| 121
Muhammad War’i
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Darussalimin NW Praya
akmaly.warok @gmail.com
Abstract
This paper aims to elaborate on the meaning (interpretation) thought behind the
understanding of word by Ibn Malik in relation to the principles of the philosophy of
language and ethics. The method used in this paper is hermenetuic of Recour method that
emphasizes the process of interpretation of meaning. The analysis showed that the principle
of the philosophy of language implicit in it is a whole language is a language that has a form
of material and immaterial as well as consistency between speech and action. The implied
ethical principles is that people should be able to maintain the principle of individual and
always in the context of social care and should always be consistent with what was said.
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk mengelaborasi makna (interpretasi) dibalik pemaknaan kalam
ibnu Malik kaitannya dengan prinsip-prinsip filsafat bahasa dan etika. Metode yang
digunakan dalam tulisan ini adalah metode hermenetuika Recour yang menekankan pada
proses interpretasi makna. Hasil analisis menunjukkan bahwa prinsip filsafat bahasa yang
tersirat di dalamnya adalahbahasa yang utuh yaitu bahasa yang memiliki wujud materi dan
immateri serta konsistensiantara tuturan dan tindakan. Adapun prinsip etika yang tersirat
adalah bahwa manusia harus bisa menjaga prinsipnya secara individu dan selalu peduli
dalam konteks sosial serta harus selalu konsisten dengan apa yang dikatakan.
kematiannya. Ibnu Malik telah mewariskan dian yang menyebebakan filsafat analitika
harta yang tiada taranya yaitu warisan bahasa secara diakronik mengalami dina-
intelektual yang patut diabadikan oleh mika yang cukup signifikan tergantung pada
siapapun. model filsafat yang tengah berkembang
Dalam tulisan ini penulis akan men- pada saat itu.
diskusikan pemaknaan kalam oleh Ibnu Untuk dimaklumi tulisan ini bukanlah
Malik. Penulis melihat bahwa dalam dalam upaya memfalsifikasi teori-teori lalu
pemaknaan kalamnya menyiratkan makna tentang filsafat bahasa yang disebutkan di
yang dapat diinterpretasikandengan pem- muka, tapi hanya ingin mengelaborasi suatu
bentukan prinsip-prinsip filosofis baik tinjauan hermeneutik atas kaidah gramatika
dalam kajian filsafat bahasa ataupun filsafat Arab yang disusun oleh Ibnu Malik. Bukan
kehidupan secara umum (filsafat moral). maksud penulis untuk memberlakukan
Sebelumnya, jika kita berbicara prinsip- metode baru terhadap fenomena lama atau
prinsip dasar filsafat bahasa, kajian selalu dalam bahasa Foucault sebagai model kesia-
diarahkan kepada tokoh-tokoh yang lumrah siaan intelektual karena merupakan tindakan
dikenal dalam buku-buku yang kita pelajari. ilmiah yang melupakan situasi metodelogis
Nama-nama seperti: Immanuel Kant fenomena sebelumnya3
(w.1804), Wittgenstein (w. 1951), Austin Jika kita melihat secara substansi
(w. 1960) dan lain sebagainya menjadi pemikiran, model filsafat bahasa yang
rujukan lumrah prinsip-prinsip filsafat berkembang memang sangat runut dan
bahasa. Tokoh-tokoh tersebut secara dinamis, artinya model berangkat dari hal-
argumentatif memiliki kecendrungan saling hal materi (kata, kalimat, preposisi) sampai
melengkapi, misalnya teori bahasa yang hal-hal immateri (makna). Dengan demikian
dicetuskan oleh Wittgenstein merupakan proses berdirinya kajian filsafat analitik
penyempurnaan konsep filsafat bahasa. sangatlah panjang dan kompleks.
yang digagas oleh Immanuel Kant2. Kaitannya dengan hal tersebut,
Secara epistemologis, Kant sendiri meilhat pemaknaan kalam pada bait ke
merupakan filosof yang mencoba meng- delapan dari kitab Alfiahdisana ada pemak-
evaluasi pemikiran filsafat bahasa se- naan yang menurut penulis cukup kompleks
belumnya. Yakni proses rekonsiliasi antara dimana dalam kalimat tersebut mengandung
empirisme dan rasionalisme. Itulah kemu- implikasi makna yang holistik. Kalimat
2 3
Rizal Mustansyir. Filsafat Analitik; Sejarah, Yasraf Amir Piliang. Semiotika dan
Perkembangan dan Peranan Para Tokohnya. Hipersemiotika; Kode, Gaya Dan Matinya Makna.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 36 (Bandung: Matahari, 2012), h. 125
PRINSIP-PRINSIP FILSAFAT BAHASA DAN ETIKA..... | 123
yang berbunyi: kalamuna lafzun mufidun kritisi karangan tersebut. Namun ada
kastaqim. Yang berarti: kalam kita adalah beberapa ulama besar yang patut disebutkan
yang bisa disebutkan dan memiliki fungsi sebagai orang yang telah berjasa men-
serta makna seperti kata istaqim syarahkan kitab Alfiah. Yaitu: Jamaluddin
(istiqomahlah). Sekilas konsep bahasa yang Bin Yusuf Ibnu Hisyam, Muhammad
digagas Ibnu Malik nampak berupa peng- Badruddin Bin Muhammad, Hasan
dan bahasa dalam tuturan aktif. Zainuddin, Abdurrahman Bin Ali Bin Solih,
9
Zamzam Afandi Abdillah. Bias Teologis
Dalam Linguistik Arab dalam jurnal Adabiyyat Vol.
7
Yusuf Makmun. Wawancara. Dilakukan 7. No. I. (Yogyakarta: Fakultas Adab UIN Sunan
pada tanggal 20 Juni 2016 Kalijaga, 2008), h. 10
8 10
Ach. Dhofir Zuhry. As-Sirah Al-Falsafiyyah. James Rachels. Filsafat Moral. Terj. A
Jilid II. (Malang: STF Al-Farabi Press, 2012), h. 7 Sudiarja. (Yogyakarta: Kanisius, 2004), h. 3
PRINSIP-PRINSIP FILSAFAT BAHASA DAN ETIKA..... | 125
bahasa pada tataran aplikasi memiliki apa ketika dia tidak mampu meng-
hubungan yang kompleks dengan moral dan aplikasikan apa yang dituturkan. Misalnya
etika.Etika sendiri secara otonom memiliki ketika seseorang berjanji untuk datang ke
makna yang lebih tinggi, yakni suatu hal suatu acara pesta perkawinan, maka tuturan
yang dimiliki oleh seseorang dalam upaya orang tersebut tidak akan berarti jika orang
memfilter setiap tindakan-tindakan yang yang bersangkutan ternyata tidak meng-
bertentangan dengan tata cara atau meka- hadiri acara yang dimaksud. Dengan kata
nisme sosial suatu komunitas. Etika menjadi lain Austin menginternalisasi etika dalam
hal yang penting ketika manusia meng- suatu tuturan.
inginkan stabilitas dalam intraksi sosial
Etika sendiri merupakan pencarian
mereka.
kebenaran (dalam kontek kelimuan).Dalam
Dalam kajian filsafat bahasa juga
tataran aplikasi etika adalah cara seseorang
tidak lepas dari intervensi moral. Konsep-
untuk berbuat baik12. Namun demikian
konsep yang ditelurkan oleh beberapa ahli
ukuran baik dalam pandangan manusia pun
bahasa juga sangat erat kaitannya dengan
juga berbeda-beda. Misalnya ada orang
model etika atau moral yang melatarinya.
yang memandang cupika-cupiki adalah
Seperti Immanuel Kant misalnya dalam
tidak boleh (tidak baik) tapi sebagian
konsep filsafat bahasanya dia memiliki
manusia (Barat) mengganggap tradisi
tawaran etik, bahwa bahasa harus ber-
tersebut sebagai salah satu cara memberikan
orientasi pada moralitas yang berlaku.
penghormatan. Untuk itu James meman-
Namun demikian Kant dinilai kurang
dang bahwa kode etika (moral) di setiap
memuaskan kaum rasionalis yang tidak mau
wilayah atau daerah itu berbeda-beda13.
menerima begitu saja konsep yang abstrak
Dalam tulisan ini model yang
(metafisik).
diinginkan adalah kajian etika dan bahasa
Tokoh filsafat bahasa yang juga
yaitu model atau konsep yang ditawarkan
banyak melakukan intervensi moral dalam
oleh Ibnu Malik secara eksplisit. Artinya
konsepnya adalah Austin yang dikenal pemaknaan kalam Ibnu Malik diinter-
dengan teori tindakan bahasa-nya. Konsep pretasikan dalam konteks kajian yang ingin
filsafat bahasa Austin yang cendrung diwujudkan dalam tulisan ini. menurut
memandang perspektif etika adalah penulis Ibnu Malik dalam pemaknaannya
11
tindakan konstantif-nya . Bagi Austin tentang Kalam memiliki implikasi teoretis
tuturan seseorang tidak akan bermakna apa- dan etik yang kemudian dirumuskan dalam
11 12
Rizal Mustansyir. Filsafat Analitik; Sejarah, Poedjawiyatna. Etika; Filsafat Tingkah
Perkembangan dan Peranan Para Tokohnya. Laku. (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 6-7
13
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 37 James Rachels. Filsafat Moral, h. 24
126 | Al-Fathin Vol. 1 Edisi Juli-Desember 2018
konsep filsafat bahasa dan moral (terlepas Pemaknaan kalam ini kemudian akan
dari pro dan kontra tentang pengaruh filsafat penulis analisis menggunakan metode
terhadap konseptualisasi Ilmu Nahwu). hermeneutik dengan mempertimbangan ber-
Dalam upaya menstandardisasi tulisan ini bagai aspek untuk menuju kesimpulan yang
dalam koridor ilmiah, maka dibutuhkan valid dan bisa dipertanggungjawabkan.
pisau analisis yang sesuai dan memenuhi Untuk itu pemaknaan Kalam tersebut
standar ilmiah itu sendiri. Pada prinsipnya penulis posisikan sebagai sebuah teks sastra
kajian dalam tulisan ini menggunakan yang memungkinkan dielaborasi dengan
kerangka teoritis pencarian akar-akar berbagai pendekatan. Selain itu digunakan
filsafat bahasa dalam kitab alfiahkhususnya beberapa syarah kitab tersebut, khususnya
dalam pemaknaan kalam-nya serta implikasi dalam penjelasan tentang Kalam untuk
etiknya berupa prinsip-prinsip dalam filsafat memperkaya analisis. Kitab-kitab yang
moral. dimaksud di sini seperti: Syarah al-
Asymuni, Syarah Ibnu Aqil, Syarah Ibnu
Kalam dalam pandangan Ibnu Malik
HisyamAudahul Masalik Ila Alfiah Ibn
Untuk kepentingan analisis, penulis
Malik dan berbagai buku-buku lain yang
sebutkan bahwa objek material tulisan ini
adalah kalimat yang digunakan Ibnu Malik mengulasnya.
Satu bait syair ini merupakan dekriptif interpretatif. Model analisis ini,
pemaknaan kalam Ibnu Malik yang jika sebagaimana yang dikatan Kutha Ratna
yang menyimpan banyak interpretasi. kan pada proses penafsiran suatu teks secara
Sebagaimana diketahui telah banyak sekali deksriptif analitis. Hal yang ingin dituju dari
buku yang mengulas kitab tersebut, hal itu model analisis seperti ini adalah pemaknaan
menunjukkan bahwa kitab tersebut memiliki umum dari objek yang dikaji. Kaitannya
banyak ruang kosong untuk diinterpretasi. dengan hal itu penulis menggunakan
Dalam kajian sastra, mengisi ruang kosong pendekatan hermeneutik sebagai pisau
merupakan tugas para pembaca ataupun analisis.
kritikus14 Pendekatan hermeneutik pada dasar-
nya digunakan untuk pengkajian kitab suci
14
Swardi Endarswara. Metodologi Kritik namun seiring waktu, model kajian ini telah
Sastra. (Yogyakarta: Penerbit Obor, 2013), h. 5
PRINSIP-PRINSIP FILSAFAT BAHASA DAN ETIKA..... | 127
banyak digunakan secara umum, baik itu sangat relevan dalam kajian-kajian puisi
sastra ataupun lainnya15. Dari sekian banyak (syair). Reefatre mengatakan bahwa dalam
teori hermeneutika yang berkembang, setiap menginterpretasi puisi (sastra) ada istilah
teori memiliki kelebihan dan kekurangan. pembacaan Heuristik dan Hermeneutik.19
Di antara tokoh-tokoh hermeneutika yang Elaborasi simbol dalam pemaknaan
ada, penulis dalam kajian ini menggunakan kalamIbnu Malik kemudian menjadi bahan
model hermeneutika-nya Paul Recour. intepretasi untuk mengidentifikasi model
Dalam pandangan Ricour, hermeneutika filsafat bahasa dan etika sebagaimana
merupakan kegiatan penafsiran. Menurut- rumusan masalah dalam tulisan ini.Sejalan
nya kehidupan manusia adalah melakukan dengan konsepnya bahwa penafsiran itu
16
penafsiran. adalah bagian yang tak terpisahkan dari
Konsep Hermeneutika yang paling manusia ada beberapa langkah penafsiran
mendasar dari Ricour adalah bahwa kata yang ditawarkan oleh Ricour:Pertama,
adalah simbol17, dengan arti bahwa setiap memahami simbol-simbol. Kedua pem-
kata memiliki interpretasi sendiri tergantung berian makna oleh simbol(denotatif) dan
pada penafsir serta faktor-faktor yang ada di yang ketiga adalah berpikir dengan simbol-
belakang para penafsir teks. Kaitannya simbol yang ada.20
dengan hal ini model pemaknaan Kalam Dengan argumentasi bahwa kata
Ibnu Malik di samping sebagai susunan kata adalah simbol maka kaitannya dengan objek
syiir juga sebagai simbol-simbol yang dalam penelitian ini, kata-kata tersebut
menjaring banyak makna. dikaji secara Semantik kemudian dilanjut-
Menurut Roland Barthes tanda kan dengan interpretasi secara general
memiliki dua makna yakni makan denotatif (pendekatan filsafat bahasa). Berdasarkan
dan konotatif18. Model makna denotatif Sumaryono (1999) pola hermeneutika
adalah makna tingkat pertama dan konotatif Ricour sama seperti pola pemahaman
adalah makna tingkat kedua. Artinya ada bahasa yakni melalui tiga langkah:
makna dibalik makna. Kajian semacam ini semantik, refleksif dan eksistensial. Pada
prinsipnya Ricour melihat bahwa suatu
15
Richard E Parmer. Hermeneutika Teori
Baru Mengenai Interpretasi. Terj. (Yogyakarta: interpretasi ada pada otoritas penafsir (self-
Pustaka Pelajar, 2005), h. 10
16
E. Sumaryono. Hermeneutik Sebuah Metode
Filsafat. (Yogyakarta: Kanisius, 1999), h. 111
17
Rene Ganelleous. Exploring Ricoeur’s
19
Hermeneutic Theory of Interpretation as a Method of Ahmad Djoko Pradopo. Prinsip-Prinsip
Analysing Research Texts. (Nepean: School of Kritik Sastra. (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Health and Nursing UWS, 2000), h. 112 Press, 2011), h. 125
18 20
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. E. Sumaryono. Hermeneutik Sebuah Metode
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 30 Filsafat., h. 113
128 | Al-Fathin Vol. 1 Edisi Juli-Desember 2018
fi’il24 Dari penjelasan satu baris dari kitab waktu itu25, merupakan benih lahirnya
Alfiaht ersebut, adadua hal yang menarik konsep filsafat bahasa. Artinya makna
untuk dikaji lebih jauh yang di dalamnya bahasa diperoleh setelah diadakan uji
terdapat prinsip filsafat bahasa yang penulis interaktif antara para penutur dengan
maksudkan disini. Pertama pada lafaz mengadu argumentasi yang bertentangan.
istaqim, yakni dari sisi Paradigmatik, Setelah Socrates pemikiran filsafat analitik
kenapa penulis menggunakan kata ini? yaitu dilanjutkan oleh muridnya yang bernama
kata yang berbentuk fi’lu amrin, atau kata Aristoteles, tokoh ini dikenal sebagai
perintah. Bukan kata benda atau sifat. peletak dasar istilah-istilah untuk mem-
Kedua pada kata tsumma harfun‘kemudian bedakan suatu tuturan yaitu, kata dan
huruf’ kenapa tidak waharfun‘dan huruf’? kalimat. Rangkaian keduanyalah yang
Terlepas dari penjelasan Ibnu Hisyam disebut oleh Aristoteles sebagai bahasa26.
tentang pernyataan tersebut, jika dalam Artinya suatu bahasa terdiri dari kata-kata
kontek memposisikan kalimat tersebut dan kalimat-kalimat yang tersusun.
sebagai simbol-simbol ada implikasi makna Setelah itu tokoh filsafat bahasa
lain yang mungkin ingin ditunjukkan oleh selanjutnya adalah Immanuel Kant yang
pengarang. Tapi sebelum kita menge- dikenal dengan konsep etikanya. Bagi Kant
laborasi lebih jauh tentang implikasi bahasa harus mengandung etika. Darinyalah
simbol-simbol (kata) tersebut, kita bisa dinilai suatu tuturan baik atau tidak.
selesaikan dulu model prinsip filsafat Konsep ini kemudian diteruskan oleh
bahasa dalam pandangan Ibnu Malik. Edward Moore (w.1958) yang menilai suatu
Dalam kajian filsafat bahasa pada bahasa berdasarkan pada etika. Basis bahasa
umumnya, persoalan yang dimunculkan yang ditawarkan oleh Moore adalah logika.
seputar pemaknaan kalimat dan hakekat Artinya suatu tuturan harus sesuai dan
bahasa. Jika dipetakan, pemaknaan bahasa dipahami oleh akal sehat. Disini sudah
secara filosofis (sejauh yang dijangkau mulai dimasuki oleh paham rasionalisme
sejarah umum) dimulai dari Socrates, filosof (dalam kajian filsafat barat). Secara
asal Yunani yang terkenal dengan konsep epistemologis pemikiran Kant maupun
dialektik kritis. Konsep yang dijadikan jurus Moore memiliki kecendrungan untuk
oleh Socrates melawan kaum Sofis pada menggabungkan model filsafat rasionalisme
dan empirisme.
25
Muhammad Hatta. Alam Pikiran Yunani.
24
Ibnu Hisyam. Audhohul Masalik Ila Alfiati (Jakarta: UI Press, 2006), h. 14
26
Ibn Malik. (Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiah. 2000), Rizal Mustansyir. Filsafat Analitik; Sejarah,
h. 4 Perkembangan Dan Peranan Para Tokohnya., h. 37
130 | Al-Fathin Vol. 1 Edisi Juli-Desember 2018
(refleksif konfirmatif) maka sejatinya Ibnu tuturan haruslah memiliki unsur materi
Malik telah melampui seluruh model berupa wujud kata atau kalimat dan unsur
konsep filsafat bahasa itu. Moore, Kant immateri berupa pemaknaan logis di
hingga sampai pada Wittgenstein Bahkan dalamnya. Selain itu suatu tuturan harus
sampai konsep berbahasa seperti yang disertai dengan etika tindakan seperti
dikonsepsikan oleh Austin misalnya tentang misalnya konsistensi. Dengan demikian
tindakan bahasa juga telah tercakup prinsip filsafat bahasa yang dieksplisitkan
maknanya dalam pemaknaan Kalam Ibnu oleh Ibnu Malik mencakup ide-ide filosofis
Malik. Seperti dikatan bahwa contoh dari seperti yang digagas oleh Aristoteles,
Kalam itu adalah kata istaqim. Berdasarkan Wittgenstein dan Austin. Artinya dalam
penjelasan al-Asymuni,kata istaqim bisa pemaknaan Kalam Ibnu Malik tergabung
bermakna sebagai mitsal (contoh) dari teori-teori tersebut.
kalam itu, juga bisa bermakna bagian
Relasi Etika
(unsur) substantif dari kalam.29
Sebagaimana dalam pemaknaan etika
Berdasarkan keterangan Asymuni,
pada umumnya, sejatinya belum ada ukuran
bisa diinterpretasikan bahwa istaqim
untuk sebuah etika. Para ilmuan sosial telah
‘konsistenlah’ sebagai bagian dari teks
menghabiskan berabad-abad untuk meng-
pemaknaan kalam Ibnu Malik (bukan
kaji yang namaya etika. Namun demikian
sebatas contoh kata). Kaitannya dengan hal
kita bisa mengatakan bahwa dasar dari
itu, kembali kepada pemaknaan bahasa
prinsip filsafat etika ada pada tindakan.
Autin, di dalam pernyataan ini terkandung
Yaitu sebuah tindakan yang diukur oleh
tindakan bahasa. Artinya seorang penutur
orang-orang di sekeliling subjek suatu
bahasa yang baik harus konsisten (istaqim)
tindakan31. Kaitannya dengan hal itu
dengan apa yang dikatakan sehingga tidak
sebagai kelanjutan dari kerangka her-
menciderai tuturan yang sudah dikeluarkan.
meneutika Recour yakni pada tahapan
Austin melihat bahwa suatu pernyataan
interpretasi makna simbol dapat dilihat
yang tidak diikuti oleh keselarasan tindakan
beberapa model filsafat etika dalam
meruapakan tuturan yang sia-sia (Void)30
pemaknaan kalam Ibnu Malik.
Dapat disimpulkan bahwa model
Dalam Syarah Ibnu Aqil, telah
filsafat bahasa yang tersirat pada konsep
dibedakan model kalam, yaitu kalim,
pemaknaan kalam Ibnu malik adalah suatu
kalimatun dan kalam itu sendiri. kalim
29
Al’Asymuni. Syarhul Asymuni ala Alfiayati
Ibn Malik. Maktabah Syamilah.
30 31
Rizal Mustansyir. Filsafat Analitik., Poedjawiyatna. Etika; Filsafat Tingkah
h. 131 Laku. (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 24
132 | Al-Fathin Vol. 1 Edisi Juli-Desember 2018
ditunjukkan pada kalimat yang belum etik yaitu bagaimana seseorang sebelum
sempurna secara makna (ghoiru mufid) bertindak memiliki kesadaran etika yang
seperti ketika seseorang mengatakan in secara naluri telah dimiliki oleh setiap
qoma zaidun. (jika zaid datang). Contoh ini manusia. Kesadaran etik (religius) ini
dianggap bukan kalam tetapi kalim karena sebagaimana yang dikatakan oleh Kant akan
masih mengandung pertanyaan selanjutnya. berimplikasi terhadap bagusnya suatu
Adapun Kalimatun merupakan bentuk tindakan. Apa yang disebut sebagai
satuan kata32.Adapun kalam adalah bentuk deontologi dalam filsafat etika Kant
tuturan yang paling sempurna dimana merupakan pemaknaan etika yang menga-
seorang yang mendengar memahami tuturan takan bahwa baiknya suatu tindakan
tersebut, sehingga tidak perlu bertanya dipengaruhi oleh niat baik yang ada di
kembali perihal tuturan. Dengan demikian dalam jiwa manusia33.
