KEL 6
DI SUSUN OLEH :
8. Berdasarkan Waktu
Tindakan Preventif
Pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan
sosial. Hal ini bertujuan untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap
kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap norma-norma
sosial. Contohnya, guru menasihati murid agar tidak terlambat datang ke
sekolah.
Tindakan Respresif
Pengendalian sosial yang dilakukan setelah terjadinya penyimpangan
sosial. Hal ini bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang pernah
terganggu karena terjadinya suatu pelanggaran dengan cara menjatuhkan
sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Contohnya, sanksi
skors diberikan kepada siswa yang sering melanggar peraturan.
Tindakan Kuratif
Pengendalian sosial yang bersifat kuratif adalah pengendalian sosial yang
dilakukan pada saat terjadi penyimpangan sosial. Contohnya, seorang
guru menegur dan menasihati siswanya karena ketahuan menyontek pada
saat ulangan. Bertujuan untuk memberi penyadaran kepada perilaku dan
memberi efek jera.
Berdasarkan sifat
Pengendalian Resmi
Pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan oleh lembaga resmi
negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan sanksi
yang jelas dan mengikat. Pengendalian resmi dilakukan oleh aparat
negara, seperti kepolisian, satpol PP, kejaksaan, ataupun kehakiman
untuk mengawasi ketaatan warga masyarakat terhadap hukum yang telah
ditetapkan.
Pengendalian Tidak Resmi
Pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan tanpa rumusan
aturan yang jelas atau tanpa sanksi hukum yang tegas. Meskipun
demikian, pengendalian tidak resmi juga memiliki efektivitas dalam
mengawasi atau mengendalikan perilaku masyarakat. Hal ini
dikarenakan sanksi yang diberikan kepada pelaku penyimpangan berupa
sanksi moral dari masyarakat lain, misalnya dikucilkan atau bahkan
diusir dari lingkungannya. Pengendalian tidak
resmi dilakukan oleh tokoh masyarakat, tokoh adat, ataupun tokoh
agama yang memiliki kharisma dan dipandang sebagai panutan
masyarakat.
9. Just In Time atau sering disingkat dengan JIT adalah suatu sistem produksi
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tepat pada waktunya
sesuai dengan jumlah yang dikehendakinya.Tujuan sistem produksi Just In Time
(JIT) adalah untuk menghindari terjadinya kelebihan kuantitas/jumlah dalam
produksi (overproduction), persediaan yang berlebihan (excess Inventory) dan
juga pemborosan dalam waktu penungguan (waiting). Dalam menjalankan
sistem produksi Just In Time atau sistem produksi JIT ini, diperlukan ketelitian
dalam merencanakan jadwal-jadwal produksi mulai jadwal pembelian bahan
produksi, jadwal penerimaan bahan produksi, jadwal jalannya produksi, jadwal
kesiapan produk hingga ke jadwal pengiriman barang jadi. Pada umumnya,
perusahaan-perusahaan manufakturing modern saat ini menggunakan berbagai
perangkat lunak (Software) yang canggih dalam merencanakan jadwal produksi
yang didalamnya juga termasuk mengeluarkan pesanan pembelian (purchase
order) dan pengendalian jumlah persedian (Inventory). Software Produksi
tersebut juga dapat melakukan penukaran informasi mulai dari Pemasok
(vendor) hingga ke Pelanggan (Customer) melalui Electronic Data Interchange
(EDI) untuk memastikan kebenaran sampai ke data-data yang paling rinci
(detail).
10. Keuntunan kode etik
Profesional akan sadar menganai aspek moral dari profesi yang
dijalankannya. Melalui adanya kode etik, maka para profesional akan
bertindak dengan secara sadar dan tanggungjawab sebagaimana yang
dituntut dalam kode etik.
Kode etik merupakan acuan yang dapat diakses secara lebih mudah.
Dengan demikian, maka dapat mengarahkan manajer untuk selalu
menjaga perhatiannya terhadap etika.
Ide-ide dari kode etik akan diaplikasikan ke segala situasi. Melalui
manfaat ini maka kode etik berfungsi sebagai panduan normatif. Namun,
kdeo etik perlu untuk dimaknai ke dalam bahasa yang lebih mudah untuk
dipahami anggota profesi, sehingga akan dengan mudah diplikasikan
pada situasi-situasi tertentu.
Anggota merupakan suatu keseluruhan yang akan bertindak dalam cara
yang lebih standar pada garis profesi. Adanya keragaman pandangan atas
nilai dan norma yang didasari oleh berbagai latar belakang diri
profesional akan tidak menguntungkan bagi pencapaian kinerja tertinggi
dari sebuah profesi karena adanya kode etik.
Kode etik adalah standar pengetahuan untuk menilai perilaku
profesional. Kode etik sebagai pedoman perilaku profesional harus
ditaati. Sehingga, dengan perangkat standar ini, siapa saja akan lebih
mudah untuk menilai perilaku anggota dan sekaligus mengevaluasi
kebijakan asosiasi profesi.
Anggota professional dapat lebih baik menilai kinerja dirinya sendiri.
Sehingga, kode etik berperan sebagai alat instropeksi diri sebelum
dirinya dinilai oleh pihak lain atas kinerja moral profesionalnya.
Adanya kode etik akan membantu dalam menjaga kepercayaan publik
dan masyarakat akan selalu menghargai integritas profesi karena anggota
professional akan selalu menjaga perilakunya agar sesuai dengan kode
etik yang ada. Anggota dapat menyesuaikan perilakunya apabila dikritik
oleh nasabah. Hal ini menjadi penting untuk dapat menghindari
ketidakpastian penilaian atas perilaku profesional anggota.
KASUS 1 KELOMPOK 6