Anda di halaman 1dari 31

a

EVALUASI AKHIR SEMESTER


Mata Kuliah: MS185212 – LOGISTIK MARITIM

KELOMPOK IV :
• FERI ARDIYANTO 6021211003
• TIA NATALIA 6021211004
• MOKHAMAD AUFAL HUDA 6021211016
• RUFIAJID NAVY ABRITIA 6021211022
• ARZENA NOREGA 6021211025

DOSEN PENGAMPU:
Dr.Eng. I GUSTI NGURAH SUMANTA BUANA, S.T., M.Eng

FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN


MAGISTER TEKNIK DOUBLE DEGREE TRANSPORTASI LAUT
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
TAHUN 2022

Tugas 1 – MS185212 Logistik Maritim (Arzena Norega NRP. 6021211025)

Page 0
STRATEGI PENINGKATAN KONEKTIVITAS LOGISTIK HINTERLAND
TERMINAL KIJING, KALIMANTAN BARAT

Arzena Norega1, Feri Ardiyanto1, Tia Natalia1, Mokhamad Aufal Huda1, Rufiajid Navy Abritia1
1
Program Magister Double Degree Teknik Transportasi Laut, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS) & Rotterdam University of Applied Science (RUAS)

I. PENDAHULUAN
Kalimantan Barat merupakan salah satu pulau di Indonesia yang tingkat perekonomiannya
didukung dari sektor kepelabuhan. Adanya pelabuhan menjadi komponen penting dalam
membuka jalur transportasi dan perdagangan ke daerah lain dalam jumlah yang besar. Posisi
geografis Provinsi Kalimantan Barat terletak antara 2º 08’ Lintang Utara sampai 3º 02’ Lintang
Selatan dan antara 108º 30’ dan 114º 10’ Bujur Timur, dengan luas wilayah yang mencapai
147,557 km². Provinsi Kalimantan Barat secara administratif dibagi menjadi 12 kabupaten, 2
kota, serta 174 kecamatan.
Di Kalimantan Barat sendiri tepatnya di kota Pontianak memiliki sebuah pelabuhan yang
bernama Pelabuhan Pontianak (Pelabuhan Dwikora). Pelabuhan Pontianak yang merupakan
Pelabuhan sungai terbesar di Kalimantan Barat sangat berperan penting sebagai pintu
gerbang keluar masuknya orang dan barang dari dan menuju ke Provinsi Kalimantan Barat,
khususnya kota Pontianak dan wilayah sekitarnya. Untuk itu Pemerintah melalui PT
Pelabuhan Indonesia (Persero) membangun Terminal Kijing, terminal yang dibangun sebagai
kawasan dari Pelabuhan Pontianak.
Lokasi Terminal Kijing (Gambar 1) terletak di Desa Sungai Kunyit, Kecamatan Sungai Kunyit,
Kabupaten Pontianak, provinsi Kalimantan Barat merupakan satu-satunya Terminal Laut
Dalam (Deep Sea Terminal) di Provinsi Kalimantan Barat yang dikembangkan oleh
PT Pelabuhan Indonesia (Persero) dan akan memiliki peranan sangat penting untuk
mendukung aktivitas perekonomian provinsi tersebut dalam beberapa tahun mendatang.
Dilihat dari sisi geografis kelautan, Terminal Kijing dapat dikatakan cukup strategis karena
teletak di Selat Karimata yang menjadi penghubung antara Sumatra dan Kalimantan. Terlebih
posisi pantai kijing sendiri juga berdekatan dengan negara tetangga yaitu Malaysia, Singapura,
Selat Malaka, dan Laut China Selatan.
Kemudian dari sisi geografis darat, dareah lokasi Terminal Kijing memiliki beberapa potensi
yang menjadikan kawasan ini layak sebagai Terminal Petikemas, yaitu sebagai berikut (Dinas
PU Provinsi Kalimantan Barat, 2012):
a) Lokasi berada pada jalur jalan raya Arteri Primer Potianak – Singkawang;
b) Berjarak 18 Km dari Kota Mempawah yang merupakan Ibukota Kabupaten Pontianak;
c) Areal Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR) darat cukup luas untuk dilakukan
pengembangan;
d) Areal Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR) perairan cukup luas untuk olah gerak
kapal.

Page 1
e) Memiliki kedalaman kolam pelabuhan >12 mdpl, telah memenuhi persyaratan
Pelabuhan Internasional, memungkinkan kapal-kapal besar untuk bersandar
f) Berjarak ±400 Mil dari jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia I (ALKI I) yang melayani jalur
pelayaran dalam dan luar negeri.
Dengan beberapa potensi yang telah disebutkan di atas, diharapkan mampu menjadikan
solusi atas permasalahan-permasalahan yang telah terjadi di Pelabuhan Dwikora Pontianak
khususnya dalam sektor pelayanan petikemas. Di samping itu dengan keberadaan Terminal
Petikemas ini akan membuka banyak lapangan pekerjaan bagi penduduk di sekitar dan
menjadikan daerah tersebut lebih cepat berkembang dalam berbagai sektor mulai dari
pembangunan, ekonomi, perdagangan, kependudukan dan lainnya.
Adanya pengembangan Terminal Kijing telah tertera dalam Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor: 43 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan dan Pengoperasian Terminal Kijing
Pelabuhan Pontianak di Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat. Dalam Perpres tersebut
percepatan pembangunan dan pengoperasian Terminal Kijing Pelabuhan Pontianak di
Kalimantan Barat dilakukan dalam rangka peningkatan konektivitas, pengembangan
infrastruktur kemaritiman, dan pengembangan wilayah di Kalimantan Barat. Terminal kijing
terletak di Kabupaten Mempawah yang berlokasi kurang lebih 95 km dari pusat Kota
Pontianak, Terminal Kijing memiliki jarak laut +44 Nm dari Pelabuhan Pontianak, lokasi antara
Pelabuhan Pontianak yang terletak di pusat Kota Pontianak dan Terminal Kijing dapat dilihat
pada Gambar 2.

Sumber: Google Maps, 2022

Gambar 1 Lokasi Terminal Kijing, Kalimantan Barat

Page 2
Sumber: Google Maps, 2022

Gambar 2 Jarak Pelabuhan Pontianak dengan Terminal Kijing


Adapun, Terminal Kijing dibangun dengan beberapa alasan, diantaranya adalah:
1. Pelabuhan Eksisting yaitu Pelabuhan Pontianak, yang terletak di Sungai Kapuas, memiliki
kedalaman perairan dan kapasitas yang terbatas, terutama untuk melayani kapal-kapal
berukuran besar untuk aktivitas ekspor dan impor dikarenakan
2. Kalimantan Barat merupakan suatu Provinsi yang sangat kaya akan sumber daya alam
namun sumber daya alam dimaksud seringkali dikirim dalam bentuk barang mentah dan
tanpa pengolahan (refinery). Untuk meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alam
tersebut diperlukan peningkatan fasilitas ekspor dan impor untuk memacu pertumbuhan
industri pengolahan sumber daya dimaksud.
3. Pertumbuhan sumber daya alam CPO dan Bauksit dinilai sangat cepat bertumbuh di
Wilayah Kalimantan Barat dalam kurun waktu 10 tahun terkahir ini, sehingga
membutuhkan fasilitas infrastruktur pendukung aktivitas logistik.

Mengingat Terminal Kijing hingga saat ini masih dalam tahap penyelesaian konstruksi dan
akan segera dioperasikan secara penuh pada kuartal 3 atau 4 tahun 2022 ini, maka sudah
semestinya perlu disusun strategi-strategi peningkatan konektivitas logistik antara Terminal
Kijing dengan Hinterland-nya agar tujuan pembangunan Terminal Kijing sebagai prasarana
pendukung pengembangan nilai tambah perekonomian di Kalimantan Barat dapat tercapai.

II. GAMBARAN UMUM TERMINAL KIJING


Pembangunan Terminal Kijing tahap inisial dilaksanakan selama 4 tahun, dimana mulai
dikerjakan pada tahun 2018 dan selesai pada pertengahan tahun 2022. Saat ini progress
pembangunan Terminal Kijing sedang berada dalam tahap akhir penyelesaian konstruksi dan
secara fasilitas sudah siap untuk segerea dioperasikan.
Adapun, berdasarkan RIP No. KP 787 tahun 2016 keseluruhan Tahapan Pembangunan
Terminal Kijing terbagi atas 3 Tahapan yaitu Jangka Pendek, Jangka Menengah, dan Jangka

Page 3
Panjang (Tabel 1). Pembangunan setiap tahapan akan dilaksanakan berdasarkan demand
pasar dan pengembangan wilayah di sekitar Terminal Kijing.
Tabel 1 Tahapan Pengembangan Kapasitas Terminal Kijing

Kapasitas
No. Terminal Satuan Jangka Jangka Jangka
Pendek Menengah Panjang
1. Terminal Petikemas TEUs/tahun 950.000 1.950.000 1.950.000
2. Terminal Curah Cair Ton/tahun 8.340.000 12.180.000 12.180.000
3. Terminal Curah Kering Ton/tahun 15.000.000 15.000.000 15.000.000
4. Terminal Multipurpose Ton/tahun 500.000 1.000.000 1.000.000
Terminal Petikemas diadakan sejak tahap awal Pembangunan dimulai, mengingat Pelabuhan
Pontianak pada kondisi eksisting tidak mampu menampung lagi baik dalam jumlah maupun
bobot mati kapal yang menghendaki lebih besar lagi untuk efisiensi.
Terminal Multipurpose bersifat fleksibe untuk melakukan bongkar muat logistik jenis apapun
baik general cargo, supply base, dan kebutuhan industry lainnya.
Terminal Curah Cair diadakan untuk melayani bongkar muat komoditi curah cair terutama
produk CPO yang terlihat sudah semakin meningkat dan perlu penyediaan sarana bongkar
muatnya, baik dermaga maupun fasilitas tank farm di area daratnya.
Terminal Curah Kering ini diperlukan untuk melakukan bongkar muat bauksit/alumina (serta
produk turunannya), batu bara, semen dan lainnya.
Pada Pembangunan Terminal Kijing Tahap Inisial ini telah dibangun fasilitas dan utilitas di
area offshore dan area onshore, berupa:
Tabel 2 Fasilitas dan Utilitas Terminal Kijing Tahap Inisial

No. Fasilitas/Utilitas Satuan Kapasitas/Dimensi


A. INFRASTRUKTUR OFFSHORE
1 Dermaga Sisi Laut (up to 100.000DWT) m 1000
2 Dermaga Sisi Darat (up to 50.000DWT) m 1000
3 Port Management Area m2 100 x 220
4 Trestle m 3450
5 Jumlah Lajur Trestle - 4 lajur/ 2 Jalur
6 Piperack m 4620
7 Slot Pipa pada Piperack 27 pipa dia 10inch
B. INFRASTRUKUTUR ONSHORE
1 Luas Area Darat Ha +13
2 Causeway m 1100
3 Container Yard Ha +2.5 Ha
4 Container Freight Station m2 6000
5 TPFT (Long Room) m2 972

Page 4
Bangunan Fasilitas Pendukung: Workshop, Firefighter Office, STP, Main Office,
6 Power House, Gate In/Out, Buffer Truck, Reception Facilities, Water Treatment
Plant, Masjid, Pumphouse, water tank, substation, Filling Station, Reefer Platform

Berikut dokumentasi Terminal Kijing saat ini:

Sumber: Dokumentasi PT Pelabuhan Indonesia (Persero), 2022

Gambar 3 Foto Udara Dermaga dan Trestle Teminal Kijing

Sumber: Dokumentasi PT Pelabuhan Indonesia (Persero), 2022

Gambar 4 Foto Udara Fasilitas Onshore Termina Kijing

Page 5
III. HINTERLAND TERMINAL KIJING DAN KOMODITAS HINTERLAND
Provinsi Kalimantan Barat sebagai hinterland dari Terminal Kijing memiliki sumber daya alam
yang sangat melimpah (Gambar 4) seperti Crude Palm Oil (CPO), bauksit, karet, kayu, dan
produk perkebunan lainnya. Sumber daya ini menandakan potensi yang luar biasa untuk
kegiatan perdagangan baik untuk pasar domestik maupun internasional dari Kalimantan Barat.

Sumber: BMT, 2014


Gambar 5 Peta Sebaran Sumber Daya Alam di Kalimantan Barat
Dari sekian banyaknya sumber daya alam di Kalimantan Barat, terdapat 3 komoditas utama
yang akan ditangani oleh Terminal Kijing, yaitu antara lain:
1. CPO dan turunannya (CPO related)
2. Bauxite dan turunannya (Bauxite related)
3. Cargo dalam Petikemas (termasuk barang konsumsi, produk karet, kayu, dan produk
perkebunan lainnya)
Adapun potensi dan proses logistik yang saat ini terlah terjadi di Kalimantan Barat untuk
masing-masing komoditas dimaksud adalah sebagai berikut:
1. CPO related Product
Sebagai produk utama, Crude Palm Oil (CPO) dapat diproses menjadi berbagai macam
produk. Pada proses hulu (upstream) CPO dipetik dalam bentuk buah dari kelapa sawit,
kemudian buah tersebut di kirim ke milling factory (pabrik) di sekitar Kalimantan Barat,
untuk diproses menjadi CPO. Produk CPO ini yang kemudian akan dikirim ke berbagai
tempat/refineries untuk proses pengolahan selanjutnya menjadi barang jadi. Berikut ini
gambar yang menunjukkan produk-produk yang dapat dihasilkan dari CPO:

Page 6
Sumber: PwC – Indonesia Palm Oil Industry

Gambar 6 Produk Pemrosesan CPO

Kalimantan Barat merupakan provinsi penghasil CPO terbesar kelima di Indonesia dengan
kurang lebih 5juta hektar area konsesi yang dikhususkan sebagai perkebunan kelapa
sawit. Setidaknya terdapat 14 kabupaten/kota di Kalimantan Barat yang memproduksi
CPO, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut ini:

Sumber: BPS dan BMT

Gambar 7 Kabupaten/Kota Penghasil CPO di Kalimantan Barat

Dari gambar di atas terlihat bahawa semakin jauh area terhadap Pelabuhan maka akan
semakin sedikit juga produksi CPO, sehingga terlihat sangat jelas bagaimana pentingnya
konektivitas logistik yang menghubungkan daerah penghasil CPO dengan Pelabuhan.
Daerah Ketapang dan Sanggau secara total memiliki kontribusi sebanyak 68% terhadap
total produksi CPO di Kalimantan Barat dan secara transportasi relatif mudah
menggunakan tongkang untuk mencapai Terminal Kijing dari area tersebut.
Saat ini dikarenakan tidak adanya Pelabuhan/terminal yang memiliki kapasitas yang cukup
untuk ekspor dan sedikitnya refinery CPO di Kalimantan Barat, maka sebagian besar CPO

Page 7
dikirim dari jetty swasta (private jetty) yang rata-rata milik milling factory ke wilayah lain
untuk dilakukan pengolahan atau bahkan langsung diekspor tanpa diolah dengan
menggunakan tongkang berukuran 2000-3000 DWT. Terdapat lebih dari 50 jetty swasta di
sepanjang sungai-sungai utama di Kalimantan Barat. Salah satu tujuan utama untuk
pengiriman CPO adalah di Sumatra seperti Belawan dan Dumai, dimana industri refinery
CPO sudah berkembang dengan baik.
Akan tetapi pengiriman CPO menggunakan tongkang dinilai cukup mahal dan memiliki
ketidakpastian yang tinggi karena sering terkendala akibat cuaca buruk dan gelombang
tinggi. Hal ini juga sering menyebabkan penurunan kualitas CPO yang dibawa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan pengiriman CPO saat ini di
Kalimantan Barat adalah:
1. Sedikitnya industry pengolahan/refinery CPO di Kalimantan Barat sehingga dibutuhkan
pengiriman ke daerah lain untuk diolah, adapun pengiriman tersebut dinilai tidak efektif,
cukup mahal, dan memiliki ketidakpastian yang relative tinggi. Hal ini menyebabkan
nilai dan perkembangan CPO di Kalimantan Barat kalah kompetitif dibanding area lain
di Indonesia, padahal Kalimantan Barat memiliki potensi produksi yang besar.
2. Belum terdapat Pelabuhan dengan fasilitas yang mencukupi untuk melakukan ekspor
langsung dari produk turunan CPO yang bernilai lebih tinggi.

