Anda di halaman 1dari 30

[Catatan Kasus]

PROYEK DESTRUKTIF
REKLAMASI MAKASSAR NEWPORT (MNP)
TAMBANG PASIR LAUT

ALIANSI SELAMATKAN PESISIR (ASP)


2020
Gambaran Umum Proyek Makassar Newport
Makassar Newport merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang akan
dibangun di pesisir Kota Makassar, tepatnya di Kelurahan, Kalukubodoa, Tallo dan Buloa.
Rencana pembangunan MNP telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 92
tahun 2013 tentang Rencana Induk Pelabuhan Makassar. Pelabuhan ini rencananya akan
memiliki luas 1.428 ha dan akan menjadi pelabuhan terbesar di Indonesia bagian timur.

Gambar 1. Masterplan Makassar Newport

Pada tahun 2016, Makassar Newport masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN)
sebagaimana diatur melalaui Peraturan Presiden nomor 3 tahun 2016 tentang percepatan
pembangunan proyek strategis nasional yang kemudian diubah dengan Peraturan Presiden
nomor 57 tahun 2017. Dengan demikian setiap stakeholder baik pemerintah daerah
maupun pusat harus memastikan proyek Makassar Newport berjalan dengan lancar.
Makassar Newport juga akan terintegrasi dengan kereta api Makassar-Parepare yang juga
merupakan proyek strategis nasional sehingga menjadi terang bahwa pembangunan ini
ditujukan untuk sepenuhnya kepentingan ekonomi dan bisnis.

Proyek Makassar New Port dibagi dalam tiga tahap. Tahap I, proses pembangunannya
dibagi menjadi tahap I-A, I-B, I-C, dan I-D. Pembangunan telah dimulai sejak tahun 2015
hingga 2018 untuk tahap I. Pembangunan ini dilakukan oleh PT. Pelindo yang bekerjasama
dengan PT. Pembangunan Perumahan (PP). Namun yang telah selesai dibangun baru tahap
I-A, sementara tahap I-B, I-C, dan I-D belum selesai.

Pengerjaan MNP tahap I-B & I-C dimulai sejak tanggal 13 Februari 2020 oleh Boskalis.
Kapal yang digunakan adalah Queen of the Nerderland yang memiliki kapasitas hingga
24.000 m3.

1|ASP
/ MNP Tahap I-A
Proggres reklamasi MNP (I-A & I-B) oleh Kelurahan
Boskalis (14/04/2020)
Sentinel-2 L1C from 2020-04-14
1:24.000

TALLO

BULOA PARANG LOE


CAMBAYA
GUSUNG CAMBA BERUA
PATTINGALLOANG BARU
TAMALABBA PATTINGALLOANG
KALUKU BODOA
UJUNG TANAH TOTAKA PANNAMPU
MALIMONGAN TUA
MAMPUMALIMONGAN LAYANG UJUNG PANDANG BARU LAKKANG
TABARINGAN LEMBO SUWANGGA

Gambar 2. Progres reklamasi MNP tahap II (I-A & I-B) per tanggal 14 April 2020

Rencananya, paket I-B akan menghabiskan anggaran sebesar 1,66 triliun dan ditargetkan
rampung pada 2020 . Dilanjutkan Paket I-C dengan anggaran sebesar Rp2,69 triliun. Paket
I-C akan rampung pada 2022. Sementara Paket I-D dengan total investasi sebesar Rp 6,14
triliun, dibangun sejak 2015 hingga 2022.

Pembangunan Makassar New Port Tahap II baru akan dimulai pada 2022 hingga 2025,
dengan modal yang ditanam sebesar Rp10,01 triliun. Pembangunan Tahap III atau tahap
terakhir, akan dilakukan pada 2022 hingga 2025. Investasi yang bakal digelontorkan
sebesar Rp66,56 triliun. Hingga 2025, Makassar New Port akan memiliki dermaga
sepanjang 9.923 meter. Kapasitas lapangan penumpukan akan mampu menampung 17,5
juta TEU’s per tahun.

Adapun panjang dermaga tahap I-A yakni 320 meter dengan kapasitas terpasang 500.000
TEUs. Di tahap I-B juga dibangun dermaga yang memiliki panjang 330 meter dengan
kapasitas terpasang 1 juta TEU’s. Untuk tahap I-C, dermaga yang dibangun memiliki
panjang 350 meter, dengan kapasitas terpasang 1 juta TEU’s. Tahap I-D, panjang
dermaganya yaitu 1,043 meter.

2|ASP
Pembangunan Makassar New Port Tahap II dengan panjang dermaga 3.380 meter, akan
memiliki kapasitas terpasang 5 juta TEU’s. Sedangkan Tahap III juga akan dibangun
dermaga dengan panjang 4.500 meter dan kapasitas terpasangnya 10 juta TEU’s.

Di tahap III atau Ultimate stage nantinya juga akan dibangun berbagai fasilitas penunjang
dan kawasan industri, seperti area BBM, LNG, CPO, tangki timbun, pergudangan, pabrik
semen, otomotif, industri kimia, industri pengolahan, industri baja, hingga pusat energi
yang kemungkinan besar menggunakan energi fossil.

Rencana Investasi Belanda Pada Proyek Makassar New Port (MNP)

Pemerintah Belanda beserta beberapa perusahan yang dipimpin oleh Deputy Head of
Economic Department - Netherlands Embassy in Indonesia, Joost Nuijten pada tanggal 23
dan 24 April 2019 melakukan kunjungan ke Kota Makassar. Dari kunjungan tersebut,
Pemerintah Belanda tertarik untuk berinvestasi pada proyek MNP tahap III.

Investasi yang dimaksud adalah pembangunan pabrik semen atau otomotif. Besarnya nilai
investasi pada MNP tahap III mencapai 61 triliyun. Pengerjaan MNP tahap III sendiri
rencananya mulai dikerjakan pada tahun 2022. 1

Pendanaan Proyek MNP

Dalam mendanai megaproyek Makassar New Port, PT Pelindo IV tercatat melakukan


pinjaman Obligasi ke pasar saham senilai Rp. 3 Triliun, dengan Penjamin Pelaksana Emisi
Obligasi emiten berkode PIKI yaitu, PT Danareksa Sekuritas, PT Mandiri Sekuritas, PT BNI
Sekuritas, PT Indo Premier Sekuritas, dan PT CGS-CIMB Sekuritas Indonesia. Kemudian
Kepada Bank Mandiri dan Bank BRI dengan pinjaman masing-masing Rp.
1.608.603.064.101 dari Bank Mandiri dan Rp. 106.931.276.564 dari Bank BRI dengan total
pinjaman dari kedua bank tersebut sebesar Rp. 1.715.534.340.665.

Presiden jokowi sempat menyinggung pendanaan Makassar New Port melalui penyertaan
modal negara pada saat berkunjung ke Kota Makassar (31 maret 2019), alokasi penyertaan
modal negara tercatat mengalir ke PT. Perumahan Pembangunan (PP) pemegang kontrak
pembangunan dermaga Makassar Newport senilai Rp. 2 Triliun.

Tabel 1. Nilai Kontrak PT PP dan PT Pelindo dalam Pembangunan Makassar New Port
Nama Kontrak Nilai tanggal Kontrak
Pembangunan dermaga dan Rp. 326.868.365.000 3 Juni 2015 - 16 Desember 2017
reklamasi MNP

1
https://makassar.tribunnews.com/2019/04/24/belanda-siap-investasi-pembangunan-makassar-new-port-tahap-
iii

3|ASP
Pembangunan MNP Paket 1 B Rp 1.076.779.375.000 14 Desember 2018
(Reklamase)
Pembangunan MNP Paket 1 C 206.114.271.818. 08 April 2019
(waterbreaker)
Sumber: Laporan tahunan keuangan PT. Pelindo IV 2017-2019

Dalam pembangunan Proyek Makassar New Port, PT. Peruamahan Pembanguan tercatat
melakukan joint operation bersama PT. Boskalis Internasional Indonesia untuk pengadaan
material reklamasi dan PT. Bumi Karsa untuk paket 1B dan 1C.

PT. Bumi Karsa merupakan perusahaan asal Kota Makassar yang bergerak di bidang
konstruksi. Sedangkan, PT. Boskalis Internasional Indonesia merupakan anak perusahaan
dari Royal Boskalis Westminster NV, perusahaan ini tercatat di beberapa pasar saham
dunia seperti, Euronext-Amsterdam (BOSN.AX), US 'Other OTC' And Grey Market
(RBWNY.PK), London Stock Exchange (0LO8.L), Frankfurt Stock Exchange (BOSN.F),
Stuttgart Stock Exchange (BOSN.SG), Bats Trading Europe (BOKAa.BS), CHI - X Europe
(BOKAa.CHI), OTC Markets Group L1 AND L2 (KKWFF.PK). Dari hasil tracking dokumen
pasar saham tersebut diketahui pemegang saham terbesar Boskalis adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Pemegang saham Boskalis


Name Equities % Country Ctry. Stats
HAL Trust 54,551,768 40.90% Monaco Non OECD
Sprucegrove Investment Management Ltd. 6,347,145 4.76% Canada OECD Member
International Value Advisers LLC 5,142,656 3.86% United States OECD Member
Marathon Asset Management LLP 4,490,814 3.37% United Kingdom OECD Member
Dimensional Fund Advisors LP 4,216,119 3.16% United States OECD Member
Bestinver Gestió n SA SGIIC 4,075,237 3.06% Spain OECD Member
Black Creek Investment Management, Inc. 4,046,152 3.03% Canada OECD Member
Invesco Advisers, Inc. 3,568,676 2.68% United States OECD Member
The Vanguard Group, Inc. 2,526,818 1.89% United States OECD Member
BlackRock Fund Advisors 1,750,997 1.31% United States OECD Member
Sumber: Diolah dari berbagai sumber (WALHI Sulawesi Selatan, 2020)

Analisa Aktor Proyek Makassar Newport-Tambang Pasir Laut

4|ASP
Gambar 3. Peta Aktor

a. Pemerintah Pusat

 Presiden Republik Indonesia

Di bawah pemerintahan Presiden Jokowi Widodo, proyek Makassar Newport dijadikan


Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diatur melalui Peraturan Presiden nomor 57 tahun
2017 jo. Peraturan Presiden nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek
Stategis Nasional. Melalui perpres tersebut, proyek yang masuk dalam PSN diberikan
kemudahan dalam perizinan oleh pemerintah. Tujuan utama dari PSN adalah untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meskipun seringkali abai terhadap lingkungan dan
pemenuhan hak masyarakat di sekitar lokasi pembangunan proyek.

 Kementrian Perhubungan

Rencana pembangunan MNP telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 92
tahun 2013 tentang Rencana Induk Pelabuhan Makassar. Lokasi pembangunan Makassar
Newport berada di zona Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) yang merupakan
kewenangan pemerintah Pusat sehingga izin lokasi dan pelaksanaan reklamasi diterbitkan
oleh Kemerintan Perhubungan Republik Indonesia. Selain itu, Kementrian Perhubungan
juga yang menerbitkan izin berlayar bagi kapal Boskalis, Queen of the Netherlands.

 Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)

Izin lingkungan merupakan bagian penting dalam memberikan kepastian hukum untuk
setiap pembangun di Indonesia. Izin lingkungan proyek Makassar Newport diterbitkan
oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Saat ini, Pelindo IV sedang

5|ASP
mengusulkan perubahan izin lingkungan (Addendum AMDAL), meskipun faktanya
reklamasi MNP tahap II sudah berjalan sejak tanggal 13 Februari 2020.

b. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan

 Gubernur Sulawesi Selatan

Reklamasi MNP membutuhkan material pasir laut yang sangat besar. Dalam pembangunan
Makassar Newport ini, pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan bertanggungjawab atas
perizinan tambang pasir laut guna menjamin terlaksananya proyek ini.

 DPRD Provinsi Sulawesi Selatan

Di tahun 2019, DPRD Prov. Sulawesi Selatan mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda)
nomor 2 tahun 2020 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RZWP3K) Prov. Sulsel yang mengakomodir zona tambang pasir laut

Sulsel kemudian dialokasikan zona tambang pasir laut (KPU-TB-P) yang total luasnya
mencapai 26.168,95 ha. Zona tambang pasir laut ini terbagi atas tiga blok, yaitu blok
spermonde (KPU-TB-P-01) seluas 9.355,49 ha, blok flores (KPU-TB-P-02) seluas 10.730,47
ha, dan blok teluk bone 6.082,99 ha. Penambangan yang telah berjalan saat ini dilakukan di
blok spermonde.

 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan memberikan rekomendasi


kelayakan izin lokasi tambang pasir laut yang digunakan untuk reklamasi Makassar
Newport yang dikeluarkan berdasarkan arahan zonasi menurut Perda RZWP3K Sulawesi
Selatan.

 Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Provinsi Sulawesi Selatan

Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Provinsi Sulawesi Selatan memberikan rekomendasi
kelayakan teknis terhadap permohonan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di zona tambang
pasir laut blok spermonde (KPU-TB-01).

 Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan

Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan memberikan surat


kelayakan lingkungan hidup kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan tambang pasir
laut.

c. Pelindo IV (Pemilik Proyek)

6|ASP
Pelindo IV merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang
pelabuhan. Pada proyek reklamasi Makassar Newport, Pelindo IV merupakan pemrakarsa
(pemilik proyek).

d. PT. Pembangunan Perumahan (Pelaksanan Reklamasi)

PT. Pembangunan Perumahan (PP) merupakan kontraktor pelaksanan proyek Makassar


Newport. PT. PP kemudian bekerjasama dengan Boskalis untuk menyuplai pasir untuk
material timbunan reklamasi MNP.

e. Boskalis (Kontraktor Tambang)

Pada bulan April 2019, Boskalis dan kontraktor pelaksanaan proyek MNP, PT. PP telah
menyepakati kerjasama untuk perluasan proyek MNP. Besarnya nilai proyek ini mencapai
2,3 triliyun. Sejak tanggal 13 Februari, Boskalis telah melakukan penambangan pasir laut di
perairan bonemalonjo (blok spermonde) untuk reklamasi MNP tahap II (IB dan IC) seluas
45 ha yang direncanakan dikerjakan selama enam bulan. Kapal yang digunakan Boskalis
adalah salah satu kapal pengeruk pasir terbesar, Queen of Netherlands.

f. Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Tambang Pasir Laut

Sumber material proyek reklamasi Makassar Newport tahap II berasal dari zona tambang
pasir laut blok spermonde yang telah diatur dalam RZWP3K Sulawesi Selatan. Catatan
WALHI Sulawesi Selatan, sejauh ini ada 15 konsesi yang telah dan sedang proses
penerbitan oleh Gubernur di blok ini.

Tabel. 3 Daftar Konsesi di blok spermonde


No. Nama Perusahaan Luas Konsesi (Ha) Alamat perusahaan
PT. Nugraha Indonesia Timur * 658,54 Komplek Bumi Palem Blok P No. 2
1
Makassar
PT. Danadipa Agra Balawan * 999,29 Komplek Bumi Tirta Nusantara No. 10
2
Makassar
PT. Banteng Laut Indonesia * 619,58 Komplek Viktoria River Park Blok A5/6.
3
RT/RW 01/05 Makassar
4 PT. Berkah Bumi Utama * 760,86 Jl. Landak No. 9 Makassar
5 PT. Sulawesi Indo Geoprima ** 996,6 Belum diketahui
6 PT. Alefu Karya Makmur ** 994,81 Belum diketahui
7 PT. Samudra Phinisi Abadi ** 999,96 Belum diketahui
8 PT. Prada Mandiri ** 993,93 Belum diketahui
9 PT. Tambang Nur Pucak ** 1.287,03 Belum diketahui
10 PT. Rama Nur Rezky Belum diketahui Belum diketahui
11 PT. Berkah Mineral Manunggal Belum diketahui Belum diketahui
12 Perusda Belum diketahui Belum diketahui
13 PT. Sinar Jaya Abadi ACC Belum diketahui Belum diketahui
14 PT. Lautan Indah Berkah Belum diketahui Belum diketahui
15 PT. Celebes Maritim Mandiri Belum diketahui Belum diketahui
Catatan: * di dalam blok spermonde

7|ASP
** beririsan dengan blok spermonde
Sumber: Diolah dari berbagai sumber (WALHI Sulawesi Selatan, 2019)

Dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ke-empat perusahaan yang berada
dalam zona tambang pasir laut blok spermonde, tiga diantaranya yaitu PT. Nugraha
Indonesia Timur, PT. Banteng Laut Indonesia, dan PT. Berkah Bumi Utama menjelaskan
bahwa hasil tambang pasir laut dari konsesi mereka akan digunakan untuk menyuplai
proyek Makassar Newport.

Penambangan Boskalis yang telah berjalan sejak tanggal 13 Februari 2020 diduga kuat
bekerja sama dengan PT. Alefu Karya Makmur dan PT. Benteng Laut Indonesia.

g. Aktor Pendanaan

Beberapa aktor/lembaga pendanaan proyek makassar new port adalah, penjamin


pelaksana obligasi emiten PT Pelindo IV terdaftar di BEI dengan kode PIKI yang terdiri
dari PT. Danarekasa Sekuritas, PT Mandiri Sekuritas, PT. Indo Premier Sekuritas, dan PT
CGS-CIMB Sekuritas Indonesia. Selain itu, tercatat 2 Bank BUMN pemberi pinjaman kepada
PT Pelindo adalah Bank Mandiri dan Bank BRI.

8|ASP
4. Ancaman dan Dampak Reklamasi Makassar Newport

Komunitas nelayan adalah masyarakat yang selama ini menjadi subyek utama dalam
pengelolaan dan pemanfaatan laut dan pesisir Kota Makassar dan Galesong. Bagi
komunitas nelayan, laut dan pesisir adalah ruang sumber kehidupan dan juga sebagai
sumber pangan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari sehingga jika ekosistemnya
rusak, maka sumber pangan dan keberadaan mereka akan terancam hilang.

Reklamasi Makassar Newport tahap II (IB & IC) akan semakin mengancam keberadaan
komunitas nelayan Kota Makassar dan Galesong yang telah menderita sejak reklamasi
Center Point of Indonesia (CPI) dan Makassar Newport tahap I (IA). Kedua reklamasi
tersebut berjalan sejak tahun 2015 hingga 2018 dan secara nyata memberikan dampak
buruk terhadap lingkungan, ekonomi, sosial dan politik komunitas nelayan (perempuan
dan laki-laki) baik di lokasi reklamasi (pesisir Kota Makassar) maupun tambang pasir laut
(perairan Galesong, Takalar).

Makassar Newport Proyek Berbahaya Bagi Lingkungan Hidup

Reklamasi merupakan kegiatan yang secara nyata merubah kondisi bentang pesisir. Lokasi
proyek MNP merupakan ekosistem bagi biota laut seperti kerang dan berbagai jenis ikan
yang banyak dicari oleh komunitas nelayan. Dengan aktivitas penimbunan, maka ekosistem
penting ini akan hilang dan dampaknya akan dirasakan langsung oleh komunitas yang
selama ini hidup dari tempat tersebut.

Kegiatan reklamasi juga berpotensi besar meningkatkan kekeruhan air laut. Material
timbunan dapat terbawa oleh arus dan gelombang laut sehingga kekeruhan bukan hanya
terjadi di lokasi reklamasi MNP tetapi juga dapat menyebar ke sekitarnya. Kekeruhan air
merupakan indicator penting bagi kesehatan ekosistem perairan. Ketika air laut keruh
maka dapat dipastikan produktivitas ekosistem juga akan menurun. Kekeruhan karena
partikel suspensi ini juga mengancam ekosistem karang yang ada di perairan dangkal
pesisir Kota Makassar. Partikel dapat terbawa arus lalu menutupi polip karang hingga
menyebabkan kematian pada karang.

Selain itu, luas rencana reklamasi MNP mencapai 1.428 ha yang dapat dipastikan akan
memengaruhi pola akresi dan abrasi di sepanjang pesisir Kota Makassar dan beberapa
pulau yang ada di sekitarnya. Jika memerhatikan masterplan-nya, ada kemungkinan akan
muncul daerah yang terganggu sirkulasi airnya sehingga dapat memunculkan bau tidak
sedap dari mikroorganisme yang mati di wilayah tersebut.

A. Fakta-fakta Temuan Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP)

9|ASP
a. Makassar Newport Menghilangkan Akses dan Sumber Penghidupan Nelayan
Pesisir Kota Makassar terhadap Laut

Proyek reklamasi Makassar Newport berdampak langsung pada masyarakat pesisir kota
Makassar, terutama yang bekerja sebagai nelayan tradisional (kecil). Berdasarkan hasil
studi lapangan yang telah dilakukan, setidaknya ada empat komunitas nelayan pesisir Kota
Makassar yang terdampak langsung, yaitu nelayan dari Kelurahan Buloa, Cambayya,
Kalukubodoa, Gusung dan Tallo.

Tabel 4. Jumlah nelayan di sekitar proyek Makassar Newport


No Nama Kelurahan Jumlah Nelayan
1 Cambaya 402
2 Kalukubodoa 64
3 Buloa 211
4 Tallo 271
Sumber: WALHI Sulawesi Selatan dan SP Anging Mammiri (2020)

Lokasi reklamasi MNP merupakan wilayah tangkap bagi nelayan kecil, tradisional, dan
perempuan khususnya di Kelurahan Kalukubodoa, Cambaya, Tallo, dan Buloa. Komunitas
nelayan menganggap bahwa pembangunan MNP mengganggu akses mereka terhadap laut,
hal ini sudah mereka rasakan sejak tahun 2017 saat pembangunan tanggul untuk
pembangunan MNP tahap I. Wilayah tangkap nelayan khususnya perempuan pesisir
pencari kerang dan kanjappang telah hilang karena pembangunan proyek strategi nasional
untuk pelabuhan Makassar Newport tahap I (I-A).

Sirkulasi air laut


terganggu

Komunitas nelayan
Kota Makassasr

10 | A S P
Di pesisir Kota Makassar yang berkerja sebagai nelayan bukan hanya laki-laki, melainkan
juga perempuan. Jumlah nelayan perempuan di Kelurahan Tallo, Cambayya, dan Buloa
mencapai 388 orang yang terdiri atas pencari kerang, tirang, dan kanjappang di daerah
yang telah dan akan ditimbun untuk proyek Makassar Newport.

Sejak pembangunan Makassar Newport tahap I, hasil laut berupa kerang, tirang dan
kanjappang sudah mulai langkah karena pembangunan tanggul mengakibatkan
pencemaran laut, penumpukan lumpur dan sampah akibat gangguan sirkulasi air laut yang
ditimbulkan. Selain itu, pembangunan Makassar Newport tahap II (I-B & I-C), nelayan mulai
dilarang untuk beraktivitas di sekitar lokasi proyek. Padahal, wilayah tersebut merupakan
daerah tangkapan mereka serta akses menuju ke wilayah tangkap dan pelelangan ikan
untuk menjual hasil tangkap ikan.

Pada akhirnya ketika akses terhadap laut terganggu, wilayah tangkap hilang, maka akan
banyak nelayan akan beralih profesi. Catatan sementara WALHI Sulawesi Selatan, sudah
ada 6 nelayan yang memilih berhenti menjadi nelayan karena wilayah tangkap mereka
sudah tertimbun (MNP tahap I-A) dan tidak memiliki alat tangkap yang memadai untuk
mencari ikan di daerah yang lebih jauh dari pesisir.

11 | A S P
Ke depan, jika proyek ini terus dilanjutkan maka akan semakin banyak nelayan pesisir Kota
Makassar yang terancam keberlangsungan hidupnya. Ancaman bagi keberadaan mereka
bukan hanya karena akses dan sumber penghidupan mereka hilang, namun juga aktivitas
kepelabuhan yang padat di MNP yang diproyeksikan menjadi pelabuhan terbesar di
Indonesia bagian Timur.

b. Pelanggaran Hak atas Ekonomi Nelayan Tradisional dan Perempuan Pesisir

Sejak pembangunan pelabuhan Makassar New Port dilakukan, Masyarakat khususnya


Perempuan yang sejak turun temurun menjadikan lautnya sebagai sumber pangan kini
mulai “hilang” dan pendapatan dari hasil tangkapan laut mulai berkurang, sementara
pengeluaran setiap harinya terus meningkat. Masyarakat harus membeli lebih banyak
minyak/solar karena akses ke wilayah tangkap nelayan semakin jauh meski hasil
tangkapannya mulai berkurang. Jarak area tangkap nelayan mencapai 10 mil, dari yang
sebelumnya hanya sekitar 3 mil bahkan ada yang sampai ke Pulau Balang Pangkep
sehingga membuat para nelayan semakin kesulitan dikarenakan kapasitas kapal yang
hanya berkategori 3 GT, sehingga sejak pembangunan MNP dilakukan sebanyak 10 kali
kecelakaan kapal disekitar area proyek karena ombak yang tinggi.

Selain itu, pendapatan untuk nelayan rajunan (kepiting,cumi) mengalami penurunan yang
dulunya 14 kg per hari, saat ini hanya bisa mendapatkan 2kg/hari. Sebelum reklamasi,
pendapatan nelayan di Tallo mencapai Rp. 300.000 – 500.000; perhari dari hasil penjualan
kepiting, kerang, udang. Saat ini pendapatan nelayan tidak menentu, kadang mendapatkan
Rp. 100.000/hari; kadang juga tidak mendapat apa-apa. Hal ini tentunya membuat
perempuan harus bekerja dan berfikir ekstra untuk tetap memenuhi kebutuhan keluarga
dan rumah tangga karena peran gender yang dilekatkan pada perempuan dengan peran
“domestik”. Akibatnya, perempuan harus berhutang di rentenir dengan konsekuensi
pembayaran yang lebih besar dari pinjaman.

c. Ancaman Konflik Sosial akibat Reklamasi Pantai dan Tambang Pasir Laut

Potensi konflik antar nelayan di Kota Makassar semakin besar. Konflik ini dipengaruhi
akibat semakin menyempitnya atau tidak adanya lagi lahan/ruang laut untuk memasang
alat tangkap jarring nelayan. Pasalnya, ruang-ruang kelola nelayan yang selama ini
dimanfaatkan sebagai sumber kehidupan telah ditimbun dan atau dikeruk untuk
kepentingan material reklamasi pantai. Beberapa wilayah tangkap nelayan yang hilang
akibat penimbunan laut yang dilakukan, diantaranya Pannang bero, Baring-baringan,
Batunna, tallo bone, kari`ba`ngusu, Galangan dan Wala-Walayya. Selain itu, masyarakat
nelayan diperhadapkan dengan masyarakat pesisir lainnya yang telah dibayar/disewa oleh
pihak proyek sebagai bodyguard di lokasi proyek MNP serta masyarakat yang pro terhadap
perusahaan

12 | A S P
d. Tidak ada Pengakuan Identitas Politik Perempuan Nelayan di Sektor Kelautan dan
Perikanan

Di dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, pembudidaya ikan


dan Petambak Garam sebagai regulasi penting, merupakan pijakan hokum perlindungan
dan pemberdayaan produsen pangan laut di Indonesia. Pendefinisian nelayan sebagai
“setiap orang” yang menjadi subjek hokum dalam UU a quo berpotensi tidak
memperhitungkan perempuan untuk masuk di dalamnya. Hal ini karena “budaya
patriarkhi” yang masih kuat di Sulawesi Selatan khususnya di Kota Makassar, sehingga
perempuan dianggap bisa diwakili/identitasnya dilekatkan pada suami/ayah/saudara laki-
lakinya. Terlebih karakteristik laut yang diidentikkan dengan maskulinitas, seringkali
dianggap sebagai ranah yang tidak mungkin menjadi wilayah kelola perempuan. Akibatnya
perempuan nelayan tidak pernah menjadi sasaran penerima manfaat dari berbagai
program pemberdayaan dan perlindungan nelayan. Faktanya, ada kurang lebih 50
perempuan nelayan di Tallo, tidak mendapatkan kartu jaminan asuransi nelayan, bantuan
perahu dan mesin. Sementara mereka beraktivitas di laut sama seperti nelayan laki-laki.

e. Dampak Tambang Pasir Laut terhadap Lingkungan

Sumber material untuk reklamasi Makassar Newport berada di blok spermonde, yang telah
diatur dalam Perda RZWP3K Sulawesi Selatan. Boskasi sebagai kontraktor tambang pasir
laut bekerjasama dengan pemilik konsesi tambang pasir laut PT. Alefu Karya Makmur dan
PT. Banteng Laut Indonesia yang memiliki IUP Operasi Produksi di blok spermonde. Secara
oceoneografi, tambang pasir laut dapat menyebabkan perubahan pola arus dan
perambatan gelombang, erosi dan sedimentasi di dasar laut dan daerah pantai, perubahan
bathymetri, peningkatan sedimen tersuspensi, merusak ekosistem mangrove, terumbu
karang dan padang lamun, hingga menurunkan populasi ikan.

13 | A S P
Tambang pasir laut akan meningkatkan tingkat kekeruhan air laut. Hal ini akan
menyebabkan ekosistem perairan menjadi terganggu dan mengurangi biota perairan.
Kekeruhan air laut membuat proses fotosintesis bagi algae dan fitoplankton tidak dapat
berlangsung. Sebagai produsen utama pada ekosistem perairan, apabila kedua makhluk
tersebut tidak dapat berfotosintesis, maka sudah dapat dipastikan akan mengganggu
makhluk hidup (produsen) tingkat I dan seterusnya. Akhirnya, yang terjadi adalah
berkurangnya secara drastis produktivitas ekosistem di sekitar daerah pertambangan
pasir. Partikel suspensi dari aktivitas tambang pasir laut tidak hanya akan menyebabkan
kekeruhan di lokasi penambangan, tetapi akan terbawa oleh arus laut sehingga tingkat
kekeruhan akan meluas.

Partikel suspensi dari aktivitas penambangan pasir laut juga dapat terbawa ke daerah
terumbu karang. Karang akan mati jika partikel ini menutupi pori-pori karang. Proses
penambangan juga bisa saja berada di sekitar karang sehingga secara langsung akan
menghancurkan ekosistem terumbu karang.

Selain itu, ketika proses penambangan pasir berlangsung, bahan-bahan kimia yang sudah
lama terendap di dasar laut akan ikut terbongkar. Tidak hanya beracun namun juga
menyebabkan kurangnya oksigen dalam air sehingga akan membunuh biota laut yang ada.
Racun-racun yang terangkat itu juga menyebabkan bloming organisme alien, yang
sebelumnya tidak pernah ada tiba-tiba muncul karena proses penyuburan dan peracunan
air yang tiba-tiba. Pada akhirnya seluruh organisme dan biota laut yang ada akan
terdampak.

f. Tambang Pasir Laut Sumber Penderitaan Komunitas Nelayan Galesong-


Sangkarrang

14 | A S P
Sejak Boskalis melakukan tambang pasir laut di perairan Galesong tahun 2017-2018 untuk
reklamasi Center Point of Indonesia (CPI), komunitas nelayan Galesong telah mengalami
penderitaan luar biasa. Daerah pesisir pantai mengalami abrasi hebat, puluhan rumah
rusak karena hantaman ombak yang semakin besar, hasil tangkapan berkurang, konflik
antara nelayan dengan pemerintah desa yang menyetujui tambang, hingga ratusan nelayan
beralih profesi. Penderitaan tersebut memicu nelayan seringkali melakukan protes keras
terhadap kebijakan pro tambang dan reklamasi. Bagi mereka, tambang sama sekali tidak
memberikan manfaat terhadap kehidupan.

Tanpa pemberitahuan dan konsultasi public, Boskalis sudah mulai melakukan


penambangan sejak tanggal 13 Februari 2020. Penambangan ini dilakukan di zona
tambang pasir laut Blok Spermonde yang berada tepat dan sekitar di wilayah tangkap
nelayan Galesong dan Kepulauan Sangkarrang yaitu Coppong lompo, Copong Ca’di,
Bonema’lonjo, dan Pungangrong.

Penambangan pasir laut oleh Boskalis membuat perairan di sekitar lokasi tambang menjadi
keruh. Nelayan percaya bahwa kekeruhan air laut membuat ikan tidak bisa melihat umpan
sehingga membuat hasil tangkapan laut mereka berkurang drastis.

15 | A S P
Nelayan tradisional yang selama ini bergantung hidup dengan menangkap ikan di daerah
tersebut semakin menderita karena kehilangan wilayah tangkap andalan yang dirusak oleh
aktivitas tambang kapal Boskalis.

Dampak Tambang Pasir Laut terhadap Nelayan Galesong

Nelayan Desa Galesong Kota yang menggunakan alat tangkap pancing bernama rawe kini
tidak bisa lagi mendapatkan hasil tangkapan di lokasi yang saat ini sedang ditambang oleh
Boskalis.

Di bulan Maret sampai April, nelayan Desa Galesong yang dominan menggunakan rawe
mencari ikan di Dange, Lampua, dan sekitar Pulau Tanakeke. Namun karena sudah
memasuki angin timur sehingga ombak dan arus di daerah tersebut besar maka mereka
pindah ke daerah sekitar Pulau Laikang.

Sebenarnya nelayan rawe biasanya akan pindah ke daerah bonemalonjo, coppongcaddi,


sangkarang, dan copponglompo. Namun karena daerah tersebut sedang ditambang maka
mereka pindah ke sekitar Pulau Laikang yang jaraknya lebih jauh.

Dampaknya, jarak melaut menjadi lebih jauh sehingga kebutuhan bahan bakar meningkat.
Yang biasanya hanya 10 liter/hari menjadi 15 liter perhari. Hasil tangkapan nelayan rawe
relatif masih sama namun karena pandemi corona yang membuat permintaan menurun
maka harga ikan turun sampai 50%. Rata-rata dalam sehari nelayan rawe masih bisa dapat
penghasilan bersih 150.000 sampai 200.000 rupiah.

Dg. Tassa, seorang nelayan rawe mengatakan di Desa Galesong Kota tidak ada nelayan
rawe yang merubah alat tangkapnya untuk mencari ikan-ikan lokal yang lokasi tangkapnya
tidak jauh. Ia mengatakan bahwa nelayan di Galesong memang beragam dan memiliki
keahliannya masing-masing. Ia sendiri mengaku tidak memiliki keahlian selain
menggunakan rawe untuk menangkap ikan.

Di Desa Tamalate, kondisinya tidak jauh berbeda dengan yang dirasakan oleh Nelayan
Galesong Kota. Umumnya, nelayan Desa Tamalate menggunakan alat pancing untuk
mencari ikan tenggiri. Ikan ini dipancing dengan cara melemparkan umpan berupa ikan
hidup lalu kapal berputar di sekitar lokasi wilayah tangkap.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, pengerukan pasir laut oleh Boskalis membuat
perairan di bonemalonjo, coppongcaddi, copponglompo, dan sangkarang menjadi keruh. Hal
ini juga diakui oleh nelayan Desa Tamalate. Dampaknya, hasil tangkapan nelayan
berkurang drastis. Nelayan Desa Tamalate saat ini beroperasi di wilayah tangkap tersebut.

16 | A S P
Dalam sehari, biasanya nelayan bisa dapat ikan tenggiri 3 sampai 5 ekor. Namun saat ini
maksimal hanya dua ekor ikan. Padahal di bulan April-Juli merupakan musim ikan tenggiri
di wilayah tangkap tersebut. Dan puncaknya biasa terjadi di bulan Mei.

Kejadian ini serupa dengan kejadian di tahun 2017-2018 saat Boskalis dan Jan De Null
melakukan penambangan untuk reklamasi CPI dan MNP tahap I yang membuat banyak
wilayah tangkap nelayan rusak (taka bau, taka lantang, taka talua, taka taka,
panangbungaia). Bagi nelayan pencari tenggiri, daerah-daerah ini belum pulih sampai saat
ini.

Penderitaan nelayan pencari ikan tenggiri semakin bertambah manakala saat ini sedang
terjadi pandemi covid-19 yang membuat harga ikan tenggiri turun. Sebelumnya ikan tenggi
ini dibagi menjadi dua kelas yaitu ikan dengan bobot 6-15 kg berharga 70.000 sampai
120.000 rupiah. Namun sekarang ikan tenggiri kelas itu maksimal dijual 50.000/kg.
Sedangkan kelas yang lebih rendah, di bawah 6 kg, sebelumnya dijual 60.000/kg, saat ini
hanya Rp. 30.000.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aktivitas pengerukan pasir laut oleh Boskalis
benar-benar membuat penderitaan nelayan Desa Tamalate bertambah.

Untuk menyiasati kondisi ini, ada beberapa nelayan yang memilih mencari ikan lokal di
jarak yang lebih dekat. Tetapi, seperti yang telah dikatakan oleh Dg. Tassa, tidak semua
nelayan di Galesong memiliki kemampuan untuk beralih alat tangkap.

Dampak Tambang Pasir Laut Bagi Nelayan Pulau Kodingarenglompo, Kepulauan


Sangkarrang

Sejak beroperasinya kapal penambang pasir laut milik PT Boskalis, Queen of the
Netherland, kondisi nelayan, perempuan, dan anak-anak Pulau Kodingareng Lompo
mengalami perubahan hidup yang sangar drastis. Perubahan tersebut berdampak lansung
pada aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi nelayan di Kodingareng Lompo. Secara garis
besar, jumlah penduduk di Pulau Kodingareng Lompo berkisar 5.000 orang dengan 1.456
kepala keluarga nelayan.

Secara ekonomi, aktivitas tambang pasir laut telah mengubah tatanan ekonomi masyarakat
di Pulau ini. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas ekonomi di Pulau Kodingareng Lompo yang
saling terikat antara satu dengan yang lain. Dalam artian, sejak adanya penambang,
aktivitas ekonomi yang meliputi pencari ikan atau nelayan, pedagang kue, penjual bensin
dan solar merasakan dampaknya, sebab aktivitas ekonomi di Pulau Kodingareng Lompo
bertumpu pada aktivitas melaut. Jika hasil laut menguntungkan, maka aktivitas ekonomi di
Pulau ini berjalan lancar dan begitupun sebaliknya.

17 | A S P
Sebelum adanya penambang pasir, nelayan Pulau Kodingareng Lompo mendapatkan ikan
rata-rata puluhan ekor ikan dan cumi-cumi dengan berat maksimal 21 kilo secara
keseluruhan. Jika dikonversikan ke dalam rupiah, harga ikan sekilo dapat mencapai Rp.
100.000,00/kilo dan cumi sekilonya seharga Rp. 50.000,00/kilo. Tetapi sejak adanya
aktivitas pertambangan, hasil tangkapan dan pendapatan mereka menurun sangat drastis,
di mana nelayan di Pulau ini hanya mendapatkan satu sampai dua ekor saja dan biasanya
tidak mendapatkan ikan satu ekor pun tiap harinya. Bahkan, kondisi ini nampak sangat
nyata ketika kapal PT Boskalis mengeruk pasir di wilayah tangkap nelayan.

Selain itu, kondisi ini juga membuat nelayan yang tidak melaut sampai beberapa hari,
karena mereka merasa percuma melaut jika kapal PT Boskalis sedang mengeruk di wilayah
tangkap, ikan-ikan pun sudah tidak ada lagi.

Beban ekonomi yang dirasakan oleh nelayan Pulau Kodingareng Lompo semakin
bertambah manakala saat ini sedang dalam situasi pandemi Covid-19, di mana harga ikan
ekspor seperti ikan tenggiri semakin menurun. Harga ikan tenggiri yang dulunya seharga
Rp. 90.000,00 sampai Rp. 100.000,00/kilo, sekarang menurun hingga Rp. 40.000,00 sampai
Rp. 50.000,00/kilo. Tidak hanya itu, beberapa perempuan Kodingareng Lompo juga telah
menjual beberapa aset emas mereka akibat dari susahnya kehidupan sejak adanya
penambangan Boskalis.

Selain aspek ekonomi, perubahan kondisi masyarakat Pulau Kodingareng Lompo juga
berdampak pada kehidupan sosial masyarakat. Secara sosial, ada beberapa dampak
signifikan yang kini dirasakan masyarakat Pulau Kodingareng Lompo. Beberapa
diantaranya ialah angka perkelahian dalam rumah tangga meningkat, karena pendapatan
nelayan atau suami mereka menurun drastis sedangkan kebutuhan hidup keluarga
semakin meningkat. Selain itu, Beberapa nelayan yang ada di Pulau Kodingareng Lompo
juga hendak untuk meninggalkan kampung halamannya ke NTT untuk mencari ikan disana.
Tidak hanya persoalan perkelahian dan migrasi, beberapa nelayan Pulau Kodingareng
Lompo mengalami trauma melaut akibat hampir ditabrak oleh kapal PT Boskalis, Queen of
the Netherlands. Kapal milik PT Boskalis tersebut ketika beroperasi tidak pernah
membunyikan klakson (baca: Penanda ketika kapal bergerak). Terakhir, dampak sosial dari
adanya penambangan pasir, beban perempuan Kodingareng Lompo semakin bertambah, di
mana mereka harus membantu keuangan keluarga dengan berjualan. Dari keterangan
perempuan Kodingareng Lompo, sebelum adanya tambang pasir laut, aktivitas berjualan
tidak terlalu ramai seperti sekarang karena dulunya pendapatan nelayan di Kodingareng
Lompo sudah sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.

Terakhir, adapun dampak lingkungan yang terjadi akibat adanya aktivitas tambang pasir
laut yang dilakukan oleh PT Boskalis yakni rusaknya terumbu karang di sekitaran proyek
tambang pasir. Saat ini kedalaman air di lokasi tambang telah mencapai 40-60 meter, di

18 | A S P
mana dulunya hanya kisaran 7-10 meter. Bertambahnya kedalaman air pada lokasi proyek
tambang pasir terbukti dengan daratan di bawa laut bukan lagi pasir, tetapi merupakan
lumpur.

Kedalaman air laut, tentu saja mempengaruhi arus ombak, terlebih lagi lokasi
penambangan Kapal Queen of the Netherland ini berada di pertemuan arus antara arus
timur dan barat. Derasnya ombak di wilayah tangkap nelayan ketika adanya proyek
tambang pasir laut ini telah memakan korban. Salah satu nelayan di RW 1 Pulau
Kodingareng Lompo tenggelam dan kapalnya terbalik akibat hantaman ombak pada pukul
02.00 siang. Beruntungnya, nelayan tersebut masih bisa diselamatkan, akan tetapi perahu
yang ia gunakan pada waktu itu belum ditemukan sampai hari ini. Menutur keterangan
nelayan yang ada di Pulau Kodingareng Lompo, peristiwa tersebut dipicu oleh ombak yang
besar dan mencapai 3 meter, padahal saat ini baru musim timur.

Selain itu, potensi dampak lingkungan yang juga mulai dirasakan oleh warga di Pulau
Kodingareng Lompo ialah potensi abrasi. Di mana, saat ini tengah terjadi pengikisan secara
perlahan dan meningkatnya gelombang air di bibir pantai Pulau Kodingareng Lompo.
Padahal saat ini baru musim timur. Sebagai tambahan informasi bahwa, ketika puncak
musim barat pada bulan Januari dan Februari, air laut naik sampai ke pemukiman
penduduk sebelum adanya aktivitas tambang pasir laut. Ini artinya bahwa potensi dan
resiko lingkungan tengah mengintai masyarakat di Pulau Kodingareng Lompo.

Intimidasi dan Kriminalisasi Aktivis dan Nelayan Kodingareng Lompo

Dampak yang dialami nelayan Kepulauan Sangkarang kemudian melahirkan gerakan


perlawanan menolak aktivitas tambang pasir laut. Tercatat sudah 5 (lima) kali Nelayan
melakukan aksi protes di depan Rujab Gubernur Sulsel, di lokasi proyek Makassar New
Port dan di lokasi penambangan. Aksi protes tersebut menuntut penghentian aktivitas
tambang atau setidaknya ada solusi dari Gubernur Sulsel, misalnya menggeser titik lokasi
tambang keluar dari wilayah tangkap ikan. Akan tetapi, yang datang malah surat panggilan
dari Polairud Polda Sulsel.

Mereka yang mendapat panggilan antara lain; Manre, Suadi, Hj. Bahariah dan Sarti, untuk
diperiksa keterangannya sebagai saksi terkait dugaan tindak pidana “Setiap orang dengan
sengaja merusak, memotong, menghancurkan dan/atau mengubah rupiah dengan maksud
merendahkan kehormatan rupiah sebagai simbol negara,” sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 ayat (1) UU No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang, berdasarkan Laporan Polisi
Nomor: LP-A/283/VII/2020/SPKT, tanggal 17 Juli 2020. Atas kejadian tanggal 16 Juli 2020
di Pulau Kodingareng yang diduga dilakukan oleh Manre.

Panggilan I dilakukan pada tanggal 19 Juli 2020 terhadap Manre dan Suadi, namun tidak
dihadiri karena tenggang waktunya tidak wajar antara diterimanya panggilan dan hari

19 | A S P
pemeriksaan. Pada tanggal 28 Juli 2020, Hj. Bahariah turut dipanggil namun tidak dihadiri
dengan alasan yang sama. Kemudian panggilan II dilakukan pada tanggal 30 Juli 2020
terhadap Manre dan Sarti. Maka pada Senin 3/8, Mandre bersama Suadi dan Sart
didampingi 4 (empat) orang Penasehat Hukumnya dari LBH Makassar, memenuhi
panggilan Penyidik untuk memberikan keterangan sebagai Saksi. Dalam proses BAP, Manre
diperiksa selama ± 8 jam sejak pukul 10 Wita s/d 18.00 Wita dengan jumlah pertanyaan
tak terhitung lantaran banyaknya pertanyaan berulang. Bahkan satu pertanyaan biasa
diulang sampai 5 kali hanya untuk mengejar keterangan mengenai apa isi amplop sebelum
dirobek Manre. Namun Manre tetap konsisten dengan keterangannya bahwa ia samasekali
tidak mengetahui isi amplop tersebut sebelum dirobeknya. Setelah dirobek barulah ia
ketahui dari masyarakat ternyata isinya berupa uang.

Dengan demikian, dari semua rangkaian, jika dicermati proses pemeriksaan kasus ini
begitu cepat sehingga mengabaikan prinsip due process of law dalam artian Mandre selaku
terlapor tidak diberi kesempatan untuk memberikan klarifikasi pada tahap penyelidikan,
namun langsung dipanggil dengan status sebagai saksi pada tahap penyidikan.

Secara substansi, pasal yang disangkakan sangat dipaksakan. Penyidik mempersulit diri
dalam mengurai rumusan pasal dan membuktikan unsurnya. Dalam artian, Mandre dijerat
dengan perbuatan “Merusak, memotong rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan
rupiah.” Padahal, Mandre hanya merobek amplop yang ia tidak ketahui isinya dengan
maksud menolak pemberian ganti rugi dari dari Boskalis. Jadi, Manre sama sekali tidak
mengetahui jika yang ia robek adalah rupiah apalagi sampai bermaksud merendahkan
rupiah. Kasus ini terlihat nyata adanya upaya kriminalisasi dan diduga kuat dilakukan
untuk meredam aksi protes masyarakat menolak aktivitas tambang PT. Boskalis.

Padahal, pasal 66 Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa, “Setiap orang yang memperjuangkan
hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut pidana atau digugat
secara perdata”.

Upaya kriminalisasi ini sangat melukai rasa keadilan masyarakat/nelayan Kepulauan


Sangkarrang. Seharusnya Penyidik menyadari jika nelayan melakukan aksi protes hanya
untuk mempertahankan ruang hiudup mereka/wilayah tangkap ikan yang dirusak oleh
Boskalis, serta memperjuangkan hak-hak konstitusionalnya sebagai warga negara. Karena
sejak awal, pun diakui oleh Boskalis jika mereka tidak melakukan sosialisasi dan konsultasi
publik mengenai rencana penambangan tersebut. Dalam hal ini tidak ditegakkan fungsi
kontrol masyarakat terhadap pemerintah dan perusahaan. Oleh karenanya, Gubernur
Sulsel dan Boskalis telah mengabaikan kewajibannya untuk melindungi, menghormati dan
memenuhi kepentingan masyarakat/nelayan yang terdampak langsung dari kegiatan
tambang Boskalis.

20 | A S P
Pelanggaran Pada Proyek MNP-Tambang Pasir Laut

a. Pemegang Konsesi, Boskalis dan Pelindo IV Tidak Pernah Melakukan Konsultasi


Publik

Sejak perencanaan hingga pembangunan Makassar Newport dimulai, PT. Pelindo IV tidak
pernah mengadakan konsultasi publik yang bermakna dengan komunitas nelayan pesisir
Kota Makassar baik di Kelurahan Cambaya, Buloa, Tallo, dan Kalukubodoa. Padahal
konsultasi publik yang bermakna merupakan hal yang harus dilakukan oleh PT. Pelindo IV
mengingat komunitas nelayan pesisir merupakan subyek utama dalam pengelolaan
sumber daya pesisir di sekitar lokasi proyek Makassar Newport. Sebagai subyek utama
yang selama ini mengelola daerah tersebut, saran, masukan, pendapat dan keputusan
komunitas nelayan harus didengarkan.

Begitupun dengan Pemegang Konsesi (lihat tabel 3), PT. Pembangunan Perumahan dan
Boskalis, sebagai mitra kerja Pelindo IV, PT. Perumahan Pembangunan dan Boskalis tidak
pernah mengadakan konsultasi publik dengan komunitas nelayan, baik nelayan di pesisir
Kota Makassar, Kepulauan Sangkarrang, maupun nelayan di Galesong, Kabupaten Takalar.
Dengan demikian Boskalis memperpanjang rekam buruk mereka dalam berbisnis di
Sulawesi Selatan. Seharusnya Boskalis belajar dari kasus penambangan yang mereka
lakukan untuk kepentingan proyek CPI di tahun 2017-2018 yang juga bermasalah dan
hingga saat ini belum ada penyelesaiannya.

Tanpa konsultasi publik yang bermakna, kegiatan pembangunan MNP hanya akan
menimbulkan konflik berkepanjangan antara komunitas nelayan dengan Pemegang
konsesi, PT. Pelindo IV, PT. Pembangunan Perumahan dan Boskalis.

b. Proyek Makassar Newport Berjalan Saat Addendum Amdal Belum Disetujui oleh
Pemerintah Pusat

Kami menemukan perbedaan desain masterplan awal MNP, yang sering ditemukan di rilis
media, dengan pembangun di lapangan oleh PT. Perumahan Pembangunan (PP). Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah.

21 | A S P
Legend
MNP terbangun (Tahap I-A)

Masterplan awal MNP


RGB
Red: Band_1
Green: Band_2
Blue: Band_3

Gambar. Pembangunan MNP tahap I-A berbeda dengan Masterplan awal

Kami kemudian mendapatkan informasi bahwa PT. Pelindo IV sebagai pemilik proyek
sedang mengajukan addendum AMDAL di Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Untuk memastikan hal tersebut, kami menyurati PT. Pelindo IV untuk meminta salinan
dokumen addendum AMDAL MNP.

Pada tanggal 4 Maret 2020, PT. Pelindo IV memberikan jawaban bahwa salinan dokumen
Addendum AMDAL belum bisa diberikan karena masih dalam proses penilaian. Di saat
Addendum AMDAL belum disetujui, PT. Pelindo IV, PT. Pembangunan Perumahan dan
Boskalis telah melakukan kegiatan pembangunan Makassar Newport tahap II (I-B &I-C)
sejak tanggal 13 Februari 2020. Hal ini tentu tidak dapat dibenarkan mengingat ada
perbedaan signifikan antara masterplan awal dengan pembangunan di lapangan sehingga
dampak yang ditimbulkan tentu berbeda.

Kami juga memperoleh informasi bahwa selama proses penyusunan Addendum AMDAL,
komunitas nelayan pesisir Kota Makassar tidak pernah sekalipun dilibatkan dalam
pembahasan. Artinya baik Pelindo IV, PT. Pembangunan Perumahan maupun Boskalis
sama-sama tidak mengahargai keberadaan mereka yang bergantung hidup dari lokasi

22 | A S P
pembangunan proyek MNP. Padahal ketentuan pelibatan masyarakat dalam penyusunan
dokumen lingkungan hidup telah diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2009,
Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 17
tahun 2012.

c. Proyek Makassar Newport dan Tambang Pasir Laut Bertentangan dengan


Semangat Undang-Undang Perlindungan Nelayan

Reklamasi Makassar Newport dan tambang pasir laut bertentangan dengan semangat
Undang-Undang No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,
Pembudi daya ikan, dan Petambak garam. Dalam Undang-Undang tersebut, nelayan harus
disejahterakan, dilindungi usaha dan keselamtannya, dan dipastikan keberlajutannya.
Negara juga mengakui bahwa nelayan sangat tergantung pada sumber daya Ikan,
kondisi lingkungan, sarana dan prasarana, kepastian usaha, akses permodalan, ilmu
pengetahuan, teknologi, dan informasi.

Sementara proyek reklamasi dan tambang pasir laut telah secara nyata merusak dan
menghilangkan wilayah tangkap nelayan, mencemari lingkungan, menurunkan
produktivitas ekosistem, menggangu bahkan menghilangkan akses nelayan terhadap laut
sehingga dengan demikian pasti akan memiskinkan dan mengancam keberlanjutan
komunitas nelayan.

Di samping itu, aktivitas reklamasi pesisir Kota Makassar juga berpotensi meningkatkan
risiko kecelakan bagi nelayan tradisional yang hanya menggunakan perahu sederhana.
Padahal jelas salah satu tujuan utama UU Perlindungan nelayan adalah untuk melindungi
nelayan dari aktivitas yang membahayakan keselamatan.

d. Mengabaikan Rekomendasi KOMNAS HAM

PT. Banteng Laut Indonesia, Boskalis, Pelindo IV, Duta Besar Belanda, Gubernur Sulawesi
Selatan, dan Polda Sulawesi Selatan tidak menjalankan rekomendasi Komnas HAM yang
dikeluarkan tanggal 17 Juli 2020. Surat tersebut merekomendasikan agar penambangan
pasir laut Boskalis dihentikan sementara sampai ada kesepakatan bersama.

Keluarnya surat rekomendasi ini merupakan bukti bahwa Komnas HAM telah menemukan
indikasi kuat pelanggaran HAM di proyek tambang pasir laut dan Makassar Newport.

23 | A S P
Upaya Perlawanan Masyarakat Nelayan Pulau Kodingareng Lompo

12 Juni 2020. Sekitar 50-an nelayan melakukan aksi di pantai menolak aktivitas
penambangan oleh Boskalis.

19 Juni 2020. Nelayan Pulau Kodingareng Lompo dan pesisir Kota Makassar melakukan
konferensi pers menolak tambang pasir laut Boskalis dan proyek reklamasi Makassar
Newport.

28 Juni 2020. sekitar 500 nelayan Pulau Kodingareng Lompo melakukan aksi laut di
hadapan kapan Boskalis yang sedang melakukan penambangan di wilayah tangkap mereka
(daerah coppong).

Pasca aksi ini, kapal berhenti menambang lalu diadakan pertemuan di Baruga Kelurahan
Kodingareng Lompo yang dihadiri oleh perwakilan PT. Benteng Laut Indonesia, Polairud
Polda Sulsel, Lurah, dan Pelindo IV. Dalam pertemuan tersebut nelayan menolak keras
aktivitas penambangan Boskalis di wilayah tangkap.

29 Juni 2020. Kapal kembali menambang sampai tanggal 4 Juni.

4 Juli 2020. sekitar 500 nelayan dan perempuan Pulau Kodingareng Lompo kembali
melakukan aksi laut di hadapan kapal Boskalis yang sedang melakukan penambangan di
daerah Coppong. Aksi dilakukan pada pukul 08.00 sampai 11.00 pagi. Setelah aksi ini, Kapal
kembali berhenti menambang.

5 Juli 2020. Kapal Boskalis kembali menambang di daerah coppong.

6 Juli 2020. ribuan nelayan dan perempuan Kodingareng Lompo melakukan aksi di lokasi
proyek reklamasi Makassar Newport, saat itu kapal Boskalis sedang menurunkan material
pasir laut hasil tambang. Masyarakat nelayan dan perempuan menyampaikan orasinya
kepala Polairud Polda Sulsel dan TNI yang saat itu menjaga jalannya aksi.

8 Juli 2020. diadakan pertemuan di Baruga Kelurahan Kodingareng Lompo yang dihadiri
oleh piihak PT. Banteng Laut Indonesia, Polairud Polda Sulsel, pemerintah Kelurahan, dan
masyarakat Pulau Kodingareng Lompo.

Dalam pertemuan tersebut nelayan meminta agar pihak PT. Banteng Laut Indonesia
menandatangani kesepakatan bersama yang intinya meminta perusahaan untuk berhenti
menambang di wilayah tangkap nelayan dan segera melakukan pemulihan hak atas
kerugian yang dialami nelayan sejak penambangan berjalan. Selain itu nelayan juga
meminta agar semua Izin Usaha Penambangan (IUP) di wilayah perairan sangkarang
dicabut.

24 | A S P
Namun pihak PT. Banteng Laut Indonesia tidak menandatangani surat tersebut. Oleh
karena itu, masyarakat nelayan meminta agar Boskalis tidak menambang sebelum ada
kesepakatan bersama.

Pasca pertemuan ini, Boskalis berhenti menambang sampai tanggal 14 Juli.

15 Juli 2020. Kapal Boskalis kembali menambang di wilayah tangkap nelayan.

17 Juli 2020. nelayan dan perempuan Kodingareng Lompo kembali melakukan aksi laut di
hadapan kapal Boskalis yang sedang menambang di wilayah tangkap (daerah coppong).

Pasca aksi tersebut, kapal Boskalis berhenti menambang sampai tanggal 21 Juli.

18 Juli 2020. Di pelabuhan kayu bangkoa, POLAIRUD memblokir BBM ke Pulau


Kodingareng Lompo.

22 Juli 2020. Kapal Boskalis kembali beroperasi.

23 Juli 2020. perempuan Kodingareng Lompo melakukan aksi di rumah jabatan Gubernur
Sulawesi Selatan. Mereka menuntut agar Gubernur mengentikan aktivitas tambang
Boskalis dan segera mencabut seluruh IUP tambang pasir laut. Namun Gubernur tidak
berada di tempat. Meskipun begitu, perwakilan Pemprov menyampaikan bahwa tidak akan
ada aktivitas Boskalis sampai Gubernur berdialog dengan masyarakat Pulau Kodingareng
Lompo.

Di saat yang sama, nelayan melakukan aksi laut menghadang kapal Boskalis yang hendak
melakukan penambangan (lokasi penghadangan di sekitar Pulau Samalona).

24 Juli 2020. Beredar kabar bahwa Gubernur akan datang ke pulau tanggal 25 Juli.

25 Juli 2020. Gubernur tidak datang ke Pulau. Di hari yang sama beredar undangan dari
PT. Banteng Lautan Indonesia untuk masyarakat (60-an orang) guna menghadiri
Konsultasi Publik di kantor Pelindo IV.

3 Agustus 2020. Nelayan atas nama Pak Mandre diperiksa di Polairud Polda Sulsel atas
tuduhan merendahkan mata uang negara. Perempuan Kodingareng Lompo mendampingi
pemeriksaan tersebut.

Kapal kembali beroperasi setelah berhenti selama 12 Hari.

4 Agustus 2020. kapal beroperasi sekitar jam 9 pagi. Di hari yang sama ada lima kapal
sekoci dan satu kapal penumpang yang berputar-putar di sekitar pulau. Diduga kuat
preman. Namun akhirnya kapal tersebut putar balik.

25 | A S P
Nelayan yang sedang memancing di daerah coppong melakukan aksi spontanitas saat
melihat kapal Boskalis menambang.

7 Agustus 2020. Kapal Boskalis kembali beroperasi setelah berhenti sejak hari selasa (4
Agustus). Saat itu kapal Boskalis dikawal sebuah kapal induk Lantamal dan dua speed.

8 Agustus 2020. Kapal kembali beroperasi pada pukul 12 malam saat masyarakat sedang
istirahat.

9 Agustus 2020. Sekitar jam 1 siang kapal kembali menambang, namun diusir oleh
nelayan.

….

….

Upaya yang dilakukan nelayan tradisional dan perempuan pesisir Kota Makassar

Tahun 2017. Nelayan melakukan protes atas dilarangnya nelayan melintas dan memasang
jarring di wilayah MNP. Respon pelaksana proyek MNP/perusahaan bahwa lokasi
reklamasi di Tallo telah di bayar kepada pemerintah

Tahun 2017. nelayan meminta ganti kerugian atas hilangnya alat tangkap kepiting (buu)
akibat alat berat aktivitas reklamasi MNP. Tetapi pihak perusahaan, tidak mengindahkan
permintaan nelayan, dan justru mengancam nelayan untuk diambilkan tentara

01 April 2018. perempuan dan nelayan melakukan konsolidasi yang dihadiri sebanyak 69
orang (39 Perempuan dan 30 laki-laki) di RW 04/RT 01 Kelurahan Tallo. untuk membahas
situasi nelayan sejak adanya reklamasi proyek MNP dan rencana dialog dengan pemerintah
terkait

10 mei 2018. Perempuan pesisir dan nelayan tallo melakukan konsolidasi dihadiri oleh
Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) dan Solidaritas Perempuan untuk
mendiskusikan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) yang akan melegitimasi pelaksanaan reklamasi pantai di Kota
Makassar..

16 Mei 2018. sebanyak 100 orang nelayan tradisional (perempuan dan laki-laki) dari
kelurahan Tallo, melakukan dialog bersama Stakeholder terkait (Dinas Lingkungan Hidup
Propinsi Sulawesi Selatan, Dinas Kelautan Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Dinas
Perhubungan) yang di fasilitasi oleh Komisi D DPRD Sulsel di gedung DPRD Provinsi
Sulawesi Selatan

26 | A S P
05 November 2018, dilakukan kegiatan tudang sipulung raya perempuan pesisir di
Sulawesi Selatan, dihadiri kurang lebih 200 masyarakat nelayan (perempuan dan laki- laki)
dari pesisir tallo, buloa, cambaya, pulau lae-lae dan nelayan galesong takalar sebagai ruang
konsolidasi masyarakat nelayan yang melakukan penolakan terhadap pelaksanaan
reklamasi pantai.

21 November 2018, nelayan tallo bersama kurang lebih 200 orang melakukan aksi
penolakan terhadap kebijakan Ranperda RZWP3K yang akan melegitimasi pelaksanaan
reklamasi pantai di Kota Makassar termasuk pembangunan pelabuhan Makassar New Port
dan tambang pasir laut di Kabupaten Takalar. Aksi ini bersama Aliansi Selamatkan Pesisir
yang diterima langsung oleh perwakilan ketua dan anggota PANSUS RANPERDA RZP3K
Sulsel

15 januari 2019, konsolidasi nelayan tallo membahas pergantian hak kompensasi atas
kerugian nelayan akibat reklamasi proyek MNP. Konsolidasi ini bertempat di RW 04/RT 01
Kelurahan Tallo. nelayan yang hadir sebanyak 44 orang nelayan (20 perempuan & 44 laki-
laki). Hasil dari pertemuan nelayan menyepakati pergantian hak kompensasi yang akan
dituntut kepada pihak PT.Pelindo IV sebagai berikut :

1. PT Pelindo IV mlakukan pemulihan Hak terhadap kerugian yang telah di timbulkan


akibat adanya pembangunan pelabuhan Makassar New Port. Diantaranya : Pemulihan
Hak Ekonomi, sebesar Rp. 20.000.000 kepada setiap orang yang terdampak
(Perempuan dan Laki-laki), dasar permintaan adalah kerugian yang dialami oleh
nelayan selama pembangunan MNP dan Pemulihan hak atas kerusakan lingkungan
(penghancuran biota laut) akibat limbah yang dihasilkan oleh kapal pengangkut
material reklamasi.
2. Tidak ada perluasan reklamasi pembangunan pelabuhan MNP, khususnya pada
wilayah tangkap nelayan yaitu, kawasan ; 1) Batu Karebarusu, 2) Batu Walalaya, 3)
Batu Bonetoddo, 4) Batu Bannang Beru, 5) Baring-Baringan, 6) Sero-Bila.

30 April 2019, Perempuan pesissir, nelayan tradisional dan ASP Rapat bersama dengan
Kepala Kelurahan Tallo, Buloa, Cambaya, PT.Pelindo IV, Komisi D DPRD Sulsel, Pemerintah
Gubernur Sulsel, Solidaritas Perempuan, Dinas Lingkungan Hidup Propinsi Sulawesi
Selatan, Dinas Kelautan Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Dinas Perhubungan
Sulsel. Kegiatan ini bertempat di Gedung DPRD Sulsel.

Dari pertemuan disepakati bersama, bahwa pihak PT.Pelindo IV akan memberikan


kompensasi atau pemulihan hak kepada nelayan yang terdampak dan menunggu data-data
nelayan dari pihak pemerintah kelurahan. Wakil ketua DPRD Sulsel (Muh.Sahrudin Arlif)
meminta kepada nelayan untuk mengumpulkan data kepada pihak pemerintah kelurahan
dan selanjutnya ditindaklanjuti oleh pemerintah kelurahan kepihak PT.Pelindo IV.

27 | A S P
Pada bulan Mei-Oktober 2019, SP Anging Mammiri bersama nelayan melakukan
pengumpulan dan verifikasi data jumlah masyarakat yang terdampak akibat pembangunan
pelabuhan Makassar New Port.

15 November 2019, perwakilan perempuan pencari kerang, nelayan, Solidaritas


Perempuan menyerahkan data-data nelayan kepada pemerintah kelurahan Tallo, yang
dilengkapi dengan foto copy Kartu Tanda Penduduk, berjumlah 120 perempuan pencari
kerang dan 158 laki-laki. Penyerahan data nelayan dan Pemerintah Kelurahan meminta SP
Anging Mammiri bersama masyarakat melakukan perbaikan format pendataan nelayan
berdasarkan RT.

15 November 2019, Pertemuan kelompok perempuan produsen pangan kecil dengan


pemerintah kelurahan Cambaya dengan penyerahan data 2 kelompok perempuan
produsen pangan yang berjumlah 50 orang.

27 November 2019, penyerahan data nelayan yang telah diperbaiki berdasarkan


pertemuan sebelumnya dan penandatanganan berita acara bersama antara Pemerintah
Kelurahan, perwakilan nelayan terdampak dan SP Anging Mammiri selaku pendamping.

3 Desember 2019, Perwakilan perempuan pencari kerang ke kantor lurah Tallo,


mengecek perkembangan data yang diserahkan kepada pihak kelurahan. Informasi yang di
dapatkan dari pihak kelurahan, bahwa data-data sedang tahap verifikasi oleh ketua RT dan
Ketua RW pemerintah Tallo.

13 Januari 2020, Perwakilan perempuan pencari kerang ke kantor lurah Tallo


menanyakan kembali perihal perkembangan verifikasi data-data nelayan. Informasi yang
di dapat dari pihak pemerintah bahwa tahapan verifikasi data telah selesai.

20 Januari 2020, Perwakilan perempuan pencari kerang dan nelayan kembali bertemu
dengan Bapak Lurah Tallo, untuk meminta pihak pemerintah kelurahan bersama dengan
nelayan bertemu dengan pihak PT.Pelindo IV. Tetapi, Bapak Lurah Tallo meminta
pendamping nelayan (Solidaritas Perempuan Anging Mammiri Sulawesi Selatan) bersurat
kepada pihak PT.Pelindo terkait pertemuan masyarakat nelayan dengan pihak terkait.

7 Februari 2020, Nelayan tradisional dan Perempuan pesisir bersama Aliansi selamatkan
pesisir melakun aksi di depan kantor PT Pelindo IV cabang Makassar untuk
mempertanyakan komitmen pertanggung jawaban perusahaan kepada nelayan terdampak.
Hasil dari pertemuan bersama sekretaris Perusahaan PT.Pelindo IV Cabang Makassar
(Bapak I Made Herianta) meminta kepada nelayan/pendamping untuk melakukan
pertemuan kembali bersama pemerintah Eksekutif dan Legislatif Sulawesi Selatan
membicarakan tuntutan nelayan.

28 | A S P
15 Juli 2020, Nelayan Tradisional dan Perempuan pesisir bersama Aliansi Selamatkan
pesisir menghadiri RDP yang difasilitasi oleh Komisi D, DPRD Sulawesi selatan dengan
menghadirkan stakeholder terkait. Dalam dialog tersebut nelayan dan perempuan pesisir
menuntuk agar tidak ada lagi penambahan pembangunan pelabuhan MNP dan adanya
pemulihan Hak. Kesimpulan dari hasil RDP tersebut adalah proyek pembangunan
pelabuhan MNP tetap berlanjut dengan alasan proyek tersebut merupakan proyek strategi
nasional.

29 Juli 2020, Nelayan tradisional dan perempuan pesisir dengan Aliansi selamatkan
pesisir berumlah 200 orang melakukan aksi di depan proyek MNP menntut agar reklamasi
pembangunan pelabuhan MNP tidak dilanjutkan karena sangan berdampak pada
penghasilan masyarakat pesisir dalam pemenuhan kebutuhan hidup.

Tuntutan

1. Boskalis agar menghentikan aktivitas tambang pasir laut Sulsel, khususnya di wilayah
tangkap nelayan.
2. Aparat baik Kepolisian dan TNI untuk tidak melakukan upaya intimidasi dan
kriminalisasi terhadap nelayan lokal-tradisional
3. PT. Pelindo IV untuk menghentikan proyek reklamasi dan pembangunan MNP tahap II
dan segera melakukan konsultasi publik yang bermakna dengan seluruh komunitas
nelayan pesisir Kota Makassar.
4. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk menghentikan proyek tambang pasir laut
dan mencabut semua Izin Usaha Pertambangan (IUP) di zona tambang pasir laut blok
spermonde yang notabene merupakan wilayah tangkap nelayan, dan mendesak
Boskalis segera melakukan pemulihan lingkungan di sepanjang pesisir Galesong yang
terdampak tambang pasir laut jilid pertama.
5. Kementerian BUMN dan LHK untuk menghentikan proyek reklamasi Makassar
Newport dan mendesak PT. Pelindo untuk melakukan pemulihan hak nelayan pesisir
Kota Makassar yang hilang akibat pembangunan Makassar Newport.
6. Mengakui identitas perempuan nelayan sebagai entitas yang juga berhak untuk
dilindungi, diberdayakan serta dilibatkan pada seluruh tahapan proses pembangunan
dan pengambilan keputusan.
7. Komnas HAM untuk turun langsung menyelidiki praktek-praktek pelanggaran hak
asasi manusia dalam aktivitas tambang pasir laut dan proyek MNP yang sangat
berdampak bagi kondisi lingkungan, sosial, dan ekonomi nelayan.
8. DPRD Provinsi Sulawesi Selatan untuk segera merevisi Peraturan Daerah Nomor 2
Tahun 2019 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Prov.
Sulawesi Selatan yang merupakan sumber masalah konflik sosio-ekologis di pesisir
Sulawesi Selatan.

29 | A S P

Anda mungkin juga menyukai