Anda di halaman 1dari 40

KEGAGALAN GENERASI

MILLENIAL DI ERA DIGI TAL


DAFTAR ISI

DAF TAR ISI


1. Kata Pengantar I

2. Prolog II
3. Kegagalan dalam
Halaman 1
membangun Pola Pikir
4. Kegagalan dalam menggunalan
Halaman 6
media sosial
5. Kegagalan dalam berkerja Halaman 10
6. Kegagalan dalam membangun
Halaman 20
bisnis
7. Kegagalan dalam urusan cinta Halaman 24
8. Referensi Halaman 29

9. Teka Teki Silang Halaman 30


10. Clue Teka Teki Silang Halaman 31
I

Kata Pengantar

P uji syukur kehadirat Allah subhana hu wa ta’ala yang telah


memberikan penulis kesempatan untuk mempersembahkan buku
ini kepada banyak orang khususnya seluruh tim Kampung Digital
ID yang telah mempercayakan penulis untuk menyusun E-Book
ini sebagai hadiah untuk para peserta Lomba Artikel Nasional
Kampung Digital.

Tidak banyak yang bisa penulis sampaikan karena banyak sekali


pihak yang membantu dan mendukung agar E-Book ini selesai
dibuat. Mulai dari keluarga penulis, sahabat dan kolega kerja
penulis.

Harapannya, semoga apa yang penulis sampaikan pada E-Book ini


bisa dijadikan motivasi untuk para pemuda yang sangat ingin
menggapai cita-cita dan tujuannya. Tulisan di dalam buku ini
bukan hanya sekedar menyuruh untuk tidak gagal namun menun-
tun bagaimana caranya agar bisa menjadikan generasi milenial
tidak pantang menyerah dan terus mencoba hingga berhasil.
Mohon maaf apabila masih banyak kekurangan yang ditulis dalam
buku ini karena penulis masih dalam tahap belajar.Semoga
bermanfaat
II

Prolog

“ Kegagalan yang Kualami Belum


-Sebuah kegagalan yang dialami oleh Penulis-
Seberapa”

Dulu waktu aku kecil, ketika ditanya oleh guru apa cita-citanya,
aku menjawab “mau jadi dokter”. Saat itu aku menjawabnya
dengan yakin, karena menurutku menjadi dokter itu sungguh pro-
fesi yang mulia bisa membantu menyembuhkan penyakit banyak
orang.

Beranjak dewasa, banyak sekali hal-hal yang memengaruhiku ter-


utama dari bidang olahraga dan seni. Mama memintaku untuk
masuk ke sekolah negeri hingga aku masuk ke perguruan tinggi
pun dituntut harus masuk ke negeri, alasannya klasik sih, supaya
biaya pendidikannya murah.

Saat SMP hingga SMA aku mencetak banyak prestasi di bidang


olahraga, khususnya basket. Paling tinggi kompetisi tingkat
provinsi. Dulu, aku sangat mengidam-idamkan untuk bisa sampai
ke kompetisi tingkat nasional. Namun, Allah hanya memberikanku
kesempatan sampai tingkat nasional saja. Karena pada saat itu
aku harus fokus ujian nasional.

Fokus ke ujian nasional nyatanya membuatku jenuh. Setidaknya


aku harus menggerakkan badanku, olahraga, jogging dan sema-
camnya. Ku putuskan untuk mencoba dance. Ternyata tidak kalah
menarik dengan bermain basket. Lama kelamaan, aku menjadi
suka dance. Ketika masuk semester pertama kuliah, aku mulai
memberanikan diri untuk ikut kompetisi.
III

Prolog

Sebelumnya sudah pernah tampil ketika acara pensi di SMA


namun saat itu aku tidak terlalu fokus pada dance.

Tahun 2014 aku mencoba membuat sebuah komunitas dance.


Meskipun bukan dance modern, bukan berarti aku menutup mata
pada dance hip hop dan lainnya. Ya, aku bergerak di bidang kpop
dance, sudah ada koreografinya, kita tinggal mencoba menari
sesuai koreografinya alias di cover.

Disinilah aku diperkenalkan dengan kegagalan.

Awal mula menurunkan anak didik ke ranah kompetisi, aku sangat


yakin bahwa anak didikku akan menang. Karena pada saat itu
kompetitornya menurutku tidak sebagus anak didikku. Namun
apa yang terjadi? Menurunkan 2 grup anak didikku ku harap ada
satu saja yang menang, nyatanya tidak. Bahkan peringkatnya
sangat jauh di bawah.

Berbagai pertanyaanpun muncul dalam benak, apakah jurinya


memihak? Atau ada unsur main belakang? Ya, pertanyaan-per-
tanyaan itu menggelapkan pikiranku sampai aku bertekad untuk
tidak mengikuti kompetisi yang diadakan oleh EO yang sama. Ah,
selain itu, akupun sirik dengan orang-orang yang dekat dengan
juri nya sehingga hal itu bisa membuat pikiranku gelap dan
sempit. Menganggap orang-orang itu jahat dan aku menginfor-
masikan kepada anak didik ku. Astaghfirullah, kalau diingat-ingat
hal itu sungguh lucu.
IV

Prolog

Di tahun-tahun berikutnya mulai ada kompetisi. Kali ini aku dan


grup ku pun ikut turun ke dalam kompetisi, anak didikku juga. Se-
benarnya banyak, tim yang ada di komunitas yang ku bentuk
turun semua dalam kompetisi itu. Hasilnya? Masih nihil. Tak ada
satupun dari kami yang membawa penghargaan. Lagi-lagi pikiran
curang muncul kembali mencoba untuk menutup perasaanku
yang mulai mengikhlaskan dan melupakan kompetisi itu. Dua kali
berturut-turut dalam setahun aku mengalami hal yang sama.

Akhirnya aku menyerah terhadap pemikiran seperti itu, aku mera-


sakan lelahnya bergelut dengan pikiran negatif seperti itu. Tetapi
nampaknya Tuhan memberikanku kesempatan lagi di awal tahun.
Alhamdulillah, aku membentuk sebuah project dance cover yang
melibatkan beberapa anggota dari grup yang ada di komunitasku,
kita mencetak sejarah. Mendapatkan juara 2 dan juara best cos-
tume.

Di tahun yang sama pula, aku mendapatkan musibah. Menjadi


yang terpojokkan karena ketidakbecusanku membuat suatu
acara komunitas hanya karena aku meninggalkan mereka di ten-
gah-tengah acara karena ada studi banding ke luar kota yang
harus berangkat pada saat itu juga. Teman-teman satu komunitas
menghakimiku karena aku meninggalkan tugas dan meluber
sampai keluar dari permasalahan event. Entah karena terprovoka-
si atau bagaimana, jadi, akulah yang dianggap menjadi biang dari
permasalahan.
V

Prolog

Untuk move on dari masalah itu, aku kembali bergelut ke dunia


event organizer bersama temanku, tetapi event yang ku buat
adalah event kpop. Ada kompetisi dance cover dan sing cover, di-
antaranya itu. Alhamdulillah, event yang kulaksanakan berjalan
dengan lancar dan ramai. Aku belajar dari kegagalan kemarin.
Kalau ditanya “apa kamu bertemu dengan teman-teman komuni-
tas dance kamu?” jawabannya sudah pasti “ya aku memang ber-
temu” dan kalau ditanya lagi reaksinya bagaimana, aku memper-
lakukan mereka secara profesional. Aku sebagai panitia, mereka
sebagai peserta.

Merasa sedih sudah pasti, kecewa pada diri sendiri pun aku ra-
sakan karena aku juga merasa bersalah. Tapi jika kuingat pada
masa itu, terlihat indah sekilas. Karena banyak keringat dan energi
yang terkuras hanya karena mengurus komunitasku. Tahun beri-
kut-berikutnya keadaan mulai membaik dan kembali seperti
semula. Posisiku sekarang hanya menjadi penasihat saja. Grup
asuhanku mulai dipanggil menjadi guest star, komunitasku men-
jadi komunitas dance yang tersolid, komunitasku berhasil men-
yambungkan tali silaturahmi dengan komunitas dance yang lain.
Namun di sisi lain, aku merasa trauma menjadi pemimpin. Seha-
rusnya hal itu bagus untukku karena aku bisa belajar dari kesalah-
an yang lalu. Aku hanya takut pada dampak jika aku terlalu bossy
karena aku pada dasarnya senang menggurui dan menyuruh. Tapi
dengan belajar bagaimana aku bisa menghadapi kegagalan, aku
bisa menghadapinya.
VI

Prolog

Prolog diatas hanyalah contoh saja. Berbicara terkait kegagalan,


ternyata ada berbagai macam kegagalan yang sering kita alami
dalam kehidupa. Terutama kegagalan-kegagalan yang sering di-
alami oleh generasi milenial. Lalu sebenarnya apa saja sih kegaga-
lan-kegagalan yang sering dialami oleh kaum milenial dalam ke-
hidupannya?
@kampungdigital.id
Halaman 1

Kegagalan dalam
Membangun Pola Pikir
@kampungdigital.id
Halaman 2

A papun yang kita lakukan pasti kita memiliki ekspektasi


dimana hal itu berujung pada hasil yang telah kita lakukan.
Terkadang kita pun mengekspektasikan sesuatu secara
berlebihan dan disaat hasilnya keluar akan ada momen dimana
jika hasil yang dikeluarkan sesuai ekspektasi atau bagus,
kita akan merasa senang dan bahagia sedangkan jika hasil yang
terungkap tidak sesuai ekspektasi atau buruk maka kita
akan merasa kecewa dan gagal.

Pola pikir kita bisa dibenahi dari belajar melewati kegagalan.


Mungkin kita merasa jengkel setelah mendengar kalimat
tersebut, seolah-olah belajar melewati kegagalan itu mudah.
Ya, memang pada kenyataannya sulit dan bagi orang yang
sudah mengalaminya pasti mengatakan hal itu dengan penuh
rasa bangga karena berhasil belajar melewati kegagalan.

Kejadian kegagalan dalam bentuk apapun dan merasa gagal


adalah dua hal yang berbeda, contoh saat kamu gagal dalam
ujian maka ada dua hal yang bisa kita ambil yaitu kejadian
kegagalannya dan perasaan yang timbul setelah kejadian
kegagalan. Keduanya jarang bisa dibedakan

Sekarang pertanyaannya bagaimana cara kita untuk bisa


sukses melewati kegagalan?

Ada 3 fase dalam kejadian kegagalan yaitu sebelum, ketika


dan melewati kejadian kegagalan.
@kampungdigital.id
Halaman 3

Indikator terjadinya kegagalan :

1. Ekspektasi atau harapan terlalu tinggi


2. Situasi atau hasil tidak sesuai dengan harapa

Untuk bisa sukses dalam melewati kegagalan kita harus move


forwardi. Kebanyakan orang ketika ada di fase ke dua yaitu
ketika terjadinya kegagalan mereka terlalu larut dalam
perasaan kecewa, sedih dan marah karena efek yang
ditimbulkan dari kegagalan yang ia dapat. Sebab yang membuat
kita terlalu larut dalam fase kedua adalah kadangkala kita
merasa menjadi korban dari situasi tersebut sehingga tidak
tumbuh harapan untuk menjadi pemenang dalam situasi itu.

Maka dari itu, proses melewati kegagalan merupakan skill


yang harus kita miliki untuk menghadapi jatuh bangunnya ke-
hidupan kita sendiri. Lalu, skill apa yang dimaksud untuk mele-
wati kegagalan? Yaitu skill dalam membedakan mana kejadian
dan mana pengalaman.

Ada kejadian yang dalam kendali kita dan ada juga yang ada
diluar kendali kita.

Sekarang kita cermati dulu apa itu pengalaman dan kejadian.


Pengalaman adalah makna yang kita berikan pada sebuah
kejadian yang 100% dikendalikan oleh kita sedangkan kejadian
adalah sesuatu yang terjadi pada diri kita karena terjadi diluar
kendali kita.
@kampungdigital.id
Halaman 4

Contoh dari pengalaman yaitu, Sari pernah membuat sebuah


acara di lingkungan RT nya untuk mempererat tali silaturahmi
karang taruna. Kemudian di kampus ia diminta untuk membuat-
kan suatu acara sarasehan menyambut mahasiswa baru. Ketika
ia membuat acara di lingkungan RT nya adalah pengalaman
untuk kejadian acara sarasehan di kampusnya. Sehingga sedikit
banyak Sari tahu apa saja yang harus ditangani dalam membuat
acara sarasehan itu.

Contoh dari kejadian yaitu, Kios dagang Bara di pasar terjadi


kebakaran karena terjadi konsleting listrik dan kejadian itu
adalah kejadian pertama yang dialami Bara dalam seumur
hidup. Merasa panik itu sudah pasti dan juga ia akan merasa
sedih, kecewa dan marah karena mempertanyakan mengapa hal
ini harus terjadi pada dia.

Jadi cara kita agar kita bisa membedakan kejadian dan


pengalaman adalah kita harus mengubah fokus pikiran kita
dengan menempatkan fokus itu menjadi sebuah solusi untuk
mengatasi suatu kejadian dan pengalaman. Cara untuk
mengubah fokus yaitu ubahlah pertanyaan untuk mempercepat
kesuksesan dalam melewati kegagalan.

Sebagai contoh, Rudi tidak di terima di universitas impiannya


karena tidak lolos SBMPTN namun Rudi mempertanyakan
dirinya sendiri “apakah saya bisa mengisi waktu luang saya
dengan bekerja setelah adanya kegagalan ini? Lumayan untuk
diri saya sendiri hitung-hitung menambah uang jajan dan
membantu ibu”
@kampungdigital.id
Halaman 5

Dengan adanya pertanyaan seperti itu, secara tidak sadar kita


akan terarahkan menuju apa yang kita ingin lakukan setelah
mengalami kegagalan. Sehingga gagal dalam ujian SBMPTN
merupakan pengalaman Rudi di waktu yang akan datang.

Semakin kita melihat pola yang sama, maka semakin lihai kita
untuk mengatasinya secara natural.

Belajar memang susah, karena kita harus melewati banyak


proses dan kejadian yang dialami oleh kita. Yang mudah justru
ujian, karena ketika kita menghadapi ujian kita bisa mengerja-
kannya meski dirasa sulit dan hasilnya belum tentu bagus.

Semangat dalam mengubah pola pikir! Karena pola pikir


menentukan jati dirimu yang sebenarnya!

-ooo-
@kampungdigital.id
Halaman 6

KEGAGALAN DALAM
MENGGUNAKAN
MEDIA SOSIAL
@kampungdigital.id
Halaman 7

E ra digital merubah segalanya yang tadinya ribet menjadi


praktis, kelewat praktis. Meski masih banyak yang menggu-
nakancara yang konvensional atau ribet tetapi tetap bisa
melakukan aktivitas seperti biasanya.

Tapi kenapa masih ada aja kegagalan dalam menggunakan


media sosial terutama para millenial dan nantinya generasi Z
akan meneruskannya.

Mari kita ulas kembali apa itu pengertian generasi millenial


dan Z.

Generasi millenial atau yang dikenal generasi Y adalah gener-


asi yang lahir pada tahun 1980 – 2000. Generasi Z adalah gener-
asi yang lahir pada tahun 2001 – saat ini (2019).

Generasi millenial, umumnya ditandai dengan peningkatan


penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media dan te-
knologi digital. Milenial pada umumnya adalah anak-anak dari
generasi Baby Boomers dan Gen-X yang tua. Milenial
kadang-kadang disebut sebagai "Echo Boomers" karena
adanya 'booming' (peningkatan besar), tingkat kelahiran pada
tahun 1980-an dan 1990-an.

Untungnya di abad ke 20 tren menuju keluarga yang lebih


kecil di negara-negara maju terus berkembang, sehingga
dampak relatif dari "baby boom echo" umumnya tidak sebesar
dari masa ledakan populasi pasca Perang Dunia II.
@kampungdigital.id
Halaman 8

Sudah paham? Nah, generasi millenial ini merupakan jem-


batan bagi para generasi Z bagaimana mereka harus di didik,
berperilaku dan bertutur kata. Generasi millenial saat ini sudah
terbuka pikirannya, menyesuaikan diri dengan perkembangan
jaman. Menjadi salah satu tumpuan bagi generasi Z agar bisa
sukses di masa depannya.

Kegagalan yang dialami oleh generasi millenial dalam


menggunakan media sosial adalah bukan kegagalan dalam
mendapatkan prestasi yang berarti, tetap kegagalan dalam
menggunakan media sosial secara efisien.

Lalu, bagaimana menggunakan media sosial secara efisien?

Menggunakan media sosial secara efisien yaitu menggu-


nakannya media sosial dengan seperlunya, sekenanya, dan
secukupnya.

1. Menggunakan media sosial dengan seperlunya.


Di era digital ini kita semua membutuhkan media sosial
sebagai media komunikasi dalam bentuk apapun komuni-
kasinya. Namun jika kita menggunakannya dengan seperlu-
nya atau sesuai kebutuhan kita, maka kita sudah bisa meng-
gunakan media sosial secara efisien level 1. Banyak sekali
manfaat yang kita dapat jika kita sudah bisa menggunakan
media sosial dengan seperlunya. Diantaranya yaitu, waktu
yang kita pergunakan dapat digunakan secara maksimal.
Bisa meluangkan waktu dengan keluarga, teman, sahabat
dan tentunya dapat menikmati quality time tanpa perlu
terganggu beban media sosial.
@kampungdigital.id
Halaman 9

2. Menggunakan media sosial dengan sekenanya


Jika kita sudah menggunakan media dengan seperlunya,
untuk bisa menjadi pengguna media sosial yang bijak level 2
kita harus bisa berusaha untuk menggunakan media sosial
dengan sekenanya. Artinya kita menggunakan media sosial
berkaitan dengan pekerjaan, sekolah, hobi, atau karir sehing-
ga ketika kita menggunakan media sosial dengan sekenanya
apa yang menjadi tujuan kita untuk kaitan tersebut kita akan
mendapatkan hasil yang maksimal.

Namun, bukan berarti ketika kita menggunakan media sosial


dengan sekenanya, kita boleh curi-curi waktu untuk
menyalahgunakan justru hal itu harus dikurangi.

3. Menggunakan media sosial dengan secukupnya


Ini yang tidak bisa ditangani oleh banyak orang ketika
berselancar di media sosial. Definisi cukup setiap orang ber-
beda-beda jadi kita harus menakar kadar cukupnya kita se-
berapa. Jangan sampai menggunakan media sosial sampai
membuat kita sirik, memberi komentar tidak pantas terha-
dap postingan sesuatu, percaya akan berita hoax yang belum
diketahui kebenarannya. Jadilah pengguna media sosial yang
bijak, menjadi pengguna yang bisa membawa manfaat bagi
orang lain itu sudah sangat cukup. Jika kita sudah bisa men-
jalankan ketiga poin di atas maka kita perlu mengucapkan
kepada diri kita bahwa kita sudah sampai pada level 3.

Jadi, apa kita masih ingin menjadi generasi yang gagal dalam
menggunakan media sosial?

-ooo-
@kampungdigital.id
Halaman 10

KEGAGALAN DALAM
BEKERJA
@kampungdigital.id
Halaman 11

S aat ini banyak yang bertanya, mengapa lapangan peker-


jaan sudah banyak tapi pengangguran pun semakin banyak?
Apakah yang bertumbuh adalah penganggurannya atau lapan-
gan kerjanya memang berkurang?

Permasalahan ini dari tahun ke tahun menjadi isu yang selalu


diperbincangkan. Tak ayal, isu ini pun seringkali dibawa dalam
forum debat yang ada di acara tv. Apa yang salah?

Bisa jadi ini adalah salah sistem pemerintahan, bisa jadi juga
ini adalah salah dari masyarakat yang tidak ingin berusaha untuk
mendapatkan pekerjaannya sendiri.

Banyak juga yang terheran-heran saat diri mereka sudah


menunjukkan kualifikasinya dalam bidang pekerjaan sesuai
jurusan atau bidang mereka masing-masing tapi tidak lolos
dalam penyeleksian ketika mengikuti seleksi rekrutmen
karyawan baru. Apakah salah perusahaannya?

Jika mindset ini secara terus menerus tertanam dalam otak


kita, bisa jadi kita terlalu egois terhadap diri kita sendiri. Inginn-
ya mendapatkan pekerjaan yang diinginkan dan sesuai passion
tetapi ketika mengikuti tahap seleksi tidak lolos lalu menyalah-
kan orang lain atau diri sendiri. Sudah dapat pekerjaan tetapi
tidak sesuai dengan passion dan karena terpaksa mengikuti
aturan kontrak, maka setelah kontrak selesai baru bisa keluar.
Ada juga yang sudah mendapat pekerjaan eh tapi malah ber-
buat onar dan tidak beretika terhadap perusahaan sampai akh-
irnya dipecat.
@kampungdigital.id
Halaman 12

Bisa jadi iya bisa jadi tidak. Memaknai kegagalan itu tergan-
tung individu masing-masing. Seperti yang sudah diulas dalam
‘Kegagalan dalam Membentuk Pola Pikir’ tergantung kita sendiri
bagaimana kita bisa survive dari kegagalan itu.

Hal yang perlu ditindaklanjuti adalah apa yang perlu diperbaiki


dari apa yang sudah kamu lakukan.

1. Komunikasi
Semua orang pasti berkomunikasi. Bagaimanapun bentuk
komunikasinya tetapi semua orang jarang ada yang bisa me-
maknai esensi dari komunikasi yang mereka lakukan terhadap
ke sesama manusia, termasuk ke kolega kerja. Generasi mile-
nial tidak suka menjadi pengikut. Generasi ini cenderung ingin
bebas karena pada dasarnya mereka itu cerdas dan kreatif.

Lho kok bisa sih jadi gagal dalam pekerjaan?Iya, bisa jadi
kemampuan mereka yang bagus tidak disertai dengan ke-
mampuan kerjasama yang baik. Suatu pekerjaan tidak akan
terselesaikan tanpa adanya kerjasama yang baik begitupun
dengan hal di luar pekerjaan. Akan tetapi, mereka tidak takut
dengan tantangan yang akan di hadapinya.Cuma ya, itu.
Kendala nya satu.

Kita sebagai generasi penerus bangsa, tidak harus berasal


dari generasi milenial, bertekad untuk mengurangi rasa egois
ketika kerjasama atau tidak?Jawabnya cukup di hati kita
masing-masing ya. Supaya bisa introspeksi juga.
@kampungdigital.id
Halaman 13

2. Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri yang dimiliki oleh generasi milenial saat
ini ada yang terlalu rendah ada juga yang terlalu tinggi.
Kedua hal tersebut bisa jadi masalah bagi generasi milenial
itu sendiri.

Meski dicap sebagai generasi hebat, dicekoki kualitas pen-


didikan yang terus ditingkatkan, maraknya kelas akselerasi
dengan program pendukung yang canggih, serta ajang kom-
petisi dimana-mana, membuat generasi ini memunculkan
overachiever dan superstar di bidangnya masing-masing.

Hal ini membuat para overachiever dan superstar ini terus


meningkatkan kemampuannya dan menjadikan peluang
prestasinya ini sebagai bisnis.

