Anda di halaman 1dari 131

IMPLEMENTASI CSR MELALUI

PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT:


Inovasi Pemberdayaan Masyarakat
PT. Pertamina EP. Asset 3 Subang Field

Sumardjo
Adi Firmansyah
Leonard Dharmawan
Yulia Puspadewi Wulandari
IMPLEMENTASI CSR MELALUI
PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT:
Inovasi Pemberdayaan Masyarakat
PT. Pertamina EP. Asset 3 Subang Field

Penyusun:
Sumardjo
Adi Firmansyah
Leonard Dharmawan
Yulia Puspadewi Wulandari
IMPLEMENTASI CSR MELALUI
PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT:
Inovasi Pemberdayaan Masyarakat
PT. Pertamina EP. Asset 3 Subang Field

Penyusun:
Sumardjo
Adi Firmansyah
Leonard Dharmawan
Yulia Puspadewi Wulandari

Foto-foto:
Dokumentasi CARE IPB dan
PT. Pertamina EP. Asset 3 Subang Field

Gambar cover depan:


http://www.amadeus.com/

Gambar cover belakang:


http://griyatilawah.com/

Diterbitkan oleh :
CARE IPB
Kampus IPB Baranangsiang

Cetakan pertama, Juli 2014

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Dilarang memperbanyak buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit

ISBN 978-602-71091-0-0
KATA PENGANTAR

Suatu model pengembangan masyarakat yang dapat diamati


secara konkrit pada saat ini dinilai sudah menjadi kebutuhan
mendesak. Berbagai upaya pengembangan masyarakat telah
banyak dilakukan oleh banyak pihak, namun banyak pula yang
kurang menghasilkan suatu dampak yang signifikan untuk dijadikan
contoh bagi pengembangan masyarakat sekitarnya. Pengembangan
di dalam konteks implementasi tanggung jawab sosial perusahaan
(Corporate Social Responsibility) semakin menjadi kebutuhan, selain
disebabkan oleh adanya aturan hukum yang mengatur dan
mewajibkan adanya CSR, dan pedoman penerapan CSR yang
tertuang dalam ISO 26000, juga semakin mendesak setelah
menguat dan meluasnya kesadaran masyarakat atas adanya
dominasi akses sumberdaya oleh pemodal kuat terhadap pemodal
lemah dan atau masyarakat setempat. Hal ini mengingat
operasionalisasi suatu perusahaan selain menghasilkan manfaat
berupa keuntungan, juga tidak terlepas dari dampak, diantaranya
dampak negatif yang berimplikasi pada biaya sosial.
Kegagalan program pengembangan masyarakat yang sering
ditemukan selama ini, baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah
maupun swasta, antara lain disebabkan ketidaktepatan metodologi
perencanaan program yang digunakan serta metode
implementasinya. Buku ini menyajikan metode partisipatif pengkajian
sumberdaya masyarakat dalam rangka perencanaan program
Community Development (Comdev) yang disertai dengan teknik
serta contoh-contoh yang konkrit. Pada bagian lain, buku ini juga
menampilkan inovasi pemberdayaan masyarakat yang
dikembangkan oleh PT. Pertamina EP Asset 3 Subang Field dalam
mengimplentasikan program pengembangan masyarakat. Di bagian
akhir buku ini membahas tentang pelajaran-pelajaran penting
pemberdayaan masyarakat dalam rangka CSR.

i
Ucapan terima kasih disampaikan kepada PT. Pertamina EP.
Asset 3 Subang Field dan seluruh pihak yang mendukung sehingga
buku ini dapat diselesaikan. Buku ini tersusun berkat kerjasama
CARE IPB dengan PT. Pertamina EP. Asset 3 Subang Field.
Semoga buku ini dapat memberikan inspirasi dan kontribusi bagi
pengembangan program CSR di masa mendatang.

Bogor, Juli 2014

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... vi
1. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. CSR: Implementasi Good Corporate Governance ............... 1
1.2. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Konsep CSRPT.
Pertamina EP. Asset 3 Subang Field ................................... 2
1.3. Strategi Community Development PT. Pertamina EP. Asset 3
Subang Field ........................................................................ 4
2. LANDASAN OPERASIONAL CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY (CSR): FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, HUKUM .. 5
2.1. Mengapa Corporate Social Responsibility Penting Bagi
Perusahaan .......................................................................... 6
2.2. Dasar Hukum Implementasi CSR ......................................... 8
2.3 Tata kelola Organisasi CSR : ISO 26000:2010(Guidance on
Social Responsibility) ......................................................... 12
3. METODA PARTISIPATIF IDENTIFIKASI POTENSI
SUMBERDAYA MASYARAKAT ................................................. 16
3.1. Pemetaan ........................................................................... 17
3.2. Transek .............................................................................. 23
3.3. Kalender Musim.................................................................. 28
3.4. Sejarah Perkembangan Desa ............................................. 32
3.5. Kajian Mata Pencaharian .................................................... 37
3.6. Kalender Harian.................................................................. 41
3.7. Kajian Peran dan Manfaat Lembaga................................... 44

iii
4. INOVASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PT. PERTAMINA
EP.ASSET 3 SUBANG FIELD .................................................... 48
4.1. Kampung Eco Green .......................................................... 49
4.2. Perencanaan Partisipatif ..................................................... 51
4.3. Pengembangan Jamur Terpadu ......................................... 56
4.4. Ternak Domba Terpadu ...................................................... 66
5. PENUTUP: PELAJARAN IMPLEMENTASI PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DALAM CSR ..................................................... 80
5.1. Pelajaran dari Isu seputar Implementasi PP Nomor 47 Tahun
2012 ................................................................................... 80
5.2. Pelajaran dari beberapa acuan dalam implementasi CSR .. 90
5.3. Pelajaran dari Perspektif pentingnya penerapan CSR ........ 92
5.4. Pelajaran terkait Prioritas Isyu Penerapan CSR.................. 96
5.5. Pelajaran terkait dengan pemberdayaan masyarakat dalam
implementasi CSR ............................................................. 99
5.6. Prinsip-prinsip dalam ISO 26000:2010 (Guidance on Social
Responsibility) .................................................................. 110
DAFTAR RUJUKAN ...................................................................... 113
PROFIL TIM PENULIS.................................................................. 115

iv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Hasil Transek di Desa Pasirukem ................................. 26
Tabel 3.2. Form Kalender Musim ................................................... 30
Tabel 3.3. Contoh Kalender musim untuk Komoditi Unggulan di
Desa Cidahu, Subang ................................................... 31
Tabel 3.4. Visualisasi Alur Sejarah: ............................................... 36
Tabel 3.5. Contoh Sejarah Program Pembangunan Desa ............. 36
Tabel 3.6. Contoh Identifikasi Jenis Pekerjaan di Desa ................. 39
Tabel 3.7. Kegiatan Harian Komunitas .......................................... 44
Tabel 4.1. Potensi, Permasalahan dan kebutuhan Desa Pasirjaya,
Karawang ..................................................................... 54
Tabel 4.2. Proyeksi Populasi, Jumlah Kotoran, Kebutuhan Jerami
dan Potensi Pengurangan Emisi CO2 Program Ternak
Domba Terpadu ............................................................ 76
Tabel 5.1. Perbedaan CSR dan PKBL ........................................... 83
Tabel 5.2. Perkembangan Level Keberdayaan menurut Aspek
Keberdayaan .............................................................. 104
Tabel 5.3. Perkembangan Level Pemberdayaan menurut Aspek
Pemberdayaan ........................................................... 106

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Pilar Program Comdev PT. Pertamina EP Asset 3


Subang Field ............................................................. 3
Gambar 2.1. Acuan Cakupan CSR versi ISO 26000..................... 10
Gambar 3.1. Unsur-Unsur Utama PRA ......................................... 17
Gambar 3.2. Hasil Pemetaan Desa secara Partisipatif ................. 22
Gambar 3.3. Proses Pemetaan Secara Partisipatif ....................... 23
Gambar 3.4. Rantai Tataniaga Hasil Nelayan ............................... 40
Gambar 3.6. Hasil kajian kelembagaan di Desa Pasirukem.......... 47
Gambar 4.1. Dampak Pengembangan Kampung Eco Green ....... 51
Gambar 4.2. FGD dalam rangka mendapatkan masukan
masyarakat untuk Penyusunan Renstra Comdev PT.
Pertamina EP Subang Field .................................... 52
Gambar 4.3. Implementasi Partisipatif .......................................... 52
Gambar 4.4. Skema Implementasi Program CSR PT. Pertamina
EP. Asset 3 Subang Field ........................................ 53
Gambar 4.5. Model pengembangan jamur terpadu berbasis
pemanfaatan jerami di Sukamulya (Sumber: PEP
Subang, 2014) ......................................................... 57
Gambar 4.6. Rencana Pengembangan Jamur Merang ................. 57
(PEP Asset 3 Subang Field, 2013)........................... 57
Gambar 4.7. Kegiatan Pembentukan dan Pertemuan Kelompok .. 59
Gambar 4.8. Pelatihan Kelompok Budidaya Jamur....................... 60
Gambar 4.9. Kegiatan Pembuatan Pupuk Organik ....................... 60
Gambar 4.10. Proses Budidaya Jamur ........................................... 61
Gambar 4.11. Pengomposan jerami dengan Kapur ........................ 61
Gambar 4.12. Pemasukan Media ................................................... 61
Gambar 4.13. Pemilahan Bibit Jamur ............................................. 62
Gambar 4.14. Jamur Siap Panen ................................................... 62
Gambar 4.15. Jamur Kualtas Super (a) dan Jamur Kualtas BS (b) . 62
Gambar 4.16. Kegiatan Pelatihan Pembuatan Masakan dan Snack
Jamur ...................................................................... 63

vi
Gambar 4.17. Trend Peningkatan Produksi dan Pendapatan
Kelompok Jamur Terpadu di Desa Sukamulya (PEP
Asset 3 Subang Field, 2013) ................................... 64
Gambar 4.18. Multiflier Efek Pengembangan Jamur Terpadu (PEP
Asset 3 Subang Field, 2013) ................................... 65
Gambar 4.19. Inovasi fermentasi dengan menggunakan blower
(PEP Subang Field, 2014) ....................................... 66
Gambar 4.20. Rencana pengembangan usaha ternak terpadu di
Cidahu-Subang dan Pasirukem-Karawang .............. 67
Gambar 4.21. Model Kemitraan Program Ternak Domba Terpadu 68
Gambar 4.22. Mekanisme Perisapan Program Ternak Domba
Terpadu ................................................................... 69
Gambar 4.23. Pertemuan awal Pembentukan Kelompok di
Pasirukem ............................................................... 70
Gambar 4.24. Pertemuan awal Pembentukan Kelompok di Cidahu70
Gambar 4.25. Proses Pembuatan Kandang di Cidahu .................... 71
Gambar 4.26. Kandang Domba Terpadu di Cidahu dan Pasirukem 72
Gambar 4.27. Ternak Domba Penggemukan .................................. 72
Gambar 4.29. Ternak Domba di Cidahu .......................................... 73
Gambar 4.28. Ternak Domba Pembibitan ....................................... 73
Gambar 4.30. Serah Terima Ternak Domba di Pasirukem .............. 74
Gambar 4.31. Pelatihan Ternak Domba Terpadu di Pasirukem ...... 74
Gambar 4.32. Pelatihan Ternak Domba Terpadu di Cidahu ........... 75
Gambar 4.33. Proyeksi Peningkatan Populasi, Hasil Kotoran Dan
Tambahan Pendapatan Dari Usaha Ternak Domba 75
Gambar 4.34. Proyeksi Kebutuhan Jerami Usaha Ternak Domba . 77
Gambar 4.35. Potensi Pengurangan Emisi CO2 dari Usaha Ternak
Domba .................................................................... 77
Gambar 4.36. Perbandingan Kondisi Awal dan Kondisi Saat Ini .... 78
Gambar 4.37. Kemitraan ABG-C dalam Program Usaha Ternak
Domba .................................................................... 78
Gambar 4.38. Kandang sebagai Pusat Kegiatan Masyarakat ........ 79
Gambar 5.1. Ruang Lingkup TJSL: pasar, lokasi kerja, masyarakat,
dan lingkungan hidup .............................................. 82
Gambar 5.2 Cakupan Pengaruh CSR dalam kehidupan dan
lingkungan ............................................................... 87

vii
Gambar 5.3. CSR mempertimbangkan Ruang Pengaruh
(Sumber: Welford, 2011) ......................................... 88
Gambar 5.4. Aspek-aspek Milenium Development Goal ............... 91
Gambar 5.5. Filosofi Gagasan Corporate Social Responsibility .... 96
Gambar 5.6. Subjek Inti Tanggung Jawab Sosial (Sumber:ISO
26000: 2010 Guidance on Social Responsibility ) .... 98
Gambar 5.7. Perkembangan Tingkat Keberdayaan dan
Mekanisme Pemberdayaan ................................... 102
Gambar 5.8. Misi Utama Pemberdayaan Masyarakat dalam
rangka Implementasi CSR ..................................... 107

viii
1. PENDAHULUAN

1.1. CSR: IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE

PT. Pertamina EP Asset 3


Subang Field merupakan salah satu
operator negara dalam menjalankan People
industri migas. Kegiatan usaha PT.
Pertamina EP Asset 3 Subang Field
banyak bersinggungan dengan
beragam stakeholder, khususnya Profit Planet
masyarakat dan lingkungan di sekitar
operasional perusahaan. Untuk itu PT
Pertamina EP Asset 3 Subang Field tidak hanya terbatas pada
orientasi mencari dan memproduksikan sumber migas untuk
memenuhi pasokan sumber energi dalam negeri yang identik dengan
peningkatan profit perusahaan, akan tetapi people dan planet juga
menjadi perhatian.
Perkembangan industri yang dinamis dan kompetitif
memotivasi PT. Pertamina EP sebagai induk perusahaan PT.
Pertamina EP Asset 3 Subang Field untuk menerapkan program
Good Corporate Governance (GCG) sebagai upaya untuk
meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas Perseroan.
Program GCG juga bertujuan untuk mewujudkan nilai pemegang
saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
pemangku kepentingan lainnya. Salah satu indikator good corporate
governance diantaranya adalah komitmen berkesinambungan
terhadap pembangunan ekonomi, serta komunitas lokal dan
masyarakat luas pada umumnya. Corporate Social Responsibility
(CSR) yang digulirkan PT. Pertamina EP memiliki misi penting yaitu
menjawab kepercayaan yang diberikan dengan keinginan untuk lebih
memberikan arti bagi masyarakat lokal dimana perusahaan berada.

1
Sesuai dengan kebijakan perusahaan, PT Pertamina EP
Asset 3 Subang Field senantiasa berusaha menciptakan suasana
kegiatan operasi yang ramah lingkungan sehingga dapat menjadi
perusahaan yang dicintai masyarakat. Melalui suasana kerja
demikian maka hubungan dengan lingkungan masyarakat di sekitar
kegiatan operasinya terasa aman, nyaman, dan dinamis.
Bukti implementasi CSR PT. Pertamina EP Asset 3 Subang
Field bukan hanya ditunjukkan dari kondisi lingkungan kerja yang
dinamis tetapi juga dibuktikan dengan diraihnya Proper Hijau selama
tiga kali berturut-turut. Didukung oleh SDM yang handal dan
pengalaman selama 30 tahun lebih, PT. Pertamina EP Asset 3
Subang Field bertekad meningkatkan produktifitas dan menciptakan
kemajuan yang berkelanjutan seiring dengan perkembangan bisnis.

1.2. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM KONSEP CSR PT.


PERTAMINA EP. ASSET 3 SUBANG FIELD

Kesadaran mengenai kebutuhan implementasi CSR telah


menjadi trend global. Banyak model dan pola implementasi CSR
yang berkembang dan diimplementasikan oleh perusahaan-
perusahaan dalam dan luar negeri, ada yang berbasis karikatif
(charity), CSR berbasis kedermawanan (philanthropy) ada pula yang
berbasis pemberdayaan masyarakat (community development).
PT. Pertamina EP Asset 3 Subang Field selama ini telah
berupaya melaksanakan program Comdev/CSR, antara lain melalui
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), dan juga program
CSR lainnya yang tersebar di dalam berbagai program. Upaya
mewujudkan komitmen memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya
kepada masyarakat sekitar melalui program CSR juga ditunjukkan
dengan senantiasa memperbaiki kinerja pelaksanaan CSR setiap
saat. Kegiatan social mapping sebagai dasar penentuan isu strategis
dan kebutuhan masyarakat menjadi landasan dalam penyusunan
program CSR PT. Pertamina EP Asset 3 Subang. Penyusunan
Dokumen Rencana Strategis Community Development PT.

2
Pertamina EP Asset 3 Subang Field telah dilakukan agar program-
program CSR yang direncanakan bisa terlaksana dengan lebih baik,
fokus, terarah, sustainable, tepat sasaran serta dapat mengangkat
citra positif perusahaan.
Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu
pendekatan yang dipilih dalam implementasi CSR PT. Pertamina EP
Asset 3 Subang. Model Community based development project yang
dipilih diharapkan mampu mengedepankan pembangunan
keterampilan dan kemampuan kelompok masyarakat. Dengan
membawa konsep “pembangunan berbasis komunitas” PT.
Pertamina EP Asset 3 Subang berkolaborasi dengan mitra-mitra
strategis berupaya mendorong terwujudnya masyarakat yang
mandiri, berdaya dan memiliki kapasitas untuk mampu meraih
kesejahteraan dalam rangka mencapai penghidupan yang lebih baik.
Terdapat lima pilar Program Comdev PT. Pertamina EP
Asset 3 Subang Field terdiri dari: ekonomi, pendidikan, kesehatan,
lingkungan dan infrastruktur (Gambar 1). Keseluruhannya mengarah
pada satu tujuan yaitu mewujudkan masyarakat mandiri.

Gambar 1.1. Pilar Program Comdev PT. Pertamina EP Asset 3


Subang Field

3
1.3. STRATEGI COMMUNITY DEVELOPMENT PT. PERTAMINA EP.
ASSET 3 SUBANG FIELD

Telah dituangkan dalam dokumen Rencana Strategis


(Renstra) CSR PT. Pertamina Asset 3 Subang Field 2014-2018, ada
tujuh strategi dalam penyelenggaraan Comdev :
1. Penguatan sinergi kemitraan dengan pihak-pihak terkait
2. Penguatan sistem manajemen melalui pemantapan SOP dan
implementasinya
3. Penguatan kualitas SDM melalui implementasi standar
kompetensi
4. Implementasi Comdev berpedoman pada standar
internasional (MDGs, ISO 26000 & GRI)
5. Pemberdayaan masyarakat disertai pendampingan
6. Mengembangkan publikasi Comdev didukung sistem
dokumentasi terintegrasi
7. Mengembangkan struktur organisasi Comdev yang kondusif
Ketujuh strategi disusun dengan mengakomodir berbagai
konsep pembangunan berkelanjutan antara lain Milenium
Development Goals (MDGs), ISO 26000 & GRI, dan lain-lain.

4
2. LANDASAN OPERASIONAL CORPORATE
SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR): FILOSOFIS,
SOSIOLOGIS, HUKUM

Berkembangnya tingkat kesadaran dan kecerdasan


masyarakat terkait dengan kehadiran perusahaan di dalam
lingkungan mereka, telah membawa pada suatu kebutuhan bagi
perusahaan untuk mampu mengembangkan tanggungjawab sosial
perusahaan (CSR). Hal ini disebabkan operasional perusahaan
selain menghasilkan manfaat berupa keuntungan bagi perusahaan
yang bersangkutan, faktanya kegiatan perusahaan tidak jarang
mendatangkan dampak sosial ekonomi dan bahkan biaya sosial bagi
kehidupan masyarakat yang berada pada posisi menjadi
stakeholdersnya.
Apa yang dimaksud tanggung jawab sosial perusahaan
(CSR)? CSR adalah wujud tanggung jawab sebuah organisasi
(perusahaan) terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan
dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan.
Tanggung jawab tersebut yang diwujudkan dalam bentuk perilaku
transparan dan etis, yang sejalan dengan pembangunan
berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; dengan
mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan
dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku
internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara
menyeluruh” (ISO 26000: 2010).
CSR merupakan wujud upaya sungguh-sungguh entitas
bisnis untuk : (1) meminimumkan dampak negatif dan
memaksimumkan dampak positif operasi perusahaan terhadap
seluruh pemangku kepentingan; (2) dalam ranah ekonomi, sosial dan
lingkungan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan; (3)
konsekuensi terhadap operasional perusahaan berupa komitmen
perusahaan dalam mempertanggungjawabkan ekses yang

5
diakibatkan kegiatan operasionalnya, yang dipandang dari sisi
ekonomis, sosial dan lingkungan, (4) agar terwujud adanya
keseimbangan dengan menghasilkan manfaat dari dampak-dampak
tersebut bagi perusahaan maupun bagi lingkungannya.
Komitmen perusahaan/korporasi untuk bertanggung jawab
terhadap dampak-dampaknya dapat mencakup pada aspek-aspek:
ekonomi/pasar, sosial dan lingkungan hidup (Tripple Bottomline),
yaitu Profit (keuntungan), People (masyarakat), Planet (lingkungan);
menjadi “tetangga yang baik” dengan memberikan maslahat (good
cause) kepada masyarakat dan sebagai warga korporasi yang baik
(good corporate citizen) menyumbang pada aspek pembangunan
berkelanjutan (sustainable development). CSR berpotensi menjadi
wujud kontribusi menyeluruh dari dunia usaha terhadap
pembangunan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan dampak
ekonomi, sosial dan lingkungan dari kegiatannya.

2.1. MENGAPA CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PENTING BAGI


PERUSAHAAN
Kenapa perusahaan perlu menerapkan tanggung jawab
Sosial atau yang dikenal sebagai Corporate Social Responsibility
(CSR)? Di dalam operasional terhadap keputusan-keputusannya,
tidak jarang dihadapkan pada hambatan, gangguan dan kendala
untuk mencapai kondisi optimum, yang disebabkan oleh munculnya
konflik-konflik kepentingan dengan lingkungannya. Konflik-konflik
kepentingan tersebut dapat berupa: situasi yang dirasakan sebagai
dominasi atau bahkan ‘perampasan’ hak akses masyarakat terhadap
sumber daya di lingkungan, dampak sosial ekonomi operasional
perusahaan terhadap lingkungannya, dampak operasional
perusahaan terhadap stakeholdernya dan lain sebagainya yang
terkait dengan implikasi dari kehadiran perusahaan di lingkungannya.
Realitanya, perusahaan dapat berproduksi atau beroperasi
secara optimal dan berkelanjutan apabila didukung oleh suasana
yang kondusif untuk bisa melakukan kegiatan produktif yang

6
berkelanjutan. Suasana kondusif tersebut dapat berupa faktor
internal perusahaan, namun juga tidak kalah pentingnya berupa
faktor eksternal perusahaan. Di dalam uraian ini lebih menekankan
pada faktor eksternal perusahaan yang berkaitan dengan suasana
yang kondusif bagi perusahaan tersebut.
Penerapan CSR berpotensi dapat menjadi upaya untuk
memperoleh licence to operate dari masyarakat setempat, sekaligus
menjadi bagian dari risk management perusahaan untuk meredam
atau menghindari konflik sosial. Di samping itu CSR juga mestinya
berpotensi memberikan citra perusahaan yang khas, baik, dan etis di
mata publik; dan dapat menciptakan customer loyalty.
Dalam perkembangan dunia usaha kelas menengah dan
besar khususnya telah terjadi pergeseran kepemilikan dari
kepemilikan pribadi ke pemilikan publik. Implikasi adanya pergeseran
kepemilikan dunia usaha, dari kepemilikan pribadi menjadi
kepemilikan publik, dicermati dapat berupa: Secara tidak langsung,
hal ini bermakna perusahaan tidak lagi hanya sebatas institusi bisnis,
tetapi telah bergeser menjadi institusi sosial, serta dunia usaha tidak
hanya bertugas mencari keuntungan, tetapi juga harus berperan
menjadi institusi yang memiliki tanggungjawab sosial (Gunawan
2008; Sumardjo 2013).

7
2.2. DASAR HUKUM IMPLEMENTASI CSR
Regulasi Nasional terkait dengan tanggung jawab sosial dan
lingkungan (TJSL) tertuang dalam UU 40 Tahun 2007 dan PP 47
Tahun 2012 adalah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
yang disahkan DPR tanggal 20 Juli 2007 menandai babak baru
pengaturan CSR di negeri ini. Social Responsibility menjadi
kewajiban baru standar bisnis yang harus dipenuhi seperti layaknya
standar ISO (ISO 26000 on Social Responsibility) sehingga tuntutan
dunia usaha menjadi semakin jelas atas pentingnya program CSR
dijalankan oleh perusahaan apabila menginginkan keberlanjutan dari
perusahaan tersebut.
Di dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas, batasan TJSL adalah: “komitmen
perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan
yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat,
maupun masyarakat pada umumnya“
Peraturan perundangan terkait TJSL termuat dalam
ketentuan hukum berikut:
1. UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).
PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau
bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan
tanggung jawab sosial dan lingkungan.

2. UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Hukum Milik Negara


(BUMN). Dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri
Negara BUMN No. 4 Tahun 2007 – Pendanaan dalam BUMN
dikenal juga PKBL yang besarnya 2% dari laba bersih.

3. UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal: Setiap


penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab
sosial perusahaan.

8
4. UU No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial:
Badan usaha memiliki peran dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial yang dilakukan sebagai tanggung jawab
sosial dan lingkungan, dan

5. PP 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan


Lingkungan.

Dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 pasal 74, secara tersirat,


bahwa untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi,
seimbang, dan sesuai, dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya
masyarakat setempat.

1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang


dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan
yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan
kepatutan dan kewajaran.
3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
CARE IPB

Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan


kegiatan usahanya di bidang sumberdaya alam” adalah Perseroan
yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumberdaya
alam. “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya berkaitan
dengan sumberdaya alam” adalah Perseroan yang tidak mengelola

9
dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan
usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.
Selanjutnya disebutkan bahwa: bagi perusahaan yang mengabaikan
ketentuan tersebut, “Dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan”, adalah dikenai segala bentuk
sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait.
Di dalam implementasi CSR atau TJSL menurut versi ISO
2600 mencakup 7 (tujuh) aspek sebagaimana tersaji dalam Gambar
2.1.

The
Environment
Labour paractices Fair operating process

Human rights Consumer issues

Organizational Social
governance Responsibility Social Development

Gambar 2.1. Acuan Cakupan CSR versi ISO 26000

Sebagai pengelola CSR setidaknya harus memahami


dimensi-dimensi atau aspek-aspek CSR antara lain mencakup (1)
Dimensi CSR yang menyangkut kebijakan dan etika bisnis, serta
berkaitan dengan budaya perusahaan dan resolusi konflik; (2)
Dimensi yang menyangkut kesejahteraan karyawan/pekerja,
misalnya kesamaan peluang, hubungan pegawai, standar pekerjaan,
pemeriksaan kinerja, kompensasi, keluwesan jam kerja,
pertumbuhan dan pengembangan kualitas pegawai, penyudahan

10
pegawai dan pemberdayaan pegawai; (3) Dimensi Penerapan
Pasar, antara lain perlindungan konsumen, kepuasan pelanggan,
pembayaran memadai dan ketepatan waktu pelayanan; (4) Dimensi
Tanggung Jawab Kebijakan Fiskal, pengawasan dan
pengendaliannya; (5) Dimensi Hubungan Internasional, seperti Hak
Azasi Manusia, Standar Pegawai dan Lingkungan, Pembelian dan
Kontrak, serta komitmen internasional; (6) Dimensi Akuntabilitas,
mencakup audit tanggung jawab sosial, pemantauan, dan pelaporan
kepada stakeholders; (7) Dimensi Lingkungan yaitu pengelolaan
emisi/limbah, regulasi lingkungan, pernyataan kebijakan lingkungan,
manajemen lingkungan dan komunikasi, serta struktur sosial dan
sumberdaya manusia; serta (8) Dimensi Pengembangan
Masyarakat, yaitu pemetaan partisipatif, keterlibatan dalam
pengembangan masyarakat, kelembagaan, pengembangan usaha
ekonomi spasial, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial budaya,
keterlibatan dalam komunitas, bantuan dan pelayanan masyarakat,
seni budaya, Infrastruktur ekonomi dan transportasi, serta upaya
penguatan daya saing masyarakat.
Kesadaran tentang pentingnya mengimplementasikan CSR
ini, menjadi trend global (Gunawan 2008, dalam Sumardjo 2013),
seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global
terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan produksi
dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan prinsip-prinsip hak
azasi manusia (HAM). Bank-bank di Eropa menerapkan kebijakan
dalam pemberian pinjaman hanya kepada perusahaan yang
mengimplementasikan CSR dengan baik. Sebagai contoh, bank-
bank Eropa hanya memberikan pinjaman pada perusahaan-
perusahaan perkebunan di Asia apabila ada jaminan dari
perusahaan tersebut, yakni ketika membuka lahan perkebunan tidak
dilakukan dengan membakar hutan.
Trend global lainnya dalam pelaksanaan CSR di bidang
pasar modal adalah penerapan indeks yang memasukkan kategori
saham-saham perusahaan yang telah mempraktikkan CSR. Sebagai
contoh, New York Stock Exchange memiliki Dow Jones Sustainability

11
Index (DJSI) bagi saham-saham perusahaan yang dikategorikan
memiliki nilai corporate sustainability dengan salah satu kriterianya
adalah praktik CSR. Begitu pula London Stock Exchange yang
memiliki Socially Responsible Invesment (SRI). Inisiatif ini mulai
diikuti oleh otoritas bursa saham di Asia, seperti Hangseng Stock
Exchange dan Singapura Stock Exchange. Hal ini untuk memenuhi
regulasi, hukum dan aturan yg mengaturnya dan sekaligus sebagai
investasi sosial perusahaan untuk mendapatkan image yang positif
sebagai bagian dari strategi bisnis perusahaan.
Di dalam Undang-undang No.25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal terkait dengan CSR ini secara tersirat telah
diamanatkan pada pasal-pasal berikut:
1. Pasal 15 (2) setiap penanam modal berkewajiban
melaksanakan tanggung jawab perusahaan, (4)
menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi
kegiatan usaha penanaman modal

2. Pasal 16 (4) setiap penanam modal bertanggung jawab


melestarikan lingkungan hidup

3. Pasal 17 setiap penanam modal yang mengusahakan


sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib
mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan
lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup,
yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan

4. Pasal 34 badan usaha atau usaha perseorangan tidak


memenuhi kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial
akan dikenai sanksi administratif.

2.3 TATA KELOLA ORGANISASI CSR : ISO 26000:2010(GUIDANCE


ON SOCIAL RESPONSIBILITY )
Mengacu pada ISO 26000 (2010) setidaknya ada tujuh aspek
dalam mengelola CSR dalam suatu organisasi perusahaan yang

12
perlu diperhatikan, yaitu menyangkut : (1) Tata Kelola Organisasi, (2)
terkait Hak Azasi Manusia, (3) kepedulian terhadap aspek
lingkungan, (4) praktek operasional perusahaan yang adil (fearness),
(5) terkait isu-isu konsumen, (6) partisipasi masyarakat dan
pengembangan masyarakat, dan (7) menyangkut ketenagakerjaan.
Sistem yang dirancang dan diimplementasikan oleh sebuah
organisasi dalam mencapai tujuannya (tata kelola organisasi) dalam
menerapkan CSR pada dasarnya perlu mempertimbangkan prinsip-
prinsip: akuntabilitas, transparansi, perilaku etis, penghormatan pada
kepentingan stakeholder dan kepatuhan pada hukum dalam setiap
pengambilan keputusannya. Organisasi harus memiliki komitmen
baik dalam proses pengambilan keputusan, pengelolaan sistem dan
penyusunan struktur organisasi yang dirancang untuk
memungkinkannya mengaplikasikan prinsip-prinsip dan praktek
tanggung jawab sosial tersebut.
Keputusan dalam penyusunan program-program CSR yang
diprioritaskan oleh organisasi sebaiknya didasarkan pada prioritas
yang ditetapkan berdasarkan hasil pemetaan sosial, kebutuhan dan
potensi sumberdaya lokal (due diligence), dengan
mempertimbangkan hal-hal, antara lain terkait: (1) sejauhmana
terkandung kondisi yang berpotensi menimbulkan risiko pelanggaran
HAM, sehingga perlu dihindari, (2) upaya mengatasi masalah yang
berpotensi dikeluhkan oleh masyarakat terkait dengan operasional
perusahaan, (3) mengantisipasi kemungkinan terjadinya diskriminasi
dan kelompok-kelompok rentan, serta (4) upaya menghormati hak-
hak sipil, ekonomi, sosial budaya, dan politik, serta hak-hak dasar
ketenagakerjaan.
Di dalam praktek khususnya terkait dengan ketenagakerjaan
hal-hal yang perlu manajemen CSR perhatikan antara lain; (1) tata
hubungan kerja ketenagakerjaan, (2) kondisi kerja dan jaminan
sosial, kesehatan dan keselamatan kerja, pelatihan dan
pengembangan sumberdaya manusia, serta lingkungan kerja yang
kondusif, melalui (3) sikap antisipatif permasalahan ketenagakerjaan

13
melalui dialog-dialog yang kondusif mewujudkan sinergi bagi pihak-
pihak terkait.
Menurut ISO 26000 (2010), aspek lingkungan yang perlu
diperhatikan berkaitan dengan upaya-upaya: pencegahan polusi dan
penangan dampak operasional perusahaan, penggunaan
sumberdaya yang berkelanjutan, dan mitigasi dan adaptasi terhadap
perubahan iklim, serta upaya perlindungan lingkungan dan
keragaman hayati dan restorasi habitat flora dan fauna khas lokal.
Sedangkan yang berkaitan dengan praktek operasional perusahaan
yang adil (fearness), hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: baik
berupa praktek pencegahan kemungkinan terjadinya tindakan
koruptif, keterlibatan yang bertanggung jawab dalam urusan
kebijakan pembangunan, persaingan yang sehat/adil, dan promosi
tanggung jawab sosial dalam rantai pasokan (supply chain), maupun
penghormatan terhadap hak cipta.
Selanjutnya yang juga tidak kalah pentingnya dalam subyek
utama ISO 26000 (2010) adalah menyangkut partisipasi dan
pengembangan masyarakat, serta isu-isu konsumen. Partisipasi dan
pengembangan masyarakat merupakan isu yang sangat populer,
bahkan sering dipahami secara kurang tepat, bahwa pelibatan dan
pengembangan masyarakat inilah yang disebut CSR. Terkait dengan
partisipasi dan pengembangan masyarakat ini hal-hal yang perlu
dipertimbangkan untuk dikembangan dalam program CSR, antara
lain: (1) upaya pelibatan masyarakat dalam Investasi sosial, (2)
kepedulian terhadap aspek kesehatan, pendidikan dan kebudayaan,
(3) Penciptaan lapangan kerja dan peningkatan keterampilan (4)
pengembangan dan akses atas teknologi, dan (5) upaya
meningkatkan kesejahteraan dan peningkatan pendapatan
masyarakat, terutama area berpotensi terdampak oleh operasional
perusahaan.
Kemudian hal-hal yang berkaitan dengan isu-isu konsumen
yang sebaiknya dapat dipertimbangkan dalam implementasi CSR
antara lain: (1) upaya mewujudkan pemasaran yang adil, melalui
informasi yang faktual dan tidak bias, serta praktik kontraktual yang

14
adil, (2) upaya pemeliharaan kesehatan dan keselamatan konsumen,
(3) memelihara hubungan yang baik untuk terwujudnya konsumsi
yang berkelanjutan, (4) pelayanan dan dukungan terhadap
konsumen, serta proaktif dalam penyelesaian keberatan (disclaimer),
(5) terkait proteksi dan privasi data konsumen, (6) akses terhadap
pelayanan esensial organisasi, serta (7) pendidikan dan penyadaran
bagi perilaku konsumen yang kondusif.

15
3. METODA PARTISIPATIF IDENTIFIKASI
POTENSI SUMBERDAYA MASYARAKAT

Metode yang digunakan untuk pengkajian potensi


sumberdaya masyarakat dan wilayah adalah Participatory Rural
Appraisal (PRA). PRA merupakan sekumpulan metode/pendekatan
yang diharapkan dapat digunakan untuk memfasilitasi masyarakat
sehingga dapat: (1) saling berbagi pengetahuan dan pengalaman;
(2) menganalisis kondisi kehidupannya; (3) membuat rencana
kegiatan berdasarkan hasil analisisnya.
Tujuan pengkajian desa secara partisipatif adalah: (1)
Masyarakat mampu mengetahui potensi dan permasalahannya
sendiri secara rinci, sebagai tujuan jangka pendek. (2) Menggugah
dan menumbuhkan kesadaran, bahwa warga masyarakat memiliki
potensi dan sekaligus menghadapi masalah, sebagai tujuan jangka
panjang. Metode kajian ini tidak hanya menekankan teknik-teknik
pengumpulan data semata, melainkan lebih besar porsinya
bermakna sebagai sebuah proses pembelajaran masyarakat yang
terus-menerus sejak penelitian awal, perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan hingga evaluasi akhir. Sebelum masyarakat ikut serta
melakukan perencanaan, seharusnyalah mereka mengetahui kondisi
dalam bentuk data yang sudah didokumentasi dengan baik.

16
Penggunaan Terjadi Proses
Teknik-teknik Pembelajaran
PRA Bersama
1 2

3
Pelaksanaan PRA yang
Menghasilkan benar adalah yang terdiri
dari 3 unsur utama PRA
Output/Keluaran

Gambar 3.1. Unsur-Unsur Utama PRA

Hal-hal penting yang perlu diperhatikan oleh pendamping: (1)


Bersikaplah santun dan bersahabat pada siapapun; (2) Manfaatkan
waktu senggang masyarakat untuk berinteraksi; (3) Banyak
mengamati dan mencatat; (4) Jangan sekali-kali menggurui; (5)
Gunakan pertanyaan bila bermaksud mengembangkan proses
penyadaran; (6) Banyak belajar dari masyarakat/ menggali informasi;
(7) Hindari sikap oportunis (menonjolkan jasa seseorang). Beberapa
tools yang dapat digunakan untuk pengkajian desa secara
paritisipatif dijelaskan pada penjelasan berikut.

3.1. PEMETAAN
Peta adalah gambar, atau bentuk atau bentuk miniatur yang
menunjukkan satu posisi terhadap bagian lainnya. Pemetaan adalah
kegiatan membuat peta yang diawali dengan melakukan survey,
wawancara, observasi kemudian disajikan dalam bentuk gambar
atau bentuk miniatur yang mudah dipahami dan dimengerti oleh
warga masyarakat.

17
Tujuan pemetaan adalah: (1) Mengetahui sebaran
pemukiman penduduk berdasarkan tingkat kesejahteraannya. (2)
Mengetahui sebaran sumber daya alam, sarana prasarana yang ada
di desa. (3) Mempelajari keadaan masyarakat (terutama masyarakat
miskin, perempuan, pemuda, dan kaum marginal lainnya)
menyangkut akses dan kontrol terhadap sarana-sarana umum yang
ada. (4) Mempelajari keadaan masyarakat (terutama masyarakat
miskin, perempuan, pemuda, dan kaum marginal lainnya)
menyangkut akses dan kontrol terhadap sumber daya alam dan
sumber daya lainnya di masyarakat.
Membuat peta sosial atau peta lokasi pemberdayaan
masyarakat secara partisipatif tentunya melibatkan partisipasi
masyarakat lokal yang telah ahli dan menguasai daerah (medan)
dalam pembuatan peta. Sehingga peta tersebut menjadi lebih akurat
dalam hal tata letak maupun batas-batasnya. Di era modern ini
dalam pembuatan peta bisa menggunakan GPS untuk menandai
batas maupun lokasi peta tersebut, walau demikian tetap harus
melibatkan masyarakat lokal yang telah menguasai daerah tersebut.
Pada daerah terpencil atau yang tidak terdapat sinyal tetap
diperlukan peralatan sederhana yang dibawa oleh fasilitator maupun
yang tersedia di lokasi tempat PRA. Hal-hal yang harus dipersiapkan
dan dilakukan diantaranya sebagai berikut.
Alat dan bahan yang digunakan adalah: (1) Material lokal
untuk menggambar yang dikenal oleh peserta, seperti: bubuk warna,
abu batu bata, pasir, kapur tulis, batang korek api, tali kulit batang
pisang. Bahan lainnya seperti lembaran kertas buram besar, atau
kertas sampul coklat, tali, dan spidol dapat digunakan apabila mudah
didapat dan murah serta bila peserta terbiasa menggunakannya. (b)
Material lokal yang ada sebagai tanda atau simbol seperti benih,
bijibijian, daun, bubuk warna, kertas minyak, atau benda rumah
tangga. (c) Kertas origami, lem, benang, gunting. Peserta diskusi
terdiri dari wakil anggota masyarakat dari semua golongan (laki-laki,
perempuan, kaya, miskin, kaum muda dan kaum marginal lainnya)

18
dan dari semua dusun. Waktu yang diperlukan sesuai kebutuhan,
perkiraan 4 x 60 menit.

Langkah-langkah:
1. Fasilitator menjelaskan tujuan kegiatan, alur proses, dan waktu
yang dibutuhkan dalam pemetaan sosial ini,
2. Fasilitator memulai membantu diskusi dengan kelompok
masyarakat untuk mengembangkan daftar legenda yang akan
dimasukkan dalam pemetaan. Seperti jalan, gang/lorong, jalan
setapak, dan rumah (tandai menurut klasifikasi kesejahteraan
yang mereka buat); tanda-tanda utama seperti hutan, bukit,
ladang; fasilitas umum seperti sekolah, dan mesjid, gereja, atau
kuil; semua sumber air, baik alami maupun buatan. Jika diskusi
topikal untuk sarana air bersih dan sanitasi, gambarkan semua
sarana sanitasi umum dan rumah-rumah yang memiliki jamban
(didapat melalui proyek atau lainnya), rumah dari laki-laki dan
perempuan yang terlibat dalam pembangunan atau
pemeliharaan pelayanan air bersih dan sanitasi; dan rumah-
rumah laki-laki atau perempuan yang menerima pelatihan
bentuk apapun.
3. Kelompok laki-laki dan perempuan, secara gabungan atau
terpisah, tergantung hubungan gender, menggambar peta
pemukiman setempat. Tergantung kondisi setempat dan
keberadaan ruang dan material, yang mungkin mereka pilih
untuk menggambarkannya di atas kertas berukuran besar (2-4
lembar kertas flip chart yang disatukan), menggunakan alat
gambar yang biasa mereka gunakan), di atas lantai atau tanah
terbuka.
4. Legenda dijelaskan menggunakan material lokal, seperti biji-
bijian, benih, tepung, atau kapur untuk pemetaan di atas lantai,
atau simbol-simbol lain untuk pemetaan di atas kertas. Jika peta
dibuat di atas lantai atau tanah terbuka, pastikan untuk
menyalinnya kedalam kertas setelah kegiatan selesai.

19
5. Minta kelompok diskusi untuk memberikan tanda tentang
keadaan akses terhadap sumber daya alam dan sarana/fasilitas
umum.
6. Ajak peserta diskusi untuk bersama-sama menghitung rumah
tangga berdasarkan peringkat kesejahteraannya.
7. Ajak peserta mendiskusikan hal – hal di bawah ini :
a) Identifikasi potensi sumber daya desa seperti : sumber
mata air, irigasi, lahan pertanian (basah dan kering),
ternak, hutan, dll
b) Identifikasi sarana umum yang ada di desa
(Puskesmas/Pustu/ Polindes, Sekolah, Balai Desa,
Koperasi Desa, Pasar desa, dll)
c) Siapa yang memanfaatkan sumber daya alam yang ada
(Bagaiamana orang miskin, perempuan, pemuda dan
kaum marginal lainnya) dalam memanfaatkan sumber
daya ini ?
d) Siapa yang memanfaatkan sumber daya umum yang ada
(Bagaimana orang miskin, perempuan, pemuda dan
kaum marginal lainnya) dalam memanfaatkan sumber
daya umum yang ada?
e) Potensi sumber daya yang mana yang dilihat, dan dapat
dikembangkan?
f) Bagaimana peta sosial ini dapat digunakan untuk
perencanaan dan pengelolaan aset desa, dan dapat
bermanfaat bagi desa, orang miskin, kaya,perempuan,
pemuda dan kaum marginal lainnya
g) Minta 2 orang wakil peserta perempuan dan laki-laki
untuk menyampaikan apresiasinya atas proses dan hasil
pemetaan sosial yang mereka hasilkan

Informasi Minimum yang Diharapkan:


a. Jumlah dan jenis serta lokasi sarana umum yang dibuat
masyarakat baik yang dibuat oleh masyarakat sendiri
maupun dibuat proyek sebelumnya.

20
b. Pembatasan wilayah untuk sarana yang ada serta
mengklarifikasi akses rumah tangga terhadap sarana yang
ada.
c. Lokasi keluarga kaya, miskin dan menengah berdasarkan
kriteria yang disetujui dan kaitannya dengan akes dan kontrol
terhadap sarana yang ada.
d. Rumah tangga yang tidak memiliki akses terhadap sarana
yang ada.
e. Rumah-rumah anggota masyarakat yang berperan dalam
pembangunan dan pemeliharaan sarana menurut gender dan
tingkat sosial.
Box 3.1. Tips Bagi Fasilitator
a. Fasilitator harus memastikan bahwa kelompok diskusi telah terwakili dari
masing-masing lokasi (Dusun, RW, RT) oleh kelompok campuran
anggota masyarakat laki-laki, perempuan, kaum muda,dan kaum
marginal lainnya serta kaya dan miskin
b. Media yang dipergunakan dapat memberikan kemudahan bagi
masyarakat yang terlibat
c. Media (kertas gambar) cukup besar, sehingga gambar/simbol tidak
berhimpitan.
d. Tempat yang digunakan adalah tempat yang setiap orang mudah untuk
hadir (baik kaya, miskin, laki-laki, perempuan dan kaum muda serta
kaum marginal lainnya)
e. Terlindung dari gangguan cuaca
f. Jaga arus diskusi jangan ada dominasi pembicara
g. Sepakati semua simbol yang akan tertera pada peta bersama
masyarakat.

Contoh peta yang disusun secara partisipatif dapat dilihat


pada Gambar 3.2. Pada gambar tersebut merupakan peta Desa
Pasirukem. Peta dibuat secara sederhana dengan melibatkan
partisipasi masyarakat untuk mengenali lokasi-lokasi kelembagaan
desa, bangunan-bangunan yang menjadi akses vital masyarakat.
Melalui peta ini kita bisa mendapatkan gambaran tentang seberapa
jauh pemanfaatan lahan desa untuk pemukiman, pertanian, dan

21
usaha produktif lainnya. Hal tersebut dapat dilihat pada peta digital
dimana kita belum bisa mengetahui apa dan dimana bangunan-
bangunan seperti sekolah, tempat ibadah, kantor desa, puskesmas
dan lainnya.

Gambar 3.2. Hasil Pemetaan Desa secara Partisipatif

Hasil dari pemetaan desa secara partisipatif selanjutnya


dapat diolah menjadi data digital kemudian daerah-daerah sosial
hasil pemetaan dapat di tandai dengan tanda. Lokasi tanda merah
bisa di buat legenda sebagai kantor desa. Bisa juga diberikan tanda
di peta dengan warna yang berbeda, misal untuk daerah sawah dan
sebagainya.
Cara mengumpulkan informasi dengan partisipasi
masyarakat sehingga posisi peta tersebut lebih akurat sesuai dengan
pengetahuan masyarakat lokal. Penyusunan peta secara partisipatif
dapat dilakukan dengan peralatan yang sudah disiapkan dan
dilakukan secara sederhana yang bisa dilihat pada Gambar 3.3.

22
Gambar 3.3. Proses Pemetaan Secara Partisipatif

Gambar di atas menunjukan bagaimana proses pelaksanaan


pemetaan potensi dan lokasi sosial desa secara partisipatif. Bersama
masyarakat membuat menyusun peta sosial secara sederhana yang
nantinya bisa dibuat secara digital untuk hasil yang lebih baik dan
lebih akurat. Pembuatan peta sosial yang dilakukan masyarakat di
atas terlihat masyarakat saling melengkapi dan saling
mengkonfirmasi sehingga hasil dari pemetaan tersebut lebih sesuai
dengan kenyataan di lapangan

3.2. TRANSEK
Transek adalah sebuah teknik untuk mengetahui keadaan
desa secara partisipatif dengan cara menelusuri dan mengamati
wilayah desa. Tujuan dilakukannya transek adalah meningkatkan
motivasi dan partisipasi warga dalam membahas potensi yang
dimiliki dan masalah yang dihadapi desa dengan cara meninjau
lokasi dimana potensi dan masalah itu ada.

