Anda di halaman 1dari 7

NAMA : DIANA RAMADHANI

NIM : SC119013

Judul : Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Salam Syzygium polyanthum Sebagai
Antibakteri Staphylococcus aureus
Penulis : Tri NNugrahan, Ferdy A. Karauwan, Christel N. Sambou, Yessie K. Lengkey.
Tahun : 2020
Volume : 3
Halaman : 46 - 53

Abstrak
Salah satu jenis obat tradisional yang dapat dimanfaatkan adalah daun salam
Syzygiumpolyanthum. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan sediaan salep ekstrak
daun Salam sebagai antibakteri Staphylococcus aureus Pada evaluasi salep ekstrak daun
salam dilakukan uji organoleptik, uji homogenitas, uji daya sebar dan uji pH.

Pendahuluan
Daun Salam memiliki potensi sebagai antibakteri, sehingga perlu dikembangkan menjadi
suatu sediaan farmasi untuk meningkatkan penggunaanya. Salah satu sediaan farmasi yang
mudah dalam penggunaanya adalah salep. Sediaan salep dipilih karena merupakan sediaan
farmasi yang cocok untuk tujuan pengobatan pada kulit. Salep merupakan sediaan setengah
padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar.
Berdasarkan latar belakang diatas diketahui bahwa daun Salam memiliki aktivitas antibakteri
oleh karena itu dalam penelitian ini dikembangkan lebih lanjut formulasi sediaan salep
ekstrak daun salam dan menguji aktivitas antibakterinya terhadap bakteri Staphylococcus
aureus.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, pH stik, aluminium foil, erlenmeyer, corong,
gelas ukur, batang pengadung, kertas saring, rotary evaporator, lumpang, alu, hot plate, pot
salep, spatula, blender, tabung reaksi, cawan petri, autoklaf, sudip, jarum ose, pinset, mikro
pipet, inkubator, hot plate, Laminar Air Flow.
Bahan yang digunakan ekstrak daun salam, bakteri S. aureus, vaselin album, adeps lanae,
etanol 96%, Nutrient Agar (NA), aquadest,
Metodologi
Pembuatan Salep Ekstrak Daun Salam
1. Penyiapan bahan salep
Bahan salep yang digunakan adalah ekstrak daun Salam yang ditimbang sesuai dengan
takaran pada timbangan analitik.
2. Basis salep
Basis yang digunakan adalah vaselin album dan adeps lanae. Basis salep yang telah
ditimbang sesuai formulasi masing – masing dipanaskan kedalam hot plate pada suhu 60℃
sambil diaduk sampai bahan – bahan tersebut melebur sempurna hingga terbentuk basis.
3. Salep ekstrak daun salam
Basis salep yang telah dibuat, ditambahkan dengan ekstrak daun Salam dan diaduk hingga
homogen.

Hasil dan Pembahasan


Ekstrak yang diperoleh dibuat formulasi sediaan salep dengan menggunakan vaselin album
(basis salep hidrokarbon atau basis salep berlemak) dan adeps lanae (basis salep absorpsi).
Parameter evaluasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu berupa uji organoleptik, uji
homogenitas, uji daya sebar dan uji ph. Tujuan dari evaluasi sediaan untuk mengetahui
apakah sediaan salep yang dihasilkan telah memiliki sifat fisik sediaan yang baik. Pengujian
organoleptik bertujuan untuk mengamati warna, bau dan bentuk dari sediaan salep. Warna
dari sediaan salep harus sesuai dengan spesifikasi pada saat pembuatan awal salep, baunya
tidak tengik dan memiliki bentuk sediaan setengah padat. Hasil uji organoleptik menunjukkan
keempat formulasi salep memenuhi syarat. Uji homogenitas bertujuan melihat apakah salep
yang dibuat homogen atau tercampur merata antara zat aktif dengan basis salep. Keempat
formulasi menunjukkan hasil yang homogen berdasarkan tidak adanya gumpalan maupun
butiran kasar pada sediaan salep daun Salam maka sediaan tersebut memenuhi persyaratan uji
homogenitas. Uji daya sebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan sediaan menyebar pada
kulit, dimana suatu sediaan salep sebaiknya memiliki daya sebar yang baik untuk menjamin
pemberian bahan obat yang memuaskan. Syarat daya sebar yang baik untuk sediaan topikal
adalah sekitar 5-7 cm namun pada penelitian ini daya sebar yang dihasilkan oleh kontrol
negatif, formulasi konsentrasi 10% dan 20% dibawah dari syarat yang ditentukan sedangkan
untuk formulasi konsentrasi 40% memunuhi syarat untuk daya sebar. Hal ini dikarenakan
konsistensi dari salep yang bermassa sehingga mengakibatkan penyebaran tidak terlalu
maksimal. Meskipun demikian, semakin tinggi konsentrasi ekstrak dalam sediaan salep
menunjukkan peningkatan daya sebar. Pengujian yang terakhir yang dilakukkan adalah
pengujian pH. Pengujian pH bertujuan untuk mengetahui tingkat keasaman sediaan untuk
menjamin sediaan tidak menyebabkan iritasi pada kulit [16]. Sediaan topikal diharapkan
memiliki pH yang berada pada pH kulit normal dikarenakan jika pH terlalu basa akan
mengakibatkan kulit bersisik, sedangkan jika kulit terlalu asam dapat memicu terjadinya
iritasi kulit. Hasil Pengujian pH keempat formulasi berada pada rentang pH normal kulit yaitu
4,5 – 6,5 . Hal ini menunjukkan hasil uji pH dari keempat formulasi memenuhi persyaratan
uji pH.

Judul : Uji Stabilitas Fisik Sediaan Salep Ekstrak Etanol Daun Nangka
Penulis : Tiara Misericordia, Gideon A.R. Tiwow, Silvana L.
ISSN : 2685-3167
Halaman : 63 - 70

Abstrak
Daun nangka mengandung senyawa yang berkhasiat sebagai antibakteri sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri jerawat. Untuk mempermudah penggunaan daun nangka
sehingga dibuat menjadi suatu sediaan topikal berupa salep. Penelitian ini bertujuan untuk
membuat sediaan salep dan mengetahui basis salep yang memenuhi syarat uji stabilitas fisik.
Salep ekstrak etanol daun nangka dibuat dalam dua basis salep yaitu basis hidrokarbon dan
basis larut air. Hasil penelitian menunjukkan basis hidrokarbon memiliki kestabilan yang baik
dalam uji organoleptik, uji homogenitas dan uji pH. Sedangakan untuk basis larut air hanya
memiliki kestabilan yang baik pada uji homogenitas.

Pendahuluan
Untuk mempermudah pengaplikasian daun nangka, maka perlu dikembangkan suatu sediaan
farmasi yang dapat lebih mempermudah penggunaannya sehingga dibuat menjadi suatu
sediaan topikal berupa salep. Sediaan salep merupakan bentuk sediaan yang memiliki
konsistensi yang cocok digunakan untuk terapi penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri
dan kontak antara obat dan kulit lebih lama (Ulaen et al., 2012). Sediaan farmasi yang telah
dikembangkan harus melewati tahap pengujian untuk melihat kestabilannya pada penggunaan
ataupun penyimpanan jangka panjang, termasuk menentukan umur simpan. Pengujian
kestabilan tersebut dapat berupa pengujian kestabilan secara fisik, kimia dan mikrobiologi
(Ashar, 2016). Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk membuat sediaan salep
ekstrak etanol daun nangka dan menguji stabilitas sifat fisik.

Alat dan Bahan


Alat
Alat yang digunakan yaitu rotary evaporator, bejana maserasi, kertas saring, batang
pengaduk, mortar dan stemper, penangas air, timbangan digital, beaker glass, gelas ukur,
sudip, spatula, serbet, kulkas, oven, hot plate, wadah (pot salep), cawan petri, pH meter dan
anak timbangan 100 g.
Bahan
Daun nangka, etanol 70%, PEG 4000, PEG 400, vaselin album, adeps lanae, dan aquadest.

