas, hams
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. perusahrum baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia
secara aktif telah melakukan kegialan usaha sesuai akta
404
pendiriannya, paling lama l (satu) tahun sejak perusahaan lersebut
didirikan; dan
b. Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan tidak boleh melakukan
pengalihan alas penyertaan modal paling sedikit dalam jangka waktu
2 (dua) tahun sejak perusahaan barn dimaksud berproduksi
komersial.
5. Untuk penimaman kembali di Indonesia dalam bentuk penyertaan modal
pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sebagai pemegang saham, selain persyaratan di atas, harus me1nenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia
1nempunyai kegiatan usaha aktif di Indonesia; dan
b. Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan tidak boleh melakukim
pengalihan alas penyertaan modal paling sedikit dalam jangka waktu
3 (tiga) taboo sejak penyertaan modal.
6. Untuk pemmaman kembali di Indonesia dalmn bentuk pembelian a~et tetap
atau investasi berupa aset tidak berwujud, selain persym,It'dll di atas, BUT
yang bersangku11m tidak boleh melakukan pengalihan atas pembelian asel
telap atau pengalihan atas inve;1a~i berupa a~et tidak berwujud, paling
sedikil dalam jangka waktu 3 (tiga) lahun sejak perolehan aset tetap atau
investasi aset tidak berwujud yang bersangkutim.
7. Dal am ha! persyaratan-persyaratan di ata~ tidak lagi dipenuhi, atas PKP
sesudah dikurangi PPh dari suatu BUT yang terkait, dikenai PPh terhitung
sejak diperolehnya PKP yang bersimgkutan, dan dikenai sanksi sesua1
dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
405
1nelakukan hubungan ekonomi yang tidak terlepas dmi aspek perpajakan.
Akibat dari benturan ini, pengenaan pajak tidak dilakukm1 sama sekali di dua
negara (tax evasion.), atau bahkan dikenakan dua kali di ma~ing-1nasing negara
tersebut (double taxation). Untuk menghindari kedua efek tersebut, diperlukm1
adanya pengaturan-pengaturan antara kedua negara.
Di dunia ini ada dua model P3B yang sering menjadi acuan, yaitu United Nations
(UN) Model dm1 OECD Model (Organisation .for Economic Cooperation and
Development). UN Model biasa dipakai oleh negara-negara berketnbang,
sedangkan OECD Model oleh negara-negara maju. Di dalam rinciannya, isi UN
Model banyak mengacu pada OECD Model. Untuk Indonesia, kedua 1nodel
tersebut dipakai di dalam setiap petnbaha~an isi P3B dengan negara Jain.
Negara domisili tidak hanya ditentukan berdasarkan Form DGT, tetapi juga
tempat tinggal atau tempat kedudukan dmi penerima manfaat dari penghasilan
406
dimaksud sesuai memori penjelasan Pasal 26 ayat (I a) Undang-Undang PPh
Tahun 2008.
Dalam hal penerimaan manfaat adalah orang pribadi, negan1 domisilinya adalah
negara tempat orang pribadi tersebut bertempat tinggal atau berada. Sedangkan
bila penerima manfaat adalah badan, maka negara dmnisilinya adalah negan1
tempat pe1nilik atau lebih dari 50% pemegang saham baik sendiri sendiri maupun
bersama-sama berkedudukan atau efektif manajemennya berada.
Contoh 1:
PT RFV membayar royalty kepada RFV Ltd sebesar Rp500.000.000, yang
berdomisili di negara China, RFV Ltd 1nenyerahkan Fom1 DGT I kepada PT
RFV, berdasarkan P3B fndonesia dengan China atas royalti dipotong pitjak I0%
di negara sumber.
Contoh 2:
PT ,vsx membayar bunga kepada JKL ltd sebesar Rp600.000.000, yang
berdomisili di negara Qatar, JKL ltd tidak menyerahkan Form DGT kepada PT
\VSX, berdasarkan P3B Indonesia dengan Qatar ata~ bunga dipotong pajak 10%
di negara sumber, akan tetapi dikarenakan JKL Ltd tidak 1nenyerahki111 Fonn
DGT, maka dipotong sesuai PPh Pasal 26 UU PPh yaitu 20 %
407
Jumal PT. \"1'SX pada saat pembayaran:
Db Behan bunga Rp600.000.000
Kr Utang PPll Pasal 26 Rp120.000.000
Kr Bank Rp480.000.000
Dari kasus diatas apabila JKL Ltd. tidak setuju untuk dipotong PPh Pasal 26
sebesar 20 %, PT. WSX tetap memotong sesuai PPh Pasal 26, akan tetapi JKL
Ltd memiliki hak untuk mengajukan pengembalian pajak yang seharusnya tidak
terutang sesuai PMK 187/PMl<.03/2015.
408
LATIHAN SOAL
A. Pilihan Ganda
I. Pemotongan PPh Pasal 21 terkait dengan ketentuan dalmn UU PPh Pasal 21 yang
1nengatur tentm1g pemotongan, penyetoran, dm1 pelaporan pajak atas penghasillU1,
sesuai PMK No. 252/PMK.03/2008 jo PMK No. 101/PMK.10/2016 jo Peratunm
Menteri Keum1gan No. 102/PMK.I0/2016 jo PER.16/ PJ./2016, ditegaskm1 bahwa
Pemotong PPh Pasal 21 atau disebut Pemotong Pajak adalah dibawah ini kecuali
A. Penyelenggant kegiatan
B. Bendahara atau pemegimg kas pemerintah
C. Perserom1 Terbata~ sebagai petnberi kerja
D. Kantor Perwakilan Negara asing
2. Objek PPh Pa~al 21 adalah penghasilan, menurut Pasal 4 UU PPh, jenis pengha~ilan
yang di potong PPh Pasal 21 adalah dibawah ini kecuali
A. Penerimaan dalam bentuk naturd dlU1 kenik,natan Jainnya dengim nama apa pun
yang diberikm1 oleh Perusaham, pelayardO dalam negeri
B. Penghasilm1 berupa uang pesangon, um1g mm1faat pensiun, tunjm1gan hari tua
C. Imbalm1 kepada peserta kegiatlUl
D. Klaim Asunmsi
3. Rani status belum menikah sebagai teknisi menerima honor harim1 dari PT ABC
1nenerima honor sebesar Rp350.000 per hari , pada bulm1 maret 2019 Rani bekerja
selmna 15 hari, PPh Pa~al 21 yang dipotong oleh PT ABC untuk masa Maret 2019
adalah
A. Nihil
B. Rpl50.000
C. Rp262.500
D. Rp26.250
409
4. Tika belmn menikah bekerja di PT ABC pad bulan maret 2019 dengan gaji pokok
sebesar Rp6.000.000 dan tunjangan 1nakan Rp500.000, PT ABC bekerja sruna dengru1
asunmsi kesahatan untuk karyawan, untuk asuransi Tika sebesar Rp 150.000 dibayar
oleh PT ABC, selain bekerjasama dengan asuransi kesehatan PT ABC bekerjasmna
dengan dana pension ABC yang pendiriannya telah disyahkim oleh Menteri Keuangim
besaran iuran untuk Tika adalah Rp50.000 dibayar PT ABC dan dipotong dari Gaji
Tika sebesar Rp75.000, hitung PPh Pasal 21 11asa Maret 2019?
A. Rpl04.550
B. Rp96.000
C. Rp42.125
D. Rp35.000
410
6. PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan,
pertanian, petemakim, dan perikanan yang belmn 1nelalui proses industri 1nanufaktur
oleh badan usaha industri atau eksportir adalah sebesar ?
A. 0,45 %
B. 0,25 %
C. 0,3 %
D. 1,5 %
7. Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkim, atau telah jatuh te1npo pembayarannya oleh
badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada '\VP dalam negeri
atau BUT, dipotong pajak PPh Pasal 23 kecuali :
A. Pembagiim laba dalrun bentuk saham
B. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari 1nodal yang disetorkan, jika
dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran
kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yimg dilakukan
secara sah
C. Bunga termasuk pre1nimn, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang
D. Bagiim laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi alas saham-saham, persekutuan, perkmnpulan,
firma, dan kongsi
411
8. Jenis jasa lain diatur berdasarkan PMK Nomor 14 l/PMK.03/2015, tanggal 24 Juli 2015
dan mulai berlak:u 30 hari sejak tanggal diundangkan merupakan Objek PPh Pasal 23
kecuali?
A. Jasa penebangan hutan
B. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, yang dilakukan oleh Kustodian Sentral
Efek Indonesia (KSEI)
C. Jasa mixing fihn
D. Jasa pengolahan limbah
9. Dibawah ini merupakan jenis penghasilan yang menjadi objek PPh Pa~al 4 ayat 2
kecuali?
A. Pengha~ihm berupa bunga deposito
B. Penghasihm berupa hadiah penghargaan
C. Penjualan saham miHk Modal Ventura
D. Jasa Kontruksi
10. Dibawah ini merupakan jettis penghasilan yang 1nenjadi objek PPh Pasal 15 kecuali?
A. Pengha~ihm Sewa Pesawat diterima perusahaan penerbangan nasional
B. WP yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon (Contract Manufacturing)
Intemasional di bidang produksi mainan anak-anak
C. WPLN yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia
D. Penghasilan Sewa Kapal yang diteri1na oleh Perusahaan dalam Negeri yang tidak
memiliki SlUPAL
B. Esai
J. PT Dawai Nurani dengan usaha Properti beralrunat di Jalan Menteng Raya No. 123
Jakarta Pusat ( NP\VP Ol.234.456.7.073.000), memiliki pegawai tetap dengan Mr
Chris Cornell ( Staf tenaga kerja asing) NPWP 73.888.666.6-053.000, status belum
1nenikah merupakan pegawai baru yang mulai bekerja di h1donesia s~jak OJ Juni 2018
412
dengan kontrak srunpai dengan 31 Septe1nber 2021 bernlrunat di Jalan Bangka No. 3
Jakarta, data penghasilan bruto sebagai berikut:
Penghasilan Juni
Pengha,;:ilan Desember
Jenis Penghasilan sampai dengan
2018
November 2018
Gaji Pokok 150.000.000 25.000.000
Tunjangan Jabatan 0 0
Tunjangan Transport 30.000.000 5.000.000
Tunjangan 11,fakan 30.000.000 5.000.000
Diminta:
flitung PPh Pasal 21 'M asa Desember 2018
2. BUT Naruto Shippuden dengan usaha Jasa Konsultan Kontruksi beralamat di Jalan
Menteng Raya No. 123 Jakarta Pusat ( NP\VP 02.234.456.7-053.000), selmna tahun
2018 memilild beberdpa pegawai tetap salah satunya dibawah ini dengan nruna Naruto
Uzumaki yang menduduki jabatan Direk'tur dengan NP\VP 06.567.234.5.0-013.000,
status menikah dengan anak 3 yang 1nenjadi tanggungan dari 3 (tiga) anak tersebut baru
dilahirkm1 di 4 Januari 2017, dua anak kembar. Akmnulasi penghasilan selmna Januari
sampa dengan November 2018 adalah sebagai berikut:
Penghasilan Penghasi Ian
Jenis Penghasilan
Jan sd Nov 2018 Desember 2018
Gaji Pokok Rp450.000.000 Rp50.000.000
Tunjangan Jabatan Rp44.000.000 Rp4.000.000
Tunjangan Transport Rp22.000.000 Rp2.000.000
Tunjangan Makan Rp13.200.000 Rpl.200.000
Bonus 0 Rp50.000.000
413
Dalam rangka mengikuti kesejahteraan pegawai tetap, perusahaan mengikuti program
jamso~1ek yang dibayar setiap bulan dengan perincian sebagai berikut:
No. Program Jamsostek Premi Keterangan
1 Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) 0,2 % dari Gaji Pokok Ditanggung BUT Naruto Shippuden
2 Jaminan Kematian (JK) 0,25 % dari Gaji Pokok Ditanggung BUT Naruto Shippuden
3 Jaminan Hari Tua (JHT) 3,5 % dari Gaji Pokok Ditanggung BUT Naruto Shippuden
4 Jaminan Hari Tua (JHT) 2 % dari Gaji Pokok Dibayar Karyawan
5 Jaminan Pensiun ( JP) 2% dari Gaji Pokok Ditanggung BUT Naruto Shippuden
6 Jaminan Pensiun ( JP) I% dari Gaji Pokok Dibayar Karyawan
7 BPJS Kesehatan 3% dari Gaji Pokok Ditanggung BUT Naruto Shippuden
8 BPJS Kesehatan 2% dari Gaji Pokok Dibayar Karyawan
Diminta:
Hitung PPh Pasal 21 l\1asa Desember 2018!
414
REFERENSI
Siti Resmi (2015). Perpajakan: Teori ti.an Kasus edisi 8 (buku l). Jakarta: Salemba Empat
415
BABlS
KONSEP DASAR DAN KETENTUAN KHUSUS PAJAK PERTAl\'IBAHAN NILAI
DAN PAJAK PENJUALAN BARANG r.mwAH
Pendahuluan
Sal ah satu jenis pajak yang merupakan sumber penerirnaan negara adalah Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), yang menggantikan Pajak Penjualan (PPn) sejak 1 April 1985 yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagailnana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang
PPN dan PPnBM. Kemudim1 berubah lagi dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2009 dan 1nulai berlaku tanggal 1 April 2010. Dasar pemiliran pengenaan pajak ini
pada dasamya adalah untuk mengenakan pajak pada tingkat kemmnpuan masyarakat untuk
berkonsumsi, yang pengenaannya dilakukan secara tidak langsung kepada konsumen. PPN
adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) ataupun Jasa Kena
Pajak (.]KP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha pajak ini me1nHild ciri
khas, yaitu me1npunyai nilai tambah PPN lebih dikenal dengan sebutan pajak atas konsumsi
(tax 011 co11sumptio11). Sesuai ketentuan perpajakan yang ada, sistem pemungutan pajak yang
dianut di Indonesia adalah self assessme11t yaitu masyarakat mendaftarkan diri sebagai WP
selanjutnya menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri p~jak yang terutang.
Tujuan Pembelajaran
1. Peserta diharapkan mampu memahanti dan menjelaskan konsep dasar dan ketentuan
khusus pajak pertambahan nlai (PPN) dan p~jak penjualan barang 1newah (PPnBM).
416
A. KARAKTERISTIK PPN
Dasar hukum PPN dan PPnBM adalah Undimg-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentimg
PPN Barang dan Jasa dan PPnBM sebagaunana telah bebet"dpa kali diubah terakhir
dengim Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. PPN adalah pajak yang dikenakan
atas penyerahan banmg kena pajak (BKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha, impor BKP, penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yimg
dilakukan oleh pengusaha, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean
di dalam daerah pabean, pemanfaatan jasa kena pitjak (JKP) dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabeim atau ekspor BKP oleh pengusaha kena pajak (PKP).