23
Manfaat kegiatan transek adalah: (1) Menumbuhkan dan
meningkatkan motivasi serta partisipasi warga untuk peduli pada
potensi yang dimiliki dan masalah yang dihadapi oleh desa. (2) Desa
memiliki aset berupa data/informasi tentang potensi dan masalah.
Penelusuran lokasi (transek) dilakukan untuk memfasilitasi
masyarakat agar mendiskusikan keadaan sumber-sumber daya
dengan cara mengamati langsung hal yang didiskusikan di lokasinya.
Menurut fokus informasi yang digali, transek terdiri dari:
Pertama, transek sumberdaya umum, adalah penelusuran desa
guna melakukan pengamatan/observasi tentang potensi/masalah
umum di wilayah pemukiman desa seperti: pemukiman dan tataletak
perumahan, pengaturan halaman, kantor desa, sekolah, puskesmas,
tempat ibadah, jalan, mandi cuci kakus (MCK), saluran air, fasilitas
sosial dan fasilitas umum.
Kedua, transek sumberdaya alam, adalah penelusuran desa
guna melakukan pengamatan/observasi khusus tentang sumber
daya alam. Sumber daya alam dimaksud antara lain: (a) Geografi
terdiri dari topografi (berupa bentuk, kemiringan dan keadaan
permukaan alam); jenis, kesuburan, tata guna lahan (sawah, kebuh,
hutan, padang gembalaan); air dan daerah tangkapannya. (b) Pola
usaha tani, antara lain jenis tanaman penting, kegunaan,
produktifitas, hasil panen. (c) Teknologi setempat, antara lain sistem
pengelolaan air, penahan erosi, pagar hidup. (d) Kekayaan alam,
antara lain pasir dan batu sungai/gali, sumber air bersih.
Ketiga, transek tematik adalah penelusuran desa guna
melakukan pengamatan/observasi tema/topik-topik tertentu,
misalnya tentang hama tikus, wereng, kesehatan anak, pendidikan
dasar dan lain sebagainya.
Persiapan pelaksanaan kegiatan transek yang sebaiknya
secara khusus diperhatikan adalah mempersiapkan tim dan
masyarakat yang akan ikut, termasuk menetukan kapan dan dimana
akan berkumpul. Juga dipersiapkan alat-alat tulis, kertas lebar
(palano), karton warna-warni, kertas berwarna, lem, spidol warna-

24
warni. Juga akan menyenangkan apabila membawa perbekalan
(makanan).
Peserta terdiri dari tim PRA dan masyarakat, biasanya
terdapat anggota masyarakat yang menjadi penunjuk jalan. Tim PRA
sebaiknya memiliki anggota atau narasumber yang memahami hal-
hal yang sudah diperkirakan akan dikaji dalam kegiatan transek ini,
terutama masalah-masalah teknis pertanian.
Secara keseluruhan, penelusuran desa/transek dibagi
menjadi tiga tahapan besar, yaitu persiapan, penelusuran dan
pembuatan gambar. Pertama, persiapan. Kegiatan yang dilakukan
antara lain adalah sebagai berikut:
a. Persiapkan topiknya.
b. Persiapkan tim, sebaiknya berasal dari warga desa setempat.
c. Buat jadwal kegiatan, menentukan lokasi yang akan dikunjungi,
menentukan titik awal, menentukan lintasan
d. Persiapkan peralatannya, seperti kertas plano, buku catatan,
spidol, lem.
Kedua, penelusuran dengan perjalanan dan pengamatan/
observasi, kegiatan yang dilakukan sebagai berikut:
a. Berangkat dari titik awal yang telah disepakati.
b. Penelusuran oleh tim yang terdiri dari warga desa. Sebaiknya
fasilitator hanya mendampingi.
c. Membuat catatan-catatan berikut hsil diskusi di lokasi.
d. Ulangi penelusuran bila diperlukan.
Ketiga, pembuatan gambar, kegiatan yang dilakukan antara
lain adalah sebagai berikut:
a. Buatlah kesepakatan tentang simbol yang akan digunakan
berikut artinya.
b. Mintalah kelompok-kelompok penelusuran untuk membuat
bagan. Selama kelompok menggambar, fasilitator selalu
mendampingi.
c. Bahas kembali gambar/bagan yang telah selesai hingga tidak
ada keraguan diantara anggota tim.

25
d. Cantumkan nama anggota tim, fasilitator, tanggal dan tempat
pembuatannya sebagai alat pertanggungjawaban.

Transek dilakukan dengan penelusuran lokasi desa yang


melibatkan masyarakat desa yang mengetahui seluk-beluk lokasi
desa secara rinci, dalam melakukan transek ini penting satu atau dua
orang informan masyarakat lokal untuk ikut dalam pembuatan
transek ini sehingga hasil transek bisa menggambarkan secara
umum lokasi kegiatan. Hal-hal yang bisa dikaji dalam transek ini
meliputi potensi pada lahan, penggunaan lahan, status lahan, tingkat
potensi kesuburan tanah untuk kepentingan pertanian, kemiringan
tanah dan masalah-masalah yang pernah, sering atau berpotensi
timbul di lahan tersebut. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel
3.1.
Tabel 3.1. Hasil Transek di Desa Pasirukem

Pemanfaa- Sawah (padi) Peternakan, kebun Pemukiman


tan lahan tanaman keras penduduk

Kesuburan Baik Cukup baik cukup


tanah

Produk Padi Ternak dan hasil -


kebun

Potensi Peternakan bebek Peternakan domba Kerajinan tangan


(tas dari sampah)

Masalah Banjir pada musim Banjir pada


hujan musim hujan

26
Pada Tabel 3.3 dapat dilihat beberapa aspek penggunaan
lahan berdasarkan irisan bumi dari daerah yang pada kasus Desa
Pasirukem Kecamatan Cimalaya Kulon Kabupaten Karawang. Pada
gambar tersebut dapat dilihat bahwa lahan desa tersebut dibagi
dalam beberapa gambaran, setiap irisan menggambarkan situasi
yang ada di atas lahan tersebut.
Untuk penggunaan lahan sendiri terbagi menjadi 3 yaitu areal
sawah, areal peternakan dan kebun dan areal pemukiman.
Pemukiman kebun sendiri adalah kebun yang berada di tengah-
tengah pemukiman. Pemukiman kebun terbagi menjadi dua.
Diantaranya pemukiman kebun dengan pemanfaatan tanaman pada
gambar pertama adalah dengan menanam pohon jambu, bambu,
dan jati dengan tingkat kemiringan lahan yang cenderung datar dan
tingkat kesuburan tanah yang cukup untuk tanaman pekarangan.
Pada daerah pemukiman terdapat potensi pengolahan sampah
menjadi kerajinan karena sudah ada warga yang terampil membuat
tas dari sampah, masalah curah hujan yang tidak menentudi
pemukiman sering mengakibatkan kebanjiran pada musim hujan.
Tidak jauh dari area pemukiman ada area yang digunakan
untuk memelihara hewan ternak, walaupun beberapa lokasi
peternakan ada warga yang membangun rumah di dekatnya. Area
peternakan juga di tanami tanaman seperti bambu yang biasa dibuat
bahan bangunan tempat tinggal. Peternakan disini umumnya berupa
peternakan ayam dan peternakan yang terbaru adalah ternak domba
yang merupakan program pemberdayaan masyarakat dari PT.
Pertamina EP. Tingkat kesuburan tanah cukup baik, karena warga
sudah mulai mengolah limbah ternak menjadi pupuk di area ini,
untuk masalah tidak terlihat masalah yang signifikan, tidak seperti di
daerah pemukiman yang rawan banjir ketika musim hujan, area ini
cenderung lebih tinggi sehingga tidak terjati banjir. Area ini memang
potensial untuk beternak.
Lokasi berikutnya adalah irisan dari area persawahan. Di
wilayah Desa Pasirukem ini memang sebagian besar masyarakat
adalah petani. Sebagian besar area desa apabila kita melihat dari

27
hasil transek merupakan area pertanian sawah. Produksi utama di
area ini tentu saja padi, walaupun di sekitar area ini dipelihara juga
unggas yaitu bebek. Kesuburan tanah di area ini terbilang baik
karena tanah yang sering diolah hal itu dapat dilihat dari takaran
kesuburan tanah dan hasil produksi padinya. Untuk masalah di area
ini sama dengan area pemukiman, terjadi banjir di beberapa lokasi
sawah ketika musim hujan.

3.3. KALENDER MUSIM


Kalender musim adalah alat untuk mengetahui masa-masa
kritis pada kehidupan masyarakat, yaitu saat-saat dirasakannya
masalah-masalah yang menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar
dan terjadi cukup krusial dan berulang-ulang. Dalam teknik PRA
tidak selalu suatu alat kajian dapat mengindentifikasi semua jenis
data yang dibutuhkan. Setiap alat kajian yang digunakan dalam
setiap kegiatan (pekerjaan) mempunyai karakteristik yang tersendiri.
Alat kajian kalender musim lebih banyak dapat menghimpun data
yang berkaitan dengan kebutuhan dasar masyarakat. Kalender
musim dibuat untuk mengkaji kegiatan-kegiatan dan keadaan yang
terjadi berulang dalam suatu kurun waktu tertentu (musiman) dalam
kehidupan masyarakat. Kegiatan dan keadaan tersebut dituangkan
dalam jangka waktu 1 tahun (12 bulan).
Tujuan penyusunan kalender musim adalah: (1) Mengetahui
keadaan dan pola kegiatan masyarakat, sehingga diperoleh profil
kegiatan utama masyarakat sepanjang tahun. (2) Mengetahui profil
kegiatan masyarakat, sehingga terlihat pola pemanfaatan waktu
masyarakat yaitu saat masyarakat sibuk dan saat masyarakat
mempunyai waktu luang dalam setahun. (3) Mengetahui keterlibatan
laki-laki dan perempuan dalam melaksanakan kegiatan. (4)
Mengetahui faktor–faktor yang mendukung masyarakat dalam
menjalakan kegiatan musiman.
Peserta diskusi untuk menyusun kalender musim adalah
perempuan, orang miskin, orang mampu, kaum muda, kaum
marginal lainnya. Adapun alat dan bahan yang diperlukan adalah:

28
metaplan, flipchart, spidol, batu, benih, daun, atau bahan lokal
lainnya. Waktu yang dibutuhkan, sekitar 2 x 60 menit.

Langkah-langkah:
1. Jelaskan maksud, tujuan dan proses diskusi yang akan
dilakukan, waktu yang dibutuhkan untuk proses diskusi.
2. Ajak masyarakat untuk mendiskusikan “jenis-jenis kegiatan atau
kejadian yang terjadi berulang-ulang setiap tahun”.
3. Sepakati pula nama-nama bulan yang biasa dipakai sebagai
patokan di desa, bisa menggunakan bulan nasional atau bulan
arab. Sepakati bersama masyarakat kegiatan utama yang akan
dicantumkan dalam kalender.
4. Sepakati pula simbol yang akan dipakai untuk tiap jenis kegiatan
atau kejadian. Simbol dapat menggunakan bahan yang mudah
dikenali dengan bahan lokal yang tersedia.
5. Ajak peserta untuk mengisi kolom-kolom pada setiap kegiatan
pada bulan-bulan mana banyak/padat, bulan apa kurang dan
bulan apa tidak ada kejadian/kegiatan.
6. Minta masyarakat untuk memindahkan hasil tersebut kedalam
lembar flipchart yang telah disiapkan.
7. Fasilitator menggali informasi terkait faktor–faktor yang
mendukung masyarakat dalam menjalankan kegiatan musiman.
8. Fasilitatsi bersama masyarakat menggali peran perempuan dan
laki – laki dalam kegiatan produksi (musiman), siapa melakukan
apa?
9. Minta wakil peserta satu perempuan dan satu laki–laki untuk
menyampaikan kesan selama proses diskusi

Informasi Minimum yang Diharapkan:


1. Sistem kalender yang dipakai oleh masyarakat
2. Iklim, curah hujan dan ketersediaan air
3. Pola tanam/panen, biaya pertanian, hasil pertanian dan tingkat
produksi
4. Ketersediaan tenaga kerja

29
5. Musim bekerja di kota
6. Kesehatan (musim wabah penyakit)
7. Kegiatan sosial/kemasyarakatan
8. Faktor pendukung kegiatan masyarakat

Box 3.2. Tips Bagi Fasilitator:


1. Lakukan Analisa kalender musim, yaitu :
a. Sebab – terjadi masalah-masalah di dalam pengelolaan kegiatan mereka
b. Sebab terjadinya masa-masa kritis di masyarakat (kekeringan,wabah,
kurang makan, dsb)
c. Apakah terdapat hubungan sebab akibat dalam masalah – masalah tersebut
d. Gambaran peran laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan kegiatan
musiman
e. Solusi apa yang telah dilakukan masyarakat untuk mengatasinya
2. Catat seluruh masalah, potesi dan informasi yang muncul dalam diskusi dengan
cermat

Tabel 3.2. Form Kalender Musim

Kegiatan/ Bulan

Komoditi Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Dst.

Pertanyaan Kunci:
1. Apa saja kegiatan masyarakat yang dilakukan setiap tahun
secara terus menerus
2. Ada berapa musim yang ada di desa ini
3. Pada musim apa masyarakat melakukan kegiatan sosial
kemasyarakatan
4. Apa aset yang dimiliki masyarakat untuk mendukung
kegiatannya
5. Bagaimana partisipasi perempuan, miskin, orang kaya, pemuda
dan kaum marginal lainnya.

30
Tabel 3.3. Contoh Kalender musim untuk Komoditi Unggulan di Desa
Cidahu, Subang

Komoditas Bulan
Utama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Padi 2 kal i panen selama satu tahun

Jamur Set iap bulan sepanjang t ahun


Merang

Itik Set iap bulan sepanjang t ahun

Lele Setiap bulan sepanjang t ahun

Kelapa Setiap bulan sepanjang t ahun terutama di bul an ramadhan

Ma ngga 4 kal i panen selama satu tahun


Gajah

Sukun Setiap bulan sepanjang t ahun

Ikan ma s 4 kal i panen selama satu tahun

Contoh pada Tabel Tabel 3.4. merupakan contoh lain untuk


kalender musim komoditas di suatu komunitas/desa. Komoditas
pada contoh kedua dapat dibedakan dengan tingkat intensitas
pekerjaan pada komoditi tersebut misal petani mulai menggarap
sawah (padi) antara bulan Maret-Juni dan Agustus-November.
Sedangkan untuk ikan lele dan itik adalah intensitas peternakan,
dimana masyarakat menghabiskan waktu untuk mengelola hewan
ternak mereka. Keterangan warna pada gambar diatas
menggambarkan tingkat intensitas kegiatan masyarakat pada suatu
komoditas misalkan pada tanaman padi selama Maret-Juni dan
Agustus-November intensitas masyarakat pada tanaman padi
berada pada tingkat sedang. Indikator warna merah pada tabel
mengindikasikan tingkat intensitas yang tinggi seperti pengelolaan
ternak. Sedangkan intensitas masyarakat terhadap komoditi kelapa
cenderung rendah sepanjang tahun.

31
3.4. SEJARAH PERKEMBANGAN DESA
Teknik penelusuran sejarah perkembangan desa adalah
teknik PRA yang dipergunakan untuk mengungkap kembali sejarah
masyarakat di suatu lokasi tertentu berdasarkan penuturan
masyarakat sendiri. Peristiwa-peristiwa dalam sejarah desa tersebut
disusun secara beruntun menurut waktu kejadiannya (secara
kronologis), dimulai dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa
lampau yang masih dapat diingat, sampai dengan peristiwa-peristiwa
saat ini.
Tujuan penulusuran sejarah perkembangan desa adalah (1)
Untuk mendapatkan informasi umum berkaitan dengan asal–usul
desa dan mengkaji sejauh mana terjadi perkembangan/perubahan
terutama yang menyangkut kesuksesan warga dan desa, akses dan
kontrol orang miskin, perempuan dan kaum marginal lainnya. (2)
Mengkaji latar belakang perubahan yang terjadi, kiat – kiat sukses
dalam menghadapi perubahan, terutama orang miskin dan
perempuan.
Manfaat kajian sejarah desa, antara lain: (1) Bagi 'orang
dalam' (masyarakat): diskusi yang terjadi memiliki potensi untuk
memperkuat kesadaran masyarakat akan keberadaannya dirinya,
karena diskusi tersebut mengajak masyarakat untuk menceriterakan
kembali sejarah dan perkembangan masyarakatnya. (2) Bagi 'orang
luar': diskusi tersebut akan memberikan wawasan dan pemahaman
tentang masyarakat desa tersebut, baik sejarahnya maupun cara
pandang masyarakat terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi. Dengan pemahaman sejarah, program yang dikembangkan
diharapkan akan mepertimbangkan keadaan yang telah berakar di
masa lampau. (3) Hasil diskusi teknik ini adalah gambaran umum
keadaan desa sehingga dapat dimunculkan topik-topik informasi
yang masih perlu dikaji lebih lanjut dengan teknik-teknik lainnya.
Jenis-jenis informasi yang seringkali muncul adalah:
 Sejarah terbentuknya pemukiman penduduk desa, asal-usul
penduduk yang merintis pemukiman tersebut, perkembangan

32
jumlah penduduk, serta berbagai peristiwa yang berkenaan
dengan hal itu.
 Keberadaan dan pengelolaan sumberdaya alam, seperti
lahan sawah, pekarangan, tegalan, ladang penggembalaan,
sumber air irigasi, dan sebagainya.
 Perubahan-perubahan yang terjadi dalam status kepemilikan,
penguasaan, dan pemanfaatan tanah/lahan.
 Pengenalan dan penanaman jenis-jenis tanaman baru, dan
penerapan teknologi baru lainnya.
 Terjadinya wabah penyakit yang pernah melanda penduduk
desa, kapan terjadinya, jenis wabah penyakitnya, berapa
orang yang terkena dan menjadi korban, dan sebagainya.
 Tanggapan masyarakat atas berbagai masukan dan kegiatan
pembinaan yang telah diterima masyarakat, serta masalah-
masalah yang dihadapi dan berbagai alternatif
pemecahannya, pengalaman masyarakat dalam mengatasi
permasalahan tersebut, tingkat keberhasilan dalam
mengatasi permasalahan tersebut, kendala-kendala yang
dihadapi dalam mengatasi permasalahan tersebut, dan
sebagainya.
 Pembangunan sarana dan prasarana umum, seperti jalan,
saluran irigasi, sekolah, puskesmas, tempat-tempat ibadah,
lapangan olah raga, dan sebagainya. Kapan pembangunan
dilakukan, dan siapa yang memprakarsai pembangunan
sarana-prasarana tersebut.
 Sejarah dan struktur organisasi pemerintahan desa, person-
person yang menduduki jabatan dalam organisasi desa,
tahun berapa, efektivitas perkembangan sistem organisasi
desa tersebut, dan sebagainya.
 Topik-topik lainnya yang sesuai dengan kebutuhan program
atau tujuan pelaksanaan PRA yang direncanakan.

Setiap kelompok masyarakat senantiasa memiliki sejarahnya


sendiri yang menjadikannya berbeda dari kelompok-kelompok
masyarakat yang lain. Sejarah tersebut menjadi bagian dari

33
kebanggaan suatu masyarakat. Sejarah itu bukanlah sejarah tertulis,
tetapi sejarah "lisan" yang hidup di kalangan masyarakat, dalam
ingatan warga yang mengalaminya dan diteruskan dari generasi ke
generasi melalui cerita-cerita. Menelusuri sejarah perkembangan
desa dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
Alat dan bahan yang diperlukan adalah: flipchart, metaplan,
spidol dan isolasi. Peserta diskusi yang perlu dilibatkan adalah
perempuan, orang miskin, pemuda, kaum marginal lainnya. Waktu
yang diperlukan: sesuai kebutuhan, perkiraan 2 x 60 menit
Langkah-langkah:
1. Fasilitator menjelaskan tujuan dan maksud dari kegiatan ini.
2. Ajak masyarakat melakukan diskusi dengan topik-topik yang
ringan, misalnya kondisi desa atau sumberdaya alam yang ada
saat ini termasuk kejadian kejadian dan perubahan-perubahan
penting yang terjadi.
3. Diskusikan dampak perubahan tersebut terhadap kelompok
miskin dan perempuan, serta akses dan kontrol mereka terhadap
perubahan yang terjadi. Gali informasi berkaitan kiat-kiat sukses
dalam menghadapi perubahan –perubahan yang terjadi.
4. Temukan kiat – kiat sukses / keberhasilan warga setempat yang
bisa dijadikan pemicu dalam mendorong terjadinya perubahan di
warga
5. Fasilitator bersama masyarakat menyalin hasil diskusi pada
flipchart dan tempelkan di dinding untuk proses diskusi lebih
lanjut; Tanyakan mengapa suatu kejadian tersebut dianggap
penting, sebab kejadian dan akibat dari kejadian tersebut bagi
masyarakat terutama bagi masyarakat miskin, perempuan,
pemuda, dan kaum marginal lainnya. Dan apakah ada hubungan
sebab akibat dari peristiswa tersebut
6. Minta wakil 2 orang peserta perempuan dan laki-laki untuk
menyampaikan hasil – hasil diskusi terkait sejarah sukses
masyarakat.

34
Informasi minimum yang diharapkan dalam penelusuran
sejarah desa: (1) Sejarah terbentuknya pemukiman, asal-usul
penduduk dan perkembangannya serta peristiwa yang berkaitan
dengan hal tersebut. (b) Keberadaan dan pengelolaan sumber daya
alam, akses dan kontrol orang miskin, perempuan, kaum muda dan
kaum marginal lainnya, terhadap Sumber Daya Alam dan Sarana
yang ada. (3) Topik-topik penting lainnya yang berpengaruh terhadap
kehidupan orang miskin dan perempuan.

Box 3.3. Tips Bagi Fasilitator:


 Seringkali masyarakat tidak mengetahui dengan tepat terjadinya
peristiwa di masa lampau, untuk itu cukup dengan memperkirakan saja
waktu kejadian dengan pendekatan zaman
 Seringkali peristiwa yang diingat masyarakat tidak berurutan. Untuk
memudahkan pengurutan, gunakan metaplan dan ditempelkan secara
permanen setelah diskusi berakhir.
 Informasi yang muncul adalah kejadian-kejadian yang diingat oleh
masyarakat dan tergantung pada tujuan diskusi. Pada diskusi topikal,
informasi akan lebih spesifik.

35
Tabel 3.4. Visualisasi Alur Sejarah:

TAHUN KEJADIAN / PERISTIWA

Contoh dari sejarah bisa dilengkapi dengan beberapa


kejadian seperti dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.5. Contoh Sejarah Program Pembangunan Desa

Program Tahun Sasaran Pendukung Manfaat


Utama

PNPM 2007 Masyarakat Depdagri, Peningkatan


tidak mampu menko kesra, kesadaran,
Masyarakat kesehatan,
pendidikan

Raksa 2003- Pembangunan Perintah Desa Perbaikan fisik


Desa Skrg Fisik dan dan ekonomi
danUMKM Masyarakat lemah

PPK 2002- Pembangunan Kecamatan, Perbaikan


2004, Fisik Pemda infrastruktur desa
2006

PEMP 2001 Nelayan DKP Peningkatan


ekonomi nelayan

JPS 1996- Masyarakat Pemerintah Peningkatan


2000 tidak mampu desa,Depsos kesejahtera an
masy. Miskin

36
3.5. KAJIAN MATA PENCAHARIAN
Teknik kajian mata pencaharian adalah teknik PRA yang
digunakan untuk mengkaji berbagai aspek mata pencaharian
masyarakat. Jenis-jenis mata pencaharian beserta aspek-aspeknya
digambarkan di dalam sebuah bagan. Informasi yang dikaji yaitu
jenis-jenis kegiatan atau keterampilan masyarakat yang dapat/telah
menjadi sumber mata pencaharian, baik pertanian maupun bukan
pertanian, ataupun bidang jasa.Informasi tentang berbagai aspek
mata pencaharian ini bisa didapatkan langsung dari warga
masyarakat, tetapi akan lebih baik bila dilakukan oleh para pelaku
mata pencaharian yang bersangkutan. Selain itu, analisis kita bisa
dilengkapi dengan data sekunder dari kantor desa setempat.
Tujuan kajian mata pencaharian adalah mengkaji berbagai
aspek dari mata pencaharian masyarakat atau sumber kehidupan
baik yang dilakukan di dalam desa maupun di luar desa.
Memfasilitasi diskusi masyarakat mengenai berbagai aspek dari
mata pencaharian masyarakat, baik yang dilakukan di dalam desa
maupun ke luar desa. Tujuan khusus yang kadangkala perlu
diperhatikan adalah perubahan-perubahan jenis pekerjaan yang
berkembang di masyarakat dengan terjadinya pembangunan.
Aspek-aspek kajian tersebut antara lain: jumlah orang yang
melakukan setiap jenis pekerjaan, keadaan-keadaan mata
pencaharian tersebut memenuhi kebutuhan atau tidak, keadaan
pasar dan pemasaran, ketersediaan dan keadaan bahan baku untuk
usaha, ketersediaan dan keadaan tenaga kerja baik perempuan
maupun laki-laki dan keterampilannya, serta tingkat pendapatan
masyarakat.
Mata pencaharian atau pekerjaan merupakan kegiatan
mendasar masyarakat manapun untuk kelangsungan hidupnya, baik
itu menghasilkan kebutuhan hidup sendiri, maupun untuk pertukaran
atau diperjualbelikan dengan orang lain. Bila suatu program
menganggap bahwa aspek mata pencaharian peserta akan dijadikan
salah satu titik masuk untuk tujuan pengembangan masyarakat,

37
maka diperlukan suatu cara yang mampu menyerap pandangan
masyarakat tentang pengembangan mata pencaharian mereka. Hal
ini akan mendasari bagi pengembangan perencanaan program.
Fasilitator yang akan memfasilitasi kajian mata pencaharian
masyarakat perlu memiliki pengetahuan awal tentang jenis-jenis
mata pencaharian. Hal ini akan sangat membantu dalam
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis yang tepat untuk
memandu diskusi. Oleh karenanya sebaiknya data sekunder tentang
mata pencaharian dikaji juga akan membantu apabila pemandu telah
mengamati lingkungan dan kegiatan-kegiatannya. Alat dan
bahanyang diperlukan untuk diskusi adalah: spidol, flipchart,
metaplan, batu, benih atau bahan lokal. Adapun waktu yang
dibutuhkan dapat diseuaikan dengan kebutuhan, perkiraan 4 x 60
menit.
Langkah – langkah diskusi kajian mata pencaharian:
1. Fasilitator menjelaskan maksud dan tujuan dari proses
diskusi yang akan dilakukan.
2. Ajak masyarakat untuk mendiskusikan jenis-jenis pekerjaan
atau mata pencaharian yang ada di desa. Tulis semua dalam
metaplan kemudian ditempel di dinding.
3. Kemudian pisahkan mana pekerjaan-pekerjaan masyarakat
yang utama (biasanya yang paling menghasilkan dan paling
banyak dilakukan oleh masyarakat).
4. Bahas kelebihan dan kelemahan dari masing-masing jenis
pekerjaan tersebut.
5. Sepakati dengan peserta tentang aspek yang akan dibahas
dalam kajian mata pencaharian (aspek meliputi “jumlah orang
yang melakukan setiap jenis pekerjaan”, “keadaan mata
pencaharian tsb (memenuhi kebutuhan atau tidak)”.
“Keadaan pasar dan pemasaran”, “ketersediaan dan keadaan
bahan baku untuk usaha”, “ketersediaan dan keadaan tenaga
kerja, baik perempuan maupun laki-laki” dan
“keterampilannya” serta “tingkat pendapatan dari masing-
masing jenis mata pencaharian”.

38
Box 3.4. Tips Bagi Fasilitator
 Informasi tentang berbagai aspek mata pencaharian ini bisa
didapatkan langsung dari warga masyarakat namun akan lebih baik
bila didapat langsung dari pelaku mata pencaharian
 Kadangkala perlu diperhatikan adalah perubahan-perubahan jenis
pekerjaan yang berkembang di masyarakat seiring dengan
tearjadinya pembangunan

Setelah menjalankan langkah-langkah di atas maka dapat


dibuat tabel jenis-jenis pekerjaan untuk mengidentifikasi apa saja
pekerjaan yang dilakukan atau di jalani masyarakat di suatu desa/
komunitas. Sehingga kita bisa mengetahui tingkat kesibukan dan
waktu luang. Hal ini bermanfaat ketika akan ada program yang
masuk atau yang akan di rencanakan untuk dilakukan di suatu desa
atau komunitas. Contoh tabel identifikasi jenis pekerjaan dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.6. Contoh Identifikasi Jenis Pekerjaan di Desa

Jumlah
Jenis Pekerjaan (contoh)
Laki-Laki Perempuan
Nelayan 39 12
Petani 20 15
Pedagang 15 17
Peternak 22 5
PNS 12 3
Pegawai swasta 8 17
Tidak bekerja/serabutan 15 21

Selain membuat pengelompokan pekerjaan kajian mata


pencaharian bisa juga untuk mengetahui tata niaga suatu usaha
misalnya jenis pekerjaan yang paling banyak dilakukan masyarakat

39
dalam suatu komunitas adalah nelayan. Nelayan mencari ikan
tentunya untuk di jual walaupun sebagian kecil ada yang dikonsumsi
sendiri. Untuk menganalisis pendapatan nelayan kita bisa membuat
rantai tataniaga, rantai ini untuk melihat seberapa panjang produk
sampai ke tangan pembeli dan dapat juga dijadikan acuan untuk
meningkatkan pendapatan nelayan. Contoh rantai tataniaga dapat
dilihat pada gambar 3.5.

Nelayan Taweu/Toke Penjual Bakul

PT. KECIL Pasar/Pengecer

PT.BESAR

Gambar 3.4. Rantai Tataniaga Hasil Nelayan

Gambar di atas merupakan transaksi ekonomi, para nelayan


yang menggunakan sistem bagi hasil dengan para pemilik perahu
(taweu), sedangkan taweu melakukan proses bagi hasil atau pinjam
meminjam modal dengan pemodal atau penjual. Sistem jual beli ikan
berlaku antara penjual atau pemilik modal dengan Bakul atau
pengumpul, dan jual beli juga berlaku antara bakul dengan bakul
besar (PT. KECIL) dengan skala nasional. Selanjutnya PT. KECIL
menjual ikan khususnya ikan layur ke PT. BESAR dengan skala
internasional untuk di ekspor.

40
3.6. KALENDER HARIAN
Kalender atau jadwal sehari dibuat untuk mengetahui kondisi
kehidupan masyarakat di rumah tangga khususnya dalam hal:(1)
Kapan (jam berapa) suatu pekerjaan dilakukan; (2) Siapa yang
melakukannya dan berapa lama; (3) Bagaimana pembagian beban
kerjanya. Tujuan pembuatan kalender musim adalah: (1)
Mengetahui pembagian tanggung jawab dan tugas antara
perempuan dan laki-laki, ibu, bapak dan anak-anak dalam satu
rumah tangga. (2) Mengetahui kegiatan yang dilakukan apakah
produktif atau tidak produktif. (3) Membantu keluarga menganalisa
waktu yang digunakan setiap harinya.
Kalender harian dibuat dengan cara melakukan tanya jawab
secara langsung kepada masyarakat lokal yang menjadi responden
atau narasumber. Berikut hal-hal yang harus dipersiapkan dan
langkah-langkah membuat kalender harian secara partisipatif di
pedesaan dengan menggunakan metode diskusi, wawancara dan
tanya jawab terhadap beberapa orang sebagai narasumber.
Alat dan bahan: metaplan, spidol besar, spidol kecil warna,
flipchart dan lem. Peserta diskusi: keluarga yang terdiri dari bapak,
ibu dan anak laki–laki dan perempuan dari 3–4 peringkat
kesejahteraan. Waktu yang dibutuhkan sesuai kebutuhan, perkiraan
2 x 60 menit.
Langkah – Langkah:
1 Kunjungi suatu rumah tangga dengan terlebih dahulu membuat
janji dengan orang yang akan dikunjungi.
2 Penjelasan maksud, tujuan dan menjelaskan proses kegiatan
ini.
3 Tanyakan “siapa anggota yang ada dalam keluarga (rumah
tangga) rata-rata di desa ?”
4 Minta peserta menuliskan kegiatan sehari-hari/tugas dan
tanggungjawab sehari-hari sejak bangun tidur hingga tidur
kembali misalnya: memasak, mandi dll. Tulis dalam metaplan
kecil dari setiap kegiatan yang diungkapkan. Dilakukan terus

41
sampai semua anggota keluarga mengidentifikasi kegiatan dan
tugas serta tanggung jawabnya sehari.
5 Selanjutnya meminta peserta untuk mengurutkan peran-peran
tsb. dari bangun pagi sampai istirahat siang dan akhirnya
sampai tidur malam.
6 Minta peserta untuk mengoreksi kembali apakah urutan yang
ada sudah tepat atau masih ada yang perlu diperbaiki.
Kemudian hasil ditempel pada flipchart.
7 Minta peserta menganalisa pekerjaan yang dilakukan pada
keluarga dan pekerjaan yang dilakukan di luar rumah.
8 Minta kepada peserta untuk menyimpulkan hasil diskusi
berkaitan dengan kesibukan dan beban kerja.
9 Fasilitator menyimpulkan hasil diskusi dan pastikan bahwa
semua peserta tidak keberatan dengan hasil diskusi tersebut.
10 Minta wakil keluarga menyampaikan apa yang dirasakan/
manfaat dari diskusi kalender kerja harian.

Box 3.5. Tips Bagi Fasilitator:


a. Sebaiknya fasilitator menyiapkan daftar pertanyaan
b. Lakukan penggalian informasi dari aktifitas harian anggota
keluarga
c. Diskusikan dengan keluarga tentang potensi yang dimilikinya
serta kegiatan dan pola hubungan yang diharapkan
d. Catat semua proses, pendapat seluruh informasi dalam diskusi
ini

Setelah mengikuti langkah-langkah di atas hasil penelusuran


kegiatan sehari keluarga di desa dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.

42
Ibu
00/24
23 1 Bapak

22 2

Anak
21 3

20
4

19 5

18 6

17 7

16 8

15 9

14 10

13 11
12

Gambar 3.5. Contoh Hasil Kalender Sehari (Sumber: Wibowo, 2010)

Dari gambar di atas kita bisa melihat waktu luang dari rata-
rata masyarakat di suatu desa atau komunitas waktu luang ini di
identifikasi agar dapat melakukan dikusi secara FGD yang
melibatkan pihak kepala keluarga (laki-laki), perempuan atau ibu
rumah tangga, dan anak muda atau pemuda. Sehingga kita bisa
mengetahui kapan waktu yang tepat untuk mengajak masyarakat
berpartisipasi ketika akan menyusun program dan menjalankan
program yang akan dilaksanakan pada suatu komunitas Secara
rundown dapat dibuat dalam Tabel 3.7 sebagai berikut;

43
Tabel 3.7. Kegiatan Harian Komunitas

No Jam Bapak Ibu Anak


1. 04.00-06.00 Mempersiapkan Masak, menyiapkan Tidur
peralatan kerja bekal

2. 06.00-09.00 Bertani di sawah Mempersiapkan Sarapan, sekolah


sarapan,
membersihkan
rumah

3. 09.00-12.00 Mengurus ternak, Mempersiapkan Sekolah


makan siang makan siang

4. 12.00-15.00 Istirahat, membeli Makan siang, Istirahat, makan


peralatan usaha Pekerjaan rumah siang

5. 15.00-18.00 Ke sawah kegiatan kegiatan sosial Main, kegiatan


sosial masyarakat sekolah

6. 18.00-21.00 Mandi,makan, nonton Mandi, makan, Mandi,makan,bela


Tv nonton tv jar,nonton tv

7. 21.00-24.00 Nonton tv, istirahat Istirahat Istirahat (tidur)

8. 24.00-04.00 Tidur Tidur Tidur

3.7. KAJIAN PERAN DAN MANFAAT LEMBAGA


Teknik pembuatan tabel hubungan kelembagaan merupakan
teknik PRA yang digunakan untuk memfasilitasi kajian hubungan
antara masyarakat dengan lembaga-lembaga yang terdapat di
lingkungannya.Informasi yang dikaji dalam pembuatan bagan
hubungan kelembagaan adalah: (1) Lembaga secara umum, yaitu
informasi mengenai semua lembaga yang berhubungan dengan
masyarakat desa, baik yang berada di dalam desa tersebut, maupun
yang berada di luar desa, tetapi berhubungan dengan desa
(misalnya puskesmas di kecamatan). Jenis lembaga yang dikaji
adalah: lembaga-lembaga lokal (tradisional), lembaga-lembaga

44
pemerintah (misal pemerintahan desa, puskesmas, KUD, dsb),
lembaga-lembaga suasta, misalnya lembaga swadaya masyarakat.
(2) Lembaga-lembaga khusus, yaitu informasi mengenai lembaga-
lembaga tertentu, misalnya lembaga yang kegiatannya berhubungan
dengan pertanian saja, kesehatan saja, lembaga adat, dsb.
Sumber informasi utama adalah warga masyarakat, terutama
mereka yang secara langsung atau tidak langsung mempunyai
pengalaman yang menyangkut lembaga-lembaga yang
bersangkutan. Informasi dari masyarakat dapat dicek silang dengan
informasi dari pengelola lembaga yang bersangkutan. Sementara
itu, data sekunder dapat juga digunakan sebagai perbandingan.
Tujuan mengkaji kelembagaan masyarakat adalah: (1)
Melihat keberadaan dan peranan berbagai lembaga di desa bagi
masyarakat terutama masyarakat miskin, perempuan, pemuda dan
kaum marginal lainnya. (2) Melihat sejauhmana hubungan diantara
lembaga-lembaga yang ada dengan masyarakat miskin, perempuan,
pemuda dan kaum marginal lainnya. (3) Menganalisis sejauh mana
manfaat lembaga bagi masyarakat. (4) Melihat sejauh mana
keterlibatan berbagai kelompok masyarakat di dalam kegiatan
kelembagaan tersebut.
Setiap masyarakat pasti terdapat berbagai lembaga, baik
lembaga adat/tradisional yang tumbuh dan berkembang di dalam
masyarakat itu sendiri, maupun lembaga-lembaga dari 'luar', seperti
lembaga pemerintah atau swasta. Ada lembaga yang bersifat
longgar (perkumpulan atau kelompok), ada pula lembaga-lembaga
yang organisasinya jelas (pemerintahan desa).
Salah satu hal yang penting dipertimbangkan dalam usaha
pengembangan masyarakat adalah pemanfaatan potensi lembaga-
lembaga tersebut. Oleh karenanya, keberadaan dan tingkat
penerimaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga tersebut perlu
diperhitungkan dalam setiap usaha pengembangan masyarakat.
Teknik diagram venn merupakan teknik PRA yang sering
dipergunakan untuk melihat hubungan berbagai lembaga yang

45
terdapat di desa, sehingga diagram ini dikenal sebagai 'bagan
hubungan kelembagaan'.
Peserta diskusi kajian kelembagaan adalah wakil perempuan,
orang miskin, orang mampu, kaum muda, kaum marginal lainnya.
Alat dan bahan: spidol, flipchart, metaplan, tanda panah, gunting,
dan isolasi. Waktu yang diperlukan sekitar 2 x 60 menit
Langkah-langkah:
1. Menjelaskan maksud, tujuan, waktu yang akan digunakan,
dan proses kegiatan yang akan dilakukan.
2. Minta peserta menyebutkan lembaga-lembaga apa saja
yang ada di desa
3. Ajak peserta untuk menganalisis, “tingkat manfaat yang
dirasakan masyarakat dari keberadaan setiap lembaga
tersebut”. Kemudian petakan, yaitu makin besar manfaat
yang dirasakan divisualkan dengan ukuran lingkaran yang
makin besar. Artinya ukuran lingkaran menjadi ukuran
tingkat manfaat lembaga yang dirasakan masyarakat.
4. Setelah semua selesai dipetakan, dilanjutkan dengan
kajian keterkaitan dan hubungan antara lembaga yang ada
dengan masyarakat. Semakin jauh hubungan antara
masyarakat dengan lembaga tersebut, maka letak
lingkaran akan semakin jauh dari lingkaran masyarakat.
5. Kemudian kaitkan dengan kepengurusan dalam lembaga
dan jenis kegiatan, untuk melihat sejauh mana keterlibatan
dan peran masyarakat miskin, orang perempuan,pemuda
dan kaum marginal lainnya di desa tersebut.
6. Apakah ada organisasi formal dan informal yang
menangani kebutuhan perempuan? jika ada, bagaimana
organisasi tersebut dapat terlibat dalam kegiatan yang
diusulkan.

46
7. Organisasi, kelompok, atau individu apa yang dapat dipakai
untuk menggerakan dan melatih perempuan, pemuda, dan
kaum marginal lainnya dalam pelaksanaan kegiatan
8. Minta satu wakil peserta memberikan kesan dan pesan
berkaitan proses dan hasil diskusi.
Informasi minimum yang diperoleh adalah: (1) Nama lembaga
formal dan non formal yang ada di dusun/masyarakat. (2) Manfaat,
peran dan fungsi lembaga yang dirasakan masyarakat. (3)
Partisipasi kuantitatif dan kualitatif (laki-laki, perempuan, pemuda
dan kaum marginal) dalam lembaga tersebut. (4) Perwakilan dan
peran (laki-laki, perempuan, miskin, pemuda dan kaum marginal
lainnya) dalam pengambilan keputusan dan dalam memilih wakil
kepengurusan organisasi warga.

Gambar 3.6. Hasil kajian kelembagaan di Desa Pasirukem

47
4. INOVASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PT. PERTAMINA EP. ASSET 3 SUBANG FIELD

Tujuan utama setiap upaya pembangunan yang disampaikan


melalui komunikasi pembangunan, pada dasarnya adalah untuk
merubah perilaku masyarakat demi terwujudnya perbaikan mutu
hidup yang mencakup banyak aspek, baik ekonomi, sosial, budaya,
ideologi, politik maupun pertahanan dan keamanan (Kustiyah, 2011).
Karena itu pesan-pesan pembangunan yang dikomunikasikan harus
mampu mendorong atau mengakibatkan terjadinya perubahan-
perubahan yang memiliki sifat “pembaharuan” yang biasa disebut
dengan istilah keinovatifan atau “innovativeness”. Rogers dan
Shoemaker (1971) mengartikan inovasi sebagai: ide-ide baru,
praktek-praktek baru atau obyek-obyek yang dirasakan sesuai
sebagai sesuatu yang baru oleh masyarakat sasaran. Sedangkan
Lionberger dan Gwin (1982) mengartikan inovasi tidak sekedar
sebagai sesuatu yang baru, tetapi lebih luas dari itu, yakni sesuatu
yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya pembaharuan
dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu. Pengertian “baru” di
sini mengandung makna bukan sekedar: ”baru diketahui” oleh pikiran
(cognitive), akan tetapi juga baru karena belum diterima secera luas
oleh seluruh warga masyarakat dalam arti sikap (attitude), dan juga
baru dalam pengertian belum diterima dan dilaksanakan/diterapkan
oleh seluruh warga masyarakat setempat. Mardikanto (1998)
mendefinisikan inovasi adalah sesuatu ide, perilaku, produk,
informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui,
diterima, dan digunakan diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian
besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat
digunakan untuk mendorong terjadinya perubahan-perubahan di
segala aspek kehidupan masyarakat demi terwujudnya perbaikan-
perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat
yang bersangkutan.

48
Inovasi pemberdayaan masyarakat yang dikembangkan PT.
Pertamina EP Asset 3 Subang antara lain: pengembangan kampung
eco green, proses perencanaan dan implementasi program secara
partisipatif, pengembangan jamur merang secara terpadu,
pengembangan ternak terpadu serta pengembangan usaha mandiri
melalui PKBM Assolahiyah. Pembahasan lebih detail mengenai
inovasi pemberdayaan masyarakat oleh Pertamina Subang disajikan
pada bagian berikutnya.

4.1. KAMPUNG ECO GREEN


Istilah “Kampung Eco Green” pada program CSP
Pertamina Subang mengadaptasi dari istilah eco village atau yang
biasa disebut green village. Kedua konsep ini merupakan konsep
yang tetap mengedepankan aspek lingkungan ditengah
pembangunan wilayah yang semakin pesat dan memanfaatkan
sumberdaya alam secara tidak baik. Secara konsep, pembangunan
ecovillage dan green village sama, dan dapat diterapkan pada
skalaperkotaan maupun pedesaan. Eco village tersebut merupakan
pembangunan kawasan yang mempertimbangkan pencapaian
kualitas individu, keluarga, masyarakat serta kualitas lingkungan
alam yang berkelanjutan. Konsep eco village lahir dalam KTT Bumi
1992 di Rio de Janeiro Brazil, akibat dari laporan komite dunia
mengenai lingkungan pada tahun 1987 yang mengakui pemanasan
global, kelangkaan air, ancaman pada spesies yang hidup dan
kemiskinan global yang terus meningkat (gen.ecovillage.org). Selain
itu, sebelumnya (Gilman, 1991) juga menetapkan sebuah definisi
mengenai ecovillage yaitu permukiman dengan fitur lengkap dimana
aktivitas manusia terintegrasi dengan alam dengan cara mendukung
pembangunan manusia yang sehat dan dapat berhasil dilanjutkan ke
masa depan. Prinsip tersebut berusaha mengintegrasikan
kelestarian lingkungan sosial dengan cara hidup dengan
mengintegrasikan berbagai aspek disain ekologi, permaculture
(permanen agrokulture), bangunan ekologi, produksi hijau, energi
alternatif, bangunan masyarakat dan sebagainya (Global Eco-village
network dalam Nurlaelih, 2005). Adanya permukiman tersebut

49
mengedepankan fungsi ekologi dan tetap mengedepankan dimensi
komunitas, budaya dan ekonomi dalam melaksanakan
pembangunan.
PT.Pertamina EP Subang saat ini sedang menginisasi
Kampung Eco Green di enam desa sekitar operasional perusahaan,
yaitu Desa Sukamulya, Desa Pasirjaya, Desa Pasirukem, Desa
Karangligar (Karawang), Desa Cidahu dan Kelurahan Dangdeur
(Subang). Kampung Eco Green yang dimaksud adalah kampung
atau desa yang menerapkan asas pelestarian fungsi lingkungan
dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan, baik pelestarian
fungsi pada komponen lingkungan (biotik, abiotik maupun komponen
sosial ekonomi dan budaya serta kesehatan masyarakat).
Pengembangan kampong eco green juga merupakan salah satu
solusi untuk mempercepat MDGs sekaligus menyelesaikan potensi
masalah di lingkungan pedesaan.
Kampung eco green berangkat dari tiga filosopi, yaitu:
ekologi, sosial, dan ekonomi. Ekologi berkaitan dengan bagaimana
masyarakat di dusun ini mengelola sumberdaya yang ada
berdasarkan prinsip-prinsip keharmonisan. Artinya, didasarkan pada
daya dukung lahan dan kondisi lingkungan. Kedua, sosial itu
berkaitan dengan budaya dan masyarakat setempat. Ketiga, aspek
ekonomi, ini berkaitan dengan dampak dari penerapan dua filosopi
awal tadi. Artinya, pelaksanaan prinsip-prinsip ekologi dan sosial
ternyata memiliki implikasi positif bagi perekonomian warga.
Upaya yang dilakukan menuju kampung yang berwawasan
lingkungan diantaranya adalah pengembangan jamur terpadu
dengan memanfaatkan limbah jerami, pengembangan ternak domba
terpadu, pengembangan usaha mandiri melalui PKBM Assolahiyah
dan pemanfaatan pekarangan dengan vegetasi produktif. Untuk saat
ini, pengembangan kampung eco green melalui tiga program utama
(jamur tepadu, ternak terpadu dan belajar usaha mandiri) dan
program tambahan, yaitu pemanfaatan pekarangan. Program ini
telah berkontribusi dalam pengurangan emisi gas dan pemanfaatan
limbah, sebagaimana disajikan pada Gambar 4.1. berikut.

50
Gambar 4.1. Dampak Pengembangan Kampung Eco Green

4.2. PERENCANAAN PARTISIPATIF


Perencanaan program Comdev PT Pertamina EP. Asset 3
Subang Field dilakukan secara partisipasif dengan melibatkan pihak-
pihak terkait, terutama perwakilan tokoh-tokoh masyarakat sebagai
sasaran program. Untuk mendapatkan masukan secara khusus,
perusahaan melakukan Focus Group Discussion (FGD) di beberapa
desa, yang merupakan wilayah operasi. Bagi masyarakat
perencanaan partisipatif ini adalah merupakan sesuatu yang baru,
sehingga cara perencanaan seperti ini dapat dikatakan sebagai
inovasi bagi masyarakat. Inovasi yang dimaksud disini adalah bentuk
kekuasaan yang diberikan, dimana biasanya masyarakat pasif,
namun dalam program ini mereka aktif dalam perencanaan, bahkan
dalam implementasi dan pelaksanaan program.

51
Gambar 4.2. FGD dalam rangka mendapatkan masukan masyarakat
untuk Penyusunan Renstra Comdev PT. Pertamina EP Subang Field

Gambar 4.3. Implementasi Partisipatif

52
Tahapan perencanaan program Comdev dimulai dengan
social mapping, penyusunan rencana strategis (Renstra),
penyusunan rencana kerja (Renja), implementasi program, dan
monev program.

Sosmap

Penyusunan
Renstra

Penyusunan
Renja

Implementasi
Program

Monev
Program

Gambar 4.4. Skema Implementasi Program CSR PT. Pertamina EP.


Asset 3 Subang Field

Kegiatan social mapping bertujuan untuk mengetahui potensi,


permasalahan serta kebutuhan masyarakat desa binaan. Selain itu,
melalui social mapping juga akan diketahui aspek kelembagaan
serta aktor dan stakeholders yang berperan dalam pembangunan
desa dan masyarakat. Berikut ini disajikan potensi dan
permasalahan di Desa Pasirjaya, sebagai salah satu desa yang
berada di wilayah operasi PT. Pertamina EP Asset 3 Subang Field.

53
Tabel 4.1. Potensi, Permasalahan dan kebutuhan Desa Pasirjaya,
Karawang

Potensi Permasalahan Kebutuhan

 Pertanian ; padi  Gangguan produksi akibat  Pengendalian banjir


sawah, banjir  Pemanfaatan hama keong
hortikultura :  Gangguan produksi akibat untuk pakan
mangga,jamur hama keong  Meningkatkan daya tawar
 Produksi tinggi tetapi banyak petani melalui dukungan
di bawa keluar wilayah dan proses produksi hilir guna
menjadi komoditas unggulan menciptakan brand produk
wilayah lain
 Pengembangan • Usaha peternakan masih • Penguatan usaha secara
peternakan (sapi, berupa usaha sampingan berkelompok
domba, dan itik) mmengingat skala usaha kecil • Teknik penyediaan pakan
• Teknik budidaya di angon, alternatif
rawan terkena penyakit

 Pengembangan • Usaha perikanan • Bantuan perahu untuk usaha


perikanan tangkapbelum berkembang perikanan tangkap
• Pengembangan usaha
pengolahan hasil perikanan
laut
 Pengolahan • Pemasaran • Pendampingan usaha
makanan : • Kualitas dan kuantitas • Pengembangan Modal
keripik,kerupuk, produksi • Dukungan Pemasaran
manisan, terasi

Agar pelaksanaan Comdev perusahaan terlaksana dengan


lebih baik, fokus, terarah, dapat mengangkat value perusahaan dan
sustainable, PT. Pertamina EP. Asset 3 Subang Field juga telah
menyusun Dokumen Rencana Strategis (Renstra) Community
Development 2014-2018 dan setiap tahun juga disusun rencana
kerja (Renja). Pada box berikut disajikan visi dan misi program
comdev PT Pertamina EP Asset 3 Subang Field.

54
Box 4.1. Visi Misi Program Comdev (PEP Asset 3 Subang Field,
2014)

Visi:
“Terwujudnya masyarakat mandiri di sekitar wilayah
operasi perusahaan di Subang, Karawang dan
Purwakarta”

Misi:
1. Meningkatkan kualitas SDM di sekitar wilayah
operasi di Subang, Karawang dan Purwakarta
2. Mewujudkan kemandirian ekonomi masyarakat di
sekitar wilayah operasi di Subang, Karawang dan
Purwakarta
3. Berkontribusi untuk mewujudkan prasarana
wilayah yang layak dan berkualitas di sekitar
operasi perusahaan di Subang, Karawang dan
Purwakarta
4. Mewujudkan lingkungan lestari di sekitar operasi
perusahaan di Subang, Karawang dan Purwakarta

Tujuan:
1. Meningkatnya taraf pendidikan dan derajat
kesehatan masyarakat di sekitar operasi di
Subang, Karawang dan Purwakarta
2. Meningkatnya pendapatan masyarakat di sekitar
operasi di Subang, Karawang dan Purwakarta
3. Meningkatnya kualitas prasarana wilayah di sekitar
operasi di Subang, Karawang dan Purwakarta
4. Meningkatnya kualitas lingkungan di sekitar operasi di
Subang, Karawang dan Purwakarta

55
4.3. PENGEMBANGAN JAMUR TERPADU
Desa Sukamulya merupakan salah satu desa yang terletak di
Kecamatan Cilamaya Kabupaten Karawang. Desa ini merupakan
salah satu desa yang berada di sekitar wilayah operasi PT Pertamina
EP. Desa Sukamulya mempunyai potensi dalam bidang pertanian
baik pekerja ataupun iklim yang menunjang dalam mengembangkan
agribisnis sebagai mata pencaharian utama. Salah satu komoditas
tanaman yang potensial dikembangkan adalah jamur merang.
Pengembangan jamur merang terpadu berdasarkan analisis potensi
dan masalah sebagai berikut:
Box 4.2. Analisis Potensi dan Masalah Pengembangan Jamur

Potensi: Masalah:

 Desa Sukamulya merupakan  Hasil produksi jamur rendah


sentra produksi jamur merang  Jerami selama ini banyak
 Bahan baku melimpah dan dibakar
mudah diperoleh  Tidak ada tempat untuk stok
 Membuka lapangan kerja baru jerami selama enam bulan
 Menambah pendapatan  Teknologi yang digunakan
keluarga tradisional
 Sumber pangan sehat bergizi  Petani jamur banyak dikuasai
 Olahan jamur banyak digemari oleh tengkulak
masyarakat  Belum ada usaha olahan
 Harga jual menguntungkan makanan jamur
 Biaya produksi terjangkau

Sumber: Laporan implementasi program jamur merang PEP Subang, 2013

Keterpaduan model pengembangan masyarakat berbasis


jamur ini dapat dilihat pada gambar berikut.

56
Gambar 4.5. Model pengembangan jamur terpadu berbasis
pemanfaatan jerami di Sukamulya (Sumber: PEP Subang, 2014)

Arahan pengembangan pemberdayaan berbasis jamur


terpadu disajikan pada skema berikut.

Gambar 4.6. Rencana Pengembangan Jamur Merang


(PEP Asset 3 Subang Field, 2013)

57
Program jamur terpadu ini telah dimulai PT Pertamina EP
Asset 3 tahun 2012. Kegiatan awal pada tahun tersebut dimulai
dengan pembentukan kelompok, pembangunan infrastruktur, dan
peningkatan pengetahuan SDM. Pelaksanaan pembentukan
kelompok ini bertujuan untuk: (1) Memudahkan pengorganisasian
para petani jamur baik dalam hal pelaksanaan bimbingan,
pengorganisasian maupun penanganan kegiatan-kegiatan lainnya.
Untuk memudahkan pelaksanaannya. (2) Merupakan wadah
pembelajaran bagi petani jamur untuk mengatasi kebutuhan dan
permasalahan dari masing-masing anggota agar menjadi lebih
berdaya.
Dalam hal pembentukan kelompok ini dilakukan berdasarkan
kedekatan domisili dimasing-masing RT, RW maupun blok yang ada
di Desa Sukamulya. Pembentukan kelompok jamur ini sebelumnya
sudah dibentuk dengan nama Mulia Abadi sesuai dengan nama
Gapoktan yang ada di Desa Sukamulya, begitu juga dengan
pengurus dan rekeningnya sama dengan Pengurus dan rekening
Gapoktan. Untuk menghindari kerancuan dan kekeliruan
administrasi, maka disepakati mengadakan musyawarah kelompok
untuk merevisi nama kelompok, pengurus dan buku rekening yang
ada. Dari hasil musyawarah tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
nama Kelompok berubah dari Mulia Abadi menjadi “Sentosa”
dengan susunan kepengurusan sebagai berikut, Ketua: H. Mukhlis
Kamil, Sekretaris : H. Sudin, Bendahara : Darja, Anggota : H.
Ma’munir Rohmat, Erman, Karnita, Pardi.

58
Gambar 4.7. Kegiatan Pembentukan dan Pertemuan Kelompok

Setelah pembentukan kelompok dilakukan maka pada


pertemuan selanjutnya dilakukan pelatihan sederhana tentang dasar-
dasar kelompok UKM dimaksudkan untuk membekali para pengurus
dan anggota kelompok untuk mengelola kelompok tahap selanjutnya.
Pelatihan sederhana tersebut dilaksanakan dengan cara pengarahan
dan bimbingan kepada para anggota dan pengurus kelompok yang
meliputi aspek fungsi, peran dan tanggungjawab pengurus dan
anggota UKM, Penguatan aspek administrasi, baik yang menyangkut
organisasi dan keuangan UKM. Pendampingan pada aspek
kelembagaan lebih difokuskan pada penguatan fungsi dan peran
serta tanggung jawab pengurus dan bimbingan dalam pembuatan
buku-buku organisasi termasuk pembuatan Buku Anggota.
Bimbingan terhadap aspek keuangan UKM lebih ditujukan
untuk memberikan pemahaman dan motivasi tentang pentingnya
pencatatan keuangan dan rutinitas tabungan anggota. Motivasi
kelancaran angsuran pinjaman serta konsekuensi bagi anggota yang

59
terlambat dalam mencicil pinjaman. Kegiatan lain yang dilakukan
selain penguatan anggota kelompok adalah wawancara tentang
wawasan pengetahuan kelompok. Wawancara ini maksudkan untuk
mengukur sejauh mana pengetahuan dan latar belakang dari
anggota kelompok ini tentang budidaya jamur, pengalaman berapa
tahun, jenis pelatihan yang sudah pernah diikuti dan faktor-faktor lain
yang berhubungan dengan teknik budidaya dan pemasaran.
Setelah dibentuk kelompok, maka tahapan selanjutnya
adalah pelatihan budidaya jamur merang. Tahapan kegiatan
budidaya jamur merang dilakukan oleh kelompok dimulai dari
penyiapan media tanam, penanaman, pembuatan pupuk organik
cair, dan panen seperti terlihat pada urutan gambar di bawah ini:

Gambar 4.8. Pelatihan Kelompok Budidaya Jamur

Kemudian tahun 2013 upaya penguatan sistem


pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan peningkatan
produktivitas dan kualitas, pemanfaatan limbah media jamur menjadi
pupuk organik, pemanfataan kemampuan entrepreneurship (olahan
jamur merang).

Gambar 4.9. Kegiatan Pembuatan Pupuk Organik

60
Gambar 4.10. Proses Budidaya Jamur

Gambar 4.11. Pengomposan jerami dengan Kapur

Gambar 4.12. Pemasukan Media

61
Gambar 4.13. Pemilahan Bibit Jamur

Gambar 4.14. Jamur Siap Panen

(a) (b)

Gambar 4.15. Jamur Kualtas Super (a) dan Jamur Kualtas BS (b)

Rencana di tahun 2014, pengembangan dengan


pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) sebagai sentra
Jamur Merang dan olahannya. Di tahun 2015 diharapkan sudah

62
tercipta kemandirian kelompok, dan setelah itu akan didapatkan
kemandirian secara berkelanjutan dengan pemeliharaan
keberhasilan melalui sistem pemberdayaan dan pertanian terpadu.

Gambar 4.16. Kegiatan Pelatihan Pembuatan Masakan dan Snack


Jamur

Secara garis besar pelaksanaan program pemberdayaan


masyarakat kepada warga pelaku pembudidayaan jamur merang di
Desa Sukamulya, Kecamatan Cilamaya Kabupaten Karawang dapat
dikatakan cukup mendapat respon positif. Kegiatan pengembangan
jamur merang ini dirasakan sangat bermanfaat dan tepat sasaran
karena sesuai dengan potensi dan kebutuhan yang ada. Warga yang
telah dibentuk kelompok tani difasilitasi untuk dapat kembali aktif
dalam membudidayakan jamur merang. Kegiatan ini menambah
kegiatan produktif warga dan mengoptimalkan pemanfaatan potensi
lokal. Dukungan dan antusiasme anggota kelompok tani untuk turut
berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan program budidaya jamur
merang melalui kemitraan, pembinaan serta pendampingan yang
digulirkan menjadi wujud nyata respon positif tersebut. Dampak
kegiatan adalah tingkat produktivitas warga yang semakin tinggi.

63
Gambar berikut menyajikan trend peningkatan produkasi dan
pendapatan kelompok jamur merang terpadu. Berdasarkan gambar
tersebut dapat diketahui bahwa terdapat trend peningkatan produksi
dan pendapatan kelompok jamur terpadu.

Gambar 4.17. Trend Peningkatan Produksi dan Pendapatan


Kelompok Jamur Terpadu di Desa Sukamulya (PEP Asset 3 Subang
Field, 2013)

Pengembangan program jamur terpadu ini juga telah


memberikan effek ganda yang positif terhadap pengembangan
masyarakat lainnya. Dari awalnya hanya pengembangan kelompok
budidaya, saat ini telah terbentuk kelompok pengolahan yang
dikelola oleh ibu-ibu. Berikut ini gambaran efek pengembangan
masyarakat berbasis jamur terpadu.

64
Gambar 4.18. Multiflier Efek Pengembangan Jamur Terpadu (PEP
Asset 3 Subang Field, 2013)

Pengembangan jamur merang terpadu mempunyai dampak


yang positif terhadap lingkungan. Hal ini karena media jamur
memanfaatkan limbah jerami sebagai media tanam. Kondisi di Desa
Sukamulya umumnya limbah jerami akan dibakar oleh petani.
Pembakaran 1 ton jerami akan menghasilkan 1.068 kg CO2. Pada
program budidaya jamur di Desa Sukamulya, total jerami yang
dimanfaatkan sebagai media tanam jamur merang adalah 7.200 ton/
tahun. Oleh karena itu melalui program budidaya jamur di Desa
Sukamulya, PT. Pertamina EP Asset 3 Subang Field telah berhasil
mengurangi emisi CO2 hingga 7.689.600 kg/tahun.
Beberapa inovasi penting dalam program ini adalah:
pengembangan usaha jamur sistem kelompok, pengembangan
sistem zero waste, pemanfaatan media kapas untuk media tanam
jamur serta penggunaan blower untuk fermentasi.

65
Gambar 4.19. Inovasi fermentasi dengan menggunakan blower
(PEP Subang Field, 2014)

4.4. TERNAK DOMBA TERPADU


Program ini berupa penggemukan dan pembibitan ternak
domba yang diintegrasikan dengan pengolahan kotoran dan hasil
samping. Juga terintegrasi dengan penanaman tanaman produktif di
sekitar kandang. Pendampingan usaha ternak domba yang
didampingi oleh tim pendamping dari CARE LPPM IPB. Pemerintah
Desa juga berperan untuk mengawasi perkembangan kegiatan
kelompok. Penyuluh pertanian/peternakan dan dokter hewan
setempat berperan untuk mendampingan secara teknis kegiatan
usaha ternak. Pengertian terpadu dalam program ini adalah:
peternak berusaha ternak secara komunal/terpusat di suatu lokasi.
Selain berusaha budidaya (penggemukan dan pembibitan), juga
terpadu dengan pengolahan kotoran dan hasil samping lainnya.
Terpadu juga dalam hal komoditas, dimana secara bertahap di lokasi
kandang akan ditanam tanaman produktif (pangan dan hortikultura).
Penyelenggaraan program Ternak Domba Terpadu tahun 2014
dilaksanakan di dua lokasi yaitu Dusun Wagirsari Desa Pasirukem

66
kecamatan Cilamaya Kulon Kabupaten Karawang dan Dusun Karang
Cagak Desa Cidahu Kecamatan Pagaden Barat Kabupaten Subang.
Tujuan kegiatan ini adalah (1) Peningkatan kesejahteraan
penerima manfaat kegiatan melalui agribisnis ternak domba. (2)
Membuka peluang berusaha di bidang peternakan, (3) Mewujudkan
kemandirian masyarakat khususnya penerima manfaat, (4)
Memperkuat peran kelompok dalam usaha agribisnis domba, (5)
Sebagai usaha awal perintisan lokasi program menjadi sentra domba
mandiri yang memiliki usaha domba sebagai dari hulu ke hilir.
Adapun sasaran program adalah keluarga dengan kategori rumah
tangga miskin (RTM), dengan persyaratan: (1) Punya
pengalaman/pernah beternak domba. (2) Belum pernah
mendapatkan bantuan program baik dari pemerintah maupun
swasta. (3) Berminat tinggi untuk terlibat dalam budidaya ternak
domba.

Gambar 4.20. Rencana pengembangan usaha ternak terpadu di


Cidahu-Subang dan Pasirukem-Karawang

Dalam pelaksanaan program ini PEP Subang Field


melibatkan pihak-pihak terkait, antara lain Pemerintah Desa, SKPD

67
Dinas Peternakan setempat, serta pendamping dari IPB. Model
skematik kemitraan disajikan pada Gambar 4.21.

Gambar 4.21. Model Kemitraan Program Ternak Domba Terpadu

Tahap-tahap yang dilaksanakan dalam program ini adalah:(1)


Seleksi anggota kelompok, (2) Pertemuan awal dengan calon
anggota dan pembentukan kelompok, (3) Pembangunan kandang
secara gotong royong oleh anggota kelompok, (4) Pengadaan ternak
domba, (5) Serah terima kandang dan ternak domba, (6) Pelatihan
usaha ternak domba, (7) Pelaksanaan pemeliharaan usaha ternak
domba.
a. Seleksi anggota kelompok.

Untuk mendapatkan anggota yang sesuai kriteria tersebut,


tim pendamping program bekerja sama dengan Pihak Pemerintah
Desa setempat untuk memberikan rekomendasi nama-nama calon
anggota kelompok, yang selanjutnya di verifikasi oleh Tim
Pendamping/CDO di lapangan. Seleksi dilakukan melalui wawancara
langsung maupun kunjungan ke rumah calon peserta sasaran.

68
Setelah dilakukan seleksi, penerima manfaat terpilih dikumpulkan
untuk mendapatkan arahan program sekaligus memastikan
komitmen kesediaan terlibat dalam program. Pada pertemuan
tersebut dijelaskan pola kemitraan yang dijalankan, hak dan
kewajiban masing-masing pihak sehingga dicapai kesepakatan.
Guna menguatkan rencana ini, maka di awal program penerima
manfaat wajib menandatangani surat kesepakatan kerjasama dalam
kelompok disaksikan aparat setempat.
Pemilihan anggota kelompok didasarkan kepada kriteria
sebagai berikut: (1) Punya pengalaman/pernah beternak domba. (2)
Belum pernah mendapatkan bantuan program baik dari pemerintah
maupun swasta. (3) Berminat tinggi untuk terlibat dalam budidaya
ternak domba.

Gambar 4.22. Mekanisme Perisapan Program Ternak Domba


Terpadu

b. Pertemuan awal dengan calon anggota


Pertemuan awal dengan kelompok bertujuan untuk
menyamakan persepsi tentang pelaksanaan program ternak domba
terpadu. Dalam pertemuan tersebut juga dibahas tentang aturan-
aturan kelompok dalam program ternak domba terpadu. Pada akhir

69
pertemuan disepakati pembentukan kelompok dan dibuat surat
pernyataan kesediaan bergabung dalam kelompok ternak yang
dibentuk. Untuk Kelompok Ternak Domba di Cidahu diberi nama
Kelompok Berkah Mandiri Jaya dan kelompok ternak di Pasirukem
diberi nama Kelompok Bina Usaha Mandiri.

Gambar 4.23. Pertemuan awal Pembentukan Kelompok di


Pasirukem

Gambar 4.24. Pertemuan awal Pembentukan Kelompok di Cidahu

b. Pembangunan kandang secara partisipatif


Kelompok ternak bersama mitra membangun kandang
komunal secara bersama-sama, dengan pendamping dari tim CARE
LPPM IPB selaku konsultan. Pada proses pembangunan kandang,
PT. Pertamina EP. Asset 3 Subang Field berkontribusi dalam
pengadaan material sedangkan kelompok ternak berkontribusi dalam

70
hal tenaga kerja penyiapan kandang. Alokasi waktu bagi kegiatan
pembangunan kandang kurang lebih 3 minggu.
Terkait dengan kepemilikan lahan, maka di awal kegiatan
dibuat surat pernyataan kesediaan meminjamkan lahan dari pemilik
lahan dengan komitmen yang disepakati oleh setiap kelompok.
Kelompok juga wajib mendapatkan surat pernyataan persetujuan
dari masyarakat sekitar lokasi kandanguntuk menghindari konflik di
kemudian hari.
Kandang yang dibangun berukuran kurang lebih 100 m2,
dialokasikan untuk kandang pembibitan dan kandang penggemukan.
Untuk kandang pembibitan terdiri atas kandang induk dan anak
domba, kandang pejantan dan kandang isolasi bagi domba yang
sakit.Desain kandang serta penggunaan material disesuaikan
dengan kondisi masing-masing lokasi serta kesediaan material di
masing-masing lokasi. Hanya prinsip awal yang digunakan adalah
kandang berada antara 50-100 cm dari permukaan tanah dengan
tujuan bagian bawah kandang dapat dipergunakan untuk
pengumpulan kotoran ternak. Material kandang dapat terdiri dari
kayu maupun bambu serta atap terbuat dari asbes. Kegiatan
pembuatan kandang berlangsung selama kurang lebih 3 minggu.
Selain pengadaan kandang juga dilakukan pengadaan
peralatanseperti timbangan, ember, dll serta pembangunan sumur
pompa air. Adapun untuk areal budidaya rumput pakan dilakukan di
areal yang sama serta areal sekitar.

Gambar 4.25. Proses Pembuatan Kandang di Cidahu

71
Gambar 4.26. Kandang Domba Terpadu di Cidahu dan Pasirukem

c. Pengadaan Ternak Domba


Proses pengadaan ternak dilakukan setelah kandang siap
menampung domba. Pengadaan ternak baik bagi pembibitan
maupun penggemukan dicari dari wilayah terdekat dengan tujuan
untuk memudahkan adaptasi ternak terhadap lingkungan. Jumlah
ternak domba hingga saat ini adalah 80 ekor untuk dua wilayah
dengan asumsi masing-masing penerima manfaat akan menerima 4-
5 ekor ternak terdiri dari ternak penggemukan dan pembibitan.
Beberapa syarat yang ditetapkan untuk ternak penggemukkan antara
lain:
1. Domba jantan sehat
2. Kepala tegak
3. Dilihat dari depan badan
terlihat besar, kaki lurus dan
jarak antar kaki lebar
4. Dilihat dari samping badan
terlihat tinggi,panjang dan
dalam, punggung lurus, Gambar 4.27. Ternak
bentuk badan persegi Domba Penggemukan
panjang.

72
Adapun untuk domba pembibitan prasyarat antara lain :

a. Domba betina, diusahakan


sudah siap bunting atau
sudah bunting 3-4 bulan
b. Sehat dan tidak cacat

Terkait pemilihan ternak


Tim CARE LPPM IPB
melibatkan ahli ternak domba Gambar 4.28. Ternak
Domba Pembibitan
untuk mendapatkan ternak
pilihan terbaik.

Gambar 4.29. Ternak Domba di Cidahu

d. Serah terima kandang dan ternak domba


Kegiatan serah terima ternak domba dilaksanakan
bersamaan dengan acara pelatihan budidaya ternak domba terpadu.
Kegiatan serah terima domba dari Pertamina EP Subang
dilaksanakan pada 13 Juni 2014 di Pasirukem, Kab. Karawang dan
17 Juni 2014 di Cidahu, Kabupaten Subang. Penyerahan ternak
domba dilakukan secara simbolis oleh PT. Pertamina EP Asset 3
Subang Field diwakili oleh Bapak Yosi kepada ketua kelompok
ternak domba terpadu binaan Pertamina EP Subang Field di masing-
masing wilayah.

73
Gambar 4.30. Serah Terima Ternak Domba di Pasirukem

e. Pelatihan usaha ternak domba


Kegiatan ini dilakukan setelah proses pembangunan kandang
dan pengadaan ternak selesai dilakukan. Pelatihan dilakukan
dengan menghadirkan ahli ternak atau praktisi serta melibatkan
dinas peternakan. Pelatihan berlangsung selama dua hari dengan
materi antara lain: budidaya domba dan hijauan, reproduksi dan
kesehatan ternak, pembuatan pakan alternatif, dan manajemen
pengelolaan usaha ternak domba.
Pelatihan dilakukan dengan metode paparan, demonstrasi
dan praktek indoor maupun outdoor. Peserta pelatihan meliputi
penerima manfaat maupun peternak lokal yang berminat untuk
mengembangkan pengetahuan usaha ternak domba.

Gambar 4.31. Pelatihan Ternak Domba Terpadu di Pasirukem

74
Gambar 4.32. Pelatihan Ternak Domba Terpadu di Cidahu

Sampai buku ini selesai disusun, program pengembangan


ternak domba baru berjalan kurang dari satu tahun (sekitar 3 bulan),
sehingga kinerja usaha belum bisa diukur dari sisi manfaat
ekonominya. Namun demikian apabila program ini dijalankan sesuai
rencana maka potensi peningkatan populasi dan pendapatan
kelompok disajikan sebagai berikut.

Gambar 4.33. Proyeksi Peningkatan Populasi, Hasil Kotoran Dan


Tambahan Pendapatan Dari Usaha Ternak Domba

75
Jenis-jenis inovasi yang akan dilakukan dari ternak domba
terpadu adalah (1) Limbah kotoran dijadikan pupuk organic cair/ poc
dengan sistem pengolahan terpadu. (2) Pengurangan bau kotoran
melalui inovasi pakan limbah sayuran pasar. (3) Pengurangan jumlah
emisi melalui pemanfaatan jerami sebagai pakan ternak.
Tabel 4.2. Proyeksi Populasi, Jumlah Kotoran, Kebutuhan Jerami
dan Potensi Pengurangan Emisi CO2 Program Ternak Domba
Terpadu

Hasil 2014 2015 2016

Populasi ternak (ekor) 80 114 210

Feses/kotoran ternak (kg) 8,640 12,312 22,680

Kebutuhan jerami (ton) 58 82 151

Pengurangan Emisi CO2 61,516.80 87,661 161,482


*pembakaran 1kg jerami akan menghasilkan emisi CO2 1068 kg

Program ternak domba terpadu dengan memanfaatkan


limbah jerami sebagai pakan mempunyai dampak yang positif
terhadap lingkungan. Sebagaimana diketahui, umumnya limbah
jerami akan dibakar oleh petani. Pembakaran 1 ton jerami akan
menghasilkan 1.068 Kg CO2.Jerami dapat dimanfaatkan menjadi
pakan ternak melalui teknik fermentasi.Dalam 1 tahun pertama,
program ternak domba terpadu (total 80 ekor) membutuhkan 58 ton
jerami, dan akan meningkat sejalan dengan peningkatan populasi
ternak.Melalui program ternak domba terpadu di Desa Pasirukem
dan Cidahu, dalam 3 tahun (hingga 2016), PT. Pertamina EP. Asset
3 Subang berpotensi akan mengurangi emisi CO2 sebesar 310 ton.

76
Kebutuhan jerami (ton)
160
151
140
120
100
80 82
60 58
40
20
-
2014 2015 2016

Gambar 4.34. Proyeksi Kebutuhan Jerami Usaha Ternak Domba

Pengurangan Emisi CO2


180.000
160.000 161.482
140.000
120.000
100.000
87.661
80.000
60.000 61.517
40.000
20.000
-
2014 2015 2016

Gambar 4.35. Potensi Pengurangan Emisi CO2 dari Usaha Ternak


Domba

Program ternak domba terpadu telah memberikan contoh


kepada masyarakat untuk memanfaatkan lahan secara optimal.
Dalam hal ini lokasi kandang domba terpadu awalnya merupakan
lahan yang kurang produktif, dan saat ini menjadi lebih produktif
dengan adanya kegiatan peternakan.

77
Gambar 4.36. Perbandingan Kondisi Awal dan Kondisi Saat Ini

Melalui program ternak terpadu, juga Pertamina EP Asset 3


Subang telah berhasil menginisiasi terbangunnya kemitraan antara
masayarakat, SKPD setempat dan IPB serta Pertamina. Kemitraan
dalam program pengembangan masyarakat menjadi hal yang sangat
penting.

Gambar 4.37. Kemitraan ABG-C dalam Program Usaha Ternak


Domba

78
Hal lain yang cukup positif melalui program ini adalah lokasi
kandang ternak saat ini menjadi pusat kegiatan baru masyarakat
setempat. Masyarakat diluar anggota kelompok bias belajar tentang
beternak, selain itu juga dengan adanya anak-anak yang bermain di
kandang akan memberikan pendidikan dini tentang usaha ternak
domba.

Gambar 4.38. Kandang sebagai Pusat Kegiatan Masyarakat

Beberapa inovasi dalam program ternak terpadu adalah:


model kandang domba komunal, model kandang ternak yang
terpadu dengan tanaman, penggunaan teknik silase dalam
penyediaan pakan ternak, dan pemanfaatan jerami sebagai limbah
ternak.

79
5. PENUTUP: PELAJARAN IMPLEMENTASI
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM CSR

5.1. PELAJARAN DARI ISU SEPUTAR IMPLEMENTASI PP NOMOR 47


TAHUN 2012
Di dalam PP nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung jawab
Sosial dan Lingkungan (TJSL) dalam pasal-pasalnya telah
diamanatkan sebagai berikut. Pada Pasal 1 dalam Peraturan
Pemerintah ini yang dimaksud dengan: Perseroan Terbatas yang
selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang
merupakan Persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas serta peraturan pelaksanaannya.
Selanjutnya dijelaskan Rapat Umum Pemegang Saham yang
selanjutnya disebut RUPS adalah organ Perseroan yang mempunyai
wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan
Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan/atau
anggaran dasar. Direksi adalah organ Perseroan yang berwenang
dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan. Perseroan untuk
kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Dewan
Komisaris adalah organ Perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan
anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
Pada Pasal 2 dinyatakan “Setiap Perseroan selaku subjek
hukum mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan”.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 menjadi kewajiban bagi Perseroan yang menjalankan

80
kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber
daya alam berdasarkan Undang-Undang (Pasal 3). Kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan baik di dalam
maupun di luar lingkungan Perseroan.
Selanjutnya diamanatkan pada Pasal 4, bahwa “Tanggung
jawab sosial dan lingkungan dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan
rencana kerja tahunan Perseroan setelah mendapat persetujuan
Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan anggaran dasar
Perseroan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-
undangan”. Rencana kerja tahunan Perseroan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memuat rencana kegiatan dan anggaran
yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tanggung jawab sosial dan
lingkungan.
Beberapa Kesalahan Umum yang sering ditemukan pada
beberapa perusahaan dalam implementasi CSR yang masih banyak
ditemukan. Beberapa kesalahan umum, yang perlu diluruskan atau
diperbaiki tersebut antara lain (Jalal 2008; Sumardjo 2013):

1) Ada kerancuan antara CSR, Pengembangan Masyarakat


(Community Development-CD) dan PKBL bagi BUMN;
2) Ada kecenderungan CSR identik dengan kegiatan yang
bersifat amal (charity);
3) CSR hanya mencakup aspek social;
4) Organisasi CSR hanya merupakan unit tempelan, dan
CSR hanya untuk perusahaan besar, serta memisahkan
CSR dari bisnis inti perusahaan;
5) CSR untuk diri sendiri, bukan sepanjang supply chain;
6) Setelah produk sampai konsumen, tak ada lagi CSR;
7) CSR cuma tambahan biaya belaka;
8) CSR dibiayai secara after-profit;
9) CSR adalah upaya pemolesan citra perusahaan
sehingga perusahaan menganggap bahwa CSR
sepenuhnya voluntari atau sukarela;
10) Mempraktikkan CSR dalam ranah eksternal

81
Terkait dengan kerancuan antara CSR dengan Community
Development (CD). CD adalah kegiatan pengembangan masyarakat
oleh perusahaan yang diarahkan untuk memperbesar akses
masyarakat untuk mencapai kondisi sosial, ekonomi dan budaya
yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
Community development merupakan bagian dari Corporate Social
Responsibility (CSR). Sedangkan terkait kerancuan antara CSR dan
PKBL, terutama dalam hal pembiayaan. CSR merupakan biaya
operasional perusahaan, terlepas dari perusahaan itu untung
ataukah belum menguntungkan, sedangkan PKBL dibiayai dari
persentase keuntungan perusahaan. Apabila perusahaan belum
mengembangkan PKBL bisa jadi karena perusahaan tersebut belum
memperoleh keuntungan dari operasionalnya. PKBL ini berlaku
khususnya untuk perusahaan dengan katagori BUMN.

Gambar 5.1. Ruang Lingkup TJSL: pasar, lokasi kerja, masyarakat,


dan lingkungan hidup

Jadi pengaturan CSR (PP No 47 tahun 2012) pada dasarnya


dimaksudkan untuk:
1. meningkatkan kesadaran perseroan terhadap pelaksanaan
tanggung jawab sosial dan lingkungan di Indonesia;

82
2. memenuhi perkembangan kebutuhan hukum dalam
masyarakat mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan;
dan
3. menguatkan pengaturan tanggung jawab sosial dan
lingkungan yang telah diatur dalam berbagai peraturan
perundang-undangan sesuai dengan bidang kegiatan usaha
Perseroan yang bersangkutan.

Secara keseluruhan setidaknya ada enam perbedaan antara


CSR dengan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) yang
berlaku bagi Perusahaan milik Negara (BUMN), yaitu menyangkut:
(1) dasar hukum, (2) sasaran/tujuan, (3) obyek peraturan, (4) sifat
peraturan, (5) lingkup tanggungjawab, dan (6) perlakuan anggaran.
Secra rinci diskripsi perbedaan diantara keduanya (CSR dan PKBL)
dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Perbedaaan CSR dan PKBL

CSR PKBL

Dasar Hukum

 Ps. 74 UU No. 40 tahun 2007  Ps.2 ayat (1) huruf e dan Ps.88
 Peraturan Pemerintah ayat (1) UU No.19 Tahun 2003
(masih dalam Rancangan) jo. Peraturan Meneg BUMN
No.PER-05/MBU/2007

Sasaran/Tujuan

 Menciptakan hubungan  Program Kemitraan : Untuk


yang serasi, seimbang dan meningkatkan kemampuan
sesuai dengan lingkungan, usaha kecil agar menjadi
nilai, norma dan budaya tangguh dan mandiri
setempat secara  Program Bina Lingkungan :
berkelanjutan (Penjelasan Pemberdayaan kondisi sosial
Ps.74 ayat (1) masyarakat

Obyek Peraturan

 Perusahaan (Perseroan  Persero (termasuk Persero

83
CSR PKBL
Terbatas) yg menjalankan Terbuka) dan Perum (Ps.2 ayat
kegiatan usaha dibidang / (1) dan (2) Peraturan Meneg
berkaitan dengan Sumber BUMN No.PER-05/MBU/2007)
Daya Alam (SDA) (Ps.74 ayat
(1))
 Perusahaan yang tidak
mengelola dan tidak
memanfaatkan SDA, tetapi
kegiatan usahanya
berdampak pada fungsi
kemampuan sumber daya
alam (Penjelasan Ps.7 ayat
(1)

Sifat Peraturan

 Memaksa (wajib  Terhadap Persero dan Perum,


dilaksanakan) bagi sifat peraturan memaksa (wajib
perusahaan yang terkait SDA dilaksanakan) karena Program
dan/atau perusahaan yang tersebut dijadikan salah satu
usahanya berdampak pada indikator penilaian tingkat
fungsi kemampuan SDA, kesehatan Persero / Perum (Ps.
apabila tidak dilaksanakan, 2 ayat (1) jo. Ps.30 ayat (1)
maka dapat dikenakan Peraturan Meneg BUMN
sanksi (Ps.74 ayat (3) No.PER-05/MBU/2007)

Lingkup Tanggung Jawab

 Terbatas di  Lebih luas dari lingkup Tanggung


lingkungan/masyarakat di Jawab Sosial dan Lingkungan
wilayah kegiatan usaha berdasarkan UU No. 40 Tahun
Perusahaan (Penjelasan Ps.7 2007 (tidak sebatas wilayah
ayat (1) tempat kegiatan usaha Persero
atau Perum)

Perlakuan Anggaran
• Diperhitungkan sebagai  Maksimal 2% (dua persen) dari
biaya Perseroan yang laba bersih untuk Program
pelaksanaannya dilakukan Kemitraan
dengan memperhatikan  Maksimal 2% (dua persen) dari

84
CSR PKBL
kepatutan dan kewajaran laba bersih untuk Program Bina
(Ps.74 ayat (2) Lingkungan.

Sering ditemukan kerancuan dalam implementasi CSR dan


PKBL terjadi dalam suatu perusahaan milik negara disebabkan oleh
kurangnya pemahaman pimpinan, khususnya pimpinan puncak atas
perbedaan tersebut. Akibatnya terjadi kelemahan dalam
implementasi CSR maupun PKBL pada perusahaan yang
bersangkutan. Oleh karena itu, pimpinan perusahaan perlu
mendapat masukan atas pemahaman adanya perbedaan antara
CSR dan PKBL tersebut, terutama oleh pimpinan di tingkat
menengah maupun atas yang bertangjawab atas pelaksanaan CSR.
Secara konsep Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
(PKBL) yang dilaksanakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak
jauh berbeda dengan best practices CSR yang dilakukan oleh
perusahaan swasta sehingga dapa dikatakan bahwa PKBL
merupakan salah satu wujud praktek CSR yang dilakukan oleh
BUMN. Cakupan PKBL- BUMN juga diharapkan untuk mampu
mewujudkan tiga pilar utama pembangunan (triple tracks) yang telah
dicanangkan pemerintah dan merupakan janji politik kepada
masyarakat, yaitu: (1) pengurangan jumlah pengangguran; (2)
pengurangan jumlah penduduk miskin; dan (3) peningkatan
pertumbuhan ekonomi.
Melalui PKBL diharapkan terjadi peningkatan partisipasi
BUMN untuk memberdayakan potensi dan kondisi ekonomi, sosial,
dan lingkungan masyarakat dengan fokus diarahkan pada
pengembangan ekonomi kerakyatan untuk menciptakan pemerataan
pembangunan

85
Berkembangnya isyu seputar praktik Corporate Social
Responsibility antara lain menyebabkan terbentuknya persepsi
bahwa meski dana dalam jumlah besar telah dikucurkan, manajemen
CSR dibentuk, serta strategi dan program pembangunan nyata telah
dilakukan perusahaan, namun fakta menunjukkan bahwa tuntutan,
ketidakpuasan serta demo dari masyarakat dan aktivis LSM masih
berlangsung. Ada apa dengan CSR? Apa sekedar kosmetikkah
praktik CSR yang dilakukan perusahaan? Apa perusahaan bertindak
bagai sinterklas dengan dominasi kegiatan giving dan charity yang
jauh dari membangun kemandirian? Atau mungkin, tuntutan
masyarakat yang terlalu berlebihan?
Diakui atau tidak diakui, selama ini perusahaan, pemerintah
dan masyarakat telah melakukan praktik CSR dengan caranya
masing-masing dan seringkali ketiganya berjalan sendiri- sendiri,
tanpa mencoba membangun komunikasi dan hubungan yang
harmonis. Implementasi CSR kurang memperhatikan prinsip-
prinsip berikut : (1) Akuntabilitas, (2) Transparensi, (3) Perilaku Etis,
(4) Penghormatan, baik kepada kepentingan Stakeholder,maupun
kepatuhan kepada Hukum, serta (5) Penghormatan baik kepada
norma perilaku internasional, maupun norma penegakan Hak Asasi
Manusia (HAM).
Pengaruh implementasi CSR pada dasarnya dapat
dikelompokkan ke dalam empat katagori, dapat dilihat pada Gambar
5.2 dan Gambar 5.3. yaitu : (1) pengaruh terhadap faktor-faktor yang
bersifat internal langsung; (2) pengaruh tak langsung, yaitu terhadap
mitra kerja, penduduk setempat, diskriminasi rekrutmen tenaga kerja,
serta kesenjangan sosial dan lainnya; (3) pengaruh langsung yang
dapat dirasakan atau menimpa masyarakat setempat, berupa
dampak positif/ negatif kehadiran perusahaan; serta (4) pengaruh tak
langsung atas keberadaan lingkungan makro peraturan perundangan
dan perkembangan infrastruktur.

86
Pengaruh Tak langsung: UU/ rezim
hukum, syarat2/ infrastruktur
Pemerintah

Pengaruh langsung: polusi, korupsi,


Masyarakat suap
setempat

Pengaruh Tak langsung: mitra kerja,


Mitra bisnis hak2 penduduk setempat, suap,
kesenjangan sosial

Kontrol tk tinggi: standar kerja, kesehatan


Operasi Inti dan keselamatan kerja, dampak
lingkungan

Gambar 5.2 Cakupan Pengaruh CSR dalam kehidupan dan


lingkungan

Implikasi dari pemahaman cakupan ruang pengaruh CSR,


seyogyanya penyusunan program CSR mempertimbangkan hal-hal
berikut:
1. Kebutuhan masyarakat: program disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat sehingga dapat memberikan manfaat
yang lebih luas.
2. Inovasi dan spesifik lokasi dan spesifik sasaran : program
ditujukan sesuai dengan isu sosial yang spesifik dan
dilakukan dengan pendekatan yang inovatif.
3. Potensial mengatasi isyu: dalam jangka panjang, secara
potensial akan dapat mengatasi isyu-isyu sosial.
4. Strategis: program secara strategis ditujukan untuk
mengantisipasi masalah sosial dan akan mempertegas
pencapaian tujuan.
5. Kemitraan: perencanaan program dan implementasinya
secara partisipatif, berupa kemitraan yang harmonis antara
perusahaan, pemerintah, masyarakat (LSM), dan perguruan
tinggi.

87
Gambar 5.3. CSR mempertimbangkan Ruang Pengaruh (Sumber:
Welford, 2011)

Implikasi Kebijakan CSR terhadap Arahan Program, antara lain:


1. Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan
kelembagaan (manajemen) CSR;
2. Peningkatan kuantitas pendanaan sesuai kebutuhan yang
berkembang dan integrasi sumber-sumber pendanaan CSR;
3. Diversifikasi pendekatan dan strategi CSR yang berbasis
komunitas (community based) dan partisipatif (participatory
approach);
4. Diversifikasi program CSR berdasarkan perubahan pola
adaptasi, struktur sosial, dan orientasi nilai budaya menurut
kelompok-kelompok sosial, pelapisan sosial, dan ring-side
yang berbasis pada peta komunitas dan sosial; dan
5. Mengembangkan kelembagaan kolaboratif antar pihak terkait,
yang mampu memformulasikan dan mengimplementasikan
kebijakan dan program dari berbagai stakeholders dalam
kerangka CSR.
Khusus terkait dengan kemitraan perlu dirancang untuk
terwujudnya sinergi dengan pihak terkait, baik pada elemen
perusahaan, masyarakat, pemerintah, maupun akademisi perguruan
tinggi. Misalnya IPB sejak tahun 2007 dalam implementasi dharma
pengabdian pada masyarakat menerapkan konsep kemitraan ABG-

88
C, yaitu kemitraan yang melibatkan elemen akademisi, bisnis,
pemerintah (goverment) dan masyarakat (community). Kemitraan
sinergis ABG-C inilah yang senantiasa mewarnai kiprah CARE IPB
dalam mengemban tugas Tridharma Perguruan Tingginya. Peran-
peran pihak terkait dapat dijabarkan sebagai berikut. Peran yang
dimainkan pemerintah: Peran pemerintah setidaknya menyangkut
hal-hal yang sifatnya: mandating, fasilitating, partnering, endorsing
sehingga terwujud sinergi kegiatan bersama pemerintah. Pemberian
Mandat (mandating) sesuai penyusunan standar kinerja bisnis, dan
penyediaan peraturan perundangan/ Perda terkait. Pemerintah
berperan memfasilitasi (fasilitating) terwujudnya suasana kondusif
diantaraanya dengan sistem insentif bagi praktek CSR yang berhasil
melakukanperbaikan sosial dan lingkungan. Selanjunya peran
pemerintah juga mengembangkan kemitraan (partnering), baik yang
berupa kemitraan strategis antara pemerintah, dunia bisnis,
masyarakat, dan akademisi, maupun upaya terwujudnya masyarakat
madani yang diindikasikan oleh terjadinya harmoni sosial dan
lingkungan, serta memperkuat pengembangan partisipan dan
fasilitator pembangunan. Di samping itu, juga pemerintah berperan
memberi dukungan (Endorsing) politik dan kebijakan yang kondusif
bagi terwujudnya kemitraan sinergis.
Kemitraan Masyarakat-Dunia Usaha, sesuai harapan
masyarakat terhadap dunia usaha, yaitu upaya pemberdayaan yang
dapat meningkatkan pendapatan, kontribusi perusahaan, dan
tumbuhnya kebanggaan. Keterlibatan masyarakat dalam program
CSR setidaknya untuk berkontribusi meningkatkan manfaat
komunitas pada perusahaan dan manfaat perusahaan pada
komunitas. Kehadiran perguruan tinggi atau akademisi dapat
menjadi fasilitator dan dinamisator pemberdayaan atau
pengembangan masyarakat membangun model-model
pengembangan masyarakat yang efektif mewujudkan sinergi
pembangunan berkelanjutan masyarakat, serta pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan di sekitar operasional perusahaan.

89
5.2. PELAJARAN DARI BEBERAPA ACUAN DALAM IMPLEMENTASI CSR
Di dalam menerapkan konsep Corporate Social
Responsibility (CSR) di Indonesia ada beberapa pedoman indikator
yang dijadikan acuan dalam mengukur kinerja CSR. Salah satu
pedoman implementasi CSR adalah Sustainable Development
(Deklarasi Rio de Janeiro, 1992), yang pada dasarnya yaitu:
1. Mengutamakan manusia. “Manusia berhak atas
kehidupan yg sehat dan produktif selaras dengan alam”
2. Menggunakan perspektif jangka panjang.Melindungi
kepentingan generasi mendatang.
3. Mempertimbangkan biaya dan keuntungan.
4. Menciptakan sistem ekonomi yang terbuka dan suportif.
5. Memberantas kemiskinan dan bentuk-bentuk pengucilan
social.
6. Menghargai batas-batas lingkungan.
7. Prinsip kehati-hatian (akuntabel, responsif, efisien dan
efektif).
8. Menggunakan pengetahuan ilmiah (inovatif dan
progresif).
9. Transparan, informatif, partisipatif, dan adil.
10. Mendenda pencipta pencemaran (lisensi, otorisasi dan
perizinan)
Acuan pengukuran kinerja CSR yang lainnya, dikaitkan
dengan Milenium Development Goals. Gambaran secara detil dapat
dilihat pada Gambar 5.4. Terdapat tujuh aspek yang menjadi target
pembangunan sampai tahun 2015. Yang dikehendaki oleh negara-
negara di dunia, khususnya di Indonesia.
Implikasi atas implementasi Pasal 74 UU Perseroan Terbatas
No. 40/2007 terhadap pelaksanaan PKBL BUMN seperti Pertamina
antara lain adalah:

90
1. Memperkuat peran PKBL dan bersifat wajib (mandatory)
khususnya bagi BUMN di bidang SDA yaitu yang
bergerak pada sektor energi, perkebunan, kehutanan,
pertambangan, semen, kertas dan telekomunikasi dan
atau yang terkait SDA seperti sektor aneka industri,
sandang, kosntruksi, baja dan konstruksi baja dan lain-
lain.
2. Untuk BUMN yang tidak terkait langsung dengan SDA
misalnya BUMN di bidang keuangan maka pelaksanaan
PKBL bersifat sukarela (voluntary) namun karena BUMN
juga terikat oleh pasal 2 ayait 1e dan Pasal 88 ayat 1 dari
UU No. 19 tahun 2003 menyebabkan BUMN sebagai
Agent of Development harus aktif dan berperan serta
dalam memberikan bimbingan dan bantuan kepada
pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan
masyarakat di wilayah operasional BUMN.

2. Mewujudkan
pendidikan dasar untuk
semua
1. Memberantas 3. kesetaraan gender
kemiskinan dan dan pemberdayaan
kelaparan perempuan

8. Promote global 4. Menurunkan


partnership for MDGs angka kematian
development anak

7. Memastikan 5. Meningkatkan
kelestarian lingkungan kesehatan ibu dan nak

6. Memerangi HIV/AIDS,
malaria serta penyakit
lainnya

Gambar 5.4. Aspek-aspek Milenium Development Goal

91
5.3. PELAJARAN DARI PERSPEKTIF PENTINGNYA PENERAPAN CSR
Fakta menunjukkan selain, perspektif hukum sebagaimana
telah diuraikan pada awal tulisan ini, ternyata perlu disadari bahwa
banyak perspektif lain yang merupakan hal yang berperan penting
dalam pentingnya implementasi CSR. Perspektif yang dimaksud
adalah perspektif-perspektif atau sudut pandang: sejarah, filosofis,
ekonomi, ekologis, sosiologis, ideologis, bisnis dan politik.
1. Perpektif Kesejarahan. Bangsa Indonesia mengalami sejarah
yang panjang dalam dominasi ekonomi, sosio-politik dan
kebudayaan, ketika Pemerintah Hindia Belanda menduduki
wilayah Nusantara ini. VOC sebagai manifestasi company
menguasai ekonomi dan mendominasi akses sumberdaya
alam dan lingkungan disadari dalam sejarah sebagai bentuk
penindasan terhadap rakyat. Ketika itu belum dikenal istilah
CSR. Kesadaran yang meluas bangsa di Nusantara ini
menyebabkan munculnya konflik atau disebut pemberontakan
terhadap penguasa, yaitu pemerintah Hindia Belanda. Kini
kehadiran corporat pada sebagian masyarakat Indonesia
mulai terpersepsikan sebagai layaknya bentuk subordinasi
kumpeni dan difasilitasi Sistem Pemerintahan Hindia Belanda
terhadap rakyat Indonesia. Hal ini mengindikasikan
pentingnya CSR dari perspektif kesejarahan.
2. Perspektif filosofif. Kehadiran perusahaan menengah dan
besar selain menimbulkan keuntungan bagi perusahaan
ternyata juga menimbulkan dampak biaya sosial bagi
masyarakat di lingkungannya. Tidak terhindarkan munculnya
konflik sosial, yang tidak jarang dipicu oleh peran provokator
yang memanfaatkan kesempatan dalam situasi kritis
berpotensi memicu konflik. Kondisi seperti ini, berimplikasi
pada betapa pentingnya sinergi kemitraan antara Perusahaan
(corporate), dengan masyarakat (Community), yang
difasilitasi oleh Pemerintah (Government), yang difasilitasi
oleh para cerdik-cendikia (Academician), yang oleh IPB
dikembangkan sebagai konsep kemitraan sinergis ABG-C

92
(Academiciant, Business, Goverment and Community) dalam
pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan.
3. Perspektif hukum. Seperti telah dijelaskan sebagaimana
diterbitkannya peraturan perundangan antara lain: UU No
40/2007 tentang PT; UU No 19/2003 tentang BUMN; UU No
25/2007 tentang Penanaman Modal/PKBL; UU No 11/ 2011
tentang Kesejahteraan Sosial; UU No 47/2012 tentang TJSL
4. Perspektif ekonomi. Masyarakat sebagai lingkungan
perusahaan merasakan keadilan atas hak akses sumberdaya
ekonomi, terkait dengan kehadiran operasional perusahaan.
Terjadi ketimpangan yang semakin nyata pada perusahaan-
perusahaan yang kurang efektif dan kurang tepat
menerapkan CSR, antara lain berupa ketimpangan akses
sumberdaya ekonomi/nafkah masyarakat, akses modal
usaha, dan akses pasar yang sering berpotensi memicu
konflik sosial.
5. Perspektif ekologis. Dampak lingkungan yang timbul dari
operasional perusahaan menimbulkan biaya sosial bagi
masyarakat terutama di area dampak langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, dibutuhkan kompensasi
setidaknya terhadap potensi dampak yang mungkin timbul,
kadang tidak sekedar dikendalikan, namun juga perlu dijaga
oleh perusahaan agar tidak menimbulkan gangguan terhadap
kehidupan lingkungan, baik fisik, sosial budaya maupun
ekonomi yang berpotensi konflik.
6. Perspektif sosiologis. Kehadiran perusahaan di lingkungan
masyarakat bila tidak atau kurang disertai kearifan berpotensi
mengganggu harmoni lingkungan kehidupan yang telah ada,
yang tidak jarang menimbulkan potensi konflik sosial karena
kesenjangan akses sumberdaya alam dan sosial ekonomi
politik, yang berdampak pada lemahnya aseptabilitas
operasional perusahaan di masyarakat. Dunia bisnis kini telah
menjelma menjadi institusi paling berkuasa di muka bumi
selama setengah abad terakhir ini. Akankah muncul
kesadaran bahwa dunia bisnis besar identik dengan

93
kumpeni? Akankah muncul kesadaran bahwa pemerintah
yang melegitimasinya adalah penjajah? Fakta, keperkasaan
dunia bisnis ternyata tidak selalu sejalan dengan perbaikan
kesejahteraan masyarakat pada tataran global maupun
nasional (Indonesia). Di sinilah perlunya tanggung jawab
sosial perusahaan untuk menjembatani kesenjangan ini.
7. Perspektif Ideologi. Keberlanjutan pembangunan
membutuhkan keseimbangan antara kiprah dunia bisnis
(profit), pengelolaan kesejahteraan dan keadilan sosial
(people), dan terpeliharanya kelestarian sumberdaya dan
lingkungan (planet). Faktanya, dalam banyak kasus
meminjam istilah Elkington (1994) dalam konsep triple bottom
line, profit lebih mengemuka dan mendominasi pengelolaan
people, dan planet. Akibatnya harmoni interaksi dan
hubungan sosial terkikis dan menguat potensi konflik sosial.
8. Perpektif Bisnis. Dari 100 besar penguasa ekonomi dunia, 53
di antaranya adalah korporasi dan 47 nya adalah negara.
Sekitar 65 ribu korporasi transnasional bersama 850 ribu
afiliasi asingnya menguasai 10% total Gros Domestic Product
(GDP) dan 33% ekspor dunia. Contoh: Penjualan tahunan
General Motor sebanding dengan GDP Denmark. Omset
Exxon Mobil melebihi gabungan GDP 180 negara miskin dan
berkembang. Di balik fakta ini dominasi dunia bisnis besar
mulai disadari identik dengan penindasan, dalam batas
tertentu dirasakan sebagai bentuk perampasan hak dan
terjadi ketidakadilan. Oleh sebab itu, dikembangkan ISO
26000 on Social Responsibility, agar keresahan sosial tidak
mewarnai kehidupan bisnis masyarakat.
9. Perspektif Politik. Komitmen banyak negara untuk
mengembangkan upaya pengentasan dampak kemiskinan/
kekurangsejahteraan telah dikembangkan dan disepakati
konsep milenium development goals (MDGs). Pemerintah
dengan sumberdaya yang dimiliki mengalami keterbatasan
dalam mengejar target-target MDGs, oleh karena itu kepada
perusahaan yang beroperasi disuatu daerah, diharapkan

94
berkontribusi terhadap upaya pencapaian target-target politik
seperti dalam MDGs, melalui implementasi program CSR.
Dimensi sosio-politik yang menjadi landasan perlunya
penerapan program CSR setidaknya ada empat alasan, berkaitan
dengan upaya mengatasi kelemahan-kelemahan berikut:
1. Ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan program CSR,
yang berpotensi menyebabkan: Perilaku serba canggung
antar stakeholders, potensi munculnya miss-preseption dan
ketegangan berbasis data dan realitas sosial.
2. Kesenjangan akses terhadap layanan pembangunan kepada
masyarakat yaitu : muncul komunitas surplus akses versus
komunitas dengan akses marginal.
3. Konflik Kepentingan: Masyarakat lokal dengan perusahaan,
dan
4. Terganggunya rasa keadilan (sense of equity): munculnya
kecemburuan sosial, ketidakberdayaan, sikap fatalistik dan
agresivitas, serta ancaman munculnya perilaku menyimpang
yang meluas.

Sebagaimana terlihat pada Gambar 5.5 setidaknya ada tiga


indikator terkait dengan dampak ekonomi perusahaan, yakni surplus
atau keuntungan, menurunnya ketergantungan pada produk impor,
stimulus pada ekonomi lokal (jasa dan produk lokal yang dibeli).
Empat indikator lainnya, terkait dengan impak sosial, misalnya:
kontribusi pajak, kesempatan kerja, pendidikan dan kesehatan
pekerja dan masyarakat. Ada tiga indikasi dampak lingkungan,
misalnya: terkait penggunaan air dan energi, minimalisasi kerusakan
ekologis, pengendalian cemaran air, udara dan tanah. Konsep Triple
Bottom Line, yang mengutamakan keseimbangan aspek ekonomi,
sosial dan lingkungan, berpotensi memperkuat terwujudnya
kesejahteraan sosial apabila didukung oleh tatakelola pemerintahan
yang baik, transparan, akuntabel, partisipatif dan berkeadilan.
Kondisi seperti inilah yang diharapkan dapat terwujudnya sinergi
pemerintah, masyarakat dan perusahaan dalam mewujudkan tujuan
pembangunan secara berkelanjutan.

95
Gambar 5.5. Filosofi Gagasan Corporate Social Responsibility

5.4. PELAJARAN TERKAIT PRIORITAS ISYU PENERAPAN CSR

Setelah lebih dari 20 tahun dideklarasikan pedoman


implementasi CSR adalah Sustainable Development (Deklarasi Rio
de Janeiro, 1992), masihkah ada kecenderungan seperti ini dalam
realitas impementasi CSR?
1. CSR sekedar sebagai “pemadam kebakaran” (Bush Fire)
dan “obat penenang”.
2. CSR dibutuhkan saat kondisi terjepit: “konflik dengan
masyarakat”.
3. CSR masih cenderung bersifat karitatif (corporate giving
bukan sustainability program).
4. Marginalisasi CSR dalam operasional perusahaan, masih
rendahnya komitmen CEO (Top Management), sehingga
posisi CSR menjadi marginal.

96
Apabila hal-hal yang semestinya dihindari tersebut masih
mengemuka, maka dikhawatirkan keberlanjutan operasional
perusahaan berpotensi terganggu karena tidak berupaya untuk
mengelola potensi konflik sosial secara memadai dan berkelanjutan.
Menyadari hal itu (Ramayana 2012; Sumardjo 2013)
sependapat dengan pandangan-pandangan Welford (2011) untuk
menilai pentingnya: memahami tanggung jawab sosial organisasi,
memahami subyek inti tanggungjawab sosial, dan memperhatikan
pentingnya memperhatikan prioritas isu.
Dalam memahami tanggung jawab sosial sebuah organisasi,
antara lain diperlukan upaya Uji Tuntas (Due Diligence), yang
memperhatikan penentuan relevansi Subjek Inti dan signifikansi Isu,
dengan cara menentukan relevansi subjek inti CSR dan menentukan
signifikansi isu terkait dengan operasional perusahaan. Penentuan
prioritas isu terkait penerapan CSR perlu didasarkan pada
pemahaman atas realita ruang pengaruh (Sphere of Influence) suatu
organisasi yang bersangkutan.
Setidaknya ada delapan hal penting terkait Subjek Inti
Tanggung Jawab Sosial, yaitu : (1) tata kelola organisasi
(governance), (2) faktor organisasional (organizational), (3) Hak
Azasi Manusia (human rights), (4) ketenagakerjaan (labor practice),
(5) lingkungan (environment), (6) operasional yang adil (fair
operating prctices), (7) isyu di tingkat konsumen (consumer isyu),
dan (8) keterlibatan masyarakat dan pengembangan masyarakat
(community involvement and development), sebagai mana disajikan
dalam Gambar 5.6.

97
Gambar 5.6. Subjek Inti Tanggung Jawab Sosial (Sumber:ISO
26000: 2010 Guidance on Social Responsibility )

Uji tuntas (due diligent) adalah proses mengidentifikasi


dampak sosial, lingkungan dan ekonomi yang aktual dan potensial
putusan dana aktivitas organisasi yang dilakukan secara
komprehensif dan proaktif. Di dalam menerapkan atau melakukan
due diligent ini perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
1. Konteks lokal (country contex).
2. Potensi konsekuensi-konsekuensi dari aktivitas organisasi.
3. Kebijakan organisasi mengenai core subject
4. Dampak kebijakan organisasi yang eksis
5. Berbagai pendekatan dan alat untuk memantau kinerja SR
6. Tindakan-tindakan minimasi dampak negatif.
Penentuan Prioritas Isu terkait dengan pembangunan berkelanjutan,
aspek-aspek atau komitmen-komitmen berikut antara lain perlu
dipertimbangkan:
1. Kepatuhan pada hukum nasional dan norma internasional.
2. Perhatian terhadap potensi pelanggaran HAM.
3. Perhatian terhadap praktik-praktik yang berpotensi
membahayakan kehidupan dan kesehatan masyarakat dan
lingkungan hidup.

98
4. Perhatian terhadap praktik-praktik yang berpotensi dapat
berdampak negatif atau buruk pada lingkungan.
5. Melakukan identifikasi isu-isu terutama apabila kinerja
organisasi masih jauh di bawah kinerja operasional dan
praktek CSR terbaik.

Penentuan prioritas isu terkait dengan dampak isyu pada


aktivitas tanggung jawab sosial organisasi, antara lain menyangkut
komitmen terhadap :
1. Perhatian utama dan penting dari pemangku kepentingan.
2. Kebutuhan waktu untuk penyelesaian isu yang menjadi
prioritas.
3. Perhatian terhadap isu yang pentingbagi percepatan
pencapaian tujuan organisasi.
4. Perhatian terhadap isu yang memiliki implikasi biaya tinggi
apabila tidak segera ditangani.
5. Perhatian terhadap isu yang bisa diimplementasikan segera
dan dapat mendorong peningkatan kesadaran positif untuk
berkembang di dalam organisasi.

5.5. PELAJARAN TERKAIT DENGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


DALAM IMPLEMENTASI CSR

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa partisipasi


masyarakat sangat dibutuhkan dalam pengembangan masyarakat,
terkait dengan implementasi CSR. Masalah seputar implementasi
Program (Wheelen dan Hunger, 1995; Sumardjo 2013):
1. Implementasi berjalan lebih lambat dari rencana yang telah
disusun.
2. Ada masalah besar yang tidak terantisipasi dalam
perencanaan program CSR.
3. Koordinasi kegiatan antar pihak yang diharapkan
berpartisipasi tidak berlangsung efektif.

99
4. Ada kegiatan yang saling berlawanan dan muncul krisis yang
mengganggu perhatian.
5. Kemampuan pihak yang terlibat tidak memadai untuk
mendukung implementasi program.
6. Ada faktor-faktor lingkungan eksternal yang tidak dapat
dikontrol secara efektif.
7. Kurang adanyaarah yang jelas dari manajer-manajer/
pimpinan terkait program CSR.
8. Kurangnya komitmen pihak-pihak terkait dalam
melaksanakan tugasnya.
9. Buruknya rumusan tugas-tugas penting dan pembagiannya
dalam kegiatan-kegiatan implementasi program CSR.
10. Pemantauan kegiatan CSR yang kurang didukung sistem
informasi yang memadai.

Kenapa ada masyarakat yang tidak/ belum aktif berpartisipasi


dalam upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam rangka
pengembangan masyarakat? Hal ini dapat dilihat dari tiga hal berikut,
yaitu (1) kemungkinan masyarakat tidak mengetahui seluk beluk
adanya program CSR, sehingga ketidaktahuannya ini
menyebabkannya tidak memiliki kesempatan untuk berpartisipasi,
(2) warga masyarakat yang bersangkutan tidak tahu manfaat dari
adanya program CSR sehingga tidak memiliki kemauan (tidak
tertarik) tertarik untuk berpartisipasi aktif, atau kalau pun tahu namun
ada masalah ketidak sesuaian nilai (value) kehidupannya sehingga
tidak tertarik dan bahkan menolak atau menentangnya, dan (3)
warga masyarakat tersebut tidak memiliki kemampuan untuk tidak
ikut terlibat dalam program CSR yang dikembangkan, misalnya
karena tidak memiliki keterampilan yang memadai, tidak memiliki
akses karena faktur waktu, tenaga, sarana, atau dana, sehingga
tidak mampu aktif berpartisipasi.
Gambaran tersebut menunjukkan bahwa prasyarat partisipasi
mencakup tiga hal, yaitu (1) adanya kesempatan, (2) adanya
kemampuan, dan (3) adanya kemampuan warga masyarakat untuk

100
berpartisipasi dalam program CSR. Bila salah satu saja dari ketiga
aspek tersebut lemah, maka partisipasi warga masyarakat juga akan
menjadi lemah. Oleh karena itu aspek yang lemah dari prasyarat
partisipasi tersebut harus diperkuat agar warga masyarakat tersebut
berpartisipasi aktif dalam program CSR.
Agar pemberdayaan itu berlangsung efektif ada tiga hal yang
perlu mendapat perhatian, yaitu: (1) perlunya restrukturisasi
kelembagaan dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga semakin
mengarah kepada terwujudnya keleluasan berekspresi, dan semakin
berkembangnya inisiatif pemenuhan kebutuhan-kebutuhan azasi
masyarakat; (2) peninjauan atau review kebijakan-kebijakan yang
ada sedemikian rupa, sehingga kebijakan yang tidak memihak
masyarakat perlu dikritisi agar menjadi ada keberpihakan yang jelas
terhadap pengembangan masyarakat; dan (3) mengkritisi program-
program yang pernah ada dan mengganti program top-down dengan
bottom up yang konvergen dan dan partisipatif. Lebih dikembangkan
suasana yang kondusif untuk terwujudnya partisipasi baik pihak
masyarakat, aparat instansi teknis, dan pihak-pihak yang berperan
sebagai perantara, seperti pendamping, LSM, perguruan tinggi, dan
dunia bisnis melalui program CSRnya.
Di dalam banyak kasus ditemukan proses pemberdayaan
pada dasarnya tidak bersifat instan, melainkan memerlukan waktu
dan tahapan pengembangannya sesuai dengan tingkat kesiapan
masyarakat. Lama atau tidaknya waktu yang dibutuhkan sangat
tergantung seberapa intensif perubahan atau restrukturisasi itu perlu
dilakukan, semakin siap masyarakat berubah semakin singkat waktu
yang dibutuhkan. Pada Gambar 5.7 dilukiskan gambaran mekanisme
pemberdayaan dapat dilaksanakan (Wibowo 2012)

101
Mechanism of Empowerment
(Wibowo 2012)

Year
1-2 Year
2-3
Level of Self Reliance

Year Year Year


3-4 4-5 >5

Hibah Seed Revolving Credit Partner


Capital ship
Mechanism of Empowerment
13

Gambar 5.7. Perkembangan Tingkat Keberdayaan Dan Mekanisme


Pemberdayaan

Pada Gambar 5.7. dilukiskan bagaimana perlakuan dalam


proses pemberdayaan dengan tingkat kesiapan atau kematangan
masyarakat untuk berubah dan berkembang secara berkelanjutan.
Masyarakat tumbuh dan berkembangan dari yang berciri subsisten
atau apatis, ke berdaya, dan pada tingkat kematangan atau kesiapan
tertinggi apabila masyarakat tersebut mandiri (Sumardjo 2014).
Kesejahteraan masyarakat lebih terwujud secara berkelanjutan
manakala kebanyakan warga masyarakat telah mencapai tingkat
kemandirian, sehingga mampu bermitra sinergis dengan pihak lain.
Kebanyakan warga masyarakat mampu saling memperkuat, saling
mendukung, saling dapat dipercaya, dan saling ‘menghidupi’ satu
sama lain dengan pihak-pihak yang menjadi mitranya.
Masyarakat yang subsisten dapat berkembang menjadi
berdaya dan selanjutnya pada tingkat keberdayaan yang tertinggi
disebut mandiri. Ciri-ciri warga masyarakat yang telah berkembang

102
menjadi mandiri yaitu (Sumardjo 1999): (1) mampu memahami diri
dan potensinya untuk bertindak proaktif dalam mengantisipasi dan
menghadapi masa depannya, (2) mampu merencanakan
(mengantisipasi kondisi perubahan ke depan), (3) mampu
mengarahkan dirinya sendiri, tidak terdominasi pihak lain, (4)
memiliki kekuatan untuk berunding secara setara atau dialog, (5)
memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan
kerjasama secara saling menguntungkan (interdependen),
dan mampu bertanggung jawab atas sikap, keputusan dan
tindakannya. Masyarakat berdaya apabila masyarakat yang tahu,
mengerti, faham termotivasi, berkesempatan, memanfaatkan
peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternatif,
mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu
mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai
dengan situasi. Proses pemberdayaan yang melahirkan masyarakat
yang memiliki sifat berdaya seperti yang diharapkan harus dilakukan
secara berkesinambungan dengan mengoptimalkan partisipasi
masyarakat secara bertanggung jawab.
Tujuan akhir pemberdayaan masyarakat adalah
terbentuknya individu dan masyarakat menjadi mandiri, sejahtera
dan bermartabat. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir,
bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan.
Konsekuensi dan tanggung jawab utama dalam program
pembangunan melalui pendekatan pemberdayaan adalah
masyarakat berdaya atau memiliki daya, kekuatan atau kemampuan.
Kekuatan yang dimaksud dapat dilihat dari aspek fisik dan material,
ekonomi, kelembagaan, kerjasama, kekuatan intelektual dan
komitmen bersama dalam menerapkan prinsip-prinsip
pemberdayaan (Jamasy 2004; Sumardjo 1999). Secara rinci,
perkembangan tingkat keberdayaan dapat diikuti temuan yang
dirumuskan Sumardjo (2014) dari pengalamannya memberdayakan
masyarakat dan mengaplikasikan teori pemberdaya dalam karya
nyatanya.

103
Tabel 5.2. Perkembangan Level Keberdayaan menurut Aspek
Keberdayaan

NO ASPEK LEVEL PERKEMBANGAN KEBERDAYAAN


KEBERDAYAAN
FATALIS BERDAYA MANDIRI

1. Hubungan Sosial Dependent Independent Interdependent

2. Proses Sosial Konflik/kompromis Kompetisi Kemitraan

3. Prakarsa Follower Self Leader


helf/confident

4. Kondisi Subordinatif Kompromis Setera/adil

5. Kompetensi Apatis Terampil Ahli

6. Suasana Batin Submisif Controled Wisdom

7. Konvergensi Kerjasama Kolaboratif Kemitraan

8. Status Hub. Pertemanan Kolegial Mitra sinergis

9. Dampak Penaklukan Pemberdayaan Penyuluhan


intervensi

10. Kapasitas Imitator Readiness Berdaulat

11. Perkembangan Tertinggal Swakarya Swakarsa

12. Sifat Adopsi Late Adopter Pelopor Inovator

13. Sikap Menonjol Prasangka Waspada Trust

Daya kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan


kognitif, psikomotorik, afektif, dan konatif, serta sumber daya lainnya
yang bersifat fisik/material. Kondisi kognitif pada hakikatnya
merupakan keluasan wawasan dan kemampuan berpikir yang
dilandasi oleh pengetahuan dan wawasan seseorang dalam rangka

104
mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Kemampuan
psikomotorik merupakan kecakapan keterampilan otot yang dimiliki
warga masyarakat dalam upaya mendukung masyarakat pemenuhan
kebutuhan kehidupannya, dalam rangka melakukan aktivitas
pembangunan. Kondisi afektif adalah merupakan kecenderungan
perasaan yang dimiliki oleh individu yang mencapai keberdayaan,
dalam bersikap dan berperilaku proaktif dan bahkan antisipatif dalam
beradaptasi terhadap perkembangan atau perubahan di lingkungan
hidupnyaa. Kondisi konatif merupakan suatu perilaku tindakan warga
masyarakat yang terbentuk dan diarahkan pada perilaku yang
sensitif terhadap terwujudnya nilai-nilai pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan (empowerment) merupakan suatu proses
pribadi dan atau sosial, sebagai suatu upaya untuk mewujudkan
suatu penguatan kemampuan pribadi, kompetensi, kreatifitas dan
kebebasan bertindak. Hal ini berarti memberi daya, memberi kuasa
(power), kekuatan, kepada pihak yang kurang berdaya.
Pemberdayaan pada hakekatnya bertujuan untuk membantu klien
mendapatkan daya, kekuatan dan kemampuan untuk mengambil
keputusan dan tindakan yang akan dilakukan dan berhubungan
dengan diri klien tersebut, termasuk mengurangi kendala pribadi dan
sosial dalam melakukan tindakan. Orang-orang diberdayakan
menuju kemandiriannya, melalui usaha mereka sendiri dan
akumulasi penguatan pengetahuan, ketrampilan serta sumber
lainnya dalam rangka mencapai tujuan tanpa tergantung pada
pertolongan dari hubungan eksternal. Proses pemberdayaan
mengandung dua kecenderungan. Kecenderungan pertama atau
kecenderungan primer, menekankan pada proses memberikan atau
mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau kemampuan
kepada masyarakat agar individu lebih berdaya, sedangkan
kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder menekankan
pada proses stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar
mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa
yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog (Robinson
1994; Ife 1995; Pranarka & Vidhyandika 1996; Payne 1997;
Sumardjo 2010).

105
Tabel 5.3. Perkembangan Level Pemberdayaan menurut Aspek
Pemberdayaan

NO KEBERDAYAAN LEVEL PERKEMBANGAN PEMBERDAYAAN


PEMBERDAYAAN
PEMERDAYA PEMBERDAYA PEMANDIRI

1. Pendekatan Penaklukan Pemberdayaan Penyuluhan

2. Proses Sosial Konflik/kompr Kompetisi Kemitraan


omis

3. Prakarsa Follower Self Leader


helf/confident

4. Kondisi Subordinatif Kompromis Setera/adil

5. Kompetensi Menggurui Melatih Mendampingi

6. Suasana Batin Dominatif Controlled Wisdom

7. Komunikasi Linier Interaktif Konvergen

8. Status Hub. Top Down Kolegial Mitra Sinergis

9. Sifat intervensi Penaklukan Pendampingan Penyuluhan

10. Kapasitas Agen Guru Pendamping Konsultan

11. Perkembangan Perekayasaan Advokasi Konsultasi

12. Adopsi Pemaksaan Penyadaran Kreatif-Inisiatif

13. Sikap Menonjol Penguasa Kompromi Trust

Misi utama pemberdayaan adalah (1) mengembangkan


proses penyadaran warga masyarakat, (2) mengembangkan
kemampuan pengorganisasian komunitas, (3) mengembangkan
kaderisasi, (4) mengembangkan akses dukungan teknis, dan (5)
memperkuat kapasitas masyarakat dalam mengelola sistem sosial

106
internal dan yang terkait dengan sistem lainnya. Secara rinci dapat
dilihat pada Gambar 5.8.

Pengorganisasian
• Mengacu pada prinsip Kaderisasi
memanfaatkan 2
kelembagaan berakar kuat Setiap program pada
3
• Menilai kembali kinerjanya hakekatnya memiliki
• Dasar sebagai penguatan keharusan
organisasi yg mempersiapkan kader-
memungkinkan masy. kader pengembang
berdaya keswadayaan lokal yang
akan mengambil alih
tugas pendamping
Masyarakat sistem
Penyadaran yang terkait dengan
1
sistem yg lain, yang
4 Dukungan
Tidak tahu, tidak sadar,
lamban/mandeg
tidak selalu tersedia teknis
dan atau terpenuhi di
(karena sebab yang
tingkat lokal Memerlukan bantuan suatu
saling terkait)
lembaga dari luar yang
Perlu pemahaman menguasai sumberdaya
yang mendasar dan 5 informasi & teknologi (bisa
menyeluruh aparat pemerintah/swasta
Pengelolaan
sistem
• Pendamping harus menyadarkan MASYARAKAT & PENYELENGGARA PROGRAM
• Pengenalan potensi diri & lingkungan, peluang baru (dari dlm/luar)
• Kesadaran merupakan perisai hidup yang mendorong dinamika masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan bersama secara optimal
(Wibowo 2012; Sumardjo 2014)

Gambar 5.8. Misi Utama Pemberdayaan Masyarakat dalam rangka


Implementasi CSR

Fasilitator yang bertindak sebagai pendamping harus mampu


(1) menyadarkan masyarakat dan penyelenggara program atas
petensi sumberdaya, permasalahan dan kebutuhan masyarakat, (2)
memfasilitasi pengenalan baik potensi diri dan lingkungan, maupun
peluang baru (dari dalam/luar sistem sosial masyarakat), serta (3)
mengembangkan kesadaran merupakan bekal hidup yang
mendorong dinamika masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
bersama secara optimal.

107
Pemberdayaan dalam upaya pengembangan masyarakat,
perencanaan program atau kegiatan masyarakat perlu dilakukan
secara partisipatif. Rencana adalah suatu proses atau kegiatan
dalam rangka menyusun rencana kegiatan. Rencana segala hal
yang belum dilakukan tetapi diharapkan akan dilakukan. Apa yang
dimaksud perencanaan partisipatif? Perencanaan partisipatif adalah
suatu proses untuk menghasilkan rencana yang dilakukan oleh
semua pihak yang terkait dalam suatu bidang dan pihak-pihak untuk
merencanakan secara bersama-sama (partisipatif) dan terbuka.
Di dalam pemberdayaan masyarakat di perdesaan
perencanaan partisipatif ini populer atau lebih dikenal dengan
Participatory Rural Apraissal (PRA). Di dalam melaksanakan PRA
perlu waspadai kelemah-kelamahan yang perlu disadari dan
diantisipasi, yaitu pendekatan tersebut :
1. Sangat tergantung ketrampilan dan sikap fasilitator
2. Keterpakuan pada kegiatan menerapkan teknik dan lupa
bahwa sebenarnya teknik PRA hanyalah alat dalam proses
pengalihan ketrampilan analisis kepada masyarakat
3. Kehilangan arah dan dangkal (banjir informasi) tetapi tidak
subtansial dan mendalam
4. Kembali melakukan komunikasi satu arah (kebiasaan dahulu)
dan bukan dialog
5. Karena sifat PRA terbuka, muncul beda pendapat dan bisa
menyebabkan konflik
6. Menganggap PRA sebagai 'resep' (pendekatan fleksibel dan
terbuka)
7. Terpatok pada waktu (perlu waktu, seharusnya tidak boleh
terburu-buru)
8. Merancang PRA dengan biaya mahal (walaupun teknik-teknik
sederhana)
9. Kemungkinan masih mengutamakan target
10. Kemungkinan terjadinya partisipasi menjadi semu
11. PRA menjadi rutinitas

108
12. Kemungkinannya kurang berhasil menempatkan masyarakat
masih sebagai subyek
13. Seolah melakukan atau mengatasnamakan PRA, pada hal
yang dilakukan RRA
14. Kemungkinan terjadinya kekecewaan atau mengecewakan
masyarakat karena tidak semua dapat terlibat dalam
pengambilan keputusan maupun dalam kegiatan
pemberdayaan.

Setidaknya perlu disadari sepenuhnya bahwa dua perspektif


yang mendasari pendekatan partisipatif, diantaranya (Jemieson
1989) dalam Mekkelsen 2003):Pertama, pelibatan masyarakat
setempat dalam pemilihan, perancangan, perencanaan dan
pelaksanaan program (persepsi, pola pikir, nilai-nilai, pengetahuan
harus dipertimbangkan) partisipasi aktif dalam seluruh kegiatan; dan
Kedua, membuat umpan balik yang pada hakekatnya merupakan
bagian yang tidak terlepaskan dalam pembangunan. Dengan
partisipatif terjadi suasana yang kondusif dalam keefektifan program,
sehingga terjadi hal-hal yang lebih kondusif dalam hal-hal: kontribusi
sukarela dari masyarakat pada program karena ikut serta dalam
pengambilan keputusan; terjadi proses pemekaan (membuat peka)
masyarakat untuk meningkatkan kemauan dan kemampuan
menanggapi program pengembangan masyarakat; Suatu proses
aktif dalam mengemukakan berbagai pendapat dan mengambil
inisiatif menggunakan kebebasan; Keterlibatan sukarela oleh
masyarakat dalam menentukan perubahan; serta keterlibatan
masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungannya.
Akhirnya, berikut sederat pertanyaan-pertanyaan untuk
menilai apakah suatu program CSR sudah dipersiapkan dengan
baik?
1. Apakah sudah ada kejelasan bahwa manfaat CSR telah
diperhitungkan secara adil, masing-masing pihak
mendapatkan manfaat secara proporsional?

109
2. Apakah rencana tindakan sudah jelas mencantumkan skala
waktu dan tanggung jawab?
3. Apakah semua pihak yang terlibat mengetahui tugasnya
dan kapan harus melaksanakan tugasnya?
4. Apakah semua kegiatan telah terintegrasi satu sama lain?
5. Apakah mereka yang terlibat punya cukup waktu
mempersiapkannya?
6. Dapatkah program dilaksanakan sesuai dengan waktu
yang disepakati? Apakah dimungkinkan ada perubahan?
7. Apakah semua bahan, alat bantu, sarana siap pada
waktunya? Jelaskah siapa yang bertanggungjawab?
8. Apakah pihak yang kompeten telah dilibatkan dalam
pelaksanaan program ?
9. Apakah ada kontradiksi dengan kegiatan lain di
masyarakat? Sejauhmana telah terkoordinasikan?
10. Apakah keterlibatan pemimpin formal dan non formal
sudah proporsional berkontribusi dalam perencanaan &
pelaksanaan?

5.6. PRINSIP-PRINSIP DALAM ISO 26000:2010 (GUIDANCE ON


SOCIAL RESPONSIBILITY )
Di awal, terkait dengan Prinsip-prinsip dalam ISO
26000:2010 Guidance on Social Responsibility, telah diungkapkan
bahwa ada sejumlah prinsip dalam menyelenggarakan CSR, yaitu:
akuntabilitas, transparensi, perilaku etis, penghormatan kepada
Kepentingan Stakeholder, kepatuhan kepada Hukum, penghormatan
kepada Norma Perilaku Internasional dan Penegakan HAM. Terkait
dengan akuntabilitas yang membuktikan bahwa organisasi
bersangkutan melakukan segala sesuatu dengan benar. Di sini yang
diperlukan adalah potensi dampaknya terhadap seluruh pemangku
kepentingan, dalam hal dampak organisasi atas masyarakat dan
lingkungan—termasuk dampak yang tak disengaja atau tak

110
diperkirakan. Organisasi seharusnya menerima bahkan mendorong
penyelidikan mendalam atas dampak operasionalnya.
Sebuah organisasi harus berperilaku etis sepanjang waktu,
dengan menegakkan kejujuran, kesetaraan dan integritas. Promosi
perilaku etis sedapat mungkin dilaksanakan atau ditempuh melalui
upaya: (1) pengembangan struktur tata kelola yang mendorong
perilaku etis, (2) membuat dan mengaplikasikan standar perilaku
etis, dan (3) terus menerus meningkatkan standar perilaku etis.
Sebuah organisasi harus menghormati dan menanggapi kepentingan
seluruh stakeholder-nya. Oleh karena itu yang harus dilakukan
adalah: (1) mengidentifikasi, (2) menanggapi kebutuhan, (3)
mengenali hak-hak legal dan kepentingan yang sah, serta (4)
mengenali kepentingan yang lebih luas terkait dengan pembangunan
berkelanjutan.
Pemangku kepentingan organisasi perlu diidentifikasi dengan
baik, terutama terkait hal-hal berikut: Kepada siapa saja organisasi
memiliki kewajiban hukum?; Siapa saja yang potensial terkena
dampak positif dan negatif dari keputusan dan aktivitas organisasi?;
Siapa saja yang biasanya dilibatkan manakala suatu isu muncul?;
Siapa yang bisa membantu organisasi dalam mengelola dampak
yang ditimbulkannya?; Siapa saja yang akan dirugikan kalau
mereka tidak diikutsertakan dalam pembinaan hubungan
(engagement)?, serta Siapa saja dalam value chain yang terkena
dampak? Dengan memahami persoalan tersebut, organisasi dapat
mengambil keputusan dan tindakan secara lebih tepat dan arif, bagi
terbangunan operasional organisasi yang lancar dan produktif.
Di dalam operasional organisasi, pengelola organisasi harus
menunjukkan tindakan nyata atas kepatuhan terhadap hukum yang
berlaku di lingkungan operasional bisnis (perusahaan)nya.
Organisasi harus menerima bahwa kepatuhan pada hukum adalah
suatu kewajiban. Di dalam hal ini yang seharusnya dilakukan
manajemen adalah: (1) patuh pada semua regulasi, (2) memastikan
bahwa seluruh aktivitasnya sesuai dengan kerangka hukum yang
relevan, (3) patuh pada seluruh aturan yang dibuatnya sendiri secara

111
adil dan imparsial, (4) mengetahui perubahan-perubahan dalam
regulasi, dan (5) secara periodik memeriksa kepatuhannya.
Di negara-negara di mana hukum nasionalnya atau
implementasinya tidak mencukupi untuk melindungi kondisi
lingkungan dan sosialnya, sebuah organisasi harus berusaha untuk
mengacu kepada norma perilaku internasional. Hal ini sejalan
dengan prinsip ISO 26000 (2010) yaitu Penghormatan terhadap
Norma Perilaku Internasional
Seringkali operasional organisasi disoroti karena terkait
dengan terjadi pelanggaran HAM. Pada dasarnya, sejalan dengan
prinsip ISO 26000 (2010) maka setiap organisasi harus menghormati
HAM, serta mengakui betapa pentingnya HAM serta sifatnya yang
universal. Hal-hal yang seharusnya dilakukan dalam manajemen
organisasi adalah: (1) manakala ditemukan situasi HAM tidak
terlindungi, organisasi tersebut harus melindungi HAM, dan tidak
bukan sebaliknya justru mengambil kesempatan dari situasi itu, dan
(2) apabila tak ada regulasi HAM di tingkat nasional, maka
seharusnyalah organisasi mengacu pada standar HAM internasional.
ISO 26000 (2010) dibuat pertama kali dengan tujuan untuk
perlindungan konsumen, kemudian membesar menjadi perlindungan
untuk seluruh pemangku kepentingan dengan 7 subjek (kumpulan
isu) inti (Jalal, 2012). Telah diluncurkan pada tanggal 1 November
2010, setelah disetujui 93% negara anggota ISO yang memilih,
termasuk Indonesia.Sifatnya adalah guidance, sehingga paling dekat
dengan standar manajemen. Sedangkan, Global Reporting Indicator
(GRI) sebagai ukuran pelaporan kinarja implementasi CSR, dibuat
dengan konsensus pemangku kepentingan global, sejak 23 Maret
2011 telah menggunakan G3.1. Pada bulan Mei 2013 akan
diluncurkan G4. Selanjutnya dijelaskan bahwa GRI bukan kerangka
manajemen, melainkan kerangka pelaporan kinerja. Ketika tak ada
kerangka lain, banyak perusahaan menggunakannya sebagai
kerangka manajemen untuk aspek sosial dan lingkungan. Pada
bulan Juni 2012, di ajang Rio+20, pelaporan keberlanjutan sangat
didorong untuk menjadi praktek global.

112
DAFTAR RUJUKAN

Anonim, 2014. Laporan Implementasi Program Ternak Domba


Terpadu. PT. Pertamina EP. Asset 3 Subang Field.
_______, 2014. Rencana Strategis Program Community
Development 2014-2018. PT. Pertamina EP. Asset 3
Subang Field.
_______, 2013. Keunggulan Kinerja Lingkungan dan Community
Development PT. Pertamina EP. Asset 3 Subang Field.
Bahan presentasi. Jakarta, 07 November 2013.
_______, 2013. Laporan Implementasi Program Jamur Merang
Terpadu. PT. Pertamina EP. Asset 3 Subang Field.
Eklington J. 1997. Cannibal with Fork: The Triple Bottom Line of 21
st Century Business. Oxford, Ux K : Capstone.
Ife, Jim. 1995. Rethinking Social Work, torard Critical Practice.
Merbourne: Addison Westley Longman Australia Pty
Limited. Melbourne.
Ife Jim. 1995. Community Development: Creating Community
Alternatives- Vision, Analysis and Practise. Melbourne,
Australia: Longman.
_______.2002. Community Development. Ed. 2th. French Forest,
New South Wales: Pearson Education Australia.
Ife, Jim dan Treseirero F. 2008. Community Development :
Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi.
Diterjemahkan oleh Sastrawan Manullang, Nurul Yakin dan
M.Nursyahid. Yogyakarta [ID]. Pustaka Pelajar.
Jalal, 2012. ISO 26000:2010 Guidance on Social Responsibility,
Sebuah Pengantar. Pelatihan ISO 26000 Departemen KPM,
Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Bogor, 6 Oktober 2011
www.csrindonesia.com
Kustiyah, 2010. Adopsi Inovasi Dalam Pemberdayaan Bisnis Mikro.
GEMA, Th. XXIII/41/Agustus 2010 - Januari 2011
Manap, Noviansyah 2012. Subjek Inti dalam ISO 26000:2010
Guidance on Social Responsibility. Pelatihan ISO 26000
Departemen KPM, Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Bogor, 6
Oktober 2011 www.csrindonesia.com

113
Mardikanto. T 2002. A Selecting Reading in Agricultural Extension:
Lesson and Practices, 2002
Payne M. 1997. Social Work and Community Care . London :
McMillan.
Rahman, Muhammad Taufik A. 2012. Prinsip-prinsip dalam ISO
26000:2010Guidance on Social Responsibility. Pelatihan ISO
26000 Departemen KPM, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.
Bogor, 6 Oktober 2011 www.csrindonesia.com
Robinson JR. 1994. Community Development in Prespective.
Ames: Iowa State University Press.
Samuel O. Idowu, Celine Louche. 2011. Theory and Practice of
Corporate Social Responsibility. Google.co.id.book.
Sumardjo. 1999. Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju
Pengembangan Kemandirian Petani (Kasus di Propinsi Jawa
Barat). Bogor [ID]: Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
________. 2010. Penyuluhan Menuju Pengembangan Kapital
Manusia dan Kapital Sosial dalam Mewujudkan Kesejahteraan
Rakyat. Orasi Ilmiah Guru Besar IPB. Bogor.
_______. 2012. Review Refleksi Model Penyuluhan dan Inovasi
Penyuluhan Masa Depan. Makalah dalam Seminar Nasional
Membangun Penyuluhan Masa Depan yang Berkeadilan dan
Menyejahterakan di Bogor [ID], Tanggal 22 Februari 2012.
_______. 2012. Penyusunan Naskah Akademis Dalam Rangka
Perumusan Perda Tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan Perusahaan (CSR) Di Kabupaten Bogor. Care
LPPM IPB. Bogor.
_______. 2014. Kompetensi, Kapasitas, Keberdayaan dan
Kemandirian. Care LPPM IPB. Bogor.
Welford. R. Frog S. 2011. Corporate Social Responsibility in Asdian
Supply Chance. Corp Soc Responsibility Invoronment
Management. 13: 166-176.
Wibowo, Rimun 2012. Teknik PRA Untuk Identifikasi Potensi,
Masalah Dan Kebutuhan Masyarakat. Kumpulan Materi
Pelatihan CSR, Care LPPM IPB. Bogor

114
PROFIL TIM PENULIS
Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS.
Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS. lahir di Sukoharjo,
25 Februari 1958. Riwayat Pendidikan, 1976
lulus SMA Negeri 1 Karanganyar Solo, 1982
lulus Jurusan Ilmu-ilmu Sosial-Ekonomi
FAPERTA IPB, 1988 lulus magister sains
Sosiologi Pedesaan, 1999 lulus doktor dalam
bidang Penyuluhan Pembangunan IPB.
Menjadi guru besar dalam Bidang Penyuluhan
Pembangunan sejak 2007 pada Fakultas
Ekologi Manusia IPB. Kini menjadi anggota
Senat Akademik IPB sebagai perwakilan guru
besar; dan anggota Komisi Pascasarjana IPB
sebagai perwakilan FEMA. Kini menjadi Ketua Program Studi bidang
Penyuluhan Pembangunan Pascasarjana IPB. Sebelumnya Ketua
Program Studi Pascasarjana S2 dan S3 bidang Komunikasi
Pembangunan Pertanian (KMP) 2003-2009 dan Ketua Program
Studi Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat tahun
2000-2003..

Tahun 2000-2003 menjadi kepala bagian Penyuluhan Departemen


Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian FAPERTA IPB. Sejak tahun
2003-kini menjadi Kepala Laboratorium/ Bagian Komunikasi dan
Penyuluhan pada Departemen Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia. Menjadi peneliti dan
pengelola data dan dokumentasi Pusat Studi Pembangunan periode
1983-1993. Kini menjadi Kepala Pusat Kajian Resolusi Konflik dan
Pemberdayaan (CARE LPPM IPB) sejak 2009 sampai sekarang.
Dalam bidang profesi, kini menjadi Ketua Komisi Penyuluhan
Pertanian Nasional dan menjadi anggota sejak tahun 2004, Anggota
Dewan Pakar pada Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia
(PERHIPTANI), Ketua Umum Perhimpunan Ahli Penyuluhan
Pembangunan Indonesia (PAPPI), Working group untuk
pengembangan sertifikasi profesi penyuluhan dan fasilitator
pemberdayaan masyarakat di Indonesia dan Ketua Dewan
Kehormatan Ikatan Penyuluh Sosial Indonesia. Dalam pengabdian
pada masyarakat 2000-2003 sebagai Direktur Program dan
Pengembangan pada Center for Regional Resources Development

115
and Community Empowerment (CRESCENT), 2005-2007 menjadi
Direktur Program dan Pengembangan pada Center for Human
Resources Development and Applied Technology (CREATE). Kini
menjadi anggota Tim Pemberdayaan Masyarakat LPPM IPB dan Tim
Pokja Revitalisasi Program Pemuda Sarjana Penggerak
Pembangunan Perdesaan (PSP3) KEMENPORA RI.

Saat ini sedang menggeluti (ketua tim) pengembangan model


resolusi konflik dalam masyarakat di sekitar tambang menggunakan
dana kompetitif penelitian strategis dari DIKTI. Beberapa tahun
sebelumnya juga mengembangkan kajian (sebagai ketua tim) model
pengembangan SDM Pertanian menuju pertanian berbudaya industri
di era globalisasi dari dana hibah bersaing Dikti. Telah banyak karya
ilmiah yang ditulis dalam bentuk Buku, Jurnal, Hasil Penelitian, Hasil
Pemberdayaan Masyarakat, maupun makalah seminar dalam
berbagai forum seminar : ketahanan pangan; penyuluhan pertanian;
pemberdayaan masyarakat; komunikasi pembangunan;
pengembangan wilayah perdesaan; pengembangan kemitraan;
corporate social responsibility; dan pemberdayaan masyarakat.
Buku-buku yang telah diterbitkan dalam lima tahun terakhir antara
lain: "Pemberdayaan Masyarakat Pesisir" (Crescent),
"Pemberdayaan Sosial Menuju Masyarakat Mandiri" (Gramedia
Media Sarana); "Pembangunan dan Kemiskinan di TTS" (Yayasan
Obor); "Kemitraan Agribisnis" (Penebar Swadaya); dan masih
banyak karya buku yang lainnya dan karya-karya pada tahun-tahun
sebelumnya.

116
Adi Firmansyah, SP.
Adi Firmansyah, lahir di Ciamis, 28 Juni
1979. Riwayat pendidikan, 1997 lulus SMA
Negeri 1 Ciamis, 2002 lulus Sarjana
Jurusan Ilmu-ilmu Sosial-Ekonomi
FAPERTA IPB. Sejak 2003 menjadi
Peneliti Muda pada Lembaga Penelitian
dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut
Pertanian Bogor (CARE LPPM IPB). Tahun
2009 sampai saat ini menjadi Ketua Divisi
CSR dan Pemberdayaan pada lembaga
penelitian yang sama. Sejak 2004 terlibat aktif dalam berbagai
kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, antara lain:
Penyusunan Social Mapping & Renstra Comdev PT. Pertamina EP
Asset 3 Subang Field (2014), Pendampingan Program Comdev PT.
Pertamina EP Asset 3 Subang Field (2014), Studi Social Mapping
desa-desa sekitar PT. Gunung Madu Plantation (2012),
Perencanaan Pusat Pelatihan dan Pengembangan Agribisnis PT.
Adaro Indonesia (2012), Kajian Persepsi Masyarakat terhadap
Comdev VICO Indonesia (2011), Penyusunan Desain Program CSR
PKT Bontang (2011), Tim Pendamping Desa Model Mandiri di
Sekitar Tambang Adaro (2009-2012), Tim Pendamping Desa Model
Mandiri di Dusun Gading, Gunung Kidul (2009-2010), Kajian Model
Resolusi Konflik Pertambangan-DIKTI (2009-2010), Penyusunan
Rencana Jangka Panjang CSR PT. Adaro Indonesia (2008), Studi
Kebijaksanaan Bidang Pemberdayaan Sosial-Kementrian
Pembangunan Daerah Tertinggal (2006), Studi Pengembangan
Potensi dan Kapasitas Lokal Masyarakat Adat-Kementerian
Pembangunan Daerah Tertinggal (2005). Sejak 2009, aktif sebagai
instruktur dalam berbagai pelatihan terkait CSR/Comdev yang
diselenggarakan oleh CARE LPPM IPB. Saat ini sedang menggeluti
penelitian tipologi konflik perkebunan menggunakan dana kompetitif
penelitian strategis dari DIKTI.

117
Leonard Dharmawan SP, MSi.

Leonard Dharmawan, SP, MSi. lahir di


Bogor, 29 Mei 1987. Riwayat Pendidikan,
tahun 2004 lulus SMU Negeri 5 Bogor, tahun
2008 lulus Sarjana Jurusan Ilmu-ilmu Sosial-
Ekonomi program Studi Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat FAPERTA IPB,
tahun 2012 lulus Magister Sains Komunikasi
Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Program Pasca Sarjana IPB.

Menjadi Dosen tetap IPB dalam bidang Komunikasi sejak 2013 pada
Program Diploma IPB. Sejak tahun 2008 terlibat dalam beberapa
kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat, diantaranya :
Penyusunan Social Mapping Comdev PT. Pertamina EP Asset 3
Subang Field (2014), Kajian Persepsi Masyarakat terhadap Comdev
VICO Indonesia (2011), Penyusunan Desain Program CSR PKT
Bontang (2011), Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Desa
Cikahuripan Pelabuhan Ratu oleh Lembaga penelitian dan
pengabdian masyarakat (LPPM) IPB (2008). Kegiatan Penelitian
salah satunya; Sistem Diseminasi Inovasi Pertanian Berbasis
Teknologi Informasi untuk Meningkatkan Keberdayaan Petani
Sayuran (2012) Litbang DEPTAN.

118
Yulia Puspadewi Wulandari, SP.
Yulia Puspadewi Wulandari, lahir di Bogor, 13
Juli 1979. Riwayat pendidikan, 1997 lulus SMA
Negeri 2 Bogor, 2002 lulus Sarjana Jurusan
Agronomi, Fakultas Pertanian IPB. Sejak 2003
menjadi Peneliti Muda pada Lembaga Penelitian
dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut
Pertanian Bogor. Bergabung di bawah bendera
CARE LPPM IPB sejak tahun 2007 serta terlibat
aktif dalam beragam program penelitian dan
pemberdayaan masyarakat. Penulis merupakan
anggota tim penulis text book pengajaran bagi Konservasi Hutan dan
Pencegahan Kebakaran Hutan bagi siswa dan guru SMP, kerjasama
dengan JICA (Japan International Coorporation Agency) dan
Departemen Kehutanan RI (2004). Anggota Tim Penyusun Best
Practice Paper Jurnalisme dan Pendidikan Lingkungan Hidup
kerjasama Danish International Development Agency (DANIDA)
Project Phase 2 dan Kementerian Lingkungan Hidup (2008). Terlibat
aktif dalam kegiatan community development khususnya di bidang
pendidikan non formal sebaga Ketua Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Sharing di Kabupaten Bogor dan pengurus
Yayasan Cipadali di Cipanas-Cianjur. Terlibat aktif dalam
penyelenggaraan program keaksaraan tingkat nasional oleh lima
perguruan tinggi sejak tahun 2005-2010. Anggota Tim Monitoring
dan Evaluasi Penyelenggaraan Program pengentasan Buta Aksara
di Provinsi Jawa Barat (2008). Penulis terlibat dalam kegiatan
penelitian Kajian Model Pemberdayaan Ketahanan Pangan di
Wilayah Perbatasan Antar Negara: Studi Kasus di Betun-Atambua
Nusa Tenggara Timur (2013) serta penelitian Kajian Model
Pemberdayaan Ketahanan Pangan di Kawasan Rawan konflik
Timika Papua (2014)

119
ISBN 978-602-71091-0-0

120

Anda mungkin juga menyukai