Anda di halaman 1dari 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Down Syndrome


2.1.1 Definisi Down Syndrome

Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan fisik dan mental anak yang diakibatkan
adanya abnormalitas kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom
untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Judarwanto, 2012).

Pada manusia normal, 23 kromosom tersebut berpasang-pasangan hingga jumlahnya menjadi 46.
Pada penderita down syndrome, kromosom nomor 21 berjumlah tiga (trisomi), sehingga totalnya
menjadi 47 kromosom. Jumlah yang berlebihan ini mengakibatkan ketidakstabilan pada sistem
metabolisme sel dan kelainan dari jumlah kromosom ini mengakibatkan kelainan perkembangan
otak dan terganggunya keseimbangan motorik yang akhirnya memunculkan down syndrome.
Hingga saat ini, penyebab terjadinya down syndrome dikaitkan dengan hubungan antara usia
sang ibu ketika mengandung dengan kondisi bayi. Yaitu semakin tua usia ibu, maka semakin
tinggi pula risiko melahirkan anak dengan down syndrome (Miftah, 2013).

Kromosom merupakan serat-serat khusus yang terdapat di dalam setiap sel di dalam badan
manusia dimana terdapat beberapa genetik yang menentukan sifat-sifat seseorang. Manusia
secara normal memiliki 46

12

kromosom, sejumlah 23 diturunkan oleh ayah dan 23 lainnya diturunkan oleh ibu (Soetjiningsih,
2015).

Kromosom pada anak down syndrome hampir selalu memiliki 47 kromosom bukan 46. Ketika
terjadi pematangan telur, 2 kromosom pada pasangan kromosom 21, yaitu kromosom terkecil
gagal membelah diri. Jika telur bertemu dengan sperma akan terdapat kromosom 21 yang istilah
teknisnya adalah trisomi 21. Down syndrome bukanlah suatu penyakit menular, karena sudah
terjadi sejak dalam kandungan (Hazmi, 2014).

Gambar 2.1 Gambar kromosom anak down syndrome (Suryo, 2015)

Perbedaan fisik anak normal dengan anak down syndrome dapat diketahui ciri utama dari bentuk
ini adalah dari segi struktur muka dan atau ketidakmampuan fisik serta waktu hidup yang
singkat. Pada tahun 1866, John Langdon Haydon Down pertama kali mendeskripsikan gambaran
fisik dan masalah kesehatan yang sesuai dengan gambaran down syndrome. Lejeune dan Jacobs,
pada tahun 1959, pertama kali menemukan bahwa kelainan ini disebabkan oleh Trisomi 21
(Soetjiningsih, 2015).

13
14

Gambar 2.2 Gambar perbedaan fisik anak normal dengan anak down syndrome (Suryo, 2015)

Untuk mengetahui atau mendeteksi adanya down syndrome anak harus melalui prosedur yang
disebut kariotipe. Kariotipe adalah suatu visual yang menampilkan kromosom lalu
dikelompokkan menurut ukuran, jumlah dan bentuk. Kromosom dapat diketahui dengan
memeriksa darah atau sel-sel jaringan.

Anak yang mengalami kelainan perkembangan otak kehilangan kemampuan untuk menyerap
informasi (sensorik) dan merespons informasi (motorik) (Indriasari, 2011). Kromosom dapat
dianggap memberikan pengaruh penting untuk perkembangan otak karena kelainan kromosom
dapat mengganggu perkembangan otak pada semua tahap. Seperti perkembangan otak di basal
ganglia, hipotalamus mengalami gangguan neurologis (Bremner and Wachs, 2010).