Sumber: BMT, 2015

Gambar 8 Supply Chain CPO Eksisting yaitu dari Jetty Swasta menuju Belawan/Dumai
untuk diolah lalu dilakukan Ekspor
2. Bauxite related Product
Bauxite (Bauksit) merupakan hasil tambang mentah yang dapat diolah menjadi
Alumunium. Dibutuhkan pabrik refinery dan smelter untuk merubah Bauksit menjadi
Alumunium yang siap dipakai. Berikut ini gambar yang menunjukkan produk-produk yang
dapat dihasilkan dari Bauksit:

Page 8
Sumber: BMT

Gambar 9 Produk Pemrosesan Bauksit


Kalimantan Barat memiliki cadangan bauksit terbesar di Pulau Kalimantan dengan
produksi sekitar 23 juta ton di tahun 2013. Daerah-daerah penghasil bauksit di Kalimantan
Barat antara lain adalah Ketapang, Bengkayang, Singkawang, Kayong Utara, Kubu Raya,
Pontianak, Sanggau, dan Landak (Kompas.com, 2021). Sekitar 55% produksi bauksit
berasal dari daerah Ketapang.

Sumber: BPS dan BMT

Gambar 10 Sebaran Lokasi Tambang Bauksit di Kalimantan Barat


Saat ini terdapat 2 (dua) pabrik refinery bauksit di Kalimantan Barat yang memproduksi
Chemical Grade Alumina di daerah Tayan dan Ketapang. Lalu terdapat beberapa pabrik
refinery lainnya yang sedang dalam tahap pembangunan yang terdapat di Ketapang, Kubu
Raya, Landak dan Mempawah. Sebagian besar pabrik refinery terdapat dekat dengan
Pelabuhan sungai ataupun Terminal Kijing sehingga memudahkan untuk pengiriman
produk alumina. Sedangkan belum ada smelter alumina di Kalimantan Barat dan perlu

Page 9
waktu lama untuk pengembangannya, sehingga produk yang paling mungkin dikirimkan
melalui Terminal Kijing dalam jangka pendek adalah bauksit dan alumina.
Namun dengan pola supply chain alumina/bauksit yang ada saat ini, terdapat
ketidakefektifan karena bauksit/alumina diangkut melalui tongkang berukuran kecil dengan
biaya angkutan yang cukup mahal serta memiliki ketidakpastian yang tinggi.

Sumber: BMT

Gambar 11 Supply Chain Alumina/Bauksit eksisting di Kalimantan Barat

3. Cargo dalam Petikemas


Pada tahun 2018, Pelabuhan Pontianak melayani arus petikemas sebanyak
+280.000TEUs dengan pertumbuhan hampir 40% dalam kurun waktu 5 (lima) tahun.
Sekitar 86% dari throughput petikemas merupakan cargo domestic sedangkan 14%
sisanya merupakan cargo internasional. Adapun 57% dari cargo internasional (8% dari
total cargo petikemas) merupakan ekspor atau impor langsung dari/ke Pelabuhan
Pontianak, sedangkan 43% sisanya (6% dari total cargo petikemas) merupakan cargo
yang dilakukan transhipment dari Jakarta, Tanjung Priok.
Asal dan tujuan cargo yang dilayani oleh Pelabuhan Pontianak rata-rata berasal dari
daerah di sekitar kota Pontianak yang berada dalam radius +100km dan dikirimkan melalui
truk. Adapun juga terdapat arus petikemas berisi produk karet berasal dari Sanggau
(+200km) dikirim melalui tongkang.
Adapun selain Pelabuhan Pontianak, PT Pelindo juga mengelola 4 (empat) Pelabuhan
Kawasan lainnya di wilayah Kalimantan Barat yaitu Pelabuhan Nipah Kuning, Pelabuhan
Sintete, Pelabuhan Ketapang, dan Pelabuhan Telok Air.

Page 10
IV. AKSESIBILITAS DARI DAN KE TERMINAL KIJING EKSISTING
A. AKSESIBILITAS TRANSPORTASI DARAT
Gambaran Umum
Jalan darat yang tersedia hingga saat ini adalah jalan nasional 2 lajur 2 arah yang
mengikuti tepi Sungai Kapuas dari Pontianak Utara dan terus menyusuri garis pantai barat
Kalimantan Barat ke arah Utara. Jalan yang menghubungkan Kota Pontianak dan Terminal
Kijing hingga ke kota Singkawang dan Sambas ini merupakan jalan nasional.

Sumber: Google Maps, 2022

Gambar 12 Ruas Jalan yang menghubungkan Kota Pontianak dengan Terminal Kijing
Dalam keadaan normal menggunakan kendaraan penumpang, jarak dari Pelabuhan
Pontianak ke Terminal Kijing dapat ditempuh dalam waktu 2 jam atau sejauh +94km. Saat
ini jalan nasional dimaksud masih dalam keadaan mulus dengan lebar rata-rata 7meter
dengan tipe konstruksi flexible pavement atau aspal.

Sumber: Google Maps, 2022


Gambar 13 Jarak Tempuh Pelabuhan Pontianak menuju Terminal Kijing

Page 11
Jalan yang menghubungkan Pontianak ke Terminal Kijing merupakan jalan utama di
sepanjang pantai barat Kalimantan Barat dan ditemui truk-truk angkutan yang turut
memanfaatkan jalan ini. Lalu lintas jalan saat ini relatif normal dan lancar, namun demikian
rumah penduduk dan kantor dapat ditemukan sepanjang jalan dan bangunan relatif dekat
dengan jalan. Kegiatan dari rumah dan kantor mengakses langsung ke jalan utama.
Segmen jalan yang sudah mengalami gangguan saat ini ada pada pendekatan ke Kota
Pontianak, yaitu sekitar Jalan khatulistiwa hingga mencapai jembatan Kapuas. Pada
segmen ini banyak terdapat pusat kegiatan sepanjang tepi sungai Kapuas. Pada jam-jam
tertentu, terutama pada pagi dan sore hari, rawan terjadi kemacetan.
Penulis memperkirakan bahwa akses jalan yang menghubungkan ibukota Provinsi
Kalimantan Barat dengan Terminal Kijing ini akan sangat padat bila Terminal Kijing sudah
beroperasi penuh dan berpotensi menimbulkan kongesti cargo. Selain itu juga belum
terdapat akses Kereta Api yang searah dengan lokasi Terminal Kijing.
Adapun terhadap pembangunan Terminal Kijing saat ini, terdapat ruas jalan nasional
sepanjang +6km yang terdampak sehingga perlu dilakukan relokasi untuk tetap
menyambung jalan nasional ruas Pontianak-Singkawang. Lokasi relokasi jalan nasional
dimaksud adalah sebagai berikut ini (Gambar 14):

Sumber: Informasi PT Pelabuhan Indonesia

Gambar 14 Relokasi Jalan Nasional di Lokasi Terminal Kijing

B. AKSESIBILITAS TRANSPORTASI LAUT


Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 273 Tahun 2020, sistem rute yang
ditetapkan di alur pelayaran masuk Terminal Kijing Pelabuhan Pontianak, yaitu kondisi
kedalaman, lebar, dan panjang alur pelayaran masuk Terminal Kijing Pelabuhan Pontianak
sebagai berikut:
1. Sistem rute yang ditetapkan di Alur-Pelayaran Masuk Terminal Kijing Pelabuhan
Pontianak yaitu rute dua arah (two ways route) dengan lebar alur 334 m (tiga ratus

Page 12
tiga puluh empat meter) di alur-pelayaran utara dan 321 rn (tiga ratus dua puluh satu
meter) di alur-pelayaran selatan;
2. Kondisi kedalaman dan panjang alur-pelayaran masuk Terminal Kijing Pelabuhan
Pontianak yaitu -9 m (sembilan meter) LWS sampai dengan 16,8 m (enam belas
koma delapan meter) LWS dengan panjang alur-pelayaran Utara 3,01 NM (tiga koma
nol satu Nautical Miles) atau km (Jima koma tujuh kilometerJ dan panjang alur-
pelayaran Selatan 2,92 NM (dua koma sembilan puluh dua Nautical Miles) atau 5,4
km (lima koma empat kilometer). Direncanakan pada tahun 2025 akan dilakukan
pengerukan hingga kedalaman minimal -15 m (lima belas meter) LWS;
3. Kondisi arus dan pasang surut alur-pelayaran masuk Terminal Kijing Pelabuhan
Pontianak:
a. Sifat Pasang Surut (Pasut) merupakan Harian Ganda (Semi Diurnal Tide), dengan
tunggang air (selisih air tertinggi dengan air terendah) adalah sebesar 170 (seratus
tujuh puluh) cm; dan
b. Arus pada saat ait menuju pasang arus bergerak dominan ke arah selatan dengan
kecepatan maksimum 1.03 m/s (2.00 knot), sedangkan pada saat air pasang arus
dominan bergerak ke arah utara dengan kecepatan 0,64 m/ s (1 .24 knot) untuk
pada air menuju surut.

V. STRATEGI PENINGKATAN KONEKTIVITAS HINTERLAND


Konektivitas Transportasi Darat perlu diperhatikan mengingat hal ini merupakan satu kunci
untuk kelancaran proses logistik di Pelabuhan. Dilihat dari aspek jarak lokasi asal barang atau
dry port terdapat 3 jenis yaitu jarak dekat, mid-range, dan jauh (Woxenius, Roso, & Lumsden,
2004). Jarak dekat didefinisikan antara 25-50km dari Pelabuhan dimana transportasi yang
efektif adalah menggunakan kereta (rail) atau truk besar. Kemudian jarak sedang (mid-range)
adalah 50-150km dari Pelabuhan dimana paling efektif adalah menggunakan kereta api.
Sedangkan tipe jarak jauh yaitu dengan jarak lebih dari 150km maka moda transportasi yang
paling efektif adalah menggunakan kereta dan/atau menggunakan transportasi laut.

Sumber: (Woxenius, Roso, & Lumsden, 2004)

Gambar 15 Konsep Konektivitas Logistik Jarak Dekat

Page 13
Sumber: (Woxenius, Roso, & Lumsden, 2004)

Gambar 16 Konsep Konektivitas Logistik Jarak Sedang (mid-range)

Sumber: (Woxenius, Roso, & Lumsden, 2004)

Gambar 17 Konsep Konektivitas Logistik Jarak Jauh

Dari permasalahan yang diuraikan di atas, maka terdapat beberapa strategi untuk peningkatan
konektivitas hinterland Terminal Kijing yaitu di wilayah Kalimantan Barat. Adapun strategi-
strategi dimaksud antara lain adalah:
1. Peningkatan Konektivitas Logistik dari aspek Transportasi Darat (Jalan)
a. Pengembangan, Penataan, dan Pengelolaan Kapasitas Jaringan Jalan
Pengembangan jaringan jalan merupakan aspek yang penting dalam pengembangan
suatu wilayah, karena jalan berfungsi untuk mengarahkan perkembangan dan membuka
isolasi suatu wilayah, mengatasi permasalahan transportasi serta meningkatkan
aksesibilitas antar wilayah. Pada dasarnya pengembangan jalan bertujuan untuk
menghubungkan antar kota hingga setidaknya dalam radius 150km (kantong-kantong
produksi dan tempat koleksi-distribusi) sehingga memiliki aksesibilitas yang baik.
Dilandasi pada pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam perencanaan sistem
transportasi jalan, maka terdapat beberapa kebijakan perencanaan pembangunan spasial
dan sektoral yang terkait dengan perencanaan jaringan transportasi jalan, yaitu:
• Pengembangan jaringan transportasi jalan di wilayah kawasan –kawasan prioritas

Page 14
yang diharapkan dapat mendukung pengembangan tata ruang wilayah.
• Mengembangkan sistem jaringan transportasi jalan agar lebih berorientasi outward
looking, sehingga kawasan-kawasan yang relatif terisolir, seperti kawasan-kawasan
yang rendah aksesibilitasnya memiliki peluang mengembangkan potensi dan sumber
daya yang dimiliki.
• Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, pengembangan jaringan jalan di
wilayah kawasan – kawasan prioritas yang diarahkan untuk mendukung sistem
perkotaan nasional (PKN, PKW, dan PKL).
Salah satu aspek dalam pengelolaan jaringan jalan adalah penetapan hirarki yang tepat
sehingga jelas peranannya penggunaan jalan untuk masing-masing ruas jalan. Bila
jaringan jalan telah memiliki hirarki yang jelas, maka dapt diterapkan manajemen yang
tepat pula untuk masing-masing kelompok fungsi jalan.
Dalam rangka mendukung pengembangan fungsi dan peran jaringan transportasi jalan di
wilayah tersebut, maka perlu dilakukan penataan hirarki jaringan jalan, sehingga status,
fungsi, dan kelas jalan yang ada maupun yang direncanakan sedemikian sehingga dapat
berfungsi secara optimal.
Pengelolaan kapasitas lalu lintas jalan adalah penataan lalu lintas dengan memanfaatkan
prasarana yang tersedia sedemikian rupa sehingga pemanfaatan kapasitasnya menjadi
optimal. Kegiatan ini yang meliputi:
a) Manajemen Persimpangan;
b) Manajemen Ruas Jalan;
c) Manajemen Lalu Lintas Barang.

b. Pembangunan Jalan Tol


Sebagaimana dijelaskan sebelumnya pada bab IV di atas bahwa aksesibilitas ke Terminal
Kijing saat ini sebenarnya sudah terkoneksi langsung oleh jalan nasional Pontianak-
Singkawang sehingga posisinya cukup strategis karena terletak di antara 2 kota besar di
Kalimantan Barat. Namun, jumlah lajur yang dimiliki oleh jalan nasional tersebut
tampaknya tidak akan memenuhi kapasitas kebutuhan lalu lintas dari atau menuju
Terminal Kijing, sehingga perlu dilebarkan sehingga menjadi 4 lajur 2 arah.
Di lain sisi pelebaran jalan ini akan memberikan dampak social yang cukup besar bagi
masyarakat yang tinggal di tepi jalan nasional mengingat banyaknya perumahan penduduk
berada dekat dengan jalan nasional tersebut. Dari aspek teknis, flexible pavement yang
telah terbangun saat ini juga dirasa tidak akan memiliki durabilitas yang baik jika terus
menerus dilewati truk petikemas atau truk cargo lainnya. Sehingga apabila jalan nasional
merupakan satu-satunya akses ke Terminal Kijing maka berisiko terjadi kongesti atau
kemacetan luar biasa di kemudian hari
Adapun berdasarkan informasi yang didapat untuk mengatasi potensi risiko dimaksud,
Pemerintah melalui Kementerian PUPR telah merencanakan pembangunan Jalan Tol
Bebas Hambatan dari Pontianak ke Pelabuhan Kijing (BPJT Kementerian PUPR, 2021).
Adanya jalan tol ini diperkirakan akan memangkas waktu perjalanan darat dari 2jam

Page 15
menjadi +1jam serta meminimalisir risiko kemacetan dan kecelakaan di sepanjang jalan
nasional.
Berdasarkan pra studi Kelayakan Jalan Tol di Provinsi Kalimantan Barat yang disusun oleh
Direktorat Jalan Bebas Hambatan Ditjen Bina Marga, ruas Pontianak - Kijing diusulkan
untuk dilanjutkan hingga Kota Singkawang dan Kabupaten Sambas dengan pembangunan
secara bertahap mulai tahap pertama yaitu ruas Pontianak-Mempawah, tahap kedua yaitu
Mempawah-Kijing-Singkawang dan tahap terakhir yaitu ruas Singkawang-
Sambas. Sehingga, nantinya dengan penambahan panjang ruas hingga Kota
Singkawang, diharapkan dapat mengakomodir lalu lintas kendaraan terutama kendaraan
berat yang menuju kawasan perindustrian, perkebunan, peternakan, dan pertambangan di
Kota Singkawang. Selain itu di Kota Singkawang terdapat Kawasan Pariwisata Pasir
Panjang yang termasuk dalam kawasan strategis pariwisata di wilayah tersebut.

Sumber: BPJT Kementerian PUPR

Gambar 18 Rencana Jalan Tol Pontianak-Kijing-Singkawang-Sambas

2. Peningkatan Konektivitas Logistik dari aspek Transportasi Darat (Kereta Api)


Strategi lain yang dapat dipertimbangkan untuk peningkatan konektivitas logistik adalah
dengan membangun jalur kereta api logistik untuk pengangkutan CPO, Bauksit, maupun
produk industri lainnya dari dan ke Terminal Kijing, terutama untuk menghubungkan
daerah penghasil komoditas yang berjarak lebih dari 100km dari Terminal Kijing.

Hal ini tentunya dapat mengurangi beban angkutan jalan raya dan juga lebih efisien karena
dapat mengurangi biaya logistik pengangkutan CPO, bauksit, maupun produk yang
lainnya. Sebagai contoh, sebagaimana hasil penelitian analisis perbandingan moda
angkutan CPO yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara rata-rata
biaya angkutan CPO dengan kereta api dan truk tangki, dengan biaya angkutan kereta api

Page 16
lebih murah Rp142,48- per ton km daripada dengan angkutan truk tangka (Nasution,
2020). Penggunaan moda kereta api logistik juga pastinya akan lebih cepat jika
dibandingkan dengan moda truk tangki karena kereta api logistik tentu saja bebas
hambatan dan jarang mengalami kemacetan ataupun minim resiko kecelakaan. Volume
yang di angkut dalam satu kali perjalanan gerbong kereta api logistik juga lebih banyak
karena mampu mencapai hingga 20 gerbong dengan rata-rata muatan tiap gerbong
mencapai maksimal sekitar 20 ton.

Sumber: https://id.quora.com/

Gambar 19 Kereta Api Logistik Gerbong Ketel (GK) PT KAI (Persero) di Sumatera Utara

Sebagai permulaan, jalur yang dibangun dapat mengikuti alur pembangunan jalan tol yaitu
dari Pontianak-Mempawah-Kijing-Singkawang-Sambas dengan tujuan utama untuk
mengurangi beban jalur darat. Selanjutnya jalur dapat dikembangkan ke selatan hingga
Kabupaten Ketapang dan ke timur hingga Kabupaten Sintang dan Kapuas Hulu.

Sebagai template desain, kita dapat mengambil contoh pengoperasian kereta api logistik
(Kalog) pengangkut komoditi oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) di Sumatera Utara,
tepatnya dari dan ke Pelabuhan Belawan, Medan. CPO (Crude Palm Oil) merupakan
komoditi unggulan yang diangkut dengan kereta api di Sumatera Utara. Sejak
perkeretaapian di Sumatera Utara dibangun oleh Deli Spoorweg Maatschappij (DSM)
sampai sekarang dikelola oleh PT KAI, angkutan hasil perkebunan seperti CPO masih
tetap dioperasikan. Jalur-jalur kereta api bahkan sejak jaman DSM dibangun sampai
masuk ke area perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit yang kini milik PT
Perkebunan Nusantara (PTPN) III dan PTPN IV. Tak hanya perusahaan BUMN seperti

Page 17
PTPN III dan PTPN IV, beberapa perusahaan swasta juga telah menjalin kerjasama
angkutan CPO dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero). Karena tidak ada jalur kereta
api yang masuk ke kawasan perkebunan/ pabrik pengolahan milik swasta, maka proses
pengangkutannya dibawa dengan truk tangki ke stasiun terdekat. Selanjutnya, muatan
dipindahkan ke gerbong ketel (GK) untuk kemudian dibawa ke Pelabuhan Belawan.

Selain dengan gerbong ketel (GK), pengangkutan CPO juga bisa dengan gerbong datar
(GD). Hanya saja tangki yang digunakan untuk memuat CPO harus didesain menjadi
tangki kontainer (Tank Containers/ ISO tank) sehingga bisa diangkat dan diturunkan
dengan Reach Stecker atau Gantry Crane.

Sumber: https://images.google.com/ (2022)

Gambar 20 ISO tank dapat digunakan untuk pengangkutan CPO dengan menggunakan
kereta api logistik
Hal yang serupa tentunya dapat diterapkan dalam pengangkutan CPO, bauksit, maupun
produk industri lain dengan penyesuaian tanki ataupun container yang diangkut kereta api
logistik dari dan ke Pelabuhan Kijing. Untuk pengangkutan Bauksit sendiri dapat
menggunakan jenis kereta api logistik gerbong datar dan menggunakan open top container
sejenis seperti yang digunakan dalam pengangkutan batu bara. Setiap gerbong dapat
mengangkut maksimal seberat 20ton bauksit dengan maksimum rangkaian sebanyak 20
gerbong untuk 1 lokomotif.

Page 18
Sumber: https://cargo.kai.id/

Gambar 21 Pengangkutan bauksit dapat menggunakan jenis gerbong yang sama


dengan pengakutan batubara
Sedangakan untuk jenis muata lainnya, dapat diangkut dengan gerbong datar dengan
menggunakan dry container berukuran 20’ dengan maksimal kapasitaas muatan seberat
20 ton tiap gerbong dan maksimum 20 rangkaian gerbong.

Sumber: https://cargo.kai.id/

Gambar 22 Pengangkutan jenis muatan lain dengan menggunakan 20' dry


container
Pemerintah dapat membangun jalur kereta baru sebanyak 2 jalur sebagai permulaan untuk
mengakomodir kebutuhan transportasi logistik. Kedepannya, jalur kereta ini juga tentunya
dapat digunakan untuk jalur kereta commuter masyarakat di daerah Kalimantan Barat dan
sekitarnya sehingga mendukung mobilitas dan peningkatan perekonomian daerah.

Page 19
3. Peningkatan Konektivitas Logistik dari aspek Transportasi Perairan
Integrasi Feeder Ports dan Private Jetty di Kalimantan Barat ke Terminal Kijing
dengan Barge dan Transhipment
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2017, percepatan pembangunan dan
pengoperasian Terminal Kijing Pelabuhan Pontianak di Kalimantan Barat dilakukan dalam
rangka peningkatan konektivitas, pengembangan infrastruktur kemaritiman, dan
pengembangan wilayah Kalimantan Barat. Dengan adanya pembangunan Terminal Kijing
perlu adanya strategi untuk peningkatan logistik khususnya pada transportasi perairan.
Kalimantan Barat memang dikenal sebagai wilayah dengan sungai yang cukup lebar
dengan aliran air yang cukup stabil. Adapun disebutkan sebelumnya bahwa terdapat
banyak sekali jetty swasta (private jetty) dan beberapa pelabuhan pengumpul di wilayah
Kalimantan Barat sehingga sangat cocok untuk pengembangan integrasi feeder ports dan
private jetty, sebagaimana ilustrasi di bawah ini:

Gambar 23 Ilustrasi konektivitas Feeder Ports & Private Jetty menggunakan sarana
layanan Kapal/Tomgkang

Strategi konektivitas hinterland dengan integrasi feeder ports dan private jetty yang
diusulkan untuk meningkatkan efektivitas dan nilai tambah untuk masing-masing
komoditas adalah sebagai berikut:
a. Integrasi CPO Products
Terdapat 2 (dua) area utama penghasil CPO di Kalimantan Barat yaotu di Kabupaten
Sanggau (sisi tengah Kalimantan Barat) dan Kabupaten Ketapang (sisi selatan
Kalimantan Barat). Kedua area ini dekat dengan sungai besar yaitu Sungai Kapuas
dan Sungai Pawan.
CPO dari kedua daerah utama tersebut kemudian dilakukan pengiriman
Pelabuhan/Terminal terdekat melalui truk untuk kemudian diangkut menggunakan
tongkang ke Terminal Kijing yang lalu dilakukan transhipment di Terminal Kijing dan
diangkut dengan kapal pengangkut CPO yang memiliki kapasitas yang lebih besar lagi
sehingga akan lebih efektif dari segi biaya serta memiliki realibilitas yang lebih tinggi
dibandingkan pengangkutan menggunakan tongkang di laut lepas.

Page 20
Gambar 24 Strategi Integrasi CPO Products di Terminal Kijing
b. Integrasi Bauxite/Alumina Products
Daerah utama penghasil bauksit adalah di Sanggau, Ketapang, Landak dan Pontianak.
Daerah Landak dan Pontianak memiliki jarak yang cukup dekat dengan Pelabuhan
Kijing. Sedangkan Sanggau dan Ketapang memiliki jalur sungai yang mencukupi untuk
lalu lintas tongkang menuju Terminal Kijing.
Adapun Pabrik Refinery Bauksit menjadi Alumina telah dibangun di Tayan (Sanggau)
dan juga Ketapang, serta beberapa Refinery yang sedang dibangun memiliki
aksesibilitas yang cukup baik ke Terminal Kijing.
Sehingga hampir sama dengan CPO, Bauksit dan/atau Alumina dari Feeder Ports atau
Private Jetty di sekitar lokasi tambang dan refinery diangkut ke Terminal Kijing untuk
kemudian dilakukan transhipment di Terminal Kijing, lalu dengan kapal yang lebih
besar dilakukan direct export ke negara-negara tujuan seperti Jepang, China atau
Korea Selatan.

Page 21
Gambar 25 Strategi Integrasi CPO Products di Terminal Kijing

c. Integrasi Cargo Petikemas


Cargo Petikemas di Wilayah Kalimantan Barat umumnya merupakan cargo domestik
dan tujuan utamanya adalah Pelabuhan Pontianak dengan throughput mendekati
300ribu TEUs, selain itu terdapat juga arus petikemas dari Pelabuhan Ketapang
denganthroughput sebesar 100-150ribu TEUs per tahun.
Layanan angkutan tongkang atau feeder vessel dari Pelabuhan Pontianak dan
Pelabuhan Kawasan lainnya menuju Terminal Kijing memiliki potensi yang sangat baik
untuk mengurangi beban jalan darat dan biaya logistik di Kalimantan Barat.
Berdasarkan Kajian BMT (BMT, 2014), dengan rute eksisiting dari Jakarta-Pontianak
dan Singapura-Pontianak, rute melalui Terminal Kijing dan layanan tongkang ke
Pelabuhan Pontianak dapat menghemat lebih dari 50% shipping cost untuk impor dari
Singapura dan menghemat 30% shipping cost untuk impor melalui Pelabuhan Tj. Priok,
Jakarta.
Layanan Tongkang ini juga akan memiliki biaya yang lebih murah atau sekitar 20% dari
biaya pengangkutan menggunakan truk dari Pelabuhan Pontianak ke Terminal Kijing.
Dalam Jangka Pendek, Throughput petikemas yang dapat dilayani oleh Terminal Kijing
jika skema integrasi ini berjalan baik adalah sekitar 500ribu TEUs.

Page 22
4. Peningkatan Performansi Logistik melalui Pembangunan Kawasan Ekonomi
Khusus di Terminal Kijing
Definisi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Mengutip dari (Farole & Akinci, 2011) bahwa Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau
Special Economic Zone (SEZ) didefinisikan sebagai “suatu wilayah geografis yang berada
di dalam batas-batas nasional suatu negara di mana aturan bisnisnya berbeda dengan
yang berlaku di wilayah nasional tersebut. Aturan yang berbeda tersebut terkait dengan
kondisi investasi, aturan perdangangan nasional dan bea cukai, perpajakan, dan peraturan
lingkungan; dimana kawasan tersebut diberikan lingkungan bisnis yang lebih bebas
(liberal) dari segi kebijkan dan lebih efektif dari segi administratif dibandingkan dengan
peraturan nasional.”
Kemudian jika merujuk dari (OECD, 2010) KEK merupakan area yang dibatasi secara
khusus (ring-fenced enclaves) yang menikmati peraturan, insentif dan kelembagaan
khusus yang berbeda dengan dari perekonomian lainnya di negara tersebut.
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau Kawasan Industri sangat diperlukan untuk
meningkatkan nilai dari sumber daya alam yang dihasilkan dari hinterland Pelabuhan,
sehingga komoditas yang akan diangkut di Pelabuhan sudah berupa barang jadi atau
setengah jadi yang siap untuk diekspor atau digunakan.
Referensi KEK di luar dan dalam negeri
Sebagai salah satu contoh di luar negeri dan terdekat adalah POIC Lahad Datu di Sabah
Malaysia. POIC Lahad Datu dibangun oleh Pemerintah Daerah Sabah pada tahun 2005
untuk mendukung perkembangan perkebunan kelapa sawit melalui pengembangan
industri hulu pengolahan CPO dan Pelabuhan bertaraf internasional. Saat ini terdapat
sudah terdapat +800Ha yang sudah digunakan untuk infrastruktur dan utilitas, dan di masa
depan direncanakan akan mencapai luasan area sebesar +1800Ha untuk menampung
kompleks industry ringan hingga berat. Pelabuhan pada POIC Lahad Datu ini berkembang
cukup pesat dan terdapat Terminal Petikemas, Terminal Curah Kering, Terminal Curah
Cair dan Dermaga Tongkang. POIC Lahad Datu tidak hanya bertujuan sebagai katalis
perkembangan daerah di Sabah tetapi juga menjadi bagian dari BIMP-EAGA (Brunei-
Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area) yang mensuplai pasar global
untuk komoditi CPO, kakao, karet, kayu, mineral, termasuk batu bara dan minyak bumi.

Page 23
Sumber: google earth dan http://www.poicport.com.my/liquid_bulk_terminal.cfm

Gambar 26 Lokasi POIC Lahad Datu dan Pelabuhan Lahad Datu


Adapun selain itu sebagai contoh di dalam negeri, salah satu Kawasan Industri yang dapat
menjadi rujukan adalah Kawasan Industri Dumai, Riau. Kawasan Industri Dumai
merupakan Kawasan Industri yang dioperasikan oleh Wilmar Group dan terletak relative
dekat dengan Pelabuhan yang dioperasikan oleh PT Pelindo. Terdapat banyak pabrik
pengolahan dan refineries sehingga banyak juga cargo berupa bahan mentah masuk serta
produk olahan yang dikirimkan dari Kawasan ini. Hal ini jelas membuat kedua Infrastruktur
ini, Kawasan industry dan Pelabuhan menjadi saling menguntungkan secara bisnis.
Walaupun bukan berupa KEK, namun Kawasan Industri Dumai ini menjadi salah satu
contoh integrasi Pelabuhan dengan Kawasan Industri yang secara bisnis saling
menguntungkan satu sama lain.
Dapat dikatakan bahwa sebagian besar pengolahan CPO (proses refinery) di Indonesia
dilakukan di Kawasan Industri Dumai ini sebelum dilakukann ekspor atau didisitribusikan
ke lokasi lain di Indonesia. Sehingga seiring peningkatan jumlah produksi CPO di
Indonesia perlu dibangun fasilitas-fasilitas industry pengolahan CPO di daerah penghasil
CPO yang berada di dekat Pelabuhan agar biaya logistik dapat lebih murah.

Gambar 27 Contoh Kawasan Industri atau KEK terkoneksi Pelabuhan di Dumai

Page 24
Peningkatan Logistik melalui Pembangunan KEK
Contoh pembangunan infrastruktur Pelabuhan yang bersinergi dengan Kawasan Industri
ini tentunya dapat dijadikan contoh untuk pengembangan di Terminal Kijing, apalagi
area/lahan di sekitar Terminal Kijing masih banyak yang belum terutilisasi dengan optimal.
Dengan adanya Kawasan Industri yang terkoneksi Pelabuhan maka akan meningkatkan
investasi untuk pembangunan pabrik pengolahan/refinery CPO dan Bauksit/Alumina
sehingga proses logistik menjadi semakin efektif dan efisien serta diperoleh nilai tambah
terhadap sumberdaya yang dihasilkan di Kalimantan Barat.

Gambar 28 Ilustrasi terkait Hubungan yang Saling Menguntungkan antara Pelabuhan


dan Kawasan Industri

Dari segi cargo petikemas, di area Kawasan Industri/KEK tersebut dapat juga dibangun
logistic center berupa gudang-gudang CFS untuk memfasilitas kegiatan stuffing dan
stripping, mengingat lokasi Terminal Kijing berada di tengah-tengah 2 (dua) kota yang
berpenduduk terbanyak di Kalimantan Barat, yaitu Pontianak dan Singkawang.
Secara historis KEK ini sebenarnya pernah digagas oleh BAPPEDA, Provinsi Kalimantan
Barat dan Kemenko Perekonomian pada tahun 2015 dengan luasan hingga 5000Ha.
Berdaarkan gagasan tersebut area KEK ini akan memiliki fasilitas antara lain:
• Industri pengolhan CPO
• Industri pengolahan bauksit/alumina
• Industri pengolahan karet
• Industri pengolahan makanan
• Logistic Center (pergudangan, CFS, cold storage, dll)
• Fasilitas Umum dan area penduduk serta area utilitas.

Page 25
Sumber: Pelindo II, BAPPEDA Prov. Kalimantan Barat, dan Kemenko Perekonomian (2015)

Gambar 29 Rencana Lokasi Lahan KEK Kijing


Di lain sisi, pada saat ini Pemerintah telah memasukkan 2 (dua) Kawasan Industri di
Provinsi Barat dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Perpres Nomor 109
Tahun 2020, yaitu Kawasan Industri Landak (+75km dari Pelabuhan Kijing) dan Kawasan
Industri Ketapang (+600km dari Pelabuhan Kijing). Dua daerah tersebut dipilih menjadi
Kawasan Industri dalam PSN karena memang mayoritas sumber daya alam andalan
Kalimantan Barat (CPO dan Baiksit) berada di area tersebut.
Tentunya Kawasan Industri tersebut akan memberikan dampak yang lebih positif bagi
Pelabuhan Kijing dan Provinsi Kalimantan Barat selama memiliki konektivitas hinterland
yang baik, dimana Kawasan Industri Landak memerlukan peningkatan akses jalan darat
atau kereta ke Pelabuhan Kijing sedangkan untuk Kawasan Industri Ketapang dengan
jarak yang cukup jauh dengan Pelabuhan Kijing maka harus terkoneksi dengan
transportasi laut dengan Pelabuhan Kijing melalui feeder ship atau barge.

5. Peningkatan Performansi Logistik melalui Inisiatif Kebijakan dan Regulasi


a. Memasukkan Project KEK Kijing dalam Daftar PSN
Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional bahwa di
Kalimantan Barat terdapat 3 (tiga) Proyek di Kalimantan Barat, yaitu antara lain:
a. Pengembangan Pelabuhan Terminal Kijing;

Page 26
b. Kawasan Industri Landak; dan;
c. Kawasan Industri Ketapang.
Dengan masuk daftar Proyek Strategis Nasional, sebuah proyek infrastruktur memperoleh
beberapa keunggulan berupa percepatan pembangunan, karena setiap hambatan
baik regulasi dan perizinan wajib diselesaikan oleh para Menteri terkait, Gubernur hingga
Bupati, percepatan waktu penyediaan lahan, dan jaminan keamanan politik. (Bisnis.com,
2016).
Proyek Strategis Nasional diharuskan memenuhi unsur kriteria dasar, kriteria strategis dan
kriteria operasional. Unsur syarat kriteria dasarnya adalah kesesuaian dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Daerah dan rencana strategis sektor
infrastruktur, memiliki kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah sepanjang
tidak mengubah Ruang Terbuka Hijau. Kriteria strategis mengacu kepada manfaat dari
proyek tersebut terhadap perekonomian, kesejahteraan sosial, pertahanan dan keamanan
nasional, memiliki keterkaitan antar sektor infrastruktur dan antar wilayah (konektivitas),
dan keragaman distribusi antar pulau. Keragaman distribusi antar pulau mengacu kepada
keseimbangan antara pembangunan di Indonesia Barat dan Indonesia Timur dengan
tujuan mendorong konektivitas dan distribusi barang yang lebih baik (Indonesia-
Investments, 2017). Sementara itu, kriteria operasional berupa adanya kajian pra studi
kelayakan dan nilai investasi harus di atas Rp 100 miliar atau proyek berperan strategis
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah (KPPIP, 2020)
Dari unsur kriteria dasar, kriteria strategis, dan kriteria operasional maka dapat disimpulkan
bahwa KEK Kijing dapat memenuhi ketiga unsur tersebut, dimana KEK Kijing sudah sesuai
dengan RTRW Provinsi Kalimantan Barat, memberikan manfaat terhadap perekonomian,
serya memiliki nilai di atas Rp 100 miliar. Selain project KEK Kijing, peningkatan
aksesibiitas jalan seperti Jalan Tol yang melewati Terminal Kijing yaitu Tol Pontianak-
Singkawang-Sambas perlu dipertimbangkan untuk masuk ke dalam Daftar PSN untuk
mempercepat eksekusi project dimaksud.

b. Penerapan Adaptive Port Planning dan Regulasi yang Adaptif


Adaptive Port Planning (APP) merupakan suatu konsep yang menarik dalam beberapa
tahun terakhir untuk merencanakan suatu Pelabuhan. APP ini mengakomodir
pengembangan suatu Pelabuhan dalam menghadapi ketidakpastian yang sangat mungkin
dihadapi oleh bisnis kepelabuhanan dan untuk mencapai tujuan para stakeholder yang
terlibat pada proses bisnis Pelabuhan. (Taneja, Ligteringen, & van Schuylenburg, 2020)
Berbeda dengan konsep Masterplan tradisional (Gambar 30) dalam konsep APP ini
Masterplan atau Rencana Induk Pelabuhan (RIP) yang merupakan salah satu
pengembangan Pelabuhan di Indonesia harus dapat secara terus menerus dilakukan
review dan evaluasi berdasarkan kondisi-kondisi ketidakpastian (uncertainty) yang terjadi
di lapangan, seperti volume komoditas, trend kedatangan kapal, perkembangan
konektivitas hinterland, perkembangan teknologi, perubahan iklim, dan hal-hal lainnya
yang tidak dapat diantisipasi di awal.

Page 27
Sumber: adapted from Taneja, P. (2013), The Flexible Port, Volumes 2013-2016 of TRAIL thesis series,
ISSN 1566-0788

Gambar 30 Perbedaan antara Tradition Masterplanning dengan Adaptive Port Planning


Segala hal yang terkait uncertainty harus dipetakan dari awal untuk kemudian ditentukan
bersama-sama terkait dengan rencana tindak lanjut atau mitigasi untuk menghadapinya
jika hal tersebut benar-benar terjadi. Hal ini akan membuat pengembangan sebuah
Pelabuhan menjadi lebih lincah (agile) dan cost efficient. Proses monitoring dan evaluasi
sepanjang proses operasional Pelabuhan juga diperlukan secara kolaboratif antara
operator dan juga regulator.
Dari segi regulator, hal ini dapat diwadahi pada saat penyusunan RIP atau revisi RIP untuk
menggunakan konsep APP ini, agar dari segi bisnis tidak kaku dan juga meminimalisir
terjadinya penyimpangan terhadap RIP yang telah ditetapkan oleh Kementerian
Perhubungan.

Kemudian mengingat kegiatan logistik maritim merupakan kegiatan strategis yang


menopang kegiatan perekonomian nasional dan strategis bagi perekonomian regional
hingga internasional, keadaan krisis akibat pandemi COVID 19 menjadikan sektor
transportasi khususnya logistik maritim ikut terdampak, sehingga diperlukan penyesuaian
dalam berbagai hal, khususnya dalam hal regulasi maupun pedoman terkait dengan
penyelenggaraan angkutan laut khususnya terkait logistik maritim dalam rangka
menghadapi kondisi pandemi. Regulasi yang disiapkan dapat berupa perubahan peraturan
yang ada dengan substansi yang mengadaptasi kondisi krisis, atau peraturan baru, dan
juga pedoman pelaksanaan penyelenggaraan logistik maritim dalam menghadapi kondisi
krisis/pandemi.

VI. KESIMPULAN
Adapun terkait dengan Kajian Peningkatan Konektivitas Logistik Hinterland di Terminal Kijing,
Kalimantan Barat, dapat disimpulkan beberapa hal antara lain:

Page 28
a. Terminal Kijing merupakan Terminal Laut Dalam (Deep Sea Terminal) yang memiliki
kapasitas throughput cargo terbesar di wilayah Kalimantan Barat, yang mana saat ini
sedang dalam tahap penyelesaian Konstruksi oleh PT Pelindo dan akan siap beroperasi
sesegera mungkin pada tahun 2022 ini.
b. Hinterland Terminal Kijing adalah Provinsi Kalimantan Barat. Kalimantan Barat memiliki
potensi komoditas yang sangat besar terutama untuk komoditas CPO, Bauksit/Alumina,
dan general cargo dalam petikemas.
c. Namun aksesibilitas hinterland melalui transportasi sungai juga masih belum terintegrasi
dengan baik dikarenakan masih kurangnya industri pengolahan di Kalimantan Barat.
Alhasil CPO dan Bauksit/Alumina masih perlu dikirim melalui tongkang-tongkang kecil
berukuran 2000-3000DWT ke Pelabuhan-pelabuhan yang terkoneksi dengan Kawasan
Industri seperti di Sumatra dan Jawa. Hal itu tentunya berdampak pada tingginya biaya
logistik pengangkutan sumber daya alam tersebut serta rendahnya realibilitas
pengangkutan karena rentan terkendala akibat cuaca buruk atau gelombang tinggi.
d. Secara aksesibilitas transportasi darat, Penulis menilai bahwa masih terdapat kekurangan
secara kapasitas mengingat hanya terdapat jalan nasional dengan jumlah 2 lajur 2 arah
yang menghubungkan antara Pontianak-Terminal Kijing-Singkawang, selain itu akibat
dampak dari pembangunan Terminal Kijing, juga terdapat Relokasi jalan nasional
sepanjang +6km di sekitar Terminal Kijing.
e. Dari segi aksesibilitas laut, sudah terdapat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 273
Tahun 2020 terkait sistem rute yang ditetapkan di alur pelayaran masuk Terminal Kijing
Pelabuhan Pontianak.
f. Adapun beberapa strategi untuk meningkatkan konektivitas hinterland di Terminal Kijing
yaitu antara lain:
i. Peningkatan Akses Darat menuju Terminal Kijing yaitu salah satunya dengan
pembangunan Jalan Tol yang diinisiasi oleh Pemerintah, dalam hal ini oleh
Kementerian PUPR;
ii. Peningkatan Akses Darat menggunakan sarana Kereta Api dimana hal ini dapat
mengadopsi contih pengoperasian kereta api logistik (Kalog) pengangkut komoditi
oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) di Sumatera Utara, tepatnya dari dan ke
Pelabuhan Belawan, Medan.
iii. Integrasi dan Sinergi Feeder Ports dan Private Jetty di Kalimantan Barat ke
Terminal Kijing dengan layanan tongkang ataupun kapal yang berukuran hingga
5000 DWT untuk kemudian diangkut (ocean going) menggunakan kapal yang
berukuran lebih besar ke lokasi-lokasi tujuan ekspor atau wilayah lain di Indonesia
iv. Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus/Kawasan Industri yang terkoneksi
dengan Terminal Kijing, sehingga membawa dampak yang saling menguntungkan
bagi para Pihak dan juga wilayah Kalimantan Barat itu sendiri, terdapat beberapa
contoh yang dapat diadopsi yaitu seperti di Kawasan Industri Dumai, Pekanbaru dan
POIC Lahad Datu di Sabah.

Page 29
v. Peningkatan Konektivitas melalui Inisiatif Kebijakan dan Regulasi berupa
memasukkan beberapa proyek penting seperti KEK Kijing dan Jalan Tol Pontianak-
Singkawang-Sambas ke dalam Daftar Proyek Strategis Nasional, selain itu juga
dapat mengimplementasikan konsep Adaptive Port Planning dan penyesuaian
regulasi yang bersifat adaptif untuk menghadapi uncertainty atas faktor-faktor yang
berkaitan dengan pengembangan Pelabuhan.

VII. DAFTAR PUSTAKA


Bisnis.com. (2016, Februari 02). Retrieved from
https://ekonomi.bisnis.com/read/20160202/45/515467/jadi-proyek-strategis-nasional-
225-proyek-dapat-keistimewaan
BMT. (2014). Detailed Feasibility & Outline Design Kijing Deepwater Port - Final Report.
Jakarta: PT Pelindo.
BPJT Kementerian PUPR. (2021, Desember 21). Retrieved from Berita BPJT:
https://bpjt.pu.go.id/berita/rencana-pembangunan-jalan-tol-pontianak-pelabuhan-
kijing-dukungan-konektivitas-bebas-hambatan-di-provinsi-kalimantan-barat
Dinas PU Provinsi Kalimantan Barat. (2012). Rencana tata Ruang Kawasan Pelabuhan Utama
Sungai Kunyit. Pontianak: PT Komla Consulting Engineers.
Farole, T., & Akinci, G. (2011). Special Economic Zones: Progress, Emerging Challenges, and
Future Directions. Washington DC: The World Bank.
Indonesia-Investments. (2017, Juni 23). Retrieved from https://www.indonesia-
investments.com/id/bisnis/risiko/infrastruktur/item381
Kompas.com. (2021, 06 28). Daerah Penghasil Bauksit di Indonesia. Retrieved from
https://www.kompas.com/skola/read/2021/06/28/100000969/daerah-penghasil-
bauksit-di-indonesia
KPPIP. (2020, Desember 4). Retrieved from https://kppip.go.id/proyek-strategis-nasional/
Nasution, A. R. (2020). Analisis Perbandingan Moda Angkutan CPO di Provinsi Sumatera
Utara. Medan: USU.
OECD. (2010). Designing Economic Zones for Effective Investment Promotion. Amman:
MENA-OECD Investment Programme.
Taneja, P., Ligteringen, H., & van Schuylenburg, M. (2020). Dealing with uncertainty in design
of port infrastructure systems. Journal of Design Research, 8 (2), 101-118.
doi:https://doi.org/htttp://dx.doi.org/doi:10.1504/jdr.2010.032073
Woxenius, J., Roso, V., & Lumsden, K. (2004). The Dry Port Conecept-Connecting Seaports
with their Hinterland by Rail. Chalmers: ICLSP. Chalmers: ICLSP.

Page 30

Anda mungkin juga menyukai