Anda di halaman 1dari 5

Female Book Berbulu Male Book

Ardy Kresna Crenata, male editor NovelMe

Di dua NTW Male Book Arena sebelumnya, asalkan (1) tokoh utama sebuah
novel adalah pria dan (2) cara pandang yang dipakai di novel ini adalah cara
pandang dia, dan (3) cerita fokus pada kehidupannya, sebuah novel sudah pasti
dikategorikan male book--novel dengan target utama pembaca pria. Di NTW
Male Book Arena kali ini, tidak lagi sesederhana itu.

Ambil contoh dua novel ini: The Mask of Constantine (40248) karya El Walther
dan Princess and the Boss (40751) karya Messerine.

The Mask of Constantine pada awalnya ada di rank Male Book Arena (MBA),
tentu saja sebagai male book. Kenapa si penulis mengira novel ini male book?
Tentu saja karena ia memenuhi tiga syarat male book yang disebutkan tadi. Dan
itu pula mungkin kesan yang muncul jika pembaca hanya fokus pada cara
bertutur di novel ini yang terbilang lugas dan maskulin. Sayangnya, novel ini
female book. Itu karena karakter si tokoh utama pria di novel ini adalah tipe
yang umumnya digandrungi oleh pembaca wanita, bukan pembaca pria. Selain
itu, si tokoh utama pria ini juga tidak dihadirkan sebagai sosok yang menderita
di awal-awal cerita, bukan tipe yang mampu menarik simpati dari pembaca
pria.

Kasus serupa kita temukan pada Princess and the Boss. Tokoh utama di novel
ini pun pria, dan cerita dituturkan dari sudut pandang si pria ini, dan fokus ke
kehidupan dia. Hanya saja, karakterisasi si pria ini cenderung mengarahkannya
ke tokoh-tokoh pria idaman di novel-novel yang target utama pembacanya
wanita--female book. Yang disasar oleh novel ini adalah pembaca wanita,
bukan pembaca pria. Si penulis novel ini sendiri mengakui hal itu.

Novel-novel seperti inilah yang selanjutnya akan disebut female book berbulu
male book. Dari luar terlihat seolah-olah male book, padahal sebenarnya
female book. Sekilas melihatnya ia tampak seperti male book, padahal
sebenarnya female book.
___
Di NTW MBA musim ini, ada satu syarat tambahan yang harus dipenuhi sebuah
novel untuk bisa dikategorikan male book: target utama pembacanya harus
pria.

Tentu saja, yang dimaksud di sini bukan sekadar memilih “Pria” saat
menentukan “Target Pembaca” novel yang akan dipublikasikan, melainkan
lebih dari itu. Penulis harus bisa menilai apakah cerita yang ditawarkannya di
novelnya itu adalah tipe cerita yang diminati pembaca pria atau pembaca
wanita. Ia harus paham selera pembaca NovelMe.

Ketika kita bicara male book atau novel yang target utama pembacanya pria,
kita bicara soal dua hal: (1) karakter si tokoh utama pria adalah tipe yang
menarik perhatian dan simpati dari pembaca pria; (2) fokus cerita adalah pada
perjuangan si tokoh utama pria ini, bukan pada romansa atau kisah cinta.

Keduanya harus terpenuhi. Salah satu saja tidak terpenuhi, sebuah novel
terancam tidak bisa disebut male book.

Adapun karakter tokoh utama pria yang menarik perhatian dan simpati dari
pembaca pria, jika kita mencermati sejumlah male book yang sukses di
NovelMe sejauh ini, kira-kira seperti ini: digambarkan menderita di awal, baik
dan penyayang kepada pasangannya dan keluarga intinya, seiring cerita
berjalan dia menjadi semakin kuat dan semakin kuat. Contohnya adalah
karakter Diego dalam Menantu Impian (26207) karya Ostrich_San; juga Victor
dalam Dewa Perang Terbaik (30967) karya Jody Junior.

Dua novel yang disebut di awal tadi, sementara itu, tidak menawarkan hal ini.
Tampak sekali bahwa si penulis, yang kebetulan perempuan, enggan membuat
si tokoh utama pria di novelnya itu menderita semenderita-menderitanya,
berada di titik terbawah di dalam hidupnya. Padahal ini salah satu fase penting
dalam sebuah male book di NovelMe. Fase ini ada untuk membuat pembaca
pria bersimpati kepada si tokoh utama pria, dan mampu memunculkan kontras
yang kuat saat titik balik akhirnya terjadi dan si tokoh utama pria mulai
menunjukkan kekuatan dan kehebatannya. Dengan adanya fase ini,
keberpihakan pembaca pria kepada si tokoh utama pria akan semakin kuat,
begitu juga dukungan dan ekspektasi mereka. Pembaca pria akan antusias
menunggu momen-momen di mana si tokoh utama pria itu akan membalas
perlakuan buruk tokoh-tokoh antagonis.
Nah, fokus cerita pada perjuangan si tokoh utama berkaitan erat dengan hal
yang baru saja dibahas ini. Pembaca pria, ketika mereka dirasuki ekspektasi
yang tinggi soal bagaimana si tokoh utama kelak berada pada posisi yang
benar-benar ideal, akan fokus pada perjuangan dia, bukan kisah cintanya
dengan pasangannya. Memang kisah cinta boleh ada dalam male book, bahkan
dianjurkan ada, tapi jangan sampai porsinya terlalu besar dan mencolok.
Interaksi si tokoh utama pria dengan pasangannya, misalnya, sebaiknya
sekilas-sekilas saja, itu pun untuk menunjukkan kehebatan atau kekuatan si
tokoh utama pria. Pasangannya itu dengan kata lain hanya berperan sebagai
karakter pendukung, bukan tokoh utama kedua. Dalam sebuah male book di
NovelMe tidak diperkenankan ada “matahari kembar”.

Sebagai contoh, coba cermati novel berjudul Touch Me, Boss!! (43002) karya
Mautenta.

Seperti dua novel yang dibahas di awal tadi, novel ini pun pada awalnya
dikategorikan penulisnya sebagai male book, dan ia nangkring di Top 20 MBA.
Setelah editor melakukan pengecekan, diketahuilah bahwa fokus cerita ini
adalah pada kisah cinta si tokoh utama bernama Daniel dengan seorang tokoh
perempuan bernama Andin; hal inilah yang ditonjolkan di awal-awal cerita,
paling tidak. Dan itu sebenarnya sudah terlihat dari sinopsisnya. Novel seperti
ini, tentu saja, tidak bisa disebut male book. Sebab yang ditonjolkan dalam
sebuah male book sekali lagi adalah perjuangan si tokoh utama pria, bukan
kisah cinta atau seluk-beluk romansa. Sebutan yang tepat untuk Touch Me,
Boss!! ketika target pembacanya masih Pria bukanlah male book, melainkan
female book berbulu male book.

Tentu tidak mengherankan bahwa female book berbulu male book banyak
ditulis oleh wanita. Ini wajar saja mengingat cara pandang si penulis sangat
mungkin tertuang dalam tulisannya. Selain itu, penulis wanita yang sudah
punya pembaca loyal yang kebanyakan juga wanita kemungkinan besar akan
memanjakan para pembaca loyalnya ini, sehingga cerita yang ia sajikan itu pun,
kendati kemasannya mencitrakan ia male book, pada dasarnya adalah female
book. Lantas adakah sesuatu yang bisa dilakukan oleh penulis wanita yang
bersikeras ingin menulis male book sedangkan kendala ini masih
mengekangnya?
Jawabannya, tentu saja, ada. Ia bisa coba membaca novel The Billionaire (23874)
karya Diana Ana.

Novel ini, bisa dibilang, adalah perpaduan male book dengan female book. Di
novel ini ada dua sisi sekaligus yang bisa ditemukan pembaca: sisi male book
dan sisi female book.

Sisi male book diwakili oleh keputusan si tokoh utama pria untuk meninggalkan
semua kekayaan dan kemewahan yang ia miliki untuk kemudian mencoba
menjalani hidup sebagai “orang biasa” di sebuah kota yang asing baginya, di
mana orang-orang di sana tidak ada yang mengenalinya. Sisi female book-nya,
sementara itu, diwakili oleh kisah cinta si tokoh utama yang tragis dan
pertemuan-pertemuannya dengan tokoh-tokoh wanita lain di sepanjang cerita.

Novel ini berhasil bertengger di posisi ketiga di NTW MBA bulanan di musim
lalu--Desember. Ia berhasil menarik perhatian sejumlah banyak pembaca pria
dan pembaca wanita sekaligus.

Bisa jadi, akan lebih mudah bagi penulis wanita menulis male book yang seperti
ini, mengingat ia tidak perlu sampai benar-benar menanggalkan cara
pandangnya sebagai wanita dan memosisikan diri sepenuhnya sebagai pria
untuk menggunakan cara pandang pria. Ini sebuah titik terang sekaligus angin
segar untuk penulis wanita. Hanya saja, pada akhirnya, male book yang tipenya
seperti ini punya satu masalah serius.

Dan masalah serius yang dimaksud adalah ia, kemungkinan besar, tidak akan
mencapai level S. Sejauh ini male book yang berhasil mencapai level S hanyalah
male book yang bentukannya sangat male, yang benar-benar male book.
Contohnya: Super Rich Man (11041) dan Hello, Mr. Presdir! (14661)--keduanya
novel terjemahan.

Maka dari itu, pada akhirnya, tetap saja ada sebuah dinding yang tinggi dan
tebal yang menyulitkan penulis wanita untuk menulis male book yang
benar-benar male book, yang seratus persen male book. Tetapi itu bukan
alasan untuk berhenti mencoba. Selama masih ada alasan untuk hidup,
seseorang akan bertahan hidup, mencoba segala macam cara. Selama masih
ada alasan untuk menulis male book, seseorang akan terus mencoba dan
mencoba, bahkan kalaupun ia wanita.
Begitulah.(*)

Bogor, 26 Januari 2021

Anda mungkin juga menyukai