Basal ganglia memiliki peran kompleks dalam mengontrol gerakan tubuh manusia. Secara
khusus, basal ganglia penting dalam perkembangan tonus otot di seluruh tubuh (Irfan, 2010).
Pada down syndrome basal ganglia tidak berkembang dengan baik untuk

melaksanakan peran-perannya mengontrol gerakan tubuh. Kelebihan kromosom dapat


menyebabkan perubahan dalam proses normal yang mengatur embryogenesis dan
memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik (kelainan otot), system saraf pusat
(penglihatan, pendengaran, keseimbangan) dan kecerdasan yang terbatas (Ratna, 2014).

Ada berbagai tingkat disfungsi integrasi sensorik pada anak-anak down syndrome. Anak dengan
down syndrome memiliki masalah untuk menjaga keseimbangan mereka, baik sambil berdiri dan
berjalan. Gangguan fungsi pada ekstremitas bawah membuat dirinya berbeda dari orang normal.
Kompensasi dari gangguan tersebut menyebabkan berlebihnya usaha atau upaya untuk
mempertahankan agar tubuh mampu menjaga keseimbangan.

2.1.2 Patofisiologi Down Syndrome


Tubuh manusia memiliki sel di dalamnya terdapat nucleus, dimana

materi genetik disimpan dalam gen. Gen membawa kode yang bertanggung jawab atas semua
sifat yang diwarisi oleh orang tua kemudian dikelompokkan bersama batang seperti struktur yang
disebut kromosom. Biasanya, inti dri setiap sel mengandung 23 pasang kromosom. Down
syndrome terjadi ketika seorang individu memiliki salinan ekstra yang terjadi pada kromosom 21
(Hazmi, 2014).

Selama masa pembuahan, cedera otak biasa terjadi bila ada faktor genetik yang mempengaruhi,
seperti kelainan kromosom yang menyebabkan kelainan otak pada anak down syndrome. Anak
yang

15

mengalami cedera otak kehilangan kemampuan untuk menyerap informasi (sensorik) dan
merespon informasi (motorik) (Indriasari, 2011). Kromosom dapat dianggap sebagai pengaruh
penting untuk perkembangan otak dank arena kelainan kromosom dapat menganggu
perkembangan otak pada semua tahap. Seperti perkembangan otak di ganglia basal, hipotalamus
mengalami gangguan neurologis (Bremner and

Wachs, 2010).
Ganglia basal memiliki peran kompleks dalam mengontrol gerakan

selain memiliki fungsi-fungsi non-motorik yang masih belum diketahui. Secara khusus, ganglia
basal penting dalam perkembangan tonus otot di seluruh tubuh. Pada down syndrome ganglia
basal tidak berkembang dengan baik untuk melaksanakan peran-peran integratif yang kompleks
(Irfan, 2010).

Kelebihan kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal yang mengatur


embryogenesis. Materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan bawah dari
kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu perubahan
homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik (kelainan otot),
sistem saraf pusat (penglihatan, pendengaran, keseimbangan) dan kecerdasan yang terbatas
(Ratna, 2013).

Otak anak-anak down syndrome menunjukkan karakteristik dari ketidakdewasaan neurologis


dalam hal convolutions (penggabungan) yang lebih kecil dari korteks serebral dan mengurangi
mielinasi misalnya,

16
lobus frontal dan cerebellum (Lauteslager, 2004). Neuron di korteks terlalu sedikit, terutama dari
lobus temporal, tetapi juga di lobus frontal, parietal dan oksipital. Pada anak down syndrome
menunjukkan penurunan di korteks oksipital sekitar 50% dan peningkatan dari satu setengah kali
dalam ukuran inti sel dalam neuron yang tersisa, dalam hal ini gangguan koneksi dalam proses
diferensiasi sel. Hal lain menggambarkan ada gangguan dalam struktur dendrite neuron
piramidal di korteks motorik.

Area korteks motorik merupakan tempat asal kortikospinalis dan kortikobulbaris, umumnya
dianggap daerah yang perangsangannya cepat menghasilkan gerakan tersendiri. Kortek yang
paling dikenal adalah korteks motorik di girus prasentalis. Namun terdapat daerah motorik
suplementer diatas tepi superior sulkus singulatum di sisi medial hemisfer yang mencapai
korteks pramotorik di permukaan lateral otak. Selain gangguan struktural, pengembangan neuron
tampak normal selama kehamilan, namun setelah kehamilan jumlah dendrit berkurang
dibandingkan dengan anak normal pada umumnya (Irfan, 2010).

Keterlambatan mengidentifikasi atlantoaxial dan atlanto-occipital yang tidak stabil dapat


mengakitabkan kerusakan pada saraf spinal yang irreversible. Gangguan pendengaran, visus,
retardasi mental dan defek yang lain akan menyebabkan keterbatasan kepada anak-anak dengan
down syndrome dalam meneruskan kelangsungan hidup. Mereka juga akan menghadapi masalah
dalam pembelajaran, proses membangunkan

17

upaya berbahasa, kemampuan interpersonal dan kemampuan motorik

(Villarroya et al, 2012).

2.1.3 Ciri-Ciri Umum Down Syndrome


Down syndrome memiliki ciri yang khas yaitu, tonus otot rendah,

wajah datar, hidung pesek, hipermobilitas sendi, ruas pada jari-jari memiliki space yang lebih
luas, ukuran lidah cenderung lebih panjang dari ukuran normal. Anak down syndrome akan
mengalami gangguan kognitif (ringan sampai sedang) dan akan mengalami keterlambatan
perkembangan motorik seperti merangkak, duduk, berdiri dan berjalan (Hazmi, 2014).

Down syndrome mempunyai wajah yang khas, misalnya karena ada gangguan pada pertumbuhan
tulang, maka tulang dahinya lebih datar, mata kiri dan mata kanan agak berjauhan, posisi daun
telinganya lebih rendah. Secara fisik down syndrome memiliki tanda-tanda yang sama meskipun
kadar dan kondisinya berbeda antara seorang individu down syndrome dengan individu down
syndrome lainnya (Hazmi, 2014).

Menurut Blackman dalam Gunarhadi (2015), penyimpangan kromosom trisomi 21 menyebabkan


ciri-ciri fisik perkembangan anak down syndrome seperti penyakit jantung bawaan, gangguan
mental, tubuh kecil, kekuatan otot lemah, kelenturan yang tinggi pada persendian, posisi mata
miring ke atas, adanya lipatan ekstra pada sudut mata, lubang mulut kecil sehingga lidah
cenderung menekuk, tangan pendek tetapi lebar dengan lipatan tunggal pada telapak tangan.
18

Menurut Dyah Emmi (2013), menyebutkan karakteristik anak down syndrome menurut tingkatan
adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik anak down syndrome ringan

Anak down syndrome ringan banyak yang lancar berbicara tetapi kurang
pembendaharaan katanya, Mengalami kesukaran berpikir abstrak tetapi masih mampu
mengikuti mengikuti kegiatan akademik dalam batas-batas tertentu. Pada umur 16 tahun
baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun.

2. Karakteristik anak down syndrome sedang


Anak down syndrome sedang hampir tidak bisa mempelajari

pelajaran-pelajaran akademik. Mereka umumnya dilatih untuk merawat diri dan aktivitas
sehari-hari. Pada umur dewasa mereka baru mencapai tingkat kecerdasan yang sama
dengan umur 7 tahun.

3. Karakteristik anak down syndrome berat dan sangat berat


Anak down syndrome berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu
bertanggung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara
diri, tidak dapat membedakan bahaya atau tidak, kurang dapat bercakap-cakap.
Kecerdasannya hanya berkembang paling tinggi seperti anak normal yang berusia 3 atau
4 tahun. Mereka mempunyai paras muka yang hampir sama seperti muka orang mongol.
Pangkal hidungnya pendek. Jarak diantara 2 mata jauh dan berlebihan kulit di sudut
dalam.

Anda mungkin juga menyukai