Metodologi
Formulasi sediaan salep ekstrak etanol daun nangka menggunakan dasar salep hidrokarbon
(formula A) dan dasar salep larut air (formula B).
Pembuatan Salep
a. Dasar Salep Hidrokarbon
Timbanglah semua bahan yang akan digunakan sesuai dengan perhitungan penimbang. Salep
dibuat dengan meleburkan vaselin album dan adeps lanae sampai homogen. Setelah basis
salep melebur sempurna, pindahkan basis ke dalam lumpang dan tambahkan ekstrak daun
nangka sedikit demi sedikit, lalu dicampur hingga homogen dan dimasukkan ke dalam pot
salep (Sari et al., 2016).
b. Dasar Salep Larut Air
Timbang bahan sesuai dengan perhitungan penimbangan. Salep dibuat dengan meleburkan
PEG 4000 dan PEG 400 pada suhu 70°C sampai homogen dan didinginkan. Setelah itu
pindahkan basis salep ke dalam lumpang dan tambahkan ekstrak daun nangka ke dalam
campuran basis tersebut, lalu dicampur hingga homogen dan dimasukkan ke dalam wadah
pot salep (Rakhim, 2016).
Hasil dan Pembahasan
dibuat menjadi suatu sediaan topikal berupa salep dengan dua variasi basis yaitu basis
hidrokarbon (formula A) dan basis larut air (formula B) masing-masing konsentrasi 20%.
Dipilih kedua basis tersebut karena basis hidrokarbon diklasifikasikan sebagai basis
berminyak dan basis larut air sebagai basis yang dapat larut dalam air. Kedua basis tersebut
dibuat dengan
metode peleburan,
Berdasarkan ujkukan didapatkan hasil bahwa formula A (basis hidrokarbon) memiliki
kestabilan yang baik dalam uji organoleptik, homogenitas dan pH tetapi tidak memenuhi
syarat diameter daya sebar yang baik. Sedangkan formula B (basis larut air) hanya memiliki
kestabilan yang baik pada uji homogenitas tetapi tidak memenuhi syarat sifat fisik salep
untuk organoleptik, pH dan daya sebar.

Judul : Pengaruh Basis Salep Hidrokarbon Dan Basis Salep Serap Terhadap
Formulasi Salep Sarang Burung Walet Putih (Aerodramus fuciphagus)
Penulis : Dita Ayulia Dwi Sandi, Yaumi Musfirah
ISSN : 2477-1821
Halaman : 149 - 155

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari basis hidrokarbon dan penyerapan pada
salep sarang burung walet yang dapat dimakan (Aerodramus fuciphagus) dari sifat fisik
masing-masing salep. Salep sarang burung yang dapat dimakan dibuat menjadi dua formula
dengan basis hidrokarbon dan absorpsi. Setiap salep diuji fisiknya karakteristik meliputi uji
organoleptik, uji homogenitas, uji pH, uji sebar, uji lekat, dan uji viskositas.

Pendahuluan
Berdasarkan aktivitas yang dimiliki sarang Walet putih, maka perlu dikembangkan menjadi
suatu sediaan farmasi untuk meningkatkan penggunaannya. Salah satu sediaan farmasi yang
mudah dalam penggunaannya adalah salep. Penggunaan sarang burung Walet secara
langsung pada kulit kurang praktis dan tidak optimal, sehingga perlu dibuat sediaan yang
dapat menempel pada permukaan kulit dalam waktu lama dan memiliki daya penetrasi yang
baik. Bentuk sediaan salep cocok untuk tujuan pengobatan pada kulit karena kontak antara
obat dengan kulit lebih lama serta mempunyai konsistensi yang cocok sehingga mudah untuk
digunakan. Dasar salep yang akan digunakan yaitu dasar salep hidrokarbon dan dasar salep
serap. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, tidak mengering dan
tidak tampak berubah dalam waktu yang lama. Sedangkan dasar salep serap bersifat mudah
menyebar diatas kulit, sukar dihilangkan dari kulit dan dapat mengabsorpsi air lebih banyak.