Seperti contoh, seorang dancer yang sudah mati-matian


mengikuti kelas dance yang dibuka dengan mendatangkan
coach yang mumpuni. Kemudian dari tahun ke tahun berpar-
tisipasi dalam lomba hingga akhirnya menjajal lomba ke ting-
kat nasional yang bisa jadi membuatnya ketagihan untuk
terus mencetak prestasi sebanyak-banyaknya.

Tidak bisa disangkal jika seseorang yang memiliki prestasi


banyak di bidangnya akan banyak dikenal seakan-akan
seperti superstar. Tidak percaya?

Sekarang ada berapa banyak influencer, dancer mumpuni,


penulis terkenal, penyanyi terkenal karena mengcover
banyak lagu dan juga yang mencetak prestasi di pekerjaann-
ya. Merasa paling hebat dan tahu segalanya, mereka
menuntut untuk diperlakukan spesial.
@kampungdigital.id
Halaman 14

Meredam kepercayaan diri itu yang seringkali dirasa sulit.


Sifat-sifat negatif akan muncul dengan sendirinya jika keper-
cayaan diri yang tinggi itu tidak dapat di redam. Dampak bu-
ruknya adalah bisa membuat mereka jadi tidak hormat pada
orang yang lebih tua, bahkan tidak hormat pada atasan. Merasa
paling hebat dan tahu segalanya, mereka menuntut untuk
diperlakukan spesial.

Lalu bagaimana yang tidak terlihat sebagai overachiever atau


superstar?

Kebanyakan dari mereka mengutuk dirinya sendiri karena


merasa gagal dalam bidang yang ditekuninya. Padahal jika
dilihat dari pencapaiannya itu sudah luar biasa meskipun
mereka hanya sekedar iseng-iseng mencoba. Bukankah,
mencoba itu lebih baik daripada tidak sama sekali? Atau malah
mereka terlalu ‘silau’ dengan pencapaian orang lain hingga lupa
dengan pencapaian diri sendiri?

Sudah menjadi rahasia umum bahwa dari efek tersebut akan


menimbulkan stress, tidak bersemangat dan takut untuk
berkarya.
Cara mengatasi hal tersebut sebenarnya bisa dilakukan oleh
semua orang. Hanya saja maraknya media sosial di era digital ini
membuat generasi milenial ini susah untuk mencoba hidup se-
derhana.

Ada pepatah mengatakan, belanjalah seperti tidak punya


uang menabunglah seperti memiliki banyak uang. Namun
apakah era digital ini berarti salah?
Tidak.
@kampungdigital.id
Halaman 15

Justru kita yang harus beradaptasi dengan jaman, bukan jaman


yang beradaptasi dengan kita.Apakah kalian Siap untuk men-
gontrol diri dalam hal kepercayaan diri?

3. Merusak Tradisi
Generasi milenial selalu ingin berinovasi, tidak ingin selalu
berada di kondisi stagnan terus menerus. Haus akan ilmu
pengetahuan membuat mereka dapat menciptakan sesuatu
yang baru dari dalam dirinya dan berusaha membuat ke-
hidupannya lebih baik. Era digital ini tidak bisa di hindari,
mengingat teknologi dan informasi kini sangat mudah di
akses. Tapi setelah ada pertanyaan yang terjawab mereka
akan menanyakan kembali jawaban itu ‘apa nggak ada cara
yang lebih baik dari ini?’ atau ‘ada yang lebih bagus lagi
nggak sih selain dari ini?’

Tradisi yang dari jaman dulu oleh orang tua kita selalu di-
tuntut untuk diterapkan. Tapi generasi milenial tidak bisa
semudah itu menerima semuanya dengan legawa atau
dengan memaklumi. Mereka akan selalu bertanya :

“Mengapa harus datang ke kantor bila pekerjaan bisa


dikirim dari via internet?”
“Mengapa harus kuliah bila kemampuan saya lebih baik
dibanding mereka yang punya ijazah?”
“Mengapa tidak semua perusahaan memberikan asuransi
kesehatan bagi karyawan?”
@kampungdigital.id
Halaman 16

Ini contoh kecil tradisi yang ’dirusak’ oleh mereka.

Kadangkala memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu


yang berbeda atau membuat perubahan, dapat menciptakan
hubungan yang kurang harmonis, baik antara si millennial
dengan karyawan lain atau dengan perusahaan. Tapi perubahan
itu sendiri tidak selalu buruk.

Kuncinya ada pada pikiran yang terbuka. Kaum millennial


harus legawa bila ide mereka tidak diterima. Sebaliknya, gener-
asi yang lebih tua tidak boleh takut pada perubahan, bila
memang itu bisa mendatangkan dampak positif yang jelas.

4. Tidak Takut Kehilangan Pekerjaan


Sikap adaptif generasi milenial yang tinggi di lingkungan
membuat mereka terus merasa lapar dan haus akan suasana
baru. Namun ketika sudah tidak nyaman, mereka akan men-
cari suasana baru lagi. Begitu seterusnya sampai mantan per-
tamamu kembali lagi ke pelukanmu.

Kepercayaan diri millennial terhadap kemampuan teknis


membuat sebagian dari mereka tidak takut mencari peker-
jaan baru. Ketika ada sesuatu yang tidak sesuai keinginan,
mereka mudah saja berkata, “Pekerjaan ini tidak cocok
dengan saya,” dan mulai melirik perusahaan lain.

Masalah “kutu loncat” marak terjadi pada millennial yang


masih berusia muda, terutama alumni almamater ternama.
Lebih parah lagi di dunia startup, sudah jadi hal lumrah bila
seseorang berganti pekerjaan setiap tahun. Ini sangat
berbeda dengan generasi sebelumnya yang sering
bertahan di satu pekerjaan saja sampai pensiun.
@kampungdigital.id
Halaman 17

Maka dari itu, terkadang dari atasan sering mempertanyakan


‘bagaimana sikap profesionalisme si pelamar jika nanti dia kita
terima? Apakah terjamin profesionalisme nya?

Memang tidak ada yang salah dengan berganti pekerjaan,


namun yang sering tidak terpikir adalah sampai kapan mau
terus begitu? Pentingnya menyesuaikan diri seringkali luput
oleh diri sendiri sampai-sampai kita tidak tahu bagaimana kuali-
tas profesionalisme diri kita sendiri. Bila kita menuntut kebija-
kan fleksibel dari perusahaan, kita juga harus siap bersikap
fleksibel terhadap tuntutan pekerjaan. Adaptasi adalah bagian
penting dari profesionalisme.

5. Kelakuan Buruk
‘Dasar generasi milenial’
‘Dasar generasi micin’
‘Dasar generasi jaman now’

Seringkali kita membaca lontaran tersebut di jejaring sosial


media. Padahal sebenarnya kelakuan buruk bisa terjadi oleh
siapapun dan dari generasi X, Y, dan Z. Masih ingat kan teori
generasi X, Y dan Z?

Kenapa generasi milenial ini seringkali disalahkan oleh


banyak orang? Jawabannya adalah di generasi milenial ini
yang berjalan beriringan dengan era digital, kelakuan buruk
seseorang bisa terekspos dengan hanya sekali ‘klik’ saja.
@kampungdigital.id
Halaman 18

Konsekuensi dari adanya internet atau jejaring media sosial


selalu luput dari siapapun karena menganggap internet dan je-
jaring media sosial adalah salah satu media yang sangat bebas
untuk kita berekspresi. Kenyataannya, hal itu bisa mendatang-
kan mimpi buruk bagi yang melupakan konsekuensi ini.

Jangan lupa bahwa perusahaan memiliki data diri karyawan.


Mulai dari nama hingga username id di jejaring media sosial.
Tentu hal itu sangat mudah dipantau oleh perusahaan. Belum
lagi jika kelakuan buruk sang karyawan tidak dilakukan di media
sosial melainkan dilakukan secara real life. Hal itu akan menjadi
bencana bagi perusahaan, mau tidak mau memutuskan ikatan
kerja.

Sekarang bukan lagi jamannya ‘mulutmu harimaumu’ akan


tetapi sudah jamannya ‘jempolmu harimaumu’. Tidak hanya
reputasi perusahaan, reputasi pribadi pun dapat tercoreng.
Karier seseorang bisa hancur hanya karena satu post Twitter
atau Instagram, dan sudah banyak contoh kasusnya.

Generasi milenial harus memperhatikan ‘Attitude before apti-


tude’. Keahlian bisa dilatih, tapi kepribadian sangat sulit diubah.
Bila harus memilih antara superstar yang bermasalah dan orang
biasa yang taat perintah, kemungkinan seorang pemimpin akan
memilih yang kedua. Lagipula superstar bermasalah belum
tentu mengeluarkan keahliannya seratus persen.
@kampungdigital.id
Halaman 19

Bukan berarti keahlian sama sekali tidak ada harganya. Ideal-


nya, seorang profesional harus memiliki keahlian dan kepribadi-
an yang sama-sama berkualitas. Maka dari itu millennial,
yang—umumnya—unggul di keahlian, harus mau berpikiran
terbuka dan terus belajar menjadi pribadi yang lebih baik.

Jadi, memilih menjadi seperti apakah dirimu?

-ooo-
@kampungdigital.id
Halaman 20

KEGAGALAN DALAM
MEMBANGUN BISNIS
@kampungdigital.id
Halaman 21

K einginan yang paling banyak di capai oleh generasi mile-


nial adalah membangun usahanya sendiri, menjadi wiraswasta.
Maka dari itu saat ini sudah banyak seminar-seminar atau work-
shop tentang bisnis. Jika berkaca dari banyak founder pengusa-
ha memang menginspirasi tapi pada prakteknya banyak yang
tidak kuat menjalaninya.

Di bab ini kita tidak akan membahas bagaimana bisa men-


jalankan bisnis dengan sukses. Karena sudah banyak di luar sana
yang memberikan rahasia dan tips bagaimana menjalankan
bisnis dengan sukses. Tetapi belum ada yang membahas ten-
tang bagaimana bangkit dari kegagalan dalam membangun
bisnis.

Singkat cerita, Wiza Hidayat (CEO Arkadia Works) adalah


seorang wirausaha yang bergerak di bidang arsitek dan desain
interior. Sebelum berwirausaha, ia sempat bekerja di bank lalu
beralih ingin menjadi wiraswasta untuk menuntaskan keingi-
nannya yaitu bermanfaat bagi semua orang. Di awal karier, Wiza
pernah mendapat kerugian hingga 300 juta dan itu membuatn-
ya bertanya-tanya ‘apakah usaha ini tidak cocok dengan saya?’,
‘gara-gara orang itu saya rugi banyak’.

Ketika mengalami kegagalan dalam berbisnis ada dua perasaan


yang timbul, yaitu :

1. Merasa tidak cocok dengan apa yang dikerjakan


2. Menyalahkan orang lain atas kegagalan yang didapatkan

Ada cara untuk survive agar tidak terlalu larut dalam perasaan
@kampungdigital.id
Halaman 22

1. Menerima bahwa adanya kesalahan sendiri


2. Kejadian tersebut sudah di gariskan oleh Tuhan

Memang jika hanya membaca saja dirasa hal itu sangat gam-
pang. Namun kembali lagi, bagaimana kita mensugesti diri kita
untuk bisa melakukan cara untuk ‘survive’. Merubah pola pikir
bisa dijadikan sebuah cara untuk mensugesti kita dalam meng-
hadapi kegagalan itu.

Pada saat Wiza mengalami kegagalan, ia merubah pola pikirn-


ya sehingga berpikiran seperti ini.“Kegagalan adalah sebuah
proses introspeksi menuju keberhasilan”

Manusia memang tidak luput dari lupa. Salah satunya lupa


bersyukur atas apa yang dimiliki, lupa bahwa masih banyak
orang yang lebih susah dari dirinya sendiri.Jika kita mencintai
pekerjaan kita, semua proses yang kita lalui adalah roller coast-
er kehidupan. Jadi, kegagalan juga masuk dalam kategori itu.

Banyak orang yang kurang yakin dengan mimpi yang sedang


diraih karena terlalu memikirkan ketakutan dari resiko yang
akan dihadapi selama proses untuk mencapai kesuksesan yang
diinginkan. Justru resiko-resiko itulah yang harus kita kemudi
agar tidak membebani kita.

Ketika kita sudah yakin bahwa apa yang kita jalani itu adalah
goals atau mimpi kita dan muncul banyak kesalahan maka kita
harus menerima fakta bahwa kesalahan tersebut juga ada peran
dari kesalahan kita sendiri.
@kampungdigital.id
Halaman 23

Setiap melakukan pekerjaan, risk of failed pasti selalu ada.


Agar dapat mencegah atau meminimalisir besaran resiko yang
timbul salah satu cara yang bisa dilakukan adalah me-manage
resiko melalui sharing session tentang kegagalan yang dialami
oleh masing-masing kolega kerja atau anggota tim.

Tips yang bisa diterapkan secara pelan-pelan oleh kita ketika


kita hendak membangun suatu bisnis yaitu

1. Terus mencintai apa yang dikerjakan


2. Beranilah mencoba
3. Just remind the process is the part of ‘the roller coaster’
4. Jangan berprasangka buruk dengan Tuhan.

Jadi, mau gagal? Atau ingin menemukan berbagai cara untuk


berhasil?

-ooo-
-ooo-
@kampungdigital.id
Halaman 24

KEGAGALAN DALAM
URUSAN CINTA
@kampungdigital.id
Halaman 25

B icara soal cinta, siapa yang tidak pernah mengalaminya?


Kita pasti pernah merasa galau karena cinta, sedih karena cinta,
senang karena cinta, apalagi senang dikala sedang jatuh cinta.
Kata orang, cinta itu sesuatu yang rumit meski terlihat gam-
pang. Nyatanya, dalam urusan percintaan, tidak sedikit orang
yang mengalami kegagalan. Lalu apa yang dapat menyebabkan
hubungan percintaan gagal?

Sebelum mengungkap penyebab gagalnya urusan cinta yang


sering terjadi, kita harus tau konsep cinta terlebih dahulu.
Sternberg (1986), menyatakan bahwa cinta terdiri dari 3 kom-
ponen, yaitu intimacy, passion, dan decision/commitment.

1. Intimacy
Intimacy atau kedekatan adalah suatu dorongan akibat
afeksi yang muncul dalam diri seseorang untuk selalu bisa
lebih dekat secara emosional, dan memiliki keterikatan atau
keterhubugan dengan orang yang dicintainya. Jika kalian
merasa ingin membahagiakan orang yang dicintai, ingin
mendapatkan dan memberikan dukungan emosional, sangat
menghargai orang yang tersebut, dan ingin mengerti satu
sama lain, itu artinya kamu memiliki aspek intimacy dalam
hubungan percintaanmu.

2. Passion
Passion adalah unsur yang mendorong adanya ketertarikan
secara fisik atau seksual. Komponen ini merupakan elemen
fisiologis manusia sehingga menyebabkan dinamika suatu
hubungan.
@kampungdigital.id
Halaman 26

Bila dicermati secara mendalam, passion meliputi sentuhan fisik


seperti, membelai rambut, berpegangan tangan, merangkul,
memeluk, mencium, atau hubungan seksual. Nah, jadi jika kita
pernah melakukan kontak fisik seperti berpegangan tangan
dengan pacar, itu merupakan salah satu dorongan dari kom-
ponen passion ini.

3. Commitment
Commitment atau yang kita kenal dengan komitmen,
merupakan suatu dorongan kognitif yang membuat kita
tetap bertahan pada suatu hubungan. Komitmen dalam
asmara ini, biasanya mengarah pada perjanjian yang
mengikat pada suatu hubungan percintaan. Komitmen yang
sejati adalah komitmen yang berasal dari dalam diri, tidak
akan pernah pudar atau luntur walaupun menghadapi berb-
agai rintangan, godaan, ataupun ujian berat dalam perjala-
nan kehidupan cintanya.

Hubungan percintaan mungkin tidak bisa diukur kadar kes-


uksesannya, karena setiap orang memiliki kadar kesuksesan
dalam hubungan percintaannya masing-masing. Namun ke-
gagalan dalam percintaan bisa dilihat dari ketiga komponen
tersebut, bisa jadi kamu tidak memiliki komponen cinta yang
telah dijelaskan dalam menjalankan hubungan romantismu.

Dampak yang terjadi jika tidak memiliki komponen cinta


yang telah dijelaskan di atas yaitu bermacam-macam.
Terjadi perselingkuhan, kemunafikan dalam menjalankan
hubungan percintaan, posesif, over-protective, dan lain
sebagainya.
@kampungdigital.id
Halaman 27

Akan terjadi juga hubungan yang tidak sehat jika kita tidak
memperhatikan ketiga hal ini sehingga kita bisa melupakan
kebahagiaan yang seharusnya bisa kita dapatkan.

Ekspektasi kita ketika menjalani suatu hubungan adalah bisa


merasakan bahagia dan bisa menjadi tempat untuk saling
mencurahkan isi hati agar beban yang dialami bisa berkurang.
Namun jika kita sudah mengetahui dalam hubungan kita tidak
ada sinkronisasi komponen cinta sesuai teori, untuk memper-
tahankan hubungan yang belum kita ketahui tujuannya hanya
akan membuat kita stress sendiri. Stress itu bemula dari psikis
lama-lama bisa berimbas ke fisik.

Hal itu dirasakan sebagian orang ketika berekspektasi dapat


pergi dari hubungan yang tidak sehat namun pada
kenyataannya hatinya selalu memberikan kesempatan untuk
mempertahankan hubungan. Terus mencoba siapa tahu
pasangannya akan berubah lebih baik. Nyatanya merubah sifat
seseorang tidak lah mudah. Butuh ‘tamparan’ untuk merubah
orang yang memiliki attitude kurang baik khususnya dalam
hubungan percintaan.

Dari hal ini, jika kita tidak bisa merubah sifat seseorang untuk
diri kita, maka kita lah yang harus mentrigger diri sendiri untuk
berubah. Caranya adalah kita harus paham mengenai teori ‘yang
membuat aku bahagia adalah diriku sendiri’. Trigger semacam
itu berguna untuk memunculkan pertanyaan seperti ini :
@kampungdigital.id
Halaman 28

“Apakah kamu menjadi lebih berkembang dengan dia?”


“Apakah kamu bisa meraih achievement dengan dia?”

Selain itu, trigger semacam itu juga dapat memunculkan


pertanyaan untuk masa depan kita sendiri sehingga kita bisa
lebih berhati-hati dalam menjalin hubungan percintaan. Jika
sudah terlanjur menjalani hubungan percintaan yang menurut-
mu dirasa sudah toxic dan buruk maka segera tinggalkan. Lebih
baik terlambat sadar dan bisa menikmati proses keberhasilan
kita sendiri ketimbang kita tetap memilih bertahan tetapi kita
tidak bisa melangkah menuju proses keberhasilan kita sendiri.
Meski gagal ketika berusaha untuk putus tetapi kita bisa sukses
setelah putus.

Memaknai kegagalan dalam hubungan percintaan yang bisa


dilakukan adalah jangan takut untuk sendiri. Karena jika kita
sudah tidak bersama dia, kita masih punya orang-orang di
sekitar kita yang lebih sayang dengan kita. Masih banyak yang
menyayangi tanpa menyaingi, mengasihi tanpa memusuhi, dan
menemani tanpa merugi.

Jadi, hanya karena suatu kebiasaan yang dilakukan bersama


membuat rindu tapi malah gagal move on? Kalau begitu sama
saja kita belum bisa percaya dengan diri sendiri jika kita bisa ba-
hagia dong?

“You have your own way to make your happiness. Make it,
draw it, realize it!”

-ooo-
@kampungdigital.id
Halaman 29

REFERENSI
https://id.techinasia.com/alasan-millennial-rawan-dipecat diakses pada
tanggal 27 Maret 2019.

Bagong dan Ali. 2019. Sukses Gagal (Biar Loe Gak) Gagal Sukses : Ilmu Sukses
“Melewati” Kegagalan. Vol.1:1. Inspigo

Bagong dan Ali. 2019. Sukses Gagal (Biar Loe Gak) Gagal Sukses : Move On,
Dong. Vol. 1:2. Inspigo

Bagong dan Ali. 2019. Sukses Gagal (Biar Loe Gak) Gagal Sukses : Takut untuk
Sukses Gagal. Vol. 1:3.Inspigo

Bagong dan Ali. 2019. Sukses Gagal (Biar Loe Gak) Gagal Sukses : Sukses Putus
Cinta. Vol 2:1. Inspigo

Bagong dan Ali. 2019. Sukses Gagal (Biar Loe Gak) Gagal Sukses : Titik Balik
Sebelum Memaknai Kegagalan yang Berbeda. Vol 2:2. Inspigo

Bagong dan Ali. 2019. Sukses Gagal (Biar Loe Gak) Gagal Sukses : Memaknai
Kegagalan. Vol 2:3. Inspigo

Bagong, Ali dan Wiza. 2019. Sukses Gagal (Biar Loe Gak) Gagal Sukses :
Sukses Gagal Membangun Bisnis. Vol 3:1. Inspigo

Bagong, Ali dan Wiza. 2019. Sukses Gagal (Biar Loe Gak) Gagal Sukses :
Menghadapi Proses Kegagalan. Vol 3:2. Inspigo

Bagong, Ali dan Wiza. 2019. Sukses Gagal (Biar Loe Gak) Gagal Sukses :
Keyakinan untuk Menghindari Menyalahkan Diri Sendiri.
Vol 3:3. Inspigo

Sternberg, R.J. 1986. A triangular love theory of love. Psychological review.


Vol 93 no. 2. 119-135. American Psychology Asociation, Inc.

-ooo-
Halaman 30
Teka Teki Silang

3.

A
13.

F
1. 5. 14.

S N
2.
L

6. 8.
V P
4. 12.

T D
9.

7. 10. 15. 17.

G W
11. 16.

N L I

18.

D U

Pertanyaan Halaman Selanjutanya


@kampungdigital.id
Halaman 31

MENDATAR
2.Ahli atau memiliki banyak pengetahuan mengenai suatu ilmu.
4.Belajar sendiri tanpa bantuan orang lain
7.Sama seperti blog, tapi didokumentasikan menggunakan
video, bukan konten tertulis.
8.Seorang pemain alat musik piano
9.Sistem klasifikasi yang digunakan untuk mengkategorikan
manusia dalam populasi atau kelompok besar dan berbeda
melalui ciri fenotipe, asal usul geografis, tampang jasmani
dan kesukuan yang terwarisi.
10.Jawaban
11. Hukum
14. Orang ketiga
16. Sejak
18. Berbicara tidak karuan

MENURUN
1.Sinema Elektronik
3.Bersangkutan dengan alam (Alami)
5.Kuno dan berharga
6.Virus dan Virtual
8.Kata Sandi
12. Biaya
13. Sesuatu yang dianggap benar pada
hakikatnya tidak benar
15. Dingin
17. Gelisah
Diterbitkan di Purwokerto pada tanggal 30 April 2019

TERIMAKASIH

Kegagalan Generasi Milenial di Era Digital


Ditulis oleh Arfi Isma
Disusun oleh Tim Kampung Digital ID
Diterbitkan oleh Kampung Digital ID

Anda mungkin juga menyukai