Anda di halaman 1dari 68

KATA PENGANTAR

Segala puji tak lupa kami haturkan kepada Tuhan Yang


Maha Esa yang telah memberikan kita kesehatan dan
kesempatan, sehingga buku Zerosicks Untuk K3LH
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dapat kami
selesaikan

Terimakasih kami berikan kepada Bapak K.Ima


Ismara, M.Pd, M.kes yang telah memberikan tugas ini
sehingga menambah wawasan kami mengenai materi
ini. Terimakasih juga kami berikan kepada teman dan
sahabat kami yang selalu mengingatkan mengerjakan
tugas dan memberikan semangat.

Tentu saja buku ini masih memiliki banyak


kekurangan. Maka dari itu kami mohon saran agar
menjadikan kami lebih baik lagi kedepanya.

Penyusun

1|ZerosicksUntukK3LH
Daftar Isi
KATA PENGANTAR.....................................................1
Daftar Isi.......................................................................2
ZEROSICKS MAPPING................................................4
INFO GRAPHICS..........................................................5
Hazard..........................................................................6
A. Pengertian Hazard............................................6
B. Berdasarkan faktor penyebabnya..................15
Environment...............................................................18
A. Pengertian Environment.................................18
B. Ergonomic Checkpoint...................................20
Risk.............................................................................35
A. Pengertian Resiko...........................................35
Observation................................................................40
A. Pengertian Pengamatan.................................40
Implementation..........................................................42
A. Pengertian.......................................................42
B. KISS43
Culture, Climate, and Control...................................44
A. Culture, Climate, and Control.........................44
B. Contoh.............................................................46
Knowledge.................................................................48
A. Pengertian Knowledge...................................48
Standard.....................................................................50
A. Undang undang k3..........................................50
B. Keputusan mentri...........................................51
C. Kebijakan Pemerintah.....................................52
D. ISO9001 & 14001.............................................52
DAFTAR PUSTAKA....................................................56
ZEROSICKS MAPPING
INFO GRAPHICS
Hazard
(potensi bahaya)

A. Pengertian Hazard

Gambar Illustrasi
Hazard Sign
Hazard merupakan istilah yang memiliki arti
bahaya, dalam konteks K3 makan kita dapat
mengartikan hazard sebagai segala sesuatu yang
dapat menjadi sumber bahaya baik dari situasi
maupun aktivitas yang dapat menimbulkan potensi
kecelakaan kerja (luka, cidera, patah tulang dll)
maupun penyakit akibat kerja (PAK). (definisi
berdasarkan OHSAS 18001:2007).

a. Bahaya Fisik (Physical Hazard)


Gambar
Illustrasi
Bahaya Fisik
Bahaya fisik adalah potensi bahaya di area fisik.
Contoh bahaya fisik meliputi: panas (panas suhu
udara, panas mesin, radiasi termal, ledakan),
dinamika (putaran motor, roda gigi, alat
pemotong), polusi, dan suara keras.Bahaya
Kimia (Chemical Hazard)
Gambar Illustrasi
Chemical Hazard
Sign
Bahaya kimia adalah bahaya yang disebabkan
oleh zat kimia, zat kimia ini bisa berupa gas,
cairan dan padatan yang berbahaya bagi tubuh
manusia, seperti asam sulfat korosif, zat
radioaktif yang menyebabkan radiasi, minyak,
dan limbah B3 (limbah elektrolitik, limbah). Pabrik
kimia), gas buang berbahaya dan mencemari
tempat itu.Bahaya Biologis (Biological Hazard)
Gambar Illustrasi
Biological
Hazard
Bahaya biologis merujuk pada bahaya potensial
yang dapat disebabkan oleh organisme,
termasuk organisme besar seperti kehidupan liar,
dan mikroorganisme (seperti virus atau bakteri)
yang dapat menyebabkan masalah kesehatan,
penyakit, cedera atau bahkan kematian.

10 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
b. Point Ergonomis (Ergonomic)
Poin utama ergonomi adalah potensi bahaya
yang disebabkan oleh ketidakselarasan desain
tempat kerja dan kondisi pekerja, seperti: posisi
kerja yang salah (duduk, berdiri), ukuran pahat,
desain posisi (lokasi peralatan, desain ruang),
Sistem kerja dan metode kerja.

Gambar Illustrasi
Contoh Penggunaan Tangga yang Salah
2. Occupational Safety Hazard (OSH)

11 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
OSH merupakan potensi bahaya yang terdapat di
tempat kerja yang mengakibatkan terjadinya incident,
injury, cacat, gangguan proses, keruskan alat bagi
pekerja maupun proses kerja. Kelompok OSH terdiri
dari:
a. Bahaya Mekanik (Mechanical Hazard)

Gambar Illustrasi
Mechanical Hazard
merupakan potensi bahaya yang berasal dari
benda yang bergerak maupun proses yang
melibatkan pergerakan yang dapat
menyebabkan h seperti benturan, terpotong,
tertusuk, tersayat, tergores, jatuh, terjepit.
b. Bahaya Kimia (Chemical Hazard)
Gambar Illustrasi
Chemical Hazard
Chemical hazard merupakan potensi bahaya
yang berasal dari bahan kimia dalam bentuk
gas, cair dan padat yang mempunyai sifat
mudah terbakar, mudah meledak dan korosif.
c. Bahaya Elektrik (Electrical Hazard)

Gambar Illustrasi
Electrical Hazard
merupakan potensi bahaya yang berasal dari
arus listrik, seperti arus kuat, arus lemah, listrik
statis, elektron bebas.
d. Bahaya Psikologis (Psychological Hazard) 184 /
Bahaya psikologis adalah bahaya potensial yang
terkait dengan psikologi sosial dan poin-poin
organisasi di tempat kerja, yang dapat
memengaruhi kesehatan fisik dan mental pekerja.

Gambar Illustrasi
Stress Akibat Bahaya Psikologi
misalnya pola kerja yang tidak teratur, waktu
kerja yang diluar waktu normal, beban kerja yang
melebihi kapasitas mental, tugas yang tidak
bervariasi, suasana tempat kerja yang terpisah
atau terlalu ramai.
B. Berdasarkan faktor penyebabnya, hazard
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: faktor manusia,
faktor luar dan sistem manajemen.
1. Faktor Manusia, merupakan potensi bahaya yang
disebabkan oleh manasia pekerja, seperti: human
factor (perilaku, keadaan fisik, mental), human error.

