Anda di halaman 1dari 13

Nama : Ikhwan

Kelas : 4 IKM 8
NIM : 0801183348
Mata kuliah : Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
Tugas : Menganalisis Penyakit Paru Obstruktif Kronik dalam Tinjuan
Epidemiologi dan Cara Penanggulangannya.
Dosen Pengampu : Restu Yuliani, M.kes

A. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit atau gangguan
paru yang memberikan kelainan ventilasi berupa ostruksi saluran pernapasan yang bersifat
progresif dan tidak sepenuhnya reversible. Obstruksi ini berkaitan dengan respon inflamasi
abnormal paru terhadap partikel asing atau gas yang berbahaya (Depkes,2007).
Pada PPOK, bronkitis kronik dan emfisema sering ditemukan bersama, meskipun
keduanya memiliki proses yang berbeda. Akan tetapi menurut PDPI 2010, bronkitis kronik
dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK, karena bronkitis kronik merupakan
diagnosis klinis, sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi (PDPI, 2010, Andani,
2016).
PPOK adalah penyakit yang umum, dapat dicegah, dan dapat ditangani, yang memiliki
karakteristik gejala pernapasan yang menetap dan keterbatasan aliran udara, dikarenakan
abnormalitas saluran napas dan/atau alveolus yang biasanya disebabkan oleh pajanan gas
atau partikel berbahaya (GOLD, 2017).
B. Klasifikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Klasifikasi PPOK berdasarkan hasil pengukuran FEV1 dan FVC dengan spirometri
setelah pemberian bronkodilator dibagi menjadi GOLD 1, 2, 3, dan 4. Cara kerja tes
spirometri adalah pengukuran berat badan tinggi badan terlebih dahulu, kemudian
melakukan tes dengan menarik nafas dalam-dalam dengan posisi sungkup mulut terpasang
pada mulut. Setelah penuh, tutup bagi mulut, kemudian hembuskan nafas sekencang-
kencangnya dan semaksimal mungkin hingga udara dalam paru-paru keluar sepenuhnya
dan paru-paru dalam keadaan kosong (Medicalogy,2018).

1
Pengukuran spirometri harus memenuhi kapasitas udara yang dikeluarkan secara paksa
dari titik inspirasi maksimal (Forced Vital Capacity (FVC)), kapasitas udara yang
dikeluarkan pada detik pertama (Forced Expiratory Volume in one second (FEV1)), dan
rasio kedua pengukuran tersebut (FEV1/FVC). Pada tabel 2.1 diperlihatkan klasifikasi
tingkat keparahan keterbatasan aliran udara pada pasien PPOK
C. Gejala Klinis Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Gejala yang paling sering terjadi pada pasien PPOK adalah
sesak napas. Sesak napas biasanya menjadi komplain ketika FEV1 <60% prediksi. Selain
sesak nafas gejala lainnya yang muncul adalah batuk kronis atau produksi sputum, dan/atau
riwayat pajanan akan faktor resiko (GOLD, 2017) . Faktor risiko PPOK berupa merokok,
genetik, paparan terhadap partikel berbahaya, usia, asma, status sosiol ekonomi, dan
infeksi. Gejala tambahan pada penyakit PPOK dengan derajat berat seperti kelelahan,
kehilangan berat badan, dan anoreksia merupakan gejala yang umum terjadi pada pasien
PPOK dengan derajat keparahan yang tinggi dan sangat berat (Soeroto dan Suryadinata,
2014).
Tabel 1.1 Klasifikasi Derajat Keparahan Keterbatasan Aliran Udara Pasien PPOK
(VEP1 Pasca-Bronkodilator)

Pada pasien dengan FEV1/FVC < 0,70

FEV1 ≥ 80% nilai


GOLD 1 Ringan
prediksi
50% ≤ FEV1 < 80% nilai
GOLD 2 Sedang
prediksi
30% ≤ FEV1 < 50% nilai
GOLD 3 Berat
prediksi

GOLD 4 Sangat berat FEV1< 30% nilai prediksi

Sumber: GOLD 2017 Global Strategy for the Diagnosis, Management and Prevention of
COPD.

2
Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan tahun 2011 penentuan derajat PPOK
diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 2.2 Penentuan derajat PPOK sesuai dengan Kementerian Kesehatan tahun
2011.
Derajat Klinis Faal Paru Keterangan
Sesak kadang FEV1/FVC Pasien belum
Derajat I: kadang tapi <70% menyadari
PPOK tidak selalu, batuk FEV1 ≥ terdapatnya
Ringan kronik 80% kelainan
dan berdahak prediksi fungsi paru
Pada kondisi ini
Perburukan dari
FEV1/FVC pasien datang
penyempitan
Derajat II: <70% berobat karena
jalan napas, ada
PPOK 50% ≤ eksaserbasi atau
sesak napas
Sedang FEV1 <80% keluhan
terutama pada saat
prediksi pernapasan
exercise
kronik
Perburukan
penyempitan jalan
napas yang
semakin berat, FEV1/FVC
Derajat III: sesak napas <70%
PPOK bertambah, 30%≤ FEV1
Berat kemampuan <50 %
exercise berkurang prediksi
berdampak
pada kualitas
hidup
FEV1/FVC
Sering disertai
<70%
komplikasi. Pada
FEV1 <
kondisi ini
Derajat IV: Penyempitan jalan 30%
kualitas hidup
PPOK napas Prediksi atau
rendah dan sering
Sangat Berat yang berat FEV1< 50%
disertai
Prediksi
eksaserbasi
dengan gagal napas
berat/mengancam jiwa
kronik

3
D. Karakteristik H-A-E dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik
1. Host
Host dari penyakit paru obstruktif adalah manusia, manusia merupakan tempat
terjadinya penyakit paru obstruktif. Gangguan pada paru ini memberikan kelainan
ventilasi berupa ostruksi saluran pernapasan yang bersifat progresif dan tidak
sepenuhnya reversible. Obstruksi ini berkaitan dengan respon
inflamasi abnormal paru terhadap partikel asing atau gas yang
berbahaya (Depkes,2007).
2. Agent
Beberapa kondisi yang menjadi penyebab PPOK, antara lain:
a. Emfisema. Penyakit paru ini menyebabkan kerusakan dinding dan serat elastis
dari alveoli.
b. Bronkitis Kronis. Dalam kondisi ini, saluran bronkial pengidap meradang dan
menyempit, serta paru-paru menghasilkan lendir yang banyak, sehingga
menghalangi saluran udara.
c. Merokok dalam waktu yang lama.
d. Iritasi lain, seperti asap cerutu, polusi udara, dan paparan debu.
e. Kekurangan alfa-1 antitripsin. Kekurangan protein tersebut bisa memengaruhi
kesehatan hati dan paru-paru.
f. Defisiensi AAt. Pada orang dewasa, PPOK sering kali disebabkan oleh
defisiensi AAt.
3. Environment
Faktor utama yang meningkatkan risiko terjadinya PPOK adalah paparan rokok
dalam jangka panjang, baik secara aktif maupun pasif. Selain paparan rokok,
faktor risiko PPOK lainnya adalah:
a. Paparan debu dan bahan kimia di tempat kerja. Paparan kimia, uap, dan debu
dalam jangka panjang di tempat kerja dapat mengiritasi dan membuat paru-
paru meradang.

4
b. Paparan asap dari pembakaran bahan bakar. Misalnya, terpapar asap dari
pembakaran bahan bakar saat memasak atau akibat ventilasi di rumah yang
buruk
c. Kekurangan genetik yang tidak biasa, yaitu defisiensi alpha-1-antitrypsin
merupakan penyebab dari beberapa kasus PPOK. Faktor genetik lainnya
dipercaya juga dapat membuat beberapa perokok lebih rentan terhadap
penyakit ini.
E. Rantai Infeksi dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Karakteristik utama PPOK adalah keterbatasan aliran udara sehingga membutuhkan
waktu lebih lama untuk pengosongan paru. Peningkatan tahanan jalan napas pada saluran
napas kecil dan peningkatan compliance paru akibat kerusakan emfisematus
menyebabkan perpanjangan waktu pengosongan paru. Hal tersebut dapat dinilai dari
pengukuran Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (FEV1) dan rasio FEV1 dengan
Kapasitas Vital Paksa (FEV1/FVC) (Masna dan Fachri, 2014). Patofisiologi pada pasien
PPOK menurut The Global Initiative for Chronic Obstructive Pulmonary Disease 2017
sebagai berikut :
1. Keterbatasan aliran udara dan air trapping
2. Ketidaknormalan pertukaran udara
3. Hipersekresi mucus
4. Hipertensi pulmoner
5. Eksaserbasi
6. Gangguan sistemik
F. Riwayat Alamiah Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Perjalanan alamiah suatu penyakit umumnya dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Prepatogenesis
Pada kondisi ini, terjadi rangsangan yang menimbulkan penyakit dan individu
tersebut belum dinyatakan terkena penyakit paru obstruktif. Misalnya kejadian,
batuk, berdahak secara terus menerus yang mendahului sebelum penyakit paru
obstruktif.

5
2. Patogenesis
Dalam kondisi ini, individu mulai merasakan adanya keluhan – keluhan dan
terlihat gejala penyakit paru obstruktif. Pada patogenesis dapat dibagi lagi ke
beberapa fase, yaitu:
a. Fase Subklinis
Pada fase ini, bisa dikatakan timbulnya gejala masih merupakan gejala yang
umum yang belum dapat dikatakan sakit. Terjadi perubahan kondisi tubuh
namun perubahan itu belum dirasakan oleh individu. Tetapi jika dilakukan
pemeriksaan dengan alat – alat kesehatan, maka akan ditemukan kelainan
tersebut.
b. Fase Klinis
Pada tahap ini, gejala yang muncul semakin besar dan berat. Dan biasanya
individu baru menyadari penyakitnya dan baru melakukan pengobatan. Gejala
yang dirasa dapat berupa sesak nafas karna penyempitan jalan nafas.
c. Fase Penyembuhan
Setelah menjalani perawatan dan pengobatan, individu bisa memasuki fase
penyembuhan ataupun meninggal dunia. Untuk penyakit paru obstruktif
hanya dapat dikontol dan diberi pengawasan khusus,dengan pemberian obat
serta trapi oksigen, biasanya individu dengan penyakit paru obstruktif akut
akan disertai komplikasi akan mengalami kecacatan pada paru. Sedangkan
sisanya tetap akan menjadi carier atau beresiko terhadap penyakit paru
obstruktif.
G. Besar Masalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Prevalensi/Insiden)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan penyakit progresif dan mengancam jiwa
yang diperkirakan mempengaruhi lebih dari 251 juta orang di seluruh dunia. Sedangkan
prevalensi di Indonesia menurut Riskesdas 2013 adalah 3,7% atau sekitar 9,2 juta
penduduk. Saat ini menjadi penyebab utama keempat kematian di dunia, menyebabkan
lebih dari 3 juta kematian setiap tahunnya. PPOK diperkirakan akan menjadi penyebab
utama ketiga kematian di dunia pada tahun 2020. Kesadaran dan stigma masyarakat
terhadap penyakit ini masih sangat terbatas, begitu terdiagnosis, mereka tidak tahu cara

6
mengatasi dan bagaimana perawatannya lebih lanjut. Sungguh sesuatu yang disayangkan,
lebih dari dua pertiga penderita PPOK tidak menyadari bahwa mereka sedang menderita
penyakit ini.
Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap PPOK merupakan masalah utama dalam
menekan penyakit pernapasan ini. Tahap awal PPOK sering kali tidak dikenali karena
banyak penderita menganggap gejala seperti sesak napas, batuk kronis dan adanya dahak
sebagai kondisi normal yang terjadi seiring bertambahnya usia atau akibat umum dari
merokok. Sedangkan, pada tahap akhir dari PPOK, sebagian besar penderita sering merasa
putus asa karena gejala dan penurunan kwalitas hidup yang dialaminya.
H. Pola Penyebaran/Distribusi Penyakit Paru Obstruktif Kronik Menurut O-T-W
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) menunjukkan PPOK merupakan
salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di seluruh dunia. PPOK menunjukkan
angka kematian ke-5 tertinggi di seluruh dunia dan diperkirakan pada tahun 2020 menjadi
angka kematian ke-3.4 Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) working group
tahun 2002 melaporkan di 12 negara Asia Pasifik menunjukkan prevalensi PPOK
Indonesia sebesar 5,6%. Data kunjungan RS Persahabatan menunjukkan peningkatan
kasus PPOK dimana pada tahun 2000 menduduki peringkat ke- 5 yang dirawat jalan dan
peringkat ke- 4 pada yang rawat inap. Pasien yang dirawat tinggal meningkat dari 616
pada tahun 2000 menjadi 1735 ada tahun 2007.PPOK terus meningkat dari tahun ke tahun
dan pada tahun 2009, 48,6 % laki laki dan 36,6 % wanita meninggal akibat penyakit ini
Sebagian besar pederita PPOK adalah orang-orang yang berusia paruh baya
dan perokok. Penderita penyakit ini memiliki risiko untuk mengalami penyakit jantung
dan kanker paru-paru. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga DepKes RI 1992
menunjukkan angka kematian karena asma, bronkhitis kronik dan emfisema menduduki
peringkat ke-6 dari 10 penyebab kematian tersering di Indonesia. Di Amerika, sebagai
penyebab kematian PPOK menempati peringkat keempat setelah penyakit jantung, kanker
dan penyakit serebrovaskular. Merokok merupakan faktor risiko terpenting penyebab
PPOK disamping faktor risiko lainnya. Faktor yang berperanan dalam peningkatan
penyakit tersebut antara lain:

7
1. kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70%)
2. pertambahan penduduk,
3. meningkatnya usia rata-rata penduduk,
4. industrialisasi,
5. polusi udara.
I. Tempat Mencakup Penyakit Paru Obstruktif Kronik : (Global-Nasional-Lokal)
Epidemiologi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic obstructive
pulmonary disease di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti, namun diperkirakan
berkisar antara 7-19%.  The Burden of Obstructive Lung Disease (BOLD) mengungkapkan
angka prevalensi global adalah 10.1%. Pria ditemukan memiliki prevalensi 8.5% dan
wanita 8.5%. Angka prevalensi bervariasi di berbagai daerah di dunia. Kota Cape Town di
Afrika Selatan memiliki angka prevalensi tertinggi, yaitu 22.2% pada pria dan 16.7% pada
wanita. Kota Hannover di Jerman memiliki angka prevalensi terendah, yaitu 8,6% pada
pria dan 3.7% pada wanita.
Berdasarkan hasil survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan
Republik Indonesia (DEPKES) tahun 1992 menunjukkan angka kematian karena asma,
bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat keenam dari 10 penyebab tersering
kematian di Indonesia. Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013
menunjukkan bahwa prevalensi PPOK di Indonesia sebanyak 3,7%.[6] Pada tahun 2015
saja, dapat dilihat bahwa penduduk berusia 15 tahun keatas yang mengkonsumsi rokok
sebesar 22,57% di perkotaan dan 25,05% di pedesaan. Rata-rata jumlah batang rokok yang
dihabiskan selama seminggu mencapai 76 batang di perkotaan dan 80 batang di pedesaan.
Hal ini menunjukkan tingginya angka perokok di Indonesia yang merupakan faktor risiko
utama PPOK.
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit yang ditandai oleh hambatan
aliran udara yang terus menerus dan bersifat progresif dan biasanya berhubungan dengan
peningkatan respon inflamasi kronis terhadap partikel dan gas berbahaya pada saluran
udara napas. PPOK yang saat ini merupakan penyebab kematian ke-5 di seluruh dunia
diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi penyebab kematian ketiga di seluruh dunia
(PDPI, 2003).

8
Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi PPOK di
Indonesia sebesar 3,7 %, dimana penyumbang terbesar untuk kasus PPOK adalah propinsi
Nusa Tenggara Timur dengan prevalensi PPOK sebesar 10,0 %. Sedangkan prevalensi
PPOK di Propinsi Sumatera Utara mendekati prevalensi Nasional yaitu 3,6 % (Kemenkes
RI, 2014).
J. Pencegahan Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Pencegahan utama dan yang terbaik untuk menghindari PPOK adalah dengan
menghindari paparan rokok, baik secara aktif maupun pasif. Oleh sebab itu, bagi orang
yang tidak merokok disarankan untuk tidak mencoba rokok dan sebisa mungkin
menghindari asapnya. Sedangkan bagi perokok, cara terbaik adalah berhenti merokok dan
juga menghindari paparan asapnya.
Bagi para pekerja yang bekerja di lingkungan yang penuh dengan bahan kimia yang
dapat membuat paru-paru menjadi iritasi, disarankan untuk menggunakan alat pelindung
seperti masker.
K. Pengobatan Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Hingga kini, belum ada pengobatan yang mampu menyembuhkan PPOK. Hanya upaya
pencegahan dan pengendalian yang mampu mengatasi PPOK. Artinya, pengidap PPOK
bisa melakukan sesuatu untuk mencegah kerusakan dan gejala yang memburuk. 
Sebelum menentukan jenis pengobatan, dokter melakukan diagnosis PPOK dengan
menanyakan gejala, meninjau riwayat kesehatan, dan memeriksa kondisi fisik pengidap.
Tes fungsi paru dilakukan menggunakan spirometer untuk menilai volume hembusan
napas pengidap. 
Bila perlu, dilakukan pemeriksaan penunjang, meliputi tes darah, analisa gas darah
arteri, foto rontgen dada, CT scan, pengambilan sampel dahak, serta elektrokardiogram
(EKG) dan ekokardiogram. Setelah diagnosis ditetapkan, berikut ini pengobatan untuk
mengatasi PPOK:
1. Melakukan vaksinasi flu dan pneumokokus.
2. Konsumsi obat, seperti bronkodilator atau kombinasi antara bronkodilator dengan
kortikosteroid inhalasi. Obat bronkodilator berfungsi untuk membantu proses

9
bernapas dengan mengendurkan otot di paru-paru dan memperlebar saluran udara.
Sedangkan, obat kombinasi digunakan untuk mengurangi peradangan paru.
3. Terapi oksigen secara rutin, dianjurkan bagi pengidap PPOK yang sudah cukup
parah. 
4. Fisioterapi dada atau rehabilitasi paru-paru. Program ini dilakukan untuk
mengedukasi PPOK, efeknya terhadap kondisi psikologi, pola makan yang
sebaiknya dilakukan pengidap, serta memberikan latihan fisik dan pernapasan
untuk pengidap (seperti berjalan dan mengayuh sepeda).
5. Operasi, merupakan pilihan terakhir untuk mengatasi PPOP. Tindakan ini sering
dilakukan pada pengidap emfisema, termasuk bullectomy dan operasi pengurangan
volume paru (LVRS). Transplantasi paru dapat menjadi pilihan bagi pengidap
PPOK dengan tingkat keparahan yang tinggi.
Selain pengobatan di atas, pengidap PPOK dianjurkan untuk mengubah gaya hidup
untuk membantu proses pemulihan. Di antaranya dengan berhenti merokok, menghindari
zat iritan, berhenti merokok, memasang alat pelembap udara (air humidifier), menjaga pola
makan yang sehat, rutin berolahraga, dan memeriksakan diri secara berkala ke dokter
untuk membantu kondisi kesehatan.
L. Program Penanggulangan Penyakit Paru Obstruktif Kronik
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK
adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi
paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus
dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari
asma.
2. Obat-obatan
a. Golongan antikolinergik Digunakan pada derajat ringan sampai berat,
disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4
kali perhari ).

10
b. Golongan agonis beta - 2 Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak,
peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek
panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut,
tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan
atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
c. Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2 Kombinasi kedua golongan obat
ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai
tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih
sederhana dan mempermudah penderita.
d. Golongan xantin Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk
tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk
suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka
panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel
baik di otot maupun organ - organ lainnya.
4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat
berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di
ruang ICU atau di rumah.
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.

11
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan
derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah
6. Rehabilitas PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal
yang disertai :
a. Simptom pernapasan berat
b. Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
c. Kualiti hidup yang menurun.

12
REFERENSI :

http://repository.unimus.ac.id/1813/8/BAB%20II.pdf diakses tanggal 20 mei 2020


pukul 20:00 wib
https://www.halodoc.com/kesehatan/penyakit-paru-obstruktif-kronis diakses tanggal
20 mei 2020 pukul 20:15 wib
https://www.alomedika.com/penyakit/pulmonologi/penyakit-paru-obstruktif-
kronik/epidemiologi diakses tanggal 20 mei 2020 pukul 20:45 wib
https://www.klikpdpi.com/index.php?mod=article&sel=8720 diakses tanggal 20 mei
2020 pukul 21:30 wib
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/23f8d4e4236fc8d9f53f0832bf
8aba04.pdf diakses tanggal 20 mei 2020 pukul 21:45 wib
http://www.pdpersi.co.id/peraturan/kepmenkes/kmk10222008.pdf diakses tanggal 20
mei 2020 pukul 22:10 wib
https://www.halodoc.com/ppok-tidak-bisa-disembuhkan diakses tanggal 20 mei 2020
pukul 22:30 wib
http://pulmonologi.usu.ac.id/images/PDF/Guideline_PPOK_PDPI.pdf diakses tanggal
20 mei 2020 pukul 22:45 wib

13

Anda mungkin juga menyukai