Anda di halaman 1dari 28

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geometri Stockpile Batubara


Stockpile merupakan tempat penyimpanan batubara yang bertujuan untuk
memberikan kesinambungan bagi produksi batubara sehingga dapat terjaga
dengan baik. Selain itu juga, stockpile adalah persediaan ataupun tempat
penimbunan batubara sementara sebelum dikirim kepada konsumen.
Stockpile berfungsi sebagai penyangga antara pengiriman dan proses,sebagai
persediaan strategis terhadap gangguan yang bersifat jangka pendek atau jangka
panjang. Stockpile juga berfungsi sebagai proses homogenisasi dan atau
pencampuran batubara untuk menyiapkan kualitas yang dipersyaratkan.
Pengertian Stockpile adalah merupakan tempat penyimpanan/penumpukan hasil
tambang batubara.
Geometri stockpile merupakan gambaran mengenai susunan bidang timbunan
batubara yang terdiri atas luas bidang bawah, luas bidang atas, tinggi timbunan
batubara dan angle of repose batubara. Volume batubara dapat diketahui apabila
elemen geometri stockpile diketahui. Bentuk stockpile yang paling umum
dijumpai adalah bentuk kerucut dan limas terpancung.

2.1.1 Desain dan Bentuk Stockpile


Banyak faktor yang mempengaruhi desain dari stockpile. Oleh karena itu
untuk membuat suatu stockpile harus mempunyai perencanaan yang matang agar
batubara yang kita simpan di stockpile tidak rusak karena kesalahan dari desain
yang kita buat. Desain stockpile ditentukan berdasarkan pada :
 Kapasitas volume batubara yang akan dikelola
 Jumlah pengelompokan kualitas yang akan dijadikan main product
 Blending system yang akan diterapkan
 Sistem penumpukan / stacking system yang digunakan
Bentuk bangun atau dimensi stockpile bermacam-macam, tetapi yang biasa
dijumpai adalah bentuk kerucut dan limas terpancung (Anne, 1999).

4 Universitas Sriwijaya
5

Volume Kerucut Terpancung:

1
V= π x t ( R2 + r2 + R x r )(2.1)
3

Dimana :
V = volume kerucut terpancung
t = tinggi kerucut terpancung
r = jari-jari lingkaran atas
R = jari-jari lingkaran bawah

Volume Limas Terpancung :

1
V= x t (B + A + √ B x A ) .......................................................................................(2.2)
3

Dimana :
V = volume limas terpancung
t = tinggi limas terpancung
B = luas bidang bawah
A = luas bidang atas

2.1.2 Angle Of Repose


Sudut tenang (angle of repose) adalah sudut menurun tercuram dari sebuah
tumpukan bahan relatif terhadap bidang horisontal bahan. Sudut tenang berada di
antara 0 dan 90 derajat. Ketika bahan curah butiran dituangkan di bidang
horisontal, akan terbentuk tumpukan berbentuk kerucut. Sudut kemiringannya
berhubungan dengan massa jenis, luas permukaan, bentuk partikel, dan koefisien
gesek bahan. Selain itu, percepatan gravitasi juga terkait. Bahan dengan sudut
tenang yang lebih rendah akan memiliki tumpukan yang lebih landai
dibandingkan dengan bahan yang memiliki sudut tenang yang lebih tinggi (Khatir,
2006).
Sudut tenang digunakan dalam mendesain alat dan mesin yang menangani
dan mengolah bahan berbentuk partikel, seperti hopper dan silo yang digunakan
untuk menampung, dan sabuk konveyor yang digunakan untuk memindahkan
bahan. Penggunaan sudut tenang dalam sabuk konveyor bermanfaat untuk

Universitas Sriwijaya
6

menentukan lebar sabuk. Selain itu, juga digunakan untuk meramalkan apakah
suatu tumpukan (misal bahan bangunan, kerikil, pasir) atau kondisi geografis
(salju, gunung) akan terjadi longsor yang disebabkan bergesernya partikel apabila
berada di sudut yang melebihi ketetapan sudut tenang (angle of repose) (Khatir,
2006).

2.2 Timbunan dan Pembuatan Stockpile


Stockpile yang akan dibuat di Tanjung Baru ini merupakan timbunan dari
tanah agar tidak mengenai permukaan tanah dasar yang lemah dan berair. Selain
itu juga, penimbunan ini berfungsi agar stockpile tidak tenggelam oleh banjir yang
diakibatkan oleh masuknya air dari Sungai Musi.

2.2.1 CBR (California Bearing Ratio)


CBR (California Bearing Ratio) adalah perbandingan antara beban penetrasi
suatu lapisan tanah atau perkerasan terhadap bahan standar dengan kedalaman dan
kecepatan penetrasi yang sama. Pengukuran nilai daya dukung yang relatif mudah
dimengerti adalah California Bearing Ratio (CBR). CBR hanya untuk beban yang
sifatnya sementara (bukan beban tetap). CBR tidak untuk gedung, rumah, dan
lain-lain (beban tetap), karena beban tetap juga menyebabkan settlement. CBR
hanya untuk mengukur daya dukung tanah saja tetapi tidak untuk penurunannya.
Jadi CBR tidak cocok untuk beban tetap.
California bearing ratio (CBR), dinyatakan dalam persen (%), menyatakan
perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan terhadap bahan standar dengan
kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. Califronia bearing ratio (CBR)
dapat dilakukan secara insitu ataupun di laboratorium. Penentuan CBR dilapangan
berfungsi untuk mengetahui nilai asli California bearing ratio (CBR) di lapangan
sesuai dengan kondisi tanah pada saat itu.
Untuk mendapatkan data california bearing ratio, maka digunakan alat
dynamic cone penetrometer (DCP) yaitu suatu alat yang dirancang untuk menguji
kekuatan lapisan granular dan sub-grade. Penggunaan dynamic cone
penetrometer ini telah menghasilkan perkiraan perbandingan dari kekuatan tanah
yang murah dan dapat dilakukan berulang-ulang.

Universitas Sriwijaya
7

Besarnya nilai CBR tanah akan menentukan ketebalan lapis keras yang akan
dibuat sebagai lapisan perkerasan diatasnya. Makin tinggi nilai CBR tanah dasar
(subgrade) maka akan semakin tipis lapis keras yang dibutuhkan dan semakin
rendah suatu nilai CBR maka semakin tebal lapis keras yang dibutuhkan. Ada 2
macam pengukuran CBR yaitu:
1. Nilai CBR untuk penekanan pada penetrasi 0,254 cm (0,1”) terhadap
penetrasi standar yang besarnya 70,37 kg/cm² (1000 psi)
PI
Nilai CBR= [ 70,37 % ]
x 100 % . (2.3)

2. Nilai CBR untuk tekanan pada penetrasi 0,508 cm ( 0,2 ” ) terhadap


tekanan standar yang besarnya 105,56 kg/cm² ( 1500 psi )
PI
Nilai CBR=
[ 105,56
x 100 %
] (2.4)

Semakin keras suatu material, semakin tinggi rating CBR. Tanah pertanian
umumnya mempunyai CBR sekitar 3%, tanah lempung basah mempunyai CBR
4,75%, pasir lembab memiliki CBR 10%, aggregat memiliki CBR > 80%. Tabel
2.1 memperlihatkan nilai CBR dari suatu material yang telah diuji (Craig, 1989).

Tabel 2.1 Nilai CBR suatu material

Material CBR (%)


Agregat pecah padat-bergradasi
biasanya digunakan untuk pondasi 100
perkerasan
Agregat alami padat-bergradasi
biasanya digunakan untuk pondasi 80
perkerasan
Batu kapur 80
Pasir campuran 50 – 80
Pasir berbutir kasar 20 - 50
Pasir berbutir halus 10 – 20
Tanah lempung <3

Universitas Sriwijaya
8

Untuk menentukan nilai perkerasan (CBR) dalam merencanakan suatu


timbunan digunakan standar dalam masing – masing bagian perlapisannya.
Sebaiknya timbunan yang akan kita buat mengikuti standar tersebut agar
timbunan lebih aman menahan beban. Tabel 2.2 memperlihatkan standar cbr di
tiap – tiap lapisan timbunan.

Tabel 2.2 Standar CBR Tiap Lapisan Timbunan


CBR (%) General Rating Uses
0-3 Very Poor Sub-grade
3-7 Poor to Fair Sub-grade
7-20 Fair Sub-base
20-50 Good Base of sub-Base
>50 Excellent Base

2.2.2 Teori Pemadatan


Cara mekanis yang dipakai untuk memadatkan tanah boleh bermacam-
macam, Di lapangan biasanya dipakai cara menggilas, sedangkan di laboratorium
dipakai cara memukul. Untuk setiap daya pemadatan tertentu (certain compactive
effort) kepadatan yang tercapai tergantung kepada banyaknya air yang didalam
tanah tersebut, yaitu kepada kadar airnya (Wesley, 1977).
Bilamana kadar air suatu tanah tertentu rendah maka tanah itu keras atau kaku
dan sukar dipadatkan. Bilamana kadar air ditambah maka air itu akan berlaku
sebagai pelumas sehingga tanah tersebut akan lebih mudah dipadatkan dan
ruangan kosong antara butir nanti menjadi lebih kecil. Pada kadar air yang tinggi,
kepadatannya akan turun lagi karena pori-pori tanah menjadi penuh terisi air yang
tidak dapat dikeluarkan denga cara memadatkan. Kadar air ini selalu tergantung
pada daya pemadatan, bilamana daya pemadatan berlainan maka kadar air
optimum juga berlainan.
Pada bagian lain Sosrodarsono, mengemukakan bahwa pemadatan tanah
berbutir halus memiliki kadar air optimum yang tinggi. Hal ini disebabkan
semakin luas permukaan partikel yang akan terbungkus air, sehingga setiap
kondisi dari tanah tersebut akan menunjukkan kadar air yang dikandung lebih

Universitas Sriwijaya
9

besar. Keadaan demikian tidak terjadi pada tanah yang berbutir kasar karena
jumlah seluruh permukaan butiran yang terbungkus oleh air relatif kecil.
Pemadatan jenis tanah yang berbeda dengan menggunakan energi pemadatan yang
sama akan menghasilkan kepadatan yang berbeda (Sosrodarsono, 2000).

2.2.3 Mekanisme Penimbunan


Sebelum penghamparan timbunan pada setiap tempat, semua bahan yang
tidak diperlukan harus dibuang. Bilamana tinggi timbunan satu meter atau kurang,
dasar pondasi timbunan harus dipadatkan (termasuk penggemburan dan
pengeringan atau pembasahan bila diperlukan) sampai 15 cm bagian permukaan
atas dasar pondasi memenuhi kepadatan yang disyaratkan untuk timbunan yang
ditempatkan diatasnya. Bilamana timbunan akan ditempatkan pada lereng bukit
atau ditempatkan di atas timbunan lama atau yang baru dikerjakan, maka lereng
lama harus dipotong bertangga dengan lebar yang cukup sehingga memungkinkan
peralatan pemadat dapat beroperasi di daerah lereng lama sesuai seperti timbunan
yang dihampar horizontal lapis demi lapis (Prananda, 2015).

A. Penghamparan timbunan
Timbunan harus ditempatkan ke permukaan yang telah disiapkan dan disebar
dalam lapisan yang merata yang bila dipadatkan akan memenuhi toleransi tebal
lapisan yang disyaratkan. Bilamana timbunan dihampar lebih dari satu lapis,
lapisan-lapisan tersebut sedapat mungkin dibagi rata sehingga sama tebalnya.
Tanah timbunan umumnya diangkut langsung dari lokasi sumber bahan ke
permukaan yang telah disiapkan pada saat cuaca cerah dan disebarkan.
Penumpukan tanah timbunan untuk persediaan biasanya tidak diperkenankan,
terutama selama musim hujan (Sosrodarsono, 2000).
Penimbunan kembali di atas pipa dan di belakang struktur harus dilaksanakan
dengan sistematis dan secepat mungkin segera setelah pemasangan pipa atau
struktur. Akan tetapi, sebelum penimbunan kembali, diperlukan waktu perawatan
tidak kurang dari 8 jam setelah pemberian adukan pada sambungan pipa atau
pengecoran struktur beton gravity, pemasangan pasangan batu gravity atau
pasangan batu dengan mortar gravity. Sebelum penimbunan kembali di sekitar
struktur penahan tanah dari beton, pasangan batu atau pasangan batu dengan

Universitas Sriwijaya
10

mortar, juga diperlukan waktu perawatan tidak kurang dari 14 hari (Sosrodarsono,
2000).
Bilamana timbunan badan jalan akan diperlebar, lereng timbunan lama harus
disiapkan dengan membuang seluruh tetumbuhan yang terdapat pada permukaan
lereng dan dibuat bertangga sehingga timbunan baru akan terkunci pada timbunan
lama. Selanjutnya timbunan yang diperlebar harus dihampar horizontal lapis demi
lapis sampai dengan elevasi tanah dasar, yang kemudian harus ditutup secepat
mungkin dengan lapis pondasi bawah dan atas sampai elevasi permukaan jalan
lama sehingga bagian yang diperlebar dapat dimanfaatkan oleh lalu-lintas secepat
mungkin, dengan demikian pembangunan dapat dilanjutkan ke sisi jalan lainnya
bilamana diperlukan (Sosrodarsono, 2000).

B. Pemadatan timbunan
Segera setelah penempatan dan penghamparan timbunan, setiap lapis harus
dipadatkan dengan peralatan pemadat yang memadai dan disetujui sampai
mencapai kepadatan yang disyaratkan.
Pemadatan timbunan tanah harus dilaksanakan hanya bilamana kadar air
bahan berada dalam rentang 3 % di bawah kadar air optimum sampai 1 % di atas
kadar air optimum. Kadar air optimum harus didefinisikan sebagai kadar air pada
kepadatan kering maksimum yang diperoleh bilamana tanah dipadatkan sesuai
dengan SNI 03-1742-1989.
Seluruh timbunan batu harus ditutup dengan satu lapisan atau lebih setebal 20
cm dari bahan bergradasi menerus dan tidak mengandung batu yang lebih besar
dari 5 cm serta mampu mengisi rongga-rongga batu pada bagian atas timbunan
batu tersebut. Lapis penutup ini harus dilaksanakan sampai mencapai kepadatan
timbunan tanah yang disyaratkan. Setiap lapisan timbunan yang dihampar harus
dipadatkan seperti yang disyaratkan, diuji kepadatannya sebelum lapisan
berikutnya dihampar.
Timbunan harus dipadatkan mulai dari tepi luar dan bergerak menuju ke arah
sumbu jalan sedemikian rupa sehingga setiap ruas akan menerima jumlah usaha
pemadatan yang sama.
Bilamana bahan timbunan dihampar pada kedua sisi pipa atau drainase beton
atau struktur, maka pelaksanaan harus dilakukan sedemikian rupa agar timbunan

Universitas Sriwijaya
11

pada kedua sisi selalu mempunyai elevasi yang hampir sama (Sosrodarsono,
2000).
Bilamana bahan timbunan dapat ditempatkan hanya pada satu sisi abutment,
tembok sayap, pilar, tembok penahan atau tembok kepala gorong-gorong, maka
tempat-tempat yang bersebelahan dengan struktur tidak boleh dipadatkan secara
berlebihan karena dapat menyebabkan bergesernya struktur atau tekanan yang
berlebihan pada struktur.
Timbunan yang bersebelahan dengan ujung jembatan tidak boleh
ditempatkan lebih tinggi dari dasar dinding belakang abutment sampai struktur
bangunan atas telah terpasang.
Timbunan pada lokasi yang tidak dapat dicapai dengan peralatan pemadat
mesin gilas, harus dihampar dalam lapisan horizontal dengan tebal gembur tidak
lebih dari 15 cm dan dipadatkan dengan penumbuk loncat mekanis atau timbris
(tamper) manual dengan berat minimum 10 kg. Pemadatan di bawah maupun di
tepi pipa harus mendapat perhatian khusus untuk mencegah timbulnya rongga-
rongga dan untuk menjamin bahwa pipa terdukung sepenuhnya. Timbunan pilihan
di atas tanah rawa mulai dipadatkan pada batas permukaan air dimana timbunan
terendam, dengan peralatan yang disetujui (Sosrodarsono, 2000).