Gambar Illustrasi
Human Error
2. Faktor Luar, adalah potensi bahaya yang disebabkan
oleh keadaan tempat sekitar, seperti: sarana
transportasi, cuaca, bencana alam (badai, banjir,
tanah longsor, petir).
Gambar Illustrasi
Longsor Adalah Faktor Bahaya Luar
3. Sistem Manajemen, adalah potensi bahaya yang
disebabkan oleh penerapan sistem manajemen di
tempat kerja, seperti:
a. Faktor penguat, misalnya: pemberian hadiah,
pemberian pujian, acungan jempol.
b. Faktor kemungkinan, misalnya: sarana yang
memadai (adanya peralatan K3 yang cukup,
adanya bagian yang mengurusi K3), prasarana
yang memadai (adanya biaya untuk development
K3, adanya kemampuan untuk mengembangkan
K3).
c. Faktor mempengaruhi, misalnya sifat dari setiap
individu untuk menpercayai/sugesti kepada
rekannya yang berbeda-beda.
Environment

(Tempat)

A. Pengertian Environment

Gambar Illustrasi
Tempat Kerja
Lingkungan juga bisa disebut tempat, termasuk keadaan alami,
air, tanah atau udara. Lingkungan fisik di sekitar kita disebut
tempat kerja fisik. Tempat kerja fisik secara langsung atau tidak
langsung mempengaruhi siswa. Tempat pengaruh langsung
termasuk meja, kursi, papan tulis atau area kerja. Dan tempat
yang tidak bisa terpengaruh
Secara langsung mencakup pencahayaan, suhu udara,
kelembaban udara, kebisingan, dan sirkulasi udara. Kondisi
tempat ini memiliki pengaruh besar terhadap hasil karya siswa.
Kondisi penempatan yang baik akan mendukung hasil kerja
terbaik dan sebaliknya. Kondisi penempatan yang buruk akan
menyebabkan hasil yang buruk dan pekerjaan lambat.
Saat melakukan pengamatan, seseorang harus memperhatikan
kondisi tempat yang dapat menyebabkan bahaya (hazard). Dapat
berupa pendingin ruangan, kondisi ruangan, kondisi lantai, dan
ketersediaan alat pelindung diri. Status posisi dapat diidentifikasi
melalui pos pemeriksaan ergonomis.
B. Ergonomic Checkpoint

Gambar Illustrasi
Terdapat Aplikasi Ponsel Untuk Melihat Ergonomic
Checkpoint
Menurut Pulat (1992), ergonomi merupakan kajian
terhadap interaksi antara manusia dan objek yang digunakan dan
lingkungan mereka berfungsi. Woodside dan Kocurek (1997)
mendefinisikan ergonomic sebagai kajian yang integral antara
pekerja, pekerjaan, alat, tempat dan lingkungan kerja, yaitu
lingkungan dimana pekerja dapat melakukan pekerjaan dengan
aman dan nyaman. K.Ima dan Eko Prianto (2017:124)

20 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
mengungkapkan ergonomic sebagai cara mengenali kondisi
lingkungan sekitar (alam, udara, air, tanah) yang menimbulkan
nilai ambang batas.
A. Nilai Ambang Batas (NAB)
keputusan mentri tenaga kerja RI Nomor : Kep-
51/Men/1999 Tentang Nilai Ambang Batas (NAB)
mengatakan bahwa NAB merupakan standar faktor tempat
kerja yang dapat diterima tempat kerja tanpa mengakibatkan
penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-
hari untuk waktu yang tidak melebihi 8 jam sehari atau 40
jam seminggu. Ketetapan NAB menurut keputusan mentri
tenaga kerja RI Nomor: Kep-51/Men/1999 meliputi:
NAB Nilai
2
Getaran Alat 4 m/s
Radiasi Sinar Ultra Ungu 0,1 µW/cm2
faktor fisika Dilakukan sesuai dengan
perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
Nilai Ambang Batas Kebisingan
Waktu Pemejanan per Intesitas kebisingan dalam
hari dB A
8 85
4 88
2 Jam 91
1 94

30 97
21 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
15 100
7,5 103
3,75 Menit 106
1,88 109
0,94 112

28,12 115
14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 Detik 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
Catatan: Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB A,
walaupun sesaat.
Tabel : Nilai Ambang Batas
Sumber: keputusan mentri tenaga kerja RI Nomor: Kep-
51/Men/1999

B. Pendekatan Ergonomi
Pengenalan lingkungan atau Environment dapat
menjadi dasar sumber bahaya, Sumber bahaya yang di
22 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
ketahui dapat disusun untuk menjadi program pelindungan
lingkungan (Anisa Niti Rahayu, 2016: 50). Sanders dan Mc.
Cormick (1987) berpendapat bahwa ada 3 unsur pendekatan
ergonomi atau Environment, yaitu Fokus, Tujuan dan
Pendekatan.
1. Fokus ergonomi merupakan interaksi manusia dengan
produk, peralatan, fasilitas, prosedur, lingkungan kerja
maupun tempat tinggalnya dimana semua komponen
tersebut atas kapasitas dan keterbatasan
kemampuannya menjadi pertimbangan utama.
2. Ergonomi memiliki 2 tujuan utama yaitu untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam bekerja
yang meliputi dari bagaimana dalam penggunaan alat
dengan nyaman sehingga dapat mengurangi kesalahan
dan meningkatkan produksi. Kemudian tujuan ergonomi
selanjutnya yaitu untuk mengembangkan keselamatan
dengan mengurangi kelelahan dan stress yang di alami
pekerja sehingga dapat meningkatkan rasa kepuasan
kerja yang dapat meningkatkan kualitas hidup pekerja.
3. Pendekatan ergonomi dapat dilakukan secara sistematis
dalam mengaplikasikan informasi secara relevan
tentang kapasitas, keterbatasan, karakteristik, tingkah
laku manusia serta motivasi dalam mendesain prosedur
dan lingkungan yang digunakan.

Dari pernyataan di atas, maka dapat kita simpulkan


23 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
bahwa ergonomi merupakan ilmu yang secara sistematis
dengan memanfaatkan informasi mengenai sifat,
kemampuan, keterbatasan dan karakteristik manusia dalam
mendesain alat kerja, prosedur kerja serta lingkungan kerja
agar menjadi aman, nyaman dan produktif.
Arti nyaman sendiri jika dikaji dalam KBBI memiliki
makna segar, sehat dan badan terasa enak. Dengan
demikian dapat di simpulkan alat dan lingkungan yang
nyaman adalah alat yang memungkinkan para pekerja
merasa segar, sehat dan enak badan ketika
menggunakannya di lingkungan kerja. Berdasarkan
pernyataan tersebut, makan perasaan nyaman merupakan
perasaan yang subyektif dimana setiap orang akan memiliki
standar kenyamanan yang berbeda sehingga cukup sulit
untuk di ukur secara skala. Namun menurut Suma’mur
(1992) rasa nyaman dapat diukur dengan perasaan yang
tidak nyaman. Maksudnya yaitu seorang atasan dapat
mengetahui pekerjanya merasa nyaman atau tidak dengan
mendengarkan keluhan yang di rasakan para pekerjanya.
Semakin banyak keluhan yang membuat pekerja merasa
sakit seperti mengeluh sakit pinggang, pegal, nyeri dan
lainnya ketika menggunakan alat kerja tersebut maka dapat
diartikan bahwa alat yang digunakan membuat pekerja
merasa tidak nyaman sehingga para atasan bisa
mengantisipasi terjadinya kecelakaan kerja dengan

24 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
memperbaiki ergonomi alat yang digunakan tersebut sampai
pekerja tidak merasakan keluhan sakit ketika menggunakan
alat dan dapat dinyatakan pekerja sudah nyaman. OSH
(2002) berpendapat bahwa bagian tubuh pekerja yang
kemungkinan merasakan ketidaknyamanan saat bekerja
antara lain:
1. Leher 7. Jari
2. Pundak atau bahu 8. Paha
3. Lengan atas 9. Lutut
4. Siku 10. Tungkai Kaki
5. Lengan 11. Punggung
6. Tangan/pergelangan tangan 12. Punggung bawah

C. Hubungan Manusia-Mesin
Revolusi industri 4.0 yang di rasakan sekarang
menghadirkan berbagai macam bentuk mesin Industri yang
canggih dimana beberapa mesin bisa menggantikan
pekerjaan yang biasa dilakukan oleh manusia. Walaupun
demikian, untuk pengoperasian dan monitoring mesin
tersebut tentu masih menggunakan tenaga manusia
sehingga terbentuklah istilah hubungan antara mesin-
manusia. Sander dan MC.Cormick (1987), Pulat (1992), dan
Wignjosoebroto (2000) mengelompokkan hubungan manusia-
mesin menjadi 3 kelompok, yaitu :

25 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
1. Sistem Manual, pada sistem ini input akan langsung
menjadi output sedangkan tenaga manusia
berfungsi sebagai pengendali operasi.
2. Sistem Mekanik, sistem ini juga disebut semi
otomatis dimana hampir semua fungi dilakukan oleh
mesin, mesin beroperasi dengan tenaga manusia.
3. Sistem otomatis, pada sistem ini mesin mampu
melakukan semua fungsi dengan sesor-sensor,
manusia berfungsi sebagai monitoring, memasukan
data dan membuat atau merobah program.

D. Anthropometri
Hubungan antara manusia dengan mesin yang
melakukan interaksi tentunya harus dipertimbangkan alat
mesin tersebut dengan kontur tubuh pekerja agar pekerja
yang menggunakan alat tersebut merasa nyaman sehingga
meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja. Penyesuaian
ukuran manusia dengan alat kerja disebut dengan istilah
Anthropometri. Menurut hughes (2002) Anthropometri
merupakan ilmu mengukur dan mengkoleksi data karakteristik
fisik dan aplikasinya untuk desain dan evaluasi sistem,
peralatan, produk manufaktur, fasilitas dan lingkungan
manusia. Wignjosoebroto (2000) menyatakan faktor yang
dapat mempengaruhi tubuh manusia yaitu:

26 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
1. Usia, tubuh manusia akan relatif berkembang dalam
rentang umur 0-20 tahun dan akan relatif tetap pada
umur 20-40 tahun kemudian akan menyusut pada umur
40 tahun ke atas.
2. Jenis kelamin, dimensi tubuh manusia juga dipengaruhi
oleh jenis kelamin dimana jenis kelamin laki-laki pada
umumnya cenderung lebih besar dibandingkan
perempuan.
3. Suku bangsa, kebiasaan adat istiadat masing-masing
suku akan mempengaruhi postur tubuhnya.

Penerapan Anthropometri di dunia kerja sangat


membantu untuk mewujudkan sistem ergonomi yang
baik agar mencapai tujuan ergonomi itu sendiri yang
salah satunya yaitu dapat mewujudkan rasa nyaman
pekerja dalam menggunakan alat kerjanya. Namun
dalam penerapan Anthropometri terdapat beberapa
prinsip dasar yang di kemukakan oleh Sanders dan Mc.
Cormick (1987) di antaranya yaitu: (dikutip dari Ima,
2014)
1. Desain untuk individual yang ekstrim

Maksud dari desain ekstrim ini yaitu


menentukan batas maksimal dan minimal dalam
menentukan ukuran atau skala yang akan
digunakan, sebagai contoh dalam mendesain pintu,

27 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
untuk tinggi pintu harus di desain dengan ukuran
melebihi ukuran maksimal individu agar tidak
terbentur, untuk itu pendesain harus menggunakan
data pekerja yang paling tinggi. Begitu juga untuk
peletakan tombol alat, untuk mendesain tata letak
tombol maka data yang harus di perhatikan yaitu
data minimal, makan pendesain harus menyesuaikan
tata letak tinggi tombol tersebut dengan
menggunakan data orang dengan tinggi badan
terendah.
2. Desain untuk rata-rata manusia

Dalam mendesain dengan tinggi rata-rata


manusia berarti dalam pembuatan alat harus
mempunyai data tinggi rata-rata pekerja. Dalam segi
ekonomis, alat dengan desain ini terbilang cukup
murah karena hanya menggunakan ukuran rata-rata
manusia. Namun dalam penggunaan alat dengan
prinsip ini memiliki kekurangan dimana akan ada 50
% populasi yang kemungkinan tidak bisa
menggunakannya.
3. Desai yang dapat disetel

Prinsip desain yang dapat disetel merupakan


salah satu bentuk desain yang baik. Desain yang
baik yaitu desain yang dapat disetel dengan baik

28 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
karena dapat mengkoordinir dalam rentang populasi
yang cukup besar. Oleh sebab itu untuk
memproduksi desain seperti ini dibutuhkan biaya
yang mahal.
4. Desain Individual

Prinsip desain individual dibuat dengan


menggunakan data per individu. Desain ini sangat
ideal untuk pembuatan alat yang akan digunakan
secara pribadi, hal tersebut disebabkan karena
hanya akan nyaman digunakan oleh individu itu saja
dan orang lain tidak akan nyaman menggunakannya
kecuali mempunyai ukuran tubuh yang sama
dengan individu yang di ukur dalam pembuatan alat
tersebut.
Dalam pengelompokan anthropometri menurut
beberapa ahli yaitu: pulat (1992), Sanders dan Mc. Cormick
(1987), Woodside dan Kucurek (1997), Hughes (2002) dapat
deibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Anthropometri statis, pengukuran desain ini dilakukan
saat kondisi bodi manusia tidak bergerak dan dengan
posisi standar naik saat berdiri maupun duduk.
2. Anthopometri dinamis, pengukuran desain dengan
mempertimbangkan saat bodi manusia bergerak untuk
menggunakan alat kerja di lingkungan kerja.