Alat dan Bahan


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sarang burung walet putih (Aerodramus
fuciphagus), vaselin album, paraffin cair, adeps lanae, stearil alkohol, cera alba, nipagin dan
nipasol.
Alat yang digunakan adalah seperangkat alat gelas, blender, waterbath, timbangan analitik,
mortir, stempler, thermometer, stopwatch, pot salep, cawan porselen, sudip, penjepit kayu,
sendok tanduk, pipet tetes, kaca arloji, pH universal, beban timbangan, kaca transparan dan
viscometer Stormer.

Metodologi
Pembuatan Salep Sarang Burung Walet Putih
Basis Hidrokarbon
Vaselin putih (59,5 g) dan paraffin cair (10 g) dilelehkan di atas waterbath. Kemudian
tambahkan nipasol (0,3 g) aduk hingga homogen. Sarang burung walet (30g) dituangkan
dalam mortir kemudian tambahkan nipagin (0,2 g) dan diaduk hingga homogen. Setelah
campuran vaselin putih meleleh pindahkan ke dalam mortir panas dan kemudian diaduk
perlahan-lahan
hingga membentuk sediaan massa salep, kemudian tambahkan campuran sarang burung walet
dengan penambahan sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga homogen.
Basis Serap
Stearil alkohol (3 g) dan cera alba (8 g) dilelehkan di atas waterbath, lalu ditambahkan adeps
lanae (3 g) aduk hingga homogen. Vaselin album (55,5 g) ditambahkan dan diaduk.
Kemudian tambahkan nipasol (0,3 g) aduk hingga homogen. Sarang burung walet (30 g)
dituangkan dalam mortir kemudian tambahkan nipagin (0,2 g) dan diaduk hingga homogen.
Setelah campuran stearil alkohol meleleh pindahkan ke dalam mortir panas dan kemudian
diaduk perlahan-lahan hingga membentuk sediaan massa salep, kemudian tambahkan
campuran sarang burung walet dengan penambahan sedikit demi sedikit sambil diaduk
hingga homogen.
Hasil dan Pembahasan
Basis yang digunakan dalam salep hidrokarbon yaitu vaselin album berfungsi sebagai basis
salep, paraffin cair berfungsi sebagai emolien, nipagin dan nipasol berfungsi sebagai zat
pengawet. Basis yang digunakan dalam salep serap yaitu vaselin album sebagai basis salep,
adeps lanae berfungsi sebagai zat pengemulsi, stearil alkohol berfungsi untuk meningkatkan
stabilitas salep, cera alba berfungsi untuk meningkatkan konsistensi salep dan untuk
menstabilkan emulsi air dalam minyak, nipagin dan nipasol berfungsi sebagai zat pengawet.
Masing-masing basis salep dibuat dengan metode peleburan, dikarenakan basis salep yang
digunakan memiliki konsistensi yang berbeda yaitu padat, semi padat dan cair.
Terdapat pengaruh tipe basis salep yaitu basis hidrokarbon dan basis serap terhadap hasil uji
karakteristik fisik sediaan salep sarang burung walet putih (Aerodramus fuciphagus), meliputi
daya sebar (P 0,011), daya lekat (P 0,020) dan viskositas salep dan tidak terdapat pengaruh
terhadap organoleptis, homogenitas dan pH salep. Salep sarang burung walet putih dengan
basis hidrokarbon memiliki karakteristik fisik yang lebih baik dibandingkan salep dengan
basis serap berdasarkan kemampuan daya sebar (6,1 ±0,10 pada K200 g), kemampuan daya
lekat (16,3 detik) dan viskositas (9580 cp) yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai