Anda di halaman 1dari 29

Tatalaksana Bayi Risiko Tinggi

dr. Julius Anzar, Sp.A(K)


RSUP Dr. Mohammad Hoesin/
FK Unsri Palembang
Pokok Bahasan
1. Hipotermia / hipertermia
2. Hipoglikemia
3. Hiperbilirubinemia
4. Asfiksia
Yang termasuk bayi resiko tinggi yaitu:
1. BBLR
2. asfiksia neonatorum
3. sindrom, gangguan pernafasan
4. ikterus
5. perdarahan tali pusat
6. kejang
7. hipotermia
8. hipertermia
9. hipoglikemia
10.tetanus neonatorum
HIPOTERMIA
• Bayi dengan suhu badan di bawah normal
(36,5-37,5°C (suhu normal ketiak))
• Tujuan tatalaksana: mempertahankan suhu
tubuh untuk mencegah hipotermia.
Tatalaksana:
1. Mengeringkan bayi segera setelah lahir:
– Menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering dan bersih.
– Mengeringkan tubuh bayi yang baru lahir/ air ketuban segera
setelah lahir dengan handuk yang kering dan bersih.
– Menjaga bayi hangat dengan cara mendekap bayi di dada ibu
dengan keduanya diselimuti (Metode Kangguru).
– Memberi ASI sedini mungkin segera setelah melahirkan agar
dapat merangsang pooting reflex dan bayi memperoleh kalori
dengan : -Menyusui bayi. -Pada bayi kurang bulan yang belum
bisa menetek ASI diberikan dengan sendok atau pipet. -Selama
memberikan ASI bayi dalam dekapan ibu agar tetap hangat.
– Mempertahankan bayi tetap hangat selama dalam perjalanan
pada waktu rujukan.
– Memberikan penghangatan pada bayi baru lahir secara mandiri.
– Melatih semua orang yang terlibat dalam pertolongan persalinan.
2. Menunda memandikan bayi lahir sampai suhu tubuh
normal untuk mencegah terjadinya serangan dingin.
– Pada bayi lahir sehat yaitu cukup bulan, berat < 2500 gram,
langsung menangis kuat, memandikan bayi ditunda 24 jam
setelah kelahiran. Pada saat memandikan bayi, gunakan air
hangat.
– Pada bayi lahir dengan resiko, keadaan umum bayi lemah
atau bayi dengan berat lahir 2000 gram sebaiknya jangan
dimandikan. Tunda beberapa hari sampai keadaan umum
membaik yaitu bila suhu tubuh stabil, bayi sudah lebih
kuat dan dapat menghisap ASI dengan baik.
3. Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah
sekali meninggal. Tindakan yang harus dilakukan
adalah segera menghangatkan bayi di dalam
inkubator atau melalui penyinaran lampu.
4. Cara lain yang sangat sederhana dan mudah
dikerjakan setiap orang ialah metode dekap, yaitu
bayi diletakkan telungkup dalam dekapan ibunya dan
keduanya diselimuti agar bayi senantiasa hangat.
5. Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau
kain hangat yang diseterika terlebih dahulu yang
digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu.
Lakukan berulangkali sampai tubuh bayi hangat. Tidak
boleh memakai buli-buli panas, bahaya luka bakar.
6. Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia
sehingga bayi harus diberi ASI sedikit-sedikit dan
sesering mungkin. Bila bayi tidak dapat menghisap
beri infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari.
HIPERTERMIA
• Kenaikan suhu tubuh diatas 41C (rectal)
• Suhu >41C anak bisa mengalami kejang
• Suhu >42C dapat menyebabkan denaturasi dan
kerusakan sel secara langsung
• Akibat yang bisa terjadi pada hiperpirexia :
– Renjatan / Hipovolemia
– Gangguan fungsi jantung
– Gangguan fungsi koagulasi
– Gangguan fungsi ginjal
– Nekrosis hepatosellular
– Hiperventilasi, yang dapat menyebabkan hipokapnea,
alkalosis dan tetani.
Tatalaksana:
1. Antipiretik tidak diberikan secara otomatis
pada setiap penderita panas karena panas
merupakan usaha pertahanan tubuh,
pemberian antipiretik juga dapat menutupi
kemungkinan komplikasi.
– Pengobatan terutama ditujukan terhadap penyakit
penyebab panas.
– Parasetamol: 10 -15 mg/kg BB/kali (oral/rektal).
– Metamizole (novalgin): 10 mg/kg BB/kali
(oral/intravenous).
– Ibuprofen: 5-10 mg/kg BB/kali, (oral/rektal).
2. Pendinginan Secara fisik
– Merupakan terapi pilihan utama. Kecepatan penurunan suhu
> 0,1C/menit sampai tercapai suhu 38,5C.
– Cara-cara physical cooling/compres :
– Evaporasi: penderita dikompres dingin seluruh tubuh, disertai
kipas angin untuk mempercepat penguapan. Cara ini paling
mudah, tidak invasif dan efektif.
– Cara lain yang bisa digunakan: kumbah lambung dengan air
dingin, infus cairan dingin, enema dengan air dingin atau
humidified oksigen dingin, tetapi cara ini kurang efektif.
Penurunan suhu tubuh yang cepat dapat terjadi refleks
vasokonstriksi dan shivering yang akan meningkatkan
kebutuhan oksigen dan produksi panas yang merugikan
tubuh.
– Untuk mengurangi dampak ini dapat diberi:
• Diazepam : merupakan pilihan utama dan lebih menguntungkan
karena mempunyai efek antikonvulsi dan tidak punya efek hipotensi.
• Chlorpromazine
HIPOGLIKEMIA
• Keadaan hasil pengukuran kadar glukose
darah kurang dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L).
Tatalaksana:
1. Monitor
– Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan
ibu DM) perlu dimonitor dalam 3 hari pertama:
– Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3
jam
– Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai
pemeriksaan glukosa normal dalam 2 kali
pemeriksaan
– Kadar glukosa ≤ 45 mg/dl atau gejala positif
tangani hipoglikemia
– Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan
setelah 3 hari penanganan hipoglikemia selesai
2. Penanganan hipoglikemia dengan gejala:
– Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan
kecepatan 1 ml/menit
– Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus
glukosa 6-8 mg/kg/menit).
– Atau cara lain dengan GIR
• Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%,
bila lebih dari 12,5% digunakan vena sentral.
• Untuk mencari kecepatan Infus glukosa pada neonatus
dinyatakan dengan GIR.
• Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam
• Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala,
ulangi seperti diatas
• Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :
• Infus D10 diteruskan
• Periksa kadar glukosa tiap 3 jam
• ASI diberikan bila bayi dapat minum
– Bila kadar glukosa ≥ 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan:
• Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal (lihat ad d)
• ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus
diturunkan pelan-pelan
• Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba
3. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa gejala :
– ASI teruskan
– Pantau, bila ada gejala manajemen seperti di atas
– Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum,
bila:
• Kadar <25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani
hipoglikemi (lihat ad b)
• Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum
• Kadar ≥ 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal
4. Kadar glukosa normal IV teruskan
– IV teruskan
– Periksa kadar glukosa tiap 12 jam
– Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas
– Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa
tiap 12 jam, bila 2 kali pemeriksaan dalam batas normal,
pengukuran dihentikan.
5. Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7
hari)
– konsultasi endokrin
– terapi : kortikosteroid hidrokortison 5 mg/kg/hari 2
x/hari iv atau prednison 2 mg/kg/hari per oral, mencari
kausa hipoglikemia lebih dalam.
– bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain :
somatostatin, glukagon, diazoxide, human growth
hormon, pembedahan. (jarang dilakukan)
HIPERBILIRUBINEMIA
• Keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru
lahir.
• Ikterus: akumulasi bilirubin di dalam jaringan
ekstravaskuler (darah) sehingga terjadi
perubahaan warna menjadi kuning pada kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya.
• Nilai normal: bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl,
bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
• Tujuan tatalaksana:
– Menghilangkan Anemia
– Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit
Tersensitisasi
– Meningkatkan Badan Serum Albumin
– Menurunkan Serum Bilirubin
• Tatalaksana:
1. Fototerapi
2. Transfusi Pengganti
3. Infus Albumin
4. Terapi Obat
1. Fototerapi
– Secara umum harus diberikan pada kadar Bilirubin
Indirek 4 -5 mg / dl.
– Neonatus yang sakit dengan berat badan <1000
gram harus di fototerapi dengan konsentrasi
Bilirubun 5 mg/dl.
– Beberapa ilmuan mengarahkan untuk
memberikan fototerapi propilaksis pada 24 jam
pertama pada bayi resiko tinggi dan berat
badan lahir rendah.
2. Transfusi Pengganti atau Imediat
– diindikasikan adanya faktor-faktor :
• Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
• Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
• Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau
24 jam pertama.
• Tes Coombs Positif
• Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu
pertama.
• Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam
pertama.
• Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
• Bayi dengan Hidrops saat lahir.
• Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
– Transfusi Pengganti digunakan untuk :
• Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi
Maternal.
• Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
• Menghilangkan Serum Bilirubin
• Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan
meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
– Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah
golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif
whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung
antigen A dan antigen B yang pendek. Setiap 4 – 8
jam kadar bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus
diperiksa setiap hari sampai stabil.
3. Therapi Obat
– Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk
menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi
Bilirubin dan mengekresinya.
– Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil
untuk beberapa hari sampai beberapa minggu
sebelum melahirkan.
– Penggunaan penobarbital pada post natal masih
menjadi pertentangan karena efek sampingnya
(letargi).
– Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan
mengeluarkannya lewat urine sehingga
menurunkan siklus Enterohepatika.
ASFIKSIA
• Kegagalan bernapas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat
setelah lahir yang ditandai dengan keadaan
PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia),
hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.
Tatalaksana:
• Resusitasi
– Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar.
– Terapi medikamentosa:
a. Epinefrin
b. Volume expander
c. Bikarbonat
d. Nalokson
e. suportif
a. Epinefrin :
– Indikasi :
• Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling
tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan
pemijatan dada.
• Asistolik.
– Dosis :
• 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1:10.000 (0,01
mg-0,03 mg/kg BB)
• Cara : i.v atau endotrakeal.
• Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
b. Volume ekspander :
– Indikasi :
• Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami
hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.
• Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau
syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi
kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon
yang adekuat.
– Jenis cairan :
• Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)
• Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan
darah banyak.
– Dosis :
• Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit.
• Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
c. Bikarbonat :
– Indikasi :
• Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan
resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
• Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan
hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas
darah dan kimiawi.
– Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1
ml/kg bb (8,4%)
– Cara :
• Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak
diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
– Efek samping :
• Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.
d. Nalokson :
– Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik
yang tidak menyebabkan depresi pernafasan.
Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat
dan stabil.
– Indikasi :
• Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya
menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.
• Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru
dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan
menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian
bayi.
– Dosis: 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)
– Cara: Intravena, endotrakeal atau bila perpusi
baik diberikan i.m atau s.c
e. Suportif
– Jaga kehangatan.
– Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.
– Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah
dan elektrolit)
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai