Anda di halaman 1dari 179

MR USEp R A N AW I D J A J A

S WA PRADJ A

Sekarang dan
a
dihari kemudim

• * * U I

Vp
ENERB-CT d j a m b a T a n
(j* [ l-fl)
b
S W A P R A D JA

Rp 22,50
MR USEP RANAWIDJAJA

S W A P R A D J A

Sekarang dan
dihari kemudian

PENERBIT DJAMBATAN
Copyright by D jam batan
D jakarta 1955

PA K .SA S'^'A

'"M ai..- 1 L - 9 ,'S .i

............. ]
SENO N.v
IS I

BAB I. PENDAHULUAN ..........................................................

§ 1. Secljarah swapradja ....................................................


M asa V.O .C. - m asa acte van investituur - masa
Djepang berkuasa - zaman R .I. 1945 - zaman
R.I.S. - masa U ndang-undang Dasar Sementara.
§ 2. Pangkal haluan kita ...........................................••••
Dem okrasi - penglaksanaan azas demokrasi -
sw apradja dan demokrasi.

BAB II. KEADAAN SEKARANG ......................................................

§ 1. Peraturan-peraturan jang berlaku bagi swapradja 22


A rti U.D.S. 132 - peraturan-peraturan jang di-
m aksud oleh U.D.S. 133 - p e n d a p a t Logemann
jang berhubungan dengan I.S. 21 ajat 2 - e-
tentuan-ketentuan sesudah 17 Agustus 19 -
dasar hukum P.P. 33, 34 - 1952 dan P. .
1953.
§ 2. Keadaan dan kedudukan swapradja pada umum - ^
nja ............................................................. .
D jum lah sw apradja jang ada pada waktu m i -
kedudukan hukum dari swapradja diberbag
daerah - sekali lagi mengenai I.S. 21 aja
perbedaan antara kaula negara dan kau a swa
pradja - keterangan Logem ann - hubungan swa
pradja dengan daerah otonom lainnja - ke uasa
an residen jang berhubungan dengan swapra ja
kehendak rakjat mengenai swapradja - swapra­
dja dalam kedudukan, sifat dan bentuk sekarang
tidak dapat dipertahankan.
vn

A
§ 3. Susiman pemerintahan swapradja .....................
Tiga pola susunan pemerintahan swapradja -
pradja - susunan pemerintahan swapradja Bima
Makasar - alam fikiran masjarakat daerah swa­
pradja - arti pendemokrasian pemerintahan swa­
pradja - susunan pemerintahan swapradja B im a/
(pola Bugis/Makasar) - dasar hukum bagi pen­
demokrasian pemerintahan swapradja.

BAB m. KEMUNGKINAN-KEMUNGKINAN DIHARI KEMUDIAN 93

§1. Kemungkinan pertam a.................................................. 93


Mempertahankan swapradja dengan kedudukan
jang sekarang tetapi dengan perubahan bentuk
dan susunan pemerintahannja - pendapat kita.
§ 2 . Kemungkinan kedita ............................................ 95
Menetapkan swapradja sebagai daerah istimewa
menurut undang-undang pokok pemerintahan
daerah - tafsiran U.D.S. 132 - hanja ada dua
pilihan: menghapuskan swapradja atau mem-
bentuknja mendjadi daerah istimewa - akibat-
akibat penetapan swapradja mendjadi daerah
istimewa.
§ 3. Kemungkinan ketiga ........................................... 111
Menghapuskan swapradja - dua tjara menurut
U.D.S. 132 ajat 2 - arti „kehendak daerah swa­
pradja” - arti „kepentingan umum” - tjara peng-
hapusan atass dasar kepentingan umum - pe-
nutup.

LAMPIRAN

1. Zelfbestuursregelen 1938 (keputusan G.G. 14


September 1938): S. 1938-529............................ 115
2. Ordonansi 13 Pebruari 1946 (S. 1946-17).......... 138

vm
14 P e b ru a li 1946 1
143
S ep“ .. * Xpril 1946 3
146
U n d a n g -M d a n g N e g a ra In d o n e s ia ’ T im u r ig " 19
1949 « W » g pem ben.ukan 8 K „ .
la t-k o n n sa ria t N e g a ra (S .I.T . 1 9 5 0 -5 )
149
J 'e r a tu r a n P re sid e n In d o n esia T im u r t g ' 13
D e s e m b e r 1949 N o 1 2 / P rv / 4 9 (S .I.T . 1 9 5 0 -6 ). 153
7.
P u tu saii H o g e V erteg en w o o rd ig er van de
o n tg. 5 M ei 1949 N o 21 (S 1 9 4 9 -1 1 5 )
8. 156

K e p u tu s a n P re sid e n In d o n e sia T im u r tg. 1 p e l
r u a r i 1 9 5 0 N o 2 8 / P r B / 5 0 (S .I.T . 1 950-22). 159
daftar s in g k a t a n
162
bahan b a t ja a n
163

IX
diselidiki a P r Cf i agai f aSal3h hukum Jang belu™ pem ah
h u k u m sebaaian r f S h M n oI®h . pa.ra sardi ^ a . K eruw etan tata-
dalam w a k t.f 1 n ! T babkan oleh tjepatnja pertum buhan hukum
oleh tindakan ? teraCh' r dan sebaSian lagi disebabkan
tid a k m en ^ r f penguasa diluar batas haknja dengan
k a re n a D" nPerdullkan keha™ san ad anja kepastian hukum , atau
h a k n t s e n T a^ ,tU b en ar' benar tidak ™ n g etah u i batas-batas
dalam m e n ^ H tUl’S3n ini dapat m enolong m ereka
p a u t , m enghadaPI berbagai m asalah hukum jang bersan g k u t
p a u t dengan sw apradja. 0
k e t l ^ n r , ini nlen iu at Penjelidikan hukum dalam satu segi dari
T ' ? “ ? eh karCna itU Untuk seba 8 ian fulisan
jan g h e r “ ? f kCpada P3ra S3rdjana d an ^ sardjana
la n d iu t ten ? ni k dlketahui atau untuk dipcriksa lebih
(politicnl -an5 k f n a ra n n ja - K epada sardjana kenegaraan
ani h , L KC } tUhSan iDi m em berikan m asalah kenegaraan
L n a!™ ! ngan dengan tjita-tjita dem okrasi dan jan* m eminta
u p a san se rta penjelidikan lebih landjut.
DerlnbHfa i, ^ m piran dim uat beberapa peratu ran terpenting jang
DenPert Pe cJ3u sf n d in oleh Para Pem batja untuk m em udahkan
m n H -i Sebagian b esar dari p eraturan-peraturan ini tidak
h S m endaPatkannja, sehingga oleh karena itu ada
oaiknja d jik a dilam pirkan disini.
D em ikian, m udah-m udahan tulisan ini berm anfaat bagi go-
ongan-golongan terseb u t diatas chususnja d a n bagi m asjarakat
In d o n esia p a d a um um nja.
Penulis

VI
k a t a p e n d a h u l u a n

Dengan tulisan ini sain >


jang berhubungan dengan sJatoradTa? ^ 311 S£gala s« u a tu
ndonesia dewasa ini setjara mudah da m nCgara RePublik

~ ~ ‘^ a h l T ™ db wik“"
Kenjataan adania sw 3taS dasar fahamnf™ Ja untul:: dire-
kita * * P i s e £ : t a ardja
sana dan tienat « “■ s mendanat sedJarah ians
U" « u S ? " 4 * 'ito -fc S Saian ians bidjafcf

ini ““‘" t k e p S S r kem" ^ " ° X « m e ® 8 b e rl“” P ^ S

*& m aa

Pertu m b u h a n n ja f j f 1? “ * • » & * * » * >

W g r a a h t s e b Sampai '*k^ Z f ka Pam^ -T em u edi^ h


UntukkeperJuan ,Ped° man atau t X ^ buku janfi d ]3ng
B A B I

P E N D A H U L U A N

§ 1. SEDJARAH SWAPRADJA

D alam bab pertam a ini perlu dibitjarakan selajang pandang


sedjarah pertum buhan swapradja sebagai kesatuan kenegaraan
jang kita kenal sedjak didirikannja organisasi pendjadjahan oleh
bangsa Belanda di Indonesia. Hal ini kita pandang pejlu untuk
dapat memberi gam baran jang terang tentang arti dan kedudukan
swapradja dalam negara R.I. sekarang. L atar belakang sedjarah
sw apradja perlu kita ketahui untuk dapat mengerti sebab-sebab-
nja terdapat institut swapradja dalam ketatanegaraan Hindia
Belanda, sampai dim ana dapat dipertahankannja bangunan ltu
dalam negara kita sekarang dan dihari kemudian, serta alasan-
alasan apakah jang akan dipakai djika kita hendak memper
tahankannja dalam organisasi negara R .I. Sedjarah itu kita perlu-
k a n untuk mengetahui duduknja perkara jang sebenarnja.
Disamping itu perlu djuga dibitjarakan pangkal haluan kita
dalam menindjau m asalah sw apradja agar supaja tidak terdapat
sal ah faham diantara para pem batja jang mungkin memperguna-
kan ukuran-ukuran serta pokok-pokok fikiran lain dalam meng-
hadapi masalah swapradja dinegara kita. Segala sesuatu untuk
m enjingkat waktu akan diuraikan setjara singkat dan sederhana.
Ketika V.O.C. m endjalankan perdagangan di Indonesia, ai-
buatlah beberapa perdjandjian dengan radja-radja jang lsmja
diantaranja supaja para radja. m em beri perlindungan pada per-
kum pulan dagang itu. Perdjandjian sematjam ini dapat ki a
nam akan perdjandjian intem asional antara sesuatu negara (jang
diwakili oleh radja) dengan satu perserikatan dagang. ,Disim
m asih terlihat bahw a V.O.C. m erupakan fihak jang le i
dari pada keradjaan jang m endjadi fihak lain dalam per jan jia .
Kem udian tim bul satu masa dim ana perdjandjian * a u ^ a
d asar persam aan fihak. Dengan m akin kuatnja kedu u an

1
v n nr ° T i a m3ka keadaan mendjadi berbalik, ialah bahwa
V.O.C. dalam tiap perdjandjian merupakan fihak jang lebih

sebagai leenman dan diberi kekuasaan turun temurun untuk


mengatur dan mendjalankan pemerintahan dalam keradiaannia

pemerintahan setjara intensif sehin<™a m em nnctini


tangan sedjauh-djauhnja dari P e m ^ i n c h T ^ ^ J:™ PUI'
keradjaan-keradjaan itu D in * Belanda terhadap
itu didjamin dengan satu perdjandiia^D oT frH 'Sedjauh‘diauhnja
^ gaM J nan ( o p S t r iH '
Belanda. Dismi para radia menimVnn ri; 1 . m enntah Hm dia
dapat dipaksa oleh fihak Belanda Jan® sewaktu-waktu
kekuasaan tertentu pada B d S S * kekua*aan-
dapat melihat persesuaian faham ’a n t™ ,tU kita tidak
Hindia Belanda sebagai
djian kedua belah fihak hamc , perdjan-
perdjandjian itu. Dalam pcrdiarKliiim"'"] kedudukaM ia oleh
mempunjai hak untuk merobah rn L h j SaU' flhak tidalc
fihak Iain untuk mengadu a « u ° n L h T ” hafc Pad“
jang; terdapat dalam perdjandjian t e w M D T , “a" ' keteWUan
tidak terdapat suatu paksaan dari x , PerdJandjian
untuk menerima sesuatu ketentuan. Berh. H , f ada fi.h ak lain
Vn menamakannja sebagai acte un8 dengan ini m aka
satu akte dimana radja denean • lnvestituur”, jaitu
dalam djabatannja sebagai kepate ™ ^ i ertentu ditetapkan
didjadikan alat negara Angaanan J m enntahan swapradja dan
dalam sedjarah dari politik°jang S T o T e ^ T ™ 118 tem jata
swapradja, walaupun para penulis c 3nda terhadap
rnann dan lain-lain L m p C j a ! L° ^
kontrak politik itu sebagai a tu ra n -a tu ln Kita mel*hat
Pemerintah Hindia Belanda supaja d ite r i^ a n ^ h ^ 11 ° leb
tidak lebih dan itu. Kita tidak m em perbedat Pam swaPradK
pandjang dan kontrak pendel, sebab kedua d u a V ” ' " ! k° ntralt
n,a sama, jaiu, sebagai sah, ke.etapan dar[ S r i S h Hindia'
Belanda jang harus diterima oleh swapradja jang bersangkutan.
Dalam ketetapan dari Pem erintah Hindia Belanda jang umum-
nja disebut kontrak itu, swapradja diberi hak untuk mengurus
rum ah tangganja sendiri (otonomi) disamping tugas untuk ke-
pentingan Pem erintah H india Belanda. Oleh karena dalam kon­
trak politik itu tidak diatur segala ketentuan ketatanegaraan
dari swapradja, m aka hukum adat ketatanegaraan berlaku terus
disem ua swapradja. Berhubung dengan itu m aka statut tiap-tiap
swapradja m elip u ti: .
a. apa jang dinam akan kontrak politik dengan Pemerinta
H india Belanda beserta ketentuan-ketentuan lainnja jang
ditetapkan oleh Pem erintah B e la n d a ;
b. hukum adat ketatanegaraan dari swapradja itu sendiri dan
hukum te rtu lisn ja ;
c. ketentuan-ketentuan umum jang terdapat dalam hukum an-
tara negara (volkenrecht) seperti larangan untuk melakukan
pem badjakan dilaut bebas, dll. Dengan masuknja men­
djadi bagian dari H india Belanda — dan dengan itu men­
djadi bagian pula dari K eradjaan Belanda — maka swapradja
dengan sendirinja m asuk dalam m asjarakat hukum interna
sional jang sudah lam a ada dan sebagian besar terdiri atas
negara-negara Barat. B erhubung dengan itu m aka dengan
sendirinja segala keharusan-keharusan umum jang terdapat
dalam hukum antara negara m endjadi berlaku pula bagi
swapradja. Jang tidak berlaku dengan langsung dan dengan
sendirinja ialah ketentuan-ketentuan jang tim bul dari ber-
bagai perdjandjian intem asional, sebab ini berlakunja melalui ,
perundang-undangan negeri Belanda atau H india Belanda.
Lihat djuga tentang hal ini bukunja L o g em a n n : H et Staats-
recht van Nederlands Indie, halam an 118 angka 15.
M engenai pem bagian kekuasaan (tugas) antara Pemerint
H india Belanda dan sw apradja kita harus m em perbedakan antara
pem bagian tugas m enurut m atjam nja (zakelijk) dan pembagian
m enurut tingkatan (hierarchiek). Pem bagian tugas m enurut ma-
tjam nja ditentukan oleh G ubernur D jenderal (G.G.) sebagai
b e rik u t:

3
1. m engenai kaula negara (Iandsonderhorigen) : ditentukan se-
tja ra satu-persatu (limitatif) tugas pem erintahan dari sw a­
p ra d ja terh ad ap kaula negara. K etentuan ini terd ap at dalam
Z .R . 7 ajat 3, dan M .C. 7 ajat 3, tetapi penetapan sernatjam
itu belum pernah ada ;
2 . m engenai kaula sw apradja (landschapsonderhorigen) : d i­
tentukan satu-persatu (limitatif) tugas-tugas pem erintahan
apa jang dilakukan oleh alat-alat Pem erintah H india B e la n d a
terhadap kaula sw apradja. L i h a t : Z .R . 7 ajat 4, dan 9 ajat 3,
M .C . 7 ajat 4, dan 9 ajat 2 dan 3. Pem bagian tugas se­
m atjam ini dapat djuga dim asukkan dalam k o ntrak politik
pandjang.
Pem bagian tugas m enurut tingkatan ialah berhubung dengan
kedudukan sw apradja sebagai bagian dari H india B elanda. Ja n g
dapat m engadakan perdjandjian-perdjandjian intem asional ialah
hanja H india Belanda, sw apradja tidak ada jang diperbolehkan
m engadakan hubungan intem asional. B erhubung dengan itu
segala sesuatu jang tim bul dari perhubungan intem asional (h u ­
kum intem asional) m endjadi urusan Pem erintah H india B elanda
ketjuali djika penglaksanaannja diserahkan kepada sw apradja.
H al ini dapat pengaturan dalam Z.R . 9 ajat 1 dan M .C . 9
ajat 1 , dan dapat djuga dilihat ketentuan I.S. 91.
A pakah jang m endjadi alasan bagi B elanda u n tu k tetap
m em pertahankan adanja swapradja, sedang sesudah k u ituur-
stelsel dikandung m aksud untuk m endjalankan pem erintahan
setjara m tensif ? Beberapa sebab dapat kita kem ukakan, jaitu :
f*elanda tidak tjukup m em punjai alat-alat untuk m endjalan­
kan pem erintahan langsung diseluruh Indonesia, baik alat-
alat berupa tenaga m anusia m aupun berupa uang.
• Belanda tidak m em punjai m aksud untuk m enim bulkan ke-
m akm uran bagi rakjat Indonesia w alaupun m enurut beberapa
Penulis dengan ditinggalkannja kultuurstelsel, B elanda m e-
iangkah dari politik negara fiskal kepolitik negara kem ak-
m uran. K em akm uran jang hendak ditjapai sem ata-m ata untuk
kepentingan B elanda sadja.
3. Belanda beranggapan seperti Inggeris, Perantjis dan lain-lain

4
[<

pendjadjah bahw a rak ja t lebih m udah dikendalikan, dipe-


rin ta h dan didjadjah oleh kepala-kepalanja sendiri, jaitu
d alam hal ini oleh p a ra radja. R ad ja-rad ja dengan pem e-
rin tah an n ja adalah alat jang utam a u n tu k dapat m enguasai
rak ja t Indonesia.
4 - R a d ja -rad ja dipandang oleh B elanda sebagai pribadi politik
jang perlu d ipertahankan untuk m em beri kepuasan pada
ra k ja t supaja m erasa tidak didjadjah oleh B elanda, R adja-
ra d ja dianggap m em punjai b an jak pengaruh sehingga djika
diam bil kekuasaan seluruhnja m ereka akan m em im pin per-
law anan rak ja t terh ad ap kekuasaan B elanda.
H a n ja alasan-alasan inilah jang ad a p a d a B elanda untuk m em -
P e rta h a n k an sw apradja. D jika kita p a d a w aktu ini m asih hendak
^ e m p e rta h a n k a n sw apradja, m aka tid ak ada satupun dari alasan-
alasan diatas d ap at dipergunakan. D an hal ini baik kita bitjara-
k a n nanti. . .
A p ak ah p a d a zam an B elanda p a ra sw apradja itu m em punjai
arti, kedudukan dan tingkatan kem adjuan jang sam a. Setjara
^ u d a h k ita m endjaw abnja dengan perk ataan tidak. M elihat ke-
P a d a sifatnja serta tja ra terb en tu k n ja d ap at k ita m em perbedakan
a n ta ra b eberapa m atjam jaitu seperti m enurut W . V erbeek U
sebagai b e r ik u t:
«• sw apradja jang sedjak dahulu m erupakan keradjaan jang
b erd au lat berdiri sendiri ketika didjum pai oleh B elanda ;
b. sw apradja jang terdjadinja karen a m elepaskan diri dari ke­
kuasaan sesuatu k eradjaan dan m enjatakan dirinja sebagai
keradjaan jang b e r d a u la t;
c. suku bangsa jang tid ak m em punjai ra d ja atau kepala sendiri
tetapi oleh B elanda didjadikan satu sw apradja dengan alat-
alat pem erintahan sendiri. Sebagai tjontoh dikem ukakan
kead aan di T im or, dim ana jang m endjadi kepala sw apradja
tad in ja berasal dari w akil p a ra pem ilik tanah. D juga dapat
dikem ukakan sebagai tjontoh sw apradja-sw apradja didaerah-
daerah G ajo, K aro dan T o rad ja jang didirikan oleh Pem e­
rintah H in d ia B elanda dengan djalan m enggabungkan b e­
b erap a persekutuan rak ja t m endjadi satu u n tu k ditetapkan

5
,ei
c, itu adalah jang paling bawah d erad jain il K e p i t " T f "
swapradja matjam itu merasa dirinh i^P kepa!a d an
keinsjafan itu kurang terdapat m L sebaSai radja, atau
menganggap dirinja hanja seba J i nP„ mei;eka- M ereka sering
Belanda. Demikian pula daoat S t ? - Pem erintah H india
sebagai swapradja jang d e ra d fa tn ia V " J ntang matJam b, jaitu
■etapi Iebih ting'i L i Pa ? a * Z £ ™ % *■ »"■ » ™ tja m a.
harus kita perhatikan djuga dalam m -' P ,bedaan m atjam ini
waktu ini, tentu dengan mengingat perkemhan Penjelesaian Pada
duma ke-II. Melihat pada k e d u E n gan sesudah Perang
- k a kita harus - n u r u t hukum?

Swapradja dengan kontJak nand ? ° rte f a r i n g ) .


tmggi kedudukannja dari pada dianggap Iebih
pendek. Swapradja dengan k o t a k n^ 3 ^
dukan menurut penetapan te r s e n d i/ H ^ memPuni ai kedu-
pradja dimana ditentukan djuga b a L ? masin 2 -masing swa-
Pemermtah Hindia Belanda dan pp S kekuasaan antara
Dalam kontrak pandjang itu ditetankan™6^ 311 SwaPradJ‘a itu.
kekuasaan apa jang ada pada p emPr ° Sf persatu kekuasaan-
hubung dengan swapradja itu s e d ^ n ^ ° dia BeIanda bsr-
hanja terdapat satu pem jataan dari s w L tf rf ”1 Perniataan Pendek
kekuasaan Belanda diatas kekuasaan ’ ahwa ia mengakui
mengadakan hubungan d e n S ^ , ? ? ^ dan tidak akan
menaati segala peraturan jang kem udian^?! S6rta berdJandji akan
Dalam anggapan Belanda m L a n c c dltetaPkan oleh Belanda
pendek itu adalah swapradia ian WaPradJa dengan pernjataan
lagi dan oleh karena itu tidak n , ? ^ tidak S a
watou dapat diperlat„l a „ “ l>ingga se w a t, i .
D iuca perbedaan m enurut kedudukan hukum ini perlu kita
perhatikan untuk didjadikan bahan dalam penjelesaian soal
swapradja itu, dengan tidak m elupakan perkembangan-perkem-

baS k i a n CseIjara singkat gam baran tentang keadaan ™ p r a d ja


sebelum perang dunia ke-II. K etika Djepang menguasa,
an Indonesia pada um um nja keadaan itu tidak dirobah, malah
sesuatu usul untuk penghapusan swapradja ditolak. P ^ k etju alu
terdapat tfidaerah-daerah A tjeh dan Sum atera Tengall\ sek ,n ^
Pada w aktu tentara Djepang m enduduki daerah A je
Sumatera Tengah ham pir sem ua radja didjadikan guntyo a au
sontyo, atau kutyo, demikian pula para pegawai swapra ja
mendjadi pegawai negeri. Djuga leas swapradja T 1 s
hincga dengan demikian dalam kenjataannja sudah tidaK aa
lag f swapradja. B erhubung dengan adanja usul d^n f ebera^
pem uka swapradja, D jepang berm aksud mengembalikan iu •.
swapradja jang ada di Atjeh itu, tetapi sebelum maksud mi |
terlaksana wakil-wakil rakjat dengan keras menolak. O l e h Karena
itu sw apradja tidak djadi dikembalikan. Swapradja didaeran
Sum atera Tim ur sem ua berdjalan seperti biasa.
U ntuk m endapat gam baran sedikit tentang keadaan pa a
zam an Djepang baik kita selidiki ketatanegaraan Djawa/Madura
tahun 1942-1945 jang lebih kita ketahui dari pada dipulau-puiau
lain dan pada pokoknja tidak berbeda.
P ada tanggal 7 M aret 1942 balatentara D jepang mengeluar-
kan Undang-undang N o 1 jang berisi bahw a segala ketentuan
ketatanegaraan jang tidak bertentangan dengan pemerinta mi
liter tetap berlaku. Berhubung dengan undang-undang ini ma
keam pat swapradja di Djawa tetap berdiri dan m en j a n 'a n
pem erintahan seperti biasa. 97
P ada bulan Agustus 1942 dikeluarkan U ndang-undang o
m engenai perobahan tatapem erintahan daerah jang
D jaw a/M adura atas syu, ken, gun, dan son, dan mulai er a u
pada tanggal 8 Agustus 1942. Undang-undang ini mengetjua an
daerah-daerah swapradja, sebab daerah-daerah ini harus men
dapat pengaturan tersendiri dan m em punjai kedudukan istiraewa.

7
U m uk keperluan ,tti „ f a kepala swapradja dinobatkan sebagai
koo dengan maksud memntuskan perhubungannja dengan K e­
radjaan Belanda dan supaja bersumpah setia pada Djepang Ini
d,susu dengan pengangkatan pembesar urusan umum (Pepatm
Dalam) dan pengeluaran Osamu Seirei N o 15 tentanc pen-aw asan
daerah istimewa. Kedudukan koo pada waktu itu adrtah s e b S
anggauta keluarga dari Radja Djepang. sebagai
Djad! terang bahwa pada umumnja mendjadi politik Dienane
untuk mempertahankan kedudukan swapradia den „ „ J P g
jang sama seperti Belanda. Keadaan ian« mlja..dengan m aksud
adalah berhubung dengan a d a ^ a g l r Z n k a Z " ! * * * *
sedjak dahulu menentang swapradia denotn ulam a jang
nja. Penghapusan status swanradia ulebaIang-ulebalang-
ulebalang sebagai pegawai negeri d ia n S n ” ceb^ 3^ 311 ****
untuk menimbulkan kompromi antara S L S3tU usaha
Pusa. W alaupun golongan Pusa tid a l 8 lo" gan swaPradja dan
kannja para ulebalang sebagai k e p a la ^ p ^ dipertahan'
beranggapan bahwa oleh karena p ara Jf™ e” ntahan» Djepang
punjai pengalaman dalam lapanean SUdah m em "
djuga mempunjai pengaruh terhadan m^nntahan dan masih
mereka masih dapat dipergunakan S r f ®3" rakjat’ m aka
di Atjeh berupa penghapusan swapradia d penm bangan Djepang
ulebalang sebagai guntyo atau sontvo d ? Pe" gangkatan p ara
njumpahan Teungku M uhamad Daud ’R d arabah dengan pe-
H usin al M udjahid n.asing-masL seb t ! i lT Cll dan TeunSku
Pemuda Pusa, bahwa mereka tid°ak at™ • S“ d “” ketua
politik dan pemerintahan lagi mentjam puri soal-soal

N egara Republik
a - Pe« l t t a n pasal 2 m em uat ketemu “ “ V 3" 8 dalam
negara dan peraturan jang ada macih i sega,a badan
belum diadakan jang bam l£mgsung berlaku selama
Ketentuan ini disusul dengan P P N n 9 * u
bunjinja dengan ditambah kata-kata asal S- ja ° 8 sama
tangan dengan Undang-undang D a a r ’S r f ^ t,dak bertea-
ad a p asa l 18 dari U n d a n g -u n d M o D a ^ ^ a n ^ DiS3mping * u
b UaSar Jang m enentukan bahwa
r-

pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan ketjil, de­


ngan bentuk susunan pem erintahannja ditetapkan dengan un-
dang-undang, dengan m em andang dan mengingat dasar permu-
sjavvaratan dalam sistim pem erintahan negara, dan hak-hak
asal-usul dalam daerah-daerah jang bersifat istimewa. Berhubung
dengan ini semua, m aka pada zaman R .I. segala peraturan
tentang swapradja tetap berlaku.
Dengan dikeluarkannja Undqng-undang No 22 tahun 1948
tentang pem erintahan daerah timbul kemungkinan untuk mcn-
djadikan sesuatu swapradja sebagai daerah istimewa. Jang di­
djadikan daerah istimewa atas dasar Undang-undang No 22
tahun 1948 baru ada 4 buah jaitu D aerah Istimewa Jogjakarta
jang dibentuk dengan Undang-undang R.I. (sebagai negara
bagian) N o 3 tahun 1950, dan D aerah-daerah Istimewa Kutai,
erau, Bulongan jang dibentuk dengan Undang-undang D arurat
No o tahun 1953. Jang tidak didjadikan daerah istimewa tetap
mem punjai kedudukan sebagai swapradja. M endjadi pertanjaan
ismi apakah pem bentukan D aerah Istimewa Jogjakarta itu sah
berhubung dengan adanja Konstitusi R.I.S. pasal 65 jang me-
nentukan bahwa pengaturan kedudukan swapradja dilakukan
engan kontrak antara daerah bagian dan swapradja jane; ber-
sangkutan. M enurut kita U ndang-undang Pem bentukan D aerah
ogjakarta harus diartikan sebagai landjutan dari satu persesuaian
kehendak antara R .I. dan swapradja-sw apradja Jogjakarta dan
akualam an sehingga m empunjai arti jang sam a dengan kontrak.
ten karena itu U ndang-undang Pem bentukan D aerah Istimewa
°AH tidak bcrtentangan dengan Konstitusi R.I.S.
a oranS iang beranggapan bahwa dengan diberikannja
s a us daerah istimewa kepada sesuatu daerah, m aka daerah itu
asdi m em punjai status swapadja. A lasannja ialah oleh karena
S' a a uruSan' u rusan jang tidak diatur oleh Undang-undang
m bentukan. Pendapat sematjam ini tidak benar. A dalah m ak-
npntri I-” U ndanS-undang N o 22 tahun 1948 untuk memberi
D ie? h f ^ an Pada U ndanS"undang D asar 18, jaitu membagi
hak-h v n atas daerah-daerah dengan mengingat pula
a asal-usul dalam daerah-daerah jang bersifat istimewa.

9
D aerah jang bersifat istimewa dan mempunjai hak asal-usul
adalah daerah-daerah jang mempunjai sistim pem erintahan dan
otonomi jang asli, artinja tidak diberikan oleh Belanda Ter-
m asuk daerah-daerah sematjam ini adalah swapradja dan per-
sekutuan adat (desa, huta, raarga, ori, dan lain-lain). D aerah-
daerah ini dapat didjadikan (ditetapkan) sebagai daerah istimewa.
Kalau sudah didjadikan daerah istimewa m enurut pasal 1 ajat 2

° 2,2 s r 1948 maka


uurusan
r u s a Vjang
i M tidak
a t T kd.atur
Tt J, & AdapUn menSenai urusan-
dalam Undang-undang Pem bentukan-
nja jang memberikan kekuasaan setjara limitaW me-
merlukan pengaturan lebih landjut, atau dapat rlHrtii- ^
s e n d i n g djatuh ke,a„ga„ P J r t a a T p u t f ^

daPi r d a l a m e UndMgSu S g U Nao 2*2 aSf ' usul” seperti ter'


pendapat kita hanja mengenai daerah < m e™™t
dalam Undang-undang Dasar p a s a l 1 8Vapradja’ tldak sePert!
persekutuan adat. Hal ini terniatn d i - J,ang JUga meI,Putl
N o 22 tahun 1948 ian« mL. . ^ pasal 18 U ndang-undang
istimewa diangkat oleh p resid e /H ^ bahwa !cePala daerah
berkuasa. Kekuasaan turunari dala* urunan keIuarSa ianS
terdapat didaerah-daerah swapradi-, sebenarnJa hanJa
sekutuan adat. swaPradja, tidak terdapat didalam per-
Sebagian orang beran^anan
didjadikan daerah istimewa densran ]3ng tidak
benar. Pasal 1 ajat 2 U ndanf *endlnnJa hapus. Ini tidak
mempergunakan perkataan d a o a P A ™ 8 N ° 22 tahun 1948
tidak dapat ditetapkan sebagai d aen h ] ? 1& ^ SWapradia jang
tidak dapat didjadikan daerah istimewa SvvaPrad3a JanS
memenuhi sjarat jang diminta n i T ikarena misalnja tidak
status swapradja selama belum arfn^ 3 tetaP m em punjai
Ini terbukti dari kenjataan dalam *.eb'k landjut.
oleh Undang-undang No 22 tahun 1Q4 S ]ang dikuasai
dimana dengan Undang-undang D arurat K Kaliraantan’
dibentuk daerah istimewa teta p f tahun 1953
tidak didjadikan daerah istimewa t e t a v Z l ^ SWaPradJa janS
tetap mempunjai kedudukan
sebagai swapradja. Berhubung dengan itu m aka sedjak 17
Agustus 1945 sampai saat Republik Indonesia mendjadi negara
bagian pada tanggal 27 Desember 1949 tidak ada sesuatu
swapradja jang terhapus karena sesuatu peraturan dari Repu­
blik Indonesia.
Didaerah-daerah jang pada m asa 1945-1949 dikuasai oleh
Belanda, swapradja tetap dipertahankan. Peraturan Hindia Be­
landa pada waktu itu jang ada hubungannja dengan swapradja
adalah peraturan jang term uat dalam S. 1946 No 17, 18, 27,
105, 143, S. 1948 No 41 dan S. 1949 N o 115, S. 1946 No 17
m emuat ordonansi mengenai pem erintahan di Kalimantan dan
Indonesia Tim ur. Dalam pasal 3 ajat 1 dari ordonansi tersebut
ditentukan, bahwa tugas kekuasaan jang m enurut peraturan-per-
aturan dilakukan oleh pegawai pangreh pradja H india Belanda
dapat diserahkan kepada Pem erintah Swapradja. Penjerahan
tugas kepada sw apradja disini harus diartikan sebagai penjerahan
tugas bantuan (medebewind), bukan berarti perluasan urusan ru-
m ah tangganja, sebab perluasan urusan rum ah tangga diatur
kemungkinanrija dengan keputusan Lt. G.G. tanggal 14 Pebruari
1946 N o 1 (S. 1946-18).
S. 1946-18 mengenai swapradja di Kalim antan dan Indonesia
Tim ur, dan berisi ketentuan :
1 . bahwa hak, tugas serta tjam pur tangan negara seperti
diatur dalam Z .R . 1938 dan kontrak pandjang dapat di­
serahkan pada sw apradja ;
2 . bahwa pengesahan peraturan swapradja (jang biasa di­
lakukan oleh residen seperti m enurut Z.R . 11) dapat
ditiadakan atau diganti dengan kewadjiban swapradja untuk
m em inta pertim bangan terlebih dahulu sebelum mengeluar-
kan sesuatu peraturan ;
• bahwa perim bangan keuangan antara negara dan swapradja
dapat dirobah untuk kepentingan swapradja.
Djadi m aksud S. 1946-18 ini ialah memberi kemungkinan
untuk m einperbesar kekuasaan swapradja. H al ini sudah di-
a sanakan, jaitu um pam anja dengan djalan menghapuskan
exterritorialiteit sehingga apa jang disebut kaula negara (lands-

11
onderhorigen) djuga dibawahkan pada kekuasaan swapradia
(S. 1946 No 99 dan 122). v J
S. 1946-27 djuga mengenai swapradja di Kalimantan dan \
Indonesia Timur. Im memberi kemungkinan pada swapradja
untuk membentuk dewan legislatif, baik untuk swapradja masing-
masing maupun untuk gabungan swapradja. Disamping ifu
kepada swapradja diben kemungkinan untuk bergabung satu
sama lam mendjadi suatu federasi, dan swapradja dapat mem-
bentuk satu kota mendjadi kotapradja. Peraturan D asar tentang

ppengesalian
e n S l ’le fih tdahulu
Iebih “ a,rkaH
d an^ Cornea (kemudian dari
« « Pem
* £
N .I.T .: lihat Pens m a n Presiden Indonesia Timur tan -eal 23
T T o S Y A 9 N° 1 2 /P rv /4 9 2 ajat 2 sub c)
S. 1946-143 memuat Peraturan Pembentukan N T T tvh i
pasal 10 dari peraturan tersebut diniataH n u ? '
menunggu ketentuan tentang kedudukan swapradja Iebih i n T ?
segala peraturan tetap berlaku denm r n Pn n f j , landjut,
Belanda dengan segera dapat menjerahkan segah k e k ^ H m d !3
terhadap swapradja kepada N .I.T Selandintni ,kekuasaannja
ternjata bahwa swapradja jang ada I S N I T " **** i *
bagian-bagian dari N I T p ^ n nierupakan
tergabung dalam beberapa f e d e r a l Z ’S a s t t T ' ’ N '! 'T '
pe«eku.nan oronomi sebagai bagian l a n g s ^ ^ N ^ r

m atera Timur” j a n g ' S m “ I f e n S a n ' S" '

= 5
didjalankan oleh negara Sumatera Timur S a l a‘era Tim ur
nja negara kesatuan R.I. pada tane°a1 17 T saat terbentuk-
terus berdjalan, dan tidak p e r n a h L l SUStUS praktek ini
kedudukan swapradja. Ketentuan se m a tia iT —Unm men£enai
revolusi sosial jang tidak men*hendaki -m ah akibat
seperti terdapat djuga dilain-iain banian d a r i T gi SWaPradia
Perlu djuga ditjatat tentang kemunrirmn ... m atera-
dinam akan neo-swapradja, Jaitu daerfh ’m S
mPJr menjerupai swapradja d a n l e r t S j l ' t r i ^
pula Z.R . 1938. Kem ungkinan ini diatur dalam S. 1946-17. Ha-
rus diperingatkan bahwa neo-swapradja itu bukanlah swapradja
sehingga tidak akan m asuk persoalan kita. U.D.S. 132 hanja
mengenai sw apradja dalam arti daerah jang mempunjai hak asal-
usul dan m em punjai sifat istimewa seperti telah kita terangkan
diatas. Neo-swapradja oleh karena bukan swapradja jang dimak-
sudkan oleh Konstitusi R .I.S., pasal 65 dan U.D.S. 132, dapat
dihapuskan sewaktu-waktu oleh Pemerintah.
Ketika R.I.S. berdiri, dalam konstitusinja pasal 65 terdapat
ketentuan bahwa kedudukan daerah swapradja harus diatur
dengan kontrak antara daerah bagian dengan swapradja jang
bcrsangkutan. Dalam praktek kenegaraan selama R.I.S. berdiri
tidak ada suatu daerah bagian jang mengadakan kontrak dalam
arti perdjandjian tertulis dengan sesuatu swapradja. Dinegara
bagian R .I. kita m endjum pai pem bentukan D aerah Istimewa
Jogjakarta atas dasar Undang-undang N o 22 tahun 1948.
Dalam pem bentukan ini sudah dengan sendirinja terdapat per-
sesuaian kehendak antara R .I. dan Kesultanan Jogjakarta serta
swapradja Pakualam an. D an persesuaian kehendak ini adalah
memenuhi djiwa pasal 65 dari Konstitusi R.I.S. Begitu pula
didaiam U ndang-undang N .I.T. (S.I.T. 1950-44) tentang peme-
nntah daerah terdapat ketentuan-ketentuan jang mempunjai sifat
fuengatur kedudukan swapradja, jaitu seperti pasal 17 ajat 5
(tentang pengangkatan kepala swapradja) dan pasal 34 (jang
f^n g h a p u sk a n dewan radja-radja dan lain-lain). Pengaturan ini
arus diartikan dengan persetudjuan dari para swapradja oleh
arena tidak ada penolakan sama sekali dari fihak mereka, se-
‘n gga tidak m enjalahi pasal 65 Konstitusi R.I.S. djuga. Selan-
jutnja dalam m asa R.I.S. tidak ada peraturan jang mengatur ke-
dudukan swapradja.
Dengan terbentuknja negara kesatuan R .I., pem buat Undang-
Un ang D asar Sem entara m em punjai pendapat lain tentang
P®ngaturan kedudukan swapradja. P ada waktu ini pembuat
^ ndang-undang D asar sudah lebih djauh dari pengaruh Belanda,
an dapat dengan bebas m enentukan isi Undang-undang Dasar
ersebut. Pcndirian dari pem buat Undang-undang Dasar ialah

13
bahw a tidak selajaknja untuk mengatur kedudukan swapradia
dengan suatu kontrak. Daerah swapradja adalah sama d e ra d fi-
n,a dengan daerah-daerah lain. Keistimewaaunja h a l k a r e n a
mempunja. hak asal-„s„, j a n g p e r I u

Ini tidak bcrarti, bahwa DGmhnnt T7«,-i


Sementara hendak mempertahankan s w a p r a ^ 1**! h °g -DaSar
bangunan jang tidak boleh diganggu guL S * ga\ satu
terus menerus mendapat pemeliharaan M a]ahaUn Jan/ ba f 08
dalam pasal 132 ajat 2 ditentukan aianan sebaliknja
dapat dihapuskan atau diperketjil asal sadia • SWapradja
atau walaupun tidak menjetudjui dapat di J r l T " ^ ^ ^ 3’
dasar kepentingan umum. Dengan ini terana L i T / ^ " atas
bukan djaminan bagi kedudukan U D :S' 132
boleh diganggu gugat, melainkan satu ketentuan n l r ^ ^ tidak
menghadapi adanja kenjataan swanradio perallhan dalam
152 menjerahkan kepada pembuat b“ ' V ™ '
untuk selandjutnja kedudukan swapradia f gaitnana
status daerah istimewa, apakah mendjadi' bag£ ,
tu daerah otonom, atau dihapuskan dan 1ag .n . d an ses«a-
ada undang-undang seperti dimaksud’ oleh U D f 1 i , f bel" in
ketentuan tentang swapradja tetap berlatu r t. segala
133. Berhubung dengan it„ i a k a apa ja“ dL L f at U D S'
POM* tetap beriaku sebagai W

berlakunja apa jang dinamakan L o n itv ^ > T ih


“ ak ada perhubungan p ^ S H L ^ * * * Ti« .
dengan swapradja. Djuga antara N .I d a h u t / R L
swapradja fd a k ada perdjandjian, jang ada h PMa
penetapan suatu keradjaan mendiadi Q,Iran a - satu akte
ngan dikepalai oleh o r itg j ^ g S l uT
suatu pernjataan dari kepala swapradi- L I y dan dlsertai
term asuk wilajah N X dan bahwa ia * ! 2 ll j l ^ P ra d ja
H al ini telah kita bitj araka„ diata, ^
bilang, bahwa kontrak politik masih berlaku ialah dalam arti bah­
wa akte pesetapan Pern. B elanda dahulu terhadap para swapra­
dja berlaku terus selam a beluni ada perobahannja.
M enurut U.D.S. 132 kedudukan daerah swapradja diatur
dengan undang-undang dengan ketentuan bahwa dalam bentuk
susunan pemerintahannja) harus diingat pula ketentuan dalam
pasal 131, dasar-dasar perm usjaw aratan dan perwakilan dalam
sistim pem erintahan negara. Prof. M r Dr R . Supomo memberi
tafsiran, bahwa pem bentuk undang-undang terikat oleh seluruh
Jsi U.D.S. 131, jaitu disamping dasar perm usjawaratan dan per­
wakilan seperti ditegaskan dalam U.D.S. 132 harus diperhatikan
djuga dasar otonomi dan medebewind. Kalau kita batja redaksi
U.D.S. 132, m aka m endjadi kesimpulan kita bahwa jang diharus-
kan oleh U.D.S. ialah supaja pem bentuk undang-undang mem-
perhatikan 2 anasir penting dari U.D.S. 131, ialah dasar per­
m usjawaratan dan dasar perw akilan. Djika U.D.S. mengharuskan
pem bentuk undang-undang supaja m em perhatikan semua anasir
dari U.D.S. 131, m aka tjukup dipergunakan kata-kata „harus
diingat pula pasal 131”. D justru karena pem buat U.D.S. meng-
fndaki supaja diperhatikan 2 anasir itu dari U.D.S. 131 maka
isebutnja dengan tegas satu-persatu. Anasir otonomi dan mede-
fw ind terserah p ad a pem bentuk undang-undang, apakah akan
diperhatikan atau tidak. H al ini ternjata lagi dari kata-kata jang
ipakainja ia la h : ,,harus diingat pula ketentuan dalam pasal
> »bukan harus diingat pula pasal 131” . Perkataan „ke-
tentuan” m enundjukkan kepada bagian-bagian dari pasal itu,
ukan m eliputi pasal seluruhnja jang kebetulan terdiri atas
eberapa ketentuan. Djuga harus diperhatikan kata-kata dalam
•D.S. 132 ajat 1 : „bahw a dalam bentuk dan susunan peme-
fm tahannja harus diingat p u l a .............” • Disini ditegaskan bahwa
J ^ g harus diingat itu ialah ketentuan U.D.S. 131 mengenai
eQtuk susunan pem erintahannja, jaitu dasar-dasar permusja-
^ aratan dan perw akilan dalam sistim pemerintahan negara,
ukan otonom i dan medebewind, sebab otonomi dan mede
fwind bukanlah bentuk dan susunan pemerintahan. Tafsiran
*lta ini perlu diberikan disini untuk dipergunakan seperlunja

15
p l t r Dbsn'1U3 2 U,'d“ 8‘l,ntIa”S dalam pe"2laksanaa„
Djuga perlu m endapat perhatian keteran«an Prof Sunn,™
bahwa menurut Pendjelasan Rentjana U D S r i l u
tukan undang-undang itu akan didengar pufa m T ' u*'
sangkutan. Ini adalah satu diandii ia n t ti? f , JMg r‘
terserah pada pemerintah. ° a PenSlaicsanaannja

2. PANGKAL HALUAN KITA

Setelah kita melihat serfinmii «. i ,


terbentuknja U.D.S., maka se k arL I™ swaPradJa sampai
haluan kita-dalam menghadapi penieleS * 11 dltetapkan Pangkal
M aksud penjelesaian disini ialah m? h 30 masa*a^ swapradja.
U.D.S. 132. Penglaksanaan in f Pa*>
undang-undang untuk meneatur Vpr?' i erupa' Pem bentukan
bemukan ^d an g -u n d an g "ang m e n a ,a S fca\ swaP™dia, pem-
umum untuk menghapuskan beberam * ' ° anja kepentingan
m enntah untuk menghapuskan J ! , Pn3dja’ tindakan Pe-
undang jang disebut terachir, tindak 4 ' bf rdasarkan ^ d ^ g -
peiketjil swapradja jang tidak bertent-in PUSan atau mem_
Untuk mi semua kita memerlukan ^ t g3n kehendaknja.
seterusnja didjadikan pegan-an. pangkal haluan untuk
Kerakjatan (demokrasi) adalah i u
soko guru dari „egara Wta ^ s“lah. sila> saIah satu
kenegaraan ialah bahwa ra k ja H a ' T ^ dala"> ' aPangan
M gg. dalam suatu „ p S ^ T " ’* tek u asaa" »T-
a ru k a n : B a t a a n rakjat disini harus kila
l- sebagai kesatuan dari

2 S i !31301 DeSeri mauPun ja n g ^ d r d T u r 6^ 8’ baik jang ada


2 . sebagai orang-orang j a n t J ? ■ negeri J
warga negara. Tiap Warga n e fia ra n T keduduka* sebagai
d uhing dan pemilik k e L a sa a n pribadi P™~
pnbadi manusia warga new m • ggl dalam R I Tiao ’
t a nasib sua.u 4 £ » “ b e r h a k m 'J ^
3. sebagai sekumpulan wara-.
a^ga negara jang terifcat o t t ^
hubungan tem pat tinggal, perhubungan keturunan atau per-
hubungan kebudajaan. Segolongan warga negara ini me-
rupakan satu bagian dari rakjat sebagai kesatuan, dan sering
dinam akan „m inority” .
Ketiga arti dari rakjat seperti tersebut diatas harus terus
menerus diperhatikan untuk dapat memberi penglaksanaan pada
asas demokrasi jang dim aksud oleh U.D.S. Sebab demokrasi me­
nurut U.D.S. menghendaki adanja keseimbangan antara kepen-
tmgan m asjarakat seluru’n nja dan kepentingan orang-seorang, an­
tara kepentingan m asjarakat scluruhnja dan kepentingan sebagian
dari m asjarakat itu. Ini ternjata dari ketentuan-ketentuan U.D.S.
7-35 dan U.D.S. 39, 40 dan 43. Dengan tidak adanja keseim­
bangan itu, m aka sudah tidak ada lagi kerakjatan dalam arti
U.D.S.
Djadi supaja Iebih terang lagi, penglaksanaan demokrasi itu
tidak hanja mengingat kepentingan bersam a sadja, tetapi djuga
arus diingat kepentingan golongan dan kepentingan orang se-
° ranS- Baru djika ada bentrokan (pertentangan) antara 2 atau 3
matjam kepentingan itu, m aka kepentingan golongan jang Iebih
jJ s a r harus dimenangkan. Dem okrasi bukan berarti bahwa
goongan terbesar boleh m enentukan segala sesuatu dengan
13 a batasnja. Golongan terbesar hanja boleh menentukan
sesuatu sepandjang tidak bertentangan dengan asas-asas demo-
rasi. Golongan terbesar um pam anja tidak boleh menghapuskan
pasal-pasal dari U.D.S. jang mendjamin hak-hak dan kebebasan
asar m anusia, sebab djika ini boleh, m aka ia dapat djuga meng-
apuskan asas demokrasi. U ntuk dapat menghapuskan asas
'“m okrasi diperlukan persetudjuan dari semua orang jang ada
alam negara itu, artinja dalam negara jang mempunjai asas
emokrasi itu seperti negara kita ini.
Kita harus ingat bahw a tjara mengambil putusan dengan suara
er anjak sesungguhnja hanja m erupakan tjara jang dianggap
^ewadjarnja dalam satu keadaan dim ana para anggauta mempu-
Jai sifat-sifat jang sam a, jaitu sama pengetahuannja, sama
e aikannja, sam a faktor-faktor jang mempengaruhinja.
alam keadaan sebaliknja tjara demikian itu tidak patut

17
dipergunakan, malahan harus ditjela oleh karena sering meru«i-
kan kepentingan bersama atau sering tidak adil dan tidak benar
Sebagaimana kita ketahui dalam sesuatu m asjarakat itu anggauta-
sifat-sifat jang sama. M aka tjara jang
sebaik-baiknja adalah sistim suara bulat, jaitu bahwa suatu
putusan hanja boleh diambil dengan suara bulat Tetapi tiam ini

isenan
r han,
s baik
; dalam
; drhngkungan
r akan keluarga,
untuk perkum pulan atau-
pun orgamsasi negara. Oleh karena itu sekarang sudah lazim
dipergunakan sistim suara terbanjak. Selain dari p a la t o d t e T
nakannja sistim suara terbanjak itu adalah J i h f t I t
adanja persamaan kedudukan, persamaan U h pengakuan
kemampuan, sehingga setiap orang (anggautaV rf persam aa"
mempergunakannja sebaik-baiknja dan tfdak d L a^ Sf K f f
pendiriannja. Ini adalah sifat idealistis Rerh h merobah Iagl
semua, maka kepintjangan sistim suara te rb a ^ a k h f 8&? M
imbangan dalam otonomi orang seorane dnn V pat
ketjil, baik jang terikat karena perhubungan1 w ™ g° longan
gal) maupun kebudajaan. Inilah iang V .'tA daerah (tem pat ting-
penglaksanaan asas kerakjatan. arUS perhatikan dalam
Dengan pengertian demikian tent an p •
bentuk undang-undang harus berhati-hati riJ?881’ m aka Pem"
sesuatu, ia harus memperhatikan k e p e n t i n l h , ™enentukan
orang-orang, atau golongan-golongan o l h v hendak dari
negara demokrasi terdapat siftim £ s e n t ? S a, T " dUiap
supaja rakjat dari masing-masing daerah m PnH m aksud
untuk mengunis rumah tangganja sendiri I p a T a L
m asuk rumah tangga daerah diurus oleh P . g k ter"
Timbul pertanjaan apa sesuneguhnja i a n / ^ T ? P u sa t
rumah tangga daerah. Pertanjaan ini tidak m u ^ S '3]ad* uruS£m
nja, sebab sering ada urusan jang menuriU sffS mendJawal>
urusan rum ah tangga daerah, tetapi oleh u n d a n l°]a term asuk
peraturan lain dimasukkan mendjadi urusan Pem e™ !ia” g atau
D jadi djawabnja biasanja tergantung pada h u k u i T S l USat
sesuatu negara. Tetapi d j J a b a n s ^ l n T t i ^ S “
m uaskan d,.ka pertanjaan itu diadjukan b e r i n g

18
r

penjelidikan tentang penglaksanaan demokrasi. Sebab nanti akan


timbul lagi pertanjaan apakah sesuai dengan demokrasi untuk
tidak m enjerahkan sesuatu urusan pada daerah.
Sekarang kita m engadjukan pertanjaan jang konkrit. Apakah
m enentukan sistim pem erintahan daerah term asuk urusan Peme­
rintah (dalam arti luas) Pusat R .I. Kalau kita bilang ja, ialah
oleh karena Pem erintah Pusat wadjib menimbulkan pemerintahan
daerah jang sistim nja sesuai dengan asas kerakjatan sebagaimana
dikehendaki oleh U.D.S. Pem erintahan daerah jang demokrasi
adalah salah satu pokok ketatanegaraan R .I., jang sebaiknja
uniform diseluruh Indonesia, dan oleh karena itu modelnja
ditetapkan oleh Pem. Pusat. Disini alasannja hanja oleh karena
dikehendaki keadaan jang uniform, bukan karena menurut sifat-
nja haTus m endjadi urusan Pusat. M enurut sifatnja dapat djuga
diserahkan pada daerah untuk m enentukan sendiri sistim peme­
rintahannja asal sesuai dengan asas demokrasi. Pembitjaraan kita
ini semua terlepas dari hukum positif jang memberi kekuasaan
pada Pem. untuk m enetapkan sistim pem erintahan daerah. Kita
sengadja m elepaskan diri dari hukum positif dengan maksud
memberi pem andangan tentang penglaksanaan demokrasi pada
umumnja.
Djadi m enurut sifatnja penetapan sistim pem erintahan daerah
itu dapat djuga diserahkan pada rakjat daerah masing-masing.
D an ini dilihat dari sudut demokrasi barangkali adalah tjara jang
tebih baik, oleh karena rakjat dari daerah itu m endapat kesem-
Patan untuk m enentukan organisasi rum ah tangganja sendiri asal
sadja tidak bertentangan dengan asas demokrasi. Kalau demikian
kesim pulan kita dan pendirian kita dalam melaksanakan asas
kerakjatan, m aka dalam m em beri penglaksanaan pada U.D.
132 kita sedapat m ungkin harus m enjerahkannja pada rakjat
jang berada didaerah-daerah swapradja itu, atau sedikit-dikitnja
^ita harus m em perhatikan kehendak mereka.
_D jika kita hendak m enjerahkan penjelesaian masalah swapra^
dja kepada rakjat didaerah-daerah itu sendiri, m aka djalan jang -
dapat ditem puh antara lain b e ru p a : .
plebisit untuk m enentukan penghapusan atau pelan ju

19
sesuatu swapradja. Sebelum plebisit ini dilakukan harus ada-
undang-undang jang dimaksud oleh U.D.S. 132 Iebih dahulu
jang m enjatakan bahwa plebisit ini boleh dipergunakan untuk
menghapuskan sesuatu swapradja. Sebab ada kem ungkinan
bahwa swapradja tidak mau dihapuskan dan m entjari
pegangan dalam U.D.S. 132 ;
2 . pemberian kekuasaan negara terhadap swapradja s e b a n j a k
mungkin kepada daerah-daerah otonomi jang meliputi d aerah
swapradja sehingga daerah otonomi itu untuk selandjutnja
dapat mengendalikan tiap swapradja jang ada didalam nja.
Dengan djalan ini rakjat didaerah-daerah setjara lam bat-laun
dengan memperhitungkan untung ruginja m endapat kesem -
_ patan untuk menentukan status swapradja. Djalan ini d ap at
ditempuh dengan segera. Sesudah berdjalan beberapa w ak tu
dan kita mendapat bahan-bahan baru akan menjusul su atu
undang-undang jang mengatur kedudukan swapradja Iebih
landjut.
Dengan ini sudah terang bahwa jang mendjadi pangkal haluan
kita dalam penjelesaian swapradja ialah menjerahkannja p a d a
rakjat dari daerah-daerah itu sendiri sebagai penglaksanaan dari
asas kerakjatan.
Satu pertanjaan lagi dalam pendahuluan ini harus d id jaw ab
ialah apakah adanja swapradja ini sesuai dengan asas kerakjatan.
Sesungguhnja adanja swapradja ini sebagai peninggalan sedjarah.
Seandainja pada waktu ini tidak ada swapradja, rupanja tidak.
ada seorang demokrat di Indonesia jang hendak m endirikan
swapradja, sebab swapradja dalam bentuk dan tjorak jang asli
terang tidak berasaskan kerakjatan, barangkali dapat dikatekan
bertentangan dengan demokrasi. Tetapi ini tidak berarti bahw a
swapradja itu tidak dapat disesuaikan dengan asas kerakjatan
atau didirikan atas asas demokrasi. Kalau kita lihat keradjaan
Inggeris, atau keradjaan Belanda, kita dapat m engatakan bahw a
kedua negara ini berdiri atas asas demokrasi. Berhubung dengan
ini, m aka bagi kita tidak ada halangannja untuk m enjesuaikan
swapradja itu dengan asas kerakjatan. W alaupun kalau k ita
berfikir terus, adanja swapradja itu tidak sesuai dengan dem o-

20
krasi, p ad a w aktu ini kita h aru s m em perhatikan alam fikiran
Rakjat jang sering m entjari pegangan dalam p ribadi seseorang
K arena tu ru n an n ja atau k a re n a sifat-sifat tertentu. O leh k a re n a
baiklah segala sesuatu diserahkan p a d a ra k ja t sam bil kita
niendidiknja agar berfikir Iebih rasionil.
D engan ini k ita tu tu p u raia n p en d ah u lu an k ita u n tu k m eningkat
P a d a p em bitjaraan ten tan g kead aan sekarang.

21
BA B II

KEADAAN SEKARANG

§ 1. PER A TU R A N -PER A TU R A N JA N G B ERLA K U BAGI SW A PR A D J A

Setelah kita menindjau sedjarah pertum buhan swapradja sepintas


lalu, sekarang kita perlu membitjarakan keadaan sw apradja
pada masa ini. Ada berapa swapradja sekarang di In d on esia,
peraturan-peraturan apakah jang berlaku bagi swapradja, bagai-
m ana kedudukan hukum mereka pada umumnja dan bagaim ana
kedudukan mereka masing-masing, apa jang mendjadi kehendak
rakjat didaerah-daerah jang bersangkutan, bagaimana hubungan
swapradja dengan daerah otonomi lainnja, sampai m ana dapat
dipertanggung djawabkannja kalau swapradja dipertahankan
dalam hukum tatanegara kita melihat kenjataan-kenjataan se­
karang. Dalam mendjawab pertanjaan-pertanjaan ini terlebih
dahulu kita akan membitjarakan peraturan-peraturan jang ber­
laku bagi swapradja.
M enurut pasal 133 U.D.S. sambil menunggu ketentuan-keten­
tuan seperti dimaksud oleh pasal 132 U.D.S., segala peraturan
jang sudah ada tetap berlaku.
Ketentuan-ketentuan jang dimaksud oleh pasal 132 U.D.S.
dapat b e ru p a :

a. undang-undang jang mengatur kedudukan daerah-daerah


sw apradja;
b. undang-undang jang menjatakan bahwa kepentingan um um
m enuntut penghapusan (pengetjilan) sesuatu atau beberapa
swapradja memberi kuasa kepada' Pemerintah untuk m en-
djalankan penghapusan atau pengetjilan i t u ;
c. penetapan dari Pemerintah (Menxeri Dalam Negeri) bahw a
suatu swapradja dihapuskan atau diperketjil sesuai dengan
kehendaknja. Tjontoh : penghapusan swapradja Sekadau p ad a
tahun 1952.

22
K eten tu an -k eten tu an serupa dialas jang dim ungkinkan oleh
U-D.S. 132 itu sam pai sekarang belum ada, ketjuali penetapan
R e n te d D alam N egeri tentang hapusnja sw apradja Sekadau dan
P em bentukan beb erap a sw apradja m endjadi daerah istimewa di
K alim antan. B erhubung dengan itu m aka segala ketentuan
M engenai sw ap rad ja jan g berlaku sebelum terbentuknja U.D.S.
fanipai sekarang m asih tetap berlaku. D an ketentuan-ketentuan
ttu b eru p a :
1- Z elfbestuursregelen 1938 (S. 1938-529 m ulai berlaku
1 D jan u ari 1939). Ini adalah p e ra tu ra n d asar bagi sem ua
sw apradja dengan p e rn ja ta a n pendek ketjuali M angku-
n eg aran dan Pakualam an.
2. Z elfbestuursregelen M angkunegaran (S. 1940-543).
K o n trak p o litik jang bersangkutan bagi m asing-m asing swa­
p ra d ja dengan k o n tra k pandjang.
4. O rdonansi H in d a B elanda tanggal 13 P ebruari 1946
(S. 1946-17), pasal 3. D isini diberi kem ungkinan adanja
p en jerah an beb erap a kekuasaan Pem erintah H india B elanda
kep ad a P em erintah Sw apradja dalam m edebew ind.
5. K eputusan L t G .G . tanggal 14 Pebruari 1946 N o 1
(S. 1946-18). D isini diberi kem ungkinan ad anja perluasan
u ru sa n ru m a h tangga (otonom i) sw apradja dengan djalan
p en jerah an beb erap a kekuasaan Pem erintah H in d ia Belanda
k ep ad a P em erin tah Sw apradja. D juga diberi kem ungkinan
p enghapusan kew adjiban sw apradja u n tu k m em inta per-
setudjuan d a ri H in d ia B elanda bagi b eberapa p e ratu ran dan
tin d a k a n sw apradja.
6 . K eputusan L t G .G . tanggal 9 A pril 1946 N o 3 (S. 1946-27
jo 69). D ia n ta ra beb erap a kem ungkinan jang diberikan di­
sini, jang penting ialah m engenai pem bentukan dew an pern-
u at p e ra tu ra n (dew an legislatif) dan m engenai kerdja sam a
dalam b en tu k federasi an tara sw apradja-sw apradja.
° r d ° nansi H in d ia B elanda tanggal 24 D esem ber 1946
(>. 1946-143). In i m em uat p e ra tu ra n d asar bagi N .I.T .
D alam p asal 10 dari P e ratu ran D asar N .I.T . itu ditentukan
a iw a kek u asaan Pem erintah H in d ia B elanda terhadap

23
swapradja dapat diserahkan pada N .I.T., dan dalam pasal
14 terdapat ketentuan bahwa N .I.T. terdiri dari 13 daerah
otonomi jang sebagian besar meliputi djuga daerah-daerah
swapradja sehingga dengan demikian masing-masing swa­
pradja m erupakan bagian dari daerah otonomi itu.
Statut dari masing-masing „daerah” dibekas wilajah N .I.T.
(propmsi-propinsi Sulawesi, M aluku, Nusa Tenggara) Ini
m erupakan peraturan dasar bagi federasi diantara swapradja
/a ta u neo-swapradja. Dengan adanja statut ini masing-
masing „daerah m endapat beberapa kekuasaan dari para
swaprad]a dan neo-swapradja.
9.
Undang-undang R .I. tahun 1948 No 22 tentang pemerin-
n tA T t aSa‘ ‘ ajat 2 dari “"dang-undang M me-
istUnewa!
istimewa. SWaPra,iia dapat ditetilP>™ sebagai daerah
10.
Undang-undang N .I.T. tanggal 19 Deseraber 1949 ( S I T
1950-5) tentang pembentukan kom kariat t-v- • -
terdapat ketentuan-ketentuan mengenai k e k u a ^ T "
terhadap swapradia. Diantara 1^ 1, , n residen
jang diserahkan pada komisaris negarTdTn a d a ta n
kan pada Pem erintah „daerah” J 8 en'
11.
r reSide"
1950-6) sebagai N L T - tanggal
peraturan 23 Desember
Iebih lanri;,,* ™ 1949 ^(S I T ‘

reSide" teSeb,“ dal3m “ * * “ W S & S


12 ,

T r ^ s r T f 95po : : r s r ° nesia
dang itu menentukan bahwa kepala daerafc ang~uri'
a n g la t oleh presiden atas pentjalonan D .P R P a T a u f a t
1 m enetapkan bahwa „dewan radja-radia” dihnn v T
tjuali djika dipertahankan oleh D.P.R. daerah S e
kutan. Pasal 34 ajat 9 m engatakan bahwa selama b e T 2"
ada undang-undang jang menentukan luasnia rum^h ♦

diserahkan oleh swapradja te p a d a gabungannja” masfng-ma-

24
sing jang mempunjai status „daerah” untuk sementara
tidak dapat diminta kembali.
13. Ordonansi H india Belanda tanggal 16 Pebruari 1948 (S.
1948-41) jang bernam a „Bevoegdheidsregeling Sumatera
Tim ur ’. Pasal 5 dari ordonansi ini diantaranja menentukan
bahwa sambil menunggu peraturan lebih landjut segala tugas
dari swapradja jang berada dalam daerah Sumatera Timur
didjalankan oleh negara Sumatera Timur.
14. Keputusan L t G.G . H india Belanda tanggal 30 September
1946 N o 3 (S. 1946-99) jang memberikan kekuasaan
pem erintahan terhadap golongan kaula negara kepada
Dewan Kalim antan B arat dengan sjarat agar kepada golong­
an ini diberi hak ikut serta dalam soal-soal urusan peme­
rintahan daerah sesuai dengan arti dan kepentingan dari go­
longan itu. K eputusan ini harus diartikan sebagai salah satu
penglaksanaan djandji jang diutjapkan dalam pasal 1 ajat 2
dari keputusan L t G.G. tanggal 14 Pebruari 1946 N o 1
seperti term uat dalam S. 1946-18.
5- Keputusan „Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon in
Indonesie” tanggal 5 M ei 1949 No 21 (S. 1949-115) jang
memberi kem ungkinan dihapuskannja perbedaan antara
kaula negara dan kaula swapradja didaerah N .I.T. Peng-
laksanaannja diserahkan kepada N .I.T.
Keputusan Presiden Indonesia Tim ur tanggal 1 Pebruari
1950 N o 2 8 /P rB /5 0 jang m enjatakan keputusan H.V.K.
tersebut dalam angka 15 sebagai berlaku bagi 7 federasi
sw apradja jang mem punjai kedudukan sebagai ,,daerah” .
Keputusan ini terdapat dalam S.I.T. 1950-22.
B eberapa keputusan M enteri Dalam Negeri N .I.T. jang
m em uat penjerahan kekuasaan kepala onderafdeling (Hoofd
van Plaatselijk Bestuur) dan kepala afdeling kepada Peme-
rintah Swapradja atau gabungan swapradja. Tjontoh dari
keputusan ini ialah keputusan M enteri Dalam Negeri
N .I.T. tanggal 1 Djuli 1949 No B.Z. 1 /1 5 /4 6 jang me-
njerahkan kekuasaan H.P.B. itu kepada Pemerintah Swa­
pradja Luw u, dan keputusannja tanggal 18 Desember 1948

25
N ° ,B -Z - 1 /1 5 /1 6 ianS menjerahkan kekuasaan kepala
afdeling kepada Dewan Radja-radja Sumbawa (Pemerintah
Pederasi Sumbawa).

18' S rd.°onoainSi ^ india Belanda tanggaI 27 September 1921


'a U • u -j -anf bernania »Regeling betreffende de
onderhorigheid in de gewesten Soerakarta en D jokjakarta” .
isim ditentukan siapa jang termasuk golongan kaula
swapradja di Surakarta dan Jogjakarta.
n J n UlaIJ kreTte^ c Uani t f entUan terPenting mengenai swapradja jang

S ' r j r . r r /a ,a m
ialah Bb 6801 (mengenai pokok-pokok perundane un ^
pradja) Bb 13345 (pernjataan berlakunja Z e g e lv e ro rln in T l'o T i
dalam beberapa hal didaerah swapradja) Bb 5 S0 ? (
keharusan adanja izin lebih dahulu dari Pemerintah P t " ® ? 3/
pergi ke Djakarta berodiensi pada G .G ) Bb l o S w U
psnjerahan tanah oleh swapradja untuk kenont (mengenai
dan Bb 14099 (pendjelasan dari Z .R 1938)
ketentuan-ketentuan ini tidak mempuniai ort; : pi
didjadikan bahan pembitjaraan dalam t u h s a i r f i r "*'02 UntUk
singkat ini. tUJSan k,ta Jang serba
M enurut Prof. D r J.H .A . Lo°ema»t, ,
Staatsrecht van Indonesia” tjetakan pertam a fnp ^ " Ja ”H et
1954) halam an 193, djuga pasal 2 1 afat 2 Z
regelmg” masih tetap berlaku. I a mennlic ” , he Staats~
„M oest onder Nederlands Indisch bestel v a n ^ e f lf 1 '
regeliag uitdrakkelijk bepaald ziin of zii „„i- ” , w m c ,'ike
steer gold, onder Set huidige bestel (grondwet
zal dat steeds het geval zijn” Sebagaitnana Mia fcetah” I S 2 ,
ajat 2 mi ditafsirkan oleh Pemerintah H india Belanda h i
peraturan-peraturan N .I. hanja berlaku didaerah sw an m d V i

S / S k S 2 deng^ ta f s ir a n n la
undang-undang dan jang

26
1945 dan oleh R.I. sekarang tidak berlaku bagi daerah-daerah
swapradja, oleh karena tidak pernah ada pernjataan jang diniak-
sud itu. Barangkali Iebih djauh lagi dapat dikatakan bahwa ke­
tentuan-ketentuan dalam U.D.S. pun seperti pasal-pasal jang
mendjamin hak-hak dasar dll tidak berlaku diswapradja. Ini
adalah suatu kesimpulan jang aneh bagi negara kita. Pernjataan
Logemann ini tidak disertai dengan alasan-alasannja don hanja
bersifat sepintas lalu dengan m enundjuk pada pasal 152 ajat 1
dari U.D.S.. penundjukan m ana tidak dapat dimengerti oleh
kita. M enurut pendapat kita I.S. 21 ajat 2 itu sudah tidak
berlaku lagi bagi R .I. sedjak berdirinja pada tahun 1945,
bagi R.I.S. sedjak 27 Desember 1949. Adanja I.S. 21 ajat
2 dengan tafsirannja itu dalam tatahukum H india Belanda
dapat difahamkan. H india Belanda adalah satu organi­
sasi pendjadjahan. Jang berkuasa dalam organisasi pendja-
djahan itu adalah fihak pendjadjah, jaitu di Hindia Belanda bang-
sa Belanda. Organisasi Hindia Belanda dimaksudkan sebagai satu
organisasi untuk menguasai seluruh kehidupan bangsa Indonesia
m enurut kehendak Belanda sendiri. Dalam pada itu Belanda
m em perbolehkan bangsa Indonesia untuk hidup m enurut hukum-
nja sendiri sepandjang' tidak bertentangan dengan kepentingan
Belanda. D ibeberapa daerah bangsa Indonesia diperbolehkan
juga melangsungkan organisasi kenegaraannja jang asli dalam
entuk swapradja. Dengan demikian dapat kita melihat dua
suasana hukum , jaitu suasana hukum Belanda (Hindia Belanda)
an suasana hukum swapradja. Dengan adanja 2 suasana hukum
mi dapat dimengerti djika Belanda m enentukan bahwa segala
Peraturan Belanda (Hindia Belanda) tidak berlaku didaerah-
daerah swapradja kalau tidak ada pernjataan dari fihak Belanda
supaja peraturannja itu dianggap berlaku. Dalam negara kita jang
merdeka tidak terdapat 2 suasana hukum serupa diatas itu, me-
amkan hanja ada satu suasana hukum, jaitu suasana hukum R.I.
o en^ai} demikian ketentuan sematjam I.S. 21 ajat 2 dalam ne-
&ara kita sama sekali tidak m em punjai dasar.
Republik Indonesia adalah kepunjaan seluruh rakjat Indonesia,
jang berdiam didaerah biasa m aupun jang bertem pat tinggal

27
S dT ahv T T f dja^ edaUlatan rakjat Indonesia Jang mendjadi
sum ber kedaulatan R.I. dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama
dengan D.P R. (lihat U.D.S. 1 ajat 2 ). Djika Pem erintah ber-
sama-sama dengan D.P.R. membentuk undang-undans ini ber-
arti bahwa pemegang kedaulatan rakjat Indonesia m eniatakan
ke.ng.nann,a Pernjataan keingiuan ini dengan sendirinja beriak”
diseiuruh w,la,ah Indonesia selama tidak Sinjatakan” ebaliknia
D an termasuk wilajah Indonesia itu dju^a sekaliin Hip ni
pradja. Djadi dengan demikian segala S n ut n S T -
pimpinan R.I. dengan sendirinja berlaku rih? ? f 1
swapradja. I.S. 21 ajat 2 dengan tafsirannja t o t i d a k 1
ngan suasana hukum R.I., dan karena in. i, *
pat dalam rangka tatahukum R I Tetapi b a ^ ' memPunjai tem '
aturan-peraturan jang dikeluarkan oleh PenferTntah w T f
dah^ apakah sekarang den«an s e n d i n g 6"
didaerah swapradja. Tidak, peraturan-Denn,, u riaku dJuga
jang dikeluarkan sampai 27 Desember 1 9 4 9 ^ ^
ngan sendirinja berlaku didaerah swapradia p S t S C~
Hindia Belanda itu dibuatnja ketika I S 21 aiat 5 a" ? ? atUran
Oleh karena itu kekuatan berlakunja peraturan n " T berIaku’
Belanda seluruhnja dibatasi oleh I S 21 aiaf T n ™ Hindia
berlakunja ini sekarang masih tetap seperti ketikt h i kekuatan
Pai 27 Desember 1949, ketjuali k a la u a d l ^
Sebab jang dimaksud dengan perkataan ,,L a p beriak knja’
aturan-peraturan undang-undang dan ketenti.™ , t ,nja per'
Konstitusi R.I.S. pasal 192 serta U.D S pasal 14? w T ” ° Ieh
suk djuga kekuatan berlakunja p e r a tu r a n - n e n f J term a'
Dalam 3 tahun terachir in/ terdapat
laksanaan U.D.S. 132 iaitu iana hpn.r^ F tindakan peng-
Sekadau berdasarkan kehendaknja pada ^ a S " 1952° d7 Pradja
benan status daerah istimewa kepada 4 swan™ ?’ f P6m"
m antan (Kutai, Bulungan, Sambaliung dan rT,nJa ‘ Kali"
mendjadi 3 daerah istimewa) pada tahun 195^! n 8 • bur
terdapat beberapa peraturan iansi ada h u DlsamPmg itu
swapradja, jaitu 3 g &da hubun£™nja dengan '
1. Undang-undang D arnrat No 36 tahun 1950 jang t erm uat da_

28
W'

lam Lem baran N egara 1950-78. Undang-undang D arurat ini


memuat pernjataan berlakunja beberapa peraturan padjak
bagi seluruh Indonesia, diantaranja djuga bagi daerah-daerah
swapradja. M emang bagi peraturan-peraturan Hindia Belan­
da untuk mempunjai kekuatan berlaku didaerah-daerah swa­
pradja harus dinjatakan lebih dahulu oleh pembuatnja atau
oleh penguasa jang berhak m erobahnja. Kekuatan berlakunja
peraturan-peraturan Hindia Belanda seperti telah kita terang-
kan diatas dibatas oleh I.S. 21 ajat 2, dan dengan melalui
U.D.S. 142 peraturan-peraturan ini mendjadi peraturan-per­
aturan R.I. dengan kekuatannja untuk berlaku seperti dahulu.
Berhubung dengan ini m aka perlu adanja pernjataan berlaku­
nja peraturan-peraturan tersebut bagi daerah-daerah swapra­
dja. Jang dinjatakan berlaku dengan Undang-undang Darurat
N o 36 tahun 1950 itu ialah :
a. Successie-ordonnantie 1901 (S. 1901-471 jo S. 1949-48).
b. Ordonansi Padjak R um ah Tangga 1908 (S. 1908-13 jo
S. 1949-376).
c- Ordonansi Padjak Kekajaan 1932 (S. 1932-405 jo S.
1947-24).
d. Zegelverordening 1921 (S. 1921-498 jo S. 1949-251).
«■ Ordonansi Bea Balik Nam a (S. 1924-291 jo S. 1949-48).
f- O rdonansi Padjak Potong 1936 (S. 1936-671 jo S. 1949-
317).
8• O rdonansi Padjak K endaraan Berm otor 1934 (S. 1934-
718 jo S. 1949-376).
h. Ordonansi Padjak U pah 1934 (S. 1934-611 jo S. 1949-
342).
*• O rdonansi Padjak Peralihan 1944 (S. 1944-17 jo S. 1949-
2 6 i).
/• U ndang-undang Padjak Pem bangunan I (Undang-undang
R .I. N o 14 th 1947 jo Undang-undang R .I. N o 20
th 1948).
k- U ndang-undang Padjak R adio (Undang-undang R.I. No
12 th 1947 jo Undang-undang R .I. N o 21 th 1948).
U ndang-undang R .I. perlu dinjatakan berlaku oleh karena

29
wilajah R .I. pada waktu m endjadi negara bagian dari R -I;S-
han ja meliputi sebagian ketjil dari sw apradja-sw apra ja-
D engan U ndang-undang D arurat N o 36 th 1950 itu, a
sem ua peraturan swapradja mengenai masalah jang d iatur
oleh peraturan-peraturan jang dinjatakan berlaku tadi m en
djadi tidak mempunjai kekuatan lagi. H al ini dinjatakan djuga
dengan tegas dalam pasal 2 dari Undang-undang D a rurat
tersebut. Dalam Undang-undang D arurat ini ditjantum kan
djuga Undang-undang D arurat tentang Padjak P eredaran
dari R.I.S. (L.N. 1950-19). Ini sesungguhnja tidak perlu di­
njatakan lagi sebagai berlaku, sebab bagi sw apradja sudah
berlaku sedjak dikeluarkannja.
2. Keputusan M enteri Dalam Negeri tanggal 10 D januari 1952
jang m entjabut semua keputusan M enteri Dalam N egeri
N .I.T. mengenai penjerahan kekuasaan H.P.B. kepada swa-
pradja-sw apradja jang berada dipropinsi Sulawesi. D engan
keputusan ini kekuasaan H.P.B. dahulu diambil dari sem ua
swapradja jang ada dipropinsi Sulawesi dan ditugaskan
kepada wedana pam ong-pradja didaerah jang bersangkutan.
Tugas H.P.B. itu berupa 3 matjam, jaitu :
a. m elakukan pengawasan terhadap swapradja ;
b. m em bantu Pem erintah Swapradja ;
c. m endjalankan tugas dari Pem erintah Pusat.
Penjerahan tugas H.P.B. kepada swapradja b e ra rti:
a. menghilangkan alat pengawas Pemerintah Pusat terhadap
' swapradja didaerah jang bersangkutan ;
jf b. menghilangkan alat Pem erintah Pusat jang ditugaskan
i m em bantu swapradja mengenai soal-soal pem erintahan ;
\ c. m enjerahkan tugas Pem erintah Pusat kepada Pem erintah
Swapradja dalam arti memperluas urusan rum ah tangga
swapradja berdasarkan pasal 1 ajat 2 dari keputusan L t
G .G . jang term uat dalam S. 1946-18 atau m enjerahkan
tugas itu dalam arti medebewind kepada sw apradja ber­
dasarkan pasal 3 dari ordonansi jang term uat dalam S.
1946-17.
R upanja M enteri Dalam Negeri berpendapat bahwa penjerah-

30
a n tugas H .P .B . k e p a d a sw ap rad ja jan g m em punjai arti seperti
diatas itu tid ak d a p a t dipertanggung d jaw a b k an selam a p em e­
rin ta h a n sw ap rad ja belum m e n d a p a t pendem okrasian.
M em ang sikap itu d a p a t k ita m engerti. T e tap i a p a seb ab n ja
tin d a k a n itu tid a k diam bil dju g a terh a d ap sw apradja-sw apra-
d ja di N u sa T enggara jan g belum m en d a p a t p en dem okrasian
belum d a p a t kita m engerti.
3- P e ra tu ra n P em erin tah N o 33 th 1952 jan g m em bubarkan
,,d aerah Sulaw esi T e n g a h ” d a n m em b en tu k n ja m endjadi
2 d aerah . D isini d ia tu r djuga p erh u b u n g a n a n ta ra daerah
d engan sw apradja.
4. P e ra tu ra n P em erin tah N o 34 th 1952 jan g m em b u b ark an
„ d a e ra h Sulaw esi S elatan” d a n m em b en tu k n ja m endjadi 7
daerah . M a k su d n ja sam a dengan P .P . N o 33 th 1952.
5. P e ra tu ra n P em erin tah N o 11 th 1953 jan g m em b u b ark an
„ d a e ra h Sulaw esi U ta ra ” m en u ru t s ta tu tn ja tanggal 19 N o-
p em b er 1948 d an m en d jad ik an n ja sebagai sa tu d aerah oto-
nom b a ru jan g tid a k m em punjai sifat g abungan b eberapa
sw a p rad ja d a n neo-sw apradja. W a la u p u n b u k an lagi gabung­
an dari b e b e ra p a sw apradja, n a m u n k e k u a sa a n n ja terh ad ap
sw ap rad ja d ite ta p k a n seperti jan g sudah-sudah.
6. P e ra tu ra n P em erin tah N o 23 th 1954 jan g m ero b ah P.P.
1953-11 dengan m elep ask an w ilajah g abungan B olaang
M ongondow d a ri d a e ra h Sulawesi U ta ra . G ab u n g an B olaang
M ongondow p a d a w ak tu itu a d a la h satu gabungan (federasi)
sw a p rad ja jan g m eru p a k an bagian dari d a e ra h Sulawesi U tara.
7. P e ra tu ra n P em erin tah N o 2 4 th 1954 jan g m en d jad ik an
gabungan B olaang M ongondow sebagai „ d a e ra h B olaang
M o ngondow ” , sehingga gabungan B olaang M ongondo w m em ­
p u n jai k ed u d u k a n jan g sam a dengan „ d a e ra h -d a e ra h ” lainnja.

B a ik k ita disini b itja ra k a n djuga d a sar hu k u m dari P .P .-P .P .


ja n g m en g ad ak an p e ro b a h a n terh a d ap d ae ra h -d ae rah m enurut
U n d a n g -u n d a n g N .I.T . itu (S.I.T . 1950-44). M u la-m ula „ d a e ra h ”
itu d itetap k an d engan o rdonansi H in d ia B elan d a tanggal 24
D esem b er 1946 (S. 1946-143). P asal 14 d ari ord o n an si ini m ene-

31
■tapkan bahwa N .I.T. terdiri dari 12 daerah otonomi. K em udian
ditahun-tahun berikutnja dibentuk gabungan diantara sw apradja
swapradja d a n /a tau neo-swapradja jang letaknja dalam wilaj
satu daerah. Dengan demikian tiap daerah m erupakan suatu ga
bungan dari beberapa daerah otonomi bawahan. G abungan jm
^ mempunjai anggaran dasar, dan anggaran dasarnja itu dinam akan
„Statut D aerah” . Dalam Statut Daerah itu ditentukan k e k u a s a a n -
kekuasaan apa jang diberikan kepada gabungan. G abungan ini
‘ tidak berdiri sendiri disamping daerah, melainkan gabungan dan
daerah itu adalah satu daerah otonomi jang sama. Berhubung
‘ dengan itu m aka kekuasaan jang diberikan anggautanja kepada
gabungan mendjadi pula kekuasaan dari daerah. M emang pem ­
bentukan gabungan ini adalah satu akal dari penguasa atasan
untuk dapat memberikan kekuasaan pada daerah-daerah jang
wilajahnja meliputi beberapa swapradja.
Pada tanggal 15 Djuni 1950 oleh N.I.T. dikeluarkan satu
undang-undang jang bem am a „Undang-undang Pem erintahan
Daerah-daerah Indonesia Timur” (S.I.T. 1950-44). Pasal 1 ajat 1
dari undang-undang ini menentukan bahwa N.I.T. untuk sem en-
tara disusun dalam 2 atau 3 tingkatan, ialah „daerah” dan
„daerah bahagian” atau „daerah anak bahagian” . M enurut pasal
1 ajat 2 jang dimaksud dengan „daerah” itu adalah sama seperti
jang ditetapkan dalam Ordonansi Pembentukan N.I.T. (S. 1946-
143). Djadi dengan demikian maka daerah jang ada pada tanggal
15 Djuni 1950 mendjadi daerah seperti dimaksud oleh Undang-
1 undang N .I.T. tersebut tadi.
J M enurut kebiasaan dalam ketatanegaraan kita sedjak tanggal
17 Agustus 1950, suatu undang-undang dari bekas negara bagian
dalam R.I. mempunjai deradjat sebagai undang-undang djuga.
Dengan demikian maka suatu undang-undang dari bekas negara
bagian hanja dapat dirobah dengan undang-undang djuga. P.P.
N o 33, 34, 35 th 1952, P.P. No 11 th 1953 jo P.P. No 23 th
1954, dan P.P. No 24 th 1954 merobah daerah-daerah dibekas
wilajah N.I.T. dan ini berarti merobah Undang-undang N .I.T .
tersebut diatas. Ini adalah satu tindakan perundang-undangan
jang menjalahi kebiasaan.

32
T etap i terh a d ap p e rb u a ta n P em erin tah jan g dem ikian itu sam a
se ali tid a k a d a reak si d ari D .P .R . jan g b eru p a rr.osi, interpelasi
a ta u lainnja. A p a k a h ini h a ru s d ia rtik a n sebagai p ersetudjuan
]ang dib erik an d en g an d iam -diam oleh D .P .R . terh a d ap p er­
b u a ta n P em erintah itu, sehingga d engan dem ikian P .P .-P .P . itu
m em punjai k e k u a ta n u n tu k m ero b ah U n d a n g -u n d an g N .I.T . ?
K alau lp.P .R . itu s a d a r a k a n a d an ja tin d a k a n jan g m enjalahi
'eb ia sa a n itu k ita sam a sekali tid ak b e rk eb eratan . M em ang ad a­
lah su atu h a k d a ri D .P .R . sendiri u n tu k m enegor a ta u tidak m e-
n eg o r P em erintah. T etap i k a la u D .P .R . tid a k sa d ar bahw a Pem .
m elak u k an tin d a k a n jan g salah, m aka P .P .-P .P . jan g tersebut itu
tetap tid a k m em p u n jai d a s a r hu k u m d a n sew aktu-w aktu d ap at
d im inta p e m b a tala n n ja oleh D .P .R . A k a n tetapi h ak D .P .R .
dalam h al ini h a ru s dibatasi, sebab p e rm in ta a n dem ikian itu tidak
d a p a t d ipertanggung d jaw a b k an b ilam an a telah terlalu lam a
w ak tu lalu sehingga su d ah b a n ja k ak ib a t-a k ib at jan g disebabkan
oleh tin d a k a n jan g salah itu. H a ru s dianggap sebagai satu kela-
la ia n d ari D .P .R . u n tu k tid ak lekas b e rtin d ak terh a d ap kesalahan
P em erin tah . B erh u b u n g dengan itu d jalan jan g sebaiknja
d ite m p u h oleh D .P .R . m engenai p e rso a lan k ita ini ialah m enje-
tu d ju i a d a n ja P .P .-P .P . jan g sudah dik elu ark an d an bersifat m e­
ro b a h und an g -u n d an g bekas neg ara bagian itu. D a n dengan m e-
n jetu d ju i a d a n ja P .P .-P .P . ini terd jad ila h satu k eb iasaan (conven­
tion) b a ru jang m em p erb o leh k an d iro b ah n ja u n d an g -u n d an g be­
kas n e g a ra bagian dengan P .P . °

§ 2. KEADAAN DAN K ED U D U K A N SW A P R A D JA PA D A U M U M N JA

S ek aran g k ita m en in d jau p e rta n ja a n -p e rta n ja a n lain n ja jang


a k a n d ila k u k a n sekaligus d alam p a sal ini. D a n terleb ih dahulu
k ita b itja ra k a n p e rta n ja a n ten ta n g d ju m lah sw a p rad ja jang ada
p a d a w a k tu ini d alam n e g a ra kita.
Sebagai p e n d a h u lu a n dalam m endjaw ab p e rta n ja a n tentang
d ju m lah sw a p rad ja jan g a d a p a d a w ak tu ini, k ita h aru s m enjata-
k a n b a h w a d iselu ru h S u m atera de fac to su d a h tid a k a d a lagi
sw a p rad ja . D ia n ta ra n ja ad a jan g de ju re m asih a d a m en u ru t

33
hukum tatanegara kita pada waktu ini jaitu sw apradja l an&
berada dibekas daerah negara Sumatera Timur. K eterangannla
adalah seperti dibawah i n i :
Pada masa pendudukan Djepang swapradja jang tetap ber-
djalan sebagaimana biasa hanja jang ada didaerah Sumatera.
Tim ur (sekarang termasuk Sumatera Utara dan sebagian te r m a s u '
Sum atera Tengah). Swapradja didaerah-daerah lainnja di
Sumatera sudah didjadikan daerah langsung oleh Pem. M is te r
Djepang seperti telah kita terangkan dalam pendahuluan diatas.
Djadi A turan Peralihan pasal 2 U.D. 1945 dan P.P. No 2 th 1945
djuga mengenai aturan-aturan (kebiasaan-kebiasaan) ketatancga-
raan didaerah-daerah di Sumatera dimana swapradja sudah
l ditiadakan oleh Djepang. Sedjak waktu itu tidak ada p e n g e m b a li-
zn swapradja, sehingga dengan mudah kita menarik k e s im p u la n
bahwa pada waktu ini didaerah-daerah tersebut tidak ada sw apra-
\ dja. Didaerah Sumatera Timur (residentie Sumatra’s O o stk u st)
.f dengan proklamasi kemerdekaan kita pada tanggal 17 A gustus
// 1945 swapradja-swapradja itu tetap dipertahankan, tidak ada
satupun jang dihapuskan dengan sesuatu peraturan. K etika
m engindjak tahun 1946 timbullah satu pergolakan jang lazim
dinam akan revolusi sosial. Dalam pergolakan ini terdjadi pen-
tjulikan dan pembunuhan beberapa kepala swapradja sebagai
suatu pernjataan, bahwa rakjat sudah tidak menghendaki lagi
regim swapradja. Rakjat insjaf akan haknja untuk m engatur
rum ah tangga negara sendiri, mereka hendak membuang djauh-
djauh segala sifat keistimewaan dari orang-orang tertentu
seperti keluarga jang berkuasa selama itu didaerah-daerah
swapradja. Tindakan-tindakan rakjat demikian ini tidak disusul
dengan undang-undang seperti dimaksud oleh U.D. pasal 18 un­
tuk memberi ketentuan mengenai kedudukan swapradja itu. T eta­
pi jang njata ialah tindakan-tindakan Pemerintah setem pat untuk
mengisi lowongan jang disebabkan pergolakan tadi sehingga
dalam kenjataan daerah-daerah swapradja itu mendjadi daerah
biasa. K eadaan ini berlangsung terus sampai terbentuknja negara.
Sumatera Timur pada tahun 1948. Dalam pasal 5 dari
„Bevoegdheidsregeling Sumatera Tim ur” (S. 1948-41) ditetapkan

34
b a h w a sam bil m enunggu p e ra tu ra n jan g m en g a tu r ked u d u k an
sw ap rad ja, k e k u a sa a n n ja d id ja la n k a n oleh N .S .T . D alam ajat
diten tu k an b ahw a k e d u d u k a n sw a p rad ja ak a n d ia tu r denuan
p e rm u fak a tan m ah k o ta d a n se su d a h a d a p e rm u sja w ara ta n a n ta ra
'vakil-w akil ra k ja t jan g dipilih dari d a e ra h sw ap rad ja jan g b e r-
sa n g k u ta n . A ja t 3 m en g atak an b a h w a u n s u r jan g m en en tu k an
a d a la h k eh e n d ak n ja d ari ra k ja t jan g b ersan g k u tan . D engan
onstitusi R .I.S . p asal 6 6 d a n 192, k e te n tu an ta d i m en d jad i
k e te n tu a n dari R .I.S . sendiri, d a n d en g an te rb e n tu k n ja n eg ara
k e s a tu a n R .I. m a k a k e te n tu a n itu m en d jad i k e te n tu a n d a ri R .I.
b e rd a sa rk a n p asal-p asal 133 d a n 142 U .D .S. S am pai sekarang
b e lu m a d a k ep u tu sa n m engenai k e d u d u k a n sw a p rad ja did aerah
b e k a s N .S .T . itu sehingga h a ru s d ia rlik a n b a h w a sw ap rad ja
d ib ek as d a e ra h N .S .T . de ju re m asih a d a d an m em erlu k an peng-
a tu ra n Iebih lan d ju t. Ja n g dalam h u b u n g a n ini p erlu dip erso alk an
ia la h K onstitusi R .I.S . p a sal 64 jan g m em p erg u n ak an p e rk a ta a n -
P e rk a ta a n „ d a e ra h -d a e ra h sw a p rad ja jang sudah ada, d ia’.ul” ,
a ta u dalam n a sk ah B e la n d an ja ,,de b e sta a n d e zelfbesturende
lan d sc h a p p en w o rd en e rk e n d ” . P e rk a ta a n J a n g sudah a d a ” d ap at
k ita a rtik a n „ ja n g de fac to a d a ” sehingga d a p a t d ita rik kesim -
p u la n b a h w a p a d a w ak tu te rb e n tu k n ja R .I.S . di N .S .T . tid a k ad a
sw ap rad ja. T e ta p i p a d a u m u m n ja d jik a tid a k ad a k e te ran a a n
e b ih la n d ju t p e rk a ta a n ,,a d a ” itu m eliputi 2 pen g ertian jaitu
d e facto d a n de jure. In i b e ra rti b ahw a d jik a d e fac to a d a sedang
d e ju re tid a k a d a (p en g ertian hu k u m in te m a sio n al) itu term asuk
d a la m p e n g e rtia n ada, d a n sebaliknja k a la u de ju re ada, tetap i
facto tid a k a d a > djuga term asu k ada. B e rh u b u n g d e n sa n itu
m a k a p e rk a ta a n „ ja n g su d ah a d a ” dalam K o n stitu si R.I.st pasal
6 4 itu oleh k a re n a tid a k a d a k e teran g an Iebih la n d ju t h a ru s d iar-
. an b a ik de ju re sadja, m au p u n d e fac to sadja. S elain d a ri p a d a
itu k ita h a ru s m elih at p a d a riw ajat terd jad in ja p a sal 64 itu ialah
sebagai p e n d je lm a a n k e h e n d a k p ih a k B .F .O . d alam K .M .B . jang
m em b e la k e p en tin g an sw apradja, te ru ta m a delegasi d ari Sum a-
te r a T im u r d a n In d o n esia T im ur.
S w apradja Siak Sri In d ra p u ra ja n g p a d a zam an B elanda te r­
m a s u k d a e ra h a d m in istrasi k e re sid en a n S u m atera T im ur, dan

35
p ada zam an pendudukan Djepang masih terus m endja
pem erintahannja/telah m engeluarkan satu proklam asi p a d a
1946 jang berisi satu pernjataan m engem balikan sw apradja
sebut kepada rakjat. Ini berarti bahw a sedjak w a k tu 1
swapradja Siak Sri Indrapura sudah tidak ada lagi dan m en d ja
daerah biasa dari R.I. .,
Berdasarkan uraian diatas m aka swapradja jang de ju re masii
ada di Sumatera berdjumlah 25 buah jaitu :
1. Swapradja Deli dengan kontrak pandjang 17 S e p t e m b e r
1938.
2. Swapradja Serdang dengan kontrak pandjang 17 S ep tem b er
1938.
3. Swapradja Langkat dengan kontrak pandjang 17 S e p tem b er
1938.
4. Swapradja Asfihan dengan kontrak pandjang 17 S e p tem b er
1938.
5. Swapradja -Kuala dan Ledong dengan kontrak p an djang 17
^.ptem ber 1938.
6 . Swkj.r3^ ja Kotapinang dengan pernjataan p endek 25
Agustus 1907.
7. Swapradja Panai dengan pernjataan pendek 9 O ktober 1907.
8 . Swapradja Bila dengan pernjataan pendek 8 Djuni 1916.
9. Swapradja Indrapura dengan pernjataan pendek 25 Djuli
1924.
10. Swapradja Sukudua dengan pernjataan pendek 25 D juli
1924.
11. Swapradja Tanahdatar dengan pernjataan p endek 15
Pebruari 1908.
12. Swapradja Pasisir dengan pernjataan pendek 15 P ebruari
1908.
13. Swapradja Limapuluh dengan pernjataan p endek 15
Pebruari 1908.
14. Swapradja Tanahdjawa dengan pernjataan pendek 3 D janu-
ari 1922.
.15. Swapradja Siantar dengan pernjataan pendek 11 O ktober
1916.

