Anda di halaman 1dari 12

BLOK DENTAL REHABILITATIVE

RESUME
SMALL GROUP DISCUSSION-1
KESALAHAN DAN PERMASALAHAN DALAM PEMBUATAN GTL

Tutor:
drg. Riski Amalia Hidayah, M.PH

Oleh:
Arina Manasikana Eska
G1B017020

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2021
RESUME SMALL GROUP DISCUSSION-1

A. Kesalahan Dalam Pembuatan GTL


Kesalahan dalam pembuatan GTL salah satunya dapat terjadi pada saat
pengukuran dimensi vertikal. Dimensi vertikal yang terlalu tinggi membuat
pengguna gigi tiruan mengalami gangguan fungsi pengunyahan berupa
ketegangan pada otot maseter dan kelelahan pada saat pengunyahan makanan.
Selain itu, dimensi vertikal yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan
perpanjangan dimensi wajah. Otot pembuka dan penutup mulut yang berperan
dalam fungsi pengunyahan tidak dapat mencapai posisi istirahat dengan benar
(bibir akan terbuka) sehingga menyebabkan ketidaknyamanan pengguna gigi
tiruan lengkap (Saleh, 2006).
Dimensi vertikal yang terlalu rendah akan menyebabkan berkurangnya
efisiensi pengunyahan makanan. Gigi-gigi rahang atas dan bawah belum
berkontak saat otot-otot selesai berkontraksi untuk mengunyah makanan,
sehingga ketika gigi-gigi tersebut berkontak daya kunyah yang terjadi sudah
jauh berkurang. Selain itu, dimensi vertikal yang terlalu rendah akan
menyebabkan tekanan pada daerah persendian dan ligamen pada saat
mengunyah makanan menjadi lebih besar. Hal ini juga dapat menyebabkan
rasa sakit pada TMJ Temporo Mandibular Joint (Saleh 2006).
Kesalahan pembuatan gigi tiruan dapat dikelompokkan menjadi:
1. Berkaitan dengan permukaan gigi tiruan
- Adanya bagian gigi tiruan yang tajam pada bagian fitting
surface akrilik karena terdapat kesalahan saat melakukan
prosesing di laboratorium
- Sayap gigi tiruan yang terlalu panjang menyebabkan rasa
sakir pada ridge mylohyoid dan menyebabkan rasa sakit saat
menelan
- Basis gigi tiruan yang kurang panjang menyebabkan rasa
sakit yang menyeluruh
- Tepi peripheral yang terlalu panjang menyebabkan
kurangnya perlekatan otot dan kesulitan dalam menelan
- Flange pada bukal tuberositas terlalu tebal dapat
menyebabkan rasa sakir pada bagian posterior saat pasien
membuka mulut
- Plat yang terlalu tipis dapat menyebabkan mudahnya terjadi
kerusakan dan dapat mengurangi retensi dan stabilisasi dari
gigi tiruan
- Pinggiran basis yang tajam dapat menyebabkan traumatik
ulcer.
2. Berkaitan dengan fungsi gigi tiruan
- Penempatan anasir gigi yang tidak sesuai lengkung rahang
yang dapat menyebabkan deviasi ataupun maloklusi
- Galangan gigit yang tidak sesuai. Pencatatan hubungan
rahang yang tepat sangat penting, karena tekanan yang tidak
seimbang pada galangan gigit dapat menghasilkan kontak
prematur pada gigi tiruan. Hal ini sangat penting untuk bahan
pencatatan hubungan rahang harus mempunyai kelenturan
yang cukup yang akan dipindahkan oleh galengan gigit.
3. Berkaitan dengan fungsi estetis
- Pasien mengeluhkan jika gigi tiruan yang dipakai kurang
natural, hal ini diperlukan adanya edukasi dokter gigi kepada
pasien bahwa warna alami gigi yaitu warna yang tidak terlalu
putih. Dokter gigi memilih warna anasir gigi pada ruangan
dengan pencahayaan yang cukup
- Ukuran anasir gigi tiruan menyesuaikan bentuk wajah dan
kontur wajah. Gigi anasir sebaiknya memiliki overjet kurang
lebih 2 mm.
- Anasir gigi yang terlalu ke lingual menyebabkan penurunan
pada bibir atas

Kesalahan lain dalam pembuatan gigi tiruan lengkap adalah sebagai


berikut:
1. Kesalahan pemasangan gigi anasir posterior.
2. Kegagalan penutupan flask atau penggunaan tekanan yang
berlebihan.
3. Overheating.
4. Waktu manipulasi akrilik yang kurang tepat atau telah melewati
fase dough stage akan menyebabkan akrilik menjadi kurang baik
atau porus.
5. Kurangnya akrilik pada daerah sekitar anasir gigi dapat
menyebabkan anasir gigi mudah terlepas.

B. Permasalahan Klinis dan Penatalaksanaan dalam Pemakaian GTL


Permasalahan pada gigi tiruan dapat menyebabkan terganggunya fungsi
fonetik dimana cara berbicara pengguna gigi tiruan akan berubah.
Permasalahan klinis pada pemakaian GTL adalah sebagai berikut:
1. Rasa terbakar di rongga mulut
a. Definisi dan etiologi
Rasa terbakar di rongga mulut merupakan kondisi dimana terjadi
rasa panas dan rasa sakit pada satu atau beberapa bagian di rongga
mulut. Pemakaian gigi tiruan merupakan faktor penyebab lokal dari
rasa terbakar di mulut (Kusmawati, 2015).

Gambar 1. Burning mouth syndrome

Menurut Kusmawati (2015), faktor penyebab rasa terbakar di


rongga mulut pada pemakaian gigi tiruan yaitu :
1) Kesalahan pada desain dan fungsi gigi tiruan
Kesalahan pada desain gigi tiruan seperti kesalahan yang
menyebabkan gigi tiruan bergerak secara berlebihan di atas
mukosa yang memperbesar tekanan fungsional pada mukosa atau
yang mengganggu kebebasan gerak otot-otot di sekitarnya dapat
memicu timbulnya rasa terbakar di mulut.
2) Alergi
Reaksi alergi lokal dikatakan sebagai salah satu penyebab
rasa terbakar di mulut. Substansi pada bahan gigi tiruan dapat
menyebabkan alergi. Contohnya seperti monomeric methyl
metacrylate, epoxy resin, bisphenol A, dan bahan akrilik dari
merek tertentu. Kontak antara basis gigi tiruan resin akrilik
dengan mukosa mulut dapat menimbulkan warna kemerahan dan
terasa panas.
b. Penatalaksanaan
Frekuensi rasa terbakar di mulut lebih tinggi pada pasien yang
memakai gigi tiruannya selama 24 jam. Pasien disarankan untuk
melepas gigi tiruannya pada malam hari atau selama beberapa jam di
siang hari agar jaringan pendukung dapat beristirahat dari tekanan
yang jatuh pada tulang alveolar. Pasien dianjurkan untuk mencuci gigi
tiruan dan mulutnya jika mungkin setiap sesudah makan. Gigi tiruan
perlu dikeluarkan dari mulut dan direndam dalam larutan pembersih
gigi tiruan sekurang-kurangnya selama 30 menit sekali dalam sehari.
Setelah gigi tiruan dikeluarkan dari larutan pembersih, harus disikat
dulu dengan sikat yang lunak dan dicuci sampai bersih. Permukaan
mukosa dari tulang alveolar serta permukaan dorsal lidah sebaiknya
juga disikat setiap hari menggunakan sikat yang lunak (Kusmawati,
2015).
Penatalaksanaan ditujukan pada pemberian obat yang bersifat
simptomatik untuk mengurangi gejala yang ada. Sensasi rasa terbakar
pada beberapa pasien dialami pada 1/3 anterior palatum merupakan
akibat dari tekanan pada daerah nasopalatina. Terkadang sensasi rasa
terbakar terjadi pada daerah rugae palatum keras, bibir, dan tepi lidah.
Pada pasien dengan perubahan hormonal dapat diberikan terapi
estrogen dan pasien dengan xerostomia dapat diberikan asam sitrat
untuk berkumur guna merangsang aliran saliva. Bila pasien tidak
merasa malu, pasien dapat melepaskan gigi tiruan untuk sementara
waktu, kemudian gigi tiruan dianjurkan untuk direndam dalam air
bersih yang mengalir selama 1 sampai 2 hari agar monomer sisa
menjadi berkurang (Kusmawati, 2015).
Hal yang dapat dilakukan untuk menghilangkan rasa terbakar di
mulut yaitu dengan: 1) Instruksikan pasien untuk menjaga oral hygiene
dengan baik. Sarankan untuk membersihkan lidah dengan bahan yang
lembut, jangan disikat. Hindari “mouthwash” yang sangat pedas, 2)
Instruksikan pasien untuk menghindari makanan pedas dan panas, 3)
Pada pasien defisiensi vitamin, berikan vitamin A dan B12 selama 3
bulan, lalu hentikan selama 1 bulan, dan lihat hasilnya, 4) Berikan
tranquilizer dosis ringan, 5) Bila kondisi tersebut terus- menerus terjadi
dan berat, rujuk pasien kepada dokter ahli (Kusmawati, 2015).

2. Rasa nyeri pada jaringan pendukung gigi tiruan lengkap


a. Definisi dan etiologi
Gejala rasa nyeri pada pemakai GTL dapat berupa rasa gatal,
pedih, panas/rasa terbakar dan mukosa jaringan pendukung sangat
sensitif. Penderita dengan perasaan nyeri tidak merasa nyaman
memakai gigi tiruan bahkan yang menderita nyeri berlebihan
menyebabkan tidak mampu untuk memakai gigi tiruannya. Rasa sakit
biasanya disertai dengan kerusakan jaringan, tetapi ada juga secara
klinis terjadi kerusakan jaringan mukosa, tetapi tidak disertai nyeri
(Sumarsongko dan Adenan, 2011).
Faktor yang menyebabkan rasa nyeri pada pengguna GTL antara
lain; emosi, fisik, gangguan metabolisme/hormonal, dan gangguan
gizi. kekurangan gizi dan metabolisma, seperti defisiensi zat besi,
kekurangan protein, penyerapan usus yang kurang baik, sebagai
penunjang penyebab nyeri mulut. Tanda yang sudah jelas
menimbulkan rasa nyeri adalah memiliki lingir yang rendah dengan
jaringan hiperplastik, dan adanya ulser. Tekanan di bawah gigi tiruan
bisa merupakan penyebab awal terjadinya iritasi kemudian
menyebabkan rasa nyeri. (Sumarsongko dan Adenan, 2011).

Gambar 2. Ulserasi pada palatum

b. Penatalaksanaan
Penanganan distribusi tekanan yang tidak merata dilakukan
dengan bedah pre-prostetik untuk membuang tulang yang tajam,
menggunakan bahan cetak mukokompresif dan kekentalan yang
rendah, try in gigi tiruan sebelum proses flasking, permukaan yang
sesuai dilakukan dengan pasta indikator tekanan, selalu menggunakan
wax pencatat oklusal pada tahap penyelesaian. Penanganan adanya
tekanan yang berlebih dilakukan dengan mengurangi kebiasaan
clenching, melepas gigi tiruan ketika tidak sedang makan, pembuatan
gigi tiruan dengan mengurangi dimensi vertikal, dan penggunaan
implan yang mendukung gigi tiruan. Sedangkan penanganan daya
tahan mukosa yang buruk dapat dilakukan dengan suplemen diet,
melepaskan gigi tiruan, dan rujuk untuk pemeriksaan medis. Pada
kebanyakan kasus, rasa nyeri pemakaian gigi tiruan rahang bawah
dapat diperbaiki dengan penambahan tissue conditioner (Viscogel, De
Trey) cukup tebal untuk meredam tekanan (Sumarsongko dan Adenan,
2011).
3. Epulis fisuratum
a. Definisi dan etiologi
Hiperplasia jaringan lunak di bawah atau daerah sekitar gigi
tiruan lengkap merupakan respon dari fibroepitelial terhadap
pemakaian gigi tiruan lengkap. Hyperplasia yang terjadi dapat berupa
pertumbuhan fibrotic yang disebut epulis fisuratum. Keadaan ini dapat
terjadi pada mukosa bergerak atau pada perbatasan mukosa bergerak
dan tidak bergerak. Kelainan ini seringkali asimtomatik dan terbatas
pada jaringan di sekeliling tepi gigi tiruan di daerah vestibular, lingual,
atau palatal, dapat juga terjadi di bagian sisa alveolar. Kelainan ini
timbul akibat iritasi kronis dari gigi tituan yang longgar atau gigi tiruan
yang sayapnya terlalu panjang. Proliferasi jaringan fibrous terutama
pada vestibulum labial dapat terlihat. Faktor penyebab terjadinya
hyperplasia antara lain:
1) Perubahan pada soket alveolar pasca pencabutan gigi
2) Trauma akibat pemakaian gig tiruan
3) Penurunan sisa alveolar secara bertahap
4) Perubahan dalam profil jaringan lunak dan fungsi TMJ
5) Peruahan dalam perbandingan relative dari kedua rahang
6) Kebiasaan yang dilakukan dan lamanya keausan
7) Berbagai macam tekanan yang menyimpang, yang mengenai
jaringan pendukung termasuk gerakan parafugsional yang
dilakukan oleh mandibula
8) Tekanan yang berlebihan kareana tidak adanya keseimbangan
kontak dalam posisi eksentrik

Gambar 3. Epulis fissuratum


b. Penatalaksanaan
Pengambilan epulis fisuratum ini secara bedah disarankan setelah
jaringan tersebut diistirahatkan beberapa waktu untuk mengurangi
edemanya. Instruksikan pada pasien untuk mengistirahatkan jaringan
dan melepas gigi tiruannya. Bahan pelapis sementara yang lunak dapat
membantu menstabilkan basis gigi tiruan dengan memperbaiki
adaptasi gigi tiruan terhadap alveolus. Pasien diminta untuk menutup
rahang perlahan-lahan secara serentak untuk memastikan diperolehnya
relasi hubungan oklusal. Protesa seperti ini harus diperiksa secara
teratur (Damayanti, 2009).

4. Permasalahan klinis terkait retensi dan stabilisasi gigi tiruan


Menurut Veeraiyan (2017) terdapat tiga hal yang umumnya terjadi
sebagai permasalahan klinis terkait pemakaian gigi tiruan lengkap.
a. Berkurangnya retensi
1) Kurangnya perlekatan atau seal (lack of seal)
a) Bagian tepi gigi tiruan (border) yang kurang dalam, lebar dan
tepat sering terjadi pada bagian posterior. Penanganannya
dengan menambahkan tracing compound pada bagian tepi
yang kurang tersebut.
b) Pada kasus bagian pipi yang tidak elastik atau kaku akibat
lanjut usia, scleroderma dan sub mucous fibrosis.
Penanganannya dengan dilakukan pengurangan pada
kedalaman dan lebar dari tepi gigi tiruan (border).
2) Terdapat udara dibawah bagian impression surface
a) Pada kasus kurangnya kecekatan pada jaringan pendukung
gigi tiruan. Penanganannya dengan melakukan relining pada
gigi tiruan. Rebasing dapat dilakukan apabila kerusakan
sudah parah.
b) Pada kasus resorpsi pada residual ridge. Penanganannya
dengan melakukan relining pada gigi tiruan untuk
mengembalikan retensi.
c) Pada kasus adanya undercut pada residual ridges seperti pada
kasus bimaxillary tuberosities. Penanganannya dengan
menambahkan tracing compound yang telah dilunakkan dan
dilebarkan hingga menutupi area undercut dan nantinya
diganti dengan resin akrilik.
3) Xerostomia
Kasus xerostomia dapat mengurangi kemampuan untuk
membentuk perlekatan pada tepi (border) dan permukaan
polishing gigi tiruan. Penanganannya dapat diberikan suplemen
yang disertai dengan saliva buatan. Selain itu, dapat dilakukan
modifikasi pada gigi tiruan untuk memaksimalkan retensi dan
meminimalisir ketidakstabilan.

Gambar 4. Kondisi lidah akibat xerostomia

b. Berkurangnya stabilitas
1) Tepi gigi tiruan (Denture borders)
Pada kasus tepi gigi tiruan yang berlebihan (overextension).
Penanganannya dengan menggunakan pressusre indicating paste
dan dilakukan perbaikan dan penyesuaian pada tepi (border).
2) Gigi tiruan tidak berada pada ruang yang optimal
Pada kasus tepi gigi tiruan yang tidak berada pada zona
netral (neutral zone). Penanganannya dengan melakukan
reshaping pada bagian yang berlebihan sehingga bagian tersebut
tidak mengganggu pergerakan otot.
3) Oklusi
Pada kasus initial contact yang dapat menyebabkan
pergeseran atau displacement. Penanganannya dapat dilakukan
selective grinding di rongga mulut atau pada artikulator setelah
prosedur remounting.
4) Kurangnya kesesuaian pada jaringan pendukung (kurang cekat)
Pada kasus mudah terangkatnya gigi tiruan dari jaringan
pendukung. Penanganannya dengan melakukan relining atau
rebasing dengan menggunakan teknik tekanan yang minimal
(minimal pressure technique).
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, L., 2009. Respon Jaringan Terhadap Gigi Tiruan Lengkap pada Pasien
Usia Lanjut. Makalah. Bagian Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjajaran. Bandung.

Kusmawati, F.N. 2015. Rasa Terbakar di Mulut pada Pemakaian Gigi Tiruan
(Kajian Pustaka). Jurnal B-Dent. 2(2):95-100.

Saleh, S. 2006. Dimensi Vertikal, Kesalahan pengukuran dan Akibatnya. Ceril No.
XV: 98-101.

Sumarsongko, T. dan Adenan, A. 2011. Rasa Nyeri pada Mukosa Jaringan


Pendukung Gigi Tiruan Penuh dan Penanggulangannya. Dentofasial.
10(3):190-195.

Veeraiyan, D.N. 2017. Textbook of Prosthodontics. Edisi 2. Jaypee Brother Medical


Publisher. New Delhi.

Anda mungkin juga menyukai