Karateristik PPN adalah:
1. Pajak objektif yaitu suatu jenis pajak yang tilnbulnya kewajiban pajaknya sangat
ditentukan oleh objek pitjak. Keadaan subjek pajak tidak menjadi penentu kecuali
untuk kasus tertentu.
2. Dikenakan pada setiap rantai distribusi (1m,lti stage tax). Sepanjang suatu
transaksi me1nenuhi syarat sebagaimana disebutkan dalrun UU PPN, maka pihak
PKP berkewitjiban memungut PPN atas transaksi yang terjadi dim kemudian
menyetorkan ke kas negara dan melaporkannya.
3. Meng,,uunakan mekanis1ne pengkreditan. Sesuai dengan nrunanya maka pada
hakekatnya PPN hanya dikenakan atas nilai tambah yang terjadi atas BKP karena
adimya proses pabrikasi maupun distribusi. Oleh karena itu PPN yimg terutimg
dalam suatu 1nasa pajak diperhitungkan terlebih dahulu dengan PPN yang telah
dibayarkan oleh PKP pada saat pembelian bahan baku dan faktor produksi
lainnya, sehingga 1neskipun PPN dikenakan beberapa kali namun tidak
menimbulkan efek pitjak berganda.
4. Merupakan pajak atas konsumsi dalam negeri. Oleh karena itu salah satu syarat
dikenakannya PPN atas suatu trimsaksi adalah bahwa BKP/JKP dikonsumsi di
dalam daerah pabean. Hal inilah yang mendasari pengenaan PPN dengan tarif
0% atas kegiatan ekspor sedimgkan untuk kegiatan impor tetap dikenakan PPN
10%.
417
5. Merupakan beban konsumen akhir. PPN 1nerupakan pajak tidak Jangsung
sehingga beban pitjaknya bisa dialihkan oleh PKP. Pengenrum PPN yang
dilakukan beberapa kali tidak menjadi beban PKP karena beban PPN tersebut
pada akhimya akan dialihkim kepada konsumen yang menikmati BKP pada
nmtai terakhir.
6. Netral terhadap persaingan. PPN bukan merupakan beban yang menambah harga
pokok penjuallm karena PPN menganut siste1n pengkreditim yang
memungkinkan PPN yang dibayarkan pada saat pembelhm diperhitungkan
dengan PPN yang harus dipungut saat penjuallm.
7. Menganut destination principle. Untuk menentukan suatu transaksi dikenakim
PPN atau tidak, terlebih dahulu harus dilihat di negara mana pihak konsumen
berada. Apabila konsumen berada di Juar negeri, maka transaksi tersebut tidak
dikenakim PPN karena PPN adalah pajak atas konsumsi dalam negeri.
B. OBJEKPPN
Objek PPN dalam UU PPN tercantum dalam tiga pasal yaitu Pasal 4, Pasal 16C
dan Pasal l 6D.
(1) Ohjek Pasal 4
PPN dikenakim atas:
I. Penyerahan BKP di dalam daerah pabeim yang dilakukan oleh pengusaha
Contoh, PT Jaya Steel (perusahaan pabrikan kawat baja) menjual
produknya berupa kawat baja kepada para pembeHnya di dalmn negeri
(Indonesia).
2. Impor BKP. Contoh, PT Astra Honda Motor melakukan impor kendarrum
Totota dari Jepang.
3. Penyerahan JKP di dalmn daerah pabean yang dilakukan
oleh pengusaha. Contoh, PT Utarna, sebuah perusahaan konsultan pajak,
me1nberikan jasa konsultasi pajak kepada par<1 kliennya di dalam negeri.
418
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalrun daerah
paberu1 . Contoh, PT Cola Indonesia, sebuah perusahaan pabrikan minuman
ringan merek "Cola", melakukan pemanfaatru1 hak merek "Cola" dari Cola
Corp. di Amerika.
5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah. Contoh, PT
Neva l\1otors menerima jasa technical assistance dari Neva Corporation
Jepang.
6. Ekspor BKP berwujud oleh PKP. Contoh, PT Gam1en Jaya, sebuah
perusahaan eksportir produk tek&1:il, melakukan ekspor produk tekstil ke
Arab Saudi.
7. Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP. Contoh, PT Janeva Indonesia
menyerahkan pemakairu1 hak 1nerek "Janeva" ke perusahaan Juzz Corp di
Australia.
8. Ekspor JKP oleh PKP. Contoh, PT Kontruksi Indonesia, sebuah perusahaan
kon&1ruksi, menyerahkan jasa perbaikan 1nesin parut kelapa ke Amerika
Serikat.
(2) Objek Pasal 16C
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalmn kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau
digunakan pihak lain (Pasal L6C).
(3) Objek Pasal 16 D
Penyerahan BKP berupa aset yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan oleh PKP (bukan persediaan), kecuali atas penyerahan aset yang
pajak masukannya tidak dapat dikreditkan karena (Pasal L6D):
l. tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha (Pasal 9 ayat
(8) huruf b); dan
2. perolehan dan pemelihanian kendaraan bermotor berupa sedan dan station
wagon, kecuali merupakan banmg dagimgan atau disewakan (Pasal 9 ayat
(8) huruf c).
419
C. BARANG KENA PAJAK DAN JASA KENA PAJAK
420
diatome, tanah liat, tawas (a/urn), tras, yarosif, zeolit, basal, dan
tralckit·
'
e. batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara;
f. bijih besi, bijih ti.Jnah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan
bijih perak serta bijih bauksit.
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan f'dkyat banyak
meliputi:
a. beras
b. 0
aabah·'
C. Jagung;
d sagu;
e. kedelai;
f. garmn, baik yang beryodium maupun yimg tidak beryodium;
g. daging, yaitu daging segar yang tm1pa diolah, tetapi telah 1nelalui
proses disembelih, dikuliti, dipotong, didingmkim, dibekukim,
dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasarnkim,
diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
h. telur, yaitu telur yang tidak diolah, tennasuk telur yang
dibersihkan, diasinkan, atau diketnas;
1. susu, yaitu susu perah bail< yang telah melalui proses didinginkan
1naupun dipanaskim, tidak mengandung tambahan gula atau bahim
lainnya, dan/atau dil<emas atau tidak diken1as;
J. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yimg dipetik, balk yimg telah
1nelalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading,
dan/atau dikemas atau tidak diketnas; dan I l)sayur-sayuran, yaitu
sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dim/atau disi.Jnpan pada
suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah
3. Makiman dan minuman yang disajikan di hotel, restonm, rmnah makan,
warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman balk yimg
421
dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan
1ninuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering.
4. Uang, emas batangan, dan surat berharga
422
a. Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
b. Jasa pe1nadam kebakaran;
c. Jasa pe1nberian pertolongan pada kecelakaan;
d. Jasa lembaga rehabiHtasi;
e. Jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk
krematorium; dan
f. Jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial.
3. Jasa pengiriman surat dengan perangko, meliputi jasa pengiri1nan surat
dengan 1nenggunakan perangko tempel dan 1nenggunakan card lain
pengganti perangko tempel.
4. Jasa keuangan, 1neliputi:
a. Jasa menghi1npun dana dari masyardkat berupa guo, deposito
berjangka, se.rtifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang
dipersamakan dengan itu;
b. Jasa mene1npatkan dima, meminjam dana, atau meminjamkan dana
kepada pihak Jain dengan menggunakim surat, sarana
telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, eek, atau sarana
Jainnya;
c. Jasa pembiayaan, tennasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
berupa:
• Sewa guna usaha dengan hak opsi;
• Anjak piutang;
• Usaha kartu kredit; dan/atau
• Pembiayaan konsmnen;
• Jasa penyalur<1n pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk
gadai syariah dan fidusia; dan
• Jasa penjaminan.
5. Jasa asuransi, merupakan jasa pertanggungan yang meliputi asurans1
kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi yang dilakukan oleh perusahaan
asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjimg
423
asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan
asurans1.
6. Jasa keagmnmm, meliputi:
a. Jasa pelayanan ru1nah ibadah;
b. Jasa pe1nberian k:hotbah atau dakwah;
C. Jasa penyelenggarmm kegiatan keagmnaan; dan
d. Jasa lainnya di bidang keagammm .
7. Jasa pendidikan, 1neliputi: jasa penyelenggarmm pendidikan sekolah,
seperti jasa penyelenggarmm pendidikan umum, pendidikan k~juruim,
pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan,
pendidikan akade1nik dan jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.
8. Jasa kesenian dim hiburan, meliputi semua jenis jasa ym1g dilakukan oleh
pekerja seni dan hiburan.
9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau
televisi baik yang dilakukan oleh instansi pen1erintah atau swasta yimg
tidak bersifat ikhm dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan
komersial.
10. Jasa angkutan umum di dan1t dan di air serta jasa angkutan udara dalam
negeri yang 1nenjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angk'lltan
udara luar negeri.
11. Jasa tenaga kerja, meliputi:
a. Jasa tenaga kerja;
b. Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga
kerja tidak bertanggung jawab atas basil kerja dari tenaga kerja
tersebut; dan
c. Jasa penyelenggarmm latihan bagi tenaga kerja.
12. Jasa perhotelan, 1neliputi: ja~a penyewaan kmnar, terma~uk tim1bahannya
di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fa~ilita~ yimg
terkait dengm1 kegiatan perhotelanuntuk tmnu yang menginap; dan jasa
424
penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel , rumah
penginapan, motel, losmen dan hostel.
13. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalrun nmgka 1nenjalankan
pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan
oleh instansi pemerintah seperti pe1nberian lzin Mendirikan Bangunan
(1MB), pemberian Ijin Usaha Perdagangan (IUP), pemberian NPWP dan
pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
14. Jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukim oleh pemilik tempat parkir
dan/atau pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengim dipungut
bayaran.
15. Jasa telepon ummn dengim menggunakan uang logrun atau koin yang
diselenggarakan oleh pemerintah 1naupun swa,1a.
16. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos.
17. Jasa boga atau katering.
D. SUBJEK PPN
425
Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP;
Memungut pajak yang terutang;
Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam ha! Pajak Keluaran
lebih besar daripada Pajak l\1asukan yang dapat dikreditkan serta
menyetorkan PPnBl\1 yang terutang; dan
Melaporkan pemungutan, penyetoran dan penghitungan pajaknya paling
lrunbat akhir bulan berikutnya (SPT l\1asa PPN).
2. Bukan pengusaha kena pajak
Buk:m PKP 1nerupakan pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP. Bukan
PKP tetap melakukan penyetoran PPN terutang jika melakukan transaksi
penyerahan BKP atau JKP.
E. DAERAB PABEAN
Kawasan pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar
udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu-lintas barang yang sepenuhnya
berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atau pengertian lain
menjelaskan Kawasan Pabean wilayah Republik Indonesia yang 1neliputi wilayah
darat, perairan, dan ruang udara di ata~nya, serta tempat-tempat tertentu di Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-
Undang yang mengatur mengenai kepabeanan. Tempat penimbunan pabean adalah
bangunan dan/atau lapangan atau te1npat lain yang disamakan dengan itu yang
disediakan oleh Pe1nerintah di Kantor Pabean yang berada dibawah pengelolaan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk 1nenyimpan barang yang dinyatakan tidak
dikuasai, barang yang dikua~ai negara, dan barang yang menjadi milik negara
berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
426
F. KA\.VASANBERIKAT
Kawasan berikat adalah suatu bangunan, tempat, atau kawasan dengan batas-batas
tertentu yang di da!amnya dilakukan kegiatan usaha indu~1:ri pengolahan barang dan
bahan, kegiatan rancang bangun, perekaya~aan. penyortiran, pe1neriksaan awal,
pemeriksaan akhir, dan pengepakan ata~ banmg dim bahan asal impor atau banmg dim
baban dari dalam daerah pabean Indonesia lainnya, yang ha~ilnya terutama untuk
tujuan ekspor. Kegiatan yang utmna yang dilakukan di dalam kawasan berikat adalah
kegiatim pengolahan atau memproses bahan mentah, bahim baku, barang setengah jadi,
dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya. Berbeda dengan kawasan perdagm1gan bebas, di kawa~an ini
1nerupakan kegiatan industri, manufaktur atau bukan himya perakitan.
Fasilitas kawasan berikat diberikan an!'dTa lain kepada perusahaan industri yang
orienta~i pengeluaran (penjualan) produknya adalah untuk tujuan ekspor dan/atau
untuk dijual ke kawasan berikat lainnya. Atas pemasukan barang yang bukan
1nerupakan barang untuk dikonsmnsi di kawasan berikat, seperti makanan, minmnim,
bahan bakar 1ninyak, dan pelumas ke kawa~an berikat dan ata~ pengeluaran banmg dari
kawasan berikat diberikan fasilita~ PPN tidak dipungut.
Barang yang dimasukkan ke kawasan berikat yang 1nemperoleh fasilitas PPN tidak
dipungut adalah:
I. Bahan baku dan bahan penolong asal luar daerah pabean untuk diolah lebih
lanjut;
2. Banmg modal asal luar daerah pabean dan banmg modal dari kawasan berikat
lain yang dipergunakan di kawasan berikat;
3. Per.tlatan perkantonm a~al luar daen1h pabean yimg dipergunakan oleh
pengusaha kawa~an berikat dan/atau PDKB;
427
4. Barang basil produksi kawasan berikat lain untuk diolab lebib lanjut atau
dijadikan barang modal untuk proses produksi;
5. Barang hasil produksi kawa~an berikat yang dima~ukkan kembali dari luar
daerah pabean ke kawa~an berikat;
6. Barang hasil produksi kawa~an berikat ym1g dima~ukkan kembali dari tempat
penyelenggaraan pameran berikat (TPPB) ke kawasan berikat;
7. Barang jadi asal luar daerab pabeim yang dimasukkan ke kawasan berikat untuk
digabungkan dengan banmg ha~il produksi kawasan berikat yang semata-mata
untuk diekspor; dan/atau
8. Pengemas dan ala! bantu pengemas asal luar daerah pabean dan/atau kawa~im
berikat lainnya yang dima~ukkan ke kawasan berikat untuk menjadi satu
kesatuan dengan barang ha~il produksi kawasan berikat.
428
pabean, yang semata-mata akan digabungkan dengan barang basil produksi
kawasan berikat untuk diekspor;atau
6. Pemasukan pengemas dan alat bantu pengemas dari tempat lain dalmn daerah
pabean ke kawasan berikat untuk menjadi satu kesatuan dengan hasil produksi
kawasan berikat.
Pe1nberian fasiltas untuk PKP yang berada di kawasan berikat tidak hanya terbatas pada
aktivita~ pemasukan karena fasilitas PPN tidak dipungut juga diberikan atas:
I. Pengeluaran hasil produksi kawasan berikat yang bahan baku untuk
1nengha~ilkan ha~il produksi berasal dari tempat Jain dalmn daerah pabean, ke
kawasan berikat lainnya;
2. Pengeluaran bahan baku dan bahan penolong, cetakan (mo11/di11g), dan/atau
1nesin, dalmn rangka subkontntk dari kawasim berikat kepada kawasan berikat
lainnya atau perusahaan industri di tempat Jain dalmn daerah pabean;
3. Pengeluaran barang yang rusak dan/atau apkir (reject) a~al tempat lain dalmn
daerah pabean yang sama sekali tiditk diproses di kawasan berikat ke tempat Jain
dalmn daerah pabean, sepanjang barm1g tersebut dikembalikan ke perusahaan
tempat asal barang; dim pengeluaran mesin dan/atau cetakan (moulding) dalmn
rm1gka peminjmnan ke perusahaan industri di tempat lain dalmn daerah pabean
dan kawasan berikat lainnya, sepimjang mesin dan/atau cetitkan (moulding)
tersebut digunakan untuk memproduksi barang basil produksi yang akan
diserahkan kepada pemberi pinjaman dari kawasim berikat asal.
G. SAAT DANTE1tfi>ATTERUTANG
(1) Saat Terutang PPN
PPN dan PPnBM terutang pada saat:
I. Penyerahan BKP;
2. Impor BKP;
3. Penyerahan JKP;
4. Pe1n1mfaatan BKP tiditk berwujud dari Juar daerah pabean;
429
5. Petnanfaatan JKP dari luar daerah pabean;
6. Ekspor BKP berwujud;
7. Ekspor BKP tidak berwujud; atau
8. Ekspor JKP.
Dalam ha) terdapat pembayanm sebelurn penyerahan B KP dan/atau sebelum
penyerahim JKP (down pll)~nent/DP), maka saat terutang PPN adalah pada saat
pembayaran.
(2) Tempat Terutang PPN
Tempat pajak terutang alas penyerahan BKP dan atau JKP di dalam daerah
pabeim adalah di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatim
usaha dilakukan, yaitu di tempat pengusaha dikukuhkan atau seharusnya
diJ..'llkuhkan sebagai PKP.
Tempat pajak terutimg atas:
l. Impor BKP, adalah di tempat BKP dimasukkim ke dalrun daerah pabean;
2. Pemimfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar daerah pabean
adalah di tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan dalam
hal orang pribadi atau badan tersebut bukan sebagai wajib pitjak atau di
tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai wajib pitjak;
3. Kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP, adalah di tempat
bangunan tersebut didirikim .
H. FAKTUR PAJAK
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan
penyerahan BKP atau penyerahim JKP. PKP wajib membuat Faktur Pitjak untuk setiap:
l. Penyerahan BKP;
2. Penyerahan JKP;
3. Ekspor BKP tidak berwujud; dan/atau
4. Ekspor JKP.
430
PKP dapat membuat l (satu) faktur pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan
kepada pe1nbeli BKP atau penerima JKP yimg sama selarna I (satu) bulan kalender
yang disebut dengan faktur pitjak gabungan.
431
g. Nama clan tandatangan yang berhak 1nenandatangani faktur pajak.
2. Setiap faktur pajak hirrus menggunakan kode dan seri faktur pajak yimg
telah ditentukim di dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
a. Kode faktur pajak terdiri atas dua digit kode transaksi, satu digit kode
status, dan tiga digit kode cabang.
b. Nomor seri faktur pajak terdiri ata~ dua digit tahun penerbitan, dan
delapan digit nomor urut.
3. Bentuk dan ukuran formulir faktur pajak disesuaikan dengan kepentingim
PKP dan dalrun ha] diperlukim dapat ditambahkan keterangim Jain selain
keterangan sebagaimana dimaksud dalrun butir a di ata~. Pengadaan
formulir fal'tur pajak dilakukan oleh PKP.
4. Faktur pajak paling sedik:it dibuat dalam rangkap dua yaitu:
a. Lembar ke- l: Untuk pembeU BKP atau penerima JKP sebagai bukti
pajak ma~ukan.
b. Lembar ke-2: Untuk PKP yang 1ne11erbitkan faktur pajak stimdar
sebagai bukti pajak keluaran.
Dalam ha( faktur pajak dibuat lebih dari rangkap dua, 1naka harus
dinyatakan secant jela~ penggunaannya dalrun Je1nbar faktur pajak yang
bersangkutan.
5. Faktur pajak yang tidak diisi secara Jengk'dp, jelas, benar, dan/atau tidak
ditandatangani termasuk kesalahan dalrun pengisian kode dan nomor seri
merupakan faktur pajak cacat;
6. Dalam ha] rincian BKP atau JKP yang diserahkan tidak dapat ditampung
dalrun satu faktur pajak, maka PKP dapat membuat faktur pajak dengim
cara:
a. Dibuat Jebih dari satu faktur pajak yimg mas1ng-mas1ng
menggunakim kode dan nomor sen faktur pajak yang
sama,dit1mdatang1mi setiap Jembarnya, dim khusus untuk pengisian
baris harga jual/ penggantian/uang muka/ tem1in, potongan harga,
432
uang muka yang telah diterima, dasar pengenaan pajak, dan PPN
cukup dHsi pada Jembar faktur pajak terakhir; atau
b. Dibuat satu faktur pajak asalkan menunjuk nomor dan tanggal faktur
penjualan yang bersangkutan dan faktur penjualan tersebut
1nerupakan Jrunpiran fal'tur pajak yimg tidak terpisahkim .
7. PKP wajib menyampaikru1 pemberitahuan secara tertulis nama pejabat
(dapat lebih dari satu orang termasuk yang diberikan kuasa) yang berhak
memmdatangani fdktur pitjak disertai contoh tandatangannya kepada
Kepala KPP di tempat PKP dikul'llhkim paling lambat pada saat pejabat
yang berhak menandatangani 1nulai menandatangani Faktur Pitjak .
8. Faktur penjualan yang memuat keterangan dru1 yang pengisiannya sesuai
dengan ketentuan pada huruf a di atas dapat dipersamakan sebagai faktur
pajak.
9. Atas faktur pajak yang cacat, atau rusak, atau salah dahm1 pengisilm, atau
penulisan, atau yimg hilang, PKP yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut
dapat membuat faktur pajak pengganti.
433
3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak N01nor KEP-136/PJ/2014 tentang
Penetapim Pengusaha Kena Pajak yang Diwitjibkan Membuat Faktur Pajak
Berbentuk Blektronik.
434
8. Pemberitahuan ekspor jasa pitjak/BKP tidak berwujud yang dilampiri
dengan i11voice yang merupakan satu kesatuan yimg tidak terpisahkan
dengan pemberitahuan ekspor JKP/BKP tidak berwujud, untuk ekspor
JKP/BKP tidak berwujud;
9. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dim dilmnpiri dengan Surat Setoran
Pajak, Surat Setorm1 Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti
pungutan pajak oleh Direlctorat Jenderal Bea dan Cukai yang 1nerupakan
satu kesatuan yimg tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk irnpor
Barang Kena Pajak; dan
10. SSP untuk pe1nbayaran PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau
JKP dari luar daerah pabean.
(6) Sanksi
PKP dikenai sanksi administrasi sebesar 2% dari dasar pengenaan pajak apabila
tidak me1nbuat falctur pajak, tidak mengisi faktur pajak secara lengkap, dan
1nelaporkan fdk:tur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak.
435
I. DASAR PENGENAAN PAJAK
Dasar pengenaan pitjak (DPP) adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pitjak ym1g
terutang berupa:
1. Barga jual adalah nilai berupa uang, terrnasuk se1nua biaya yang dirninta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyer.than BKP, tidak termasuk PPN
yang dipungut menurut UU PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam
Faktur Pajak.
2. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau
ek~1>or BKP tidak berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut
UU PPN dan potongan harga ym1g dicantumkan dalam faktur pajak atau nilai
berupa uang yang dibayaratau seharusnya dibayar o leh penerima jasa karena
pe1nanfaatan jasa kena pajak dan/atau oleh penerima manfaat BKP tidak
berwujud.
3. Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea
masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan
dalam peraturan perundimg-undangan pabean untuk impor BKP, tidak termasuk
PPN yang dipungut n1enurut UU PPN.
4. Nilai ekspor adalah nilai berupa uang, terrnasuk se1nua biaya yang dirninta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
5. Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai OPP dengan
Keputusim Menteri Keuangan.
436
3. Untuk penyerahan 1nedia rekrunan suant atau gambar adalah perkiraan bargajual
rata-rata;
4. Untuk penyeraban film cerita adalab perkirdaJl basil n1ta-rata per judul film;
5. Untuk penyerahan produk basil tetnbakau adalab sebesar harga jual ecernn;
6. Untuk BKP berupa persediaru1 dan/atau aset yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
adalab harga pa~ar wajar;
7. Untuk penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan BKP antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga
perolehan;
8. Untuk penyerahan BKP melalui juru lelang adalah harga lelang;
9. Untuk penyerahan ja~a pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari
jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau
10. Untuk penyerahan jasa biro perjalru1an atau jasa biro pariwisata adalab JO
(sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih .
J. TARIF'
K. PERHITUNGAN
437
karena perolehan BKP dan/atau perolehan JKP dan/atau pemanfaatan BKP tidak
berwujud dari luar daerah pabem1 dan/atau pemanfaatan JKP dari Juar daerah pabem1
dan/atau impor BKP.
Tata cant mnum PPN adalah PKP tnengurangkan atau tnengkreditkan pajak masukan
dalmn suatu 1nasa dengan pajak keluanm dalmn masa pajak yang sama. Apabila dalam
tnasa pitjak tersebut Jebih besar pajak keluaran, kelebih1111 pitjak keluanm harus
disetork1111 ke kas negan1. Sebaliknya, apabila dalmn masa pitjak tersebut pajak
tnasukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat
dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi. Dalam tata cant
umum tersebut, jmnlah yang hirrus dibayarkan oleh pengusaha kena pitjak berubah-
ubah sesuai dengan pajak masukan yang dibayarkan dan pajak keluaran yang dipungut
dalmn suatu masa pajak.
438
5. Pajak 1nasukan yang dikreditkan hm-us menggunakan faktur pajak yang
memenuhl persyaratan sebagaimana dimaksud dalmn Pasal 13 ayat (5) dan ayat
(9) (UU PPN Pasal 9 ayat 2a).
6. Pajak masukan yang dibayar untuk perolehan bkp dan/atau jkp harus dikreditkan
dengan pajak keluanm di tempat PKP dikukuhkan. Contoh, almnat di faktur pajak
sama dengan alamat di sur'dt keputusm1 pengukuhan. Dalam ha( impor BKP,
Direktor.tt Jenderal Pitjak karena jabatan atau berdasarkan permohonan tertulis
dari PKP dapat menentukan tempat lain selain tempat dilakukimnya impor BKP
sebagai tempat pengkreditan pajak masukan. Pajak 1nasukan dikreditkan di
tempat PKP dikukuhkan, dikukuhkan di beberapa tempat maka dapat 1nemilih
(PP 1/2012).
7. Apabila dallm1 suatu masa pajak, pajak keluaran lebih besar daripada pitjak
masukan, selisihnya merupakim PPN yang harus disetor oleh PKP. Penyetoran
PPN oleh pengusaha kena pajak harus dilakukan paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhin1ya masa pajak dan sebelmn SPT Masa PPN
disampaikan. SPT 11asa PPN disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya
setelah berakhimya 'M asa Pajak (UU PPN Pasal 9 ayat 3).
8. Apabila dalmn suatu masa pitjak, p~jak masukan yang dapat dikreditkan lebih
besar daripada pajak keluanm, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang
dikompensasikan ke masa pajak berikutnya (UU PPN Pas al 9 ayat 4 ).
9. Atas kelebihim pajak masukan tersebut dapat diajukan permohomm
pengembalian pada akhir tahun buku. termasuk dallm1 pengertian akhir tahun
buku dalam ketentuan ini adalah masa pajak saat wajib pitjak melakukan
pengakhiran usaha (bubar) (UU PPN Pasal 9 ayat 4a).
439
Pajak masukan yang tidak dapat dikrcditkan sesuai pasal 9 ayat 8 UU PPN adalah
atas pengeluaran sebagai berikut:
l. Perolehan BKP/IKP sebelum pengusaha dikukuhkim sebagai PKP. Ketentuan ini
memberikan kepastian hukum bahwa pajak masukan yang diperoleh sebelum
pengusaha dikukuhkan sebagai PKP tidak dapat dikreditkan. Contoh, Pengusaha
A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 19 April
2010. Pengukuhan sebagai PKP diberikan pada timggal 20 April 2010 dim
berlaku surut sejak tanggal I 9 April 2010. Pajak masukan yang diperoleh
sebelum tanggal 19 April 2010 tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan ini.
2. Perolehim BKP/IKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengim kegiatim
usaha. Yang dimaksud dengan pengeluarim yang langsung berhubungan dengim
kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi ,
pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha,
oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah n1emenuhi syarat adanya
hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih dimungkinkim Pajak Masukan
tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila pengeluanm dimaksud tidak ada
kaitannya dengan penyerahan yang terutang PPN.
3. Perolehim dan pemelihan1an kendar.ian berrnotor berupa sedim dim ~1ation
wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.
4. Pemanfaatan B KP tidak berwujud atau pemimfaatan jasa kena pitjak dari luar
daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP. Ketentuan ini
memberikan kepastian huku1n bahwa pajak masukan yang diperoleh sebelum
pengusaha dikula1hkan sebagai PKP tidak dapat dikreditkim. Contoh, Pengusaha
A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 19 April
2010. Pengukuhan sebagai PKP diberikan pada tanggal 20 April 2010 dim
berlaku surut sejak timggal 19 April 20 I0. Pajak Masukan atas pemanfaatan B KP
Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daer.th Pabean yang diperoleh
sebelum tanggal 19 April 2010 tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan ini.
5. Perolehan BKP atau IKP yang fak"lllr pajaknya tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam NP\VP pembeli BKP atau penerima JKP.
440
6. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari Juar daerah pabean
yang faktur pajak:nya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (6) .
7. Perolehan BKP atau JKP yang pajak 1nasukannya ditagih dengan penerbitan
ketetapan pajak. Dalam ha) tertentu dapat terjadi PKP baru membayar PPN yang
terutang atas perolehan atau petnanfaatan BKP atau JKP setelah diterbitkan
ketetapan pitjak. PPN yang dibayar atas ketetapan pitjak tersebut tidak merupakm1
pajak masukan yang dapat dikreditkan.
8. Perolehan BKP atau JKP yang pitjak masukannya tidak dilaporkan dalmn SPT
Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. Nmnun, apabila
pada saat pemeriksaan diketahui adanya perolehan BKP/JKP yang telah
dibukukan atau dicatat dalam pembukuan PKP, nmnun faktur pajak:nya belum
atau terlmnbat diterima sehingga belum dilaporkan dalam SPT Masa PPN untuk
Masa yang bersangkutan, maka pajak masukan dalam faktur pajak tersebut dapat
dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lambat 3 bulm1 setelah
berakhirnya masa pajak ym1g bersangkutan. Contoh, pemeriksaan SPT Masa
Januari 2010 dilakukan tanggal 24 Maret 2010, dan ditemukan faktur pajak
tanggal 12 Januari 2010 yang baru diterima pada tanggal 22 Maret 2010, dan
belum dilaporkan dalmn SPT Masa PPN Januari atau Februari 20 I0, nmnun
perolehannya sudah dicatat dalam pembukuan, maka faktur pajak tertanggal J2
januari 20 IO tersebut tetap dapat dikreditkan dalam PPN Masa Maret atau April
2010.
9. Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi.
10. Pajak masukan yang berkenam1 dengm1 penyerahan yang tidak terutang PPN atau
mendapat fasilitas PPN dibebaskan sebagaimana dimaksud dalam Ps 9 ayat (5)
dan Pasal J6B ayat (3). Yang dimaksud dengan "penyerahan yang tidak terutang
pajak" adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai PPN sebagaimana
dimaksud dalmn Pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan PPN
sebagaimana dimaksud dalam Pasal l6B. PKP yang dalmn suatu masa pajak
1nelakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang
441
pajak hanya dapat mengkreditkan pajak masukan yang berkenaan dengan
penyerahan yang terutang pitjak. Bagim1 penyerahan yang terutang pajak tersebut
harus dapat diketahui dengan pasti dari pe1nbukuan PKP.
N. PELAPORAN
SPT Jvlasa PPN adalah surat yang oleh witjib pitjak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan/atau pembayaran PPN dan PPnBM yang terutang dalam suatu masa
p~jak atau pada suatu saat. Formulir SPT masa PPN yang berlaku 1nulai I Januari 201 J
adalah Formulir 111 J, Formulir 1111 D1V1, dan Formulir 1107 PUT. Bentuk SPT PPN
meliputi formulir kertas, dan dokumen elektronik dimana aplikasi yang dipergunakan
PKP untuk 1nembuat SPT Masa PPN 11 J 1 dalmn bentuk dokumen elektronik dapat
berupa aplikasi e-SPT atau e-fdktur.
442
O. FASILITASKHUSUS
Ada beberapa bentuk fasilicas: dikenakan PPN dengan tarif 0%, atas ekspor BKP
dikenakan PPN 0%; cidak Dikenakan PPN, tergolong Non-BKP dan Non-JKP; dan
dibebaskan dari pengenaan PPN.
443
Fasililas PPN tidak dipungul pada hakikatnya sama saJa dengan pengenaan PPN
dengan tarif 0%. Keduimya smna tidak memungul PPN dan dibolehkan mengkredilkim
pitjak masukan. Sehingga konsumen yang 1nembeH barang alau jasa yang diberi
fa~ilitas PPN tidak dipungut sama sekali tidak akan menanggung beban PPN .
Prinsip pemungutan PPnBM ialah hanya l (satu) kali saja, yailu pada saal: penyerahan
oleh pabrikan atau produsen BKP yang tergolong mewah, alau impor BKP yang
tergolong mewah. Pe1nungutan PPnB!vt sama sekaH tidak memperhatikan siapa yimg
1nengimpor 1naupun seberapa sering produsen alau pengusaha melakukan impor
tersebut (Jebih dari sekaH alau hanya sekali saja). Barang-banmg yang tergolong
1newah dan harus dikenai PPnBl\11 ialah:
Banmg yimg bukan merupakan barang kebutuhim pokok.
Banmg yang himya dikonsumsi oleh ma~yarakal lertentu.
Barm1g yang hm1ya dikonsumsi oleh ma~yarakal berpenghasilan linggi.
Banmg yang dikonsumsi hanya untuk menunjukkan status atau kela~ sosial.
444
Menurut Pa~al 8 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, tarif pajak penjualan ata~
barang mewah ditetapkan paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi
sebesar 200% ( dua ratus persen). Jika pengusaha melakukan ekspor Barang Kena Pajak
yang tergolong mewah maka akan dikenai pajak dengan tarif sebesar 0% (nol persen).
Ohjck pajak
1. Kelompok BKP ym1g tergolong mewah selain kendaraan bennotor yang
dikenakan PPnBM dengm1 tarif sebesar 10% (sepuluh persen), adalah:
a. kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemana~, dan
pesawat penerima siaran televisi;
b. kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga;
c. kelompok 1nesin pengatur suhu udara;
d. kelon1pok alat perekmn atau reproduksi gambar, pesawat penerima siaran
radio;
e. kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapannya.
2. Kelompok BKP yang tergolong mewah selain kendaraan bennotor yang
dikenakan PPnBM dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah:
a. kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemana~, selain
yang disebut pada huruf a;
b. kelompok hunim11newah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium,
town house., dan sejenisnya;
c. kelompok pesawat penerima s1aran televisi dan antena serta reflektor
antena, selain yang disebut pada huruf a;
d. kelompok mesin pengatur suhu udara, mesm pencuc1 p1nng, mesm
pengering, pesawat elektromagnetik dan instru1nen musik;
e. kelompok wangi-wangian.
3. Kelompok BKP yimg tergolong mewah selain kendaraan bennotor yimg
dikenakm1 PPnBt-1 dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah:
445
a. kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali
untuk keperluan negara atau angkutan umum;
b. kelompok per.tlatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebut pada
huruf a
4. Kelompok BKP yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang
dikenakan PPnBM dengan tarif sebesar 40% (e1npat puluh persen), adalah:
a. kelompok minuman yang mengandung alkohol;
b. kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan;
c. kelompok permadani yang terbuat dari sutra atau wool;
d. kelompok barang kaca dari kristal timbal dari jenis yang digunakim untuk
mej a, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperlmm semacrun
itu·•
e. kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logrun
mulia atau dari logrun yang dilapisi logrun mulia atau campuran
daripadanya;
f. kelompok kapal atau kendar.tan air lainnya, sampan dan kano, selain yang
disebut pada huruf c, kecuali untuk keperluan negara atau imgkutan mnum;
g. kelompok balon udara dim balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat
udara lainnya tanpa tenaga penggerak;
h. kelompok peluru senjata api dan senjata ap1 Jainnya, kecuali untuk
keperluan negara;
1. kelompok jenis alas kaki;
J. kelompok barang-banmg perabot rumah tangga dan kantor;
k. kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung cina
atau kerrunik•
l. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu
selain batu jahm atau batu tepi jalan.
5. Kelompok BKP yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang
dikenakru1 PPnBt-1 dengan tarif sebesar 50% (lima puluh persen), adalah:
a. kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan halus;
446
b. kelompok pesawat udan1 selain yang dimaksud pada huruf d, kecuali untuk
keperluan negara atau angkutan udara niaga;
c. kelompok per.tlatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebut pada
huruf a dan huruf c;
d. kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan
negara.
447
(satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500
cc sampai dengan 2500 cc; dan
b. kendaraan bermotor dengan kabin ganda (double cabin), dalam bentuk
kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3
(tiga) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala
kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem l (satu) gandar penggerak
(4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gm1dar penggerak (4x4), dengan semua
kapasitas isi silinder, dengan massa total tidak lebih dari 5 (lima) ton.
9. Kelompok BKP yang tergolong mewah yang berupa kendaraan bermotor yang
dikenakan PPnBM dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kunmg dari 10 (sepuluh) orang
termasuk pengemudi, berupa:
a. kendaraan bermotor sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus
api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengm1 kapasitas isi silinder
sampai dengan 1500 cc; dan
b. kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar
cetus api atau nyala kmnpresi (diesel/semi diesel), dengan sh1em 2 (dua)
gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder smnpai dengan 1500
cc.
10. Kelompok BKP yang tergolong mewah yang berupa kendaraan bermotor yimg
dikenakan PPnBM dengan tarif sebesar 40% (empat puluh persen), adalah
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurm1g dari JO (sepuluh) orang
termasuk pengemudi, berupa:
a. kendaram1 bennotor selain sedim atau station wagon, dengan motor bakar
cetus api, dengan sh1em l (satu) gandar penggerak (4x2) dengan kapasitas
Lsi silinder lebih dari 2500 cc sampai dengan 3000 cc;
b. kendaram1 bermotor dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau
~1ation wagon dim selain sedan atau station wagon, dengan siste1n 2 (dua)
gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc
smnpai dengan 3000 cc; dan
448
c. kendaraan bermotor dengan 1notor bakar nyala kompresi (diesel/semi
diesel), berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station
wagon, dengan sistem 2 (dua) gimdar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi
silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc.
11. Kelompok BKP yang tergolong mewah yang berupa kendaraan bermotor yang
dikenakan ppnbm dengan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) adalah semua
jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.
12. Kelompok BKP yang tergolong mewah yang berupa kendaraan bermotor yang
dikenakan ppnbm dengan tarif sebesar 60% (enam puluh persen), adalah:
a. kendarmm bermotor beroda dua dengim kapasita~ isi silinder lebih dari 250
cc sampai dengan 500 cc; dan
b. kendarmm khusus yang dibuat untuk perjallman di atas salju, di pantai, di
gunung, dan kendaraan semacam itu.
13. Kelompok BKP yang tergolong mewah yang berupa kendaraan bermotor yang
dikenakan PPnBM dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh Lima persen), adalah:
a. kendarmm bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang
terma~uk penge1nudi, dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau
station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu)
gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4)
dengim kapasita~ isi silinder lebih dari 3000 cc;
b. kendarmm bermotor pengangkutan kunmg dari 10 (sepuluh) orang
terma~uk pengemudi, dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi
diesel) berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station
wagon, dengim siste1n l (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem
2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan kapasita~ isi silinder lebih dari
2500 cc;
c. kendarmm bem1otor beroda 2 (dua) dengan kapa~itas isi silinder lebih dari
500 cc;
d. trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.
449
14. Kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPnBM adalah:
a. kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan mnbulan, kendarrum
jenazah, kendaraan pemadam kebakanm, kendaraan tahanan, dim
kendaraan angkutan umum;
b. kendaraan bermotor yang digunakim untuk tujuan protokoler kenegaraan;
c. kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang atau Jebih
termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi
(diesel/se1ni diesel), dengan semua kapasitas isi silinder, yang digunakim
untuk kendaraan dina~ TNI atau POLRI;
d. kendaraan bermotor yimg digunakan untuk keperluan patroli TNI atau
POLRI.
450
LATIHAN SOAL
A. Pilihan Ganda
3. PPN 1nerupakan
A. Pajak alas penghasilan
B. Pajak alas konsumsi
C. Pajak alas kekayaan
D. Pajak alas investasi
451
5. Berik:ut ini yang tennasuk barang kena pajak adalah
A. Uang kertas
B. Uang logam
C. Emas batangan
D. Emas perhiasan
7. Berik:ut ini merupakan kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPnBM,
kecuali
A. Kendanian ambulan
B. Kendanian jenazah
C. Kendanian pe1nadam kebakaran
D. Kendanian pribadi
452
9. Berik:ut ini merupakan bukan termasuk jasa kena pajak
A. Jasa dokter umum
B. Jasa psikolog
C. Jasa kesenian dan hiburan
D. Jasa desain Interior
10. Apabila PKP tidak membuat faktur pajak, tidak mengisi faktur pajak secara lengkap,
dan 1nelaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pitjak maka
sanksi yang dikenakan adalah
A. 2 %dari DPP
B. 4 %dari DPP
C. 6 %dari DPP
D. 8 %dari DPP
B. Esai
453
REFERENSI
Siti Resmi (2015). Perpajakan: Teori ti.an Kasus edisi 8 (buku 2). Jakarta: Salemba Empat
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pitjak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah
http://w,vw.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat ppn
454
BAB16
PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, DAN BEA l\1ETERAI
Pendahuluan
Wewenang untuk mengenakm1 pungulan Pajak Oaerah dan Retribusi Daerah (PORO) ala~
penduduk setempat guna membiayai Jayanan ma~yarakal merupakan unsur yang penting
dalmn sistem pemerinlahan yang menganut asas desentralistik. Di [ndonesia pemerintah
daerah baik provinsi maupun kabupalen/kola memiliki kewenangan untuk mengenakan
PORO, 1nesldpun jumlah penerimaannya relalif kecil dibandingkan penerunaan pajak
nasional. Peran PDRD unluk membiayai pembangunan di Indonesia ini menjadi lenunal
penting. Upaya petnbinaan pitjak daerah dilakukan secara lerpadu dengm1 pajak nasional.
Pembinaan ini dilakukan secara 1erus-1nenerus, lerulmna mengenai objek pajak dan tarif
pajak, sehingga anlard pajak pusal dan pajak daerah dapal saling melengkapi. Selain
pembinaan, penelapan atas peraluran daerah (Perda) ym1g mengatur prosedur pelaksanaan
pemungulan PORO juga diperlukan pengawasan. Maka pentingnya pemahaman masyarakal
berldlan dengim pajak daerah, retribusi daerdh dan pajak Jainnya.
Tujuan Pembelajaran
1. Peserta diharapkan 1nmnpu 1ne1nahami dan menjelaskan konsep dasar pitjak dan
retribusi daerah.
2. Peserta diharapkim mampu memahmni dan menjelaskan pitjak bumi dan bangunan, bea
perolehan hak ala~ bumi dan bangunan, dan bea melenli.
455
A. DASAR HUKUl\·I DAN PENGERTIAN
Dasar hukum PDRD adalah Undang-Undang Pitjak Daerah dan Retribusi Daerah
Nomor 28 Tahun 2009. Pengertian Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada
daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat 1nemaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Pengertian Retribusi Daerah adalah pungutan daernh sebagai pe1nbayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Pada ma~a sekarang setelah ditetapkannya sistem otonomi daerah yang memberikan
kebebasan di 1nana setiap daerah berhak untuk mengatur sendiri daernhnya, membuat
suatu perubahan mendasar di mana pe1nerintahan daerah mengatur sendiri
keuangannya. Dengan demikian pendapatan daerah sangat berperan dalmn 1nendukung
kemajuan suatu daerah. Disini diharapkan peran yang 1naksilnal dari pemerintah daerah
agar pendapatm1 daerah itu juga maksimal. Sahm satu penyumbang terbesar dari
pendapatan daerah adalah pajak. Pajak adalah salah satu elemen penting dalarn
penerimaaan negara melalui pajak pusat dan pendapatan daerah melalui pajak daerah
yang dapat digunakan dalam pembangunan suatu negara 1naupun daerah yang
merupakan bagian dari negara itu sendiri karena tanpa pitjak suatu negara akan
mengalami kesulitan. Pembangunan dalmn suatu negara membutuhkim pendimaan
yang tidak sedikit dan bukan hanya pe1nbangunan infra~truktur saja tapi juga
membangun smnber daya manusia maupun pelestarian sumber daya alam yang
1nemerlukan pendanam1 yang tergolong besar.
456
C. PAJAK DAERAH
Pajak itu sendiri terbagi atas pajak pusat dan pajak daerah. Pada modul ini khusus
mengenai Pajak Daerah yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota.
(1) Pajak Provinsi
Pajak provinsi meliputi:
l. Pajak kendaraan berrnotor;
2. Bea balik nruna kendaraan bem1otor;
3. Pitjak bahan bakar kendaraan bermotor;
4. Pajak air pennukaan; dan
5. Pajak rokok.
(2) Pajak Kabupatcn/Kota
Pajak kabupaten/kota n1eliputi:
l. Pajak hotel;
2. Pitjak restoran;
3. Pajak hiburan;
4. Pitjak reklmne;
5. Pajak peneTaJ1gan jalan;
6. Pajak mineral bukan logam dru1 batuan;
7. Pitjak parkir;
8. Pajak air tanah ;
9. Pajak sanmg burung walet;
LO. Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan; dru1
11. Bea perolehan hak atas tm1ah dan bangunan.
457
(3) Beherapa Contoh Pajak Dacrah
Ohjek pajak
Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan
pembayaran, tem1asuk ja~a penunjang sebagai kelengkapan hotel yimg
sifatnya me1nberik1m ke1nudahan dan kenyamanan, termasuk f<1silitas
olahraga dan hiburan. Jasa penunjang sebagaimima dimaksud adalah
fasiHta~ telepon, faksimile, teleks, inten1et, fotokopi, pelayanan cuci,
seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau
dikelola hotel. Tidak terma~uk objek Pajak Hotel adalah:
l. Jasa tempat tinggal asrmna yang diselenggarakan oleh pemerintah
atau pe1nerintah daerah;
2. Jasa sewa apmtemen, kondominium, dan sejenisnya;
3. Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamam1;
4. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo,
panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis; dan
5. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggm,tkan
oleh hotel yang dapat dimanfaatkan oleh ummn.
Suhjek pajak dan wajih pajak
Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan
pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang 1nengusahakan hotel.
Wajib pajitk hotel adalah orang pribadi atau badan yang 1nengusah1tkan
hotel.
Dasar pengenaan dan tarif
Da~ar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayanm atau yimg
seharusnya dibayar kepada hotel. Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi
sebesar 10% (sepuluh persen). Tarif pajak hotel ditetapkim dengan
458
Peraturan Daenih. Pajak hotel yang terutang dipungut di ,vilayah daenih
tempat hotel berlokasi.
Objek pajak
Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran.
pelayanan yang disediakan restoran sebagaimana dimaksud meliputi
pelayanan penjualan makanan dan/atau 1ninuman yang dikonsumsi oleh
pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun ditempat Jain. Yang
tidak termasuk objek pajak reston111 adalah pelayanan yang disediakan oleh
restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi batas tertentu yang
ditetapkan dengan Peratunm Daerah.
Subjek pajak dan wajib pajak
Subjek pajak restonm adahih onmg pribadi atau badan yimg membeH
1nakanan dan/atau minuman dari restoran .\Vitjib pajak restoran adalah
orang pribadi atau badan yang mengusiihakan restornn.
Dasar pengenaaan dan tarif
Dasar pengenaan pitjak re;1ordl1 adahih jumlah pembayaran yimg diterima
atau yang seharusnya diteri1na restoran . Tarif pajak restoran ditetapkan
paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Tarif pajak restonm ditetapkim
dengan Peraturan Oaernh. Besanm pokok pajak reston111 yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.
Pajak restoran yang terutang dipungut di ,vilayah daerah tempat restoran
berlokasi.
Tata cara pembayaran dan penagihan
Kepala Daerdh menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan
penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
setelah saat terutangnya pitjak dan paling lruna 6 (enam) bulan sejak tanggal
diterimanya SPPT oleh \VP. SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD,
459
Surat Keputusan Pe1nbetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan
Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah
1nerupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu
paling Jruna I (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. Kepala Daerah alas
permohonim \VP setelah memenuhi persyar<1tan yang ditentukan dapat
1ne1nberik1m persetujuan kepada \VP untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak, dengim dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan. Ketentuan lebih lanjut mengenai Cata cara pembayaran,
penyetoran, te1npat pembayanm, angsuran, dan penundaan pembayaran
pajak diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
Dasarhukum
Dasar huktun pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah Undang-undimg
Nmnor 28 Tahun 2009 tentimg Pitjak Daerah dim Retribusi Daerah. PBB
1nerupakan jenis pajak pusat yang dililnpahkru1 kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota sellmjutnya disebut pajak daernh. Pengalihan tersebut
dimulai pada tanggal I Januari 2010 paling lambat per I Januari 2014.
Pengalihan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan (PBB-P2) dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
1nerupakan suatu bentuk tindak lanjut kebijakan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal. Hal ini adalah titik balik dalam pengelolaan PBB-P2.
Dengan pengalihan ini maka kegiatan proses pendataan, penilailm,
penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan dan pelayanan
PBB-P2 akan diselenggarakan oleh Pe1nerintah Daenlh (Kabupaten/Kota).
460
Tujuan Pengalihan pengelolaan PBB -P2 1nenjadi pajak daerah sesuru
dengan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah:
l. Meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah,
2. Memberikan peluang baru kepada daerah untuk 1nengenakan
pungutan baru (menambah jenis PDRD),
3. Memberikan kewenangan yang lebih besar dalmn perpitjakan dan
retribusi dengan memperluas basis pajak daerah,
4. Memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapim tarif pajak
daerah, dan
5. Menyerahkan fungsi pajak sebagai instrumen pengangganm dan
pengaturan pada daerdh.
Pengertian
PBB adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan bangunim yang bersifat
kebendaan dalmn arti besamya pajak terutang ditentukan oleh keadaan
objek yaitu bumi/tanah dan atau bimgunan. Keadaan subjek (siapa yang
1nembayar) tidak ikut menentukan besamya pitjak.
Objek pajak
Objek PBB adalah bmni dan atau bangunim. Bumi adalah perrnukaan bmni
(tanah dan perairdll) dan tubuh bumi yang ada di pedalrunim serta Jaut
wilayah Indonesia. Contoh: sawah, Jadang, kebun, tanah, perkardllgan,
tambimg, rawa-rawa, dan lain-lain. Bangunan adalah kontruksi teknik yang
ditaman atau diletakan secant tetap pada tanah dan atau perairan.
Pengertian bangunan adalah:
l. Jallm lingkungan yang terletak dalrun suatu kompleks bangunan
seperti hotel, pabrik, dat1 emplasemennya dan lain-lain yang satu
kesatuan dengim kompleks bangunan tersebut;
2. Jallm tol;
3. Kollun renang;
4. Pagar mewah;
5. Tempat olah raga;
461
6. Galangan kapal;
7. Dennaga;
8. Tammi mewah ;
9. Tempat penampungan/kilang 1ninyak, air dan gas;
10. Pipa minyak;
11. Menara;
12. Fasilitas lain yang memberikan 1nmifaat.
Bukan objek pajak
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB sebagai berik:ut.
1. Digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah untuk
penyelenggardlll1 pemerintahan
2. Digunakm1 semata-mata untuk melayani kepentingan umum di
bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikim dan kebudayaan
nasional yimg tidak dimaksudkan untuk 1ne1nperoleh keuntungan,
seperti mesjid, gereja, rumah sakit pe1nerintah, sekolah, panti asuhim,
candi, dan lain-Jain.
3. Digunakm1 untuk kuburdll, peninggalan purbakala atau yang sejenis
dengim itu.
4. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, tmnan nasional,
tanah penggembalaan yang disukai oleh desa, dan tanah negara yang
belum dibebani suatu hale
5. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan
timbal batik.
6. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi intemasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Subjck pajak
Yang menjadi subjek pajak adalah or-dllg atau badan yang secara nyata
me1npunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bmni,
dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau 1ne1nperoleh suatu mmifaat atas
bangunan. Dengan demikian tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan
462
1nerupakan bukti kepemilikan hak. Dalam pengertian di alas dapal
diartikan/disimpulkan bahwa subjek pajak 1erdiri alas:
l. Mempunyai suatu hak alas bmni, dan/alau bangunan.
2. Memperoleh manfaal alas bmni, dan/alau bangunan.
3. Memiliki, menguasai alas bumi, dan/alau bangunan.
4. Memperoleh manfaal alas bmni dan/alau bangunan.
Perhitungan
Perhitungan PBB sebagai berikut:
PBB-P2 = Tarif x Da..,;;ar Pengenaan Pajak:
= T arif x (NJOP - NJOPTKP)
Keterangan:
NJOP Nilai Jual Objek Pajak
NJOPTKP Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
463
Pendaftaran, pcnetapan, dan penagihan
Ketentuan pendaftaran, penetapan, dan penagihan PPB sebagai berikut:
Subjek pajak 1nelakukan pendaftaran dengan card mengisi Sur<1t
Pemberitahuim Objek Pitjak (SPOP).
SPOP yang telah terisi disampaikan ke Kantor Dinas yang melayani
PBB selambatnya 30 hari.
Berdasarkan SPOP, Kepala Daerah menerbitkan Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) .
Bupati/\Valikota dapat mengeluarkan SKPD (Sur<1t Ketetapan pajak
Daerah) jika SPOP tidak disampaikan, berdasarkan pemeriksaan
jumlah PBB terutang lebih besar dari yang dihitung berdasarkan
SPOP.
Bupati/Walikota dalmn menerbitkan STPD (Surat Tagihan Pajak)
jika SPPT/SKPD tidak/kunmg bayar setelah jatuh tempo.
Denda Administrasi besamya STPD ditmnbah sanksi bunga 2
%/bulan.
464
Peraturan Pemerintah Nomor 111 s.d. 114 tahun 2000,
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KM K.04/2004 tentang
Pemberian Pengurangim Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bimgumm sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Kemmgan Nomor 9 J/PMK.03/2006,
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 tentang
Tata Cara Penentuan Besm11ya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak
Kena Pajak Bea Perolehan Hak atas Tamm dan Bangunan
sebagaimana terakhir diubah dengan P}.1K N01nor I4/P}.1K.03/2009.
Subjek pajak
Subjek pitjak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh
hak atas tanah dan bangunan dengan kata lain adalah pihak yang menerima
pengalihan hak baik itu badan mapupun orang pribadi. Subjek pajak yimg
dikenakan kewajibim membayar pajak menjadi wajib pajak.
Objek pajak
Objek pitjak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah atau bangunan yaitu
terhadap peristiwa hukum atau perbuatan hukum atas transaksi/peralihim
hal"llya yang meliputi pemindahan hak dan pemberian hak birru.
1. Pemindahan hak
a. Jual beli,
b. Tukar menukar,
c. Hibah yaitu penetapan wasiat yang khusus mengenru
pe1nberian hak atas tanah atau bangunim kepada orang pribadi
atau badan hukum tertentu,
d. Hibah wa~iat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus
mengenai pe1nberian hak atas timah dan atau bangunim kepada
orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlal'll setalah
pe1nberi hibiih meninggal dunia,
e. "Varis yaitu pengalihan hak yang dilakukim terhadap tamih dan
atau bangunan dalam garis keturunim lurus,
465
f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, yaitu
pengalihan hak atas tanah dm1 atau bangunan dari ordllg pribadi
atau kepada badan hukum lainnya,
g. Pemisahan yang menyebabkan peralihan, yaitu pemindahan
sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangumm oleh orang
pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama,
h. Pelaksanaan putusan hak:im yimg metnpunyai kekuatan hukum
tetap, yaitu penilihan hak dari orang pribadi atau badan hukum
sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam
putusan hak:im tersebut,
1. Penunjukkm1 pembeli dalam lelang, yaitu penetapan pemenang
lelang oleh pejabat lelang sebagaitnima yang tercantum dalam
risalah lelang,
J. Penggabungan usaha, yaitu penggabungan dari dua badim
usaha at'du Jebih dengim cara tetap mempertahankan berdirinya
salah satu badan usaha dan 1nelikuidasi badan usaha lainnya
yang menggabung,
k. Peleburan usaha, yaitu penggabungan dari dua atau Jebih badan
usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dim
melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut,
I. Pemekaran usaha, yaitu pemisahan suatu usaha menjadi dua
usaha atau lebih dengan cant mendirikan badan usaha birru dan
mengalihkan sebagian a~et dim pasiva kepada badan usaha baru
tersebut yang dilakukan tanpa likuida~i badan usaha yang lama,
1n. Hadiah, yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak
atas tanah dan bangunan yimg dilakukan oleh onmg pribadi
atau badim hukum kepada penerirna hadiah.
466
2. Pembcrian bak baru
a. Kelanju11m pelepasan hak, yailu pemberiim hak baru atas tanah
kepada ordDg pribadi atau badan huk'llm dari negara alas lanah
yang berasal dari pelepasan hak,
b. Di luar pelepasan hak, yailu pemberian hak baru atas 11mah
kepada orang pribadi atau badan hukum dari negara atau dmi
pe1negang hak milik menurut peraturan perundang-undang
yang berlaku.
Jenis hak atas tanah diatur dalam UU Pokok Agraria (Undang-Undang
Nmnor 5/1960) yaitu:
a. Hak milik, yaitu hak turun te1nurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang pribadi atau badan hukmn tertentu yimg ditetapkim
oleh pe1nerintah,
b. Hak guna usaha, yaitu hak untuk mengusahakan lanah yang dik,tasai
Jangsung oleh negara dalmn jangka waktu sebagaimana yimg
ditentukan oleh perundang-undangim yang berlaku,
c. Hak guna bangunan, adalah hak untuk 1nendirikan dan 1ne1npunyai
bangunan ata~ tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka
wak'tu yang ditetapkan dalam undm1g-undang Nmnor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,
d. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan alau memungut hasil
dari tanah yimg dikua~ai lm1gsung oleh negara atau tanah 1niHk orang
Jain sesuai dengan perjimjian, yang bukan perjimjian sewa menyewa
alau perjanjian pengolahim tanah sepanjang tidak bertentangan
dengim peraturan perundang-undangan yang berlaku,
e. Hak 1nilik ata~ satuan rumah susun adalah hak milik alas satuan yimg
bersifat bagiim bersama benda bersmna, tanah bersama yimg
semuanya merupakan satu kesatuan yang lidak terpisahkan dengan
satuan yang bersangkutan,
467
f. Hak pengelolaan yaitu hak menguasai dari negara yang kewenangan
pelaksanaanya sebagian dilimpahkan kepada pemegm1g haknya,
antara lain berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah,
penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya,
penyerahan bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau
bekerja sama dengan pihak ketiga
Bukan objek pajak
Yang bukim merupakan objek yang dikenakan BPHTB adalah objek
pitjak yang diperoleh:
a. Perwak:ilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal
balik,
b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintah dim atau untuk
pelaksanaan petnbangunan guna kepentingan umum,
c. Badan atau perwak:ilan organisasi intemasional yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan,
d. Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum
lain dengan tidak adanya perubahan nama,
e. Karena wakaf atau warisan,
f. Untuk digunakan kepentingan ibadah,
g. Objek pajak tertentu.
Perhitungan
Secara umum besamya BPHTB yang terutang dihitung dengan cara
mengaHkan tarif pajak dengan Nilai Perolehim Objek Pitjak Kena Pajak
(NPOPKP) yang diperoleh dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)
dikunmgi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP). Lebih lengkapnya sebagaimana diuraikan pada rumus
dibawah ini:
Ni lai Pemlehan Objek Pajak (NPOP) X
468
BPBTB Maks 5 % x NPOPKP
A tau
Tarif
Tarif BPHTB menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
PDRD Pasal 88 disebutkan bahwa tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi
sebesar 5% dan ditetapkan dengm1 Perdturan Daerah.
Nilai perolehan objek pajak
Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP).
NPOP dapat berupa harga transaksi atau nilai pasar atau NJOP.
I. jual beH adalah harga transaksi;
2. tukar-menukar adalah nilai pasar;
3. hibah adalah nilai pasar;
4. hibah wa5iat adalah nilai pasar;
5. waris adalah nilai pasar;
6. pema5ukan dalmn perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai
pa5ar;
7. pemisahan hak yimg mengak:ibatkan peralihim adalah nilai pasar;
8. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang 1ne1npunyai
kekuatim hukum tetap adalah nilai pasar;
9. pemberian hak baru ata5 tan ah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
adalah nilai pa51tr;
10. pemberian hak baru ata5 tanah diluar pelepasan hak adalah nilai
pa5ar;
11. penggabungan usaha adalah nilai pasar;
12. peleburan usaha adalah nilai pa5ar;
13. pemekitran usaha adalah nilai pa5ar;
14. hadiah adalah nilai pasar;
469
15. penunjukan pembeli dalmn Jelang adalah harga tnmsaksi yang
tercantum dalam risalah Jelang.
Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) huruf a sampai dengan n tidak diketahui atau lebih rendah daripada
Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang
dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
Nilai perolehan objck pajak tidak kena pajak
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD pasal 85
ayat (4), (5) dm1 (6) besamya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak
(NPOPTKP) ditetapkan paling rendah sebesar Rp60.000.000,00 untuk
setiap WP. Kemudian untuk perolehan hak karena waris atau hibah wasiat
NPOPTKP ditetapkan paling rendah Rp300.000.000,00. NPOPTKP
menurut UU PDRD tersebut akim ditetapkan dengan Peraturan Daerdh.
Tempat Terutang
Tempat pajak terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Provinsi
yang meliputi letak tanah dan atau bangunim.
470
(c) Retribusi Daerah
Pcngertian
Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemberian izin
tertentu atau jasa yang diberikan atau disediakim Pemerintah Daerah untuk
kepentingim pribadi atau badan. Retribusi dikelola langsung oleh Dinas
Pendapatan Daerah (Dispenda)
Ohjek
Berikut ini menurut ·uu PDRD pa~al 108 objek retribusi adalah:
Ja~a umum·
'
Ja~a usaha;
Perizinan tertentu.
Berikut ini merupakan penjelasan masing-111asing dari objek retribusi
daerah:
1. Objek retribusi jasa umum
Adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah
untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan mnum ser!'d dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau Badim. Jenis Retribusi Jasa U1nmn
adalah:
a. Retribusi pelayanan kesehatan;
b. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan;
c. Retribusi penggantiim biaya cetak kartu tanda penduduk dan
akta catatan sipil;
cl Retribusi pelayanan pemak1m1an dim pengabuan mayat;
e. Retribusi pelayamm parkir di tepi jahm umum;
f. Retribusi pelayanan pa~ar;
g. Retribusi pengujian kendanum bermotor;
h. Retribusi pemeriksaan alat pe1nadam kebakaran;
1. Retribusi penggantian biaya cetak peta;
J. Retribusi penyediaan dan/atau penyedotan kakus;
471
k. Retribusi pengolahan limbah cair;
I. Retribusi pelayanan tera/tera ulang;
1n. Retribusi pelayanan pendidikan; dan
n. Retribusi pengendalian 1nenara telekomunikasi
2. Objek retribusi jasa usaha
Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh
Pemerintah Daerdh dengan menganut prinsip komersial yang
1neliputi :
a. Pelayanan dengan menggunakan/1nemanfaatkan kekayaan
Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau
b. Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanJang belum
disediakan secara memadai oleh pihak swasta.
Jenis retribusi jasa usaha adalah:
a. Retribusi pemakaian kekayaan daerah;
b. Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan;
c. Retribusi tempat pelelangan;
d. Retribusi tenninal;
e. Retribusi tempat khusus parkir;
f. Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa;
g. Retribusi rumah potong hewan;
h. Retribusi pelayanan kepelabuhanan;
1. Retribusi tempat rekreasi dan olahraga
J. Retribusi penyeberangan di air; dan
k. Retribusi penjualan produksi usaha daerah.
3. Objek retribusi perizinan tertentu
Objek retribusi perizinan tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu
oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang
dimaksudkm1 untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiat:m
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya almn, barang,
prasarana, sarana, atau fasiJitas tertentu guna melindungi
472
kepentingan mnum dan 1nenJaga kelestarian lingkungan. Jenis
retribusi perizinan tertentu adalah:
a. Retribusi izin mendirikan bangunan;
b. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol;
c. Retribusi izin gangguan;
d. Retribusi izin trayek; dan
e. Retribusi izin usaha perikanan.
L Surat perjanjian dan surat-surat lainnya (surat kuasa, surat hibah, dim
surat pemyataan) yang dibuat untuk digunakim sebagiti alat
473
pembuktian mengena1 perbuatan, kenyataan atau keadaan yang
bersifat perdata;
2. Akta-akta notaris termasuk salinannya;
3. Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah termasuk
rangkap-rangkapnya;
4. Surat yang memuatjmnlah uang lebih dari Rp250.000 (dua ratus lilna
puluh ribu rupiah):
a. yang menyebutkan peneri1nmm uang;
b. yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang
dalam rekening di bank;
c. yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
d. yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau
sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
lebih dari Rp250.000 sampai dengan Rp 1.000.000, maka
dikenakan bea meterai dengan tarif Rp3.000.
lebih dmi Rpl.000.000, malca dikenakan bea meterai
dengan tarif Rp6.000
5. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep, yang harga
nominalnya lebih dari Rp250.000 (dua ratus Lima puluh ribu rupiah)
Jebih dmi Rp250.000 sampai dengm1 Rp 1.000.000, maka
dikenakan Bea Meterai dengan tarifRp3.000.
Jebih dmi Rp. l.000.000, maka dikenakan bea meterai dengan
tarif Rp6.000.
Jika harga nmninal dinyatakan dalam mata uang asing, maka
harga nominal harus dikalikan dengan Kurs Menteri
Keuangan.
6. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka
pengadilan, yaitu:
Surat-surat biasa dan sun1t kerumah-tanggmm;
474
Surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai
berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan Jain atau
digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula.
Jika dokumen awalnya tidak terutang bea meterai , namun
kemudian dokumen tersebut digunakan untuk alat pembuktian
di pengadilan, 1naka dokumen tersebut harus dilakukan
pemeteraian kemudian.
Bukanobjck
Sebagai bendahara, dokumen yang tidak mengenakan bea meterai adalah:
I. Dokumen berupa :
a. surat penyimpanan barang;
b. konose1nen;
c. surat angkutan penmnpang dan barang;
d. keten111gan pemindahan yang dituUskan di atas dokumen
sebagaimana dimaksud dalrun huruf i, jj dan iii;
e. bukti untuk pengiritnan dan penerimaan barang;
f. surat pengirilnim barang untuk dijual atas
g. tanggungan pengirim;
h. surat-surat Jainnya yru1g dapat disrunakan dengan surat-suntt
sebagaimana dimaksud dalrun huruf
2. Segala bentuk ijazah;
3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pens1un, uimg tunjangim, dan
petnbayaran lainnya yang berkaitim dengan hubungim kerja serta
surat-surat yang disenthkan untuk 1nendapatkan pembayaran itu;
4. Tanda bukti penerimaan uang a dari Kas Negara, Kas Pe1nerintah
Daerah, dan bimk;
5. Kuitansi untuk semuajenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang
dapat disrunakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintahan
Daerah dan bank;
475
6. Tanda penernnaan uang yang dibuat untuk keperluan intern
organ 1sas1;
7. Dokumen yang menyebutkan tabungim, pembayanm uang tabungan
kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang
bergerak di bidang tersebut;
8. Sur.ti gadai yang diberikan oleh Perusahaan Jawatan Pegadaian;
9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengim nama dan
dalam bentuk apapun.
Tarif
Adapun beberapa tarif bea meterai adalah sebagai berikut:
1. Tarif bea 1neterai Rp6.000 untuk dokumen berupa :
a. Surat Perjanjilm dan surat-surat Jainnya yang dibuat dengan
tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat pendata.
b. Ak:ta-akta notaris termasuk salinannya.
c. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan eek yang harga
nmninalnya Jebib dari Rp 1.000.000 (satu juta rupiah).
d. Dokumen yang alrnn digunakan sebagai alat pembuktian di
muka Pengadilan, yaitu:
surat-surat biasa dim surat-surat kerumahtanggaan.
surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai
berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain
atau digunakan oleh orang Jain selain dan 1naksud
se1nula.
2. Untuk dokumen yang menyatakan nominal uang dengim batasan
antara lain:
a. Nominal sampai Rp250.000 tidak dikenakan bea meterai
b. Nominal antara Rp250.000 srunpai Rpl .000.000 dikenakan bea
1nterai Rp3.000
c. nominal diatas Rpl.000.000 dikenakim bea meterai Rp6.000,-
476
3. Cek dan bilyet giro dikenakan bea meterai dengan tarif sebesar
Rp3.000 tanpa batas pengenaan besamya harga nominal.
4. Efek dengan nama dan dalmn bentuk apapun yang mempunyai harga
nominal sampai dengan Rp l.000.000 dikenakan bea 1neterai
Rp3.000 sedangkan yang metnpunyai harga nominal lebih dari
Rpl.000.000 dikenakan bea metenti Rp6.000.
5. Sekumpulan efek dengan nama dan dalmn bentuk apapun yimg
tercantum dalmn surat kolelctif yang 1nempunyai jumlah harga
nominal sampai dengan Rp l.000.000 dikenakan bea 1neterai
Rp3.000, sedimgkan yang 1nempunyai harga nominal lebih dan
Rpl.000.000 dikenakan bea metenti dengan tarif sebesar Rp6.000.
Saat terutang
Saal terutimg bea 1neter.ti sangat perlu diketahui sebagai Bendahara karena
akan menentukan besmnya tarif bea meterai yimg berlaku dan juga berguna
untuk menentukan daluarsa pemenuhan bea metenti dm1 denda administrasi
yang terutang. Saat terutang bea meterai ditentukan oleh jertis dan di mana
suatu dokumen dibuat Saat terutang bea metenti, jika:
l. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, 1naka pada saat dokumen itu
diserahkan, termasuk jika pada saat itu dokumen tersebut diterima
oleh pihak untuk siapa dol.-umen itu dibuat, bukan pada saat
ditandatangmti. Contohnya: kuitansi, eek, dan sebagitinya.
2. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak, maka pada saat
selesitinya dokumen dibuat, yang ditutup dengim pembubuhim tanda
tangan dari yimg bersangkutan. Contohnya: surat perjanjian jual beli.
Bea meterai terutang pada saat ditandatanganinya perjanjian tersebut.
3. Dokumen yimg dibuat di luar negeri, maka pada saat digunakan di
Indonesia.
477
Cara Pelunasan
Bendahara dapat melunasi hea 1neterai atas dokumen dengm1 cara:
l. Menggunakan benda meterai, yaitu dengan menggunakan metenli
tempel atau menggunakan kertas meterai.
2. Membubuhkan tanda bea meterai luna~ dengan mesin tenum metenli.
3. Membubuhkim tanda bea metenli luna~ dengan teknologi pencetakan
4. Membubuhkan tanda bea metenli lunas dengm1 sistem komputerisa~i.
WP juga dapat menerbitkan dokumen di mana pelunasan bea meterainya
dengan membubuhkan tanda bea meterai luna~ dengan mesin teraan
1neter.ti digital.
Pemeteraian kemudian
Pemetenlian Kemudian dilakukan ata~:
l. Dokumen yang akan digunakan sebagai a1at pembuktian di muka
pengadilan;
2. Dokumen yang bea meten1inya tidak atau kurang diluna~i
sebagaimana mestinya
3. Dokumen yang dibuat di Juar negen yang akan digunakan di
Indonesia
4. Pemeteraian Kemudian harus disahkan oleh Pejabat Pos. Pengesahan
oleh Pejabat Pos dilak-ukan setelah pe1negang dokumen meluna~i bea
metenli dengan menggunakim 1nete.r.ti te1npel atau Surat Setoran
Pajak.
478
LATIHANSOAL
A. Pilihan Ganda
479
5. Berik:ut ini merupakan termasuk retribusi tempat perijinan tertentu, kecuali:
A. Retribusi izin mendirikan bangunan
B. Retribusi izin tempat penjualm1 minuman beralkohol
C. Retribusi izin pengolahan limbah cair
D. Retribusi izin gm1ggu1m
9. Berik:ut ini merupakan dok:umen sebagai objek bea meterai Rp6.000, kecuali:
A. Sun1t penyimpanan banmg
B. Konosemen
C. Surat imgk:utan penumpang dan banmg
D. Surdt perjanjian
480
10. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD pasal 85 ayat (4), (5)
dan (6) besamya NPOPTKP ditetapkan paling rendah sebesar
A. Rp50.000.000 untuk setiap WP
B. Rp60.000.000 untuk setiap WP
C. Rp?0.000.000 untuk setiap WP
D. RpS0.000.000 untuk setiap \VP
B. Esai
481
REFERENSI
Siti Resmi (2015). Perpa;aka11: Teori dan Kasus edisi 8 (buku 2). Jakarta: Salemba Empat
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Peratunm Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Bea Meterai
482
Kunci Ja,vaban
A. PILIHAN GANDA
I. B. Huk,im Persetujuan
2. D. Orang dan Badan Hukum
3. A. Perikatan
4. D. Perjanjian dan undang-undang
5. A. Semua kesepakatan para pihak
6. A. Sah dan mengikat para pihak
7. A. Syarat subyek1:i f dan obyekti f
8. A. Belum dewasa
9. B. Dapat dimintakan pembatalan ke hakim
10. A. Batal demi hukum
B. ESAI
1. Perjanjian merupakan salah saru sebab timbulnya perikatall pada hukum perdata.
Sebagaimana ketentuan pa.~al 1315 KUHPerdata
2. Pasal 1320 KUHPerdata. Syarat subyektif (cakap dan sepakat) syarat obyektif ( ha!
tertenru dan sebab yang halal)
483
BAB 2 PERJANJIAN KREDIT DAN JAJ',DNANNYA
A. PILIHAN GANDA
I. B. Kepercayaan
2. C. Utang piutang
3. C. Kesepakatan para pihak
4. D. Waktu tak tentu
5. A. Perjanjian tanpajantinan
6. C. Perjanjian ikutanlacesoir
B. ESAI
I. Pemeriksaan pajak memiliki tujuan, yaitu:
1. lvfenguj i kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, yang meliputi:
(a) SPT lebih bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian
pendahuluan pajak.
(b) SPT rugi .
(c) SPT terlambat, yairu melampaui jangka waktu Surat Teguran yang
disampaikan.
(d) lvlelakukan penggabungan, peleburan, likuidasi, pembubarnn atau akan
meninggalkan Indonesia selama-lamanya.
(e) lvlenyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil
analisis yang mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan Wajib
Pajak yang tidak dipenuhi.
2. Adajuga tujuan lainnya:
(a) Pemberian NP\VP (Nomor Pokok \Vajib Pajak) secarajabatan
(b) Penghapusan NP\VP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
(c) Pengukuhan maupun pencabutan PKP (Pengusaba Kena Pajak)
(d) \Vajib Pajak yang mengajukan keberatan
(e) Pencocokan data dan/atau alat keterangan
483
(f) Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah te('J>encil
(g) Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
(h) Penentuan satu atau lebih tempat terhutang PPN (Pajak Pertumbahan
Nilai)
(i) Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas
pe('J>ajakan
(j) Pemenuhan informasi negara mitra Pe~janjian Penghindaran Pajak
Berganda.
2. Pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan Kekuasaan kehalciman
di Indonesia bagi \Vajib Pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan
terhadap sengketa pajak. Sedangkan sengketa pajak adalah sengketa yang timbul
dibidang pe('J>ajakan antara Wajib Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai
akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada
Pengadilan pajak. Itu termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan
undang-undang penagihan dengan surat paksa. Pengadilan pajak dibentuk
berdasarkan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 rentang Pe11gadilan Pajak. Kedudukan Pengadilan Pajak
berada di ibu kota negara. Persidangan oleh Pengadilan Pajak dilakukan di tempat
kedudukannya, dan dapat pula dilakukan di tempat lain berdasarkan keretapan Ketua
Pengadilan Pajak. Susunan Pengadilan Pajak terdiri aras: Pimpinan, Hakim Anggota,
Sekretaris, dan Panitera. Pimpinan Pengadilan Pajak sendiri terdiri dari seorang
Ketua dan sebanyak-banyaknya 5 orang Wakil Ketua.
483
BAB 3 HUKUl\.'l ASURANSI
A. PILIHAN GANDA
1. C. Pemegang Polis
2. B. Perusahaan asuransi
3. C. Pasal 246 KUHD
4. D. Prinsip syariah
5. A. Sosial dan komersial
6. C. Kerugian akibat kematian pencari nafkah
7. D. Tidak tetap, tergantung hasil investasi
8. C. Kesehatan dan ketenagakerjaan
9. B. Perusahaan asuransi
10. A. Risiko
B. ESAI
1. Dalam prinsip kepentingan berasuransi, jika calon pemegang polis tidak memiliki
kepentingan terhadap objek asuransi maka tidak bisa dilakukan perjanjian asuransinya
2. a. Asuransi jiwa
b. Asuransi kesehatan
c. Asuransi pendidikan
d. Asuransi kendaraan
483
BAB 4 ANTI NIONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT
A. PILIHAN GANDA
1. D. Persaingan sempuma
2. D. Nlelindungi rakyat kecil
3. D. Undang-undangNo. 5 tahun 1999
4. D. Korporasi
5. D. Deflasi
6. C. Oligopsoni
7. D. Oligopoli
8. B. Komisi Pengawas Persaingan Usaha
9. B. Illegal perse
10. B. Monopsoni
B. ESAI
I. Illegal perse adalah pelanggaran hukum yang sudah pasti, misalnya melak-ukan
Rule of reaso11 adalah pendekatan untuk menganalis is suatu kegiatan termasuk perjanjian
2. Dikecualikan dalam ketentuan UU bagi badan usalia yang menjalankan amanah UU boleh
melakukan monopoli.
483
BAB 5 PERLINDUNGAN KONsmmN
A. PILIHAN GANDA
1. C. Undang-undang No. 8 tahun 1999
2. A. Produsen, konsumen, dan pemerintah
3. A. Konsumen akhir
4. C. Hak untuk menasehati
5. A. Pembuktian terbalik
6. B. l\1emberikan informasi dengan detail dan lengkap
7. B. l\1engumumkan hasilnya melalui media ma.~a
8. A. Konsumen merupakah pihak yang lemah
9. D. l\1emproduks i dan memperdagangkan barang
10. D. Konsumen dan pelaku usaha
B. ESAI
1. Hukum perlindungan kon.sume n merupakan bagian dari hukum konsume n
483
BAB 6 KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KE\VAJIBAN PEtvIBAYARAN HUTANG
A. PILIHAN GANDA
1. A. Kreditur kongruen
2. C. tvfelalui surat teguran yang dilcirimkan kreditur
3. D. Debitur tidak bisa melakukan kepengurusan dan penguasaan atas harta
kekayaannya
4. A. Kreditur separatis
5. D. Sita umwn harta kekayaan dilakukan oleh curator di bawali pengawasan hakim
pengawas
6. C. Agar terjadi perdamaian dengan pelwia.~an sebagian atau seluruhnya
7. C. Kreditor maupun debitor
8. A. Kreditor dan debitor dapat menyelesaikan utang piutang secara bersama-sama
tidak sating merugikan
9. A. Pari pasu
10. B. Prorata
B. ESAI
1. Kreditur kongkuren, kreditur preferen dan kredirur separatis.
2. Diajukan oleh 2 kreditur yang mempwiyai piutang yang sudah jatuh tempo dan dapat
ditagih.
483
BAB 7 PENYELESAIAN SENGKETA DAuU,I HUKmI
A. PILIHAN GANDA
l. A. Pengadilan negeri di daernh huk-um penggugat bertempat tinggal
2. A. Bukti surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah
3. B. Pengadilan Negeri domisili salah satu pihak
4. C . Mempunyai bukti pembayaran kwitans i 3 kali berturutan, tagihan sebelumnya
tunas
5. D. Penggugat atau 1.-uasa hukum penggugat
6. C. Dibuat para pihak dihadapkan pejabat umum Negara
7. A. Negoisasi
8. A. l'vlenuntun para pihak untuk bisa membuat J>enyelesaian sengketa sendiri
9. D. Ternkhir dan mengikat
10. A. Keluarga sedarah acau keluarga karena perkawinan
B. ESAI
1. a) Jalur formal pengadilan
b) Jalur non fonnal diluar J>engadilan berda.~arkan UU no 30 tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternacif penyelesaian sengketa
2. a) surat
b) saksi
c) persangkaan
d) pengakuan
e) sumpah
483
BAB 8 SISTDI PERPAJAKAN DI INDONESIA
A. PILIHAN GANDA
l. A. Pendapatan
2. B. Self Assesmettt
3. A. Mengajukan keberatan dan banding
4. B. Pajak PenghasiJan
5. B. Pajak PenjuaJan atas Barang l\1ewah
6. A. SteJseJ Nyaca
7. D. Pengusaha Kena Pajak
&. C. Objektif dan Subjektif
9. C. Pajak dipungut kepada WNI dimanapun mereka memperoJeh penghasiJan, dan
pajak dipungut kepada setiap orang yang melakukan pekerjaan didaJam Negeri
termasuk V,'NA
J0. B. Surat Pemberitahuan
B. ESAI
J. Mekanis me pembayaran pajak dapat dikJasifikasikan menjadi 4 (empat) jenis yaitu:
1. l\1embayar sendiri pajak yang terutang; membayar sendiri pajak yang terutang
meliputi:
a) Pembayaran angsuran Pajak PenghasiJan (PPh) setiap buJan (PPh Pa~al 25).
Yang dimaksud dengan pembayaran angsuran PPh setiap buJan (PPh Pasal
25) adaJah pembayaran PPh secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk
meringankan beban \VP dalam meJunasi pajak yang terutang dalam satu
tahun pajak. WP diwajibkan unruk mengangsur pajak yang akan terutang
pada akhir talmn dengan membayar sendiri angsuran pajak tersebut setiap
buJan.
b) Pembayaran kek-urangan PPh seJama setahun (PPh Pa~aJ 29).
Unruk pembayaran kekurangan PPh selama setalmn (PPh Pasal 29)
dilakukan sendiri oJeh V.'P pada akhir talmn pajak apabila pajak terutang
w1tuk suatu tahun pajak lebih besar dari jumJah total pajak yang dibayar
sendiri (angsuran PPh Pa~al 25) dan pajak-pajak yang dipotong atau
dipungut pihak Jain sebagai kredit pajak
2. Membayar PPh meJaJui pemotongan dan pemw1gutan oleh pihak Jain.
4&3
Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pa.~al
4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pa.~al 21 , 22, dan 23, serta PPh Pasal 26). Pihak lain
disini adalah : (l) Pemberi penghasilan; (2) Pemberi kerja; atau (3) Pihak lain
yang ditunjuk atau diretapkan oleh pemerintah
3. lvfembayar PPN kepada pihak penjual arau pemberi jasa araupun oleh pihak yang
ditunjuk pemerinrah. Tarif PPN adalal110% dari hargajual atau penggantian atau
nilai ekspor atau nilai lainnya.
4. Pembayaran pajak-pajak lainnya.
a) Pembayaran PBB yaitu pelw1asan berdasarkan Surat Pemberirahuan Pajak
Terutang (SPPT)
b) Pembayaran Bea Perolehan Hak ata.~ Tanah dan Bangunan
c) Pembayaran Bea lvfererai.
2. \Vi1hholdi11g tax system adalali sisrem pemunguran pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga, tapi yang dimaksud disini bukan fiskus dati bukan wajib pajak
yang bersangkuran untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak,
melainkan pihak pemberi kerja.
Contoh : PT. ABC mempunyai karyawan yang setiap bulan menerima gaji. PT ABC
sebagai pemberi kerja setiap bulan memungur PPh pa.~al 21 ata.~gaji yang dibayarkan
kepada karyawan .
483
BAB 9 KETENTUAN UJ\,fut\'IDAN TATA CARA PERPAJAKAN
A. PILIHAN GANDA
I. C. Pemeriksaan pajak
2. B.SKPKB
3. A.SKPN
4. A. Tujuan lain
5. B. Tujuan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
6. A. Satu tahun
7. D. Rpl.000.000
8. C. Resistusi
9. A. Banding
10. B. Keberatan
B. ESAI
I. Pemeriksaan pajak memiliki tujuan, yairu:
1. Menguji keparuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, yang meliputi:
(a) SPT lebih bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan
pajak.
(b) SPT rugi.
(c) SPT terlambat, yaitu melampaui jangka waktu Surat Teguran yang disampaikan.
(d) l\1elakukan penggabungan, peleburan, Jik,iida.~i. pembubaran atau akan
meninggalkan Indonesia selama-lamanya.
(e) l\1enyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berda.~arkan basil analisis
yang mengindika.~ikan adanya kewajiban perpajakan ,vajib Pajak yang tidak
dipenuhi.
2. Ada juga tujuan Jainnya:
(a) Pemberian NPV.'P (Nomor Pokok Wajib Pajak) secarajabatan
(b) Penghapusan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
(c) Pengukuhan maupun pencabutan PKP (Pengusaha Kena Pajak)
(d) \Vajib Pajak yang mengajukan keberatan
(e) Pencocokan data dan/atau alat keterangan
483
(f) Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil
(g) Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
(h) Penentuan satu atau Jebih tempat terhutang PPN (Pajak Pertumbahan Nilai)
(i) Penentuan saat mulai berproduks i sehubungan dengan fasilitas perpajakan
(j) Pemenuhan informasi negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.
483
BAB 10 PAJAK PENGHASILAN
A. PILIHAN GANDA
I. D. Kantor penvakilan Negara asing
2. B. Dikenai pajak atas penghasilan yang diterima dari Indonesia maupun dari luar
negeri
3. C. Orang yang secara berturut-turut berada di Indonesia lebih dari 183 hari
4. D. Bernkhir pada saat dia meninggalkan Indones ia lebih dari 183 hari
5. A. Penghasilan bunga
6. A. Zakar yang diteima oleh badan runil zakat
7. D. Rpl.320.000
8. C. Bukan bangunan kelompok I: 4 tahun, 25%
9. C . Kelompok 3: 16 tahun, garis lurus 6,25%
10. B. Harga pasar
B. ESAI
1. a) Penghasilan hadiah undian, bunga deposito dan tabungan, bunga obligasi, bunga
simpanan koperasi
b) Penghasilan dari trru1saksi sahrun dan sekuritas lainnya
c) Penghasilan dari trru1saksi pengalihan harta berupa tanal1 dan atau bangunan
d) Penghasilan tertentu lainnya berda.~ar Peraturnn Pemerintah
2. Karena jumlah peredarru1 bruto PT Nfutiara tidak melebihi Rp 4.800.000.000, maka seluruh
pengha.~an kena pajak PT l\1utiara dikenai tarif 50%. Jadi besarnya PPh terutang PT
Mutiara adalah: (50% x 28%) x Rp 450.000.000 = Rp 63.000.000.
483
BAB 11 PAJAK PENGHASILAN UNTUK TRANSAKSI TERTENTU
A. PILIHAN GANDA
I. B. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari ja~a
potong rambut
2. D. Ja~a lndekost
3. A. Wajib Pajak badan perseroan terbatas menyerahkan ja~a sejenis dengan jasa
sehubungan dengan pekerjaan beba~dengan peredaran bruto Rp4.600.000
4. D. 7 (tujuh) tahun
5. D. lvfembayar PPh Pasal 25 Orang Pribadi Pengusaha tertentu
6. A. lvfembayar PPh Final 0,5 % dari peredaran bruto setiap bulan
7. D. Rp2.250.000
&. B. Rp2.250.000
9. C. Rp237.035.491
10. A. Rpl39.064.509 dan PPh Final Rpl?.500.000
4&3
B. ESAI
1. Pengt,a.silan
Penha..:;i1wl Finul DPP Turif Tux
Januari - Juni 2.750.000.000 '1% 27.500.000
J uJ; Desembor 2.550.000.000 0,5% 12.750.000
Sewa Ruko 250.000.000 10,0% 25.000.000
Penjualan Tonah dan/auw Bar,gunan 1.400.000.000 2,5% 35.000.000
·100.250.000
Pengha._.:;00,n Non FinaJ
Honc.)T Aklor ll00.000.000
lldan 250.000.000
Endor.:.e 350.000.000
Komisi Youtube 1.200.000.000
TotaJ 2.600.000.000
Pengurang 600.000.000
Pengt,a.s ilan Neu:o 2.000.000.000
PTKP 63.000.000
Pengtw._.:;OO,n Kena Pujuk 'I .937.000.000
PPh Ten.thmg
5% 50.000.000 2 .500.000
·15% 200.000.000 30.000.000
25% 250.000.000 62.500.000
30% 1.437.000.000 43'1.'I00.000
PPhTeruumg 526.'I00.000
~fKPLN
1.200.000.000 60.000.000
~fKPLN 325.926.691
Kredil Pujuk
PPh Pa.:iul 21 40.000.000
PPhPasal 24 60.000.000
PPhPasal 25 50.000.000
·150.000.000
PPhPasal 29 376.'I00.000
Total Pajak 476.350.000
483
2. f.>er)g.hasUan 1'ahnn 2018
J.>eoghasilan Usa.ha Tax 'l'arif
Janu:ui - Ju,d 20 18 2.000. 000. 000 20.000.000 1%
Juli - Desember201 f: 2.200.000.000 11 .000.000 O,S0%
31 .000.000
Per)g.llasUan Oaji 600.000.000
PeoghasUan f<onimlcan 1.500.000.000
Per)gurang 800.000.000
Peog.hasHan Nelto 700.000.000
J->en ghaRilan Bndon::e 500.000.000
J.>eng.h:u;:itan LN Tux MKPLN'
-Sunga S ing:).pura 400.000.000 20% 80.000.000 112.S20.A23
I>ivkle.n 'Pt)rL)l,8al 800.000.000 35% 280.000.000 22S.04 t .64S
1.200.000.000
J.>eoghasilan Netto 3. 000. 000.000
J.>'f10·· 54.000.000
4 .500.000
58.500.000
Pen ghasUan Kena Pa.Ja.k 2 .941 .SOO.OOO
PPh 1'erutaug:
5% 50.000.000 2 .500.000
15% 200. 000. 000 30.000.000
2.~% 2.10.000.000 62.500.000
30% 2.441 .500.000 732.450.000
A27.4SO.OOO
Kredit Pajak
f->Ph Paw 2.1 100.100.000
J->Ph Paw 2.1 60.000.000
J.>Ph Pa~ 24 305.041 .645
J.>Ph Paw 2.5 80.000.000
S4R.141 .645
PJ->h PaW29 279.308.355
Total Paja.k 2018 3 10.30R.355
483
BAB 12 REKONSILIASI FISKAL
A. PILIHAN GANDA
I. D. Biaya gaji direlctur sebagai pemegang saham perseroan terbatas
2. C. Selisih penyusutan komersial di bawah J>enyusutan fiskal
3. A. Rp5.405.000.000
4. D. Rpl.274.035.714
5. D. Biaya penyusutan atas aktiva tetap yang berbeda masa manfaat antar fiskal dengan
komersial
6. C. Di\~den tang diterima perseroan terbatas atas J>enyertaan modal 25o/c yang diambil
dari laba tahllll berjalan
7. C. STP PPh Pasal 25
&. C. 0.25% (nol koma dua lima persen)
9. B. Rpl3.500.00
I0. B. Bunga yang dibayarkan kepada perusahaan pembiayaan
B. ESAI
I. Peredaran Usaha 250.000.000.000
Laba Komersial 75.000.000.000
Koreksi Fiskal
Sumbangan Gernpa Palu 500.000.000
sanksi Adrninistrasi I00.000.000
Service Kendaraan 16.500.000
Bunga Pinjarnan 200.000.000
Imbalan Paska kerja 2.800.000.000
3.616.500.000
Peoghasilan Kena Pajak 78.616.500.000
PPh Terutang 25% 19.654.125.000
Kreclit Pajak
PPh Pasal 22 25.000.000
PPh Pasal 23 35.000.000
PPh Pasal 25 120.000.000
STP PPh Pasal 25 40.000.000
220.000.000
PPh Pasal 29 19.434.125.000
483
2. Peredaran Bruto 41.000.000.000
Laba Komersial 3.800.000.000
Koreksi Fiskal
Cadangan Piurang tak tertagih 250.000.000
Biaya Entertainment 450.000.000
PPh Pasal 21 650.000.000
Total Koreksi Fiskal 1.350.000.000
Penghasilan Kena Pajak 5.150.000.000
PPh Terutang
fasilitas
602.926.829 25% 50% 75.365.854
Non Fasilitas
4.547.073.171 25% 1.136.768.293
PPh Terutang 1.212.134.146
Kredit Pajak
PPh Pasal 22 12.500.000
PPh Pasal 23 7.500.000
PPh Pasal 24 201.524.390
PPHPasal 25 12.000.000
233.524.390
PPh Pasal 29 978.609.756
483
BAB 13 PENYELESAIAN PAJAK AKHIR TAHUN, CICILAN PAJAK DAN PAJAK
DALA!VI LAPORAN KEUANGAN
A. PILIHAN GANDA
I. D. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
2. D. Laba penjualan mobil
3. C. Rp98.958.333
4. D. Wajib Pajak BUMN Semen
5. D. Penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh \Vajib Pajak
6. A. Tidak perlu membayar PPh Pasal 25 tahun 2018
7. D. Mengalami penurunan PPh Terutang kurang dru1 75o/c dari PPh terutang tahun
sebelumnya
8. A. Nihil
9. D. Perusal1aan Bank
10. A. Rpl 1.588.709
B. ESAI
I. Pereda.ran U,iaha 250.(KlO.IKKl.(l(l()
Laba Komcrsial 7 5.<KKI.<KKI.()()()
Korcksi Fiskal
Sumbangan Gcmpa Pa1u 500.000.000
,iank.si Administra.•.i 100.000.000
Service Kcndaraan 16.500.000
Bung.a Pinjaman 200.000.000
lmbalan Pa!lka kcr:ja 2.800.000.000
3.6 l 6 .5(Kl.(l(l()
PcnghaRilan Kena Pajak 78.6 l 6 .5(Kl.(l(l()
PPh Tcrut.ang 25% 19.654 .1 25.000
Krcdit Pajak
PPh PaRal 22 25.000.000
PPh PaRal 23 35.000.000
PPh Pa11.al 2.5 120.000.000
STP PPh Pasa1 25 4 0.000.000
220. <><Kl.()()()
PPh Pa11.al 29 19.434.125.()()()
483
2. PeJ~aran Hruco
Laba KomerAial
41 .000.000.000
:3. 800. 000.000
Rorebi fiskal
Cal'.br,g;:t.n Piui.ang blc ten.agih 250.000.000
"Bia.ya E,noori.aioo.ent 450.000.000
P'f•h P.a.'<.al 2 I 650.000.000
·row l<orek~i fliAka.l 1.350.000.000
Pengha.....ilan Kena Pajak 5 . 150.000.000
P"f'h 'feruau,g:
rasiliuui
602.926.829 25% :SO% 75.365.854
Kredit P~jak
P'f'h P.a.'<al 22 12 .500.000
PJ>h Pa..'<al 23 7 .500.000
P'f'h P.a.'<al 24 201 .S24.390
PPH Pasa.l 2 S 12 .000.000
233.S24.390
PJ>h Pa..'<al 29 978.609. 756
483
BAB 14 PAJAK PENGHASILAN PElVIOTONGAN DAN/ ATAU PEl\.fUNGUTAN
A. PILIHAN GANDA
I. D. Kantor Perwakilan Negara As ing
2. D. Klaim Asuransi
3. B. Rpl50.000
4. C. Rp42.125
5. D. PT Indosat
6. B. 0,25 %
7. D. Bagian Jaba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi
&. B. Jasa custodian/penyimpanan/penitipan, yang dilakukan oleh Kustodian Sentral
Efek Indones ia (KSEI)
9. B.Penghasilan berupa hadiah penghargaan
10. D. Penghasilan Sewa Kapa! yang diterima oleh Perusabaan Dalam Negeri yang tidak
memiliki SRJPAL
483
B. ESAI
1. Nlr Clnis Cornell Gaji
Gaji Pokok 25.000.(KlO
Tunjangan Transport 5.000.(KlO
Tunjangan l'vlakan 5.000.(KlO
Penghasilan Bruto 35.000.(KlO
Pengurang Maksimal
5% X 35.000.()()0 1.750.()()0 500.(KlO 500.(KlO
Penghasilan Netto I Bulan 34.500.(KlO
Penghasilan Netto I Tahun x7 241.500.(KlO
Penghasilan Netto disetahunkan X 12/7 414 .000.(KlO
PTKP
Diri Sencliri 54 .000.()()0 54.000.(KlO
Ph KP 360.000.(KlO
PPh Terutang
5% X 50.000.()()0 2.500.(KlO
15% x 2(l0.(l(K).000 30.000.(KlO
25% X '110.()()().QOO 27.500.(KlO
60.000.(KlO
PPh Pasal 2'1 Setahun X 7/12 35.000.(KlO
PPH Pasal 21 l'vlasa Desember n 5.000.(KlO
483
2. Naruto Uzumaki
PTKPK-1 Gaji Gaji & Bonus
Penghasilan Bmto
Gaji 50.000.000 600.000.000
T unjangan .Iabalan 4.000.000 48.000.000
Tunjangan Transport 2.000.000 24.000.000
Tunjangan "-'1akan 1.200.000 14.400.000 86.400.000
.IKK 100.000 1.200.000
.IK 125.000 1.500.000
BP.IS Kesebatan 1.500.000 18.000.000 20.700.000
Bonus 50.000.000
Penghasilan Bruto 58.925.000 757. 100.000
Pengurang
Biaya Jabalan 500.000 6.000.000
JHT 1.000.000 12.000.000
JP 500.000 6.000.000
Total Pengurang 2.000.000 24.000.000
Penghasilan Netto I Bulan 56.925.000
Penghasilan Netto I Tabun 683.100.000 733. 100.000
PTKP
Diri Sendiri 54.000.000
KaY.in 4.500.000
Tanggungan 4.500.000
63.000.000 63.000.000
Penghasilan Kena Pajak 620.100.000 670. 100.000
PPh Terutang
5% X 50.000.000 2.500.000 2.500.000
15% 200.000.000 30.000.000 30.000.000
25% X 250.000.000 62.500.000 62.500.000
30% x 120.Hl0.000 36.030.()()() 5l.030.(l00
I 3'1.030.(lOO 146.030.000
PPH Pasal 21 1 Bulan Gaji 10.919.167
PPH Pasal 21 Bonus '15.000.000
PPH Pasal 21 (Jaji dan Bonus 25.919.167
483
BAB 15 KONSEP DASAR PPN DAN PPnBlVI SERT A KETENTUAN KHUSUS
A. PILIHAN GANDA
I. D. PPN merupakan Pajak Tidak Lang-sung
2. B. Harga impor CIF + Bea l\1asuk
3. B. Pajak aras konsums i
4. C. Di Indonesia, PPN dipungut setiap rantai dist,ibus i
5. D. Emas perhiasan
6. C. Bisa dikreditkan
7. D. Kendaraan pribadi
8. B. Cost bagi Import BKP
9. D. Jasa Desai Interior
10. A. 2% dari DPP
B. ESAI
1. Pajak Pertambahan Nilai arau Pajak Perrambahan Nilai dan Pajak Penjualan aras
Barang Mewah terutang pada saat:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak;
b. Impor Barang Kena Pajak;
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak;
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;
e. Pemanfaaran Ja~a Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; arau
h. Ekspor Ja~a Kena Pajak.
Dalam ha! terdapat pembayaran sebelum penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak (down paymen.//DP), maka saat
terutang PPN adalah pada saat pembayaran.
2. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipw1gut
oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak,
penyerahan Ja~a Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspo,·
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Ja~a Kena Pajak.
483
Pajak 1',fasukan adalah Pajak Perrambahan Nilai yang seharusnya sudah
dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak kru-ena perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau perolehan Ja.sa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barnng Kena Pajak
Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
483
BAB 16 PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH DAN BEA l\·IATERAI
A. PILIHAN GANDA
I. B.UU No. 28 tahun 2009
2. D.Pajak Penghas ilan
3. D.Pajak Daerah Tingkac IT
4. A.Retribusi Rumah Potong Hewan
5. C.Retribusi Jzin Pengolahan Limbah Cair
6. B.Paling tinggi 0,3%
7. C.Sawal1
8. D.Paling tinggi 5%
9. D.Surat Perjanjian
10. B.Rp60.000.000 w1tuk setiap wajib pajak
B. ESAI
1. a) dokumen berupa :
• surat penyimpanan barang;
• konosemen;
• surac angkutan penumpang dan barang;
• keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen sebagaimana dimaksud
dalam huruf I, ii dan iii
• bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
• surac pengiriman barang uncuk dijual atas
• tanggungan pengirim;
• surat-surat lainnya yang dapat disa.makan dengan surat-surat sebagaimana
dimaksud dalam huruf
b) segala bentuk ij azah;
c) tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunja.ngan, dan pembaya.ran lainnya
yang berka.itan dengan hubungan kerja serta surac-surat yang diserahkan untuk
mendapatkan pembaya.ran itu;
483
d) tanda bukti penerimaan uang Negara dari kas Negara, Kas Pemerintah Daernh, dan
bank•
e) kuitansi untuk semua jenis pajak dan w1tuk penerimaan lainnya yang dapat
disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Peme1111tahan Daerah dan bank
t) tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan inten1 organisasi;
g) dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada
pe11abw1g oleh bank, kopernsi, dan badan-badan lainnya yang bergernk di bidang
tersebut;
h) surat gadai yang diberikan oleh Perusahaan Jawatan Pegadaian;
i) tanda pembagian keuntungan atau bw1ga dari efek, dengan nama dan dalam
bentuk apapw1
2. Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan pembayaran,
termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya memberikan
kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.
Ja~a penunjang sebagaimana dimaksud adalah fasilita~ telepon, faksimile, teleks, internet,
fotokopi, pelayanan cuci, seterika, trnnsportasi., dan fa~ilitas sejenis lainnya yang
disediakan atau dikelola hotel.
483
Ill
!KATAN AKVNTAN INDONESIA
I ~ of./JMlol,nfd ~ .u,c.,o-..,..,,