29 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
Berdasarkan dari prinsip dasar dan
pengelompokan anthrometris di atas, dapat kita
aplikasikan dalam berbagai macam hal, seperti
pengukuran saat memproduksi meja kerja, gagang
tangan untuk alat kerja tangan hingga bahkan peletakan
komponen alat kerja. Semua harus di atur dan
disesuaikan dengan analisis ergonomic agar dapat
menciptakan rasa nyaman pada pekerja sehingga dapat
meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja.

30 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
Risk
Resiko

A. Pengertian Resiko
Risk atau resiko kerja merupakan dampak bahaya
yang mungkin saja dapat dialami oleh pekerja ketika
melakukan suatu pekerjaan, bahaya tersebut dapat
berupa kecelakaan yang menimbulkan cidera atau
bahkan penyakit yang dapat di akibatkan oleh
pekerjaan tersebut yang memberikan dampak
kerugian baik secara kesehatan maupun material,
untuk itu suatu industri harus memiliki data material
safety sheet (MSDS) untuk meminimalisir resiko dalam
bidang material.

31 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
Gambar
Illustrasi
Risk

Resiko atau dampak bahaya hanya akan terjadi


jika ada potensi bahaya atau kontak bahaya yang akan
terjadi antara manusia dengan alat atau bahan yang
mengandung bahaya maupun tindakan manusia yang
dapat menyebabkan bahaya. Potensi bahaya tersebut
menurut Tarwaka (2008) merupakan sesuatu yang dapat
menyebabkan terjadinya kerugian, kesakitan, cidera,
kecelakaan atau bahkan kematian yang berhubungan
dengan proses atau sistem kerja.

Gambar Illustrasi

Potensi Bahaya
A. Resiko Dari Potensi Bahaya
Di kutip dari buku K3 FT UNY oleh Ima (2014)
Potensi bahaya secara umum dapat dikelompokkan sebagai
32 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
berikut:
Potensi Bahaya Sumber bahaya
Hazardous Substances Bahan-bahan bahaya
Pressure Hazards Tekanan Udara
Thermal Hazards Udara Panas
Electrical Hazards Kelistrikan
Mechanical Hazards Alat mekanik
Gravitational and Gravitas dan kecepatan
Acceleration Hazards
Radiation Hazards Radiasi
Microbiological Hazards Microbiologi
Vibration and Noise Kebisingan dan getaran
Hazards
alat
Hazards relating to human Faktor Erginomi
Factors
Enviromental Hazards Lingkungan Kerja
Tabel : Potensi Bahaya
1. Bahaya Mekanis

Bahaya mekanis bersumber dari benda mekanik


yang bergerak, seperti melakukan gerakan memukul,
memotong, menggiling, memutar dan lain sebagainya.
Contoh alat mekanik yaitu gerinda, bubut, mesin potong,
mesin press dll. Resiko yang dapat terjadi ketika
mengoperasikan atau berada di dekat alat mekanik
dengan jarak yang tidak aman yaitu terpotong, tersayat,
terpukul, terjepit, terkelupas, dan cidera lainnya.
2. Bahaya Listrik

Bahaya listrik bersumber dari tenaga listrik yang

33 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
dapat berasal dari peralatan listrik yang digunakan oleh
pekerja maupun jaringan listrik. Resiko yang dapat
terjadi dari bahaya listrik yaitu kebakaran, sengatan
listrik dan hubung singkat.
3. Bahaya Kimia

Bahaya kimia tergantung kepada karakteristik


atau sifat bahan kimia tersebut seperti bahan yang
mudah terbakar, meledak, beracun, radiasi dan lainnya.
Resiko yang dapat terjadi antara lain kebakaran,
ledakan, gangguan metabolisme, iritasi, kelainan genetik
dan penyakit yang dapat disebabkan oleh sifat bahan
kimia.
4. Bahaya fisis

bahaya fisis dapat berasal dari kebisingan,


getaran, suhu panas atau dingin, cahaya atau
penerangan dan radiasi radio aktif, radiasi sinar
ultraviolet dan infra merah. Resiko yang mungkin dapat
terjadi yaitu kelainan genetik akibat radiasi radio aktif,
gangguan penglihatan, penyakit lain yang dapat
disebabkan oleh getaran, kebisingan dan lainnya.

5. Bahaya biologis

Bahaya biologis yang terdapat di lingkungan


kerja mulai dari hewan microba seperti bakteri, virus
34 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
maupun tumbuhan seperti jamur dan lainnya. Resiko
yang dapat terjadi antara lain penyakit yang di akibatkan
oleh hewan maupun tumbuhan tersebut seperti tetanus,
hepatitis dll.
B. Identifikasi Bahaya

Ramli (2009) berpendapat bahwa teknik identifikasi


bahaya dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti
dengan melakukan teknik pasif, teknik semi proaktif, teknik
pro aktif.
1. Teknik Pasif, teknik yang mengenali bahaya dengan
mengalaminya secara langsung yang memiliki resiko
yang besar, contoh seperti menyimpan bom di sebuah
pabrik yang dapat meledak kapan saja.
2. Teknik semi Proaktif, mengenali bahaya melalui
pengalaman orang lain yang pernah mengalami atau
memiliki pengalaman terkait bahaya tersebut. Teknik ini
di nilai kurang efektif dikarenakan tidak semua bahaya
dapat dikenali dan diketahui, tidak semua kejadian di
laporkan atau di informasikan kepada orang lain dan
kecelakaan tersebut telah terjadi yang dapat
menimbulkan kerugian.
3. Teknik Proaktif, teknik proaktif dinilai sebagai teknik
penanggulangan bahaya yang sangat efektif, hal
tersebut disebabkan bahwa teknik proaktif merupakan
teknik yang mengidentifikasi bahaya sebelum bahaya itu
35 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
terjadi yang dapat menimbulkan dampak kerugian.
Kelebihan teknik ini diantaranya:
 Bersifat preventif.
 Dapat memberikan peningkatan yang berlanjut
dengan mengenali bahaya-bahaya yang dapat
terjadi.
 Meningkatkan kepedulian.
 Mencegah pemborosan.

C. Pengendalian Resiko

Bahaya yang sudah di identifikasi melalui teknik


tersebut maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan
yaitu melakukan pencegahan dari dampak bahaya tersebut
atau disebut dengan istilah pengendalian resiko. Menurut
Ima (2014) upaya dalam pengendalian resiko dapat
dilakukan dengan pendekkan hirarki pengendalian
(Hirarchy of Control). Hirarki pengendalian merupakan suatu
urutan dalam pencegahan dan pengendalian resiko yang
mungkin timbul dan memiliki tingkatan secara berurutan.
Ada 2 pendekatan dalam hirarki pengendalian:
1. Pendekatan Long Term Gain. Pendekatan ini
berorientasi dalam jangka waktu panjang dan bersifat
permanen.

36 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
2. Pendekatan Short Term Gain. Pendekkan ini
berorientasi dalam jangka waktu pendek dan bersifat
temporary atau sementara.

Menurut Ima (2014) urutan hirarki pengendalian


resiko dalam upaya pencegahan memiliki tingkatan-
tingkatan, diantara tingkatan tersebut yaitu:
1. Eliminasi

Eliminasi merupakan cara pengendalian resiko


yang akan bersifat permanen sehingga harus dicoba
dan di terapkan prioritas utamanya. Eliminasi dapat
dilakukan dengan memindahkan atau menghilangkan
potensi bahaya dengan mempertimbangkan NAB dan
peraturan baku K3. Dengan menerapkan eliminasi maka
akan menghilangkan potensi bahaya sehingga cara
eliminasi merupakan salah satu cara yang terbaik.
2. Substitusi

Substitusi dapat dilakukan dengan menggantikan


bahan atau peralatan yang memiliki tingkat bahaya
tinggi dengan alat atau bahan yang memiliki tingkat
bahaya yang rendah tanpa mengurangi fungsi dari alat
tersebut. Pada tingkatan substitusi masih akan
menimbulkan resiko namun resiko yang timbul akan
berkurang dari sebelumnya.
3. Rekayasa Teknik
37 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
Rekayasa mekanik dilakukan dengan cara
pemberian pengaman pada mesin atau alat, penutup
ban berjalan atau konveyor, pembuatan struktur pondasi
mesin dengan beton cor, pemberian alat bantu mekanik,
pemberian peredam suara pada dinding ruangan mesin
yang mengeluarkan kebisingan tinggi. Hal tersebut
bertujuan agar pekerja tidak terpapar langsung dengan
sember bahaya.
4. Isolasi

Isolasi akan memungkinkan pekerja akan


terpisah dengan sumber bahaya, maksudnya ialah
pekerja mengkontrol mesin melalui ruang kontrol
khusus, artinya ruang mesin dengan pusat kontrol
berada di ruangan yang berbeda. Dengan cara ini
pekerja tetap bisa melakukan pekerjaan tanpa harus
berkontak langsung atau berdekatan dengan sumber
bahaya.
5. Pengendalian Administrasi

Metode ini dilakukan dengan cara menerima


tenaga kerja sesuai dengan ergonomi alat yang
digunakan yaitu dengan memberikan persyaratan ketika
melakukan penerimaan tenaga kerja baru seperti syarat
jenis kelamin, tinggi badan, berat, memiliki kemampuan
dalam hal yang dibutuhkan. Kemudian manajemen juga

38 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
harus mengatur waktu kerja dan waktu istirahat pekerja,
rotasi kerja untuk mengurangi tingkat kebosanan,
penerapan prosedur kerja, pengaturan ulang jadwal
kerja serta melakukan pelatihan keahlian dan pelatihan
K3.
6. Alat pelindung diri

Alat pelindung diri berfungsi untuk melindungi


tubuh pekerja dari paparan sumber bahaya secara
langsung. Penggunaan dan perawatan alat pelindung
diri harus benar dan sesuai prosedur agar fungsinya
tercapai dengan baik.

Ilustrasi Gambar
APD
Langkah-langkah dalam melakukan pengendalian
resiko harus dilakukan dengan baik dan benar agar dapat
menghilangkan, mengendalikan mengamankan sumber-
sumber bahaya maupun gejalanya yang dapat
menimbulkan bahaya. Menurut ima (2014), langkah yang
39 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
baik dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Melalui peraturan undang-undang, salah satu uu
yang mengatur keselamatan dan kesehatan kerja di
Indonesia yaitu UU No.1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
2. Melakukan standarisasi.
3. Melakukan inspeksi atau pemeriksaan.
4. Riset teknis.
5. Riset medis
6. Riset Psikologis.
7. Riset statistik
8. Pendidikan.
9. Pelatihan.
10. Persuasi.
11. Asuransi.
12. Implementasi.
13. Teknis.
14. Administrasi.
15. Supervisi.
16. Kontrol pekerjaan.
17. Budaya dan motivasi karyawan.
18. Melakukan pencegahan kecelakaan.
19. Menanggulangi kecelakaan.

Semua langkah-langkah tersebut akan berjalan


dengan baik dan dapat terwujud jika memiliki prosedur
40 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
dan standar K3 yang dilakukan secara disiplin di
lingkungan kerja.

41 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
Observation
Pengamatan

Gambar
Illustrasi
Pengamatan
Observasi dilakukan dengan mengamati tingkat resiko
bahaya yang dapat berdampak terhadap lingkungan, peralatan
kerja atau mesin-mesin yang bekerja dengan menggunakan
analisa 5W+1H. (Ima dan Eko, 2016).
A. Analisis 5W+1H

42 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
Bagian yang perlu dilakukan pengamatan meliputi
para pekerja dan lingkungan kerjanya terkait prosedur-
prosedur yang telah diterapkan. Apakah dengan adanya
prosedur tersebut dapat menurunkan tingkat kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja? Bagaimana menerapkan
kedisiplinan pekerja dalam melakukan pekerjaan sesuai
prosedur? Dimanakah tempat yang memiliki potensi
kecelakaan kerja tertinggi? Kapankah seharusnya prosedur
digunakan? Mengapa perlunya diterapkan prosedur
tersebut?

Gambar ilustrasi
Observasi
B. Pengamatan Karyawan
Hal yang perlu diamati dari pekerja atau karyawan
lebih mengenai terhadap kepribadian karyawan dalam
melakukan pekerjaan. Mulai dari bagaimana tingkat
kedisiplinan pekerja, kualitas atau kemampuan pekerja,
kecerdasan atau IQ pekerja, bakat dan minat pekerja,
43 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
mindset pekerja dalam melakukan pekerjaan, serta budaya
pekerja dalam melakukan pekerjaan. Dengan mengamati
semua hal tersebut, maka seorang manajer dapat
mempertimbangkan posisi atau bagian pekerjaan yang
harus di kerjaan oleh pekerja atau mengatur job kerja yang
lebih cocok dikerjakan oleh pekerja tersebut, kemudian
mengatur waktu kerja agar pekerja tidak merasa jenuh
dengan job yang dia kerjakan secara terus menerus. Jika
semua itu dilakukan, makan pekerja akan melakukan
pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahliannya serta
minat dan bakatnya sehingga di harapkan pekerja dapat
melakukan pekerjaan dengan senang hati dan akan
mengurangi tingkat resiko bahaya di sebabkan pekerja
memang senang melakukan pekerjaanya dan dia-pun akan
berhati-hati dalam bekerja. Jika tingkat resiko bahaya kecil
maka kemungkinan kecelakaan kerja yang ditimbulkan oleh
kesalahan pekerja juga akan menjadi kecil.