2.2.4 Konstruksi Penimbunan


Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan
perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas, sebagai berikut lapisan tanah dasar
(sub grade); lapisan pondasi bawah (subbase course); lapisan pondasi atas (base
course); lapisan permukaan / penutup (surface course). Lapisan perkerasan adalah
kontruksi diatas tanah dasar yang berfungsi memikul beban dengan memberikan
rasa aman dan nyaman. Pemberian kontruksi lapisan perkerasan dimaksudkan
agar tegangan yang terjadi sebagai akibat pembebanan pada perkerasan ketanah
dasar (subgrade) tidak melampaui kapasitas dukung tanah dasar. Kontruksi
perkerasan dibedakan menjadi dua kelompok menurut bahan pengikat yang
digunakan, yaitu perkerasan lentur (fleksible pavement) dan perkerasan kaku
(rigid pavement). Perkerasan lentur (fleksible pavement) dibuat dari agregat dan
bahan ikat aspal. Lapis perkerasan kaku (rigit pavement) terbuat dari agregat dan
bahan ikat semen, terdiri dari satu lapisan pelat beton dengan atau tanpa pondasi

Universitas Sriwijaya
12

bawah (subbase) antara perkerasan dan tanah dasar (subgrade). Menurut


AASHTO dan Bina Marga kontruksi jalan terdiri dari:

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Timbunan (Sukirman, 1999)

1. Lapis permukaan ( Surface Course )


Lapisan permukaan ( Surface Course ) adalah lapisan yang terletak paling
atas (Sukirman, 1999), dan berfungsi sebagai :
a. Struktural, yaitu berperan mendukung dan menyebarkan beban yang
diterima oleh lapis keras.
b. Non struktural, yaitu berupa lapisan kedap air untuk mencegah masuknya
air kedalam lapis perkerasan yang ada dibawahnya dan menyediakan
permukaan yang tetap rata.
Surface merupakan lapisan paling atas dan langsung menerima beban dari
alat angkut yang beroperasi di atas jalan angkut. Material yang digunakan
sebagai surface biasanya terdiri dari kerikil halus yang memiliki ukuran seragam
agar mencegah dari debu yang dapat menganggu kesehatan dan kegiatan
penambangan.

2. Lapis Pondasi Atas ( Base Course )


Lapisan pondasi atas ( Base Course ) adalah lapisan perkerasan yang terletak
diantara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan (Sukirman, 1999), dan
berfungsi sebagai:
a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban dan
menyebarkan beban kelapisan di bawahnya,
b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah,

Universitas Sriwijaya
13

c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.


Base merupakan material timbunan yang berada diatas sub-base umumnya
terdiri dari batuan yang telah mengalami crushing dengan ukuran partikel
kurang dari 100 mm. Apabila tidak terdapat sub-base dan base langsung
ditimbun diatas sub-grade, maka base harus memiliki ukuran partikel yang
seragam. Base harus memiliki sifat plastisitas, gradasi (Derajat keseragaman)
dan kekuatan yang lebih besar daripada sub-grade.

3. Lapis Pondasi Bawah ( Subbase Course )


Lapis Pondasi Bawah ( Subbase Course ) adalah lapis perkerasan yang
terletak antara lapisan pondasi atas dan tanah dasar (Sukirman, 1999), dan
berfungsi sebagai :
a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban ke tanah
dasar,
b. Efesiensi pengunaan material,
c. Mengurasi ketebalan lapis keras yang ada diatasnya,
d. Sebagai lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul pada pondasi,
e. Sebagai lapian pertama agar memudahkan pekerjaan selanjutnya,
f. Sebagai pemecah partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas.
Sub-base merupakan lapisan yang berada diantara sub-grade dan base,
umumnya sub-base terdiri dari batuan yang memiliki ukuran partikel lebih besar
dari 100 mm. Pada tambang terbuka bisanya tanah penutup (Overburden) yang
telah digali digunakan sebagai material sub-base. Selain berfungsi untuk
memperkuat struktur sub-base juga berfungsi untuk meminimalkan akumulasi
genangan air pada struktur jalan dan juga mencegah bercampurnya sub-grade
dengan base yang dikhawatirkan akan mengurangi kualitas dari jalan angkut.
Semakin kecil daya dukung (Bearing capacity) dari sub-grade maka sub-
base yang dibutuhkan akan semakin tebal. Hal ini dikarenakan sub-base mampu
memdistribusikan tegangan yang berasal dari alat angkut secara merata sehingga
mengurangi tegangan yang diterima oleh sub-grade. Sebelum dilakukan
penimbunan sub-base, maka tanah pucuk (Top soil) harus dipindahkan terlebih
dahulu hal ini dikarenakan tanah pucuk (Top soil) mempunyai daya dukung
(Bearing capacity) yang rendah.

Universitas Sriwijaya
14

4. Lapis Tanah Dasar ( Subgrade )


Tanah dasar ( Subgrade ) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah
galian atau timbunan yang dipadatkan dan merupakan dasar untuk perletakan
bagian lapis keras lainnya. Sub-grade terdiri dari tanah atau batuan insitu,
biasanya sebelum dilakukan penimbunan, sub-grade digali agar permukaanya
menjadi rata dan memudahkan pekerjaan penimbunan yang akan dilakukan,
misalnya sub-grade berasal dari material rawa, material danau, material
timbunan sebelumnya atau material insitu lainnya yang terdapat pada jalan
angkut yang akan dibuat.
Sub-grade yang terdiri atas material kerikil kompak yang mempunyai
kekerasan dan berat jenis yang tinggi, maka sub-grade tersebut dapat digunakan
langsung sebagai lapisan atas pada jalan angkut baik sebelumnya dilakukan
sedikit penimbunan ataupun tidak dilakukan penimbunan sama sekali. Namun,
apabila sub-grade terdiri atas material seperti lempung yang lembut atau material
rawa, maka sub-grade tersebut harus dilakukan penimbunan secara merata untuk
meningkatkan kualitas dari jalan angkut tersebut untuk menghindari dari
terjadinya penurunan (Displacement) dan undulasi.

2.2.5 Kriteria Keruntuhan Timbunan


Keruntuhan dapat dihindari apabila kita membuat timbunan sesuai dengan
perhitungan yang dijelaskan pada penjelasan di bawah. Pada penimbunan tanah,
ada tiga kemungkinan keruntuhan yaitu :
A. Keruntuhan daya dukung (Bearing capacity failure) (Holtz dkk, 1998)

Universitas Sriwijaya
15

Gambar 2.2 Keruntuhan Daya Dukung (Bearing capacity failure) (Holtz dkk,
1998)

B. Keruntuhan rotasional (Rotational failure) (Holtz dkk, 1998)

Gambar 2.3 Keruntuhan Rotasional (Rotational Failure) (Holtz dkk, 1998)

C. Keruntuhan akibat pergerakan lateral (Lateral spreading) (Holtz dkk, 1998)

Gambar 2.4 Keruntuhan Akibat Pergerakan Lateral (Lateral Spreading) (Holtz


dkk, 1998)

Untuk menghindari keruntuhan pada timbunan, maka perlu dilakukan


analisis mengenai faktor keamanan untuk masing-masing keruntuhan yang dapat
terjadi. Stabilitas timbunan di atas tanah lunak biasanya dihitung dengan
menggunakan metode analisis tegangan total. Analisis ini cukup konservatif
karena pada analisis ini diasumsikan tidak terjadi peningkatan kualitas pada sub
grade atau tanah dasar. Untuk menganalisis keruntuhan yang dapat terjadi, maka

Universitas Sriwijaya
16

perlu ditetapkan dimensi timbunan dan kondisi pembebanan yang terjadi. Gambar
2.5 Menjelaskan mengenai dimensi timbunan dan kondisi pembebanan.

Gambar 2.5 Simbol untuk Dimensi Timbunan (Holtz dkk, 1998)

Keterangan:
H : Tinggi timbunan
W : Lebar atas/puncak timbunan
B : Lebar bawah timbunan
b/H : Kemiringan timbunan

Menurut (Holtz dkk, 1998) stabilitas untuk masing-masing kriteria


keruntuhan dijelaskan sebagai berikut:
1. Keruntuhan daya dukung
Faktor keamanan daya dukung dipengaruhi oleh kapasitas daya dukung dan
beban yang diterima jalan. Secara matematis persamaan daya dukung adalah
sebagai berikut:

qult = cu x Nc ................................................................................................(2.5)

Keterangan:
qult : Kapasitas daya dukung ultimate (kN/m2)
cu : Kuat geser undrained (kN/m2)
Nc : Faktor daya dukung

Universitas Sriwijaya
17

Nc merupakan faktor daya dukung secara matematis dinyatakan sebagai berikut:

0,5 x D
Nc = 5,14 + .........................................................................................(2.6)
B

Keterangan:
Nc : Faktor daya dukung
B : Lebar dasar timbunan (m)
D : Ketebalan rata-rata tanah lunak (m)

Beban yang diterima oleh timbunan secara matematis sebagai berikut:

Pmax = γm x H + q ...........................................................................................(2.7)

Keterangan :
Pmax : Beban maksimum (kN/m2)
γm : Berat isi tanah timbunan (kN/m3)
H : Tinggi timbunan (m)
q : Beban merata (kN/m2)

Diperoleh faktor keamanan daya dukung (Tanpa perkuatan geotekstil)


sebagai berikut:

q ult
FKu = .....................................................................................................
P max
(2.8)

Keterangan:
FKu : Faktor keamanan daya dukung tanpa perkuatan geotekstil
qult : Daya dukung ultimate (kN/m2)
Pmax : Beban maksimum (kN/m2)

Universitas Sriwijaya
18

Apabila faktor keamanan yang dihasilkan telah memenuhi syarat yang


telah ditetapkan, maka timbunan tersebut tidak perlu dilakukan perkuatan dengan
geotekstil. Namun, apabila faktor keamanan yang dihasilkan lebih kecil daripada
yang disyaratkan, maka perlu dilakukan perkuatan dengan geotekstil.
Adanya perkuatan geotekstil, diasumsikan akan terjadi distribusi beban
yang merata pada seluruh lebar geotekstil. Secara matematis beban yang diterima
jalan dengan perkuatan geotekstil dinyatakan sebagai berikut (Holtz dkk, 1998):

Ag x γ m +q x W
Pavg = ...........................................................................................
B
(2.9)

Keterangan:
Pavg : Beban maksimum pada kondisi dengan geotekstil (kN/m2)
Ag : Luas penampang melintang timbunan (m2)
γm : Berat isi tanah timbunan (kN/m3)
q : Beban merata (kN/m2)
W : Lebar atas/puncak timbunan (m)
B : Lebar dasar timbunan (m)

Dengan perkuatan geotekstil, maka faktor keamanan yang dihasilkan


secara matematis adalah sebagai berikut:

q ult
FKR = .............................................................................................................
P avg
(2.10)

Keterangan:
FKR : Faktor keamanan dengan perkuatan geotekstil
qult : Daya dukung ultimate (kN/m2)
Pavg : Beban maksimum pada kondisi dengan geotekstil (kN/m2)

Universitas Sriwijaya
19

2. Keruntuhan rotasional
Keruntuhan ini jarang terjadi dan disebabkan kekuatan tanah yang tidak
melampau beban yang berada di atasnya. Faktor keamanan untuk keruntuhan
rotasional secara matematis dinyatakan sebagai berikut (Holtz dkk, 1998):

MR
FKu = .....................................................................................................(2.11)
MD

Keterangan:
FKu : Faktor keamanan geser rotasional tanpa geotekstil
MR : Momen penahan (kN.m)
MD : Momen pendorong (kN.m)

Gambar 2.6 Analisis stabilitas geser rotasional tanpa perkuatan geotekstil (Holtz
dkk, 1998)

2.2.6 Kuat Geser Tanah


Kekuatan geser tanah merupakan perlawanan internal tanah tersebut
persatuan luas terhadap keruntuhan atau pergeseran sepanjang bidang geser dalam
tanah yang dimaksud (Braja, 1985). Dalam buku yang lain disebutkan bahwa
kekuatan geser tanah adalah kekuatan tanah untuk memikul beban-beban atau

Universitas Sriwijaya
20

gaya yang dapat menyebabkan kelongsoran,keruntuhan, gelincir dan pergeseran


tanah.
Faktor yang mempengaruhi kuat geser tanah (pengaruh lapangan) :
• Keadaan tanah : angka pori, ukuran dan bentuk butiran
• Jenis tanah : pasir, berpasir, lempung dsb
• Kadar air (terutama lempung)
• Jenis beban dan tingkatnya
• Kondisi Anisotropis
Faktor yang mempengaruhi kuat geser tanah (pada saat pengujian di laboraturium)
• Metode pengujian
• Gangguan terhadap contoh tanah
• Kadar air
• Tingkat regangan
Keruntuhan geser (Shear failure) tanah terjadi bukan disebabkan karena
hancurnya butir – butir tanah tersebut tetapi karena andanya gerak relative antara
butir – butir tanah tersebut. Kekuatan geser tanah dapat didefinisikan adalah untuk
mengukur kemampuan tanah menahan tekanan tanpa terjadi keruntuhan. Pada
peristiwa kelongsoran suatu lereng berarti telah terjadi pergeseran dalam butir –
butir tanah tersebut. Kekuatan geser yang dimiliki suatu tanah disebabkan oleh :
Pada tanah berbutir halus (kohesif) misalnya lempung kekuatan geser yang
dimiliki tanah disebabkan karena adanya kohesi atau lekatan antara butir – butir
tanah (c soil) (Afriani, 2014).
Pada tanah berbutir kasar (non kohesif), kekuatan geser disebabkan karena
adanya gesekan antara butir – butir tanah sehingga sering disebut sudut gesek
dalam (φsoil) (Afriani, 2014).
Pada tanah yang merupakan campuran antara tanah halus dan tanah kasar (c
dan φsoil), kekuatan geser disebabkan karena adanya lekatan (karena kohesi) dan
gesekan antara butir – butir tanah (karena φ) (Afriani, 2014).
Pada dasarnya kekuatan geser tanah dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Kohesi (C)
2. Sudut geser dalam/antar butir (Æ)
3. Tegangan longsor (Cu)

Universitas Sriwijaya
21

4. Sensitivity (St)
5. Compression Indeks (Cc)
6. Koefisien Konsolidasi (Cv)
Dalam aplikasinya, parameter kekuatan geser tanah dapat digunakan untuk
menghitung :
1. Daya dukung tanah dasar
2. Stabilitas lereng
3. Tegangan lateral
Hipotesa mengenai kekuatan geser tanah diajukan oleh Coulomb (1773),
sehingga disebut Hukum Coulomb. Tahun 1925 dirubah oleh Terzaghi dengan
memasukan unsure tegangan air dan dibuktikan oleh Hvorslev (1937), sehingga
persamaan yang sudah dirubah tersebut dikenal sebagai persamaan Coulomb-
Hvorslev (Terzaghi, 1987).

S = C + ω tan θ.............................................................................................. (2.12)

Dimana :
S = kekuatan geser tanah
C = kohesi tanah
Θ = sudut geser dalam
ω = tegangan normal pada bidang kritis

Akibat pengaruh tegangan air pori :

S = C’ + ω’ tan θ’............................................................................................(2.13)

Dimana :
C’ = kohesi tanah efektif
Θ’ = sudut geser dalam efektif
ω ‘ = tegangan normal efektif

Untuk mendapatkan nilai C dan dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara


percobaan, yaitu:

Universitas Sriwijaya
22

a. Percobaan geser langsung (Direct Shear Test)


b. Percobaan Triaxial (Triaxial Test)
c. Percobaan tekan bebas (Unconfined Compression Test)

Percobaan kekuatan geser dapat dibagi dalam tiga bagian (Made, 2014) :
1. Percobaan tertutup (Undrained Test)
Pada percobaan ini air tidak iijinkan mengalir keluar dari contoh tanah sama
sekali, baik pada tingkat pertama maupun kedua. Disini biasanya tegangan air
pori tidak diukur. Biasanya digunakan untuk tanah lempung (Made, 2014).
2. Percobaan tertutup dan di konsolidasikan (Consolidated Undrained Test)
Pada percobaan ini contoh tanah diberikan tegangan normal dengan air
diperbolehkan mengalir dari contoh. Tegangan normal bekerja sampai konsolidasi
selesai, yaitu sampai tidak ada lagi perubahan isi contoh. Kemudian contoh tanah
di tutup dan diberi tegangan geser secara tertutup (Undrained) (Made, 2014).
3. Percobaan terbuka (Drained Test)
Contoh tanah diberikan tegangan normal dan air di perbolehkan mengalir
sampai konsolidasi selesai. Kemudian diberikan tegangan geser dengan kondisi
semula.

Gambar 2.7 Percobaan Terbuka (Drained Test) (Made, 2014)

Universitas Sriwijaya
23

Percobaan triaxial merupakan metode yang paling umum dipakai di dalam


laboratorium-laboratorium mekanika tanah dibandingkan dengan dua percobaan
tersebut. Metode ini dapat menentukan kuat geser suatu material. Data kuat
geser dapat dipergunakan untuk mencari kekuatan timbunan tanah, membuat
perencanaan pembangunan dan pertanian Perencanaan untuk suatu timbunan
tanah dan lain – lain (Made, 2014).