kalam adalah tuturan yang paling kongkrit Dilihat dari sisi tindakan, isim, fi’il
dan di dalamnya terkandung kompleksitas dan hurufsebagai bagian dari kalam
kata-kata dan tindakan. Telah disimpulkan merupakan representasi dari model tindakan
di muka bahwa model kalam ibnu Malik manusia. Bahwa ada manusia yang
memiliki asas filsafat bahasa yang generatif bertindak seperti karakter Ism yaitu tidak
dimana pengarang secara eksplisit mema- mau dipengaruhi oleh waktu dan tempat
parkan konsep tersebut. (lam yaqtarin bizamani wad’a). Dan ada
Untuk menuju suatu tuturan yang pula manusia yang bertindak dengan
sempurna, seorang penutur harus memiliki dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya
kesadaran tutur (lafzun) sehingga bisa seperti fi’il (yaqtarin bizamanin wad’a)
dipahami oleh penangkap tuturan (mufid). serta ada pula yang hidupnya hanya
Dalam konteks etik, sebagai kelanjutan dari bergantung pada orang lain seperti harfun
pemaknaan kata istaqim, sebuah tuturan (ma’na bil akhor).
menjadi sempurna ketika memiliki karakter Dalam kajian filsafat moral, ada
logis, bisa dipahami dan konsisten dengan empat model karakter manusia dalam
apa yang dikatakan. Dengan demikian bertindak yaitu: pertama, egoisme psiko-
pemaknaan kalam ini mengajarkan tentang logis, yang mengatakan bahwa manusia
etika tutur dan tindakan. bertindak dalam rangka memenuhi
Basis etika yang tersirat dari pemak- keinginan-keinginan pribadinya saja.
naan kalam di atas adalah model kesadaran Kedua, utilitarianisme yakni paham yang
32
Ibnu Aqil. Syarh Ibnu Aqil. (Surabaya:
33
Alhidayah, Tanpa tahun), h. 5 James Rachels. Filsafat Moral., h. 45
PRINSIP-PRINSIP FILSAFAT BAHASA DAN ETIKA..... | 133
mengatakan bahwa tindakan manusia harus karakter Harf seperti kaum utilitarianis yang
dalam rangka membahagiakan orang lain. sangat membutuhkan eksistensi orang lain
Ketiga, adalah kontrak sosial yang menga- untuk menunjukkan fungsi diri.
takan bahwa tindakan manusia harus Penekanan filsafat tindakan yang
berdasarkan pada hukum sosial di tersirat dalam pemaknaan kalam Ibnu Malik
lingkungannya. Dan yang terakhir adalah adalah pada penyebutan bagian-bagian
aliran Immanuel Kant yang memandang kalam (Aqsamul kalam). Pengarang
bahwa dalam bertindak manusia harus mengatakan: wasmun wafi’lun tsumma
memiliki etika dan etika itu sendiri telah ada harfunil kalim. Kata isim dan fiil
dalam diri manusia yang ia sebut sebagai dihubungkan dengan huruf wau yang berarti
34
“kehendak berbuat baik.” ‘dan’sedangkanharfun dihubungkan dengan
Jika dikorelasikan beberapa model kata tsumma yang berarti ‘kemudian’.
tindakan di atas, pemaknaan kalam Ibnu Berdasarkan penejelasan Ibnu Aqil, diksi ini
Malik (kaedah gramatika Arab secara dipilih karena harfun memiliki karakter
umum) menunjuk kepada berbagai pola yang jauh berbeda dengan isim dan fiil.
tindakan manusia itu seperti karakter cukup Artinya, isim merupakan representasi diri
dengan dirinya sendiri (isim), membutuhkan seseorang yang memiliki karakter dan
orang lain (fiil) dan yang selalu tergantung kemandirian dan fiil merupakan bentuk
kepada orang lain (harfun). Isim bisa relasi sosial yang harus dimiliki oleh
dikorelasikan ke dalam bentuk egoisme seseorang. Penggunaan huruf athof ‘kata
psikologis dan fi’il bisa dikorelasikan hubung’ yang berbeda (tsumma) menun-
dengan kontrak sosial sementara harfun jukkan untuk kita menghindari menjadi
sebagai utilitarianis yang segala tindakan- manusia berkarakter seperti harfun yakni
nya memerlukan eksistensi orang lain. yang eksistensi dirinya hanya bergantung
Karena kebutuhan yang berlebihan terhadap (hidup) pada orang lain. Implikasi
kebermanfaatan atas orang lain maka hermeneutis yang kemudian ingin penulis
eksistensi orang seperti ini sangat ter- tampilkan sebagai model etika tindakan
gantung pada eksistensi orang lain. Dalam sebagai refleksi kajian ini adalah bahwa
teori sosiologi hal ini bisa dikatan seperti hendaklah memilih menjadi manusia yang
narsisme yang pernah menjadi trend dalam mandiri dan peduli dan tidak membebankan
gaya kehidupan masyarakat Eropa. Berpijak orang lain.
dari hal ini maka dapat dikatakan bahwa
34
James Rachels. Filsafat Moral.
134 | Al-Fathin Vol. 1 Edisi Juli-Desember 2018
kalimat dan unsur immateri berupa pemak- Ganellous, Rene. Exploring Ricoeur’s
Hermeneutic Theory of Interpretation
naan logis di dalamnya. Selain itu suatu as a Method of Analysing Research
tuturan harus disertai dengan etika tindakan Texts. Nepean: School of Health and
Nursing UWS. 2000.
seperti misalnya konsistensi. Adapun
Hatta, Muhammad. Alam Pikiran Yunani.
bentuk filsafat moral atau etika yang Jakarta: UI Press. 2006
terkuak dalam pemaknaan kalam Ibnu Hidayat, Asep Ahmad. Filsafat Bahasa;
Malik adalah manusia yang baik adalah Mengungkap Hakekat Bahasa, Makna
Dan Tanda. Bandung: PT. Remaja
manusia yang memiliki prinsip kemandirian Rosdakarya, 2014.
(ism) dan peduli kepada orang lain (fi’lun)
Kulsum, Robi’ah Ummi. Kajian Nahwu
serta tidak layak seseorang menjadi orang Sosial. Dalam situs:
http://bdkjakarta.kemenag.go.id.
yang eksistensinya hanya bergantung
Akses tanggal 2 desember 2015
kepada orang lain (harfun). Singkatnya
Mustansyir, Rizal. Filsafat Analitik;
etika itu diukur oleh konsistensi seseorang Sejarah, Perkembangan dan Peranan
Para Tokohnya. Yogyakarta: Pustaka
antara ucapan dan tindakan serta pada
Pelajar, 2007.
kematangan prinsip diri dan kepedulian
Nugroho, Wahyu Budi. Orang Lain Adalah
sosial. Neraka; Sosiologi Eksistensialisme
Jean Paul Satre. Yogyakarta: Pustaka
Daftar Pustaka Pelajar. 2013
Al-Anshori, Ibnu Hisyam. Audhohul Parmer, Richard E. Hermeneutika Teori
Masalik Ila Alfiati Ibn Malik. Beirut: Baru Mengenai Interpretasi. Terj.
Darul Kutub Al-Ilmiah. 2012 Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005.
Aqil, Ibnu. Syarh Ibnu Aqil. Surabaya: Piliang, Yasraf Amir. Semiotika dan
Alhidayah. Tanpa tahun. Hipersemiotika; Kode, Gaya dan
Matinya Makna. Bandung: Matahari,
Al-Gholayaini, Musthafa. Jami’uddurus al- 2012.
Lughotil Arobiyah. Birut: Darul
Bayan. 2008. Poedjawiyatna. Etika; Filsafat Tingkah
Laku. Jakarta: Rineka Cipta. 1990
Al-Asymuni. Syarhul Asymuni ala Alfiayati
ibn Malik. Maktabah Syamilah Pradopo, Ahmad Djoko. Prinsip-prinsip
Kritik Sastra. 2011. Yogyakarta:
Abdillah, Zamzam Afandi. Bias Teologis Gadjah Mada University Press.
Dalam Linguistik Arab dalam jurnal
Adabiyyat Vol. 7. No. I. Yogyakarta:
PRINSIP-PRINSIP FILSAFAT BAHASA DAN ETIKA..... | 135