36
1 6 - S w ap ra d ja P a n a i d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 2 0 D esem ber
1907.
1 7 - S w ap ra d ja R a ja d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 2 0 D esem ber
1907.
18. S w ap ra d ja D o lo k (Silau) d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 2 0
D e se m b e r 1907.
S w ap ra d ja P u rb a d e n g a n p e rn ja ta a n n e n d e k 2 0 D esem b er
1907.
2 0 . S w ap ra d ja Si L im a K u ta d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 2 0 D e ­
se m b e r 1907.
2 1 . S w ap ra d ja L in g g a d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 13 M a re t 1936.
^ 2 . S w ap ra d ja B a ru sd ja h e d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 11 O k to ­
b e r 1916.
2 3 . S w a p ra d ja S u k a d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 2 0 D esem b er
1907.
2 4 . S w ap ra d ja S a rin e m b ah d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 21 M ei
1926.
2 5 . S w ap ra d ja K u ta b u lu h d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 2 0 D esem ­
b e r 1907.
D ju g a di D ja w a m asih a d a sw a p ra d ja de ju re sem atjam di
S u m a te ra , ja itu :
^ 1 9 3 9 ra d ^a S u ra k a rta d e n San k o n tra k p a n d ja n g 2 7 D juni

2. S w ap ra d ja M a n g k u n e g a ra n d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k : acte
v a n v e rb a n d tan g g al 15 P e b ru a ri 1916 d ita n d a ta n g a n i oleh
M a n g k u n e g o ro V I I d a n d e n g a n k e p u tu sa n G .G . tan g g al 2 7
N o p e m b e r 1 9 4 0 d ite ta p k a n „ P e ra tu ra n S w a p ra d ja M a n g k u ­
n e g a ra n ” .
D e n g a n U n d a n g -u n d a n g N o 1 tan g g a l 7 M a re t 1942 jan g
d ik e lu a rk a n o leh D je p a n g segala k e te n tu a n k e ta ta n e g a ra a n ja n g
tid a k b e rte n ta n g a n d e n g a n P e m e rin ta h M ilite r te ta p b erlak u ,
d ja d i d ju g a segala k e te n tu a n ja n g te rd a p a t d a la m b e rb a g a i ak te
p e n e ta p a n sw a p ra d ja sep erti lazim d in a m a k a n o ra n g k o n tra k
p o litik . A k te p e n e ta p a n sw a p ra d ja (k o n tra k p o litik ) itu b e rla k u ­
n j a tid a k te rg a n tu n g p a d a h id u p n ja r a d ja (o r a n g -o r a n g ) jan g
ik u t s e rta m e n a n d a ta n g a n in ja , m e la in k a n teru s b e rla k u s e p a n -

37
djang tidak m endapat perobahan. Seperti telah kita teran g an
diatas sesungguhnja apa jang dinam akan orang k o n tra k p ° 1
itu sam a sekali tidak mempunjai sifat perdjandjian, m elam an
hanja m erupakan keputusan Pem erintah H india B elanda untu ^
mengakui sesuatu keradjaan atau persekutuan lainnja sebagai
sw apradja (landschap) dalam rangka tatahukum H india B elan a.
K eputusan ini kita nam akan akte penetapan oleh karena
m erupakan satu bukti tertulis (akte) mengenai penetapan suatu
persekutuan hukum atau keradjaan mendjadi sw apradja (land­
schap). Akte penetapan ini mungkin didahului oleh djandji setia
kepada Pem. Hindia Belanda dan pernjataan bahwa sw apradja
itu m erupakan bagian dari H india Belanda. Peraturan-peraturan
m engenai swapradja itu ditetapkan dalam peraturan um um jang
bernam a Zelfbestuursregelen. Swapradja-swapradja sem atjam ini
dinam akan swapradja dengan pernjataan pendek (korte verklaring
landschappen). Pernjataan dan djandji itu berlaku terus w alaupun
orang jang melakukannja sudah mati. Akte penetapan itu m ung­
kin djuga didahului oleh tindakan penguasa setem pat (pangreh
pradja sebagai wakil G.G.) dan Pemerintah Swapradja (perseku­
tuan jang akan mendjadi swapradja) untuk m erantjang' peraturan
mengenai organisasi dan kekuasaan swapradja itu. A k te pene­
tapan djenis ini m enetapkan persekutuan tadi sebagai sw apradja
m enurut ketentuan-ketentuan jang terdapat dalam p eratu ran itu.
Dengan akte penetapan ini ketentuan-ketentuan tersebut m en­
djadi ketentuan ketatanegaraan jang setingkat dengan peratu ran
G.G. (regeringsverordening). Berlakunja ketentuan-ketentuan
itu tidak tergantung pada hidupnja seseorang radja sebagai kepala
swapradja. &
Dengan akte penetapan itu sesuatu keradjaan, atau persekutu­
an, mendjadi suatu landschap (swapradja). Lihat L ogem ann :
Staatsrecht van N .I. penerbitan tahun 1947, angka 13, halam an
118. D an sesuatu swapradja jang m endapat akte penetapan baru,
m endjadi satu swapradja m enurut akte penetapan b a ru itu.
Dengan pelantikan Pakubuwono X II (1944) dan M angkunegoro
V III (1943) masig-masing sebagai Solo-Koo dan Mangkunegaran-
K oo status kedua swapradja itu tidak m endapat perobahan dan
P e ra tu ra n -p e ra tu ra n n ja te ta p b e rla k u teru s. D ju g a d en g an pem -
n a n p iag am k e d u d u k a n k e p a d a m e re k a oleh P re sid e n R .I.
‘ n g p 1 19 A g u stu s 1945 k e a d a a n tid a k b e ro b a h . U .D . tah u n
^ 4 5 , p a sa l 18 m en g ak u i a d a n ja k e sa tu a n k e n e g a ra a n jan g m em -
P u n ja i h a k asal-u su l d a n b e rsifa t istim ew a, d a n m en g h en d ak i
a d a n ja u n d a n g -u n d a n g jan g m e n g a tu r k e d u d u k a n n ja s e rta sistim
p e m e rm ta h a n n ja . S elam a u n d a n g -u n d a n g in i b e lu m a d a , m ak a
e rd a s a rk a n A tu ra n P e ra lih a n p a sa l 2 d a ri U .D . ta h u n 1945 serta
an h c I" p p - N o 2 ta h u n 1945 segala k e te n tu a n k e ta ta n e c a ra -
n di S u ra k a rta d a n M a n g k u n e g a ra te ta p b erlak u . Sebelum u n -
d a n g - u n d a n g j a n g , d .m a k su d k a n itu te rb e n tu k , p a d a tan g eal
d ik e lu a rk a n s a tu P e n e ta p a n P e m erin ta h N o
Tint ]T g muen t n tu k a n b a h w a sebelum b e n tu k su su n an pfime-
d e n S i n«nH K e su n a n a n d a n M a n g k u n e g a ra a n d ite ta p k a n
d e n g a n u n d a n g -u n d a n g d a e ra h te rse b u t u n tu k se m e n ta ra w ak tu
d ip a n d a n g m e ru p a k a n s a tu k e re sid en a n . D en g an p e n e ta p a n ini
k e d u a sw a p ra d ja itu tid a k h a p u s, m ela in k a n u n tu k se m e n tara
l a n d f f ^ h ag^ k e re sid e n a n sa m b il m en unggu p e n g a tu ra n lebih
la n d ju t oleh u n d a n g -u n d a n g . U n d a n g -u n d a n g ja n g d im ak su d oleh
Mo t ? f b ? ! k P a d a tan g g al 1 0 D J‘uli 1948, (U n d a n e -u n d a n g
ian«r ? v u d a n d alam p3Sal 1 a ja t 2 te rd a P a t k e te n tu an
d a n bahv™ da e r a h i an S m em p u n jai h a k asal-usul
b e rs ifa t T ™em p u n J'a i p e m e rin ta h a n sendiri jang
dd eenng^ann IU nn dTa n6Wa
g -u n df a n g P e m b eanptukka ann Sebagai
te rm a k s udda de ra
a lahm isti™
a ja t 3w a
d ;ir i ! gn ? m a 5S U d d e n g a n d a e ra h ia n g m em P u n jai h a k asal-usul
, te rm a s u k dJuSa sw a p rad ja -sw ap ra d ja S u rak ar­
t a d a n M a n g k u n e g a ra n . D a la m p a s a l in i d e n g a n djelas dipergu-
a k a n p e rk a ta a n „ d a p a t’V a rtin ja ia la h b a h w a tid a k sem ua d a e ra h
ia n g m e m p u n ja i h a k a sal-u su l itu d a p a t d id ja d ik a n d a e ra h isti­
m ew a, d ja d i te rg a n tu n g p a d a k e h e n d a k p e m b e n tu k undang-
u n d a n g d a n u n tu k itu d ip e rlu k a n s ja ra t-s ja ra t terten tu . D ia n ta ra
s ja ra t-s ja ra t itu d ise b u t oleh p a sa l 18 a ja t 5 u n d a n g -u n d a n g tadi,
ja itu b a h w a k e p a la d a e ra h istim ew a d ian g k a t oleh p resid en dari
K eluarga ja n g b e rk u a s a d id a e ra h itu d iza m an sebelum R .I. dan
ja n g m asih m en g u asai d a e ra h n ja d e n g a n s ja ra t-sja ra t ketjak ap an ,

39
kedjudjuran dan kesetiaan dan dengan mengingat adat-is ia
didaerah itu. Sjarat jang tersebut dalam pasal ini untuk sw apra ja
Surakarta dan M angkunegaran tidak ada sehingga m ereka ti a
dapat didjadikan daerah istimewa. Ini tidak berarti, bahw a ke ua
sw apradja itu mendjadi hapus karena tidak didjadikan daera
istimewa. Selama tidak ada peraturan penghapusannja setiap
swapradja jang tidak memenuhi sjarat untuk didjadikan
daerah istimewa m enurut Undang-undang N o 22 tahun 1948
tetap berkedudukan sebagai swapradja dengan segala peratu ran -
nja.
P ada tahun 1950 ketika R .I. mendjadi negara bagian dari
R.I.S. dikeluarkan Undang-undang N o 10 tahun 1950, N o 13
tahun 1950, dan N o 16 tahun 1950 masing-masing m e n g e n a i
pembentukan propinsi Djawa Tengah, kabupaten-kabupaten
dalam daerah Surakarta dan kota besar Surakarta. Djuga
undang-undang ini tidak memberi ketentuan tentang kedudukan
kedua swapradja itu, sebab untuk keperluan itu Konstitusi R .IS -
mengharuskan adanja kontrak antara negara bagian dengan swa­
pradja jang bersangkutan. Dan kontrak antara Pem. R .I. dengan
swapradja Surakarta dan M angkunegaran tidak dapat disim pul-
kan dari kenjataan tidak adanja pernjataan keberatan dari fihak
swapradja masing-masing terhadap undang-undang tersebut tadi,
sebab disini Pem. swapradja Surakarta dan M angkunegaran de
facto sudah tidak ada. Djadi berlainan keadaannja dengan pene­
tapan swapradja-swapradja Jogjakarta dan Pakualam an m endjadi
D aerah Istimewa Jogjakarta seperti telah kita terangkan diatas.
Kesimpulan kita dari ini semua ialah bahwa sw apradja-sw a­
pradja Surakarta dan M angkunegaran de jure sampai sekarang
masih ada, sama halnja dengan swapradja-swapradja dibekas
daerah Negara Sumatera Timur.
Sebagaimana telah kita terangkan diatas, swapradja jan« di-
bentuk dengan undang-undang mendjadi daerah istimewa dengan
sendirinja kehilangan statusnja sebagai swapradja. D em ikian
djuga halnja dengan swapradja-swapradja Jogjakarta dan
Pakualam an jang dibentuk mendjadi daerah istimewa p a d a tahun
1950 berdasarkan persetudjuannja sendiri sehingga seperti telah

40
k rta te ra n g k a n d ia ta s, tid a k lagi b e rte n ta n g a n d en g an K onstitusi
p a sa l 65.
K a lim a n ta n p a d a w a k tu ini te rd a p a t sedjum lah 12 sw a­
p r a d ja seperti dib aw ah ini :
S w ap ra d ja K o taw arin g in dengan p e rn ja ta a n pendek 25
M a re t 1914.
2 j ^ f ra d ja S am bas d e ° g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 30 A p ril

3 - S w ap ra d ja M a m p a w a h d e n g a n k o n tra k p a n d ja n * 15
D ja n u a n d an 9 M ei 1912.
4 b<*a i 9 3 8 a P ° n tia n a k d e n San k o n tra k p a n d ja n g 22 N o p em -

5 i 9 | J rad3a K u b u d e n g a n P e rn ja ta a n p e n d e k 7 P e b ru ari

6 b e T l s S ^ L a n d a k d e n San p e rn ja ta a n p e n d e k 4 N o p em -

7 1921^ ^ ^ S anggau d e n San p e rn ja ta a n p e n d e k 11 D juli

8 ? 9 3 f ra d ja T a ja n d e n g a n P e rn ja ta a n p e n d e k 11 A gustus

9 1 9 2 2 ra d ^ M a ta n d e n g a n P e rn ja ta a n p e n d e k 23 M a re t

10 n u a rT T sH l S u k a d a n a d e n 2an p e rn ja ta a n p e n d e k 15 D ja-

11- S w ap ra d ja S im p an g d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 15 D ja-
n u a ri 1912. 1
12 1 9 ? 3 ^ a d ia S intaD g d e n g a n P e r n ja ta a n p e n d e k 2 6 A gustus

t n ^ i o ^ n terbr f nCgara k e sa tu a n R L P a d a tanggal 17 A g u s-


. w a 9 5 ,° maSJ a d a 17 b u a h sw a p rad ja . T e ta p i p a d a ta h u n 1952
w a p ra d ja S e k a d a u a ta s k e h e n d a k n ja sen d iri d ih a p u sk a n b e r-
a s a rk a n U .D .S 132 a ja t 2 , d a n p a d a ta h u n 1953 d en g an
U n d a n g -u n d a n g D a ru ra t N o 3 sw a p rad ja -sw ap ra d ja K u ta i d a n
B u lu n g a n m asin g -m asin g d id ja d ik a n D a e ra h Istim ew a K u tai
a n d a e ra h B u lu n g an , b e g itu p u la sw a p rad ja -sw ap ra d ja G u n u n g
T a b u r d a n S a m b ah u n g d id ja d ik a n sa tu d a e ra h istim ew a jaitu

41
D aerah Istimewa Berau. Djuga swapradja Sanggau s e s u n g ^ n ^ a
sudah m inta dihapuskan, dan sekarang tinggal m enungg
tu s a n Pemerint3.il. w/'ilctu
D id aerah propinsi Sulawesi sw apradja jang ad a p a a ,
ini ialah sedjum lah 56 buah. P a d a tah u n 1942 h an ja a d a ’
tetap i p a d a tah u n 1946 sw apradja L uw u dipetjah m e n d ja d i cm ,
ja itu m endjadi sw apradja L uw u d an sw apradja T a n a h °
(S. 1946-105). . . . ,
D an nama-nam a swapradja jang ada didaerah propinsi
w esi adalah sebagai b e r ik u t:
1. Swapradja Goa dengan pernjataan pendek 31 Desemoer
1936.
2. Sw apradja B one dengan p ern jataan pendek 17 M a r e t I ' m -
3. Sw apradja W adjo dengan p ern jataan pendek 11 D ju n i 1931.
4. Swapradja Soppeng dengan pernjataan pendek 19 D juh
1906.
5. Swapradja Sidenreng dengan pernjataan pendek 2 M ei 1906.
6 . Swapradja Rappang dengan pernjataan pendek 10 N opem -
ber 1911.
7. Swapradja Malusetasi dengan pernjataan pendek 2 Agustus
1918.
8 . Swapradja Suppa dengan pernjataan pendek 10 P ebruari
1929.
9. Swapradja Sawito dengan pernjataan pendek 16 O ktober
1923-
10. Swapradja Batulapa dengan pernjataan pendek 19 Djuli
1906.
11. Swapradja Kasa dengan pernjataan pendek 19 D juli 1906.
12. Swapradja Maiwa dengan pernjataan pendek 28 Agustus
1924.
13. Swapradja Enrekang dengan pernjataan pendek 4 Djuli
1918.
14. Swapradja Maluwa dengan pernjataan pendek 14 O ktober
1919.
15. Swapradja Buntu Batu dengan pernjataan pendek 9 D ja-
nuari 1924.

42
16. S w ap rad ja A lla d engan p e rn ja ta a n p e n d e k 16 O k to b e r 1915.
■ S w ap rad ja B a ru d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 27 D esem ber
1911.
18. S w ap rad ja S o p p en g riad ja d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 28
D ja n u a ri 1923.
19. S w ap rad ja T a n e tte d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 4 D esem ber
1913.
2 0 . S w ap rad ja M a d je n e d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 2 6 M ei 1908.
1. S w ap rad ja P e m b u a n g d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 28 A pril
1922.
2 2 . S w ap rad ja T je n ra n a d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 8 M ei 1919.
2 3. S w ap rad ja P alan g n ip a d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 2 D esem ­
b e r 1910.
2 4 . S w ap ra d ja B in u a n g d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 24 DHili
1919.
2 5 . S w ap ra d ja M a m u d ju d engan p e rn ja ta a n p e n d e k 14 D iuli
1910.
2 6 . S w ap ra d ja T a p a la n g d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 31 D esem ­
b e r 1908.
2 7 . S w ap rad ja L u w u d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 19 D juli 1906
jo S. 1 9 4 6 -1 0 5 .
2 8 . S w ap rad ja T a n a h T o ra d ja d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 19
D juli 1906 jo S. 1 9 4 6 -1 0 5 .
2 9 . S w ap rad ja B u to n d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 26 A gustus
1922.
3 0 . S w ap ra d ja L a iw u i d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 2 A<mstus
1918.
3 1 . S w ap ra d ja B a n a w a d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 30 D ia n u a ri
1 917.
3 2 . S w ap ra d ja T a w a e li d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 4 M ei 1912.
3 3 . S w ap ra d ja P a lu d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 29 O k to b e r
1921.
3 4 . S w ap ra d ja Sigidolo d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 15 N o p e m b e r
1916.
3 5 . S w ap ra d ja K ulaw i d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 17 S eptem ­
b e r 1921.

43
36. Swapradja Parigi dengan pernjataan pendek 22 Agustus

37' j “ aPradia MoutonS * " S a» Pernjataan pendek 22 Agustus

38. Swapradja Tolitoli dengan pernjataan pendek 10 Djuli

4 0 Swapradia 3 w ° , d' ”8“ pern' ataa" P » d e k 15 Djuli 1916.


41 Swapradia ‘,end' * 2« 1921.
41. Swapradja Lorea dengan pernjataan pendek 22 Agustus

42. Swapradja Una:ma dengan peraja,a a„ pendelc 22 Agus(us

43. Swapradja Bungku dengan perujataan pendek 31 Djanuari

44. Swapradja M ori dengan n p m i.t,,


45. Swapradja Bansgai dengan n S P ek 6 Djuni ,9 0 9 '
46. Swapradja Buol d e n „ a n p e S , ltaan Pe" « 1 Djuli 1908.
47. Swapradja Bintauna dengan^ernfata ^ 61^ 6^ ^ 7 Diuli 1 9‘ 6 '
1913. Pernjataan pendek 12 Pebruari
48. Swapradja Bolaang Mongondow
12 Pebruari 1913 . uengan pernjataan pendek
49. Swapradja Bolaanguki denpan
Pebruari 1913. Pem jataan pendek 12
50. Swapradja Kaidipan Besar denean „ •
Djuli 1913. 8 n Pem jataan pendek 31
51. Swapradja Kandahe-tahuna densan •
Maret 1917. 8 Pernjataan pendek 24
52. Swapradja Manganitu dengan pernjataan ^ 2Mei

S5 4. Swapradja T r t S aS!S a^ jaI^ ,d,* 28 A priI ,9 2 Z


nuari 1923. P njataan Pendek 15 D ja-
55. Swapradja Tagulandang dengan perniata.n „ , ,
1923. pernjataan pendek 17 Djuni
56. Swapradja Talaud dengan neminf>«,
1922. ° Pernjataan pendek 28 DjuU

44
Berdasarkan S. 1946-27 para swapradja jang berada dalam
sesuatu lingkungan daerah telah mengadakan gabungan satu sama
lain jang m erupakan badan lebih tinggi dalam menentukan ke-
psntingan bersam a seperti ditjantum kan dalam statutnja
(peraturan dasarnja). Gabungan-gabungan itu ada jang hanja ter-
bentuk diantara swapradja sadja, dan ada djuga jang terdiri dari
e erapa swapradja dan beberapa neo-swapradja seperti gabung­
an Sulawesi Selatan dan gabungan Sulawesi Utara. Sebelum
ga ungan-gabungan ini terbentuk, daerah gabungan itu sudah
leta p k an sebagai daerah otonomi dalam Peraturan Pemben-
u an Negara Indonesia Tim ur (S. 1946-143) sehingga dapat
*ar i .an bahwa pem bentukan gabungan itu dimaksudlcan seba-
ai satu tjara untuk memberi kekuasaan kepada daerah-daerah
onomi jang tersebut dalam S. 1946-143.
tatut dari gabungan jang tidak dirobah statusnja sampai sc-
rang tetap berlaku berdasarkan pasal 34 „Undang-undang
44 ? ? v m tahan D aerah-daerah Indonesia Tim ur” (S.I.T. 1950-
Eah gan P P - 33 dan 34 tahun 1952 dan P.P. 11 tahun 1953
^ ^ un"an~gabungan Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sula-
bg S1 ^ tara d ibubarkan, dan didirikan daerah-daerah otonomi
nesT ~?rc*asarkan U ndang-undang Pem erintahan Daerah Indo-
• la ^lmur jang pada um um nja m endapat kekuasaan-kekuasaan
^ g sama seperti daerah-daerah jang bersifat gabungan dulu.
k ^ ngan P .P .-P .p. itu dibatalkan pula statut dari gabungan-ga-
p p gan Jang bersangkutan. Mengenai kekuatan hukum dari ketiga
at ‘ ln* sudah kita terangkan diatas ketika membitjarakan per-
ran-peraturan jang berlaku bagi swapradja.
j *Pr°pinsi M aluku terdapat 3 buah swapradja, ja itu :
1 9 l0 radi a ®a^ an dengan pernjataan pendek 6 Desember

3 Swapradja T ernate dengan pernjataan pendek 10 Mei 1916.


^ aPradja Tidore dengan pernjataan pendek 16 September

g Swapradja T idore meliputi daerah-daerah swapradja di Irian


B ef3* ^ang Pada waktu ini de facto berada dibawah kekuasaan
e anda berdasarkan pasal 2 Piagam Pengakuan Kedaulatan.

45
K etiga swapradja dipropinsi M aluku ini m erupakan satu ga
bungan dan mempunjai status „daerah” seperti dim aksud o e i
Undang-undang N.I.T. tersebut diatas.
Dipropinsi Nusa Tenggara swapradja jang ada pada w a k tu mi
ialah : . .
1. Sw apradja Buleleng dengan pernjataan pen d ek 3 0 D juni
1938.
2. Swapradja Djembrana dengan pernjataan pendek 3 0 Djuni
1938.
3. Swapradja Badung dengan pernjataan pendek 30. Djuni
1938.
4. Swapradja Tabanan dengan pernjataan pendek 30 Djuni
1938.
5. Swapradja Gianjar dengan pernjataan pendek 30 Djuni
1938.
6 . Swapradja Klungkung dengan pernjataan pendek 30 D juni
1938.
7. Swapradja Bangli dengan pernjataan pendek 30 D juni 1938.
8 . Swapradja Karang-Asam dengan pernjataan p en dek 30
D ju n i1938.
9. Swapradja Bima dengan kontrak pandjang 4 A pril 1939.
10. Swapradja Dompu dengan kontrak pandiane 28 A e u stu s
1906.
11. Swapradja Sumbawa dengan kontrak pandians 4 A pril
1939.
12. Swapradja Kanatang dengan pernjataan pendek 12 M ei
1916.
13. Swapradja Lewa dengan pernjataan pendek 3 M ei 1918.
14. Swapradja Tabundung dengan pernjataan pendek 1 P ebruari
1919.
15. Swapradja Melolo dengan pernjataan pendek 23 D esem ber
1913.
16. Swapradja Larendi (Rendeh-Mangili) dengan pernjataan
pendek 31 Mei 1919.
17. Swapradja Waidjelu dengan pernjataan pendek 23 D esem ber
1913.
* 8 . S w apradja M a su k a re ra d e n g a n p e rn ja ta a n p endek 23 D e­
sem ber 1913.
S w ap rad ja L a u ra d engan p e rn ja ta a n p e n d e k 23 D esem ber
1913.
20- S w ap rad ja W adjiw a d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 23
D esem b er 1913.
2 1 . S w ap rad ja K odi dengan p e rn ja ta a n p e n d e k 3 M ei 1913.
• S w ap rad ja L a u li d engan p e rn ja ta a n p e n d e k 25 A p ril 1923.
S w apradja M e m b o ro d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 28 Septem ­
b e r 1916.
2 4 . S w ap rad ja U m b u R a tu N g ay d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 28
S eptem ber 1916.
2 5 . S w apradja A n a k a la d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 23 D esem ­
b e r 1913.
2 6 . S w ap rad ja W a n o k a k a d engan p e rn ja ta a n p e n d e k 12 M ei
1916.
2 7 . S w ap rad ja L a m b o ja d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 23 D esem ber
1 913.
2 8 . S w ap rad ja M a n g g ara i d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 23 A pril
1930. y
2 9 . S w ap rad ja N g a d a d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 8 M ei 1921.
3 0 . S w ap rad ja R iu n g d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 13 D esem b er
1918.
3 1 . S w ap rad ja N o g eh d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 21 O k to b e r
1927.
3 2 . S w ap rad ja E n d e h d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 10 O k to b e r
1917.
3 3 . S w ap rad ja L io d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 21 O k to b e r 1927.
3 4 . S w ap ra d ja S ikka d engan p e rn ja ta a n p e n d e k 1 M ei 1923.
3 5 . S w ap ra d ja L a ra n tu k a d engan p e rn ja ta a n p e n d e k 25 D iuni
1912. J
3 6 . S w ap rad ja A d o n a ra d en g an p e rn ja ta a n p e n d e k 27 D iuli
1932. J
3 7 . S w ap ra d ja A m a ra si d e n g a n p e rn ja ta a n p e n d e k 2 4 A pril
1917.
3 8 . S w ap ra d ja K u p a n g d engan p e rn ja ta a n p e n d e k 7 A p ril 1919_
39. Swapradja Fatuleo dengan pernjataan pendek 16 Djuli
192.3.
40. Swapradja Ampoan dengan pernjataan pendek 20 M ei 1
41. Swapradja Roti dengan pernjataan pendek dari beberapa
swapradja jang mendjadi satu swapradja Roti.
42. Swapradja Sawu dengan pernjataan pendek 21 N opern er
1918‘
43. Swapradja Amanuban dengan pernjataan pendek 24
Pebruari 1923.
44. Swapradja Amanatun dengan pernjataan pendek 24
Pebruari 1923.
45. Swapradja Molo dengan pernjataan pendek 10 M ei 1916.
46. Swapradja Miamaffo dengan pernjataan pendek 26 O ktober
1922.
47. Swapradja Bebuki dengan pernjataan pendek 23 Oktober
1917.
48. Swapradja Isama dengan pernjataan pendek 23 O ktober
1917.
49. Swapradja Belu dengan pernjataan pendek 25 M aret 1927.
50. Swapradja Alor dengan pernjataan pendek 14 O ktober
1919.
51. Swapradja Barmusa dengan pernjataan pendek 14 Pebruari
1919.
52. Swapradja Pantar M atahari Naik dengan pernjataan pendek
7 April 1919.
53. Swapradja Kui dengan pernjataan pendek 13 M aret 1923.
54. Swapradja Kolana dengan pernjataan pendek 27 Agustus
1915.
55. Swapradja Batulolong dengan pernjataan pendek 27 Agustus
19,15.
56. Swapradja Pureman dengan pernjataan pendek 14 O ktober
1919.

Djuga swapradja-swapradja dipropinsi Nusa Tenggara m en­


djadi beberapa gabungan jang m endapat status „daerah” seperti
telah kita terangkan diatas mengenai propinsi Sulawesi. D ari

'48
*>a ungan-gabungan itu tid a k ad a sa tu p u n jang d ib u b ark an atau
rn en d a p a t status lain sehingga sta tu t d ari m asing-m asing ga-
ungan m eru p a k an s ta tu tn ja d a e ra h -d ae rah seperti dim aksud
oleh U n d a n g -u n d a n g P e m erin ta h a n D a e rah Indonesia T im ur.
H a l ini d id asa rk an atas p asal 34 d a ri U n d an g -u n d an g N .I.T
te rse b u t.
M e n u ru t tja ta ta n k ita d iatas d ju m lah sw ap rad ja seluruhnja
P a d a w ak tu ini di In d o n esia a d alah seb an jak 154 b u ah , sedang
P a d a tah u n 1942 a d a 278 buah.
Tanggal jan g k ita tja n tu m k a n bagi tiap ak te p e n e ta p a n (apa
ja n g d in am a k an k o n tra k politik) a d a la h tanggal dari keputusan
v j .G . , sebab tiap k o n tra k p a n d ja n g atau p e rn ja ta a n p endek b aru
n ie n d a p a t k e k u a ta n h ukum setelah ada k e p u tu sa n pengesahan
d a ri G .G .
B aiklah kita se k ara n g b itja ra k a n k e d u d u k a n sw ap rad ja dalam
n e g a ra R .I. S eb ag aim an a telah k ita m aklum sem ua daerah sw a­
p r a d ja p a d a z a m a n B elan d a lazim n ja d iseb u t d a e ra h tid a k lang­
s u n g (indirect gebied), a rtin ja satu d a e ra h k ek u asaan N .I. jang
tid a k langsung d ip erin ta h oleh P em . N .I., m elain k an d iperintah
d e n g a n p e ra n ta ra a n P e m erin ta h -p e m e rin ta h S w apradja jang sudah
a a se d ja k d ah u lu d a n k e m u d ia n d id ja d ik a n p e m e rin ta h an jang
sa h atas d a e ra h itu m e n u ru t h u k u m tata n eg a ra H in d ia B elanda
engan su a tu a k te p e n e ta p a n d ari G .G . D a e rah -d a era h lainnja
d a ri N .I. d isebut d a e ra h langsung (direct gebied), artin ja d aerah
ja n g langsung b e ra d a d ibaw ah k e k u a sa a n P em . H in d ia B elanda.
T im b u l p e rta n ja a n a p a k a h p a d a w ak tu ini m asih d a p a t diad ak an
p e rb e d a a n a n ta ra d a e ra h langsung d a n d a e ra h tid a k langsung.
M e n u ru t p e n d a p a t k ita p e rb e d a a n itu tid a k p a tu t lagi u n tu k di-
p e rg u n a k a n d alam k e ta ta n e g a ra a n k ita . D a la m ran g k a tata n eg a ra
N .I. p e rb e d a a n itu d a p a t d ifa h a m k a n oleh k a re n a d isana ter­
d a p a t k e k u a sa a n asing jan g m en d ja la n k a n p e m e rin ta h an atas
w ilajah In d o n esia, k e k u a sa a n asing m an a m engakui p em erin tah an
a sli atas b e b e ra p a d a e ra h sebagai p e m e rin ta h an tak lu k a n jang
d ip e rk e n a n k a n m ela n d ju tk a n tugasnja dalam lingkungan h ukum
p e n d ja d ja h a n . M asin g-m asing d a e ra h ta k lu k a n jan g d ip erk en an ­
k a n m e la n d ju tk a n p e m e rin ta h a n aslinja itu d ib eri p e n e ta p a n jang

49
membatasi kekuasaannja dalam mengurus rumali lannsania sen-
dm. Djadi disini adanja sebutan daerah tidak langsung dan daerah

ta ^ m le r t k 2 ma'iam sumb“ k<*“asaa". ja-


d,ah d L „,!h“r an J3t aSli dM Sumber ^ u a s a a n pend a-
kum asH d n l „ karenimJa !'mb“> 2 ^ a sa n a hukum jailu l,u-
kum ash dan hukum pendjadjah. Diatas daerab i.in" bersum-

oleh p e „ X T a h h e T f diUca ,idak O te « u k a n lain


d aT raM an filn o, ^ h“k“m “ “ ">ula- set'a"8ka"
dirinja b u k u n ^ ^ n d ja d ^ a ^ tlih a f J*^^a2 jaaj^(e ^ d e n g a n sen-

sung
kuasai (diperintah) oleh pendjadjah !a" S lanSSUng 6 ''
Dalam suasana kenegaraan s e k in m i , ,
saan jang satu sama lain berhadaoan ’ > 3? 8‘ 2 keku3'
djah. Kekuasaan jang ada s e k a r w h ]at da" pendja'
jang sedang mengatur ne«aranh \ g ,hanja satu’ iaitu rakJat
bedaan antara daerah lang'sung dan ^ id ak ^ itU V&1'
dipergunakan lagi. Oleh karena j- ]angsung tidak dapat
kita membuat U - d a ^ ^ M * tahon 1945 ketika
nja mem perbedakan antara daerah n l J l ? pertam a> kita ha-
asal-usul serta bersifat istimewa dan T u ^ S memPunJai hak
demikian. Seperti telah kita teranckan H ? ? mnj'a Jang tidak
punjai hak asal-usul dan bersifat is tim J ah jang mem_
ti, jaitu daerah swapradja dan d aen h memPunJai 2 a r­
se gemeente) seperti desa, huta ori d rSekutuan adat (Inland-
jang diadakan antara daerah ian’e • . ' lain' Perbedaan
lainnja hanja untuk waktu sementara iVt 1St!mewa dan daerah
dapi kenjataan demikian. Kemudian kita L n i T k ita m e n f a"
rah negara kita atas daerah besar dan kPt S membagl dae'
kenegaraan kita sendiri sehingga keirm noJ me!lurut tjita-tjita
lagi daerah jang bersifat istimewa gkman t,dak akan ada
Berhubung dengan soal diatas perlu riitinrf-
mengenai masih berlaku tidaknja I S 21 ^ J o PertanJaan
tafsirkan Belanda dahulu dan mengenai p l r b e d a a n ^ ? ' ^ ^
la negara dan kaula swapradja. antara kau-

50
Diatas telah kita terangkan bahwa R.I. itu adalah negara
kepunjaan rakjat Indonesia seluruhnja, bukanlah seperti N.I.
dahulu jang m erupakan satu organisasi alat pendjadjah Belan­
da terhadap rakjat Indonesia. R.I. adalah organisasi dari rakjat
Indonesia untuk m engatur penghidupannja dalam segala lapang-
an, jaitu dalam lapangan ekonomi, politik, dan kebudajaan.
Untuk m engatur penghidupan rakjat itu negara sebagai organi­
sasi m engeluarkan peraturan-peraturan.
Dengan sendirinja peraturan ihi berlaku diseluruh wilajah
negara R .I., ketjuali djika ditentukan lain. Djadi berhubung de­
ngan itu m aka dengan sendirinja segala peraturan R.I. berlaku
juga didaerah swapradja. Oleh karena itu I.S. 21 ajat 2 sudah
ak berlaku, dan harus dianggap sebagai bertentangan dengan
tatahukum R .I. M engenai hal ini dapat dilihat djuga keterangan
't a diatas ketika m em bitjarakan peraturan-peraturan jang ber-
u bagi swapradja.
Sagaim ana sekarang mengenai pembedaan antara kaula ne-
Sara dan kaula sw apradja ? D iadakannja perbedaan antara kaula
^ egara dan kaula sw apradja dalam hukum tatanegara Hindia
e a°d a perm ulaannja ialah dengan rnaksud mengadakan pe-
jnisahan kekuasaan antara N .I. dan swapradja, jaitu bahwa da-
ain wilajah sw apradja alat-alat pemerintahan N.I. hanja ber-
^ uasa atas kaula negara dan alat pem erintahan swapradja hanja
i Cr, uasa a*as kaula swapradja. Kemudian berhubung dengan
j^ a SUcl untuk m engadakan tjam pur tangan jang lebih djauh da­
ri ^ ? rusan Pem erintahan swapradja, m aka kekuasaan alat peme-
te° a an N .I. diperluas sehingga mengenai urusan-urusan ter-
lik^ ’1 m ereka berkuasa djuga atas kaula swapradja. Dan seba-
beK^a kePat^a Pem erintah Swapradja dapat diberikan djuga
3 ) rapa ^ k u a s a a n terhadap kaula negara (lihat Z.R. 7 ajat
1 ’ tetaPi ini sam pai tahun 1942 belum pernah mendapat peng-
^ vSanaan. K epada Pem erintah Swapradja tidak diberikan ke-
k asaan jang berhubungan dengan urusan kedaerahan terhadap
u a negara oleh karena Belanda beranggapan bahwa keada-
dalfS'Vaprac^ a *tu n135^1 sedemikian terbelakangnja sehingga ti
dapat diserahi segala urusan mengenai kaula negara itu.

51
B elanda merasa bertanggung djawab atas nasib sem ua o ra” g
jang dinamakan kaula negara itu sehingga tidak mau m en jera 7
kannja kepada kekuasaan swapradja. Jang dipandanc sebagai
kaula negara didaerah Surakarta dan Jogjakarta m e n u ru t S.
1921-566 adalah: orang Eropa, orang Timur Asing, pegawai
negeri, dan orang bumiputra jang berada didaerah itu untuk
sem entara waktli.
D idaerah swapradja lainnja dengan pernjataan pendek janS
mendjadi kaula negara ditentukan oleh Z.R . 7 ajat 3, jaltu
orang Eropa, orang Timur Asing ketjuali keturunan orang-
orang jang berkuasa diswapradja (seperti di Kalim antan B arat),
pegawai negeri dan buruh kontrak (contractarbeiders). M enu­
rut Z.R . 7 ajat 3 tugas pemerintahan jang didjalankan oleh swa­
pradja terhadap kaula negara ditentukan oleh G.G. dan penentu-
an sematjam ini sampai tahun 1942 belum pem ah dilakukan.
S. 1946-18 memberi kemungkinan perluasan kekuasaan swa­
pradja, iang diantaranja berarti bahwa kepada swapradja dapat
diserahkan segala kekuasaan pemerintahan kedaerahan ter­
hadap golongan kaula negara. Ini terbukti dari S. 1946-99 jang
memberikan kepada Dewan Borneo Barat (West Borneo raad)
segala kekuasaan terhadap kaula negara, dengan sjarat supaja
kepada golongan kaula negara diberi hak ikut serta m enentukan
(medezeggenschap) sepadan dengan arti dari golongan tersebut
dan dengan kepentingannja didaerah itu. Keputusan G.G. sem a­
tjam ini kemudian diambil djuga bagi neo-swapradja lainnja,
seperti terdapat pada S. 1948-112 dan S. 1949-115. Disini perlu
kita m entjatat keterangan Logemann dalam bukunja jang ber-
nama „Het Staatsrecht van Indonesie” tjetakan pertam a, hala-
m an 193 jang menjatakan bahwa kekuasaan swapradja di Bali,
Sumbawa, Flores, Timor, Sangihe, Talaud, Sulawesi dan M alu­
ku U tara sudah meliputi kekuasaan pemerintahan terhadap
kaula negara. Pernjataan Logemann ini tidak m engandung ke-
benaran sama sekali. Siapa jang membatja sendiri keputusan
Presiden N .I.T. tanggal 1 Pebruari 1950 No 2 8 / P r B /5 0 (S.
I T . 1950-22) jang didasarkan atas keputusan H.V.K. tanggal 5
M ei 1949 No 21 (S. 1949-115) akan mengetahui betul dari

52
a a -k a ta jan g d ip erg u n a k an , b a h w a pem b erian k ek u asaan pe-
e rm ta h a n te rh a d a p k a u la n eg ara h a n ja b erlak u bagi gabungan-
a ungan sw a p rad ja ja n g m em p u n jai k e d u d u k a n sebagai d aerah
Bngan n a m a -n a m a sep erti terse b u t diatas. D jad i k e k u a sa a n m a-
,n g-m asing sw a p rad ja ja n g b e ra d a d id a e ra h -d a e ra h itu tetap. ter­
r a s k e p a d a golongan k au la sw a p rad ja (lihat lam p ira n 7 d a n 8 ).
. er*t’ ia Pu san p e rb e d a a n a n ta ra k a u la n e g a ra d a n k a u la sw apradja
V f c la m p ra k te k n ja h a n ja te rd a p a t p a d a federasi sw ap rad ja dan
a a n e o -sw ap ra d ja ja n g m em p u n ja i d ew an d en g an m an a m ung-
•n i ' u t se rta n ja golongan k a u la negara" itu d alam pem erin tah an .
ja d i B e la n d a b a ru m em b e rik a n k e k u a sa a n te rh a d a p k a u la n e ­
g a ra itu k e p a d a sw a p rad ja djika te rd a p a t d jam in an b ah w a golong­
a n ini tid a k a k a n diru g ik an . S elan d ju tn ja k ita h a ru s m e n u n -
ju p a d a S. 1 9 4 6 -2 7 jan g m em b eri k em u n g k in an d ib en tu k n ja
o ta p ra d ja d id a e ra h sw a p rad ja d e n g a n d ib eri segala k e k u a sa a n
P e m e rin ta h a n te rh a d a p k a u la n e g a ra sehingga 'd id a la m k o ta-
P ra d ja itu tid a k a d a lagi p e rb e d a a n a n ta ra k a u la n e g a ra dan
K aula sw a p rad ja . S ebagai u m p a m a iala h k o ta P o n tia n a k jan g
d ib e n tu k o leh P e m erin ta h S w ap ra d ja P o n tia n a k p a d a tanggal
4 A g u stu s 1 9 4 6 d e n g a n p u tu sa n n ja N o 2 4 / 1 / 1 9 4 6 / P .K . jo
k e p u tu s a n A lg. R egeringscom m issaris N o A .R .C . 4 / 1 / 2 0 . D ari
u r a ia n diatas te rn ja ta b a h w a k e p a d a sw a p rad ja sendiri-sendiri
a ta u p a d a u m u m n ja tid a k p e m a h d ib e rik a n k e k u a sa a n p e m e rin ­
ta h a n te rh a d a p k a u la n e g a ra , sehingga sam p ai s a a t te ra c h ir k e ­
k u a s a a n sw a p ra d ja teta p te rb a ta s p a d a k a u la sw ap rad ja. D juga
s e s u d a h p e n g a k u a n k e d a u la ta n p a d a tan g g al 27 D esem b er 1949
tid a k p e rn a h d ik e lu a rk a n p e ra tu ra n ja n g b e rsifa t m en g h ap u sk an
p e rb e d a a n a n ta ra k a u la n e g a ra d a n k a u la sw a p rad ja . K e a d a a n
d e m ik ia n d a la m k e ta ta n e g a ra a n k ita p a d a w a k tu ini sung<uih
tid a k d a p a t d ip e rta h a n k a n lagi, seb ab k ita tid a k b o leh m em p er^u -
n a k a n a la sa n se p erti B e la n d a ja n g m e m a n d an g re n d a h d e ra d ja t
p e m e rin ta h a n sw a p ra d ja sehingga k e p a d a n ja tid a k d a p a t d i-
p e rtja ja k a n golo n g an p e h d u d u k ja n g d ise b u t k a u la n e g a ra itu.
P e m e rin ta h a n sw a p ra d ja a d a la h p e m e rin ta h a n daexah d a ri R e p u -
b lik In d o n esia . O le h k a re n a itu k e p a d a n ja h a ru s d ib e rik a n p u la
s e g a la k e k u a sa a n p e m e rin ta h a n k e d a e ra h a n , jaitu segala k ek u asa-

53
an jang berhubungan dengan urusan rum ah tangganja sen
dengan tidak mengadakan perbedaan antara orang-orang
berasal dari daerah itu sendiri dan orang lain. Sekarang meI\ J
pertanjaan bagi kita apakah hilangnja perbedaan itu tidak apa
disirapulkan dari ketentuan-ketentuan jang ada dalam U. • •
atau peraturan lainnja. M enurut pendapat kita pada w a k tu mi
tidak ada ketentuan dalam hukum tatanegara kita jang m em eri
dasar dengan langsung dan kuat pada kita untuk m engauggap
perbedaan antara kaula negara dan kaula swapradja itu hapus.
U.D.S. 133 mengatakan bahwa sambil menunggu undang-undan§
jang m engatur kedudukan swapradja, m aka p e ra tu ra n -p e ra tu ra n
jang sudah ada tetap berlaku, jaitu diantaranja m en g en ai per­
bedaan antara kaula negara dan kaula swapradja. Berhubung
dengan itu sebaiknja sekarang djuga sambil menunggu undang-
undang term aksud dalam U.D.S. 132 kita m engeluarkan satu
P.P. jang menghapuskan perbedaan antara kaula negara dan
kaula swapradja itu. Walaupun didaerah-daerah sw apradja dalam
prakteknja sering tidak diadakan perbedaan, P.P. ini perlu di­
keluarkan untuk menghilangkan segala keragu-raguan. D engan
uraian diatas mengenai I.S. 21 ajat 2 dan perbedaan an tara kaula
negara dan kaula swapradja kita telah m embitjarakan p u la ke­
dudukan swapradja dalam negara kita. Selandjutnja harus kita
tegaskan disini bahwa swapradja itu tidak lain dari p a d a satu
kesatuan kenegaraan kedaerahan, atau dengan perkataan lain
daerah bagian Republik Indonesia jang berhak mengurus rum ah
tangganja sendiri. Dalam rangka desentralisasi kekuasaan negara,
swapradja-swapradja itu pada waktu ini tidak m em punjai ke­
dudukan jang sama. Swapradja jang berada dibekas wilajah
N .I.T. umpamanja berlainan kedudukannja dengan jang ada di­
propinsi Kalimantan. Dibekas wilajah N.I.T. jaitu dipropinsi-
propinsi Sulawesi, M aluku dan Nusa Tenggara semua sw apradja
sudah berada dalam beberapa federasi, federasi m ana masing-
masing mempunjai kedudukan sebagai „daerah” m e n u ru t
Undang-undang Pemerintahan D aerah N.I.T. (S.I.T. 1950-44).
Oleh karena federasi-federasi ini mempunjai kedudukan sebagai
daerah jang berhak mengurus rum ah tangganja sendiri, m aka de-

54
^ g a n sen d irin ja m asing-m asing sw a p rad ja jan g a d a dalam suatu
a e ra h (d ae ra h oto n o m i m e n u ru t U n d a n g -u n d a n g N .I.T . tadi)
e ru p a k a n b ag ian d a ri d a e ra h itu. D a n oleh k a re n a propinsi-
r o p in s j dibekas w ilajah N .I.T . m asih h a n ja m e ru p a k a n propinsi
rninistrasi sad ja, m a k a dalam ran g k a d esentralisasi k ita d ap at
e n g a ta k a n b a h w a sw a p rad ja -sw ap ra d ja jan g a d a ditiea propinsi
u m e ru p a k a n d a e ra h o to n o m i tin g k at I I d a ri R epubH k In d o n e-
s p V ]f etap i P ad a w a k tu ini sw a p ra d ja -sw a p ra d ja itu tid a k sam a
a h m e ru p a k a n b a g ia n d alam arti jan g se b en a rn ja d a ri daerah ,
e b a b m asih a d a b e b e ra p a k e k u a sa a n residen d ah u lu jan g belum
ise ra h k a n k e p a d a d a e ra h seperti k e k u a sa a n u n tu k m engesah-
a n P e ra tu ra n -p e ra tu ra n sw a p rad ja , k e k u a sa a n p e n g esah an ang­
g a ra n b e la n d ja sw a p rad ja , d a n lain-lain. D jik a h e n d a k dib erik an
^ e d u d u k a n sebagai d a e ra h o to n o m i tin g k a t II, m a k a h e n d a k la h
k e k u a s a a n itu d ib e rik a n dju g a p a d a d a e ra h , d a n d alam ran g k a
P e n jele saia n m asa lah sw a p ra d ja tin d a k a n itu a d a la h sep atu tn ja.
u a l a m h u b u n g a n in i b a ik la h k ita b itja ra k a n d ju g a k e k u a sa a n -
K ek u asaan re sid e n d a h u lu te rh a d a p sw ap rad ja.
j f e k u a sa a n resid e n te rh a d a p sw a p ra d ja itu se lu ru h n ja d im ak-
s u d k a n u n tu k m engaw asi g e ra k -g e rik P e m e rin ta h S w apradja.
e sid e n d itu g a sk a n u n tu k m en d ja g a a g a r P e m erin ta h S w apradja
d ik e n d a h k a n sesu ai d e n g a n p o litik ja n g su d a h d ite n tu k a n oleh
e m e n n ta h H in d ia B elan d a. D e n g a n d e m ik ia n m a k a istilah h a k
u n tu k m em e rin ta h se n d iri” (re c h t v a n zelfb estu u r) sep erti digu-
n a k a n d a la m I.S. 21 a ja t 2 m em p u n ja i a rti kosong. D alam ke-
n ja ta a n n ja P e m e rin ta h S w ap ra d ja d ik e n d a lik a n oleh residen.
S e b a g a i m isal k ita am bil k e te n tu a n jan g te rd a p a t d alam p a sal 10
d a r i Z .R . 19 3 8 . A ja t 1 d a ri p a s a l in i b e rb u n ji sbb :
,,D e o v e rh e id sta a k v a n h e t Z e lfb e stu u r w o rd t o n d e r h e t alge-
„ m e e n to e z ic h t v a n d e n G o u v e rn e u r v e rric h t in overleg m et
„ d e n R e s id e n t e n d e a a n h e m o n d erg esch ik te b e stu re n d e, of
„ a n d e re d a a rto e d o o r h em a a n te w ijzen a m b te n a re n ” .
T e rn ja ta d a ri a ja t 1 ini b a h w a tugas p e m e rin ta h a n jan g dila-
k u k a n o leh P e m e rin ta h S w ap ra d ja h a ru s d e n g a n m u sja w a ra t d e­
n g a n re sid e n d a n b a w a h a n n ja . I n i b e ra rti b a h w a P e m erin ta h
S w a p ra d ja tid a k d a p a t b e rb u a t a p a -a p a d a la m lap a n g a n pem e-

55
rintahan, bilamana tidak ada Der*;pti.H;,iQ„ o i
^ , persetudjuan d an residen.Selan-
djutnja ajat 2 dan pasal itu berbunji sbb :

”“ b“ l T ka" ’ " a sell0'"Jcn gedachtenwisseling met


’ amblenare" en den Resident, zijne
" to . S L Z V ™ ,andschap en zii " ' i"S « eten en bij
" k o L ^ bK den ° ° uvenKur da" » = '. door diens tusschen-
V° 0rstaan- In de sevallen, w aarin van
„die bevoegdheid gebruik gemaakt wordt t.a.v. den G G dient
Z elftsstuur schnftclijke stukken in door tusschen’k omst
" Z o X T ' ,k bes‘r nde amb‘« - « ; de r R e “
”de wat het ?^ ^ ambtenaren deelt het tevens me-

dahulu dengan Pemerintah setemnat d L ^ be™ndinS ,sblh


ngan,sendirinja m erupakan kekanran h m3na "
dja Lebih djanh 1* ajat 3 da* SwaPra'

'
ir r ,id -
„richten van dergelijke h a n d e lin g e n m Z T ^ ^ ^
„gaan van overeenkomsten, van niet’ s tr* ^ ^ “T
„aan of met wien ook, de toestemm inl persoonhJke aard’
„welke toestemming moet blijken dnn ^ R esident> van
„dezen op de desbetreffende akten «* \ r 0f namens
..Resident bepaalt welke v e ™ f „ £ “ ' f ' ^ ^ u r i n g .
„leend of welice dergelijke handelinge" k Z f W° r He” V<!r'
rich, zonder vooraf verkregen t o e s t e l t " " 6" ^
D ari ajat 3 dan 4 mi terpaksa kita m enarik 1™ • , ,
wa jang rnemegang kemudi pemerintahan ™ kes™ pi,Ian> '
lain dari pada residen. D apat dikatakan k ^ apradja ltu tldak
m aharadja (kaisar) bagi swapradja, dan hak iTnt T ^ "
sendiri bagi swapradja dengan demikian s, ? m em erm tah
Pem erintah Swapradja ja n g \e r u pa radfa i l i t f * “ f '
sam a-sam a dengan orang-orang besarnja <iandSgrMe„“ hanfa m e­
rupakan satu alat ,ang d.hadapkan iangsung d e^ a“ i k“ f a g a r

56
dapat dengan m udah dikuasainja atau diperasnja. Adanja ke­
kuasaan residen jang begitu besar terhadap swapradja adalah
satu bukti bahwa Pem. Hindia Belanda menganut faham investi-
tur seperti telah kita terangkan diatas dalam bab pertama. Peme­
rintah Swapradja terdiri dari orang-orang jang diberi kehormat-
2n untuk mendjadi tuan besar didaerahnja sebagai wakil Pem.
india Belanda dengan tidak mempunjai sesuatu kekuasaan
jang berarti. Dan kehorm atan itu diberikan dengan suatu akte
penetapan dari G .G ., akte penetapan mana oleh Belanda lazim-
nja dinam akan perdjandjian.
Kekuasaan-kekuasaan residen terhadap swapradja oieh N.I.T.
untuk wilajahnja dibagi-bagikan kepada beberapa instansi. Ini
er jadi pada th 1949 ketika djabatan residen dihapuskan. Mula-
u. a kekuasaan residen ini dibagi-bagi dengan keputusan Men-
k&ri Dalam Negeri N .I.T. tanggal 20 Agustus 1949 jang mulai
er aku 1 O ktober 1949. Kemudian pembagian kekuasaan itu
kembali dengan Undang-undang N.I.T. tanggal 19 De­
ni er 1949 tentang pem bentukan Komisariat-komisariat Ne-
2 3 ^ ^ ^ ^ 1950 N o 5) dan Peraturan Presiden N.I.T. tanggal
beb esember 1949 tentang pembagian kekuasaan residen pada
lak Erapa instansi (S.I.T. 1950 N o " 6 ) jang masing-masing ber-
und SUFUt Sampai tanggal 1 O ktober 1949. Pasal 5 dari Undang-
l„n ^ng N .I.T . tentang pem bentukan Komisariat Negara itu
^ a p n j a berbunji s b b :
engan tidak mengurangi jang ditetapkan dalam pasal jang
Jatas ini, m aka dengan verordening Presiden kekuasaan-
asaan, tugas dan tjam pur tangan jang menurut peratur-
an-peraturan, undang-undang dan tatausaha jang ada dilak-
sanakan oleh residen, buat sepandjang halnja tidak dibeban-
3n kepada seorang menteri, dipertanggungkan :
sekadar jang sebagian besar bersifat mengawasi kepada
Kornisaris-komisaris Negara.
sekadar jang m em punjai sifat-sifat lainnja kepada badan-
badan daerah jang b e rik u t:
a- B uat jang mengenai daerah-daerah jang seluruhnja
terdiri dari lands chap (zelfbestuur) kepada Badan Pe-

57
merintah Harian, atau djika badan ini tidak ada, 'e
pada Dewan Radja-radja.
b. Buat jang mengenai daerah-daerah jang seluru nja
terdiri dari persekutuan-persekutuan jang dibentu
m enurut pasal 1 dari ordonansi tanggal 13 pebruari
1946 (S. 1949-17) kepada Madjelis G e c o m m i t t e e r -
den.
c. Buat jang mengenai daerah :
1. Maluku Utara, kepada Dewan R a d j a - r a d j a ,
2. Sulawesi Utara, kepada Dewan K eperintahan,
3. Sulawesi Selatan, kepada Madjelis H arian.
2. Penglaksanaan sehari-hari dari kekuasaan-kekuasaan, tugas-
tugas dan tjampur tangan jang dimaksudkan dalam ajat di­
atas sub II, dipertanggungkan kepada ketua dari madjelis-
madjelis ini.
M enurut pasal ini. kekuasaan residen dahulu dapat diberikan
pada Pemerintah (Menteri) N.I.T., Komisaris Negara atau Pem.
D aerah. Pembagian kepada berbagai instansi itu dilakukan de­
ngan Peraturan Presiden. Terlebih dahulu presiden harus me-
nentukan kekuasaan-kekuasaan mana jang akan diserahkan pa­
da Pemerintah (Menteri) N.I.T., dan sisanja dibagi-bagi antara
Komisaris Negara dan Pem. Daerah. Dalam membagi kekuasaan
itu antara Komisaris Negara dan Pem. Daerah, Presiden N .I.T .
harus berpegangan pada ketentuan bahwa kekuasaan residen
jang sebagian besar bersifat mengawasi akan diserahkan kepada
Komisaris Negara. Prinsip ini perlu diperhatikan untuk dapat
m enentukan kekuasaan-kekuasaan apakah dari residen itu ada
pada Komisaris Negara dan kekuasaan-kekuasaan m ana ada
pada Pem. Daerah, sebab Peraturan Presiden tanggal 23 Desem ­
ber 1949 seperti termuat dalam S.I.T. No 6 tahun 1950 ten­
tang pembagian kekuasaan residen tidak memberikan pertelaan
satu-persatu kekuasaan jang diberikan pada Pem. D aerah dan
sans Ne&ara. ICekuas residen jang dengan tegas diberi­
kan pada Komisaris Negara oleh Peraturan Presiden tersebut h a ­
nja jang berhubungan dengan gabungan swapradja, djadi bukan
jang berhubungan dengan swapradja masing-masing. Sedangkan

58
p asal 3 d ari P e ra tu ra n P re sid e n itu dju g a tidak m enjebut satu-
p e rsa tu k e k u a sa a n resid e n ja n g d ise ra h k an p a d a P em . D aerah ,
m elain k an h a n ja b e rb u n ji sb b :
„ D e n g a n tid a k m en g u ran g i ap a jan g d ite n tu k a n dalam pasal 4
d a n 5 a ja t p e rta m a d a n 6 d ari u n d a n g -u n d a n g tg 19 D esem ber
1949 m ak a k e k u a sa a n -k e k u a sa a n , tugas-tugas d an tja m p u r ta ­
ng an dari resid en -resid en ja n g terse b u t dalam k eten tu an -k eten -
tu a n , p e ra tu ra n -p e ra tu ra n d a n p e ra tu ra n ta ta u sa h a , lain d ari p a ­
d a jan g te rse b u t d alam p asal 1 d an 2 , m asing-m asing u n tu k wi­
laja h d a e ra h sendiri-sendiri d ip ertan g g u n g k an k e p a d a B adan-
b a d a n D a e rah ja n g d im a k su d k a n d alam p asal 5 a ja t 1 sub II
d a ri u n d a n g -u n d a n g in i” .
B e rh u b u n g d e n g a n itu, m ak a k ita h a ru s m en tja ri sendiri ke-
u a sa a n -k e k u a sa a n a p a ja n g m e n u ru t P e ra tu ra n P residen tadi
p in d a h k e ta n g a n P e m e rin ta h D a e ra h d a n k e k u a sa a n -k ek u a sa an
m a n a p in d a h k e ta n g a n K om isaris N eg ara. D a n u n tu k m engetahui
ini k ita h a ru s selalu in g at p a d a p rin sip jan g m en g atak an , bahw a
k e k u a sa a n resid en ja n g seb ag ian b e s a r b e rsifa t m engaw asi m en ­
d jad i k e k u a sa a n K o m isaris N e g a ra selam a tid a k d ib erik an p a d a
P e m erin ta h N .I.T .
Seperti tela h k ita te ra n g k a n diatas m em ang sem u a k e k u a sa a n
resid en te rh a d a p sw a p ra d ja itu m em p u n jai sifat m engaw asi. A k a n
te ta p i d ia n ta ra n ja ad a k e k u a sa a n jan g lebih b e rsifa t lain d ari
p a d a b e rsifa t m engaw asi. D en g an dem ikian k e k u a sa a n residen
itu h a ru s d ib ag i a tas 2 golo n g an :
1 . K e k u a sa a n ja n g sa m a sekali ( 1 0 0 % ) m em p u n jai sifat m eng­
aw asi a ta u ja n g seb ag ian b e sa r b e rsifa t m engaw asi (lebih
d a ri 5 0 % d alam p e rb a n d in g a n dengan sifat-sifat lain n ja jang
te rd a p a t p a d a sesu atu k e k u a sa a n ). T jo n to h d ari k e k u a sa a n
•residen jan g lebih b e rsifa t m engaw asi d a ri p a d a b ersifat lain
ia la h k e k u a sa a n ja n g te rtja n tu m d alam Z .R . p asal 5 (peng­
a w a sa n te rh a d a p p e d ja b a t-p e d ja b a t p e m e rin ta h a n sw a p ra ­
dja), p a sal 11 a ja t 1 (p en g aw asan te rh a d a p p e ra tu ra n -p e r­
a tu ra n jan g d ib u a t oleh sw ap rad ja), p a sa l 2 0 a ja t 4 , 5
d a n 9 (p en g aw asan te rh a d a p an g g aran b e la n d ja sw apradja).
K e k u a sa a n ja n g te rtja n tu m dalam p a sa l 5 bersam a-sam a

59
dengan jang tertjantum dalam pasal 6 telah diserahkan pa
da Pemerintah N.I.T. dengan Peraturan Presiden tersebut
diatas.
2. Kekuasaan jang sama sekali atau sebagian besar m enipunJai
sifat lain dari pada sifat mengawasi, seperti jang tertjantum
dalam Z.R. pasal 2 ajat 2 dan 3 (mengenai penetapan batas
daerah swapradja), pasal 3 ajat 4 dan 5 (mengenai penun-
djukan ketua Dewan Penasehat dan usul tentang susunan
pemerintahan swapradja), pasal 4 ajat 1 dan 3 (mengenai
perwakilan swapradja), pasal 7 ajat 5 (mengenai penetapan
siapa kaula negara dan siapa kaula swapradja djika ada kc-
ragu-raguan), pasal 10 ajat 1 (mengenai penjelenggaraan pe­
merintahan), 2 (mengenai petisi), 3 dan 4 (mengenai pem-
berian izin dan mengadakan perdjandjian), pasal 2 2 ajat 2 ,
kalimat kedua (mengenai hubungan antara kekajaan bersa-
ma dari swapradja-swapradja jang melakukan kerdja sama
dengan kekajaan masing-masing swapradja jang ikut serta).
Z.R . 10 ajat 3 dan 4 tentang kekuasaan residen m engenai
pemberian izin dan perdjandjian tidak kita tafsirkan sebagai
kekuasaan jang sebagian besar bersifat mengawasi, m elain-
kan bersifat membantu swapradja agar tidak dirugikan oleh
fihak ketiga, atau sebagai kekuasaan jang diambil atau di-
kurangkan dari otonomi swapradja untuk didjalankan ber-
sama-sama oleh Pemerintah Swapradja dan Pem erintah H in­
dia Belanda (dengan perantaraan residen).
Dengan pembagian atas 2 golongan itu, maka kita d ap at me-
ngetahui bahwa jang mendjadi kekuasaan Komisaris N egara
adalah kekuasaan residen jang tersebut dalam golongan pertam a
sepandjang tidak diberikan pada Pemerintah N .I.T ." sedang ke­
kuasaan jang tersebut dalam golongan kedua, semuanja m en­
djadi kekuasaan Pemerintah Daerah. Dengan terbentuknja ne­
gara kesatuan R.I. pada tanggal 17 Agustus 1950, m aka segala
kekuasaan Pemerintah N.I.T. (termasuk kekuasaan residen da­
hulu jang telah dipertanggungkan pada mereka) mendjadi kekua­
saan Pemerintah R.I. berdasarkan pasal 133 U.D.S. D an kekua­
saan ini berupa : *,

60
a • T e rh a d a p sw a p rad ja sendiri-sendiri (b u k an gabungan swa­
p ra d ja ) d a n te rh a d a p gabungan-gabungan sw apradja : kekua­
sa an residen d a h u lu jan g tertja n tu m dalam Z .R . pasal 5 ajat
1, 2, 5 d a n 6 Z .R . p a sal 6 dan dalam keputusan L t G .G .
tg 9 A p ril 1 9 4 6 (S. 1946-27 jo 69) sub IV . (L ih at P eraturan
P re sid e n In d o n esia T im u r jan g te rm u a t dalam S.I.T . 1950
N o 6 pasal 2 a ja t 2 h u ru f c d a n d.)
b- C husus te rh a d a p gab u n g an -g ab u n g an sw apradja (c.q. daerah):
k e k u a sa a n resid en d ah u lu jan g tertja n tu m dalam Z .R . pasal
11 a ja t 1, p a sa l 2 0 a ja t 4 , 5 d a n 9 dalam p asal-pasal serupa
itu jan g a d a dalam k o n tra k p an d jan g , d an dalam b a b -b a b I I
d a n V I d a ri k e p u tu sa n A lgem ene R egeringscom m issaris un­
tu k K a lim a n ta n d a n T im u r B e sa r tg 27 Septem ber 1946 N o
A .R .C ./1 0 (p e ra tu ra n u m u m ten ta n g pem elih araan dan
tang g u n g d jaw ab k e u a n g an d a n m ilik-m ilik sw ap rad ja di In ­
d o n esia T im u r).
M e n u ru t p a sal 133 U .D .S . p e d ja b a t-p e d ja b a t d aerah bagian
d a h u lu jan g te rse b u t d alam p e ra tu ra n -p e ra tu ra n (jang m asih ber­
la k u k a re n a U .D .S . 133 itu ) diganti d en g an p e d jab at-p ed jab at
ja n g dem ikian p a d a R .I. D ja b a ta n K om isaris N egara tid a k ter­
d a p a t d alam R .I. Siapa se k a ra n g jan g h a ru s m en d jalan k an ke­
k u a s a a n K o m isaris N e g a ra d a ri N .I.T . itu ? P a sa l 143 U .D .S. m e-
n g a ta k a n , b a h w a se k a d a r belum te rn ja ta d ari U .D .S ., m ak a un­
d a n g -u n d a n g m e n e n tu k a n a la t-a la t p e rle n g k ap a n R .I. jan g m ana
a k a n m e n d ja la n k a n tu g as d a n k e k u a sa a n a la t-a la t p erlengkapan
se b elu m tg 17 A g u stu s 1950 m engingat pasal 142 U .D .S. sebagai
k e te n tu a n p e ra lih a n . S am pai se k ara n g u n d a n g -u n d a n g jan g di­
m a k s u d oleh U .D .S . 143 itu b elu m ada. U n tu k k ep erlu an p ra k -
te k k ita h a ru s m em b eri p e m e tja h a n te rh a d a p p e rso a lan ini. D a n
d ja w a b a n ja n g m u n g k in d ib erik an ialah d u a , ja itu k ekuasaan
K o m isa ris N e g a ra te rm a k su d diatas m endjadi k e k u a sa a n P e m e ­
r in ta h R .I., a ta u m en d ja d i k e k u a sa a n g u b e rn u r k epala d aerah
d a ri m asin g -m asin g p ro p in si. K ita lebih tjo n d o n g p a d a djaw ab ­
a n k e d u a , ja itu b a h w a k e k u a sa a n K om isaris N eg ara d ja tu h p a d a
ta n g a n g u b e rn u r. A d a p u n ala sa n n ja iala h oleh k a re n a G u b ern u r
itu m em p u n ja i p e rsa m a a n d alam k e d u d u k a n n ja dengan K om isa-

61
r
I

ris N egara dalam N .I.T., jaitu sebagai wakil tertinggi d a r* ^ e'


m erintah Pusat didaerah-daerah. Dan kekuasaan residen da­
hulu jang ada pada tangan Komisaris Negara dan sekarang nie-
i nurut kita harus djatuh ditangan Gubernur kepala daerah dari
propinsi-propinsi Sulawesi, M aluku dan Nusa Tenggara ialah :
a. Terhadap swapradja sendiri-sendiri : kekuasaan resi
1 _ hulu jang tertjantum dalam Z.R. pasal 11 ajat 1, pasal 20
ajat 4, 5 dan 9, pasal 13, pasal 22 ajat 2 kalim at pertam a
* dan ketentuan serupa itu jang terdapat pada k ontrak pan-
djang, Djuga kekuasaan residen jang tersebut dalam bab II
] . dan VI dari „peraturan umum tentang pengurusan dan per-
tanggungan djawab keuangan dan milik-milik sw apradja d.i
|, Indonesia Timur” seperti ditetapkan dengan keputusan Alge-
' mene Regeringscommissaris untuk Kalimantan dan Timur
! Besar tg 27 September 1946 No A .R .C ./1 0 /1 /2 m endjadi
j kekuasaan Komisaris Negara berdasarkan pasal 5 ajat 1 sub
I dari Undang-undang N.I.T. tentang pembentukan Komisa-
riat Negara. Dan chusus mengenai swapradja-swapradja jang
' berada dalam lingkungan daerah Sumba djuga kekuasaan
s residen jang tertjantum dalam Z.R. pasal 2 ajat 2 dan 3,
r pasal 3 ajat 4 dan 5, pasal 4 ajat 1 dan 3, pasal 7 ajat 5,
x pasal 10 ajat 1, 2, 3 dan 4, pasal 22 ajat 2 kalim at kedua.
) Adanja kekuasaan residen tersebut dalam Z.R. pasal 11 ajat
1, pasal 20 ajat 4, 5 dan 9, dan pasal 22 ajat 2 kalim at per­
tam a pada tangan Komisaris Negara didasarkan atas pasal 5
ajat 1 sub I dari Undang-undang N.I.T. tentang pem bentuk­
an Komisariat Negara jang menentukan, bahwa Kom isaris
I Negara mendapat kekuasaan jang sebagian besar bersifat
mengawasi. Mengenai pasal 13 dari Z.R. dasarnja terdapat
pada pasal 4 ajat 2 dari Undang-undang tersebut. B erhu-
ungan dengan Z.R. 13 itu perlu diterangkan disini, bahwa
pengadilan-pengadilan swapradja sebagian sudah dihapuskan
^ berdasarkan Undang-undang Darurat No 1 tahun 1951.
Bahwa swapradja-swapradja didaerah Sumba m endapat pe-
; ngetjualian, dapat kita lihat ketentuan jang terdapat pada
| PasaI 6 Undang-undang N.I.T. tentang pembentukan Komi-

62
sa ria t N eg ara. R u p a n ja p a d a w ak tu itu P em erintah D aerah
S um ba belum m en d a p a t k e p e rtja ja a n u n tu k m endjalankan
tugas-tugas resid en seperti jan g d ib erik an k e p a d a daerah -
d a e ra h lainnja.
T e rh a d a p gab u n g an sw ap rad ja (c.q. d aerah ) : kek u asaan re ­
siden d ah u lu jan g te rd a p a t p a d a Z .R . p asal 10 a ja t V, 3 dan
4 dan p a d a k e te n tu a n s e ru p a itu d alam k o n tra k pandjang.
L ih a t p a sal 1 P e ra tu ra n P resid en In d o n esia T im u r tg 23 D e ­
se m b e r 1949 N o 1 2 /P r v / 4 9 (S .I.T . N o 6 th 1950).
D engan d em ik ian se k ara n g sudah tera n g bagi kita k ekuasaan
a P a jan g d ja tu h p a d a ta n g a n P e m erin ta h P u sa t R .I. d a n k e k u a ­
s a a n m a n a m en d ja d i tu g asn ja g u b e rn u r k e p a la p ropinsi sedjak
A g u stu s 1950. D alam p a sal 7 d a ri U n d an g -u n d an g N .I.T .
te n ta n g p e m b e n tu k a n K o m isa ria t N eg a ra (S .I.T . N o 5 th 1950)
ite ta p k a n b a h w a d alam m en d ja la n k a n k ek u asaan residen itu
£ o m is a ris N e g a ra d ib aw a h k an k e p a d a sek alian m enteri, sedang
“ e n ie rm ta h D a e ra h d ib aw a h k an k e p a d a K om isaris N egara. D ari
P a sa l 7 u n d a n g -u n d a n g te rse b u t te rn ja ta , b ah w a p e n je rah a n k e­
k u a s a a n resid e n d a h u lu p a d a d a e ra h itu tid a k m em punjai sifat
P e rlu a sa n u ru sa n ru m a h tan g g a (otonom i) d a e ra h , m elain k an
a n ja b ersifa t p e m b e ria n k e k u a sa a n dalam m edebew ind, jaitu
seb ag ai k e k u a sa a n ja n g d itu g a sk a n k e p a d a P e m erin ta h D aerah
u n tu k d id ja la n k a n a ta s n a m a P e m erin ta h P u sa t. S edjak 17 A gus­
tu s 1950 P e m e rin ta h D a e ra h d alam m en d ja la n k a n k ek u asaan
re s id e n itu d ib a w a h k a n p a d a g u b e rn u r d ari pro p in si jan g b e r­
sa n g k u ta n sesu ai d e n g a n tafsira n k ita d iatas m engenai pengganti
d ja b a ta n K om isaris N e g a ra d a la m R .I. sek aran g . D a n k e k u a ­
s a a n resid e n ja n g d itu g a sk a n k e p a d a P e m erin ta h D a e rah itu be-
ru p a :
a ~ T e rh a d a p sw a p ra d ja sendiri : k e k u a sa a n residen jan g te r­
tja n tu m d a la m Z .R . p a s a l 2 a ja t 2 d a n 3, p a sal 3 a ja t 4
d a n 5 , p a sa l 4 a ja t 1 d a n 3, p a sa l 7 a ja t 5, p a sal 10 a ja t 1,
2 , 3 d a n 4 , p a s a l 2 2 a ja t 2 k a lim a t k e d u a . D a sa rn ja k ita da-
p a tk a n d a la m p a s a l 3 d a ri P e ra tu ra n P re sid e n In d o n esia T i­
m u r tg 23 D e se m b e r 1949 N o 1 2 /P r v / 4 9 (S .I.T . N o 6 th

63
,b. Terhadap gabungan sw apradja: kekuasaan residen j an=
sebut dalam Z.R. pasal 2 ajat 2 dan 3, pasal 3 ajat 4 dan
pasal 4 ajat 1 dan 3, pasal 7 ajat 5, pasal 10 ajat 2, P asal 11
ajat 2 kalimat kedua. Dasarnja kita ketemukan dalam pasa
3 jo pasal 1 dari Peraturan Presiden N .I.T. diatas. P asa^
dari Peraturan Presiden N .I.T. itu menentukan bahw a 'e
kuasaan residen jang tersebut dalam Z.R. 10 ajat 1, 3 dan
terhadap gabungan-gabungan swapradja (daerah) m endja l
kekuasaan Komisaris Negara.
Perlu kita peringatkan lagi bahwa daerah Sumba tid ak diberi
tugas untuk mendjalankan kekuasaan residen tersebut diatas,
dan kekuasaan itu chusus mengenai swapradja-sw apradja di­
daerah Sumba ditugaskan kepada Komisaris Negara. L ih at ten­
tang ini pasal 6 dari Undang-undang Pembentukan K om isanat
Negara. Disini perlu djuga kita membitjarakan pasal 5 ajat 1
sub II dari undang-undang tersebut jang menjebut dengan satu-
persatu instansi mana dari masing-masing daerah harus m endja­
lankan kekuasaan residen itu. Disini ditentukan bahwa djika da­
erah itu seluruhnja terdiri dari swapradja-swapradja, m ak a ke­
kuasaan itu ditugaskan kepada Badan Pemerintah H arian, atau
djika badan ini tidak ada, kepada Dewan Radja-radja. Chusus
bagi daerah Maluku Utara kekuasaan itu ditugaskan kepada De­
wan Radja-radja, dan bagi daerah Sulawesi Utara kepada De­
wan Keperintahan, sedangkan bagi daerah Sulawesi Selatan ke­
pada Madjelis Harian. Selandjutnja dalam ajat 2 dari pasal 5
itu ditentukan, bahwa penglaksanaan sehari-hari dari kekuasaan
itu dilakukan oleh ketua dari madjelis-madjelis itu. P ad a bulan
Djuni th 1950 dikeluarkan undang-undang jang m engatur pe­
merintahan daerah. Undang-undang ini terkenal dengan nama
Undang-undang N.I.T. No 44 th 1950.
Sesungguhnja undang-undang ini tidak mempunjai nom or, se­
bab tidak mendjadi kebiasaan di N.I.T. untuk memberi nom or
pada undang-undangnja. Undang-undang N.I.T. m engenai pe­
merintahan daerah disebut orang sebagai (terkenal dengan nama)
Undang-undang N.I.T. No 44-1950, ialah sebagai kekeliruan
sadja mengingat pada Undang-undang R.I. tentang pem erintah-

64
a n d a e ra h jan g m em p u n jai n o m o r 2 2 -1 9 4 8 . Ja n g b ernom or 44
sesu n g g u h n ja b u k a n u n d a n g -u n d an g n ja, m elainkan staats-
o lad n ja.
P a sa l 2 d a ri u n d a n g -u n d a n g ini m en etap k an bahw a Pem erin-
a i D a e ra h terd iri d ari D ew an P erw ak ilan R a k ja t d a n D ew an
e m e rin ta h , se d an g k a n p asal 34 a ja t 1 m en en tu k an b ahw a D e-
vvan R a d ja -ra d ja d ih ap u sk an d engan m ulai b erlak u n ja undang-
u n d a n g itu. P asal 34 a ja t 10 sela n d ju tn ja m en en tu k an bahw a
'e w a d jib a n ja n g tid a k term asu k u ru sa n ru m a h tangga d a e ra h dan
Jang dah u lu d itu g ask an k e p a d a B a d a n P e m erin ta h a n D aerah,
e m u d ia n m en d jad i tugas D ew an P em erin tah . D an berhubung
e n g a n k e te n tu a n ini, m ak a se k ara n g k e k u a sa a n residen term ak-
s u d d iatas m en d ja d i tugas k e w a d jib a n D ew an P em erintah dari
rnasing-m asing d a e ra h . D a n p e n g la k sa n aa n n ja sehari-hari tidak
agi d ila k u k a n oleh k e tu a D ew an P em erin tah m elain k an oleh
ew an P e m erin ta h D a e ra h sendiri, seb ab k e te n tu an sem atjam
P a sa l 5 a ja t 2 d a ri U n d a n g -u n d a n g P e m b en tu k a n K om isariat
j-i a k te rd a p a t d alam U n d a n g -u n d a n g P e m erin ta h a n D a e rah dari
N .I .T . itu.
D en g an a d a n ja b e b e ra p a k e k u a sa a n residen itu p a d a tangan
P e m e rin ta h D a e ra h , m a k a P e m e rin ta h D a e ra h m em punjai k e ­
k u a s a a n u n tu k m en g en d alik an sw a p rad ja , sehingga d a p a t dika-
ta k a n b a h w a seb ag ian d a ri n asib sw a p rad ja d ite n tu k a n oleh d a­
e ra h . D a n b e rh u b u n g d en g an itu diatas k ita p e rn a h m enjatakan
b a h w a sw a p ra d ja -sw a p ra d ja dibekas w ilajah N .I.T . (sekarang
p ro p in si-p ro p in si Sulaw esi, M a lu k u d a n N u sa T enggara) m em ­
p u n ja i k e d u d u k a n sebagai d a e ra h o to n o m i tin g k a t II dalam ran g ­
k a desen tralisasi p a d a w ak tu ini. K ita m en g a tak a n „ d a era h o to ­
n o m i tin g k a t I I b u k a n tin g k a t I I I oleh k a re n a propinsi-propinsi
Sulaw esi, M a lu k u d a n N u sa T e n g g a ra belum m eru p a k an p ro ­
p in si o to n o m i, m ela in k a n m asih m e ru p a k a n p ro p in si adm inistrasi.
U n tu k k e p e n tin g an p en jelesaian sw a p rad ja seb aik n ja k ek u asaan -
k e k u a s a a n resid e n d a h u lu jan g se k ara n g ad a p a d a ta n s a n G u ­
b e r n u r d a n P e m e rin ta h P u sa t d itu g ask an k e p a d a d a e ra h sam a
se k ali a g a r d e n g a n d em ik ian te rd ja d i p e rk e m b an g a n jan g sesuai
d e n g a n k e h e n d a k ra k ja t d a ri d a e ra h ja n g b ersangkutan. D an se-

65
baiknja djuga kepada kabupaten-kabupaten di Kalirna ,• t
berikan semua kekuasaan residen jang kita m aksudkan
itu. Dengan kedjadian ini, m aka djalan jang kita harus ei
dalam memberi penglaksanaan pada U.D.S. 132 akan le 1

• Pada tahun 1952 dikeluarkan Peraturan Pem erintah N o 33


dan No 34, dan pada tahun 1953 djuga keluar P.P. serupa itu
jang bernomor 11. Ketiga P.P. ini seperti telah kita t e r“ °® 3
diatas mempunjai sifat merobah Undang-undang N .I.T . anS
pemerintahan daerah (S.I.T. No 44-1950). P.P. 33-1952 mero
bah daerah Sulawesi Tengah mendjadi beberapa daerah, dan
P.P. 34-1952 merobah daerah Sulawesi Selatan m endjadi bsbe-
rapa daerah, sedangkan P.P. 11-1953 membubarkan d aerah Su­
lawesi U tara dan membentuknja kembali mendjadi daerah Sula­
wesi U tara baru. Ketiga P.P. itu memberikan lagi pada daerah-
daerah jang dibentuknja beberapa kekuasaan residen terhadap
swapradja untuk didjalankan atas nama Pemerintah P usat. P.P.
33 dan 34 th 1952 menjebut keputusan Menteri Dalam Negeri
N .I.T. tg 20 Agustus 1949 dalam pasal 5 sub II m engenai pe­
njerahan kekuasaan-kekuasaan residen itu. H al ini sesungguh-
nja tidak benar, sebab keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut
sudah tidak mempunjai kekuatan lagi dengan keluarnja Undang-
undang N.I.T. tentang pembentukan Komisariat Negara (S.I.T.
N o 5-1950) jang mempergunakan prinsip, bahwa kekuasaan re­
siden jang sebagian besar bersifat mengawasi diserahkan kepada
Komisaris Negara sepandjang tidak diberikan pada Pem erintah
Pusat. Alasan lain jang menjebabkan keputusan menteri tersebut
dengan sendirinja tidak mempunjai kekuatan lagi ialah karena
masalah jang diatur oleh keputusan menteri itu kem udian di­
atur dengan peraturan jang Iebih tinggi, jaitu undang-undang
dan Peraturan Presiden jang isinja djuga berlainan dengan ke­
putusan menteri tadi. Dan rupanja karena sadar akan k esa la h an
ini, pem buat P.P. 11-1953 tidak lagi menjebut-njebut keputus­
an M enteri Dalam Negeri N.I.T. itu.
P.P. 33 dan 34 th 1952 dalam memberikan kekuasaan resi­
den menjebut ketentuan-ketentuan s b b :

66
Z .R . p a s a l 2 a ja t 1d a n 3
>5 yr 3 „ 4 „ 5
?5 5J 4 „ 1 , , 3
» >> 10 ,, 1,2 , 3 d a n 4
„ 22 „ 2
D isin i tid a k d ia d a k a n p e rb e d a a n a n ta ra k e k u a sa a n d a e ra h ter-
a d a p sw a p ra d ja se n d iri-se n d iri d a n te rh a d a p g a b u n g an sw apra-
Ja. S e p erti tela h k ita te ra n g k a n d ia ta s k e k u a sa a n d a e ra h terh a -
a P sw a p ra d ja m asin g -m a sin g a d a la h b e rb e d a d engan k ek u asa-
a n n ja te rh a d a p g a b u n g a n sw a p rad ja , ja itu b a h w a te rh a d a p ga-
u n g a n s w a p ra d ja d a e ra h tid a k m e n d a p a t k e k u a sa a n residen
Ja n g te rs e b u t d a la m Z .R . 10 a ja t 1, 3 d a n 4. S elan d ju tn ja jang
P e rlu m e n d a p a t p e rh a tia n ia la h b ah w a k e d u a P .P . itu m enjebut
f - R - 2 a ja t 1. D a la m p a s a l 2 a ja t 1 d a ri Z .R . th 1938 itu tid a k
e r d a p a t k e k u a s a a n re s id e n sa m a sekali, m ela in k a n h a n ja m e-
n J a ia k a n b a h w a P e m e rin ta h S w ap ra d ja b e rh a k u n tu k m engatur
P e m u n g u ta n h a sil-h asil d a ri la u t d jik a tid a k d ia d a k a n p e ra tu ra n
m e n g e n a i h a l itu o leh P e m e rin ta h P u sa t. W a la u p u n k e d u a P .P .
Jtu tid a k m en e g a sk a n , b a h w a d en g an m e n je b u t p a sal-p asa l d ari
•R. th 1938 ia b e rk e h e n d a k m e n je ra h k a n k e k u a sa a n residen
d a h u lu , n a m u n m a k s u d d e m ik ia n te rn ja ta d a ri b a g ia n k alim at
Ja n g b e rb u n ji „ s e p e rti te la h d ise ra h k a n d a h u lu d e n g a n k e p u tu s­
a n M e n te ri D a la m N e g e ri N .I.T . tg 2 0 A g u stu s 1949 N o B .Z .
1 / 6 7 / 2 9 ” . S e p e rti te la h k ita sin ggung d iata s m em a n g jan g d i­
s e r a h k a n k e p a d a d a e ra h d e n g a n k e p u tu sa n m e n te ri ini h a n ja
k e k u a s a a n -k e k u a s a a n resid e n , d a n b e rh u b u n g d e n g a n itu k e p u ­
tu s a n m e n te ri ta d i s a m a sek ali tid a k m e n je b u t Z .R . 2 a ja t 1,
s e b a b d a la m k e te n tu a n in i tid a k te rd a p a t k e k u a sa a n residen.
M a k a d a ri itu te rtja n tu m n ja Z .R . 2 a ja t 1 d a la m k e d u a P .P . tadi
h a r u s d ia n g g a p se b ag a i k e k e liru a n . In i te rn ja ta d a ri P .P . 11-1953
ja n g tid a k lag i m e m u a t k e te n tu a n itu d a n d ig a n tin ja d en g an Z .R .
2 a ja t 2 ja n g m e m a n g m e m u a t k e k u a sa a n resid en . B e rh u b u n g
d e n g a n itu m a k a Z .R . 2 a ja t 1 d a la m P .P . 33 d a n 34 th 1952,
h a r u s d ib a tja s e b a g a i Z .R . 2 a ja t 2.
S e la n d ju tn ja p e rlu m e n d a p a t p e rh a tia n b a h w a P .P . 33 d a n 34
t h 1 9 5 2 itu tid a k m e n je b u t Z .R . 7 a ja t 5, se d an g k a n m en u ru t

67
r

daftar kita diatas kekuasaan residen jang terdapat dalam pasal


itu telah mendjadi kekuasaan daerah berdasarkan pasal 3 dari
P eraturan Presiden N .I.T. tg 23 Desember 1949 No P rv/49.
B erhubung dengan itu m aka daerah-daerah jang dibentuk de­
ngan kedua P.P. diatas tidak lagi mempunjai kekuasaan residen
jang tersebut dalam Z.R. 7 ajat 5. Dim ana sekarang adanja ke-
. kuasaan residen ex Z.R . 7 ajat 5 itu. M enurut kita, kekuasaan
itu bagi daerah-daerah jang dikuasai oleh P P 33 dan 34 th
1952 ada pada Pemerintah Pusat. Sebab d e n p n tidak menje-
rahkannja kekuasaan tadi kepada daerah jang dibentuknja, ber-
arti bahwa Pem erintah Pusat tidak. menghendaki dilakukaonja
kekuasaan tersebut oleh Pemerintah Daerah. Dan oleh karena
i ’v v i! menjebut siaPa i anS sekarang berhak mendja-
lankan kekuasaan itu, m aka harus diartikan pula bahwa Peme-
rm tah Pusat jang berhak mendjalankannja sebagai penguasa
tertinggi dalam m elaksanakan undang-undang dan p e ra tu ra l
Berlainan dengan P.P. 33 dan 34 th 1952 P P 11-1053 di-
antaranja berbunji sbb :
,,Urusan pem erintahan umum meliputi pelaksanaan tugas-
tugas dan kekuasaan residen termaksud dalam •
Z.R . th 1938 pasal 2 ajat 2 dan 3
” ” 3 » 4 „ 5
4 „ 1 „ 3
” 5 » 1 „ 2
” 10 » 1, 2, 3 dan 4
” » H „ 1
” » 22 „ 2
P .P . 11-1953 ini m empergunakan kata-kata „tugas dan kek u a-
saan residen jang term aksud dalam .... » tL k Iasi
m enjebut-njebut keputusan menteri jang se'sun'ggLhnja tidak ber-
f ' “ ° eri1 t h k,ta terangkan diatas. Pasal 2 ajat 1 dari
Z .R . dism. d tg a n , dengan Z.R . 2 ajat 2. Pasal 7 ajat 5 djuga
dtsuu tidak dttjantum kan, dan keterangan kita diatas te n ta n g hal
djuga ^ jan
oleh P.P. 11-1953. J gb dikuasai

68
Dalam P.P. ini disebut djuga Z.R. 5 ajat 1 dan 2 dan Z.R.
11 ajat 1 . Berhubung dengan itu maka daerah Sulawesi Utara
sedjak berlakunja P.P. itu mempunjai kekuasaan lebih banjak
ari pada daerah-daerah lainnja. Jang dalam hal ini sama kekua-
saannja dengan daerah Sulawesi Utara adalah daerah Bolaang
Mongondow jang dibentuk dengan P.P. No 24 tahun 1954.
Seperti telah kita terangkan diatas ketiga P.P. itu tidak mem-
P^rbedakan antara kekuasaan terhadap masing-masing swapra-
ja dan kekuasaan terhadap gabungan swapradja. Berhubung
engan itu, maka kekuasaan dari daerah-daerah bentukan baru
, J ! Iput* dJuSa kekuasaan terhadap gabungan swapradja, sebab
^ uasaan residen jang tersebut dalam pasal-pasal tadi berlaku
Juga bagi gabungan swapradja.
d t ^n®an ura^an kita diatas telah tjukup digambarkan kedu-
u 'an swapradja aibekas wilajah N .I.T. sebagai daerah otonomi
TSJ negara R .I., jang m erupakan bagian dari „daerah”.
^ ® api ada baiknja djika dibitjarakan djuga akibat Undang-un-
c Pem erintahan D aerah dari N .I.T. seperti termuat dalam
S J T. 1950-44.
-perti telah kita terangkan diatas, daerah jang wilajahnja
ian 1PUt* daera^ swapradja m erupakan gabungan dari swapradja
S ada didalamnja. Ini sudah m endapat penetapan bagi bebe-
pa daerah dalam S. 1946-143. Ditetapkannja daerah sebagai
ungan swapradja ialah dengan maksud agar supaja swapradja-
er *v>rat^ a m enjerahkan beberapa kekuasaannja kepada da-
d ? Seba^ai organisasi gabungannja dan agar supaja dengan
^ ^ i k i a n sw apradja-sw apradja itu dengan sendirinja mendjadi
jcej f an ^ ari daerah. Dengan tindakan ini maka daerah mendapat
jj- Uasaan dari para swapradja, dan berhubung dengan itu luas-
ku Urusan runiah tangga daerah tergantung pada banjaknja ke-
( jjf 5.330 jang diserahkan oleh paxa swapradja jang tergabung
arnnja. D an oleh karena daerah itu m erupakan gabungan
°ton Para .swaPr adja, m aka daerah itu m erupakan pula daerah
jjje 0ln* tingkat atasan bagi swapradja, walaupun seperti kita
huh beberapa kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda da-
jang didjalankan oleh residen tidak diserahkan kepada da-

69
r

erah, atau sebagian hanja ditugaskan sadja pada daerah- J1


kekuasaan-kekuasaan itu diserahkan pada daerah sebagai ^ rus
rum ah tangganja, maka akan lebih sempurna kedudukan apra
itu sebagai daerah otonomi tingkat atasan bagi swapradja* jai u
sebagai daerah otonomi tingkat atasan karena luasnja u ru san ru
m ah tangga, dan bukan seperti sekarang karena m em p u n jai 'e
dudukan dan sifat sebagai gabungan dari swapradja.
W alaupun pada waktu ini swapradja itu m erupakan bagian
dari daerah dalam arti bahwa swapradja itu m e r u p a k a n daerah
otonomi bawahan dari daerah, nam un tidak dapat dikatakan
bahwa swapradja itu mempunjai kedudukan sebagai daera
bahagian seperti dimaksud oleh Undang-undang Pem erintahan
Daerah-daerah Indonesia Tim ur (S.I.T. 1950-44). Sebabnja
ialah oleh karena m e n u r u t pasal 1 ajat 3 dari u n d a n g - u n d a n g i t u
daerah-bahagian akan ditetapkan dalam Peraturan Presiden.
Undang-undang N.I.T. itu mengenai 3 tingkatan daerah otono­
mi, jaitu daerah, daerah-bahagian dan d a e r a h - a n a k - b a h a g i a n .
Dalam pasal 1 ajat 2 ditetapkan, bahwa daerah-daerah jang ada
m enurut pasal 14 dari Peraturan Pembentukan N .I.T. (S. 1946-
143) mendjadi daerah seperti dimaksud oleh U ndang-undang
Pem erintahan Daerah tersebut diatas. Tetapi Peraturan Presiden
jang m enetapkan daerah-bahagian atau daerah-anak-bahagian
belum pernah ada. Berhubung dengan itu, maka anggapan bahwa
swapradja dibekas wilajah N .I.T. itu m erupakan d a e r a h - b a h a ­
gian sama sekali tidak benar. Kalau kita melihat pada pasal 17
dari undang-undang tadi jang mengatur perihal p e n g a n g k a t a n
kepala-kepala daerah otonomi dari ketiga tingkatan itu , m aka
kita harus menarik kesimpulan, bahwa pembentuk U n d a n g - u n ­
dang N .I.T. masih mengenai swapradja disamping ketiga ting­
katan daerah otonomi m enurut undang-undang itu. Sebabnja
ialah oleh karena disamping ajat 1 sampai ajat 4 jang chusus
m engatur perihal kepala dari ketiga tingkatan daerah otonom i,
terdapat ajat 5 dan 6 jang chusus mengatur perihal k epala da­
erah swapradja. Rupanja daerah swapradja itu dim aksudkan se­
bagai daerah istimewa disamping ketiga tingkatan daerah oto­
nom i lainnja sebagai daerah otonomi biasa. Dan m em ang pem-

70
b e n tiik U n d a n g -u n d a n g N .I.T . itu ru p a n ja sa d a r djuga a k a n b a ­
a s ik e k u a s a a n n ja , ja itu b a h w a ia tid a k b e rh a k u n tu k m engatur
^ e d u d u k a n s w a p ra d ja d e n g a n u n d a n g -u n d a n g , seb ab m en u ru t
P a s a l 65 K o n stitu si R .I.S . h a l itu h a ru s d ila k u k a n d en g an per-
ja n d jia n (k o n tra k ) ja n g d ia d a k a n a n ta ra N .I.T . d a n sw ap rad ja
3 g b e rs a n g k u ta n . B e rh u b u n g d e n g a n p a s a l 17 ini p u la m ak a
° ra n S Jang m en §a n S8 aP> b a h w a sw a p rad ja a d a la h da-
c r a n -b a h a g ia n haxus d isa n g k a l k e b e n a ra n n ja .
e n g a n d ite ta p k a n n ja d a e ra h d a h u lu (m e n u ru t S. 1946-143
a n s ta tu t d a e ra h m asin g -m asin g ) m en d ja d i d a e ra h m en u ru t U n -
' d n ^ gIUu' u ng P e m e rin ta h a n D a e ra h (S .I.T . 1 9 5 0 -4 4 ), m ak a ter-
Da?ni o f e ra p f P e ro b a h a n - D ia n ta ra n ja ialah, b a h w a m en u ru t
dil-.* t • D e w an R a d ja -ra d ja seb ag ai P e m erin ta h D a e rah
d i i l c f UJ ■ U ketJl!ah d jik a m asih d ip e rta h a n k a n oleh rak ja t, d an
P ernK hPC ?a n ^ n m a k a ia h a n ja b e rtu Sas m em b eri nasehat.
o le b a h a n sf la n d Ju tn i a ia la b b a h w a p e ra tu ra n ja n g dik elu ark an
lu L t f aIV a n g m e m p u n Jai sifet g a b u n g a n sw a p rad ja tid a k p e r-
an i i ^ a p e n S fs a b a n Iebih d a h u lu u n tu k m em p u n ja i kek u at-
P e r a t,r a k u s e p “ ti d ik e h e n d a k i o leh p a s a l 2 a ja t 2 sub a d ari
P W 4 9 nJ t t 1 tan g g a l 2 3 D e se m b ^ 1949 N o 1 2 /
U nH I 1 9 5 0 "6 )’ se b a b m e n u ru t p a s a l 2 4 a ja t 6 dari
er a h dfn’UnHan g P e " ie rin ta h a n D a e ra h N .I .T . itu p e ra tu ra n da-
P aln w 8 m ^ a i b e d a k u S6SUdah d ita n d a ta n g a n i oleh ke-
n ia la h « ♦ J a n g . h a ru s m e n d a p a t p e n g e sa h a n Iebih dah u lu h a-
b e rln lr P ! r a u r a n Jang m e m u a t a n tja m a n p id a n a . S edjak w aktu
e a h u n 1111^ Un ta d ^» d a e ra h ja n g m asih m eru p a k an
g a b u n g a n s w a p ra d ja tid a k b o leh lagi terleb ih d a h u lu d ip an d an g
S f ' g a b u n g a n s w a p ra d ja seh in g g a te rh a d a p n ja b erla k u te r-
t i t i t h p r ^ h sega la k e te n tu a n m en g e n a i sw a p rad ja , m elainkan
titik b e r a t h a ru s d ile ta k k a n k e p a d a k e d u d u k a n n ja sebagai d a-
D a ? r S, w n ° m ivtm f k^ t 1 m e n u ru t U n d a n g -u n d a n g P e m erin ta h a n
D a e r a h te rm a k s u d d ia ta s. B e rh u b u n g d e n g a n ini m a k a te rh a d a p
a e ra h ja n g m e r u p a k a n g a b u n g a n sw a p ra d ja terleb ih d ah u lu b e r-
a k u k e te n tu a n - k e te n tu a n ja n g te rd a p a t d a la m U n d a n g -u n d a n g
P e m e r in ta h a n D a e ra h , d a n se su d a h itu b a ru b e rla k u k e te n tu an -
K e te n tu a n b a g i s w a p ra d ja . I n i b e ra rti b a h w a k ete n tu an -k e te n -

71
tuan mengenai swapradja baru berlaku bagi daerah
tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan m en g en a i
sebagai daerah otonomi tingkat I. Djadi disini te rd a p 3 ,
djilan, sebab sebagai daerah otonomi tingkat I m enurut
undang Pemerintahan Daerah, daerah itu m erupakan d a e ra
nomi biasa, sedangkan sebagai gabungan sw apradja *a m ? •
njai kedudukan djuga sebagai swapradja sehingga te rh a d p J
berlaku pula Z.R ., dll. Dilihat dari sudut ini m aka sesu n g g u n n ja
Undang-undang Pemerintahan D aerah dari N .I.T. bertentangan
dengan pasal 65 Konstitusi R.I.S. jang m engharuskan ad an ja kon­
trak untuk mengatur kedudukan swapradja, sebab p e n e ta p a n ga­
bungan swapradja mendjadi daerah m enurut undang-undang a ru
itu dan penetapan luasnja rumah tangga daerah m enurut p eratur­
an jang berlaku (jang berarti bahwa kekuasaan m a sin g -m a sing
swapradja jang telah diserahkan pada gabungannja tidak boleh di-
tarik kembali), mempunjai sifat m enentukan (m engatur) kedu­
dukan swapradja. Tetapi oleh karena dari fihak sw apradja jang
pada waktu itu de facto masih ada diseluruh wilajah N .I.T . tidak
ada diadjukan keberatan terhadap undang-undang tadi, m aka
kita harus mengartikannja sebagai telah ada persetudjuan dari
swapradja-swapradja terhadap undang-undang itu sehingga se-
tjara diam-diam terdjadi satu kontrak seperti dikehendaki oleh
pasal 65 Konstitusi R.I.S. tadi. Djadi sekali lagi harus k ita te-
gaskan disini bahwa daerah itu mempunjai dua kedudukan, jaitu
sebagai daerah otonomi tingkat I jang dikuasai oleh ketentuan-
ketentuan dari Undang-undang Pem erintahan D aerah N .I.T . ta ­
hun 1950 dan sebagai gabungan swapradja. Dalam m enghadapi
dua kedudukan ini kita selalu harus memberi titik b e ra t kepada
arti daerah sebagai daerah otonomi tingkat I seperti dim aksud
oleh Undang-undang Pemerintahan D aerah dari N .I.T . itu.
Seperti telah kita bitjarakan diatas, kekuasaan residen dahulu
terhadap gabungan swapradja cq daerah jang tersebut dalam
Z.R . 10 ajat 1, 3 dan 4 diberikan kepada Komisaris N eg ara de­
ngan Peraturan Presiden No 1 2 /P rv /4 9 (pasal 1). D engan ke-
Iuam ja Undang-undang Pemerintahan D aerah (S.I.T. 1950-44),
Komisaris Negara tidak mempunjai lagi kekuasaan ex Z .R . 10

72
^ ^ 3n ^ *tU te rlia d a p d a e ra h -d a e ra h jan g m asih m eru-
P a k a n g a b u n g a n sw a p ra d ja . S eb ab n ja ialah oleh k a re n a m enurut
P a sal 18, ru m a h tan g g a d a e ra h d iu ru s d an d ia tu r oleh D .P .R .
a e ra h se n d iri d e n g a n tid a k m em ak ai b a n tu a n dari instansi lain,
e m b e ria n izin d an m e la k u k a n p e rd ja n d jia n seperti dim aksud
e Z .R . 10 a ja t 3 d a n 4 d an d e m ik ia n d ju aa u ru sa n pem erin­
t a h a n se p e rti d im a k su d d a la m Z .R . 10 a ja t^ l adalah term asuk
m s a n ru m a h tan g g a d a e ra h , d a n oleh k a re n a itu D .P .R . d aerah
e n d in ja n g m e n d ja la n k a n n ja d e n g a n tid a k u sah m em akai per-
e tu d ju a n d a ri K o m isa ris N e g a ra. K e k u a sa an K om isaris N egara
* aJa t 3, d a n 4 itu tinggal h a n ja berlaku terh ad ap
a u n g a n -g a b u n g a n sw a p ra d ja ja n g tid a k m em p u n jai k edudukan
s e b a g a i d a e ra h .
D i K a lim a n ta n B a r a t d ju g a p e rn a h d ib en tu k sa tu gabungan
n t a r a s w a p ra d ja -s w a p ra d ja se rta n e o -sw a p ra d ja jan g ada di-
a e ra h itu . G a b u n g a n ini d ib e n tu k tan g g al 2 2 O k to b e r 1946
a a n se p e rti b ia s a d id a s a rk a n a tas S. 1 9 4 6 -2 7 . G ab u n g an sw a­
p r a d j a K a lim a n ta n B a r a t k e m u d ia n d ise b u t D a e ra h Istim ew a
^ a h m a n t a n B a r a t d a n m e n d a p a t p e n g a k u a n d a ri C om m issie G e-
? W e s t. B o rn e ° -S ta tu u t (S. 1 9 4 8 -5 8 ) tanggal 12 M ei
, d im a n a d in ja ta k a n d ju g a b a h w a sam bil m enungfju ter-
o e n tu k n ja N e g a ra K a lim a n ta n , D a e ra h Istim ew a K a lim a n ta n B a ­
r a m e m p u n ja i h a k -h a k se b ag a i n eg ara. K e tik a p a d a zam an
r a k ja t m e n u n tu t p e n g h a p u sa n D a e ra h Istim ew a K alim an-
a n B a r a t m a k a d a e ra h in i m e n je ra h k a n k e k u a sa a n n ja k epada
e m e n n ta h P u s a t R .I.S ., d a n d en g an k e p u tu s a n M en teri D alam
g e n R .I.S . k e k u a s a a n P e m e rin ta h D a e ra h Istim ew a K alim an-
a n B a r a t d itu g a s k a n u n tu k s e m e n ta ra k e p a d a resid e n K alim an-
a n B a r a t. D e n g a n k e d ja d ia n in i m a k a d e n g a n sen d irin ja tid ak
a d a lag i g a b u n g a n s w a p ra d ja d i K a lim a n ta n B a ra t itu , sedan«-
a “ k e k u a s a a n m asin g -m a sin g sw a p ra d ja te ta p seperti p ad a
w a k tu m e re k a m e n d ja d i a n g g a u ta fe d e ra si, ja itu oleh k aren a
t i d a k m e n d a p a t p e n g e m b a lia n k e k u a sa a n ja n g d a h u lu te la h d i­
s e r a h k a n k e p a d a g a b u n g a n n ja . O le h k a re n a g a b u n g a n sw apradja
K a lim a n ta n B a r a t s u d a h tid a k a d a , m a k a k e d u d u k a n m ereka
m a s in g -m a s in g a d a la h s a m a se p erti sw a p ra d ja ja n g a d a dibagian

73

a . toaU
lainnja dari Kalim antan jang tidak pernah m em asuki s
federasi sw apradja (seperti sw apradja Kotawaringin). bentuk
D juga dibagian Tim ur dari K alim antan telah pernah an
satu gabungan antara swapradja-swapradja Kutai, u
Sambaliung, Gunung Tabur dan neo-sw apradja Pasir. da
ketika terdjadi pemulihan daerah Kalim antan Tim ur
Republik Indonesia tanggal 10 A pril 1950, gabungan taai -
njatakan bubar dan masing-masing swapradja kem bali m en F
njai kedudukan semula. Perbedaan antara sw apradja di ^
m antan B arat dan swapradja dibagian lainnja dari K alin 1311
ialah terletak dalam besarnja kekuasaan, jaitu bahwa k e k u a s a
sw apradja di Kalimantan B arat sebagian sudah m endjadi keku -
saan residen, sedang kekuasaan swapradja lainnja m asih utun.
D engan Undang-undang D a r u r a t No 2 tahun 1953 d lb t "
propinsi Kalimantan, dan dengan Undang-undang D a r u r a t N o i
tahun 1953 dibentuk daerah-daerah otonomi tingkat I I b e r u p a
kabupaten, kota-besar dan daerah istimewa setingkat k a b u p a t e n .
Semua ini atas dasar Undang-undang N o 22 tahun 1948. D ari
undang-undang pembentukan daerah-daerah otonomi di K ali­
m antan ini tidak ternjata bagaimana hubungannja antara daerah
otonomi jang baru dibentuk itu dengan s w a p r a d j a - s w a p r a d j a
jang ada didalamnja. Oleh karena hubungan ini tidak diatur,
m aka dengan sendirinja daerah-daerah otonomi itu tid ak rnem-
punjai kekuasaan apa-apa terhadap swapradja jang daerahnja
sesungguhnja m erupakan bagian dari daerah otonomi itu. B er­
hubung dengan itu m aka swapradja di Kalimantan tid ak dapat
dipandang sebagai satu daerah otonomi tingkat II atau tingkat
III, melainkan harus dipandang sebagai daerah otonom i tingkat
I jang langsung ada dibawah Pem erintah Pusat berdasarkan Z.R-
1938 atau berdasarkan sesuatu akte penetapan. Djadi d jik a swa­
pradja dibekas wilajah N .I.T. pada umumnja m em punjai kedu­
dukan sebagai daerah otonomi tingkat II, atau dengan k a ta lain
kedudukannja dapat dipersamakan dengan kedudukan daerah
otonom i tingkat II dalam rangka Undang-undang N .I.T . (S.I.T.
1950-44), m aka swapradja di Kalimantan seluruhnja m em punjai
kedudukan sebagai daerah otonomi tingkat I.

74
U n d a n g -u n d a n g D a ru ra t N o 2 th 1953 tentang pem bentuk­
a n d a e ra h o to n o m i p ro p in si K a lim a n ta n dengan djelas dalam
P a sa l 1 a ja t 2 m e n g a ta k a n , b ah w a jan g m endjadi daerah oto-
n o m i b a w a h a n d a ri p ro p in si itu ialah kab u p aten , daerah isti­
m e w a tin g k a t k a b u p a te n dan k o ta-b e sar jang dibentuk berda­
s a rk a n U n d a n g -u n d a n g N o 22 th 1948. D jadi terang tidak ter-
m a s u k sw a p ra d ja . K e a d a a n seperti ini di K alim antan adalah
s a tu k e g a n d jila n , se b a b d a e ra h otonom i tingkat II (kabupaten)
b a n ja k ja n g w ilaja h n ja sa m a sekali terd iri d ari w ilajah swapradja.
S e b a g a i tjo n to h iala h k a b u p a te n K etap an g jang w ilajahnja terdiri
d a ri w ilajah 3 sw a p ra d ja , jaitu sw apradja-sw apradja M atan, Su-
k a d a n a d a n S im pang. T jo n to h lain ialah k a b u p a te n Sambas jang
■wilajahnja sa m a d e n g a n w ilajah sw ap rad ja Sam bas. U ndang-
u n d a n g D a ru ra t N o 3 th 1953 ten ta n g p em bentukan daerah oto­
n o m i tin g k a t I I d i K a lim a n ta n sam a sekali tidak m engatur pem ­
b a g ia n tu g as a n ta ra d a e ra h o tonom i jan g b a ru dibentuk dengan
s w a p ra d ja ja n g a d a d id ala m n ja . U n d an g -u n d an g D aru rat itu ha­
n ja m e n je b u t s a tu -p e rs a tu a p a jan g m endjadi tugas dari daerah
o to n o m i d e n g a n tid a k m en e ran g k a n b atas-batasnja. U m pam anja
P a sa l 17 d a ri U n d a n g -u n d a n g D a ru ra t itu m engatakan bahwa
d a e ra h o to n o m i m em b ik in , m em perbaiki, m em elihara dan me-
n g u a s a i d ja la n -d ja la n u m u m b e serta b angunan turutannia, dan
se g a la se su a tu ja n g p e rlu u n tu k keselam atan lalu-lintas diatas
d ja la n -d ja la n te rse b u t. A p a k a h ini b e ra rti bahw a sw apradja Sam­
b a s u m p a m a n ja h a ru s m en je ra h k a n segala tugasnja dalam urusan
d ja la n in i k e p a d a k a b u p a te n Sam bas, d a n djika dem ikian djuga
m e n g e n a i k e k u a sa a n -k e k u a s a a n lain n ja a p a k ah ini tidak berarti
m e n g h ila n g k a n k e k u a sa a n p e m e rin ta h an dari sw apradja. M ung-
k in itu p u la ja n g m e n d ja d i m ak su d d ari p e m b u a t U ndang-undang
D a r u r a t ini. T e ta p i d a la m p ra k te k p e m e rin ta h an tidak pernah
a d a p e n je ra h a n k e k u a sa a n -k e k u a sa a n jan g tersebut dalam U n ­
d a n g -u n d a n g D a r u ra t itu d a ri sw ap rad ja kep ad a daerah-daerah
o to n o m i ja n g b a ru d ib e n tu k itu. D a n seandainja m em ang m aksud
p e m b u a t U n d a n g -u n d a n g D a ru ra t tad i dem ikian, m aka seharus-
n j a d ia tu r p u la tja r a d a n w ak tu p e n je ra h a n itu. O leh karena tjara
d a n w a k tu p e n je ra h a n ini tid a k d iatu r, d a n U ndang-undang D a-

75
ru ra t itu sama sekali tidak menjinggung peraturan-per a fu^ an
jang ada mengenai swapradja, maka kita harus m e n a f s i r an
Undang-undang D arurat ini sebagai peraturan chusus m engenai
daerah-daerah otonomi jang dibentuk dengan tidak m engurangi
kekuasaan swapradja-swapradja jang ada didalamnja. R upanja
pem bentuk undang-undang bermaksud m enjerahkan kepada
praktek mungkin tidaknja diambil beberapa kekuasaan d ari swa­
pradja oleh daerah otonomi baru berdasarkan p e r s e s u a i a n ke-
hendak antara daerah otonomi itu dengan sw apradja m asing-
masing, oleh karena pembentuk Undang-undang D a ru ra t itu
belum berani menentukan kedudukan swapradja sebagaim ana
diminta oleh U.D.S. 132. Sikap jang demikian seperti djuga
mengenai hal-hal lain, sangat membingungkan penglaksana per­
aturan dan sering mengakibatkan kekatjauan dalam tatahukum
seperti sekarang sudah ternjata ini. Djadi sekali lagi h aru s di-
njatakan disini bahwa oleh karena sampai sekarang tid a k ada
peraturan-peraturan jang mempunjai sifat m engatur a t a u me­
robah kedudukan swapradja di Kalimantan, m aka kedudukannja
adalah sama seperti dahulu (zaman Hindia Belanda) sebagai da­
erah otonomi -asli langsung dibawahkan pada Pem erintah Pusat
sehingga dapat dipandang sebagai daerah otonomi tingkat I.
Sekarang kita beralih kepada pertanjaan bagaimana kehendak
rakjat pada waktu ini mengenai swapradja. Untuk sem entara
w aktu kita belum dapat memberi djawaban jang m em uaskan
terhadap pertanjaan ini. Untuk keperluan ini kita m em butuhkan
penjelidikan jang seksama. Sementara itu dapat dikatakan bah­
wa golongan rakjat jang mempunjai perhatian mengenai kene­
garaan pada umumnja sudah tidak menginginkan lagi dikem bali-
kannja swapradja jang de facto sudah tidak ada seperti di Su-
m atera, atau mempertahankan swapradja jang de facto m asih
ada dalam bentuk dan sifat jang lama. Paling sedikit dikehen­
daki pem baharuan struktur pemerintahan swapradja sesuai de­
ngan asas demokrasi. Tjara berpikir sematjam ini rupanja dapat
diikuti oleh sebagian besar dari rakjat, dan tidak ad a bahaja
sam a sekali bagi Pemerintah untuk segera mengambil langkah
kearah itu.

76
B a h w a p a d a w a k tu ini k ita belum m engetahui sebenarnja apa-
^ a h ra k ja t d id a e ra h -d a e ra h ja n g b ersan g k u tan h en d ak m em per-
ta h a n k a n p e m e rin ta h a n sw a p ra d ja a ta u sam a sekali m enghapus-
K annja, te rn ja ta d a ri p erk e m b an g a n -p e rk e m b an g a n achir-achir
d ip ro p in si S ulaw esi d a n N u sa T enggara. A d a golongan jang
ften d a k m e n g e m b a lik a n p e m e rin ta h a n sw ap rad ja sepenuhnja di-
^ a e r a h -d a e r a h d im a n a sw a p ra d ja ta d in ja su d ah diro m b ak de­
n g a n k e k e ra s a n o leh golo n g an lain dan d idirikan pem erintahan
ja n g leb ih m e n d e k a ti d em o k rasi. T id a k a d a n ja persesuaian pen-
d a p a t a n ta ra g o lo n g an -g o lo n g an d id a e ra h -d a e ra h itu m enim bul-
* a n k e ra g u -ra g u a n p a d a k ita 'm engenai k e h e n d ak rak ja t jang
s e b e n a rn ja . B e rh u b u n g d e n g a n itu m ak a m asih dip erlu k an pe-
n je lid ik a n ja n g se k sa m a d im asing-m asing d a e ra h . B ilam ana pe-
n Je lid ik a n itu m asih belu m d a p a t m em b eri kep astian , m ak a ter-
P a k s a h a ru s d iam b il d ja la n lain, ja itu u m p am a n ja m enjerahkan
k e p a d a D .P .R . ja n g s u d a h dipilih dim asing-m asing sw apradja,
a ta u m e n g a d a k a n p e m u n g u ta n s u a ra langsung d ari rak ja t (pli-
b isit).
T e rle p a s d a ri p e rta n ja a n a p a jan g m en d jad i keh en d ak dari
r a k ja t d id a e ra h -d a e ra h , k ita b e rp e n d a p a t b ah w a sw apradja da­
la m k e d u d u k a n , sifa t d a n b e n tu k se k ara n g tid a k d a p a t diperta-
h a n k a n lag i d a la m h u k u m ta ta n e g a ra R .I. K ita h a ru s ntenjesal-
a n tja r a b e rp ik ir p e m b u a t U .D .S . jan g terlalu m engistim ew akan
s w a p ra d ja se h in g g a b a b IV U .D .S . d ib eri n a m a „ P e m e rin ta h D a­
e r a h d a n d a e ra h -d a e ra h sw a p ra d ja ” . B a b IV ini m au m engatur
p e rih a l p e m e rin ta h a n d a e ra h , d a n sesungguhnja p em erintahan
s w a p ra d ja te rm a s u k d a la m p e n g e rtia n p e m e rin ta h a n d aerah dju­
g a . B e rh u b u n g d e n g a n itu m a k a b a b IV tju k u p dengan diberi
tite l : „ P e m e rin ta h a n D a e ra h ” . D a ri titel b a b IV sekarang k ita
m e m p e ro le h k e s a n s e o la h -o la h sw a p rad ja h a ru s te ta p m em punjai
k e d u d u k a n istim e w a d a la m n e g a ra k ita d a n oleh k a re n a n ja d ju­
g a m e m p u n ja i h u b u n g a n istim ew a d e n g a n P em erin tah P usat.
S e la in d a rip a d a itu d id a p a t k e sa n dju g a seolah-olah jang
d a p a t d ia tu r o leh u n d a n g -u n d a n g sep erti m en u ru t U .D .S. 132
h a n ja k e d u d u k a n sw a p ra d ja , d a n n a m a n ja tid a k boleh bergan-
t i m e n d ja d i „ d a e r a h istim e w a ” a ta u lain n ja, sehingga selam a

77
•1

ada U.D.S. maka istilah „swapradja” masih harus dipergunakan.


Dalam hukum tatanegara R.I. sepatutnja tidak ada perbedaan
kedudukan antara daerah biasa dengan daerah swapradja. Per­
bedaan kedudukan jang ada sampai sekarang hanja merupakan
peninggalan zaman lampau jang harus dengan segera mendapat
pengaturan.

§ 3. SUSUNAN PEM ERINTAHAN SW APRADJA

Swapradja adalah suatu organisasi kenegaraan Indonesia asli


jang oleh Belanda diakui dan ditetapkan sebagai bagian dari
organisasi kenegaraan Nederlandsch-Indie. Sebagai organisasi
kenegaraan swapradja itu mempunjai kekuasaan atas wilajah
tertentu dan mempunjai kekajaan sendiri. Untuk mendjalankan
kekuasaannja dan untuk memelihara kekajaannja diperlukan
satu tjara bekerdja jang teratui* untuk djangka waktu tertentu.
Tjara bekerdja jang teratur ini menimbulkan suatu pembagian
pekerdjaan, pembagian tugas dalam garis besarnja sampai da­
lam garis ketjil. Satu lingkungan pekerdjaan jang timbul karena
adanja pembagian pekerdjaan itu merupakan suatu djabatan.
Suatu djabatan dapat dipangku oleh seseorang atau oleh bebe­
rapa orang bersama-sama. Djabatan presiden dalam Republik
Indonesia umpamanja adalah suatu djabatan jang dipangku
oleh seseorang, sedang kabinet atau D.P.R. misalnja merupa­
kan djabatan jang dipangku oleh beberapa orang. Demikian
djuga djabatan sultan (radja) dalam suatu swapradja adalah
djabatan jang dipangku oleh seseorang, sedang dewan penase-
hat swapradja merupakan djabatan jang dipangku oleh bebe­
rapa orang.
Oleh karena adanja djabatan itu sebagai akibat pembagian
pekerdjaan jang teratur, maka kita mengenai djabatan tinggi
dan djabatan rendah, djabatan atasan dan djabatan bawahan,
djabatan tertinggi dan djabatan paling rendah. Susunan tingkatan
demikian itu adalah satu keharusan dalam organisasi untuk dapat
m enjatakan adanja kesatuan.
Kalau kita bitjara tentang susunan pemerintahan swapradja,

78
maka jang dimaksudkan dengan istilah itu tidak lain daripada
susunan rangkaian djabatan jang ada pada swapradja. Susunan
dari rangkaian djabatan jang ada pada sesuatu kesatuan (orga­
nisasi) kenegaraan ditentukan oleh sendi-sendi masjarakat atau
sendi kenegaraan jang dipakai oleh kesatuan itu. M enurut pa­
sal 3 ajat 1 dari Z.R. 1938 dan pasal 3 M.C. susunan pemerin­
tahan swapradja ditentukan oleh hukum dari masing-masing
swapradja. M enurut pasal 3 M.C. itu radja atau Pemerintah
Swapradja dapat menjimpang dari hukumnja itu dengan per-
setudjuan dari wakil N .I., sedang menurut Z.R . pasal 3 ajat 1
tadi hukum swapradja mengenai pemerintahan itu berlaku se-
pandjang Z.R . ini sendiri tidak memberi ketentuan jang menjim­
pang atau tidak diadakan penjimpangan berdasarkan Z.R. Me-
mang Z.R . 1938 itu memberi kemungkinan untuk penjimpangan,
seperti ternjata dari pasal 3 ajat 5 jang memberi kekuasaan pada
residen untuk mengusulkan suatu susunan pemerintahan jang di-
anggapnja akan menguntungkan swapradja. Djika usul ini dito-
lak oleh Pem erintah Swapradja (radja) m aka menurut pasal 3
ajat 6 gubernur harus memberi keputusan.
Sebagian besar dari swapradja jang ada sekarang adalah meru­
pakan peninggalan dari organisasi kenegaraan suku bangsa In ­
donesia dahulu jang lazim dinamakan keradjaan. Keradjaan-
keradjaan ini melihat susunan pemerintahannja terbagi atas be­
berapa pola (type), jaitu pola Melaju, pola M akassar/Bugis dan
pola D jaw a/B ali. Terlebih dahulu kita akan membitjarakan su­
sunan pem erintahan m enurut pola Djawa/Bali.
Kekuasaan negara dalam suatu keradjaan m enurut pola ini
dipegang oleh radja sendiri. Djabatan radja adalah suatu dja­
batan tertinggi dim ana segala kekuasaan negara berpusat. Bukan
sadja kekuasaan lahir berpusat pada djabatan radja, melainkan
djuga kekuasaan batin sehingga dengan demikian radja itu bu­
kan sadja kepala negara tetapi djuga kepala agama, kepala ke-
batinan. R adja pada satu pihak m erupakan kepala m asjarakat,
pada lain pihak ia adalah penghubung dengan dewa-dewa, atau
dalam alam kepertjajaan monisme ia m endjalankan perintah dari
Tuhan untuk membawa um atnja kedjalan jang baik. Dengan

79
pengertian bahwa djabatan radja itu merupakan pusat segala
kekuasaan, maka dalam keradjaan sematjam ini tidak dikenal
pemisahan kekuasaan negara seperti trias-politica dll. sebagainja.
Segala djabatan lainnja dalam keradjaan itu dibawahkan kepada
djabatan radja. Keadaan demikian ini oleh Belanda dibiarkan
berlangsung terus ketika masing-masing keradjaan mendapat pe­
netapan sebagai swapradja (landschap) dan sampai sekarang
belum ada peraturan jang mengharuskan adanja perobahan su-
sunan pemerintahan swapradja ketjuali pasal 132 U.D.S. jang
mewadjibkan adanja pendemokrasian pemerintahan swapradja
djika dikeluarkan undang-undang jang mengatur kedudukan swa­
pradja. Selama undang-undang jang mengatur kedudukan swa­
pradja seperti dimaksud oleh U.D.S. 132 belum terbentuk, tidak
ada keharusan pendemokrasian pemerintahan swapradja. Jang
dapat mengharuskan pendemokrasian itu hanjalah keadaan-ke-
adaan dimasing-masing daerah, dan pendemokrasian ini sudah
dimungkinkan sedjak dahulu berdasarkan Z.R. 3 ajat 5 dan 6
atau berdasarkan Z.R. 3 ajat 1 jo U.D.S. 1, 35 dan 132. Djuga
Belanda sudah memberi kemungkinan itu dengan S. 1946-27.
Dalam usaha pendemokrasian dari pemerintahan swapradja
harus diingat alam pikiran dan pandangan hidup masjarakat
daerah swapradja itu. Seperti telah diterangkan diatas djabatan
radja itu menurut hukum adat jang sampai sekarang masih ber­
laku merupakan titik pemusatan kekuasaan lahir dan bersama-
sama dengan benda kesaktian keradjaan djabatan radja itu me­
rupakan djuga titik pemusatan kekuatan gaib. Kalau kita mem-
pertahankan swapradja, maka ini didasarkan atas pertimbangan
bahwa masjarakat didaerah itu mempunjai pandangan hidup
serba kosmis jang menghendaki tetap dipertahankannja djabatan
radja sebagai pusat kesaktian jang dapat membawa rakjat ke-
arah kebahagiaan serta dapat melindungi rakjat dari segala an-
tjaman bentjana. Djabatan radja sebagai pusat kekuasaan peme­
rintahan dapat dengan. mudah dan dengan segera disesuaikan
dengan asas demokrasi. Dan memang untuk sementara waktu
pendemokrasian itu ditudjukan pada tugas lahir dari djabatan
radja. Dan karena itu seandainja djabatan radja hanja meliputi
tugas lahir sadja, artinja bahwa rakjat memandang radja semata-
m ata sebagai orang jang mendjalankan dan mengatur pemerin­
tahan, m aka pendemokrasian akan berakibat tidak adanja dja­
batan radja dan dengan itu djuga hapusnja kedudukan swapra­
dja. Tergantung pada kejakinan hukum dan pandangan hidup
dari rakjat didaerah masing-masing pada waktu ini apakah suatu
djabatan radja itu hanja meliputi tugas lahir sadja atau djuga
meliputi tugas batin. Keadaan pada waktu ini diberbagai daerah
tidak seragam. Didaerah-daerah jang sudah banjak dipengaruhi
pendidikan dan alam pikiran barat serta pandangan hidup baru
mungkin bagi sebagian besar dari m asjarakat djabatan radja itu
sudah tidak lagi meliputi tugas batin. Dalam keadaan demikian
pendemokrasian swapradja berarti penghapusan djabatan radja
jang berarti pula penghapusan swapradja itu. Tetapi sebaliknja
didaerah-daerah jang m asjarakatnja tidak begitu banjak meng-
alami pengaruh tjara berpikir barat, atau walaupun mendapat
pengaruh barat toh masih m em pertahankan pandangan hidupnja
jang serba kosmis, m aka pendemokrasian berarti menimbulkan
djabatan lain jang memegang kekuasaan pemerintahan tertinggi
dengan tidak m enghapuskan djabatan radja. Dengan perobahan
susunan rangkaian djabatan dalam swapradja serupa itu, maka
djabatan radja sebagian besar akan hanja terdiri dari tugas batin
seperti kita maksud diatas. Dan karena djabatan radja ini tidak
dihapuskan m aka swapradja itu tetap ada, walaupun mungkin
diberi nam a dan kedudukan lain dalam negara kita. Djadi se-
sungguhnja dengan ini mendjadi terang, bahwa istilah swapradja
pada waktu ini berhubungan rapat dengan djabatan radja. Soal
dapat tidaknja suatu swapradja dihapuskan adalah soal dapat
tidaknja djabatan radja didaerah itu dihapuskan. Djika djabatan
radja itu dapat dihapuskan, m aka swapradja jang bersangkutan
dapat dihapuskan pula. Adalah kebidjaksanaan politik untuk
m enentukan apakah disuatu daerah otonomi djabatan radja itu
dapat dihapuskan atau tidak. Kalau kebidjaksanaan politik ini
dilakukan atas dasar kerakjatan maka penetapan dapat tidaknja
djabatan radja dihapuskan disesuatu daerah akan tergantung dari
kehendak sebenarnja dari rakjat jang bersangkutan. Tanda-tanda
diberbagai daerah sampai sekarang menundjukkan, bahwa se: a-
hagian dari rakjat masih ingin mem pertahankan djabatan ra ja.
Sampai dimana dapat dipenuhinja keinginan ini akan t e r g a n t u n g
pada hasil penjelidikan lebih landjut dan pada sikap pem bentuk
undang-undang.
Pemegang djabatan radja biasanja m endapat tachta dengan
sendirinja karena turunan m enurut hukum adat jang berlaku
didaerahnja. Kebiasaan demikian memang umum bagi keradjaan-
keradjaan jang kita kenal dalam sedjarah dunia. Tetapi di Indo­
nesia kita mengenai suatu kebiasaan pula dimana' rakjat sendiri
jang menentukan siapa jang akan memegang djabatan radja.
Kebiasaan ini umpamanja terdapat diswapradja dari Sulawesi
dan dahulu djuga di Sumatera. Ini adalah-salah satu alasan dari
kita untuk tidak menjetudjui rumusan dan redaksi pasal 18 ajat
5 dari undang-undang No 22-1948 serta pasal 23 ajat 2 dari
rantjangan Undang-undang Pokok Pemerintahan D aerah tahun
1954 jang akan kita bitjarakan lebih landjut dalam bab III- Lebih
mendekati kehendak kita susunan kalimat jang dipergunakan
oleh Undang-undang Pemerintahan Daerah N .I.T. (S.I.T. 1950-
44) pasal 17 ajat 5 jang mengatakan, bahwa kepala daerah swa­
pradja diangkat oleh presiden dari keturunan keluarga sw apradja
didaerah itu atas pentjalonan dari D.P.R. swapradja. M enurut
pendapat kita tjara pengangkatan kepala swapradja tidak boleh
terlalu dibatasi, melainkan harus dibuka kemungkinan sebanjak-
banjaknja untuk tjara jang sesuai dengan kejakinan hukum ma-
sjarakat didaerah jang bersangkutan. Tentang hal ini d ap at di-
lihat lebih djauh bab III.
Seorang radja sebagai penguasa tunggal dalam keradjaan-ke-
radjaan dari pola Djaw a/Bali mendjalankan pekerdjaannja se-
hari-hari dengan dibantu oleh pepatih sebagai orang kedua da­
lam keradjaan dan menteri-menteri sebagai pem bantunja.
M emang pola ini sudah kita kenal dalam sedjarah dari negara-
negara jang pemerintahannja berbentuk keradjaan sehingga tidak
perlu diuraikan lebih landjut. Pendemokrasian bagi sw apradja
jang mempunjai bentuk pemerintahan serupa ini m erupakan
perobahan besar jang mungkin akan meminta banjak pengor-

82
b an an d ari orang jang tadinja raem egang kekuasaan. Tidak de-
ttukian halnja bagi sw apradja-sw apradja jang susunan pemerin­
tah an n ja sedjak dahulu sudah sedikit banjak m engandung sendi-
sendi kerak jatan seperti halnja dengan swapradja-sw apradja di
Sulawesi S elatan /T en g ah dan sebagian dari N usa Tenggara jang
nar»ti akan kita bitjarakan.
M e n u ru t pola M elaju seperti halnja dengan swapradja jang
te rd a p a t di Sum atera dan K alim antan B arat djabatan radja itu
djuga m erupakan djabatan tertinggi dan titik pem usatan kekua­
saan lah ir dan kekuatan batin. Bedanja dengan pola keradjaan
D ja w a /B a li ialah bahw a disam ping djabatan radja itu terdapat
d ja b a ta n penasehat jang biasanja terdiri atas beberapa orang.
P enasehat-penasehat ini biasanja diangkat oleh radja sendiri,
d a n m erek a (penasehat-penasehat) itu bersam a-sam a m erupa­
k an dew an. K em ungkinan para penasehat ini diambil dari ling-
k un g an keluarganja sendiri, tetapi m ungkin djuga dari golongan
lain jan g oleh rad ja dianggap m em punjai banjak pengaruh dan
t'nggi pengetahuannja.
Ja n g Iebih m enarik perhatian kita ialah susunan pemerintahan
M enurut pola B ugis/M akassar jang m engandung banjak sendi-
sendi kerakjatan. D jabatan tertinggi disini bukanlah djabatan
r a dja, m elainkan suatu djabatan jang berbentuk dewan. Dewan
ini biasanja terdiri dari 4 atau 5 anggauta dan diketuai oleh radja
sendiri. D ew an ini biasa dinam akan „hadat” atau „pemerintah
k e ra d ja a n ” . B iasanja dewan itu anggautanja dipilih oleh kepala-
k ep ala kam pung, dan orang-orang terkem uka (orang tua). Bukan
sadja anggauta dari hadat itu jang dipilih, tetapi sering djuga
k e tu a n ja (jaitu radja) dipilih oleh rakjat untuk bertachta sebagai
rad ja w alaupun pem ilihan terbatas pada keturunan keluarga ra­
dja. D iberbagai daerah asas kerakjatan itu demikian tebalnja
sehingga sew aktu-w aktu radja dapat dipetjat oleh hadat jang
m ew akili rak ja t itu. Baik untuk keperluan ini kita gambarkan
susunan pem erintahan jang terdapat diswapradja Bima (pulau
Sum baw a, propinsi N usa Tenggara) dimana pada pokoknja dju­
ga b e rla k u sistim Bugis itu. Gam baran jang kita lukiskan ini
d ari achir abad 19.

83
Jang mendjadi kepala swapradja Bima dahulu adalah Sultan
Bima. Kekuasaan tertinggi dipegang oleh sebuah dewan kera­
djaan jang bernama hadat. H adat ini terdiri atas seorang ketua
dan 24 anggauta. Jang mendjadi ketua hadat itu ialah „Radja
Bitjara” atau „Ruma Bitjara” sedang anggauta-anggautanja ter­
diri dari 6 orang „Toreli”, 6 orang „Djeneli” dan 12 orang
„Bumi” . Radja Bitjara adalah pegawai tertinggi dalam keradja
an dan merupakan hakim tertinggi. Toreli adalah pembesar k&-
radjaan dan mempunjai kedudukan sebagai menteri pertama,
sedang Djeneli berkedudukan sebagai menteri kedua. Toreli dan
Djeneli ini dipilih oleh kepala kampung dan dengan demikian
mereka merupakan djuga wakil-wakil rakjat. Bumi mempunjai
kedudukan sebagai menteri biasa dan biasanja merupakan hakim
biasa. Segala urusan penting dari swapradja Bima dipertimbang-
kan dan diputus oleh hadat. Hadat itu sewaktu-waktu dapal
memetjat sultan dari djabatannja dan mengangkat sultan baru.
Djuga pernjataan perang harus diputuskan oleh hadat itu. Dan
dalam masa pendjadjahan Belanda hadat Bima djuga bertang-
gung djawab atas hubungan baik dengan Pemerintah N.I.
Disamping 12 Bumi jang mendjadi anggauta hadat tadi ter­
dapat seorang Bumi jang diserahi memegang kekuasaan kepo-
lisian, jaitu Bumi renda. Disamping mendjadi kepala kepolisian
ia djuga berkedudukan sebagai djaksa tertinggi, sedang dalam
eadaan perang ia mendjadi panglima jang mengatur siasat pe-
perangan seluruhnja.
Perlu djuga kita sebut beberapa Bumi lainnja jang tidak men-
ja i anggauta hadat, ialah Bumi prisi ’mbodjo, Bumi prisi bolo
dan Bumi prisi kae. M ereka mempunjai tugas untuk mengada­
kan hubungan dengan dunia luar atas narna keradjaan.
Penguasa-penguasa bawahan jang mendjalankan pemerintahan
daerah adalah galarang kepala dan galarang. Galarang kepala
lpilih oleh galarang (kepala kampung) sedang galarang langsung
dipilih oleh penduduk daerah masing-masing. Sultan hanja mem­
ber! pengesahan terhadap hasil pemilihan itu.
Baik djuga disini dilukiskan tjara seorang sultan menaik tachta
m enurut hukum adat Bima untuk m enundjukkan bagaim ana ben-

84
tuknja penglaksanaan asas karakjatan didaerah itu sedjak dahulu
kala. D jabatan Sultan Bima dipangku oleh orang laki keturunan
dari keluarga radja. Ia dipilih oleh hadat dengan persetudjuan go­
longan bangsawan, dan sebelum ia naik tachta ia harus dinobat-
kan dahulu didepan rakjat banjak, jaitu dipasar didepan kraton.
Pada hari penobatan segenap penduduk Bima harus datang me-
njaksikan upatjara. M ula-m ula sultan itu disuruh duduk diatas
bangku ditengah-tengah rakjat jang berkumpul, dan kemudian
datang tiga orang galarang kepala kedepan untuk mentjatji maki
sultan habis-habisan dengan kata-kata jang kotor. Sesudah itu
tam pil kem uka R adja Bitjara dan anggauta lainnja dari hadat
jang djuga masing-masing melemparkan tjatjian dengan tiada ba-
tasnja. Setelah kedjadian ini selesai, maka sultan angkat bitjara
dan berdjandji akan mendjadi radja jang baik, djudjur serta mem-
bela kepentingan negara dan rakjat. Kemudian dengan selesainja
pidato ini orang-orang jang telah mengeluarkan tjatjian tadi ber-
sudjud meminta m aaf atas kekurang-adjarannja jang telah dilaku-
kan. Sultan m em aafkan semua kesalahan orang-orang itu, se-
dangkan orang-orang tadi bersum pah setia kepadanja. Dengan
ini penobatan selesai dan sultan dibawa masuk kekraton dengan
dipajongi oleh seorang bangsawan jang kemudian akan mendjadi
pepatihnja. U ntuk m enghindarkan hal-hal jang tidak diinginkan
dalam pem erintahan, sultan itu tidak boleh kawin dengan anak-
nja pepatih atau sanak-saudaranja.
Dengan gam baran diatas mengenai susunan pem erintahan swa­
pradja Bim a kita telah mengem ukakan tjontoh ketatanegaraan
Indonesia asli ja n g , didasarkan atas sendi-sendi demokrasi.
Sesungguhnja m em ang pada um umnja bangsa Indonesia sedjak
dahulu berpegangan pada asas kerakjatan dengan djalan musja-
w arat dalam pem erintahan. Otokrasi dalam pemerintahan negara
adalah satu sistim jang tidak asli, diimpor dari India atau dengan
sengadja ditanam kan oleh Belanda. Djadi djika kita sekarang ber-
bitjara tentang pendem okrasian pemerintahan swapradja, itu ber­
arti pada um um nja kembali kepada sendi-sendi jang asli. A dapun
mengenai tjara penglaksanaan sendi-sendi itu mungkin berbeda
dengan dahulu. T etapi ini memang m erupakan keharusan me-

85
nurut sedjarah, kita selalu mentjari tjara-tjara jang lebih baik
sesuai dengan kebutuhan jang dirasakan.
Walaupun pada waktu ini belum dikeluarkan undang-undang
jang mengatur kedudukan swapradja seperti dimaksud oleh
U.D.S. 132 jang mengharuskan adanja pendemokrasian peme­
rintahan swapradja, tindakan kearah pendemokrasian itu sudah
banjak dilakukan diberbagai daerah. Tindakan-tindakan ini ada
jang datang dari Pemerintah Swapradja sendiri, dan ada djuga
jang datang dari fihak gubernur atau Pemerintah „Daerah”.
Tindakan pendemokrasian dari fihak Pemerintah Swapradja sen­
diri adalah tindakan merobah hukum adat ketatanegaraan swa­
pradja itu sendiri jang tidak bertentangan dengan U.D.S. dan
malahan sesuai dengan kehendak U.D.S. pasal 1, 35 dan 132.
Pasal 3 ajat 1 dari Z.R. 1938 dan M.C. 3 mengatakan bahwa
susunan pemerintahan swapradja diatur menurut hukum jang ber­
laku diswapradja itu sendiri. Dan hukum dari masing-masing swa­
pradja dapat berobah-robah berhubung dengan perobahan ke-
jakinan hukum. Maka selama perobahan ini tidak bertentangan
dengan U.D.S., perobahan itu mendjadi hukum swapradja jang
berlaku. Belanda sendiri pada tahun 1946 sudah memberi ke-
mungkinan untuk pendemokrasian itu, jaitu dengan keputusan
Lt G.G. seperti termuat dalam S. 1946-27.
Dalam zaman pendjadjahan dapat dimengerti bahwa pende­
mokrasian pemerintahan swapradja harus dengan seizin Peme­
rintah Djadjahan sebab negara djadjahan tidak berdiri atas asas
demokrasi. Tetapi dalam negara kita jang berdasarkan sistim
demokrasi, tindakan itu tidak perlu dengan izin lagi. Jang perlu
sekarang hanjalah pengesahan peraturan-peraturan mengenai
pendemokrasian itu seperti dikehendaki oleh Z.R. 11 atau M.C.
11 . Pendemokrasian pemerintahan swapradja termasuk otonomi
swapradja itu sendiri. Oleh karena itu pada waktu ini tidak perlu
dipergunakan lagi sebagai dasar S. 1946-27 oleh para swapradja
jang mengadakan tindakan pendemokrasian pemerintahannja.
D jika S. 1946-27 toh hendak dipakai sebagai dasar tentu tidak
ada halangannja.
Bagaim ana djika pendemokrasian itu dilakukan dari atas de-
ngan tidak m em inta persetudjuan Iebih dahulu dari swapradja
jang bersangkutan. H al ini bagi swapradja-swapradja dengan per­
njataan pendek sudah dimungkinkan berdasarkan pasal 3 ajat 5
dan 6 dari Z .R . 1938. M enurut pasal ini residen dapat mengusul-
kan suatu susunan pem erintahan jang dianggapnja perlu untuk
kepentingan swapradja jang bersangkutan. Djikalau Pemerintah
Swapradja m enolak usul ini m aka gubernur memberi keputusan.
Berhubung dengan itu m aka bagi sw apradja dengan pernjataan
pendek, para gubernur dapat sewaktu-waktu m elakukan pende­
m okrasian atas dasar kepentingan swapradja sendiri. Kekuasaan
residen jang tersebut dalam Z.R . 3 ajat 5 itu didaerah-daerah
bekas wilajah N .I.T . berada pada tangan Pem erintah „D aerah”
(ketjuali D aerah Sumba) berdasarkan pasal 3 Peraturan Presiden
N .I.T. tanggal 23 Desem ber 1949 N o 1 2 /P rv /4 9 jo Undang-
undang N .I.T . tanggal 19 Desem ber 1949 tentang pem bentukan
kom isariat negara.
Bagaim ana dengan sw apradja-sw apradja jang mem punjai kon- 11
trak pandjang. Berhubung dengan tidak adanja ketentuan sema- '
tjam Z.R . 3 ajat 5 dan 6 dalam kontrak pandjang itu m aka pen­
dem okrasian susunan pem erintahan untuk sementara tidak dapat
didjalankan oleh gubernur, m elainkan harus paling sedikit de­
ngan keputusan presiden. K arena itu dalam waktu peralihan ini
djika gubernur menganggap perlu adanja pendem okrasian peme­
rintahan sw apradja, ia harus dapat mejakinkan fihak swapradja
bagaim ana kebaikannja sistim m usjawarat dan perwakilan dalam
pem erintahannja. D alam praktek setiap swapradja akan mene- ^
rim a saran pendem okrasian pem erintahannja sebab m ereka in-
sjaf, bahw a tindakan kearah itu mem punjai sifat memenuhi ke-
mginan rak ja t dan oleh karenanja akan m enjebabkan lantjarnja
roda pem erintahan. T erutam a bagi swapradja-swapradja jang me-
mang dari dahulu kala sudah mem punjai sistim demokrasi dalam
pem erintahannja seperti jang kita terangkan mengenai Bima, tin­
dakan itu hanja m erupakan perobahan tjara penglaksanaan asas
demokrasi jang Iebih sesuai dengan kehendak zaman dan jang
Iebih m em enuhi efficiency.
Pendem okrasian pem erintahan swapradja jang sampai seka-

87
rang telah dilakukan diberbagai daerah datang dari fihak swa­
pradja sendiri atau sedikit-dikitnja dengan persetudjuan Peme­
rintah Swapradja jang bersangkutan djika tindakan itu dilakukan
dari atas.
Susunan pemerintahan swapradja sekarang masih menundjuk­
kan berbagai tjorak. Diswapradja-swapradja jang terdapat di-
pulau-pulau Bali (8 swapradja) dan Sumbawa (3 swapradja) mi-
salnja sudah terdapat D.P.R. dan D.P.D., sedang diswapradja
dari pulau-pulau Sumba (16 swapradja), Flores (9 swapradja),
Timor (20 swapradja) hanja terdapat Madjelis Pemerintah Ha­
rian. Jang dimaksud dengan Madjelis Pemerintah Harian seperti
ternjata dari namanja adalah satu badan pemerintahan jang ber-
bentuk dewan. Dewan ini terdiri dari 3 atau 4 orang anggauta
dengan diketuai oleh kepala swapradja, dan badan ini merupakan
satu djabatan tertinggi dalam swapradja. Pembentukan Madjelis
Pemerintah Harian ini dimaksudkan sebagai langkah pertam a ke-
arah pendemokrasian pemerintahan jang sempurna. Orang-orang
jang mendjadi anggauta badan ini dipilih diantara berbagai go­
longan rakjat, dan hasil pemilihan itu disahkan oleh Gubernur
Nusa Tenggara. Sebagai umpama ialah pemilihan anggauta M a­
djelis Pemerintah Harian dari swapradja A donara didaerah Flores
tanggal 11 Agustus 1953 dengan mendapat pengesahan Gubernur
Nusa Tenggara tanggal 14 Desember 1953. A da djuga Madjelis
Pemerintah Harian jang anggauta-anggautanja ditetapkan oieh
ketua D.P.D. „Daerah” (kepala daerah) seperti terdjadi diswa­
pradja-swapradja di Bali pada tahun 1950 dengan disahkan oleh
gubernur. Madjelis Pemerintah H arian ini biasanja djuga dina­
makan Dewan Pemerintah Daerah Sementara dari swapradja.
Kepala swapradja dengan sendirinja mendjadi ketua merangkap
anggauta Madjelis Pemerintah Harian. Pembentukan D.P.R. dan
D.P.D. diswapradja-swapradja di Bali dan Sumbawa adalah
tindakan pendemokrasian jang lebih djauh. D .P.R. dimaksudkan
sebagai badan perwakilan rakjat dan D.P.D. sebagai badan pe-
njelenggara pemerintahan jang anggauta-anggautanja dipilih dari
dan oleh D.P.R. jang bersangkutan. Kepala swapradja dengan
sendirinja mendjadi ketua merangkap anggauta D.P.D.

88
B anjak orang jang m enjangsikan akan sahnja D .P .R ./D .P .D .
dan M adjelis Pem erintah H arian disw apradja-swapradja ter­
sebut diatas. B erdasarkan uraian diatas, m enurut pendapat kita
semua badan itu adalah sah karena m endapat dasar atau dalam
Z .R . 3 ajat 1 jo U.D .S. 1, 35 dan 132 atau dalam Z.R . 3 ajat 5
dan 6 .
Susunan pem erintahan sw apradja dipropinsi Sulawesi sampai
perm ulaan tahun 1950 pada um um nja tidak mengalami perobah­
an, jaitu biasanja terdiri dari kepala sw apradja dan beberapa
orang besar (landsgroten) jang bersam a-sam a m erupakan dewan
pem erintahan. K epala sw apradja m em punjai gelar „aru ” , „datu” ,
„adattuang” , „som ba” , „m aradia” , „sultan” dll. m enurut daerah-
nja dan m em punjai kedudukan sebagai ketua dewan pem erin­
tahan. Sebagai m isal ialah kepala sw apradja Goa bergelar „Som-
ba G oa , sedang kepala sw apradja Bone, M allusetasi, Batulapa
m asing-masing bergelar „A rung-B one”, „Arung-M allusetasi” ,
„A rung-B atulapa” dan kepala sw apradja Buton bergelar „Sultan
Buton . Djuga p ara orang besar m em punjai gelarnja sendiri-
sendiri m enurut tugas dan kedudukannja masing-masing dalam
pem erintahan. H am pir sem ua orang besar dipilih oleh kepala-
kepala kam pung dan orang-orang tua didaerahnja masing-ma­
sing, atau kalau tidak dem ikian ditundjuk oleh kepala swapradja
atas nasehat dari orang-orang tertentu seperti di G oa (nasehat
R ate Salapang). P ada perm ulaan tahun 1950 ketika kedudukan
N .I.T . m endjadi gontjang berhubung dengan adanja hasrat dari
rakjat untuk m em bangunkan negara kesatuan, terdjadi pergo-
lakan m asjarakat jang m engakibatkan beberapa kepala swapradja
dan orang-orang besarnja terbunuh atau m engundurkan diri dari
pem erintahan. U ntuk mengisi lowongan dalam pem erintahan,
m aka dibeberapa sw apradja dibentuk Komite Nasional Indonesia
(K.N.I.) dengan badan eksekutipnja (dewan pemerintahan). Ke­
m udian K .N .I. lam bat laun dibubarkan, tetapi dewan pem erin­
tahannja tetap m eneruskan pekerdjaannja sampai sekarang de­
ngan aiketuai oleh kepala swapradja jang masih ada atau jang
kem udian diangkat. D engan adanja dewan-dewan pem erintahan
ini sesungguhnja susunan pem erintahan swapradja di Sulawesi

89
tetap mempunjai sifat asli, sebab sebagian besar dari swapradja-
swapradja ini dari dahulu mempunjai pemerintahan dewan.
Diswapradja Buol (Sulawesi Utara) K.N.I. jang anggautanja ter­
diri dari 17 orang kemudian didjadikan D.P.R. sementara de­
ngan anggauta 9 orang dan dengan D.P.D.-nja jang diketuai oleh
kepala swapradja serta beranggauta 3 orang. Bersamaan keada-
annja dengan Buol ini ialah swapradja-swapradja Bolaang-Mo-
ngondow, Bolaang-Uki, Bintauna dan Kaidipan Besar, hanja
dengan tidak mempunjai kepala swapradja sebagaimana mestinja.
Jang tidak pernah mengalami perobahan susunan pemerintahan-
nja dalam masa pergolakan itu adalah swapradja-swapradja Goa
(di Sulawesi Selatan), Todjo, Poso, Lorea, Una-una, Bungku,
Mori, Banggai, Banawa, Tawaeli, Palu, dll. (di Sulawesi Tengah)
sehingga keadaannja sekarang tetap seperti dahulu. Ketjuali be­
berapa swapradja, (seperti Banggai, Toli-Toli) pada umumnja
swapradja-swapradja di Sulawesi Tengah tidak mempunjai peme­
rintahan berdewan, melainkan pemerintahnja hanja terdiri dari
kepala swapradja. Tetapi kepala-kepala swapradja ini menurut
kebiasaan dipilih dari kalangan bangsawan oleh para kepala dis-
trik, kepala kampung dan orang-orang tua dari golongan bang­
sawan.
Di Kalimantan pada waktu ini terdapat 7 swapradja jang pe-
merintahannja dipegang oleh kepala (radja, panembahan, sultan)
seorang diri, jaitu swapradja-swapradja Sukadana, Simpang,
Mempawah, Pontianak, Kubu, Sanggau dan Tajan. Diswapradja
Smtang terdapat beberapa orang penasehat disamping kepala,
sedang diswapradja-swapradja M atan dan Landak terdapat pa-
nitya pemerintahan (bestuurscommissie) jang mengendalikan selu-
ruh pemerintahan. Panitya pemerintahan seperti terdapat di M a­
tan dan Landak itu adalah disebabkan. karena belum dapat di-
angkatnja kepala jang baru dan oleh karenanja dimaksudkan
sebagai pemegang kekuasaan sementara. Diswapradja-swapradja
Kotawaringin dan Sambas berhubung dengan tidak adanja ke­
pala swapradja dan untuk mengisi kekosongan kekuasaan, pe­
m erintahan masing-masing dipegang oleh wedana. Tindakan ini
diambil oleh Gubernur Kalimantan sebagai tindakan darurat
sambil menunggu ketentuan Iebih landjut. Sesungguhnja pene­
tapan ini harus dilakukan oleh presiden (Z.R. 5).
Bukan m aksud kita untuk m engutarakan susunan pemerin­
tahan sw apradja sam pai dalam garis ketjilnja, sebab itu akan
terlalu banjak m em akan tem pat dan kurang faedahnja. Dencan
uraian diatas hanja dim aksudkan memberi gam baran bagaimana
bentuknja pem erintahan swapradja dahulu dan sekarang dalam
garis besarnja untuk didjadikan bahan dalam m elaksanakan asas
demokrasi dinegara kita. D an selain daripada itu dengan uraian
tadi kita hendak m entjarikan dasar hukum bagi perobahan jang
sudah atau akan dilakukan dan jang sering disangsikan oleh ba­
njak orang.'
A da baiknja djika kita disini menjim pulkan beberapa pokok
jang terdapat dalam uraian diatas untuk m em udahkan para pem-
batja. Pokok-pokok jang perlu m endapat perhatian adalah sbb :
1. Sampai sekarang belum ada peraturan jang m engharuskan
adanja perobahan susunan pem erintahan swapradja. Kita
mengenai pasal 132 dari U ndang-undang D asar Sementara
jang m ewadjibkan adanja pendem okrasian pem erintahan swa­
pradja djika dikeluarkan undang-undang jang m engatur ke­
dudukan swapradja. Sampai sekarang undang-undang jang
dimaksud itu belum ada. M enurut pendapat kita sebaiknja
pengaturan kedudukan swapradja itu dilakukan bersama-sama
dengan pengaturan daerah-daerah lainnja dalam satu undang-
undang pokok pem erintahan daerah berikut undang-undang
pem bentukannja.
2 . Pendem okrasian pem erintahan swapradja pada waktu ini su­
dah dapat dilakukan walaupun undang-undang jang dimaksud
oleh U ndang-undang D asar Sementara pasal 132 belum ada.
Pendem okrasian ini dimungkinkan atas dasar Zelfbestuurs­
regelen pasal 3 ajat 5 dan 6 atau atas dasar pasal 3 jo U n­
dang-undang D asar Sementara pasal 1, 35 dan 132.
3. U ntuk sem entara w aktu usaha pendemokrasian itu ditudju-
kan pada tugas lahir dari radja. Dan oleh karena itu seandai-
nja djabatan radja hanja meliputi tugas lahir sadja, ialah
bahwa rakjat m em andang radja semata-mata sebagai orang

91
jang mendjalankan dan mengatur pemerintahan, maka pen­
demokrasian akan berakibat tidak adanja djabatan radja dan
dengan itu djuga hapusnja swapradja.
4. Istilah „swapradja” pada waktu ini berhubungan rapat de­
ngan djabatan radja. Soal dapat tidaknja swapradja dihapus­
kan adalah soal dapat tidaknja djabatan radja didaerah itu
dihapuskan. Ini tergantung dari kehendak sebenarnja dari
rakjat jang bersangkutan.
5. Asas kerakjatan (demokrasi) adalah sendi asli dari masjara­
kat Indonesia, sedangkan otokrasi adalah sistim tidak asli
sebagai barang impor. Salah satu kebiasaan sebagai peng-
laksanaan asas kerakjatan ialah jang berupa pemilihan radja
oleh rakjat sendiri. Oleh karena itu sesungguhnja pendemo­
krasian pada umumnja berarti kembali kepada sendi-sendi
jang asli.
6 . Pendemokrasian pemerintahan swapradja termasuk urusan
rumah tangga (otonomi) dari swapradja sendiri, dan ini se­
suai dengan pasal 1, 35 dan 132 Undang-undang Dasar Se­
mentara. Oleh karena itu tidak perlu dipergunakan lagi se­
bagai dasar S. 1946-27 oleh para swapradja jang mengada­
kan tindakan pendemokrasian pemerintahannja. Berhubung
dengan ini semua, maka badan-badan seperti D .P .R .D ./
D.P.D. dan lain-lain sebagainja diswapradja adalah sah se­
bagai hasil pendemokrasian pemerintahan swapradja.
BAB III

KEMUNGKINAN-KEMUNGKINAN
DIHARI KEMUDIAN

§ 1. KEMUNGKINAN PERTAMA

Setelah m em bitjarakan keadaan swapradja pada waktu ini, baik


kita bitjarakan djuga kemungkinan perkem bangan swapradja da­
lam tatahukum R .I.
Kemungkinan pertam a ialah m em pertahankan swapradja de­
ngan kedudukannja seperti sekarang, tetapi dengan perobahan
bentuk dan susunan pem erintahannja sehingga sesuai dengan
dasar demokrasi. K edudukan tiap swapradja tetap seperti seka­
rang berada langsung dibawah Pem erintah Pusat, dan diadakan
peraturan umum jang m engatur susunan pem erintahan serta
luasnja urusan rum ah tangga (otonomi) swapradja dengan tidak
m engadakan perbedaan antara swapradja jang besar dan swa­
p radja jang ketjil, swapradja jang dahulu mem punjai kontrak
pandjang dan mem punjai pernjataan pendek. Dengan demikian
m aka kita akan tetap mempunjai dua matjam daerah, jaitu da­
erah desentralisasi biasa dan daerah swapradja. K alau kita me-
lihat bab IV U.D.S. dengan titelnja „Pem erintah D aerah dan
daerah-daerah swapradja” , m aka kita memperoleh kesan seolah-
olah itulah m aksud pem buat U.D.S. Dalam rangka fikiran ini
pasal 131 U.D.S. dim aksudkan hanja mengenai pembagian da­
erah biasa atas daerah besar dan ketjil jang berhak mengurus
rum ah tangganja sendiri, sedang daerah swapradja harus mem­
punjai kedudukan tersendiri disamping daerah-daerah otonomi
biasa, sebagaimana ternjata dari adanja pasal 132. T jara ber-
pikir demikian itu sesuai pula dengan djiwa Konstitusi R.I.S.
Perbedaannja hanja dalam tjara mengatur kedudukan swapradja,
jaitu bahwa Konstitusi R.I.S. m engharuskan adanja kontrak
antara daerah bagian dengan swapradja jang bersangkutan, se­
dang U.D.S. m enghendaki undang-undang. A kan tetapi kita

93
berpendapat bahwa tjara berpikir demikian itu tidak d ap at di-
benarkan dalam rangka hukum tatanegara R .I. dim ana rakjat
jan g memegang kekuasaan tertinggi. Pasal 1 ajat 2 U .D .S.
m engatakan bahwa kedaulatan R .I. berada ditangan rak jat dan
dilakukan oleh Pemerintah bersam a-sam a dengan D .P -^- ^e~
bagaim ana kita ketahui adanja swapradja itu bukanlah karena
kehendak rakjat, melainkan sebagai peninggalan zam an jang
lam pau, jaitu zaman tatahukum Hindia Belanda dim ana sw apra­
dja diadakan dan /atau dipertahankan karena alasan-alasan politik
seperti telah kita terangkan dalam pendahuluan.
Dalam negara R .I. sekarang dimana rakjat jan g berdaulat,
terserah kepada rakjatlah untuk menentukan kedudukan swa­
pradja, apakah sebagai daerah otonomi jang langsung dibaw ah-
kan kepada Pemerintah Pusat atau sebagai bagian dari daerah
otonomi lainnja. Ini sesungguhnja djuga m aksud pem buat U .D .S.,
hal raana ternjata dari pasal 132 ajat 2 jang memberi kem ung­
kinan penghapusan swapradja djika pembuat undang-undang me-
m andang perlu. Kekatjauan berpikir dari pem buat U .D .S . dalam
menjusun bab IV itu disebabkan untuk sebagian karena adanja
kekuatan-kekuatan politik dalam m asjarakat kita p a d a waktu
itu jang menghendaki tetap didjaminnja dan diistim ew akannja
kedudukan swapradja. Kesimpulan kita dari ini sem ua, ialah
bahwa mempertahankan sw apradja dengan kedudukan seperti
sekarang disertai perobahan bentuk dan susunan p e m e r i n t a h a n ­
nja bukanlah satu-satunja kemungkinan jan g diberikan oleh
U .D .S., melainkan merupakan salah satu kemungkinan ja n g p a ­
ling tidak tjotjok dengan kehendak kita dalam rangka perkem -
bangan swapradja. Daerah sw apradja adalah daerah otonom i
jang sudah ada ketika kita memproklamirkan R .I., d an terus
diakui sebagai daerah otonomi setelah R .I.S. terbentuk. H an ja
ltulah perbedaannja dengan daerah otonomi bentukan b aru se­
perti dim aksud oleh Undang-undang N o 22-1948 atau U ndang-
undang Pemerintahan Daerah-daerah Indonesia T im ur (S.I.T-
1950-4). Sebagai daerah otonomi, daerah sw apradja itu sa m a ke-
dudukannja dengan daerah otonomi bentukan baru dalam n egara
R .I. T idak ada alasan untuk diketjualikan atau diistim ewakan.

94
2. KEMUNGKINAN KEDUA

Sebagai kem ungkinan kedua jang dapat kita kem ukakan ialah:
m endjadikan sw apradja sebagai daerah istimewa seperti dimak­
sud oleh U ndang-undang N o 22-1948. K edudukannja sebagai
d a e ra h istim ew a ditentukan oleh U ndang-undang Pem bentukan,
dan m engingat luasnja dan pentingnja m asing-masing swapradja
d a p a t ditetapkan sebagai daerah istimewa setingkat propinsi,
k a b u p a te n atau desa. L uasnja rum ah tangga dari daerah istimewa
m en u ru t U ndang-undang N o 22-1948 ditentukan setjara limita-
tif oleh U ndang-undang Pem bentukannja. M elihat terdjadinja
satu d aerah istim ewa, m aka sifatnja pem bentukan daerah isti­
m ew a itu bukan hanja m erupakan perobahan bentuk swapradja,
m elainkan m erupakan penghapusan sw apradja disertai pemben­
tu k a n daerah otonom i baru, dengan kedudukan dan otonomi
jang sangat berlainan dengan kepunjaan swapradja. Sifat dan
ked u d u k an daerah istimewa adalah sam a dengan sifat dan ke­
dud u k an dari daerah otonom i lainnja jang setingkat. Keistime-
w aan dari suatu daerah istimewa bukan terletak dalam sifat dan
kedudukannja sebagai daerah otonom i m elainkan dalam sifat
kepalanja, jaitu bahw a kepala daerah istimewa dari tingkat apa-
p u n diangkat oleh presiden dari keturunan keluarga jang ber-
ku asa didaerah itu dizam an sebelum R .I. dan jang masih me-
nguasai daerahnja.
T im bul pertanjaan apakah penglaksanaan dari U.D.S. 132
boleh berupa pem bentukan swapradja mendjadi daerah istimewa.
A p a k a h tidak m endjadi m aksud dari U.D.S. untuk memerintah-
k a n p a d a pem buat undang-undang agar supaja m engatur ke­
dud u k an sw apradja sebagai swapradja hal m ana ternjata pula
dari susunan bab IV U.D.S. jang berlainan dengan susunan bab
V I U .D . 1945. B ab V I dari U.D. 1945 berkepala „Pemerin-
tah an D aerah ” , dan hanja terdiri dari satu pasal, jaitu pasal 18
jang berbunji : Pem bagian daerah Indonesia atas daerah besar
dan ketjil, dengan bentuk susunan pemerintahannja ditetapkan
dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat da­
sar 'perm usjaw aratan dalam sistim pemerintahan negara, dan hak

95
asal-usul dalam daerah-daerah jang bersifat istimewa. Pembuat
U.D. 1945 dalam menghadapi kenjataan adanja swapradja ada­
lah tegas dan djemih pikirannja karena tidak ada pengaruh-
pengaruh a-nasional dan reaksioner. Pembuat U.D. 1945 terang
memandang swapradja sebagai daerah bagian otonomi biasa dari
R.I., sama sekali tidak memberi kedudukan istimewa padanja,
dan menjerahkan kepada pembentuk undang-undang untuk me­
nentukan kedudukan swapradja dalam rangka desentralisasi ke­
kuasaan negara. Memang kalau kita membanding susunan bab
IV U.D.S. dengan bab VI U.D. 1945 pertanjaan itu dapat di­
mengerti. Dengan perbandingan itu dapat ditarik kesimpulan
bahwa U.D.S. 132 ajat 1 menghendaki supaja pembentuk un­
dang-undang mengatur kedudukan swapradja sebagai swapradja,
bukan penghapusan swapradja dan diganti dengan daerah oto­
nomi baru. Akan tetapi kesimpulan ini tidak benar. Sebagaimana
telah kita utarakan diatas U.D.S. 132 itu tidak mengharuskan
tetap adanja swapradja, melainkan merupakan satu pasal per-
alihan dalam menghadapi kenjataan adanja swapradja. Terserah
kemudian kepada pembentuk undang-undang untuk menentukan
kedudukan swapradja. Dan dalam pengertian menentukan ke­
dudukan itu termasuk pula tindakan untuk memberi status baru,
jaitu mendjadikannja sebagai daerah istimewa.
Menurut pendapat kita satu-satunja djalan jang dapat diteri-
ma kalau kita hendak mempertahankan swapradja ialah hanja
dalam bentuk daerah istimewa sebagaimana dimaksud oleh Un­
dang-undang Pokok Pemerintahan Daerah. Mendjadi pertanjaan
apakah ada alasan untuk mendjadikan swapradja mendjadi da­
erah istimewa, karena apa tidak dilakukan penghapusan sadja.
Memang kemungkinan ketiga jang diberikan oleh U.D.S. ialah
penghapusan swapradja. Tetapi penghapusan sesuatu swapradja
hanja dapat dilakukan djika sesuai dengan kehendak daerah swa­
pradja itu sendiri atau djika kepentingan umum m enuntut peng-.
hapusan itu. Djadi djika kepentingan umum itu tidak dapat di-
tundjuk dengan djelas dan daerah swapradja itu sendiri tidak
m au dihapuskan, maka sesuatu swapradja harus tetap berdiri
sebagai swapradja. Dan djalan satu-satunja jang dapat ditempuh

96
untuk m elaksanakan asas demokrasi dalam keadaan demikian
itu adalah m endjadikan swapradja jang bersangkutan mendjadi
daerah istimewa. Ini adalah alasan hukum berhubung dengan
adanja pasal 132 U.D.S. Alasan politik untuk membentuk da­
erah istimewa terletak dalam alasan untuk mem pertahankan
swapradja. Alam pikiran rakjat jang masih sederhana berbeda-
beda disatu daerah dengan daerah lainnja. A da kalanja rakjat
m enaruh kepertjajaan begitu besar kepada satu turunan keluarga
karena sedjarahnja jang telah lalu sehingga dilihat dari sudut
fcepentingan keam anan dan kelantjaran pem erintahan sebaiknja
kepala daerah itu diambil dari keturunan tadi. Kepala daerah
sematjam itu bukan sem ata-m ata kepala pem erintahan dalam
arti biasa, tetapi djuga m erupakan kepala adat dan kepala ke-
rochanian dari m asjarakat didaerah itu. Seorang kepala swapra-r\
dja disamping m endjadi kepala pem erintahan m erupakan djugall
penghubung dengan dewa-dewa, pelindung terhadap bentjana-
bentjana jang ditim bulkan oleh kekuasaan gaib, pembawa ke-
selam atan dalam m enghadapi segala pantjaroba, dan pusat se­
gala kesaktian. Alam pikiran mistik jang masih dimiliki oleh se­
bagian besar dari rakjat Indonesia harus m endapat perhatian
sepenuhnja dalam kita m entjari efficiency organisasi negara. Ini-
lah alasan politik dari kita untuk m em pertahankan swapradja
dalam bentuk daerah istimewa bilam ana dipandang perlu. Oleh j i
karena itu sesuai dengan uraian kita dalam bab I (pendahuluan)
mengenai dem okrasi, sebaiknja diserahkan pada rakjat daerah
jang bersangkutan untuk m enentukan dipertahankannja swapra­
dja atau tidak. D jika swapradja dipertahankan, ini berarti swa­
pradja dalam bentuk baru, jaitu dalam bentuk daerah istimewa.
Sebagaim ana kita terangkan diatas, kita m em pertahankan swa­
pradja itu bukan karena hendak mendjamin berlangsungnja ke­
tatanegaraan asli agar berkem bang lebih landjut atas dasar-dasar
asli sehingga dapat dibanggakan sebagai buah kebudajaan asli
seperti digam barkan dan disarankan oleh N otosuioto dalam tu- j j
lisannja jang bernam a „P ro Swapradja” . Kita m em pertahankan {(
sw apradja bukan karena tjinta kepada keasliannja, bukan pula
karena hendak m endjam in penghidupan keluarga jang berkuasa

97
\ >' r*r>

sedjak dahulu didaerah itu. Hanja satti alasan, jang ada pada
kita, jaitu berlakunja pandangan hidup tertentu didaerah jang
bersangkutan seperti telah diterangkan diatas.
Berhubung dengan uraian diatas baik sekarang ditindjau pula
tjara pengangkatan kepala daerah istimewa. Menurut pasal 18
ajat 5 dari Undang-undang No 22-1948 kepala daerah istimewa
diangkat oleh presiden dari keturunan keluarga jang berkuasa
didaerah itu dizaman sebelum R.I. dan jang masih menguasai
daerahnja dengan sjarat-sjarat ketjakapan, kedjudjuran dan ke-
setiaan dan dengan mengingat adat istiadat didaerah itu. Demi­
kian djuga menurut rantjangan Undang-undang Pokok Peme­
rintahan Daerah tahun 1954. Djadi djika dalam suatu swapradja
tidak ada keturunan dari keluarga jang pada masa sebelum R.I.
berkuasa dan jang sekarang masih menguasai daerahnja, maka
swapradja itu tidak dapat didjadikan satu daerah istimewa. Kita
mempunjai keberatan terhadap ketentuan sematjam ini. Sebab
pertam a dari keberatan kita terletak pada pangkal haluan kita
jang hanja mengenai dua pilihan (alternatief) dalam menghadapi
swapradja waktu ini, jaitu mempertahankan swapradja dalam
bentuk daerah istimewa atau sama sekali menghapuskannja.
Sebagaimana telah diterangkan diatas, mendjadikan suatu swa­
pradja sebagai daerah istimewa termasuk dalam pengertian meng-
atur kedudukan swapradja seperti dimaksud oleh U.D.S. 132
ajat 1 . Dan tjara mengatur kedudukan swapradja dengan djalan
pembentukan daerah istimewa menurut pendapat kita adalah
' satu-satunja tjara jang dapat diterima. Oleh karena itu kita tidak
menjetudjui pengaturan dengan tjara lain disamping tjara ter­
se ut tadi. Berhubung dengan ini m aka semua swapradja jang
m enurut pendapat kita dapat dipertahankan harus segera didja-
i an daerah istimewa. Dan alasan untuk mempertahankan swa-
pradja bagi kita bukan karena masih adanja keturunan dari ke­
luarga jang berkuasa sebelum R.I. dan sekarang masih berkuasa,
melainkan karena pandangan hidup tertentu dari rakjat didaerah
jang bersangkutan. Inilah sebab kedua dari keberatan kita.
Selama masih ada ketentuan seperti pasal 18 ajat 5 dari U n­
dang-undang No 22-1948, m aka swapradja jang pada waktu ini

98
tidak mempunjai ketuxunan dari keluarga jang berkuasa sedjak
seoelum R.I. sampai sekarang, tidak dapat didjadikan daerah
istimewa. Demikian pula halnja dengan swapradja jang dibentuk
sesudah tahun 1945 seperti T anah Toradja jang dipisahkan dari
Luw u dan berdiri sendiri sebagai swapradja. A pa jang harus
diperbuat dengan swapradja sematjam itu ?
Dalam penglaksanaan prinsip kita diatas m aka swapradja se­
matjam tadi ham s dihapuskan. Tetapi penghapusan sesuatu swa­
pradja terikat pada U.D.S. 132 ajat 2, jaitu harus ada kehendak
dari daerah swapradja itu sendiri atau harus ditundjuk kepen-
tingan umum. Kepentingan urnum ini tidak dapat dengan begitu
sadja dianggap ada, harus ada bukti-bukti jang terang. Oleh
karena itu m aka djika kedua sjarat ini tidak ada, m aka swapradja
tersebut diatas tidak dapat dihapuskan.
Disini letaknja kesukaran. Berhubung dengan itu m aka pem-
batasan jang diberikan oleh pasal 18 Undang-undang No 2 2 -
1948 tidak tjotjok dengan prinsip jang kita anut dalam memberi
penglaksanaan kepada U.D.S. 132. Oleh karena itu menurut
pendapat kita sebaiknja bunji pasal 18 ajat 5 Undang-undang
N o 22-1948 dan pasal 23 ajat 2 dari rantjangan Undang-undang
Pokok Pem erintahan D aerah tahun 1954 dirobah m endjadi:
Kepala daerah istimewa diangkat oleh presiden (Menteri Dalam
N egeri/G ubernur) mengingat adat istiadat jang berlaku didaerah
itu dengan m em perhatikan sjarat-sjarat ketjakapan, kedjudjur-
an, kesetiaan, dsl. Perkataan „mengingat adat istiadat” jang kita
pergunakan disini m em punjai arti luas, jaitu dapat menentukan
bahwa kepala sw apradja biasanja diangkat dari keturunan ke­
luarga jang berkuasa, bahwa kepala swapradja biasanja dipilih
dari golongan tertentu oleh golongan tertentu, bahwa kepala
swapradja biasanja dipilih dari antara golongan tertentu atau
tidak terbatas kepada sesuatu golongan oleh rakjat seluruhnja.
A dat istiadat ini elastis dan plastis, dapat berobah-robah m enu­
ru t keadaan setiap w aktu sehingga selalu dapat mentjerminkan
pandangan hidup dan kejakinan hukum dari rakjat didaerah ter­
tentu. D engan dem ikian kita akan m endapat kelantjaran dalam
m em beri penglaksanaan pada U.D.S. 132. Bagi swapradja jang

99
hendak dipertahankan, undang-undang jang dimaksud oleh
U.D.S. 132 ajat 1 hanja akan berupa undang-undang pemben­
tukan swapradja mendjadi daerah istimewa. Disamping itu tidak
ada undang-undang lain jang mengatur kedudukan swapradja,
jang ada hanja undang-undang jang mengatakan bahwa kepen­
tingan umum menuntut penghapusan sesuatu swapradja dan
memberi kuasa pada Pemerintah untuk penghapusan itu seba­
gaimana diminta oleh U.D.S. 132 ajat 2.
Berhubung dengan uraian kita diatas mengenai alasan hukum
dan alasan politik untuk menetapkan suatu swapradja mendjadi
daerah istimewa, baiklah kita kemukakan disini pendapatnja
pembuat rantjangan Undang-undang Pokok Pemerintahan Da­
erah tahun 1954. Dalam pendjelasan mengenai pasal 2 dari ran­
tjangan undang-undang itu kita batja : „Sesuai dengan maksud
pasal 132 ajat 2 U.D.S., maka tiap-tiap pembentukan daerah
swapradja mendjadi daerah, istimewa harus sesuai dengan ke­
hendak swapradja jang bersangkutan. Hal ini disebabkan ka­
rena pembentukan daerah istimewa termaksud dalam ajat 2 (ajat
2 pasal 2 dari'rantjangan undang-undang tersebut diatas) mem-
bawa akibat dihapuskannja daerah swapradja itu” . Melihat kali­
m at ini, kita mendapat kesan bahwa maksud pembuat rantjangan
undang-undang itu dengan pembentukan swapradja mendjadi da­
erah istimewa ialah memberi penglaksanaan pada U.D.S. 132
ajat 2 .
Kalau demikian pembentukan daerah istimewa terbatas pada
adanja kehendak swapradja jang bersangkutan. Djikalau swa­
pradja jang bersangkutan tidak mau didjadikan daerah istimewa
maka swapradja itu tetap berdiri dengan statusnja semula atau
dihapuskan berdasarkan kehendaknja atau kepentingan umum.
Dengan demikian kita akan mengenai 3 matjam daerah otonomi
dalam negara kita, ialah daerah otonomi biasa, daerah istimewa
dan swapradja. Ini adalah satu kegandjilan jang tidak perlu ada.
Berhubung dengan itu kita tidak dapat menjetudjui pendapat
dari perantjang Undang-undang Pokok Pem erintah Daerah
tahun 1954 itu, sebab m enurut kita pem bentukan swapradja
m endjadi daerah istimewa itu term asuk dalam pengertian meng-

100
atur kedudukan sw apradja sebagaim ana dimaksud oleh U.D.S.
132 ajat 1, sehingga setiap swapradja jang hendak dipertahankan
harus dibentuk m endjadi daerah istimewa dan jang lainnja harus
dihapuskan. Dalam memilih diantara m enghapuskan dan mem-
bentuk sw apradja m endjadi daerah istimewa, kita harus meng-
ingat kehendak rakjat didaerah jang bersangkutan sesuai dengan
pem bitjaraan kita diatas.
A pa arti perkataan „d apat” dalam pasal 1 ajat 2 Undang-
undang N o 22-1948 dan pasal 2 ajat 2 dari rantjangan Undang-
undang Pokok Pem erintahan D aerah tahun 1954. Dalam kedua
pasal itu disebutkan bahwa daerah sw apradja „dapat” ditetap­
kan sebagai daerah istimewa. Perkataan „d apat” ini m enurut kita
harus diartikan m em beri kem ungkinan mengingat sjarat-sjarat
tertentu. D an sjarat ini bukan berupa kehendak sw apradja jang
bersangkutan, m elainkan keadaan-keadaan lainnja jang oleh
pem bentuk undang-undang didjadikan alasan untuk m enetapkan
suatu sw apradja m endjadi daerah istimewa. U m pam anja sjarat itu
dapat berupa : kehendak rak jat didaerah jang bersangkutan (ini
tidak dapat dim asukkan dalam pengertian kehendak swapradja,
sebab sw apradja diwakili oleh pem erintahnja, dan Pem erintah
Sw apradja ini p ad a um um nja belum m erupakan pem erintahan
rakjat), ada tidaknja setjara de facto swapradja itu, kemung­
kinan tertentu m enurut penglihatan pem bentuk undang-undang,
dan lain-lain.
Selandjutnja dalam pendjelasan dari pasal 3 rantjangan un­
dang-undang tersebut diatas terdapat kalim at jang berbunji
sebagai b e rik u t: T jara pem bentukan daerah istimewa seting-
kat sadat ini dibedakan dari tjara pem bentukan daerah tingkat
I II lainnja, disebabkan karena pem bentukan daerah swapradja
m endjadi istimewa m em bawa akibat dihapuskannja daerah swa­
pradja jang bersangkutan dan m enurut pasal 132 ajat 2 U.D.S.
penghapusan daerah swapradja dapat dilakukan atas dasar
kepentingan um um , hal m ana terlebih dahulu harus ditetapkan
oleh undang-undang” . Disini ternjata lagi pendapatnja bahw a
pem bentukan daerah istimewa itu adalah penglaksanaan d ari
U.D.S. 132 ajat 2. M enurut perantjang itu djika tidak ada ke-
hendak sendiri dari swapradja maka harus dinjatakan adanja
lcepentingan umum jang menuntut penghapusan swapradja dan
memberi kuasa kepada Pem. untuk penghapusan itu. Tetapi
dalam pembentukan daerah istimewa pernjataan adanja kepen-
tingan umum dan tindakan menghapuskan swapradja dilakukan
bersama-sama dengan pembentukan daerah istimewa. Dalam
hubungan ini kita bertanja apakah swapradja jang dengan
kehendaknja sendiri ditetapkan sebagai daerah istimewa tingkat
sadat perlu djuga dibentuk dengan undang-undang, sebab peng­
hapusan sesuatu swapradja berdasarkan kehendaknja sendiri
menurut U.D.S. 132 ajat 2 tidak perlu dilakukan dengan undang-
undang. Disini ternjata salahnja tjara berpikir dari para peran-
tjang itu. M enurut kita pembentukan swapradja mendjadi dae­
rah istimewa itu harus dilakukan dengan undang-undang oleh
karena tindakan ini merupakan penglaksanaan dari U.D.S. 132
ajat 1 , jaitu termasuk dalam rangka mengatur kedudukan swa­
pradja.
Sekarang perlu ditindjau kedudukan kepala daerah istimewa.
Kalau kita melihat pada pasal 18 Undang-undang No 22-1948
m aka semua kepala daerah mempunjai kedudukan jang sama
jaitu sebagai pegawai negara. Walaupun D.P.R.D. ikut serta
menentukan (dengan mengusulkan tjalon paling sedikit 2 orang
dan paling banjak 4 orang) siapa jang akan mendjadi kepala
daerah biasa, dan meskipun kepala daerah itu merupakan djuga
bagian dari peralatan (orgaan) daerah (sebagai ketua dan ang­
gauta D.P.D.) namun ia tetap mempunjai kedudukan sebagai
pegawai negara jang diserahi tugas memimpin pemerintahan
daerah dan mengawasi segala perbuatan Pemerintah Daerah.
Ia adalah peralatan (orgaan) pusat (negara). M enurut pasal
18 Undang-undang No 22-1948 beserta pendjelasannja tidak
ada perbedaan kedudukan antara kepala daerah biasa dan kepa­
la daerah istimewa. Perbedaan jang kita lihat dari pasal tersebut
hanja mengenai pengangkatan dan pemberhentiannja, jaitu
bahwa kepala daerah biasa diangkat atas usul D.P.R.D. dan
dapat diperhentikan djuga atas usul D.P.R.D., sedangkan kepa­
la daerah istimewa diangkat hanja dari keturunan keluarga jang

102
berkuasa sedjak sebelum R .I. sam pai sekarang dengan meng-
ingat adat istiadat didaerah itu. Djadi terang bahwa menurut
Undang-undang N o 22-1948 baik kepala daerah biasa maupun
kepala daerah istimewa m em punjai kedudukan sebagai pegawai
negara. B erlainan keadaannja m enurut rentjana Undang-undang
Pokok Pem erintahan D aerah jang baru (tahun 1954). Pasal 23
dari rentjana Undang-undang Pokok Pem erintahan D aerah ini
berbunji sebagai b e rik u t:
1. Kepala daerah adalah pegawai negara jang d ise b u t:
a. G ubernur bagi propinsi dan diangkat/diperhentikan oleh
presiden.
b. B upati bagi kabupaten dan diangkat/diperhentikan oleh
M enteri D alam Negeri.
c. W alikota bagi kotapradja dan diangkat/diperhentikan
o le h :
1. Presiden bagi kotapradja tingkat I.
2. M enteri Dalam Negeri bagi kotapradja lainnja.
d. W ali-sadat bagi sadat dan diangkat/diperhentikan oleh
gubernur.
2. K epala daerah istimewa diangkat dari keturunan keluarga
jang berkuasa didaerah itu dizam an sebelum R.I. dan jang
m asih m enguasai daerahnja, dengan m em perhatikan sjarat-
sjarat ketjakapan, kedjudjuran, kesetiaan, serta adat-istiadat
dalam daerah itu, dan diperhentikan oleh :
a. Presiden bagi daerah istimewa jang setingkat dengan pro­
pinsi.
b. M enteri D alam Negeri bagi daerah istimewa jang setingkat
dengan kabupaten.
c. G ubernur bagi daerah istimewa jang setingkat dengan
sadat.
3. U ntuk daerah istimewa dapat diangkat seorang wakil kepala
daerah istimewa jang diangkat dan diperhentikan oleh pengua-
sa jang m engangkat/m em perhentikan kepala daerah istimewa
dengan m em perhatikan sjarat-sjarat jang tersebut dalam
ajat 2 .
Selandjutnja pasal 24 berbunji sebagai b e rik u t:

103
1

1 . Wakil kepala daerah jang tersebut dalam pasal 6 ajat 3 ada­


lah seorang pegawai negara jang ditundjuk oleh penguasa
jang berhak mengangkat kepala daerah.
2 . Kepala daerah istimewa diwakili oleh wakil kepala daerah
istimewa ; djika tidak ada wakil kepala daerah istimewa atau
djika ia berhalangan maka kepala daerah isdmewa diwakili
oleh pegawai negara jang ditundjuk oleh penguasa jang ber­
hak mengangkat kepala daerah istimewa.
Dari bunji pasal 23 dan 24 ini kita terpaksa menarik kesim-
pulan, bahwa kedudukan kepala daerah biasa adalah berbeda
dengan kedudukan kepala daerah istimewa, jaitu bahwa kepala
daerah biasa adalah pegawai negara sedangkan kepala daerah
istimewa bukan pegawai negara. Ajat 1 dari pasal 23 mene-
rangkan bahwa kepala daerah biasa berupa gubernur, bupati,
walikota dan wali-sadat adalah pegawai negara, sedang ajat 2
dari pasal itu tidak memuat pernjataan bahwa kepala daerah
istimewa adalah pegawai negara. Ajat 1 dari pasal 24 mene-
rangkan bahwa wakil kepala daerah biasa adalah pegawai ne­
gara, sedang ajat 2 dari pasal itu menjatakan bahwa djika tidak
ada wakil kepala daerah istimewa maka kepala daerah istimewa
diwakili oleh pegawai negara. Ini semua memaksa kita untuk
mengartikan bahwa kepala daerah istimewa dan wakilnja bukan
pegawai negara. Begitu pula djikalau kita melihat pendjelasan
atas pasal 23 dan 24 itu kita tidak dapat menarik kesimpulan
lain. Dalam pendjelasan dari pasal 23 terdapat kalimat sebagai
b e rik u t: „ 01 eh karena itu dalam pasal ini ditetapkan bahwa
kepala daerah itu adalah pegawai negara, jang diangkat/diper-
hentikan oleh instansi-instansi Pemerintah Pusat dengan tidak
perlu menunggu usul-usul dari D.P.R.D. jang bersangkutan.
Demikian pula kepala dan wakil kepala daerah istimewa diangkat
dan diperhentikan oleh instansi-instansi Pemerintah Pusat, sesuai
dengan tingkat daerahnja masing-masing”. Disini djuga dite-
rangkan bahwa kepala daerah biasa itu adalah pegawai negara,
tetapi tidak ada pernjataan demikian mengenai kepala daerah
istimewa. Perkataan „demikian pula” hanja mengenai tjara peng-
angkatan dan pemberhentian kepala daerah istimewa, ialah bah-

104
wa kepala daerah istimewa djuga diangkat dan diperhentikan
oleh instansi-instansi Pem erintah Pusat. Tetapi tjara pengang-
katan dan pem berhentian ini tidak m enentukan status kepala
daerah istimewa. Di zam an Hindia Belanda djuga kepala swa­
pradja diangkat oleh G .G ., tetapi ia bukan pegawai negara, ia
hanja m erupakan penguasa swapradja dalam arti satu-satunja
peralatan (orgaan) tertinggi dari swapradja jang m endapat peng-
akuan G.G .
Baik kita perhatikan djuga Pendjelasan bagian umum ad 3
dari rantjangan undang-undang itu. Disini terdapat kalimat jang
berbunji sebagai b e rik u t: ,,Dalam negara kesatuan adalah se-
laras dengan sifatnja, dan mengenai Indonesia selaras pula de­
ngan pertum buhan ketatanegaraannja, bilaniana kepala-kepala
daerah itu diutam akan untuk mendjadi alat dari Pemerintah
Pusat, sehingga kepala daerah itu mestilah ia berkedudukan se­
bagai pegawai negara. Penjim pangan dari sjarat ini hanja mung­
kin terhadap daerah-daerah istimewa jang tidak semata-mata
dapat dipandang sebagai pegawai negara, akan tetapi disamping
itu berkedudukan sebagai kepala adat tertinggi m enurut sistim
adat dalam daerah istimewa tersebut, penjimpangan m ana di-
sebabkan oleh keistim ewaan daerah dimaksud” . Dua kalimat
ini gelap dan ruw et sehingga memberi kemungkinan timbulnja
berbagai-bagai tafsiran jang satu sama lain bertentangan. Perka-
taan „penjim pangan dari sjarat ini” dapat diartikan sebagai pe­
njim pangan dari sjarat bahwa kepala daerah harus berkedudukan
sebagai pegawai negara, sehingga akan berarti bahwa kepala
daerah istimewa bukan pegawai negara. Tafsiran ini dikuatkan
oleh kata-kata jang dipergunakan selandjutnja ialah „hanja
m ungkin terhadap daerah istimewa, jang tidak semata-mata da­
p at dipandang sebagai pegawai negara”. Disini dipergunakan
perkataan „d ap at dipandang” , tidak dipergunakan perkataan
„berkedudukan” . A rti dari perkataan „berkedudukan” adalah
lain daripada kata-kata „dapat dipandang sebagai” . Artinja
„dapat dipandang sebagai” ialah „dipersam akan dalam meman-
dangnja” atau „diperlakukan sama seperti” atau djuga „diang-
gap seolah-olah dem ikian”, djadi berm aksud memandang sama

105
sesuatu jang tidak sama. Tentu sadja perkataan „penjimpangan-
dari sjarat ini” dapat djuga diartikan (ditafsirkan) lain, ialah
sebagai penjimpangan dari sjarat bahwa kepala daerah harus
hanja sebagai pegawai negara sadja, tidak merupakan djuga ke­
pala adat seperti halnja dengan kepala daerah istimewa. Tetapi
tafsiran ini tidak benar sebab ternjata dari keterangan lebih
landjut dibawahnja bahwa masjarakat hukum adat jang tunggal
djika didjadikan satu sadat (daerah biasa) dan kepala adatnja
diangkat mendjadi kepala daerah sadat itu djuga, ia dapat me­
rangkap tugas tadi. Djadi penjimpangan dalam arti demikian
mungkin djuga terhadap suatu sadat jang terbentuk dari satu
m asjarakat hukum adat (satu persekutuan hukum adat) dimana
kepalanja diangkat mendjadi kepala sadat itu. Sedangkan dalam
kalimat jang kita maksud diatas terdapat k ata-k ata: „Penjim-
pangan dari sjarat ini hanja mungkin terhadap daerah-daerah
istimewa”. Oleh karena itu penjimpangan jang hanja mungkin
terhadap daerah istimewa, adalah hanja penjimpangan dalam
arti kita, ialah bahwa kepala daerah istimewa bukan pegawai
negara. Seandainja dalam kalimat jang kita bitjarakan diatas
dipergunakan kata-kata „jang tidak semata-mata berkedudukan
sebagai pegawai negara, akan tetapi disamping itu mempunjai
kedudukan sebagai kepala adat tertinggi”, maka maksudnja akan
mendjadi terang, jaitu bahwa kepala daerah istimewa memang
mempunjai kedudukan sebagai pegawai negara disamping ke­
dudukannja sebagai kepala adat.
A da lagi kalimat dalam pendjelasan bagian umum ad 3 itu
jang perlu dibitjarakan, ialah jang berbunji sebagai b e rik u t:
„Meskipun demikian semua daerah istimewa itu adalah bahagian
jang integrerend dari wilajah R.I., sehingga kepala daerahnja
dari sudut itu diperlakukan dan diberi tugas sebagai pegawai
negara, terlepas dari tugasnja dan penghasilannja m enurut sis-
timnja jang istimewa itu, sehingga penjimpangan jang dimaksud
hanja berarti penggabungan tugas, jang djuga akan kita dapati
bilam ana satu kesatuan m asjarakat hukum adat jang tunggal
kita djadikan daerah otonomi maka kepala adat jang diangkat
mendjadi kepala daerah adalah pegawai negara dan djuga ke-

106
pala adat jang tertinggi dalam daerah itu” . Kalimat ini demi­
kian pandjangnja, ruw et dan gelap sehingga tidak mudah di­
m engerti dan m em beri kem ungkinan bermatjam-matjam pe-
nafsiran serta m enim bulkan pertanjaan pada pembatja, apakah
tidak ada sesuatu jang hendak disembunjikan dengan kalimat
itu ? D jika kita hendak m em pertahankan sifat negara hukum
R .I. m aka hendaklah diusahakan selalu adanja kepastian hukum.
Kepastian hukum ini diantaranja dapat ditjapai dengan rumusan
peraturan-peraturan serta pendjelasannja dalam kalimat-kalimat
jang terang, tegas dan m udah dimengerti, sehingga pada umum ­
nja tidak perlu lagi dim intakan pendapatnja para achli penafsir
jang satu sam a lain sering bertentangan.
B aiklah kita m entjoba menjelidiki arti dari kalimat jang ter­
m aksud diatas. Kita mulai dengan bagian kalimat „M eskipun
dem ikian sem ua daerah istimewa itu adalah bahagian jang in-
tegrerend dari wilajah R .I., sehingga kepala daerahnja dari sudut
itu diperlakukan dan diberi tugas sebagai pegawai n e g a ra ,........” .
M engenai apa perkataan „m eskipun demikian” itu ? Apakah
mengenai penjim pangan terhadap sjarat bahwa kepala daerah
harus pegawai negara ? D jika demikian m aksudnja, maka ka­
lim at itu harus kita batja sebagai b e rik u t: „M eskipun kepalanja
bukan pegawai negara, semua daerah istimewa itu adalah baha­
gian jang integrerend dari wilajah R .I. sehingga kepala daerah­
n ja dari sudut itu diperlakukan dan diberi tugas sebagai pegawai
negara, dsl............... Djadi terang bahwa kepala daerah istimewa
hanja diperlakukan dan diberi tugas sebagai pegawai negara oleh
karena daerah istimewa itu m erupakan bahagian wilajah R .I.,
w alaupun ia bukan pegawai negara. Perkataan „diperlakukan
dan diberi tugas” disini m enundjukkan bahwa sesungguhnja ke­
pala daerah istimewa mempunjai kedudukan lain, bukan sebagai
pegawai negara sehingga untuk keperluan pemerintahan perlu
ia diperlakukan dan diberi tugas sebagai pegawai negara. Djadi
djustru oleh karena ia bukan pegawai negara, m aka perlu ada
keterangan bahw a ia harus diperlakukan dan diberi tugas sebagai
pegawai negara. Seorang pegawai negara sudah dengan sendiri­
nja diperlakukan dan diberi tugas sebagai pegawai negara, djadi
tidak perlu diberi keterangan lagi. Akan tetapi tafsiran kita ini
mendjumpai kesukaran berhubung dengan adanja kata-kata
„ ................., sehingga penjimpangan jang dimaksud hanja berarti
penggabungan tugas, jang djuga akan kita dapati bilamana suatu
kesatuan masjarakat hukum adat jang tunggal kita djadikan
daerah otonomi, ................ ”. Dengan bagian kalimat ini dite-
rangkan bahwa penjimpangan itu hanja berarti penggabungan
tugas, djadi bukan penjimpangan dari kedudukan kepala daerah
sebagai pegawai negara. Dengan keterangan ini kita terpaksa
menarik kesimpulan bahwa kepala daerah istimewa itu djuga
berkedudukan sebagai pegawai negara. Apakah demikian pula
maksud perantjang undang-undang itu ? Kalau demikian halnja,
untuk apa perlunja maksud itu terus menerus disembunjikan di-
belakang kata-kata dan kalimat jang pandjang dan ruwet, dan
karena apa tidak ditjantumkan sadja dengan tegas dalam pasal
23 ? Adakah alasan politik untuk perbuatan sematjam itu ? Sam­
pai mana dapat dipertanggung-djawabkannja alasan politik itu
kepada rakjat ? Kita akan membatasi pembitjaraan sampai sini,
tidak akan mengupas lebih landjut tjara bekerdja dan tjara ber-
pikir para perantjang Undang-undang Pokok Pemerintahan Da­
erah tahun 1954. Dalam lain kesempatan kita berdjuinpa lagi
mengenai hal itu.
Bagaimana seharusnja kedudukan kepala daerah istimewa ?
Menurut pendapat kita ia harus mempunjai kedudukan jang
sama seperti kepala daerah biasa. Djika kepala daerah biasa
berkedudukan sebagai pegawai negara, maka kepala daerah isti-
mewapun harus mempunjai kedudukan demikian. Tidak ada
alasan untuk memperbedakannja, ketjuali dalam hal merangkap
kedudukan sebagai kepala adat.
Sekarang kita perlu membitjarakan lain soal mengenai daerah
istimewa itu, ialah apakah akibatnja pembentukan suatu swa­
pradja mendjadi daerah istimewa.
Bilamana suatu swapradja ditetapkan mendjadi daerah isti­
mewa m enurut Undang-undang No 22-1948, maka hak untuk
mengurus rumah tangganja daerah itu tidak lagi m enurut Z.R.
1938 atau salah satu kontrak pandjang, melainkan m enurut
Undang-undang Pem bentukannja jang memberi kekuasaan se-
tjara disebut satu persatu (terperintji). Rentjana Undang-undang
P okok Pem erintahan D aerah jang baru (tahun 1954) menganut
urusan rum ah tangga m enurut tingkatan (rangordebeginsel), jaitu
satu pengertian bahwa suatu daerah berhak mengatur urusan
rum ah tangganja sepandjang tidak term asuk dalam atau diurus
oleh penguasa tingkat atasan. Djika rentjana ini sudah mendjadi
undang-undang m aka swapradja jang dibentuk m enurut undang-
undang ini m endjadi daerah istimewa, luasnja urusan rumah
tangga tidak lagi diperintji satu persatu, melainkan hanja diba-
tasi oleh ketentuan-ketentuan jang telah memberikan kekuasaan
kepada penguasa Iebih atas. Disini jang menetapkan luasnja ru­
m ah tangga daerah istimewa bukan undang-undang pembentuk­
annja seperti m enurut Undang-undang N o 22-1948, melainkan
ada tidaknja ketentuan jang m em berikan sesuatu urusan kepada
penguasa tingkat atasan. D jadi rum ah tangga daerah istimewa
meliputi segala urusan jang berhubungan dengan daerahnja ke­
tjuali djika m enurut undang-undang atau ketentuan lainnja men­
djadi urusan dari penguasa lain. H al ini dapat kita batja dalam
pasal 25 rantjangan undang-undang itu jang berbunji sebagai
b e r ik u t: „D ew an Perwakilan R akjat D aerah mengurus segala
urusan rum ah tangga daerahnja, ketjuali urusan-urusan jang
oleh undang-undang ini diserahkan kepada penguasa lain atau-
pun urusan-urusan jang oleh D .P.R .D ., dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini, diserahkan ke­
p a d a penguasa dari daerah tingkat bawahannja” . Djuga pem ­
bentukan daerah istimewa m enurut rantjangan undang-undang
ini m engakibatkan tidak berlakunja lagi Z.R . 1938 dan kontrak
pandjang jang bersangkutan mengenai luasnja urusan rumah
tangga daerah istimewa itu, dan dengan sendirinja perbedaan
a n tara kaula negara dan kaula swapradja mendjadi hilang.
A kibat perobahan status swapradja mendjadi daerah istimewa
harus m endapat pengaturan. Pengaturan ini dapat dilakukan da­
lam undang-undang pem bentukannja atau dalam undang-undang
lainnja jang bersifat umum. Hal-hal jang perlu diatur jaitu di-
antaranja :

109
1. Kedudukan pegawai pemerintahan (bestuur) swapradja-
2. Kedudukan pegawai kepolisian, perguruan, peradilan, dan
lain-lain dari swapradja.
3 . Kekuatan berlakunja berbagai peraturan berhubung dengan
hilangnja perbedaan antara kaula negara dan kaulia swa­
pradja.

M engenai kedudukan pegawai pemerintahan dapat ditetapkan


dalam Undang-undang Pembentukan D aerah Istimewa, bahw a
m ereka semua dengan sendirinja mendjadi pegawai pem erin­
tahan daerah istimewa. Tentang pegawai kepolisian m asih ter-
gantung pada Undang-undang Kepolisian, apakah m em perke-
nankan adanja kepolisian daerah atau tidak ? Djika undang-
undang itu memperkenankan adanja kepolisian daerah, m aka
dengan sendirinja pegawai kepolisian swapradja mendjadi pega­
wai kepolisian daerah istimewa, dan djika undang-undang itu
tidak memperkenankannja maka anggauta-anggauta kepolisian
swapradja dengan sjarat-sjarat tertentu dapat ditetapkan sebagai
anggauta kepolisian negara atau dengan sendirinja berhenti sam a
sekali jang djaminan sosialnja diserahkan pada daerah istim ew a
itu sendiri. Demikian pula dengan pegawai-pegawai perguruan
dan peradilan dapat diatur serupa itu m enurut keperluan. M enge­
nai peraturan-peraturan jang dahulu dikeluarkan dapat kita
memberi keterangan sebagai berikut. Berhubung dengan adanja
perbedaan antara kaula negara dan kaula swapradja m aka p e r­
aturan peraturan jang dikeluarkan oleh Pemerintah Sw apradja,
hanja berlaku bagi kaula swapradja. Bagi kaula negara h a n ja
er a u peraturan jang dikeluarkan oleh negara. Djadi m engenai
soal jang sama biasanja ada dua peraturan, jaitu peraturan n e ­
gara jang berlaku bagi kaula negara dan peraturan sw apradja
3U 8 s^.aP j3- Pu^a kalanja bahwa satu soal d ia tu r
oleh swapradja dan ini dengan sendirinja hanja berlaku bagi
swapradja, sedang tidak pernah ada peraturan negara
mengenai soal itu bagi kaula negara. A tau dapat djuga sebalik-
nja, ialah bahwa sesuatu soal diatur oleh negara bagi kaula n e­
gara tetapi tidak ada peraturan swapradja serupa itu. B erhu-

110
ung d engan ini sem ua, m aka U ndang-undang Pem bentukan
D a e ra h Istim ew a h aru s m enetapkan :
a - P e ra tu ra n m an a jang akt^n dianggap berlaku bagi semua go­
lo ngan, d jik a tad in ja terd a p at d u a m atjam peraturan me­
n g enai soal jan g sam a.
b- B ah w a p e ra tu ra n sw apradja jang tadinja hanja diperuntuk-
k a n bagi k au la sw apradja sekarang berlaku djuga bagi bekas
golongan kaula negara sepandjang tidak bertentangan de­
n g a n k e te n tu an lain (ingat pada I.S. 163).
c • A p a k a h p e ra tu ra n negara jang tadinja hanja diperuntukkan
bagi k a u la negara sekarang berlaku djuga bagi bekas kaula
sw a p rad ja (m isalnja m engenai peratu ran tentang pentjatatan
sipil).
D alam m en etap k an berlakunja dan tidak berlakunja sesuatu
p e ra tu ra n term ak su d diatas tentu harus diingat pula tingkat da­
erah istim ew a jan g b a ru terbentuk itu. M isalnja U ndang-undang
e m b e n tu k an D aerah Istim ew a tingkat sadat (daerah istimewa
tin g k at III ) tid ak d a p a t m enentukan tetap berlakunja peraturan
sw a p rad ja m engenai p erguruan rendah sebagai peraturan daerah
istim ew a itu. D juga m engenai penetapan kedudukan bekas pe­
gaw ai sw ap rad ja h aru s diingat tingkat daerah istimewa jang ber­
sangkutan.

§ 3. KEMUNGKINAN KETIGA

Sebagai kem ungkinan ketiga jang diberikan oleh U.D.S. 132


dalam ran g k a penjelesaian m asalah swapradja ialah penghapus-
a n sw a p rad ja dim ana m ungkin.
P e n g h ap u san sesuatu sw apradja terbatas pada sjarat-sjarat
jan g te rse b u t dalam U .D .S. 132 ajat 2. Pasal 132 ajat 2 dari
U .D .S . b erbunji sebagai b e rik u t: „D aerah-daerah swapradja
jan g a d a , tid a k d ap at dihapuskan atau diperketjil bertentangan
d en g an k eh endaknja, ketjuali untuk kepentingan umum dan se-
su d ah u n d ang-undang jang m enjatakan, bahwa kepentingan
u m um m en u n tu t penghapusan atau pengetjilan itu, memberi
k u a sa u n tu k itu kepada Pem erintah”. M enurut pasal ini ada

111
•dua kemungkinan mengenai penghapusan swapradja itu, * .
1 . D aerah swapradja dapat dihapuskan dengan persetu Ju
sendiri. ndan<*-
2 . D aerah swapradja dapat dihapuskan sesudah ada u nu®_
undang jang menjatakan, bahwa kepentingan um um rne
tut penghapusan dan memberi kuasa pada Pemerinta un
penghapusan itu. ...
Terlebih dahulu kita bitjar akan kemungkinan pertam a. a'J
swapradja itu sendiri jang menghendakinja, m aka sewaktu-wa u
Pem erintah dapat menghapuskannja. Dalam hal ini putusan
Menteri Dalam Negeri sudah tjukup untuk m enjatakan hapusnja
sesuatu swapradja. Jang perlu m endapat pendjelasan ialah ^iaP“j
jang menentukan kehendak daerah swapradja. Jang dirna 'su
dengan daerah swapradja adalah daerah otonomi sw apradja jang
dahulu lazim dinamakan „landschap” . Daerah sw apradja adala
satu badan hukum dan mempunjai kekajaan sendiri serta Peme­
rintah sendiri. Pemerintah Swapradja adalah satu alat (orgaan)
jang mewakili daerah swapradja didalam dan diluar peradilan-
Berhubung dengan itu djika kita berbitjara tentang kehenda
daerah swapradja, maka jang dimaksud ialah kehendak Peme­
rintah daerah swapradja jang bersangkutan. Pada w aktu ini su­
sunan pemerintahan swapradja tidak sama disemua d aerah, ada
jang dipegang oleh kepala swapradja sendiri (autokratis), ada
jang dikemudikan oleh kepala swapradja bersam a-sam a dengan
xnadjelis harian terdiri dari orang-orang golongan tertentu (oligar-
chis), ada pula swapradja jang sudah mempunjai D .P .R - dan
Dewan Pemerintahnja (demokratis). Dalam keadaan sw apradja
sudah mempunjai D.P.R. dan Dewan Pemerintah, m ak a dapat
dikatakan bahwa kehendak pemerintah swapradja itu adalah
kehendak rakjat daerah swapradja djuga. L ain halnja dengan
swapradja-swapradja jang susunan pemerintahannja m asih au­
tokratis dan oligarchis, disana mungkin kehendak Pem erintah
Swapradja bertentangan dengan kehendak rakjatnja. D alam ke­
adaan kehendak Pemerintah Swapradja demikian bertentangan
dengan kehendak rakjatnja, sesuai dengan sila kerakjatan d an
R .I. kita harus memilih kehendak rakjat. Dalam hal ini djika

112
p en g h ap u san dikehendaki oleh rak jat dan ditentang oleh Peme-
n n ta h Sw apradja jan g bersangkutan, m aka penghapusan itu ha­
ru s d id asa rk an atas kepentingan um um . Jang m endjadi kepen-
tin g an um um disini ialah kehendak rakjat dari daerah swapradja
jan g b ersan g k u tan jang perlu segera dipenuhi sesuai dengan
asas d em okrasi dari R .I.
D engan p em b itjaraan tentang kehendak rakjat kita sudah
m em beri tjontoh d ari kepentingan um um jang dapat dipakai
d a s a r u n tu k penghapusan sesuatu sw apradja sebagai kemung­
k in an kedua. K epentingan um um lainnja jang dapat didjadikan
d a s a r d ian ta ra n ja ialah tidak lantjarnja pem erintahan swapradja
sehingga djika berlangsung terus akan m erugikan kepentingan
r a k ja t setem p at dan negara, adanja sikap dan usaha jang ber-
itiu su h an dari P em erintah Sw apradja terhadap Pem erintah Pu­
sat, a d a n ja kelalaian dari Pem erintah Sw apradja dalam usahanja
niem elih ara ketertiban um um serta kesedjahteraan rakjat, tidak
a d a n ja kem am puan dari Pem erintah Sw apradja untuk mengurus
ru m a h tangganja sendiri atau untuk m endjalankan perintah dari
P e m erin ta h P usat. K epentingan um um ini jang m enuntut peng­
h a p u sa n sw apradja harus disebut dengan tegas dalam undang-
u n d a n g jan g m em beri kuasa pada Pem erintah untuk penghapus­
a n itu. U ndang-undang jang m enjatakan adanja kepentingan
um um itu m en u ru t U .D .S. 132 ajat 2 tidak m enjatakan sendiri
h a p u sn ja sw apradja, m elainkan hanja memberi kuasa pada Pe­
m erin ta h u n tu k penghapusan itu. Ini adalah tafsiran setjara sem-
p it d a ri U .D .S. 132 ajat 2. M enurut kita pem berian kuasa pada
P e m erin ta h u n tu k penghapusan itu harus diartikan djuga sebagai
p e m b e ria n kuasa p a d a Pem erintah untuk m elaksanakan peng­
h a p u s a n jan g telah dinjatakan oleh undang-undang itu. Dengan
d em ik ian ad a dua kem ungkinan bagi pem buat undang-undang.
K em u n g k in an p ertam a ialah bahwa pem bentuk undang-undang
h a n ja m en jatak an adanja kepentingan umum jang m enuntut
p e n g h a p u sa n sesuatu sw apradja dan memberi kuasa pada Pe­
m erin ta h u n tu k m enghapuskan swapradja itu pada waktu dan
d e n g a n tja ra m en u ru t kebidjaksanaan Pem erintah sendiri. Ke-
Tnungkinan ini d a p a t dipergunakan bilam ana pem bentuk un-

113
dang-undang belum tahu tentang waktu dan tjaranja jang
bagi penghapusan itu serta belum tahu pula bagaimana m en
akibat-akibat dari penghapusan tadi. Kemungkinan ked u a 1 ^
bahwa pembentuk undang-undang disamping m e n ja ta k a n a
nja kepentingan umum jang menuntut penghapusan suatu jw a
pradja, djuga menjatakan hapusnja swapradja itu dan m enga ur
akibat-akibat penghapusan, serta menjerahkan pada Pernerin a t
bagaimana tjaranja melaksanakan penghapusan itu. Kemung n-
an kedua ini adalah tjara jang paling pendek, dan sedapat mung­
kin hendaklah tjara ini dipergunakan oleh pem bentuk undang-
undang.
Dengan ini kita menutup pembitjaraan mengenai m asalah
swapradja dengan harapan dapat dipergunakan s e p e r l u n j a oleh
orang dan instansi jang berkepentingan.

114
Lampiran N o 1

Z E L F B E S T U U R S R E G E L E N 1938

(B esl. v.d. G .G . v. 14 Sept. 1938 N o 29) S. 1938-529


(iwg. 1-1-1939)
(T oelichting in Bb. 14099)

H ierbij is go ed g ev o n d en en verstaan :
E e r s te lijk : B ehouden s h e t bepaalde bij art. 3 van dit besluit,
b u ite n w erking te stellen de bij art. 2 van het besl. v. 10 M ei
1927 N o 2 x (S. N o 190) vastgestelde „Zelfbestuursregelen 1927” .
T e n tw e e d e : V a st te stellen de volgende regelen aangaande de
rec h te n , bevoegdheden en verplichtingen van h e t L a n d eenerzijds
e n de zelfbesturende landschappen buiten Java, w elker verhou-
ding to t de R egeering van Indonesie w ordt beheerscht door de
z.g. K o rte V e rk larin g of een d er daarm ede in strekking en hoofd-
z a k en o v ereenkom ende bescheiden, anderzijds.

ZELFBESTUURSREGELEN 1938
D efinitie van „het Z elfbestuur”
A r t. 1. O n d e r „ h e t Z elfbestuur” w ordt in deze regelen ver­
s ta a n d e p erso o n of de gezam enlijke personen, die op wettige
w ijze h e t b e stu u r over h e t landschap voeren.
(V olgens B b. 14099 ad art. 1 is onder zelfbest. te verstaan
n a a r gelang v. om standigheden, de bestuurder alleen of te-
z am en m et landsgrooten het bestuur over het landschap
v o e re n d ; ook regent of andere persoon, of combinaties
v a n perso n en , zooals bestuurscom m issies onder leiding of
vo o rzittersch ap van een Europeeschen bestuursam btenaar,
die op tijdelijken voet een landschap besturen).

115
GRONDGEBIED

2 . (1) H et gebied der landschappen omvat geen zeegebied.


E chter is het Zelfbestuur bevoegd tot het geven v an rege eit
inzake het inzamelen van voortbrengselen der zee, lndien
aan hetzelve rechten op genoerade voortbrengselen zlJn £e"
laten en door het Land geen regelingen terzake zijn o
m ochten worden getroffen.
(2 ) Voorzoover daaraan behoefte bestaat, w o rd en de
grenzen van elk landschap, het Zelfbestuur gehoord, door
den Resident vastgelegd.
(3) Grensgeschillen tusschen binnen een residentie gele-
gen landschappen worden, nadat de betrokken Z elfbesturen
zijn gehoord, door den Resident beslist. Van de genom en
beslissing staat beroep open op den Gouverneur, d ie, m ede
in geschillen, welke de grenzen tusschen in verschillcnde
residenties gelegen landschappen gelden, na raadpleging van
de betrokken Zelfbesturen, in hoogste instantie beslist.

BESTUURSINRICHTING
3. (1) De bestuursinrichting wordt beheerscht d oor de be-
staande landschapsinstellingen, voorzoover d a a rv a n niet
door of ten gevolge van de bepalingen van deze regelen
wordt afgeweken.
(2) De landsgrooten zijn overeenkomstig de landschaps­
instellingen onder de leiding van, dan wel tezam en m e t den
bestuurder werkzaam.
(3) W aar daaraan behoefte bestaat stelt het Z elfbestuur
zich een adviseerenden raad terzijde, waarvan sam enstelling
en bevoegdheid de goedkeuring van den G ouverneur be-
hoeven.
(4) Voorzitter van dien raad is de Zelfbestuurder of een
door dezen, in overeenstemming met den R esident, aan te
wijzen gemachtigde.
(5) De Resident geeft het Zelfbestuur zoodanige voor-
zieningen inzake de inrichting van het bestuur over en in

116
h e t la n d sc h a p in overw eging als in h et belang van het
la n d s c h a p w enschelijk zullen voorkom en.
( 6 ) In g ev a l de d o o r den R e sid en t voorgestelde voorzie-
n in g e n n ie t d e instem m in g h eb b en v an h e t Z elfbestuur, zul­
le n zij bij d en G o u v e rn e u r ter beslissing w orden voorge-
b ra c h t.
(B b . 1 4 0 9 9 a d a rt. 3 : b estu u rsin rich tin g om vat zoowel b e ­
s tu u r o v er la n d sc h a p als inw endige bestuursorganisatie de-
z e r g em een sch ap p en . D e k o rte re term „landschapsinstel-
lin g e n ” ipv. landschapsinstellingen, -gew oonten en -gebrui-
k e n is slechts gebezigd in navolging v an h et nieuw e lange
p o litie k e c o n tra c t, z o n d er daarm ed e uit te sluiten, d a t deze
in ste llin g e n in ongeschreven rec h t k u n n e n voorkom en).

VERTEGENWOORDIGING VAN HET LANDSCHAP


4. ( 1 ) D e b e stu u rd e r of een d o o r dezen in overstem m ing m et
d e n R e s id e n t d a a rto e gem achtigde, vertegenw oordigt het
la n d s c h a p in e n b u ite n rechten.
(2 ) E v e n w e l w o rd t de b e stu u rd e r, voorzoover de land­
sc h ap sin stellin g en zulks vorderen, d o o r landsgrooten en
p la a tse lijk e h o o fd en bijgestaan.
(3 ) V o rd e rin g e n , dagvaardingen en alle andere exploiten
te g e n h e t lan d sc h a p w orden gedaan a a n den persoon of
te r w o o n p la a ts v a n den b e stu u rd e r d a n wel te r plaatse,
w a a r hij k a n to o r h o u d t. Indien, bij ontstentenis van een b e ­
s tu u rd e r, h e t lan d sch ap sb estu u r w ordt uitgeoefend d oor een
xaad , g e ld t d it te n aanzien van h et d o o r d en R esident d a a r­
to e aangew ezen lid v a n dien raad.

AANSTELL1NG EN ONTHEFFING BESTUURDER


EN LANDSGROOTEN
5. (1) B ij h e t o p envallen van den bestuurderszetel of bij on-
g esch ik th eid , d a n w el w angedrag van een bestuurder, doet
d e R e sid e n t, d o o r tusschenkom st van den G ouverneur, aan
d e n G o u v e rn e u r-G e n e ra a l de noodige voorstellen te r voor-
zien in g in h e t b e stu u r over h e t landschap, in voorkom ende

117
gevallen tevens tot ontheffing van den ongeschikten of zich
misdragenden bestuurder.
(2) In dringende gevallen kan een ongeschikte o f zich mis-
dragende bestuurder door den Resident worden geschorst.
(3) De Gouvemeur-Generaal voorziet - in voorkom ende
gevallen na ontheffing van den ongeschikten of zich mis-
dragenden bestuurder : - in het bestuur over het landschap.
(4) Bij minderjarigheid van den in aanm erking kom ende
persoon voorziet de Gouverneur-Generaal in h e t regent-
schap tot het tijdstip, waarop eerstbedoelde tot h e t voeren
van het bestuur kan worden aangewezen.
(5) Bij afwezigheid of ontstentenis van een bestuurder,
regelt de Resident tijdelijk het bestuur over het landschap.
( 6 ) Landsgrooten worden, het Zelfbestuur gehoord, be-
noemd en ontslagen door den Resident.
(7) Alleen Nederlandsche onderdanen kunnen bestuurder
of landsgroote van een landschap zijn.
( 8 ) De waardigheid van bestuurder of landsgroote, zoo-
mede elke aanspraak op erkenning en bevestiging, dan wel
op benoeming of aanstelling als zoodanig, gaat verloren
door het enkele feit van verlies van de hoedanigheid van
Nederlandsch onderdaan.
(9) De waardigheid van bestuurder of landsgroote is on-
vereenigbaar met eenige betrekking van landsdienaar. Door
den Gouverneur wordt aangegeven, welke ten behoeve van
het Land uitgeoefende functies niet worden aangem erkt
als een betrekking van landsdienaar in den zin van dit
voorschrift.
(10) Een bestuurder of landsgroote, eene betrekking als
in het vorig lid bedoeld aanvaardende, verliest d o o r het
feit ran die aanvaarding de waardigheid van bestuurder
of landsgroote.

INKOMSTEN VAN HET ZELFBESTUUR


6 ■ (1) De bestuurder en de overige leden van h e t Zelfbe­
stuur genieten ten laste van de middelen van het landschap

118
e e n v a ste bezoldiging, w a a rv an h e t b ed rag , h e t Z elfbestuur
g e h o o rd , d o o r d e n R e sid en t w o rd t vastgesteld overeen-
k o m stig de aanw ijzingen v a n d e n G o uv erneur.
(2 ) T enzij bij w ijze v a n belo o n in g v o o r d e a a n de inning
d a a rv a n v e rb o n d e n w erk zaam h ed en , w o rd t geen evenredig
d eel v a n de o p b ren g st v a n een o f m e e r m iddelen van o nt-
v a n g st v an h e t lan d sc h a p a a n zelfbestuurdersfunctionaris-
sen to eg ek en d .
(3) O p d e n regel, in lid 2 v a n d it art. gesteld, k a n uitzon-
d e rin g w o rd e n to eg e staa n m e t b e tre k k in g to t die m iddelen
v a n o n tv an g st, w elke voo rtv lo eien u it verleende vergun-
n in g en to t op sp o rin g , ontginning o f inzam eling v an voort-
b ren g se len o f u it an d ere o n d ern em in g en b in n en de gren-
z e n v a n h e t lan d sc h a p of in d e w ateren , die zijne k u sten
b e sp o ele n .
(4) W a a r een e inkom stenregeling, als in d it art. bedoeld,
n o g n ie t d a d e lijk is in te v o eren, blijft d e afw ijkende rege-
lin g n ie t la n g e r v a n k ra c h t d a n u iterlijk to t aan h e t aftreden
v a n d e n teg en w o o rd ig en am btsbekleeder.
• (5) A a n d e w a ard ig h eid v a n b e stu u rd e r o f landsgroote kan,
w a a r zu lk s o p d e lan d schapsinstellingen g egrond is, h e t
g e n o t v a n b e p a a ld e stu k k e n g ro n d w o rd en v erbonden, in
d e n v o rm e n m e t to ek en n in g v a n die rec h ten , die de la n d ­
sch ap sin stellin g en m edebrengen.
GEZAG VAN HET ZELFBESTUUR
7. (1) H e t gezag v a n h e t Z e lfb e stu u r s tre k t zich, voorzoover
bij o f k ra c h te n s deze regelen n ie t anders is b ep aald , n iet
u it b u ite n d e g ren z e n v a n h e t landschap.
(2) M e t in ac h tn em in g v a n h e t b ep aald e in h e t vorig lid
e n o n v e rm in d e rd h e t b ep aald e in de art. nopens justitie
e n p o litie , s tre k t h e t gezag v an h e t Z elfb estu u r over p e r­
so n e n zich slechts in zo o v er u it als de verzorging v an de
o v e rh e id s ta a k te n aan zien v a n die p e rso n e n bij h e t Z elfb e­
s tu u r b e ru s t.
(3 ) T e n a a n z ie n v a n :

119
a. Europeanen, . af.
b. Vreemde Oosterlingen, met uitzondering
stammelingen van het Zelfbestuur, _
c. Inlandsche landsdienaren, m et uitzondering
de groepen, genoemd in bijlage 1 van eze
gclcn,
( i n h e t S . bevat bijl. 1 geen u i t z o n d e r i n g e n )
d. werknemers, die gebonden zijn door een wer
overeenkomst met poenale sanctie, _ .
(cf. overg. bep. in ten derde, sub c, h ierach erj
wordt de overheidstaak, welke het Z elfbestuur ver-
zorgt, uitdrukkelijk omschreven in bijlage 2 van
deze regelen.
De in dit lid bedoelde personen w orden aange-^
duid als landsonderhoorigen.
(4) Ten aanzien van de niet in het vorig lid genoemde
personen is de overheidstaak, welke niet krachtens deze
regelen bij het Land berust, ter verzorging aan h e t Zelt-
bestuur overgelaten.
D e z e personen worden aangeduid als z e l f b e s t u u r s o n d e r -
hoorigen.
(5) Bij twijfel of iemand landsonderhoorige dan w el zelt-
bestuursonderhoorige is, beslist de Resident.
(Voor de beteekenis der uitdrukking „onderdaan” ( = on-
derhoorige) in de met Ini. zelfbesturen gesloten politieke
overeenkomsten, zie Bb. 5717 en 7144. Bij de beoordee-
ling van den rechtstoestand van een landsonderhoorige
of een zelfbestuursonderhoorige kan geen rekening w orden
gehouden met de vraag of de betrokkene tevens onderdaan
van een vreemden Staat is. De volkenrechtelijke s ta a t van
een persoon, die zich op zelfbestuursgebied bevindt, wordt
niet beheerscht door een overeenkomst tusschen zelfbest.
en Gvt.
Bb. 14099, ad art. 7. De volgende groepen behoorden
vroeger tot landsonderh., doch voortaan tot zelfbestuurs-
onderh. :

120
a. p e rs o n e n , gevestigd b in n e n de grenzen van d oor het
la n d s c h a p a.h . lan d in b ru ik le e n afgestane of te r beschik-
k in g v .h . la n d gestelde stu k k e n g rond (hier blijft de
g ro n d z e lfb estu u rsd o m e in ) ;
b . In la n d e rs v a n b u ite n h et gew est (de residentie) afkom -
stig, d ie z ic h tijdelijk in h e t lan d sc h a p bevinden ;
c. vxije a rb e id e rs als b ed o eld in art. 2 v an S. 11-540.
(Z ie d e overg. b ep . in ten d e rd e sub c van S. 38-299
h ie r-a c h te r).
ALGEMEENE PLICHTEN VAN HET ZELFBESTUUR
8. ( 1) H e t Z e lfb e stu u r zal m e t rech tv aard ig h eid besturen
e n h e t w elzijn des volks b ev o rd eren .
(2 ) H e t z o rg t d a t a a n nu ttig e bed rijv en geen noodelooze
b e le m m e rin g e n in den w eg gelegd w o rd en o f blijven.
(3 ) H e t Z e lfb e stu u r is, v o o rzo o v er zijn gezag strekt, voor
d e n g o e d e n g a n g v a n z a k en in h e t lan d sc h a p verantw oor-
d elijk .
TAAK EN BEVOEGDHEID VAN HET ZELFBESTUUR
\

9. (1 ) H e t re c h t v a n z e lfb estu u r s tre k t zich n iet to t terrein


v a n d e re c h te n en verplichtingen v o o r In d o n esie voort-
v lo e ie n d e u it m e t v reem d e m ogendheden gesloten overeen-
k o m ste n , zo o m ed e u it h e t v o lk en rech t in h e t algem een.
(2 ) A a n h e t re c h t v an zelfbestuur is voorts o n ttro k k en
d e o v e rh e id sta a k m et b etrek k in g to t de onderw erpen, om -
sc h re v e n in de als bijlage 3 a a n deze regelen gehechte
o p g av e, m e t d ie n v e rsta n d e echter, d a t de G o u v ern eu r-
G e n e ra a l k a n b e p a le n , d a t en in h o ev erre ten aanzien v an
d eze o n d e rw e rp e n de regeling en uitvoering bij h e t Z elf­
b e s tu u r b e ru st. T elk en s w anneer dit geschiedt, w ordt d a a r-
v a n a a n te e k e n in g gehouden in bijlage 4 van deze regelen.
(3 ) K ra c h te n s de d o o r H a re M ajesteit de K oningin d er
N e d e rla n d e n u itgeoefende opperheerschappij w o rd t de in
\ lid ( 2 ) v a n d it art. b edoelde opgave gewijzigd of aangevuld,
z o o dikw ijls h e t algem een belang v an N e d -In d ie zulks n a a r
h e t o o rd ee l v a n d e n G o u v ern eu r-G en eraal vereischt.

121

*
*

(4) V oor de uitvoering van van Landswege gegeven voor-


schriften, welke voor het landschap van verbindende kracht
zijn, zal, indien die voorschriften zulks bepalen, door het
Zelfbestuur mede worden zorggedragen.

TOEZICHT EN MEDEWERKING VAN LANDSDIENAREN


TEN AANZIEN VAN HET ZELFBESTUUR
20. (1) De overheidstaak van het Zelfbestuur wordt, onder
het algemeen toezicht van den Gouverneur, verricht in over­
leg m et den Resident en de aan hem ondergeschikte bestu-
rende, of andere daartoe door hem aan te wijzen ambte-
naren.
(2) H et Zelfbestuur kan, na gehouden gedachtenwisseling
met de plaatselijk besturende ambtenaren en den Resident,
zijne belangen en die van het landschap en zijne ingezete-
nen bij den betrokken Gouverneur dan wel, door diens tus-
schenkomst, bij den Gouverneur-Generaal voorstaan.
In de gevallen, waarin van die bevoegdheid gebruik ge-
m aakt wordt ten aanzien van den Gouverneur-Generaal,
dient het Zelfbestuur schriftelijke stukken in door tus-
schenkomst van de plaatselijk besturende ambtenaren, den
Resident en den Gouverneur ; aan deze am btenaren deelt
het tevens mede, wat het tegenover den Gouverneur-Gene­
raal eventueel mondeling mocht wenschen te berde te bren-
gen.
(3) Behoudens het bepaalde in het volgende lid, behoeft
het Zelfbestuur voor het verleenen van vergunningen en
het verrichten van dergelijke handelingen, zoomede voor
het aangaan van overeenkomsten, van niet strikt persoon-
lijken aard, aan of met wien ook, de toestemming van den
Resident, van welke toestemming m oet blijken door eene
door of namens dezen op de betreffende akten gestelde
goedkeuring.
Overeenkomsten en handelingen in strijd daarmede, zijn van
rechtswege nietig.
(4) De Resident bepaalt welke vergunningen kunnen wor-

122
den verleend of welke dergelijke handelingen kunnen wor­
den verricht zonder vooraf verkregen toestemming.
WETGEVING
(Cf. overg. bep. in ten 3e sub d hierachter)
11. (1) Regelingen van wetgevenden aard, welke door het
Zelfbestuur of op den voet van art. 22 van deze regelan
door twee of m eer Zelfbesturen gezamenlijk worden vast-
gesteld, behoeven alvorens van kracht te zijn, de goed-
keuring van den Resident. In bijzondere gevallen kunnen
zoodanige regelingen in afwachting van die goedkeuring
al dadelijk in werking worden gesteld.
(2) Indien eenig onderwerp voor de landsonderhoorigen
van Landswege en voor de zelfbestuursonderhoorigen van
Zelfbestuurswege m oet worden geregeld, streven de beide
wetgevers zooveel mogelijk naar gelijkheid.
1 JUSTITIE
(Cf. overg. bep. in ten 3e sub b hierachter)
12. R echtsm acht der rechters van het Zelfbestuur
( 1) Zelfbestuursonderhoorigen zijn, voorzoover in deze
regelen niet anders is bepaald, onderworpen aan de rechts­
m acht van het Zelfbestuur. Indien voor meer dan een zelf-
besturend landschap gezamenlijk een rechtbank is ingesteld,
zijn de onderhoorigen dier Zelfbesturen onderworpen aan
de rechtsm acht van die rechtbank.
( 2 ) Landsonderhoorigen komen als beklaagden of gedaag-
den steeds voor den rechter van het Land, tenzij bij of
krachtens deze regelen uitdrukkelijk anders is bepaald. De
rechter van het Zelfbestuur neemt mede kennis van :
le . strafvorderingen tegen niet-zelfbestuursonderhoo-
rigen terzake van tot zijn bevoegdheid behoo-
rende strafbare feiten, indien de dader tijdens
het plegen zelfbestuursonderhoorige was ;
2 e. burgerlijke rechtsvorderingen tegen niet-zelfbe-
stuursonderhoorigen :

123
a. indien gedaagde ten tijde van het aanhangig
maken van de vordering zelfbestuursonder-
hoorige w a s;
b. nopens met Inlandsche rechten bezeten bin-
nen het territoir van het Zelfbestuur gelegen
gronden, huizen en overjarige gewassen.

Onttrekfcingen aan de rechtsmacht van het Zelfbestuur


(3) De rechters van het Zelfbestuur zijn niet bevoegd
kennis te nemen v a n :
le. strafvorderingen tegen zelfbestuursonderhoorigen
wege'is misdrijven en overtredingen :
a. wanneer zij worden vervolgd tezamen met
personen, die te dier zake aan de rechtsmacht
van het Land onderworpen zijn ;
b. ten aanzien van de eigendommen en inkom-
sten van het Land, zoomede tegen de staats-
orde, met dien verstande, dat daaronder niet
begrepen zijn misdrijven uitsluitend gericht
tegen het gezag van het Zelfbestuur en zijn
organen ;
c. strafbaar gesteld bij regelingen nopens de
landsverdediging;
d. welke gepleegd zijn, terwijl de- dader niet-
zelfbestuursonderhoorige was ;
2 e. burgerlijke rechtvorderingen :
a. tegen het:. landschap, zoomede die, waarbij
een vermogen is betrokken, dat aan twee of
meer landschappen gezamenlijk of aan ge-
deelten van een landschap toebehoort;
b. tegen zelfbestuursonderhoorigen, waarin als
medegedaagde is betrokken een landschap,
dan wel een persoon, die te dier zake aan
de rechtsmacht van het Land onderworpen
is, zullende echter, indien een borg voor den
rechter van het Land en de hoofdschuldenaar

124

i
voor den rechter van het Zelfbestuur zou moe-
ten verschijnen, ieder terecht staan voor zijn
eigen rechter ;
c. welke gegrond zijn op de onder le genoemde
misdrijven en overtredingen ;
d. indien de gedaagde ten tijde van het aan-
hangig m aken van de vordering geen zelfbe-
stuursonderhoorige was.
(4) V oor de beslissing van jurisdictiegeschillen tusschen
de rechters van het Zelfbestuur en andere Ned.-Indische
rechters gelden de van Landswege getroffen regelingen.

13. Uilvoeringsvoorschriften nopens organisatie, bevoegdheid


en procesrecht
(1) D e samenstelling, de volstrekte en de betrekkelijke
bevoegdheid der rechtbanken en gerechten van het Zelf­
bestuur en het door die rechters toe te passen procesrecht
w orden geregeld, hetzij door den Resident met medewer-
. king van de betrokken Zelfbesturen, hetzij door de Zelf­
besturen afzonderlijk of gezamenlijk m et medewerking van
d en R e s id e n t: de verordeningen worden in de Javasche
C ourant gepubliceerd. V oor m eer dan een zelfbesturend
landschap kan een gemeenschappelijke rechtbank worden
ingesteld.
(2) De R esident bepaalt in overleg m et het Zelfbestuur,
welke rechters van het Zelfbestuur door een door hem aan
te wijzen landsdienaar als raadsm an worden bijgestaan.

T oe te passen recht
(3) D oor de rechters van het Zelfbestuur worden toege-
p a s t:
a. het adatrecht en de zelfbestuursverordeningen,
voorzoover niet in strijd m et de onder de volgende
letters van deze alinea genoemde voorschriften en
m et dien verstande, dat folterende en verminkende
straffen niet zijn toegelaten ;

125
b. de algemeene verordeningen en de in art. 129 der
Ind. Staatsregeling bedoelde reglementen en keu-
ren van p.olitie, welke op de zelfbestuursonderhoo­
rigen van toepassing zijn ;
c. de niet reeds onder b vallende art. van het Wet-
boek van Strafrecht, welke van toepassing zijn of
zullen worden verklaard op de bevolking, onder­
worpen aan inheemsche rechtspraak in recht-
streeks bestuurd gebied ;
d. het eerste boek van het Wetboek van Strafrecht,
voorzoover verband houdend met de in dit lid ge­
noemde wettelijke strafbepalingen.

Opsporing en vervolging door landsdienaren


(4) Onverminderd de bevoegdheden van het Zelfbestuur
zijn de Hoofden van plaatselijk bestuur bevoegd op den
voet van het bepaalde in afdeeling X X I van titel 1, hoofd-
stuk III van het Rechtsreglement Buitengewesten onder-
zoek te doen naar strafbare feiten, begaan door aan de
rechtsmacht van de rechters van het Zelfbestuur onder­
worpen personen.
(5) Zij kunnen aan hun ondergeschikte ambtenaren van
politie opdragen naar zoodanige feiten op den voet van
het bepaalde in den eersten titel van bovengenoemd hoofd-
stuk een onderzoek in te stellen.
( 6 ) H et Zelfbestuur en het Hoofd van plaatselijk bestuur
tijdens het vooronderzoek en de rechter van het Zelfbe-
stuur bij de berechting, zijn bevoegd een verdachte of
beklaagde in voorloopige hechtenis te stellen, indien' deze
wordt verdacht van of vervolgd wegens eenig feit, terzake
waarvan ingevolge art. 32 van de ord. in Staatsblad 1932
N o 80, zooals die sedertdien is gewijzigd en aangevuld,
personen, onderworpen aan inheemsche rechtspraak in
rechtstreeks bestuurd gebied, in voorloopige hechtenis kun­
nen worden gesteld.

126
T oezicht
(7) Ingeval een vonnis van een rechtbank van het Zelf­
b estu u r veroordeeling inhoudt to t eene vrijheidstraf van
een ja a r of langer of tot geldboete van f 100 ,— (een hon-
d e rd gulden) of m eer, w ordt het voor de ten uitvoerlegging
onderw orpen aan h et oordeel van den Resident.
( 8 ) In burgerlijke zaken w ordt, indien een der partijen,
binnen veertien dagen n a van de uitspraak te hebben ken-
nis genom en, den wensch daartoe m ondeling of schriftelijk
aan den voorzitter der rechtbank te kennen geeft, een over
een geschilw aarde van m eer dan f 100 ,— (een honderd
gulden) loopend vonnis eener rechtbank van het Zelfbestuur
niet ten uitvoer gelegd d a n n a te zijn onderw orpen aan het
oordeel van den Resident.
(9) D e aan zijn oordeel onderw orpen vonnissen kunnen
door den R esident w orden bekrachtigd, gewijzigd of ver-
nietigd, zoo noodig m et last tot herbehandeling door de-
zelfde zelfbestuursrechtbank dan wel door een m et andere
of m eer leden dan die, welke het eerste vonnis heeft ge-
wezen.
(10) D e R esident heeft deze zelfde bevoegdheid ten aan­
zien van andere dan in de leden 7 en 8 bedoelde vonnissen
van zelfbestuursrechters, zoolang het vonnis nog niet ten
uitvoer is gelegd.
(11) D e R esident heeft de hem in de voorafgaande vier
leden toegekende bevoegdheid alleen ten opzichte van von­
nissen, w aartegen hoogere voorziening bij een gerecht of
een rech tb an k van het Zelfbestuur niet of niet m eer open-
staat.
(12) D e R esident kan nadere regelen vaststellen inzake
h et door hem u it te oefenen toezicht (Bb 13537).

T e n uitvoerlegging van vonnissen buiten het landschap


(13) D e door de rechters van het Zelfbestuur gewezen
vonnissen w orden buiten het landschap, w aarin zij gewe­
zen zijn, ten uitvoer gelegd op dezelfde wijze als vonnissen,

127
gewezen door den dagelijkschen rechter van de inheemsche
bevolking van de plaats, waar de ten uitvoerlegging moet
geschieden.

Strafplaatsaamvijzing
(14) De voltrekking van de doodstraf geschiedt op de in
het rechtsreeks bestuurd gebied gebruikelijke wijze. Bij ver-
oordeeling tot een vrijheidstraf voor niet meer dan een jaar
wordt de plaats, waar de straf zal worden ondergaan, aan-
gevvezen door den Resident in overleg met het Zelfbestuur
en bij langeren duur van straftijd volgens door of vanwege
den Gouverneur-Generaal vastgestelde regelen.

Gratie
(15) Van alle door vonnissen van zelfbestuursrechters op-
gelegde straffen kan de Gouverneur-Generaal, na gehoord
advies van het Hooggerechtshof gratie verleenen.
(16) Te dezen aanzien zijn, behoudens het bepaalde in
de volgende leden, van toepassing de van Landswege op
het stuk van gratie vastgestelde voorschriften.
(17) Ten aanzien van vonnissen van zelfbestuursrechters,
houdende veroordeeling tot gevangenisstraf of hechtenis,
geldt het bepaalde bij het tweede lid van art. 1 van de
Gratieregeling (S. 1933 No 2), indien de vonnissen een
veroordeeling inhouden wegens een strafbaar feit, ter zake
waarvan een aan het Wetb. van Strafrecht ontleende
hoofdstraf van gevangenisstraf of hechtenis van meer dan
drie maanden kan worden opgelegd.
(18) Het bepaalde bij het eerste lid van art. 3 dier
regeling geldt, indien die vonnissen inhouden een veroor­
deeling wegens een strafbaar feit, ter zake waarvan een
aan het Wetb. Van Strafrecht ontleende hoofdstraf van ge­
vangenisstraf of hechtenis van niet meer dan drie maanden
kan worden opgelegd.

128
POLITIE
14. (1) H et Zelfbestuur is aansprakelijk voor de handhaving
van orde en rust onder zijne ondcrhoorigen.
(2) De uitoefening van de politie in het landschap ge-
schiedt van Zelfbestuurs- of van Landswege, al naar gelang
het aangelegenheden betreft, die aan het gezag en de rechts­
m acht van het Zelfbestuur of van den Lande onderworpen
zijn, een en ander onverm inderd het in art. 15 van deze
regelen bepaalde inzake wederkeerige hulpverleening.

WEDERKEERIGE HULPVERLEENING
15. (1) In de uitvoering hunner overheidstaak zullen het Zelf­
bestuur eenerzijds en het Land en andere Ned.-Indische
overheden anderzijds elkander desgevraagd naar vermogen
behulpzaam zijn.
(2) Zoolang het landschap nog niet beschikt over de per-
soneele en m aterieele middelen, noodig voor de uitvoering
van bepaalde deelen zijner taak, zal daarin worden voorzien
van Landswege, tegen vergoeding van kosten.

BESCHIKKING OVER GRONDEN


16. (1) De bevoegdheid van het Land ten aanzien van de
beschikking over landschapsgrond, beperkt zich, onvermin­
derd het in het volgend lid van dit art. bepaalde, tot het
geven van regelen, in acht te nemen bij en ten opzichte
van beschikking over gronden door het Zelfbestuur of zijne
onderhoorigen ten behoeve van niet tot de inheemsche be-
volking van Indonesie behoorende personen en regelingen
m et betrekking tot het gebruiken en doen gebruiken van
gronden of daarop staande overjarige beplantingen door
niet tot de .inheemsche bevolking van Indonesie behoorende
personen.
(2) W anneer het van Regeeringswege gewenscht wordt
geacht in eenig landschap, ten behoeve van de overheids­
taak over grond te beschikken, zullen de noodige gronden

129
kosteloos door het Zelfbestuur ter beschikking van h e t Land
worden gesteld, behoudens billijke s c h a d e l o o s s t e l l i n g a a n
rechthebbenden.
(3) Indien de gronden benoodigd zijn voor van Lands-
wege te drijven ondememingen van landbouw, boschbedrijf
of dergelijke, zal door den Gouverneur-Generaal e e n rege-
ling worden getroffen aangaande het bedrag der aan het
landschap toekomende baten.
(4) Zoodra de in het tweede lid van dit art. b e d o e l d e gron­
den van Landswege niet meer benoodigd zijn, w orden ze
weder ter beschikking van het Zelfbestuur gesteld.

BOSCHWEZEN
17. Behoudens het in lid 3 van het vorige art. bepaalde en be­
houdens mogelijke tusschen Land en Zelfbestuur terzake
van boschexploitatie te maken overeenkomsten, bepaalt
de bevoegdheid van het Land ten aanzien van de in het
landschap gelegen bosschen zich tot het geven van regelen
inzake beheer en beschikking over die bosschen d o o r het
Zelfbestuur.
w
MIJNBOUW
18' (1) Het recht van zelfbestuur strekt zich niet u it to t het
opsporen en ontginnen van delfstoffen genoemd in art. 1
der Indische Mijnwet, het verleenen van het recht daartoe
en het uitvaardigen van verordeningen, bepalingen en .v o o r-
schriften, welke op zoodanige opsporing en ontginning be­
trekking hebben.
(2) Bij opsporingen en ontginningen, welke het L a n d doet
P aats hebben, hetzij door deze zelf te ondernem en, hetzij
oor daartoe een overeenkomst aan te gaan, dan w el in den
vorm van een gemengd bedrijf, wordt in elk geval afzonder-
hjk door den Gouverneur-Generaal geregeld hoeveel v an de
door het Land ontvangen baten aan het landschap zal wor­
den toegekend, waarbij rekening zal worden gehouden met
de behoeften van het landschap.
(3 ) In d ie n o p sp o rin g e n en on tg in n in g en p laats hebben
k r a c h te n s e e n d o o r h e t L a n d verleen d e vergunning of con-
cessie, w o rd t d e h e lft v a n de d o o r h e t L a n d verkregen ba-
te n a a n d e la n d sc h a p sk a s afg estaan , u itg ezo n d erd in de
re s id e n tie A tje h e n O n d e rh o o rig h e d e n , w a a r h e t aandeel
v a n h e t la n d s c h a p als v a n ouds 4 / 1 0 (vier tiende) deel blijft
b e d ra g e n .
BELASTINGEN
19- (1 ) H e t re c h t to t h e t h effen v a n b elastin g en v an w elken
a a r d o o k , d a a ro n d e r b e g re p e n h e t in v o eren van p achten
e n m o n o p o lie n , b e ru s t bij h e t L a n d , v o o rzo o v er de G ou-
v e rn e u r-G e n e ra a l v a n o o rd ee l is, d a t zulks h e t geval dient
te z ijn ; m e t to estem m in g v a n d e n G o u v ern eu r-G en eraal
k u n n e n d o o r h e t Z e lfb e stu u r te n b a te v a n de landschapskas
b e la s tin g e n w o rd e n geheven.
(2 ) H e t Z e lfb e s tu u r z a l te n a an zien v an h e t doen op-
b re n g e n v a n geldelijke b elastin g en e n h e t d o en verrichten
v a n p e rso o n lijk e d ien ste n b in n en de d ien aan g aan d e gestelde
g re n z e n z o o v e el m ogelijk h a n d e le n in d ien zin, d a t zijne
o n d e rh o o rig e n a a n dezelfde v efplichtingen w o rd en o n d er­
w o rp e n , als d e overige In lan d sch e bevolking in de b e tro k ­
k e n resid e n tie.
LANDSCHAPSKAS
20. ( 1 ) A lle lan d sc h a p sin k o m ste n , d a a ro n d e r b egrepen die u it
v e rg u n n in g e n e n concession, de o p b ren g st d e r belastingen
e n d o o r h e t L a n d verschuldigde schadeloosstellingen we-
gens v ro e g e r o v erg en o m en rech ten , w o rd en gestort in de
la n d s c h a p s k a s , w elke w o rd t b e h e erd overeenkom stig de
in o f k ra c h te n s deze regelen gegeven voorschriften.
(2 ) J a a rlijk s w o rd t d o o r h e t Z elfb estu u r eene begrooting
v a n m id d e le n e n uitg av en v an h e t lan d sch ap vastgesteld.
(3 ) D e n o o d ig e v o o rsch riften v o o r de uitvoering van lid
2 v a n d it a rt., zo o m ed e v o o r de inrich tin g der begrooting,
w o rd e n d o o r o f vanw ege d en G o u v ern eu r gegeven.
(4 ) D e b e g ro o tin g tre e d t n ie t in w erking d a n n a d a t zij
d o o r d e n R e s id e n t is goedgekeurd.

131
(5) De in de leden 3 en 4 van dit art. opgenom en bepa-
lingen zijn van overeenkomstige toepassing op wijziginoen
van de begrooting, waartoe niet bij de begrooting ze ve
machtiging is verleend.
(6 ) Uitgaven buiten of boven de begrooting m ogen met
plaats vinden dan in dringende gevallen, overeenkom stig
door of vanwege den Gouverneur te stellen regelen.
(7) Op het landschap rust de verplichting om de in het
middelijk of onmiddelijk belang van het landschap door
het Land gedane uitgaven te restitueeren. H et restitutie-
bedrag wordt met inachtneming van de algemeene aanwij-
zingen van den Directeur van Binnenlandsch B estu u r pe-
riodiek door den Gpuverneur vastgesteld.
( 8) Jaarlijks wordt door het Zelfbestuur een, de begroo­
ting zooveel mogelijk op den voet volgende, rek en in g van
ontvangsten en uitgaven opgemaakt.
(9) De Resident stelt het slot der rekening vast.
(10) Het beheer der geldmiddelen van het landschap
wordt overigens gevoerd en ingericht overeenkomstig door
of vanwege den Gouverneur vast te stellen regelen.
(Algemeene beheersregelen voor landschapskassen, Bb.
9909 jo 10633, toelichtingen in Bb. 9994 ; wensche-
lijkheid van toepassing dezer regelen in zelfbest. ge­
bied met lange overeenkomst, Bb. 9993 ; zie verder
Bb. 10499, 10592, 10592a voor terugbetaling Gvt-
uitgaven, subsidies enz. door zelfbest. lan d sch ap p en :
vorming kasfonds, reservefonds, belegging landschaps-
gelden, in Bb. 7841, 8763, 11041.)

GEMEENSCHAPPELIJKE KAS
2 1 - (1) De Gouverneur kan, nadat met de betrokken Zelfbe­
sturen terzake overleg is gepleegd, bepalen, dat een groep
van twee of meer binnen een residentie gelegen landschap­
pen een gemeenschappelijke kas heeft, met gemeenschap-
pelijke middelen en uitgaven.
(2) Het in het vorige art. ten aanzien van de landschaps-

132
k a sse n b e p a a ld e is v o o r een gem eenschappelijke kas van
o v e re e n k o m stig e to ep assin g .
(3 ) V o rd e rin g e n , d a g v a ard in g e n en alle an d ere exploiten
t o t b e ta lin g v a n v o rd erin g en te n laste v a n een gem een­
sc h a p p e lijk e k a s, w o rd e n g e d a an a a n d e n p e rso o n of ter
w o o n p la a ts v a n d e n E u ro p e e sc h e b e stu u rsa m b te n a a r, to t
w iens g e b ie d al d e b e tro k k e n la n d sc h a p p e n b eh o o ren , of
te r p la a ts e w a a r h ij k a n to o r h o u d t.

SAMENWERKING VAN LANDSCHAPPEN


22. ( 1 ) In d ie n d e Z e lfb e stu re n v a n tw ee o f m ee r bin n en een
re s id e n tie gelegen lan d sc h a p p e n o f lan d sc h a p sg ro e p e n zulks
w e n sc h e n , k u n n e n zij te r v o lb ren g in g h u n n e r ta a k sam en-
w e rk e n . V o o rz o o v e r n o o d ig w o rd e n d o o r d e n G o u v e rn e u r
te d ie r z a k e reg elen gegeven.
(2 ) W o rd t o p d e n v o e t v an h e t vorige lid d o o r tw ee of
m e e r la n d s c h a p p e n of la n d sc h a p sg ro e p e n een deel h u n n e r
m id d e le n a fg e z o n d e rd te r b e h a rtig in g v a n g em een sch ap p e­
lijk e b e la n g e n , d a n zijn v o o r een ald u s o n tsta a n gezam en-
lijk v e rm o g e n d e v o o rsc h riften v a n d e art. 2 0 en 21 v a n
o v e re e n k o m stig e toepassing. I n z u lk een geval reg elt de
R e s id e n t h e t v e rb a n d v a n de afzo n d erlijk e verm ogens, las-
te n e n m id d e le n d e r lan d sc h a p p e n o f lan d sc h a p sg ro e p e n
to t d e gezam enlijke.

133
Bijlage 1 bedoeld in art. 7, lid 3 ad c van d e
„ZELFBESTUURSREGELEN 1938”

Bijlage 2 bedoeld in art. 7, lid 3 ad d van de


„ZELFBESTUURSREGELEN 1938”

Groepen van personen in art. 7, lid 3 a d d v a n de


„ZeIfbestuursregelen 1938” aangeduid m e t :

a b c d
Europeanen Vr. Ooster- Ini. Lands- Contract-
lingen, enz. dienaren, a rb eid ers
enz.

Overheids-
ta a k

Bijlage 3 bedoeld in art. 9, lid 2 van de


„ZELFBESTUURSREGELEN 1938”

«■ Landsverdediging en al wat daarmede rechtstreeks sam en-


hangt.
b• Verleening van zeebrieven, scheepspassen en andere
scheepspapieren.
Verbodsbepalingen inzake slavemij en pandelingschap,
Bestrijding van den zoogenaamden handel in vrouw en en
kinderen.
Beteugeling van de verspreiding van ontuchtige uitgaven.
Auteursrecht.
Bescherming van den industrieelen eigendom.
Voortbrenging, verspreiding en verbruik van op iu m en
andere verdoovende of aanverwante middelen.
Luchtvaart.

134
f- H e t ze esch eep v a a rtreg iem .
k. H a v e n p o litie e n h a v en b eh eer.
I- K u stv e rlic h tin g , b eb a k en in g , loodsw ezen, zoom ede al w at
ver'der sa m e n h a n g t m e t beveiliging e n regeling van de
s c h e e p v a a rt.
w . N e d e rla n d s c h o n d e rd a a n sc h a p .
n- In ste llin g v a n rid d e ro rd e n en a a n n em in g v a n vreem de or-
d e te e k e n in g e n , titels, ra n g e n o f w aardigheden.
o. O n tz e g g in g v a n h e t verb lijf in In d o n esie o f een deel d a a r-
v a n en aan w ijzin g v a n e e n verb lijfp laats in Indonesie in
h e t b e la n g d e r o p e n b a re ru s t e n orde.
p. R e g e lin g e n in z a k e h e t reizen.
q . R e g e lin g e n in z a k e h e t re c h t v a n vereeniging e n vergade-
rin g e n d e b e p e rk in g d a a rv a n .
r. T o e z ic h t op d e d ru k p ers.
s. V e rv a a rd ig in g , v e rv o e r (w a a ro n d e r b egrepen in - en uit-
v o e r) en b e z it v a n v u u rw ap en s, m u n itie, v u u rw erk en (an-
d e re ) o n tp lo fb a re sto ffen alsm ede h a n d e l in die art.
t. V o o rk o m in g e n b estrijd in g v a n z ie k ten v a n m enschen, die-
r e n e n p la n te n , v o o r z o o v e r v a n b esm ettelijken of epide-
m isc h e n (epizootischen) a ard .
u. W e ttig e b e taalm id d elen .
v. A rb eid sw etg ev in g , w a a rin b eg rep en h e t veiligheidstoezicht.
w . V e n d u w ez e n .
x . H e t o n ttre k k e n v a n w a te r a a n d en bo d em op een grootere
d ie p te d a n 15 m e te r 1.
y . S p o o r- e n tra m w e ze n 1.
z. T ra n s p o rtk a b e ls x.
aa. A a n le g en g e b ru ik v a n leidingen v o o r h e t overbrengen van
e le c trisc h e k ra c h t 1.
b b . O p s p o rin g en ontg in n in g v a n w a te rk ra ch te n voorzoover h et
g e b ru ik v a n e e n b ru to -v erm o g en v an m ee r d a n 1 0 0 theo-
re tisc h e p a a rd e n k ra c h te n betreffende, zoom ede bij een ge-

1 V e r g u n n in g e n e n c o n c e s s ie s w o rd en n ie t v er le en d , v o o r d a t h e t
Z e lf b e s tu u r t e r z a k e is g eh o o rd .

135
ringer vermogen voorzoover de kracht niet uitsluitend ten
eigen behoeve wordt benut 2.
cc. Telegrafie (radiografie) en telefonie (radiofonie), behoudens
verbindingen in het belang van de bestuursvoering in het
landschap, voorzoover de aanleg en exploitatie daarvan
onder toezicht van het Land a.h. Zelfbest. worden over-
gelaten ] .
dd. Bedrijfsreglementeering, regelingen op het gebied van in- en
uitvoer en productie van handelsartikelen en voorts alle
soortgelijke maatregelen waarbij de belangen van Indone­
sie als geheel betrokken zijn.
ee. Filmcensuur.

De volgende 2 rubrieken zijn bij S. 39-671 toegevoegd:


Onderwerpen verband houdende met een toestand van oorlog,
oorlogsgevaar of andere buitengewone omstandigheden, ter be-
oordeeling v.d. Gouverneur-Generaal. Luchtbescherming.

Bijlage 4 bedoeld in art. 9, lid 2 van de


„ZELFBESTUURSREGELEN 1938”

Ten derde : Te bepalen :


a. dat de bij art. 2 van dit besluit vastgestelde regelen kunnen
worden aangehaald als „Zelfbestuusregelen 1938” ;
b. dat tot een door den Gouv.-Gen. voor elk gewest (c.q. elke
residence) afzonderlijk te bepalen tijdstip, het in art. 17
der ,..Zelfbestuursregelen 1927” (S. No 190) bepaalde van
kracht blijft en de'voorschriften in de art. 12 en 13 der
bij art. 2 van dit besluit vastgestelde „Zelfbestuursregelen
1938” buiten werking blijven ;

1 Vergunningen en concessies worden niet verleend, voordat het


Zelfbestuur terzake is gehoord.
2 Bij ontginning van Landswege kan aan het landschap een uit-
keering worden g e d a a n ; bij ontginning door derden ontvangt
h et landschap de helft van de overheidsbaten.

136
iwg. voor Z .O . afd. v. Borneo 1 Jan. ’39, S. 38-685 ;
M olukken 1 M ei ’39, S. 39-143 ; W esterafd. v. Borneo
1 Juli ’39, S. .39-295 ; Celebes en onderh. 1 Febr. ’40,
S. 39-727 ; M enado 1 Juli ’40, S. 40-238 ; Oostk. v.
Sum atra, en Bali en Lom bok, 1 M ei ’41, Timor en on­
derh. 1 Juli ’41, S. 41-126.
c. d at in de residentie O ostkust v. Sum atra, A tjeh en onderh.
en Z. en O. A fd v. Borneo de vverklieden, bedoeld bij art. 2
van de ord. in S. 1911 N o 540, zooals sedertdien gewijzigd
en aangevuld, tot een door den Gouv.-Gen. te bepalen tijd—
stip landsonderhoorigen blijven ;
d. d at de op den voet van art. 16, lid 1 der ,,Zelfbest. regelen
1927 uitgevaardigde, op zelfbestuursonderhoorigen toepas-
selijke keuren en reglementen van politie voor de zelfbe­
stuursonderhoorigen van kracht blijven, totdat de daarin
geregelde m aterie voor hen door den betrokken Zelfbesturen
zal zijn geregeld.
T e n v ie r d e : Enz.

T e n vijfde : Enz.
T en zesde : Te bepalen, dat de art. 1 tot en m et 3 van dit besluit
in werking treden m et ingang van 1 Jan. 1939.

137
Lampiran No 2
STA A TSBLA D
VAN N EDERLA N D SCH -IN D IE
1946 No 17

BORNEO. GROOTE OOST


Voorloopige v o o r z i e n i n g e n niet
betrekking tot de bestuursvoe-
ring in de gewesten B o r n e o en
de Groote Oost.

IN N A AM DER K O N I N G I N ■'

DE LUITENANT-GOUVERNEUR-GENERAAL VAN
NEDERLANDSCH-INDIE ;
Allen, die deze zullen zien of hooren lezen, s a lu t!
Doet te weten :
Dat Hij eenige voorloopige voorzieningen willende tre ffe n met
betrekking tot de bestuursvoering in de gewesten B o rn eo en de
Groote Oost, zulks in afvvachting van nadere regelingen in hst
kader van de nieuwe staatkundige verhoudingen.;
In overeenstemming m et Raad van D ep a rtem en tsh oofd en ;
Heeft goed gevonden en verstaan:

ARTIKEL 1

(1) Voor daartoe door den Gouverneur-Generaal aan te wijzen


gebieden, niet behoorende tot het territoir van zelfbesturende
landschappen, kan, in afwachting van nadere voorzieningen, aan
d a a rto e a a n te w ijzen o v e rh e id so rg a n e n de geheele of gedeelte-
lijk e o v erh e id sb ev o e g d h e id w o rd e n to eg ek en d , w elke in lan d ­
sc h a p p e n , w a a ro p d e Z e lfb e stu u rsre g e le n v a n 1938 v an toepas­
sin g z ijn , bij h e t z e lfb e stu u r b e ru st, zu llen d e in d a t geval het
b e tro k k e n g eb ied een re c h tsp e rso o n zijn v a n denzelfden aard
als e e n z e lfb e stu re n d lan d sc h a p .
(2 ) D e o v e rh e id so rg a n e n , a a n w elke op g ro n d v a n h e t vorige
lid d e d a a r b e d o e ld e bev o eg d h eid w o rd t toegekend, w orden ver-
d e r in d it a rtik e l als z e lfb estu ren aan g ed u id , terw ijl de rechts-
p e rs o n e n , w elk e o p g ro n d v a n h e t vorige lid w o rd en gevorm d,
v e rd e r in d it a rtik e l als z e lfb estu ren d e lan d sc h a p p en w orden a a n ­
g e d u id .
(3 ) D e G o u v e rn e u r-G e n e ra a l zal, te n aan zien v a n die zelfbe­
s tu re n w elk e d a a rm e d e in stem m en :
a. d a a rv o o r in a a n m e rk in g k o m en d e bevoegdheden, tak e n en
b e m o e iin g e n , w a a rv a n de uitoefening, k rac h ten s de bestaan -
d e ta a k a fb a k e n in g , a a n h e t L a n d of zijne am b te n are n is
v o o rb e h o u d e n , o v e rd ra g e n a a n de zelfb estu ren ;
b . b e s ta a n d e v o o rsc h riften , w elke in h o u d en d a t op regelingen
e n d a d e n v an z elfb estu ren bew illiging v a n L andsw ege m oet
w o rd e n v e rk reg en , b u ite n w erking k u n n e n stellen, d a n wel
in d ie r voege k u n n e n w ijzigen, d a t de v erplichting to t het
v ra g e n v a n bew illiging w o rd t vervangen d o o r een verplich­
tin g to t h e t v o o raf raa d p leg e n v a n de b e tro k k e n lan d so r-
g an en .
(4) D e reg elin g v a n de financieele v erh o u d in g tu ssch en de
C e n tra le o v e rh e id en de eigenlijk gezegde zelfbesturende la n d ­
s c h a p p e n , zal v o o rlo o p ig to t ric h tsn o e r stre k k e n , behoudens d a t
in gevallen, w a a rin zulks raa d z a am is te ach ten , de G o u v ern eu r-
G e n e ra a l die v e rh o u d in g aanstonds op tijdelijken v o e t ten gun-
ste v a n de z e lfb estu re n d e lan d sch ap p en in d en zin v an h et
tw e e d e lid zal w ijzigen.
(5 ) D e D ire c te u r v a n B innenlandsch B e stu u r w o rd t gem ach-
tig d o m , n a m e n s d e n G o u v e rn e u r-G e n e ra a l, beschikkingen te

139
nemen, strekkende tot uitvoering van het bepaalde in de e en
(3) en (4), met dien verstande dat de zelfbesturen zich esSe
wenscht in deze steeds tot den Gouverneur-Generaal k u n ^ eri
wenden, ook om herziening of aanvulling van beschikkm gen
van genoemd Departementshoofd voor te stellen.

ARTIKEL 2

(1 ) Voor daartoe door den Gouverneur-Generaal aan te w i j -


zen g e b i e d e n , kan, in afwachting van andere r e g e l i n g e n , aan
bij die aanwijzing mede aangeduide functionarissen o f colleges
van functionarissen, die bestuurs- en r e g e l i n g s b e v o e g d h e i d w o r ­
den toegekend, w e l k e krachtens de bestaande wetgeving berust
bij de besturen van groepsgemeenschappen, dan wel stadsge-
meentep of gebiedsdeelen met eigen geldmiddelen.
(2) H et betrokken gebiedsdeel is alsdan, ook indien h et tevoren
nog geen zelfstandige gemeenschap was, een rechtspersoon van
denzelfden aard als een groepsgemeenschap, stadsgem eente of
locaal ressort.
(3) Bij het bestuur over de in de leden (1) en (2) van d it ar-
tikel bedoelde gebieden, wordt de bestaande wetgeving inzake
groepsgemeenschappen, stadsgemeenten of locale ressorten, voor
zoover mogelijk als richtsnoer genomen, met dien verstande, dat
afwijkingen, welke door de omstandigheden noodig o f raad-
zaam zijn, het onderwerp zullen uitmaken van geregeld overleg
tusschen het bestuur der betrokken gemeenschap en den resident
en dat indien omtrent eenig punt verschil van m eening m ocht
rijzen, hetwelk niet door overleg is op te lossen, terzake d e be-
slissing van den Gouverneur-Generaal zal worden ingeroepen.

ARTIKEL 3

(1) Bevoegdheden, taken en bemoeiingen, welke krachtens de


bestaande wetgeving moeten worden uitgeoefend door am bte­
naren, behoorende. tot bestuurskorpsen van het Land, kunnen,

140
v o o r z o o v e r zij n ie t d o o r to ep a ssin g v a n h e t voorgaande over-
g a a n o p d a a rb ij ree d s aan g ed u id gezag, d o o r d en D irecteur van
B in n e n la n d sc h B e s tu u r w o rd e n o v erg ed rag en op and ere functio-
n a ris s e n of a n d e re oirganen v a n h e t L a n d d a n w el van zelfbestu­
re n d e la n d s c h a p p e n o f au to n o m e g em een sch ap p en w aaronder
b e g re p e n d e op d e n v o e t v an artik ele n 1 en 2 ingestelde au to ­
n o m e g eb ied sd eelen .
(2 ) A lv o re n s o v e rd ra c h te n , als in lid (1) bedoeld, te bew erk-
ste llig e n , p lee g t de D ire c te u r v a n B in n en lan d sch B estu u r over­
leg m e t d e d a a rb ij b e tro k k e n d e p a rtem e n tsh o o fd e n , zelfbesturen
e n b e stu re n v a n a u to n o m e gem eenschappen.
(3 ) I n v e rb a n d m et h e t b e p a ald e bij h e t eerste lid v an d it artikel
is d e D ire c te u r v a n B in n e n la n d sc h B e stu u r bevoegd om am bten
bij d e n b e s tu u rs d ie n s t op te heffen en in te stellen, alsm ede om
w ijziging te b ren g e n in a d m in istratiev e b estu u rsresso rten , voor
z o o v e r die w ijzigingsbevoegdheid n ie t ree d s b e ru st bij residenten
e n d e w ijzigingen n ie t leid en to t v e ra n d e rin g v an h e t territo ir
v a n e e n rech tsg em een sch ap .

a r t ik e l 4

W a n n e e r d e to ep assin g v a n h e t in deze regeling b ep aalde, zulks


r a a d z a a m m a a k t k u n n e n a a n de o rganen, w elke tak e n geheel o f
g e d e elte lijk o v ern em en , steu n en v o orlichting w o rd en verschaft
d o o r le d e n v a n d e am btelijke b e stu u rsk o rp se n a a n te stellen to t
b e stu u rsa d v ise u r.

ARTIKEL 5
D e z e o rd o n n a n tie is voorloopig alleen v a n to epassing op de ge-
w e s te n B o rn e o e n de G ro o te O ost, d o ch k a n d o o r d en G o u v er­
n e u r-G e n e ra a l v a n toepassing w o rd en v e rk la a rd op an d ere ge-
b ie d e n , en tre e d t in w erking op d o o r d e n G o u v ern eu r-G en eraal
v o o r alle resid e n ties, d a n w el v o o r o n d erd eelen v a n residenties,
te b e p a le n tijd stip p en .

141
E n opdat niemand hiervan onwetendheid voorwende, zal deze
in het Staatsblad van Nederlandsch-Indie worden geplaatst.

Gedaan te Batavia, den 13den Februari 1946


H. J. van M ook

DE WD l e GOUVERNEMENTS SECRETARIS
E. O. van Boetzelaer

Uitgegeven den 13den Februari 1946


DE WD l e GOUVERNEMENTS SECRETARIS
E. O. van Boetzelaer
•y

(Besluit van den Luitenant-Gouverneur-Generaal van 13 Fe­


bruari 1946 No 3)

/
142
Lampiran No 3

STAATSBLAD
V A N N E D E R L A N D S C H - 1N D I E
1946 No 18

, ZELFBESTUREN. BORNEO.
GROOTE OOST. . ■
Voorloopige voorziening met
betrekking tot de bestuursvoe-
ring in de zelfbesturende land­
schappen in de gewesten Bor­
neo en de Groote. Oost.

Besluit-van den Luitenant-Gouvem eur-Generaal van 14 Februari


1946 No 1. 4
G e le ze n : enz.
Overwegende, dat het gewenscht is eenige voorloopige voorzie-
ningen te treffen met betrekking tot de bestuursvoering in de
zelfbesturende landschappen in de gewesten Borneo en de Groote
Oost, zulks in afwachting van nadere regelingen in het kader van
de nieuwe staatkundige verhoudingen ;
G elet op de m et de Zelfbesturen in de gewesten Borneo en de
G roote O ost gesloten politieke contracten en de Zelfbestuurs­
regelen 1938 ;
D en R aad van Departementshoofden gehoord (Vergadering van
8 F ebruari 1946) ;
Is goedgevonden en verstaan :
ARTIKEL 1

(1) In zelfbesturende landschappen wordt, in afwachting van


een nadere regeling van de verhouding van deze landschappen

143
tot de centrale overheid, het bestuur gevoerd met inachtneming
van de politieke contracten en de Zelfbestuursregelen 1938, be­
houdens het bepaalde in de volgende leden van dit artikel.

(2) De Gouverneur-Generaal zal, ten aanzien van die zelfbe­


sturen welke daarmede instemm en:
a. daarvoor in aanmerking komende bevoegdheden, taken en
bemoeiingen, waarvan de uitoefening krachtens de bestaande
taakafbakening, aan het Land of zijne ambtenaren is voor-
behouden, overdragen aan de zelfbesturen ;
b. bestaande voorschriften, welke inhouden dat op regelingen
en daden van zelfbesturen bewilliging van Landswege moet
worden verkregen, buiten werking kunnen stellen, dan wel
in dier voege kunnen wijzigen, dat de verplichting tot het
vragen van bewilliging wordt vervangen door een verplich­
ting tot het vooraf raadplegen van de betrokken landsor-
ganen.

(3) . De regeling van de financieele verhouding tusschen de cen­


trale overheid en de zelfbesturende landschappen blijft voor-
loopig richtsnoer, behoudens dat in gevallen, waarin zulks raad-
zaam is te achten, de Gouverneur-Generaal die verhouding aan-
stonds op tijdelijken voet ten gunste van de landschappen zal
wijzigen.

(4) De Directeur van Binnenlandsch Bestuur wordt gemach-


tigd, om namens den Gouverneur-Generaal beschikkingen te
nemen, strekkende tot uitvoering van het bepaalde in de leden
(2) en (3), met dien verstande, dat de zelfbesturen zich desge-
wenscht in deze steeds tot den Gouverneur-Generaal kunnen
wenden, ook om herziening of aanvulling van beschikking van
genoemd Departemenshoofd voor te stellen.
(5) De Directeur van Binnenlandsch Bestuur is bevoegd om
daar, waar de omstandigheden daartoe leiden, aan zelfbesturen­
de landschappen steun en voorlichting te verschaffen door de
aanstelling van bestuursadviseurs.

144
ARTIKEL 2

D it besluit is voorloopig alleen van toepassing op de gewesten


B orneo en de G roote Oost.

U ittreksel : enz.
i
T er ordonnantie van den Luitenant-Gouverneur-
Generaal van Nederlandsch-Indie
DE WD l e GOUVERNEMENTS SECRETARIS
E. O. van Boetzelaer

Uitgegeven den 15den Februari 1946


DE \VD le GOUVERNEMENTS SECRETARIS
E . O. van Boetzelaer

145
Lampiran No 4

STAATSBLAD
VAN NEDERLANDSCH-INDIE
1946 No 27

ZELFBESTUREN. BORNEO.
GROOTE OOST.
Regelingen ten behoeve v an de
zelfbesturende landschappen |n
Borneo en de G roote O o st in
het kader van de nieuvve staat-
kundige verhoudingen.

Besluit van den Luitenant-Gouverneur-Generaal van N eder-


landsch-Indie van 9 April 1946 No 3.
Gelezen : enz.
G e le t: enz.
Is goedgevonden en verstaan :
Ten behoeve van de zelfbesturende landschappen in B o rn e o en
de Groote Oost, wier besturen van onderstaande regeling gebruik
wenschten te maken, het volgende te bepalen :

!• a. Behalve adviseerende raden, als bedoeld in artikel 3 (3)


van de „Zelfbestuursregelen 1938” kunnen door d e zelf­
besturen ook wetgevende en medewetgevende ra d e n w or­
den ingesteld, hetzij door een zelfbestuur apart v o o r het
betrokken landschap, hetzij door eenige zelfbesturen teza-
men voor de alsdan ten deze samenwerkende landschappen.
b. Aan de op den voet van I a gevormde raden kunnen
door het betrokken zelfbestuur of de betrokken zelfbesturen
bevoegdheden worden overgedragen o.m. de bevoegdheid
om het budgetrecht, zoomede de geheele of gedeeltelijke

146
w e tg e v en d e bev o eg d h eid , hetzij zelf uit te oefenen, hetzij
te z a n ie n m e t h e t zelfb estu u r, de zelfbesturen, dan wel een
v o o r d it d o e l a a n te w ijzen gem achtigde v a n de betrokken
z e lfb e stu re n . M e d e k a n a a n d e ra d e n h e t re c h t w orden toe-
g e k e n d d e b e la n g e n v a n h e t lan d sch ap of de landschappen
e n d e in g ez e te n e n bij d e n C hief C o n ica d an w el bij den
G o u v e rn e u r-G e n e ra a l v o o r te staan.
c. S a m en w e rk in g v an zelfb estu ren als h ier bedoeld, kan
d o c h b e h o e ft n ie t g e p a ard te g aan m et sam ensm elting der
b e g ro o tin g e n ; d a a rn e v e n s is de sam envoeging der verm o-
g en s ev en een s facultatief.
cl. B ij e lk b e slu it to t sam enw erking w o rd t de financieele
v e rh o u d in g tu ssc h e n d e o n d erscheidene landschappen dui-
d e lijk geregeld.

II. a. V o o r h e t geb ied v a n een b in n en een zelfbesturend land­


s c h a p gelegen s ta d k a n d o o r h e t b e tro k k e n zelfbestuur een
sta d sg e m e e n te w o rd e n ingesteld.
b . H e t b e s tu u r e n de regeling d er huishouding w orden als-
d a n o p g e d ra g e n a a n een stadsgem eenteraad, welks over-
h e id sb e v o e g d h e id zich n iet zal u itstrek k en to t zaken, lig-
g e n d e b u ite n d e co m p eten tie v an stadsgem eenteraden in
re c h ts tre e k s b e s tu u rd gebied, doch a a n welke, binnen be-
d o e ld e g ren zen , volledige overheidsrechten kunnen w orden
to e g e k e n d , ■o o k te n aanzien v a n de personen, w elke in de
re g e lin g e n v a n de verh o u d in g tusschen h et L a n d en de
z e lfb e s tu re n d e lan d sc h a p p en zijn aangeduid als „lands-
o n d e rh o o rig e n ” .
c. B ij d e b e slu ite n to t instelling v an stadsgem eenten, bij
d e b e p a lin g h a re r com petentie, alsm ede bij de uit te vaar-
d ig e n k iesregelingen w o rd t er v o o r zorg gedragen :
1 . d a t a a n perso n en , b eh oorende to t de groep der
„la n d so n d e rh o o rig e n ” een m ate v an m edezeggen-
sc h a p w o rd t toegekend, w elke in overeenstem m ing
is m e t d e beteekenis dier groep en hu n n e belangen
in h e t b e tro k k e n gebied ;

147
2 . d at het toezicht op de stadsgemeente afd o en d e vvor^
geregeld, zullende voor dit toezicht d e s g e w e n s
gebruik kunnen worden gemaakt van o rg an c n van
het Land.

III. Alle overige regelingen, benoodigd voor v e r w e z e n lijk in g

van de sub I en II geopende mogelijkheden w o rd e n van


zelfbestuurswege getroffen.

IV . a. Organieke regelingen, gebaseerd op het bepaalde su b I,


II en III, behoeven om te werken de goedkeuring v a n den
betrokken CONIC A.
b. Regelingen als hierboven sub a bedoeld, k u n n en w or­
den geschorst of vernietigd door den Directeur v a n B in­
nenlandsch Bestuur, met dien verstande, dat vernietiging
alleen kan geschieden wegens strijd met het algem een be-
lang of indien de regeling het gelaten recht van zelfbestuur
overschrijdt en dat schorsing alleen plaats heeft, in d ie n het
vermoeden bestaat dat vernietiging noodig zal zijn.

U ittreksel: enz.

Ter ordonnantie van den Directeur van Ju stitie , bij


afwezigheid van den Luitenant-G ouverneur-G eneraal,
belast met het dagelijksch beleid der z a k e n
DE WD l e GOUVERNEMENTS SECRETARIS
E. O. van Boetzelaer

f
Uitgegeven den 11 den April 1946
de WD l e GOUVERNEMENTS SECRETARIS
E. O. van Boetzelaer

148
Lam piran N o 5

S T A A T S B L A D I N D O N E S I A T I M U R
1950 N o 5

U n d a n g - u n d a n g ta n g g a l 19 D e s e m b e r 1 9 4 9 , te n ta n g p e m b e n ­
tu k a n K o m is a ria t-k o m is a ria t N e g a ra

P R E S I D E N I N D O N E S I A T I M U R ,

M e n im b a n g , b a h w a p e m b e n tu k a n K o m isa ria t-k o m is a ria t N eg a ra


d a n h a l m e m p e rta n g g u n g k a n k e k u a s a a n -k e k u a s a a n R e sid e n p a d a
p e m e r in ta h - p e m e r in ta h D a e r a h d a n K o m isa ris-k o m isa ris N e ­
g a r a p e rlu d ia tu r d e n g a n u n d a n g -u n d a n g . D e n g a n p e rse tu d ju a n
B a d a n P e rw a k ila n S e m e n ta ra :
T e la h b e rk e n a n m e n e ta p k a n u n d a n g -u n d a n g ja n g b e r i k u t :

pa sa l 1

P e m b a g ia n N e g a ra In d o n e s ia T im u r a ta s K e re sid e n a n -k e re si-
d e n a n d ih a p u s k a n .

pa sa l 2

D a e r a h N e g a r a In d o n e s ia T im u r d ib ag i m e n d ja d i tig a K o m isa -
ria t- K o m is a r ia t N e g a ra , ja itu :
I. K o m is a r ia t N e g a r a U ta ra , ja n g m elin g k u n g i D a e ra h -d a e ra h :
M in a h a s a , S a n g ih e d a n T a la u d , S elebes U ta r a , Selebes T e -
n g a h d a n M a lu k u U ta ra .
II. K o m is a r ia t N e g a r a T e n g a h , ja n g m e lin g k u n g i K e re sid e n a n
S e leb e s S e la ta n ja n g te la h d ih a p u s k a n d a n D a e ra h M a lu k u
S e la ta n .
I I I . K o m is a ria t N e g a r a S e lata n , ja n g m elin g k u n g i D a e ra h -d a -
e r a h : B a li, L o m b o k , S u m b a w a , S u m b a , F lo re s d a n „ T im o r
d a n P u la u -p u la u n ja ” .

149
PASAL 3

1. D alam tiap-tiap Komisariat Presiden mengangkat seorang


Kom isaris Negara.
2. Presiden menundjuk Daerah-daerah, dimana Komisaris
N egara itu melaksanakan tugasnja dengan bantuan se­
orang utusan.
3. Presiden mengangkat utusan-utusan Komisaris.
4. Presiden menetapkan instruksi-instruksi untuk K om isaris-
komisaris Negara dan utusan-utusannja.

PASAL 4
1. Dengan verordening Presiden dapat ditetapkan, bahwa un­
tuk seluruh daerah Negara, ataupun untuk bagian-bagian-
nja, pengawasan atas pengadilan bumiputera atau pengadil-
an Zelfbestuur dipertanggungkan kepada badan-badan peng­
adilan Negara.
2. Selama verordening Presiden, jang sedemikian itu belum
diselenggarakan, maka pengawasan ini dipertanggungkan
pada Komisaris-komisaris Negara dengan mengetjualikan
pengawasan atas pengadilan Zelfbestuur dalam D aerah
Bali, jang buat sementara dibebankan pada suatu badan
jang ditundjuk oleh Dewan Radja-radja.

PASAL 5
1- Dengan tidak mengurangi jang ditetapkan dalam pasal jang
diatas ini maka dengan verordening Presiden, kekuasaan-
kekuasaan, tugas dan tjampur tangan, jang m enurut per­
aturan-peraturan undang-undang dan tata usaha jang ada
dilaksanakan oleh Residen, buat sepandjang halnja tidak
dibebankan kepada seorang menteri, dipertanggungkan :
I. sekadar jang sebagian besar bersifat mengawasi ke­
pada Komisaris-komisaris Negara ;
II. sekadar jang mempunjai sifat-sifat lainnja kepada ba­
dan-badan Daerah jang b erik u t:

150
a. B uat jang mengenai Daerah-daerah, jang seluruh-
nja terdiri dari landschap-landschap (Zelfbestuur),
kepada B adan Pem erintah H arian, atau djika Badan
ini tidak ada, kepada Dewan Radja-radja.
b. B uat jang m engenai D aerah-daerah, jang seluruh-
nja terdiri dari persekutuan-persekutuan jang di­
bentuk m enurut pasal 1 dari ordonansi tanggal. 1.3
F ebruari 1946 (Staatsblad H india Belanda No 17)
kepada M adjelis Gecommitteerden.
c. B uat jang m engenai D aerah :
1. M aluku U tara, kepada Dewan Radja-radja,
2. Selebes U tara, kepada Dev/an Keperintahan,
3. Selebes Selatan, kepada Madjelis Harian.
2. Penglaksanaan sehari-hari dari kekuasaan-kekuasaan tu-
gas-tugas dan tjam pur tangan jang dimaksudkan dalam
ajat diatas sub II, dipertanggungkan kepada Ketua dari
M adjelis-m adjelis ini.

pasal 6 .

M enjim pang dari jang ditetapkan pada pasal 5, maka kekua­


saan-kekuasaan tugas-tugas dan tjam pur tangan jang dimaksud­
kan dalam ajat pertam a sub II dari pasal tersebut untuk Daerah
Sum ba dan daerah-daerah jang belum term asuk dalam hubung-
an D aerah, dibebankan kepada Komisaris-komisaris Negara.

pasal 7

1. T erhadap kewadjiban-kewadjiban Negara jang dipertang­


gungkan itu, m aka badan-badan D aerah jang bersangkutan
itu, dibaw ahkan oleh Komisaris Negara.
2. K om isaris N egara itu dibawahkan oleh sekalian Menteri.
3. Ia diw adjibkan m enurut petundjuk-petundjuk dari Menteri-
m enteri, pun djika petundjuk-petundjuk ini mengenai ke­
kuasaan-kekuasaan undang-undang.

151
PASAL 8

ini berlaku mulai pada hari p e n g u n i u n i a n n ^


U n d a n g -u n d a n g
dan mendapat kekuatan kembali terhitung mulai tanggal
tober 1949.

M enitahkan, agar undang-undang ini dimuat dalam S ta a ts b la d


Indonesia Timur.

Termaktub di Makassar, tanggal 19 D esem b er 1949


PRESIDEN INDONESIA TIMUR
Tjokorde Gde Rake Sukawati
PERDANA MENTERI a.i.
Mr Dr Ch. R. S. Soumokil
MENTEkI DALAM NEGERI a.i.
M r S. Binol

Diumumkan di Makassar, tanggal 20 Djanuari 1950


MENTERI DJUSTISI
Mr Dr Ch. R. S. Soumokil

152
Lampiran No 6

S T A A T S B L A D I N D O N E S I A T I M U R :
1950 N o 6

P E R A T U R A N P R E S I D E N I N D O N E S I A
T I M UR

tanggal 23 D esem ber 1949 N o 1 2 /P rv../49, m em uat rnemper-


tanggungkan kekuasaan-kekuasaan, tugas-tugas dan tjampur-
tan g an jang m enurut undang-undang telah ada dilaksanakan
oleh R esiden-residen kepada M enteri-m enteri. Pem erintah-
pem erin tah D aerah dan K om isaris-kom isaris Negara.

P R E S I D E N I N D O N E S I A T I M U R ,

M enim bang, bahw a berhubung dengan penghapusan Keresiden-


an-keresidenan dan pem bentukan K om isariat-kom isariat Nega­
ra, m a k a kekuasaan-kekuasaan, tugas-tugas dan tjampur-tangan
jan g m en u ru t undang-undang jang telah ada dilaksanakan oleh
R esiden-residen sekadar tidak dibebankan kepada M enteri-
• m enteri atau Pem erintah N egara Indonesia Tim ur harus diper­
tanggungkan kepada Pem erintah-pem erintah D aerah, sedang
kek u asaan -k ek u asaan jang sebagian besar bersifat mengawasi,
haru s dipertanggungkan kepada Kom isaris-komisaris Negara.
M em perhatikan pasal 5 dari U ndang-undang tangeal 19 Desem ­
ber 1949.
T elah berkenan m enetapkan P eraturan Presiden jang berikut :

pasal 1
K ekuasaan-kekuasaan, tugas-tugas dan tjam pur-tangan R e­
siden jang berikut ini dipertanggungkan kepada Komisaris-
kom isaris Negara :
a. kekuasaan-kekuasaan jang tersebut dalam pasal 10 ajat

153
1, 3 dan 4 dari „Peraturan Swapradja 1938”,
djuga jang tersebut dalam pasal 10 ajat 1, ^ J a ^
dari „kontrak-kontrak pandjang” jang dibuat J n ’0^
latiskap-lanskap Sumbawa dan Bima (Stbl- 1°
613), sebagai djuga ketentuan-ketentuan jang sesucil
dengan itu dari kontrak jang dibuat dengan tans tap
„Dompu”.
b. kekuasaan-kekuasaan untuk mengawasi dari R esuen
jang tersebut dalam peraturan-peraturan, undang-un­
dang dan tata-usaha jang lainnja.
a. dan b. buat jang mengenai federasi-federasi Swapra Ja"
swapradja (Daerah) dengan pengertian bahwa dalam Swa­
pradja-swapradja termasuk djuga Swapradja-swapradja
bentukan baru.

pasal 2
1. Kekuasaan-kekuasaan, tugas-tugas dan tjampur-tangan Re­
siden jang berikut ini dipertanggungkan kepada Menteri
D justisi:
kekuasaan-kekuasaan jang tersebut dalam pasal 5 ajat 1
dan 2, 13 ajat 2, 19, 22, 72 dan 76 dari ordonansi atas
pengadilan Bumi-Putera (Stbl. 1932 No 80) seperti di-
ubah dan ditambah kemudian.
2. Kekuasaan-kekuasaan, tugas-tugas dan tjampur-tangan Re­
siden jang berikut ini dipertanggungkan kepada Pem erintah
Indonesia T im u r:
a. kekuasaan-kekuasaan, tersebut dalam pasal-pasal 11
ajat 1, 20 ajat-ajat 4, 5 dan 9 dari ,,Peraturan Swapra­
dja 1938” (Stbl. 1938 No 529) dan ketenluan-keten-
tuan jang sesuai dengan itu dari „kontrak-kontrak pan­
djang” jang dibuat dengan lanskap-lanskap Sumbawa,
Dompu dan Bima ;
b. kekuasaan-kekuasaan Residen tersebut dalam bab-bab II
dan VI dari ,.Peraturan Umum tentang pengurusan dan
pertanggung-djawab keuangan dan milik-milik Swapra­
dja di Indonesia Timur”, jang ditetapkan dengan beslit

154
A lgem eene Regeeringscom m issaris untuk Borneo dan
T im ur B esar tertanggal 27 Septem ber 1946 No ARCA
10 / 1/2 ;
c. kekuasaan-kekuasaan Residen tersebut sub IV dari beslit
G ubernem en tertanggal 9 A pril 1946 (Staatsblad Indo­
nesia N o 27 jo 69) ;
d. kekuasaan-kekuasaan tersebut dalam pasal-pasal 5 dan
6 ajat 1 dari ,,Peraturan Swapradia 1938” ;
a. d a n b. sekadar berkenaan dengan federasi-federasi dari
lanskap-lanskap cq daerah-daerahT
c. dan d. sekadar berkenaan dengan masing-masing lanskap
dan federasi-federasi dari lanskap cq daerah-daerah, dengan
pengertian, bahw a dalam lanskap-lanskap djuga termasuk
lanskap-lanskap bentukan baru.

pasal 3
D engan tidak m engurangi apa jang ditentukan dalam pasal-pasal
4, 5 ajat pertam a dan 6 dari U ndang-undang tanggal 19 Desem­
ber 1949 m aka kekuasaan-kekuasaan, tugas-tugas dan tjampur-
tan g an dari Residen-residen, jang tersebut dalam ketentuan-
k etentuan, peraturan-peraturan dan peraturan-peraturan tata-
usaha, lain dari pada jang tersebut dalam pasal 1 dan 2 , masinc-
niasing u n tu k wilajah D aerah sendiri-sendiri dipertang£nuickan
kep ad a B adan-badan D aerah jang dim aksudkan dalam pasal 5
ajat 1 sub I I dari undang-undang ini.

pasal 4
P eratu ran ini berlaku mulai hari pengum um annja dan mendapat
kek u atan kem bali terhitung mulai 1 O ktober 1949.

M enitahkan, supaja peraturan ini dim uat dalam Staatsblad Indo­


nesia Tim ur.
T erm aktub di M akassar, 23 Desember J 949
PRESIDEN NEGARA INDONESIA TIMUR
Tjokorde Gde R ake Sukawati
Lampiran No 7

STAATSBLAD VAN INDONESIA


1949 No 115

ZELFBESTUREN. OOST-lN0 0 ^ '


s ie .Opheffing van de exterrito
rialiteit in de zelfbesturen ge ^
gen binnen het gebied van e
Negara Oost-Indonesie.

Besluit van de Hogc Vertegenwoordiger van dc Kroon in Indo


nesie van 5 Mei 1949 No 21.
Gelezen, enz. ;
Gelet op de met de zelfbesturen van Bima en Soembawa gesloten
overeenkomsten (Staatsblad 1939 No 613) en op de Zelfbestuurs­
regelen 1938 (Staatsblad No 529) ;
Is goedgevonden en verstaan :

Eerstelijk : Te bepalen dat, behoudens het bepaalde in artikel


2 en 3 van dit besluit, het gezag van de zelfbesturen gelegen
binnen het gebied van de Staat Oost-Indonesie zich mede uit-
strekt over de personen, die in de bescheiden, regelende de ver­
houding tussen het Land en de Zelfbesturen, als Landsonder-
horigen worden aangeduid, onder voorwaarde, dat aan de even-
bedoelde groep van personen een mate van medezeggenschap
in het overheidsbeleid wordt toegekend, welke in overeenstem-
ming is met de betekenis van deze groep en hun belangen in hot
betrokken gebied.

Ten Tweede : Te bepalen :


I. Ten aanzien van de rechtspraak, waaronder mede begre-

156
pen de taak en bevoegdheden van het O penbaar Ministerie, strekt
het overheidsgezag van het zelfbestuur zich voor wat betreft dc
in artikel 1 van dit besluit genoemdc groep van personen, niet
verder uit dan ten aanzien van evengenoem de groep van perso­
nen is bepaald in de artikelen 12 en 13 van de Zelfbestuursre-
gelen 1938 en de daarm ede overeenkomstige bepalingen in de
politieke overeenkom sten.

II. M et betrekking tot het privaat- en strafrecht voor evenbe-


doelde groep van personen blijft het geldend recht van kracht
en blijft de bevoegdheid tot het geven van regelen berusten btj
het L an d en de Staat, met dien verstande, dat het Zelfbestuur
bevoegd is regelingen te treffen op punten w aarom trent niet is
voorzien in regelingen van Land of Staat.

III. H et bepaalde in het voorgaande lid laat onverkort het in-


gevolge het bepaalde in artikel 1 aan de Zelfbesturen toegekendc
gezag over L andsonderhorigen voor zover betrekking hebbende
op aangelegenheden, welke behoren tot de bevoegdheid van auto­
nom e gem eenschappen als bedoeld in de zesde Hoofdstuk van
de Indische Staatsregeling.

T en cterde : Te bepalen, dat door de Regering van Oost-lndo-


nesie nader zal w orden bepaald :
le. in welke zelfbesturen c.q. federation van zelfbesturen de
bepalingen van dit besluit van toepassing zullen zijn ;
2 e. welke voorw aarden o.m. inzake de medezeggenschap van
Landsonderhorigen in het overheidsbeleid van de betrokken
zelfbesturen c.q. federation van zelfbesturen aan de toe­
passing van dit besluit zullen worden verbonden ;
3e. het tijdstip c.q. de tijdstippen, waarop de bepalingen van
dit besluit in de zelfbesturen c.q. federation van zclfbestu-
ren van toepassing zullen zijn,
onder bepaling, dat aan bedoelde bepalingen terugwerkende
krach t kan worden verleend tot 1 Januari 1949.

157
/
(

Uittreksel, enz.

T er ordonnantie van d e H o g e V e r t e g e n w o o r d ig er

van de Kroon in Indonesie


DE W D ALGEM ENE S E C R E T A R IS

E. O. van Boetzelaer

Uitgegeven de lOde Mei 1949

DE W D ALGEM ENE S E C R E T A R IS

E. O. van Boetzelaer

158
l-ampiran No 8

S T A A T S B L A D IN D O N ESIA TIMUR
1950 N o 22

beslit Presiden Indonesia T i­


m ur tanggal 1 Pebruari 1950
N o 2 8 /P rB /5 0 , jang memuat
m enjatakan peraturan-peraturan
dari Beslit W akil Agung M ah-
kota di Indonesia tanggal 5
Mei 1949 N o 21 (Staatsblad
Indonesia No 115).

P R E S I D E N I N D O N E S I A T I M U R ,

M enim bang, bahw a Beslit W akil Agung M ahkota di Indonesia


tanggal 5 M ei 1949 N o 21 (Staatsblad Indonesia N o 115) perlu
u n tu k dilaksanakan ;

T E L A H M E N J E T U D J U I DAN BERKENAN:
Pertam cir M enjatakan peraturan-peraturan dari Beslit Wakil
A gung M ah k o ta di Indonesia tanggal 5 Mei 1949 No 21 (Staats­
b lad Indonesia N o 115) itu berlaku bagi federasi-federasi Zelf-
bestuur-zelfbestuur (D aerah-daerah) jang disebut dibawah i n i :
1. Sangihe dan T alaud ;
2. Sulaw esi-Selatan ;
3. B ali ;
4. Sum baw a ;
5. F lores ; 1
6 . T im u r ;
7. M aluku-U tara.

Keclua : M enetapkan, bahw a :


a. p a d a penjusunan dewan-dewan daerah dan lanskap harus

159
i• • „«<7 dahulu
diperhatikan, agar kepada golongan rakjat negeri janfc, ojQnc_
diberikan sedjumlah kursi, sesuai dengan kedudukan g
an ini dan kepentingannja dalam daerah jang bersang
jaitu menurut timbangan Menteri Urusan Dalam ^ e®e*Lper_
I), pemerintah-pemerintah daerah dan lanskap harus me ^
hatikan, agar rakjat negeri jang dahulu itu tidak dikenai
ban-beban jang Iebih berat dari pada beban-beban ra
lan sk ap ; . .
c. dalam perundingan bersama antara Negara Indonesia
dengan daerah atau lanskap jang bersangkutan, akan 1
tapkan Iebih landjut, atau dan dalam hal sedemikian, a a
gian jang manakah dari padjak peralihan atau padjak peng-
hasilan itu, karena alasan-alasan jang praktis akan dikena-
kan oleh Negara, dengan keterangan selandjutnja, bahwa
peraturan-peraturan jang sedemikian itu akan harus dilaKu-
kan untuk segala lanskap jang asli dan lanskap bentukan
baru dan daerah-daerah jang tersusun dari padanja.

Ketiga : Menetapkan, bahwa :


a. s e la m a d a la m h a l in i b e lu m d ia d a k a n p e rs ia p a n -p e rs ia p a n :
1. orang-orang jang diwadjibkan membajar padjak, jang
menurut peraturan-peraturan jang telah berlaku diharus-
kan membuat surat aangifte, tetap mendapat kewadjiban
sedemikian ;
2 . urusan surat aangifte itu, aanslag dari orang-orang jang
diwadjibkan membajar padjak jang tersebut pada angka
1 itu, demikian djuga urusan tentang keberatan-keberatan
jang dimadjukan oleh orang-orang tersebut, tetap akan
diselenggarakan oleh badan-badan Negara, jang dahulu
dibebani tugas ini.
b. peraturan-peraturan undang-undang dan peraturan-peraturan
administrasi jang berlaku bagi rakjat negeri jang dahulu.
adalah tetap berlaku selama peraturan-peraturan itu tidak
diubah, ditambah atau dibatalkan oleh daerah atau lanskap
jang bersangkutan.

160
K eem p a t : M enetapkan, bahw a Beslit Wakil Agung M ahkota
tcrtanggal 5 M ei 1949 N o 21, buat jang mengenai federasi-fede­
rasi Z elfbestuur-zelfbestuur jang disebut pada bahagian pertama
itu, diberi kekuatan kem bali terhitung mulai 1 Januari 1949.
t
M enitahkan, agar beslit ini dim uat dalam Staatsblad Indonesia
Timur.

T erm aktub di M akassar, pada 1 Pebruari 1950


P R E S ID E N IN D O N ESIA T IM U R
Tjokorde G de R ake Sukawati
PERD A N A M E N T E R I NEGARA
IN D O N E SIA T IM U R
/ . E. Tatengkeng
M E N T E R I URU SA N DALAM NEGERI
NEGARA IN D O N E SIA T IM U R
Sultan Iskandar M oh. Djabir Sjah

D ium um kan di M akassar, tanggal 25 Pebruari 1950


M E N T E R I D J U S T IS I
M r D r Ch. R . S. Soum okil

161
DAFTAR SINGKATAN

Bb. Bijblad
B.F.O. Bijeenkomst voor Federaal Overleg
D.P.D. Dewan Pemerintah Daerah
D.P.R. Dewan Perwakilan Rakjat
D.P.R.D Dewan Perwakilan Rakjat Daerah
G.G. Gouverneur Generaal
H.V.K. Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon
H.P.B. Hoofd van Plaatselijk Bestuur
I.S. Indische Staatsregeling
K.M.B. Konperensi Medja Bundar
L.M. Lembaran Negara
Lt G.G. Luitenant Gouverneur Generaal.
M.C. Model Contract 1938 (kontrak pandjang)- Ter'
dapat dalam Bijlagen Tweede Kam er 1938-
1939
N.I. Nederlandsch Indie
N.I.T. Negara Indonesia Timur
N.S.T. Negara Sumatera Timur
Pem. Pemerintah
P.P. Peraturan Pemerintah
R.I. R.epublik Indonesia
R.I. 1945 Republik Indonesia dengan undang-undang
dasar tanggal 18 Agustus 1945
R.I.S. Republik Indonesia Serikat
S. Staatsblad van Nederlandsch Indie
S.I.T. Staatsblad Indonesia Timur (Negara Indonesia
Timur)
U.D. Undang-undang Dasar 1945
U.D.S. Undang-undang Dasar Sementara 1950
V.O.C. Vereenigde Oost-Indische Compagnie
Z.R. Zelfbestuursregelen 1938

162
BAHAN BATIAAN

M r F . H . B aro n van A sbeck, O nderzoek naar de juridische


w ereldbouw , (dissertatie 1916).
Prof. M r V an V ollenhoven, Ontvoogding, (Indische Genootschap
1916).
W. V erbeek, D e zelfbesturende landschappen buiten Java,
(K oloniale Studien 1919, halam an 455 - 481).
M r W . J. B. V ersfelt, D e status der zelfbesturende landschappen,
(Indische G ids 1933 - 2 , halam an 8 6 8 ).
R a p p o rt der H erzieningscom m issie 1920.
N o ta G ouverneur Celebes en Onderhorigheden 1886, (Tijdschrift
Indische T aal-, L an d - en V olkenkunde X X X IV ).
M r H . J. Spit, D e Indische zelfbesturende landschappen (1911).
M r D r H . W estra, Dualistisch Staatsrecht. •
F- H . V ism an, H erstel van zelfbestuur, (Koloniale Studien
A ugustus 1928).
D r J. H . L ogem ann, Direct gebied m et zelfbestuur, (Indisch
T ijdschrift 1932).
M r J. J. Schrieke, D e Indische Politiek, (1929).
M r F . H . B aron van A sbeck, De incorporate der zelfregerende
landschappen in Engels Indie, (Indische Genootschap, 5 April
1935, h alam an 90 dst).
J. M . Som er, D e zelfbestuurspolitiek in de buitengewesten enz.
(K oloniaal T ijdschrift 1936 - I, halam an 257).
R u p e rt E m erson, M alaysia, A study in Direct and Indirect Rule.
(N ew Y o rk 1937).
D r J. C. C. H a a r, D e zelfbestuurspolitiek ten opzichte van de
korteverklaring landschappen in N .I., (1939).
Prof. D r J. H . A . Logem ann, Staatsrecht van N .I., (1947).
Prof. D r J. H . A. Logem ann, H et Staatsrecht van Indonesie
(1954).
M r Ph. K leintjes, Staatsinstellingen van N .I., (1933).

163
Dr Th. H. M. Loze, De Indische zelfbestitrende landschaPPen 111
het nieuwe staatsbestel, (1929).
Dr C. Vlak, De bevoegdheid van de Gouverneur Gen
aanzien van de wetgeving in N.I., (1933).
Mr Dr H. Westra, De Nederlandsch Indische St#a a ’
(1927).

164
S U S U N A N N E G A R A KITA
karangan Prof. M r R . Soenarko
m em u at lengkap sedjarah pertum buhan perundang-un-
dangan dan tatanegara Indonesia.

Isi djilid I : T afsiran tentang isi U ndang-undang D a­


sar RTS dan filsafat Pantjasila.
U ku ran 13% x 19’ ~ cm - 111 halam an,
tjetak an ke-4

Isi djilid II : P ertentangan antara Federalism e dan


u sah a m enghendaki kesatuan di Indo­
nesia serta akibatnja bagi perkem bangan
tatan eg ara R epublik Indonesia
U kuran 13% X 19’^ cm, 165 lialaman,
tjetak an ke-4

Isi djilid I I I : Sedjarah dan pertum buhan Pem erin­


tah a n D aerah di Indonesia 1903/1954.
U kuran 13% X 191'- crn> halaman

Isi djilid IV : A zas -azas dan dasar-dasar Pem erintah­


an D aerah O tonom di Indonesia (lan-
d ju ta n djilid III).
U kuran 13% x 19% cm > halaman

p e n e r b i t d ja m b a t a n

I
No o para
P em irg a m Ta.nsga.l
Aet.

ip _ H l_______\ y ± _ 0.5 .007 1981 -


2 5 GCT

> L s ? . w ;

1 2 JAN rago
vx
y iu u K I ■

1L
T *V n < to n n
■-4,

-------- - t1
P e m in ja m N o. A ft ^ ***1r'r-r^ 1
r '>■■■■

<7 ^

oHj L : 0 8 JUN
A| 0 5 U/
c ^ j
;fe < JAH
w ». v T"
^K/\) a
9 9 2 --0 J -
Perpustakaan Ul

01-10-07034479

Anda mungkin juga menyukai