C. Pengamatan Prosedur

Ada banyak prosedur yang dapat diterapkan dalam


sebuah industri, namun tidak semua prosedur dapat
dilaksanakan pada setiap industry. Dalam memilih dan
menerapkan prosedur harus dilakukan pengamatan terlebih
dahulu, hal yang perlu di amati dan dipertimbangkan meliputi
44 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
persyaratan terhadap prosedur dan kecocokan prosedur
terhadap hal yang dikerjakan dan di produksi oleh suatu
industri.

Gambar Ilustrasi
Prosedur

45 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
Solution
Solution (solusi) merupakan metode dalam
Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk mencari
solusi pencegahan dari setiap bahaya risiko yang
akan dialami dalam setiap pekerjaan. Solusi diambil
untuk mendapatkan jalan keluar yang efektif dan
efisien sehingga dapat mengurangi risiko kecelakaan
dengan tepat.
Menurut Ima dan Eko (2016),
mengungkapkan bahwa solusi merupakan langkah
untuk menemukan alternatif solusi dengan prinsip
SMART (specifics, measruable, action, realistic,
time). Maksudnya, solusi tersebut harus spesifik pada
bidang tertentu, terukur sasaran dan targetnya, dapat
dilakukan dengan tindakan nyata, tindakan tersebut
dapat direalisasikan, dan memiliki efektivitas waktu
serta dapat dilakukan secara berkala.
Implementation

A. Pengertian
Implementation (implementasi), merupakan
metode dimana menerapkan pada lapangan
bagaimana menangani kasus-kasus K3 di dalam
pekerjaan lapangan. Di Indonesia, K3 juga
diperingati sebagai Bulan K3 Nasional setiap
tahunnya pada tanggal 12 Januari – 12 Februari.
Hal ini digunakan untuk selalu
mengimplementasikan K3 disetiap pekerjaan
sekecil apapun pekerjaan tersebut.

B. KISS
Perwujudan Zerosicks yaitu Koordinasi, Integrasi,
Sinkron, Sinergi, dan Simpel. Kesehatan dan
keselamatan kerja dilaksanakan dengan
melakukan perwujudan pada lingkungan kerja.
KISS ini sebagai sebuah acuan. Setelah
menemukan solusi pada permasalahan yang kita
jumpai di lapangan, tentu kita akan
menerapkan/mengperwujudkan solusi tersebut.
Namun sebelum mengperwujudankan, solusi
tersebut kita kembali lagi ke metode KISSS, untuk
30 mencocokan/menyesuaikan apakah solusi
tersebut sudah sesuai dengan yang dibutuhkan.
Mulai dari pengkoordinasian pada solusi tersebut
dengan masalah/kendala yang dihadapi,
bagaimana pengintegrasian solusi tersebut, solusi
tersebut sudah sinkron atau belum dengan
kendala yang dihadapi, sinergis tidaknya solusi
tersebut, dan terakhir tentunya simple atau mudah
diterapkan.
Culture, Climate, and Control

Keselamatan dan Kesehatan Kerja


merupakan suatu hal yang baik dan dapat dimulai
dari hal-hal yang kecil. Dari hal kecil tersebut dapat
menjadi hal yang besar jika dilakukan pembiasaan.
Dalam hal ini K3 tidak akan serta merta langsung
tertanam pada seseorang, namun terdapat yang
namanya pembiasaan, pembudayaan, dan
pengendalian agar tercapai dengan baik dan sukses.
A. Culture (Budaya)
Budaya dalam K3 berarti bahwa dalam
penerapan K3, pekerja harus selalu dibekali dengan
pembudayaan K3. Dengan diterapkannya
pembudayaan K3, diharapkan pekerja semakin tertib
melaksanakan K3 di dalam pekerjaannya. Jika semua
pekerja mampu membudayakan K3, maka akan terjadi
tingkat produktifitas yang tinggi karena minimnya nilai
kecelakaan kerja karena kurang pemahaman akan K3.
Dalam budaya K3 terdapat 3 tingkatan, yaitu:
1. Pathological, tahap ini merupakan pemahaman
pada tingkat paling rendah, karena melaksanakan
K3 hanya berdasarkan karena undang-undang atau
peraturan, namun apabila tidak dipantau maka tidak
menggunakan K3
2. Reactive, tahap ini sudah memiliki kesadaran K3,
namun kesadaran yang dimiliki timbul setelah
terjadi kecelakaan yang fatal. Jika sudah terjadi
kecelakaan baru muncul rasa kesadaran tersebut.
3. Calculative, tahap ini lebih tinggi karena K3 sudah
dihitung dan sudah melakukan pencegahan
sebelum terjadi. Seminar-seminar, penyuluhan
dilakukan, dan sudah banyak memiliki alat untuk
mencegah bahaya yang terjadi. Namun, K3 masih
dianggap sebagai pendamping kerja saja dan untuk
memenuhi survey atau data perusahaan.
4. Proactive, merupakan tahap sudah memiliki
kesadaran tentang pekerja dan pekerjaannya. Hal
yang berkaitan dengan K3 di bidangnya ditangani
dengan baik, pelaksanaannya juga sudah
terkoordinasi dengan baik.
5. Generatif, yaitu tahap paling tinggi dimana sudah
menganggap K3 sebagai SOP yang harus ada di
dalam setiap pekerjaan. Pekerja, manajer, maupun
pimpinan menyadari bahwa K3 juga merupakan
sebuah metode bekerja untuk meraih tujuan yang
dimiliki.
Gambar Ilustrasi
Tingkat Budaya K3
Contoh yang dapat diambil dari bengkel
kelistrikan di Universitas Negeri Yogyakarta yaitu
membaca SOP pekerjaan dan memakai APD yang
standard dan sesuai dengan pekerjaan. Sedangkan
contoh yang dapat diambil di SMK terkait budaya K3
adalah ketika sebelum melakukan pekerjaan memakai
APD terlebih dahulu, lalu membaca rincian pekerjaan
yang akan dilakukan dan membaca SOP, lalu
melakukan pekerjaan dengan teliti dan hati-hati.
B. Climate (Iklim)
Climate (iklim) merupakan situasi kerja dimana
jadwal pekerja bekerja sesuai dengan suhu
kelembaban dan kondisi mesin. Yang dimaksud
adalah ketika pekerja tersebut masuk pada jadwal
kerja siang, maka suhu ruangan harus sesuai dengan
jenis pekerjaannya, karena jika terlalu dingin akan
mengakibatkan pekerja tidak dapat bekerja dengan
baik, apabila terlalu panas maka pekerja juga tidak
dapat bekerja dengan baik dan mesin dalam keadaan
yang tidak prima. Kelembaban udara juga berperan
penting karena ketika kelembaban terlalu tinggi maka
akan mengganggu pekerja dan juga mesin yang
digunakan. Lalu kemampuan mesin yang digunakan
juga harus diperhatikan karena apabila tersedia
pekerja namun mesin tidak mampu melakukan
pekerjaan maka akan merugikan perusahaan karena
bisa saja jika dipaksakan beroperasi akan melukai
pekerja dan mesin itu sendiri akan rusak.
Gambar ilustrasi
Suhu tinggi mengakibatkan mesin cepat rusak
Contoh penerapan iklim kerja di bengkel
kelistrikan Universitas Negeri Yogyakarta yaitu dengan
memberikan ventilasi dan penerangan yang cukup
untuk bengkel mekanik yang menggunakan tenaga
besar dan mesin yang menghasilkan panas lebih.
Selain itu juga memberikan AC (Air Conditioner) yang
diatur suhunya agar optimum pada peralatan
komputer, pneumatik, dan sistem mikrokontroller.
Contoh penerapan iklim kerja di SMK hampir
sama dengan bengkel di UNY, karena secara garis
besar iklim kerja harus disesuaikan dengan jenis
pekerjaan dan peralatan yang digunakan. Sedangkan
di SMK kelistrikan peralatan yang digunakan tidak jauh
berbeda dengan di UNY.
C. Control (Pengendalian / Kontrol)
Pada pengendalian ini yang dimaksud yaitu
dengan melakukan pengendalian terhadap proses
produksi yang sedang berlangsung agar sesuai
dengan target yang ditentukan dan bahan baku yang
digunakan cukup. Target yang ingin dicapai harus
menjadi tujuan utama dan tidak boleh menjauh dari
target. Bahan baku yang digunakan juga harus
dikontrol karena tidak boleh terlalu boros, juga dalam
produk juga harus sesuai dengan perhitungan bahan
baku.
Contoh penerapan di Universitas Negeri
Yogyakarta adalah dengan melakukan pengendalian
terhadap mesin yang digunakan, lalu melakukan
perawatan peralatan, selain itu juga memonitor setiap
bahan baku yang dikeluarkan harus sesuai dengan
target yaitu membuat mahasiswa mejadi terampil.
Contoh penerapan di SMK adalah dengan
memonitor setiap bahan baku yang diberikan ke siswa
untuk pembelajaran siswa dan bukan untuk
kepentingan yang lain. Selain itu juga harus pas, tidak
boleh terjadi pemborosan bahan baku.

D. Pembiasaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Dalam pembiasaan K3 tidak secara instan
langsung terjadi. Pasti terdapat proses pembiasaan
yang terjadi di dalamnya. Berikut beberapa tips yang
diperoleh dari buku dan juga pengalaman di SMK
maupun di Universitas Negeri Yogyakarta untuk
proses pembiasaan K3:
1. Mengenali APD yang digunakan
2. Sosialisasi Pentingnya APD
3. Pengecekan kelengkapan APD sebelum bekerja
4. Pengecekan mesin dan kondisi tubuh sebelum
bekerja
5. Ada poster tentang pentingnya K3
6. Ada sanksi untuk yang melanggar K3

Hal diatas dapat dilakukan untuk membiasakan


diri patuh terhadap K3. Jika dilakukan dengan
konsisten dan secara kontinu maka akan tercipta
kondisi kerja yang patuh akan K3.
Knowledge

Gambar
Illustrasi
Knowledge
Knowledge (pengetahuan) merupakan sebuah ilmu
yang digunakan untuk menambah wawasan yang akan
digunakan untuk keperluan riset agar dapat membuat
tindakan yang lebih lanjut. Pengetahuan perlu
dikembangkan seiring berjalannya waktu karena teknologi
terus berkembang dan kebutuhan atas K3 terus
berkembang.
Selain itu, pengetahuan atau informasi akan K3 juga
harus selalu disosialisasikan. Hal ini dilakukan dalam
rangka selalu mengingatkan setiap pekerja terhadap
pentingnya K3. Berbagai macam cara untuk memberikan
informasi mengenai K3, diantaranya yaitu:
A. Informasi
Informasi biasanya berupa pengumuman yang
berupa teks maupun gambar yang tertempel di papan
pengumuman. Contohnya yaitu:

Gambar Ilustrasi
Informasi warna keselamatan
B. Promosi
Promosi merupakan informasi yang dapat
diartikan berupa penawaran tentang pentingnya
penggunaan alat K3, sehingga penggunaan APD
ketika praktik lebih baik. Contohnya yaitu:
Gambar Ilustrasi
Promosi Produk K3

C. Edukasi
Edukasi tentang K3, berfungsi untuk memberikan
pengetahuan dan pemahaman tentang K3 di dalam
industri, sehingga pelaksanaan K3 akan lebih baik.
Contohnya:

Gambar Ilustrasi
Seminar K3 Dump Truck
D. Orientasi
Orientasi merupakan proses untuk beradaptasi
dengan lingkungan yang baru. Dalam penerapannya di
K3, adaptasi ini berupa adaptasi di lingkungan yang
memiliki peraturan K3 yang ketat. Contohnya:

Gambar ilustrasi
Penyesuiaan Diri dengan K3 di Lapangan
E. Briefing Talk
Briefing talk merupakan briefing atau rapat
singkat yang dilakukan sebelum melakukan pekerjaan
di suatu sift. Dengan adanya briefing talk ini membuat
pekerja setiap hari selalu memperhatikan K3.
Contohnya yaitu:

Gambar Ilustrasi
Briefing K3 Sebelum Bertugas
Standard

Gambar Illustrasi

Standarisasi

Standarisasi merupakan segala peraturan yang


berkaitan dengan K3, peraturan ini meliputi Undang-
Undang, Keputusan Menteri, ISO, dan lain-lain. Secara
garis besar tingkat yang paling diperhatikan adalah
Undang-undang, Keputusan Menteri, dan ISO.
A. Undang-undang
Undang-undang yang dikeluarkan oleh
pemerintah untuk mengatur K3 adalah;

61 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
1. UU no 1 Tahun 1970, tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Memuat kewajiban yang harus
dilakukan oleh pengelola bengkel dan syarat-syarat
pelaksanaan praktik yang merujuk kepada K3.
2. UU no 23 Tahun 1992, tentang Kesehatan.
3. UU no 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan.
Memuat tentang hal-hal yang harus dipersiapkan
oleh kepala bengkel maupun industri untuk
menunjang keselamatan kerja dari praktikan.

B. Keputusan Menteri
1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor Kep-
51/Men/1999, tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika di tempat Kerja. Keputusan ini mengatur
tentang faktor fisika seperti suhu, intensitas cahaya,
dan lain-lain dalam bengkel.
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor Kep-
187/Men/1999, tentang Pengendalian Bahan Kimia
Berbahaya di tempat kerja. Peraturan ini memuat
tentang bagaimana mengendalikan bahan kimia
berbahaya yang digunakan sehingga tidak merusak
lingkungan.
3. Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993,
tentang Penyakit yang Timbul Akibat Hubungan

62 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
Kerja. Peraturan ini mengatur tentang bagaimana
penyakit yang timbul dan penanganan dalam
hubungan kerja.
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
876/Menkes/SK/IX/VIII/2001, tentang Pedoman
Teknis Analisis Dampak Lingkungan. Peraturan ini
mengatur tentang bagaimana dampak lingkungan
bagi bahan-bahan dan aktivitas di industri.
5. Keputusan Menteri kesehatan Nomor
1217/Menkes/SK/IX/2001, tentang Pedoman
Penanganan Dampak Radiasi. Peraturan ini
mengatur tentang bagaimana penanganan dampak
radiasi dari industri yang menghasilkan radiasi. Baik
nuklir maupun elektromagnetis.
6. Keputusan Menteri kesehatan Nomor
315/Menkes/SK/III/2003, tentang Komite
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sektor
Kesehatan. Peraturan ini mengatur tentang komite
keselamatan dan kesehatan kerja di bagian
kesehatan.

C. ISO (International Organization for


Standardization)
1. ISO 9001, tentang sistem manajemen mutu.
Standard ini apabila dihubungkan dengan K3

63 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
mengatur tentang bagaimana mengatur kualitas
produk dengan baik namun tetap memperhatikan
unsur Keselamatan dan Kesehatan Kerja disana.
ISO 14001, tentang persyaratan manajemen
lingkungan. Jadi standard ini mengatur tentang bagaimana
mengelola dan mengatur lingkungan dengan baik dan
benar. Hal ini dilakukan agar lingkungan tetap lestari.

64 | Z e r o s i c k s U n t u k K 3 L H
DAFTAR PUSTAKA

Anisa Niti rahayu (2016). K3 Laboratorium dan Bengkel Praktik


JPTE FT UNY. UNY: Skripsi.
Australian Standard. (1990). Australian Standard AS 1885.1-1990:
Workplace Injury and Disease Recording Standard.
Dewanti, Nikie dkk. 2018. Faktor Risiko Bahaya Tempat
Kerja dan Lingkungan Rumah pada Kesehatan
Home-based Worker di Kota Semarang. Undip:
Semarang.
Heinrich, HW., Petersen, DC., Roos, NR., Hazlett, S., (1980).
Industrial Accident Prevention: A Safety Management
Approach. NY: McGraw-Hill.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131873963/pengabdian/
ppm-upaya-upaya pencegahan-kebakaran-dan-
gangguan- kelistrikan
Husni, Lalu.(2003). Pengantar Hukum Ketenagakerjaan
Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa
Keman S, Kesehatan Perumahan dan Lingkungan
Pemukiman, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Juli
2005; 2 (1): 29-42
keputusan mentri tenaga kerja RI Nomor : Kep-51/Men/1999
Tentang Nilai Ambang Batas (NAB).
https://toolsfortransformation.net/wp-
content/uploads/2017/05/Kep-Men-Naker-No.51-thn-1999-
ttg-NAB-faktor-Fisika-ditempat-kerja.pdf. Di akses pada
tanggal 20 Juli 2020 pukul 10:38 WIB.
Ketut Ima Ismara & Eko Prianto. (2016). Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Bidang Kelistrikan (Electrical Safety).
Solo: Adimeka.
Ketut Ima Ismara & Eko Prianto. (2017). Bagaimana kah Agagar
Laboraturium dan Bengkel Pendidikan Vokasi Menjadi
Nyaman, Selamat dan Sehat?. Yogyakarta: UNY Press.
Ketut Ima Ismara dan Tim K3 UNY. (2014). Bahan Ajar
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta : FT UNY
Laboratorium Kimia, The National Academic Press,
Washington, DC
Lisa Moran dan Tina Masciangioli, 2010, Keselamatan
dan keamanan
Mukono HJ. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan.
Surabaya: Airlangga University Press, 2000. 155-
157.
Occupational Safety and Health Administration (2002). OSHA
3120: Control of Hazardous Energy Lockout/Tagout.
https://www.osha.gov/Publications/3120.html. Diakses
pada 26 April 2020 pukul 23:43 WIB.
OHSAS 18001. (2007). Sistem Manajemen Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja.
Oktisari, Dila (2020) PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA MATA
PELAJARAN PEKERJAAN DASAR ELEKTROMEKANIK
BERBASIS ANDROID UNTUK SMK NEGERI 2 DEPOK
SLEMAN. S1 thesis, Universitas Negeri Yogyakarta.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/Men/1998
tentangTata Cara Pelaporandan Pemeriksaan Kecelakaan.
https://toolsfortransformation.net/wp-
content/uploads/2017/05/Per-Men-Naker-No.3-thn-1998-
ttg-Tata-Cara-Pelaporan-_-Pemeriksaan-
Kecelakaan_E.pdf. Diakses pada tanggal 26 april 2020
pukul 00:08 WIB.
Ramli,Soehatman. (2009). Pedoman Praktis Manajemen Resiko
dalam Perspektif K3OHS Risk Management. Jakarta:
PT.DianRakyat
Safety sign Indonesia. Fakta Mengejutkan teori Domino Tentang
Kecelakaan kerja.
https://www.safetysign.co.id/news/159/Fakta-Mengejutkan-
Teori-Domino-Heinrich-Tentang-Kecelakaan-Kerja.
Diakses pada tanggal 20 Julil 2020 pukul 11:02 WIB.
Tarwaka. (2008). Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Surakarta:
Harapan Press

Anda mungkin juga menyukai