2.2.7 Ground Pressure

Ground pressure merupakan besarnya gaya yang bekerja per satuan luas. Jika
tekanan dilambangkan dengan P, gaya tekan F, dan luas bidang tekan A, maka
hubungan antara tekanan, gaya dan luas permukaan adalah :

f
P= ............................................................................................................(2.14)
A

Keterangan:
P = tekanan (N/m2 = Pa)
F = gaya (N)
A = luas bidang tekan (m2)

Gambar 2.8 Ilustrasi Ground Pressure dan Daya Dukung (Popov, 2010)

Universitas Sriwijaya
24

Oleh karena dalam SI satuan gaya adalah N, dan satuan luas adalah m2, maka
satuan tekanan adalah N/m2. Satuan tekanan dalam SI adalah Pascal (disingkat
Pa). 1Pa = 1 N/m2. Ground pressure diukur dalam satuan pascal (Pa) dan dalam
unit EES dinyatakan dalam pound per squere inch (Psi). Ground pressure rata-rata
didapatkan dengan hitungan menggunakan rumus P=F/A atau daya sama dengan
gaya dibagi dengan luas penampang (Popov, 2010).
2.3 Timbunan dan Pembuatan Jalan Angkut
Jalan tambang berfungsi sebagai penghubung lokasi-lokasi penting, antara
lain lokasi tambang dengan area crushing plant, pengolahan bahan galian,
perkantoran, perumahan karyawan dan tempat-tempat lain di wilayah
penambangan.

2.3.1 Lebar Jalan Angkut


Lebar jalan angkut pada jalan lurus dengan lajur ganda atau lebih, menurut
The American Association of State Highway and Transportation Officials
(AASTHO) Manual Rural High Way Design 1973, harus ditambah dengan
setengah lebar alat angkut pada tepi kiri dan kanan (AASTHO, 1973).

Ga
mbar 2.9 Geometri Jalan Angkut (Suwandhi, 2004)

Universitas Sriwijaya
25

Secara umum desain dari cross section jalan angkut tambang dibagi menjadi
4 macam, yaitu sub-grade, sub-base, base dan surface. Sub-grade merupakan
material insitu yang digunakan sebagai pondasi tempat jalan angkut berada,
sedangkan sub-base, base dan surface merupakan material timbunan yang
digunakan untuk meningkatkan kualitas (Memperkuat) dari jalan angkut dan
berada diatas sub-grade. Konstruksi jalan tambang secara garis besar sama dengan
jalan angkut di kota. Perbedaan yang khas terletak pada permukaan jalannya (road
surface) yang jarang sekali dilapisi oleh aspal atau beton seperti pada jalan angkut
di kota, karena jalan tambang sering dilalui oleh peralatan mekanis yang memakai
crawler track, misalnya bulldozer, excavator, crawler rock drill (CRD), track
loader dan sebagainya (Sukirman, 1999).
Dari ketentuan tersebut dapat digunakan cara sederhana untuk menentukan
lebar jalan angkut minimum, yaitu menggunakan rule of thumb atau angka
perkiraan, dengan pengertian bahwa lebar alat angkut sama dengan lebar jalur.
Seandainya lebar jalan kendaraan dan jumlah lajur yang direncanakan masing –
masing adalah Wt dan n, maka lebar jalan angkut pada jalan lurus dapat
dirumuskan sebagai berikut (Suwandhi, 2004) :

1
Lmin = n x Wt + (n+1) ( x Wt)......................................................................(2.15)
2

Dimana :
Lmin = lebar jalan angkut minimum
N = jumlah jalur
Wt = lebar jalan angkut

2.3.2 Gradasi Jalan Angkut dan Stockpile (Grading)


Gradasi adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan terhadap
bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut mempunyai bentuk penampang
melintang cembung. Dibuat demikian dengan tujuan untuk mempelancar
penirisan. Apabila turun hujan atau sebab lain, maka air yang ada pada permukaan

Universitas Sriwijaya
26

jalan akan segera mengalir ketepi jalan angkut, tidak berhenti dan mengumpul
pada permukaan jalan. Hal ini penting karena air yang menggenang pada
permukaan jalan angkut akan membahayakan kendaraan yang lewat dan
mempercepat kerusakan jalan.
Angka dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal dan horisontal dengan
satuan mm/m. Jalan angkut yang baik memiliki Cross slope antara 1/50 sampai
1/25 atau 20 mm/m sampai 40 mm/m. Apabila telah diketahui persen tingginya
maka bisa dicari menggunakan rumus :

1
x panjangn jalan ( meter ) x persentinggi
Gradasi = 2 .................................. (2.16)
100 %

2.3.3 Geosintetik
Timbunan yang akan dilakukan untuk membuat timbunan stockpile akan
dilapisi oleh geotesintetik. Penggunaan geosintetik untuk timbunan pasir
dilakukan karena untuk menghindari masuknya air pasang Sungai Musi yang akan
masuk melalui celah – celah yang terbentuk. Geosintetik mencegah air masuk ke
dalam lapisan timbunan pasir.
Geosintetik merupakan istilah yang digunakan untuk produk berbentuk
lembaran yang terbuat dari polimer lentur, digunakan dengan tanah, batuan, atau
material organik lainnya, sebagai suatu kesatuan pekerjaan buatan manusia,
struktur maupun sistem (Departemen Pekerjaan Umum, 2009)

Universitas Sriwijaya
27

Gambar 2.10 Klasifikasi geosintetik (Departemen Pekerjaan Umum, 2009)


Pada dasarnya, geosintetik dibagi menjadi dua macam (Gambar 2.10),
yaitu tekstil dan jaring (Web). Berdasarkan bahan yang digunakan geosintetik
dibagi menjadi 2 macam, yaitu bahan sintetik dan bahan alami. Sebagian besar
geosintetik terbuat dari polimer sintetik seperti polipropilena (PP), polyester
(PET), atau polietilena (PE). Material polimer tersebut sangat tahan terhadap
degradasi biologis dan kimiawi. Bahan alami seperti serat kapas dan rami juga
dapat digunakan sebagai geotekstil, tetapi untuk penggunaan yang sifatnya
sementara hal ini dikarenakan bahan yang digunakan cepat mengalami degradasi.
Berdasarkan sifat permeabilitas (Kemampuan untuk meloloskan air)
geosintetik dibagi menjadi 2 macam yaitu kedap air dan lolos air. Geotekstil
merupakan jenis geosintetik yang lolos air yang terbuat dari bahan tekstil.
Sedangkan geomembran merupakan jenis geosintetik yang kedap air biasanya
digunakan sebagai penghalang zat cair. Untuk membuat jalan di medan atau

Universitas Sriwijaya
28

lokasi yang berpotensi banjir menggunakan geosintetik agar timbunan jalan tidak
mudah dimasuki air.
Pemasangan geosintetik mempunyai tujuan utama sebagai perkuatan, hal
ini dikarenakan geosintetik mempunyai nilai modulus tarik yang dimanfaatkan
untuk menahan tegangan atau deformasi pada struktur tanah. Selain itu fungsi dari
geosintetik adalah sebagai berikut:
1. Filtrasi
Bahan geosinteik digunakan untuk mengalirkan air ke dalam sistem drainase
dan mencegah terjadinya migrasi atau perpindahan partikel tanah melalui filter.
Contoh penggunaan geosintetik sebagai filtrasi (Penyaring) adalah pada sistem
drainase porous.
2. Drainase
Bahan geosintetik digunakan untuk mengalirkan air dari dalam tanah. Bahan
ini contohnya digunakan sebagai drainase di belakang abutmen atau dinding
penahan tanah.
3. Separator
Bahan geosintetik digunakan antara dua material tanah yang tidak sejenis
untuk mencegah terjadinya pencampuran material. Sebagai contoh, bahan ini
digunakan untuk mencegah bercampurnya lapis pondasi jalan dengan tanah dasar
(Sub grade) yang lunak sehingga integritas dan tebal rencana struktur jalan dapat
dipertahankan.
4. Penghalang
Bahan geosintetik digunakan untuk mencegah perpindahan zat cair atau
gas. Fungsi geosintetik ini adalah geomembran untuk menjaga fluktuasi kadar air
pada tanah ekspansif atau digunakan pada penampungan sampah.
5. Proteksi
Geosintetik digunakan sebagai lapisan yang mampu memperkecil
tegangan lokal sehingga mampu mencegah atau mengurangi kerusakan pada
permukaan atau lapisan tersebut. Sebagai contoh, geotekstil digunakan untuk
mencegah terjadinya erosi tanah akibat hujan dan aliran air. Contoh lainnya,
geotekstil digunakan untuk mencegah tertusuknya geomembran oleh tanah atau
disekelilingnya pada saat pemasangan.

Universitas Sriwijaya
29

Geotekstil merupakan bahan tekstil yang mampu meloloskan air dipasang


bersama pondasi, tanah, atau batuan atau material organik lainnya sebagai suatu
kesatuan dari sistem struktur, atau suatu produk buatan manusia (Dinas Pekerjaan
Umum, 2009). Dalam porses pembuatannya, elemen tekstil seperti serat-serat atau
beberapa untaian serat (Yarn) dikombinasikan menjadi struktur tekstil lembaran.
Elemen tersebut dapat berupa filamen (Serat menerus) berbentuk benang polimer
tipis dan panjang atau serabut serat (Staple fiber) berbentuk filamen pendek
dengan panjang antara 20-150 mm. Elemen tekstil tersebut juga dapat dibuat
dengan memotong suatu lembaran plastik untuk membentuk pita tipis datar. Pada
filamen dan potongan (Slit film), proses pengeluaran atau penarikan akan
memanjangkan polimer dalam arah penarikan sehingga meningkatkan kekuatan
filamen.
Berdasarkan jenisnya, geotekstil kemudian dibagi berdasarkan metode
yang digunakan untuk mengkombinasikan filamen atau pita menjadi stuktur
lembaran. Jenis geotekstil tersebut adalah teranyam (Woven) dan tak teranyam
(Non woven). Geotekstil woven terbuat dari monofilamen, multifilamen,
fibrillated yarns atau dari potongan film dan pita. Proses pembuatan geotekstil
woven sama dengan pembuatan tekstil biasa. Geotekstil non woven dibuat dengan
teknologi canggih dimana serat polimer atau filamen didesak keluar dan dipuntir
secara menerus, ditiup atau ditempatkan pada suatu sabuk berjalan. Kemudian
massa filamen atau serat terebut disatukan dengan proses mekanis dengan tusukan
jarum-jarum kecul atau disatukan dengan panas dimana serat tersebut “dilas”
dengan panas dan/atau tekanan pada titik kontak serat dengan massa tekstil tak
teranyam.
Menurut Dinas Pekerjaan Umum (2009) tanah lunak adalah tanah
lempung atau gambut dengan kaut geser kurang dari 25 kN/m2, jika menggunakan
korelasi dari AASHTO M288-06 (CBR=30 kN/m 2), maka nilai kuat geser ini
setara dengan nilai CBR lapangan kurang dari 1. Oleh karena itu diperlukannya
penambanahan geosintetik agar timbunan tidak mudah atau tidak terjadi
keruntuhan yang diakibatkan karena bergesernya tanah. Timbunan yang dibangun
diatas tanah lunak memiliki kecenderungan untuk menyebar secara lateral akibat
tekanan tanah horizontal yang bekerja di dalam timbunan. Tekanan tanah ini

Universitas Sriwijaya
30

menimbulkan tegangan horizontal pada dasar timbunan yang harus di tahan oleh
tanah pondasi (Sub grade). Apabila tanah pondasi tidak memiliki tahanan geser
yang cukup, maka akan terjadi kerunturan.
Pemasangan geotekstil berkekuatan tinggi yang direncanakan dengan tepat
akan berfungsi sebagai perkuatan untuk meningkatkan stabilitas serta mencegah
keruntuhan. Geotekstil juga akan mengurangi pergeseran horizontal dan vertikal
tanah dibawahnya, sehingga dapat mengurangi penurunan diferensial.

Gambar 2.11 Geotekstil woven (Rao, 2013)

Universitas Sriwijaya
31

Gambar 2.12 Geotekstil non woven (Rao, 2013)

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai