Edisi kedua
Cetakan pertama, Januari 2008
657
ASS ASSEGAFF, A.
m Materi pokok akuntansi biaya I; 1 – 12; PAJA3336/
4 sks/ A. Assegaff, Akma Syarief Assegaff. -- Cet.1; Ed.2 --.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2008
648 hal : ill.; 21 cm
ISBN: 979-689-711-3
1. akuntansi biaya
I. Judul II. Assegaff, Akma Syarief
iii
Daftar Isi
Kegiatan Belajar 2:
Definisi Biaya dan Klasifikasinya …................................................ 1.15
Latihan ……………………………………….................................. 1.48
Rangkuman ………………………………….................................... 1.50
Tes Formatif 2 …………………………..……................................. 1.51
Kegiatan Belajar 2:
Break Even Point ……………...……................................................ 2.23
Latihan ……………………………………….................................. 2.36
Rangkuman ………………………………….................................... 2.38
Tes Formatif 2 …………………………..……................................. 2.39
Kegiatan Belajar 2:
Activity –Based Costing ….............……………………………….. 3.32
Latihan ………………………………………................................. 3.45
Rangkuman …………………………………................................... 3.46
Tes Formatif 2 …………………………..……................................. 3.46
Kegiatan Belajar 2:
Flexible Budget dan Variance ……................................................... 4.25
Latihan ……………………………………….................................. 4.50
Rangkuman ………………………………….................................... 4.51
Tes Formatif 2 …………………………..……................................. 4.51
Kegiatan Belajar 2:
Pengambilan Keputusan dan Analisis Profitabilitas ……............ ... 5.23
Latihan ………………………………………................................ 5.55
Rangkuman ………………………………….................................... 5.57
Tes Formatif 2 …………………………..…….............................. 5.57
Kegiatan Belajar 2:
Biaya Bersama dan Pendapatan Bersama ......................................... 6.21
Latihan ………………………………………............................... 6.34
Rangkuman ………………………………….................................... 6.35
Tes Formatif 2 …………………………..…….............................. 6.35
Kegiatan Belajar 2:
Manajemen Persediaan ……..……...…………................................. 7.23
Latihan ……………………………………….................................. 7.49
Rangkuman ………………………………….................................... 7.50
Tes Formatif 2 …………………………..…….............................. 7.50
Kegiatan Belajar 2:
Process Costing II …………………….………................................ 8.25
Latihan ……………………………………….................................. 8.38
Rangkuman ………………………………….................................... 8.38
Tes Formatif 2 …………………………..……................................. 8.38
Kegiatan Belajar 2:
Spoilage dan Job Costing .………....………………………………. 9.24
Latihan ……………………………………….................................. 9.35
Rangkuman ………………………………….................................... 9.36
Tes Formatif 2 …………………………..……................................. 9.36
vii
Kegiatan Belajar 2:
Joint Product …………….………....…………............................... 10.30
Latihan ………………………………………................................. 10.51
Rangkuman ………………………………….................................... 10.52
Tes Formatif 2 …………………………..……................................ 10.52
Kegiatan Belajar 2:
Transfer Price …………...………....…………................................ 11.21
Latihan ………………………………………................................. 11.35
Rangkuman ………………………………….................................... 11.36
Tes Formatif 2 …………………………..……................................. 11.37
Kegiatan Belajar 2:
Pengukuran Performa …...………....…………................................ 12.26
Latihan ………………………………………................................. 12.33
Rangkuman ………………………………….................................... 12.34
Tes Formatif 2 …………………………..……................................. 12.34
PEN D A HU L UA N
Kegiatan Belajar 1
Akuntansi Biaya
A nda pasti tidak asing lagi jika mendengar istilah biaya. Istilah ini
sangat erat dengan aktivitas Anda sehari-hari. Jika Anda hendak
bepergian ke suatu tempat maka Anda harus mengeluarkan sejumlah uang
untuk biaya transportasi. Begitu juga jika Anda hendak makan di restoran
maka Anda akan dikenai biaya makanan dan minuman yang Anda konsumsi.
Setiap individu tidak mungkin dapat melepaskan diri dari dikenai biaya. Apa
yang Anda inginkan haruslah disertai dengan pengorbanan, misalkan
memberikan sejumlah uang yang Anda miliki. Jadi, biaya merupakan bagian
yang sangat penting dalam hidup Anda. Namun, apakah Anda hanya sekadar
melunasi biaya-biaya yang menjadi kewajiban Anda?
Anda tentunya akan melakukan lebih dari itu. Anda akan
membandingkan biaya yang dikenakan kepada Anda jika Anda melihat
adanya alternatif lain. Contohnya, Anda hendak membeli baju, sebaiknya
Anda memilih baju baru yang mana? Baju A harganya lebih mahal, namun
kualitasnya sangat baik. Baju B lebih murah dari A, namun kualitasnya lebih
rendah. Biaya yang akan dikenakan pada Anda untuk membeli baju baru
akan Anda pertimbangkan, manakah yang sesuai dengan kemampuan Anda
dan kebutuhan Anda. Juga Anda akan berusaha menekan besarnya biaya jika
Anda tetap menginginkan baju A, namun dengan pergi ke toko busana lain
untuk mencari baju sejenis. Dengan kata lain, Anda berupaya mengendalikan
biaya-biaya dalam aktivitas Anda.
Kini pertanyaannya, mungkinkah sebuah entitas, seperti perusahaan yang
berorientasi laba dalam menjalankan usahanya dan melibatkan berbagai
macam aktivitas operasional, tidak mengatur biaya-biayanya, dan tidak
memiliki sebuah sistem pencatatan dan pengendalian biaya? Di sinilah peran
akuntansi biaya dan Anda akan mempelajari seluk-beluknya dalam kegiatan
belajar ini.
Setelah mempelajari uraian Kegiatan Belajar 1, Anda diharapkan
memahami dan dapat menjelaskan hal-hal berikut.
1. Definisi akuntansi biaya (cost accounting).
2. Definisi akuntansi manajemen (management accounting).
3. Definisi akuntansi keuangan (financial accounting).
1.4 Akuntansi Biaya 1
produksi sebuah produk hingga biaya umum, seperti tagihan listrik. Apakah
kemudian semua biaya disajikan dalam laporan? Ini tergantung pada dua hal.
Pertama, pihak mana yang berkepentingan dengan laporan biaya. Jika pihak-
pihak luar, seperti pemegang saham dan pemerintah (pihak eksternal
perusahaan) maka penyajiannya berupa nilai agregat (total) masing-masing
kelompok biaya.
Contoh
Dalam Laporan Laba Rugi, setiap biaya memiliki kelompoknya masing-
masing, seperti biaya tagihan telepon umumnya ada di dalam kelompok
Biaya Umum dan Administrasi. Anda tidak akan temukan detail dari biaya
telepon tersebut, seperti berapa penggunaan untuk interlokal dan berapa
untuk panggilan lokal. Anda akan hanya menemukan total biaya tagihan
telepon. Mengapa? Karena pihak luar perusahaan memusatkan perhatian
pada kinerja perusahaan secara umum dan mempercayakan pengendalian
biaya pada perusahaan itu sendiri. Memperhatikan seluruh komponen biaya
bukanlah tugas mereka. Ini merupakan tugas para karyawan perusahaan itu
sendiri karena perusahaan telah merekrut berbagai sumber daya manusia
sesuai keterampilan dan bidang masing-masing.
Untuk pihak internal perusahaan, seperti manajer produksi ia perlu
mengetahui dan menelusuri sumber biaya-biaya yang terjadi. Ia perlu
memastikan keakuratan perhitungan biaya stafnya dan berupaya
mengendalikan biaya-biaya tersebut jika menurutnya berlebihan. Oleh karena
itu, laporan biaya yang ia terima berupa biaya-biaya yang dalam bentuk detail
dan terperinci. Tentunya untuk biaya-biaya yang terjadi di dalam lingkup
wewenang dan tanggung jawabnya.
Kedua, seberapa material biaya tersebut. Material dalam arti seberapa
besar jumlahnya sehingga dapat mempengaruhi pengambilan keputusan
dalam menyajikan laporan biaya.
Contoh:
Untuk bulan Januari, tagihan telepon adalah Rp2.000.000,00. Karena
perusahaan terlambat dalam membayar tagihan tersebut maka dikenakan
denda, misalnya Rp5.000,00. Sekarang, permasalahannya apakah kita perlu
menyajikan nilai biaya denda tersebut dalam nama akun tersendiri atau
menggabungkannya dengan biaya tagihan telepon? Kita perlu
1.6 Akuntansi Biaya 1
Kini kita perlu memutuskan, apakah dengan persentase 0,25% kita perlu
menyajikan biaya ini dalam akun tersendiri? Tergantung tingkat materialitas
perusahaan. Jika nilai ini ternyata memenuhi syarat materialitas maka dia
disajikan tersendiri dalam akun Biaya Denda Telepon. Jika nilai ini di bawah
batas materialitas maka dia digabungkan dengan biaya tagihan telepon
hingga akan tersajikan Biaya Tagihan Telepon sebesar Rp2.005.000,00.
Misalkan, dengan tingkat materialitas 5% maka untuk contoh ini besarnya
biaya denda telepon berada di bawah batas materialitas.
D. DATA NONFINANSIAL
Gambar 1.1
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
1) Definisi yang paling tepat untuk akuntansi biaya adalah sistem informasi
yang ....
A. mencatat biaya yang dikeluarkan perusahaan
B. mencatat dan menyajikan daftar biaya yang dikeluarkan perusahaan
C. mencatat dan menyajikan laporan yang berisikan biaya yang
dikeluarkan perusahaan dalam satu tahun kepada direktur
perusahaan
D. menyajikan laporan-laporan berisikan biaya yang dikeluarkan
sebuah perusahaan setelah melalui serangkaian perhitungan dalam
periode tertentu kepada pihak-pihak yang memerlukan informasi
mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan tersebut
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 1, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
PAJA3336/MODUL 1 1.15
Kegiatan Belajar 2
A. DEFINISI BIAYA
Biaya adalah sesuatu yang kita miliki, kemudian kita serahkan untuk
mendapatkan sesuatu yang lain sesuai yang kita inginkan. Jika kita tengok ke
zaman dahulu, zaman di mana belum terciptanya uang, sistem barter diakui
dan dijalankan oleh semua orang. Apa yang mereka inginkan haruslah
ditukar dengan apa yang mereka miliki. Sejak terciptanya uang, konsep ini
tidak berubah, hanya alat yang digunakannya yang berubah. Di zaman
sekarang, seseorang harus mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli apa
yang mereka inginkan. Jadi, baik itu menukar barang dengan barang ataupun
menukar barang dengan uang, intinya adalah adanya sesuatu yang kita miliki
harus kita serahkan atau korbankan untuk mendapatkan yang kita inginkan.
Oleh karena itu, biaya sering disebut dengan pengorbanan. Anda harus
bersedia mengorbankan uang yang Anda miliki jika ingin memiliki, misalnya
baju baru. Juga ada satu argumen lagi yang menguatkan mengapa biaya
disebut juga dengan pengorbanan.
PAJA3336/MODUL 1 1.17
Contoh:
Tatkala Anda telah mengeluarkan uang, misalnya Rp100.000,00 untuk
membeli baju baru, Anda tidak mungkin menggunakan uang yang telah Anda
keluarkan untuk membeli barang lain lagi. Dengan kata lain, uang yang Anda
keluarkan hanyalah untuk apa yang telah Anda terima, misalnya Anda
membeli baju baru. Uang yang Anda keluarkan untuk baju tersebut sudah
menjadi milik si penjual baju, dan uang tersebut sudah sepenuhnya terlepas
dari kepemilikan Anda. Mungkinkah Anda dapat memintanya kembali dan
menggunakannya untuk keperluan lain, namun baju tidak Anda kembalikan?
Tentu tidak. Anda telah berkorban untuk mendapatkan baju baru tersebut dan
sekaligus menghilangkan kemungkinan terpenuhinya keperluan Anda yang
lain, dengan uang sama yang telah Anda gunakan untuk membeli baju.
Biaya telah kita bahas dan kini kita akan membahas arti dari beban.
Mengapa beban perlu kita bahas? Karena ada hubungan yang erat antara
biaya dengan beban. Sebelumnya, akan kita bahas apakah yang memicu
timbulnya beban.
Contoh:
Anda telah membeli baju baru. Anda kenakan, misalnya 3 seminggu.
Seiring dengan waktu, Anda telah menggunakannya selama 1 tahun. Kini
coba Anda perhatikan. Adakah perubahan pada baju Anda? Tentunya tidak
layak lagi disebut baru karena jelas terlihat adanya penurunan kualitas di baju
Anda. Ada jenis baju yang terlihat dengan jelas penurunan kualitasnya,
namun ada yang tetap seakan-akan baru. Dengan tidak mempermasalahkan
hal tersebut, satu hal yang telah jelas, baju Anda tidaklah seperti dulu. Lalu,
apa yang Anda lakukan? Apakah Anda kemudian menghitung berapa besar
nilainya yang turun sehingga harganya pun menurun? Jelas tidak, namun
untuk entitas berorientasi laba, seperti perusahaan maka teori akuntansi
memiliki metode untuk mengakui penurunan nilai suatu barang.
Teori akuntansi mengakui adanya penurunan nilai pada aset-aset sebuah
perusahaan. Contohnya, nilai mesin cetak pada sebuah perusahaan
percetakan. Tidaklah rasional jika perusahaan mencatat nilai mesin tersebut
di masa kini sama nilainya dengan sewaktu mesin tersebut dibeli. Penurunan
nilai ini tidaklah harus selalu terkait dengan penggunaan. Misalnya, mesin
1.18 Akuntansi Biaya 1
Pertama, actual cost. Jika kita artikan maka akan berbunyi biaya aktual
atau biaya sebenarnya. Biaya apakah ini? Ini merupakan sejumlah uang yang
Anda keluarkan tatkala Anda membeli barang. Jadi, jumlah uang yang benar-
benar Anda keluarkan. Sama halnya dengan perusahaan yang mengeluarkan
uang untuk keperluan operasionalnya, kemudian mencatatnya. Namun, bukan
hanya biaya aktual yang dicatat perusahaan. Melalui anggaran, perusahaan
mencatat biaya yang bukan aktual. Anggaran adalah laporan yang memuat
biaya dan juga penerimaan yang diprediksi jumlahnya untuk periode yang
akan datang sehingga biaya yang tertera pun bukan biaya aktual yang telah
dikeluarkan, namun biaya yang akan dikeluarkan.
Kedua, cost object. Terjemahannya adalah objek biaya, yaitu sesuatu
yang Anda telah dikenakan biaya untuk memperolehnya. Dengan kata lain,
apa-apa yang melekat nilai pada diri sesuatu yang menyebabkan Anda harus
mengorbankan milik Anda untuk mendapatkannya. Contohnya, mobil Anda
di mana Anda telah membayar biaya untuk mendapatkan mobil tersebut.
Mobil Anda itulah yang disebut objek biaya. Bagaimana dalam perusahaan?
Sama halnya dengan Anda, misalkan karyawan. Untuk mendapatkan tenaga
dan keahlian yang dimiliki seorang karyawan maka perusahaan harus
mengeluarkan biaya untuk menggajinya. Gaji adalah biaya bagi perusahaan
karena karyawan tersebut adalah objek biaya
Ketiga, cost accumulation. Terjemahannya adalah akumulasi biaya. Ini
merupakan proses pencatatan dan pengumpulan biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan. Mengapa disebut akumulasi? Karena satu
macam biaya dapat terjadi berulang-ulang dalam satu periode, misalnya
sebulan yang harus dijumlahkan (diakumulasikan) untuk mendapatkan nilai
totalnya. Contohnya, pembelian kertas oleh perusahaan jasa fotokopi.
Pembelian kertas merupakan satu jenis biaya yang terjadi berulang-ulang
selama satu bulan. Perusahaan harus membeli kertas karena ini merupakan
elemen vital dalam usaha fotokopi. Jadi, setelah satu bulan, biaya pembelian
kertas yang terjadi di tanggal-tanggal yang berbeda dikumpulkan dan
diakumulasikan (dijumlahkan) menjadi nilai agregat (total) untuk periode
satu bulan.
Keempat, cost assignment. Jika diartikan, bunyinya penugasan biaya
(terkadang penerjemahan istilah-istilah ini menjadi janggal). Lalu, apa
maksudnya? Cost assignment adalah aktivitas yang mengupayakan dapat
menelusuri dan menentukan biaya total yang diperlukan untuk mendapatkan
suatu barang.
1.20 Akuntansi Biaya 1
Contoh:
Anda pergi ke sebuah pusat perbelanjaan dengan tujuan untuk membeli
jam tangan. Anda kemudian mengeluarkan uang sejumlah Rp250.000,00
untuk jam tangan tersebut. Nah, berapa biaya jam tangan Anda? Anda pun
akan menjawab karena uang yang Anda keluarkan sejumlah Rp250.000,00
maka biayanya adalah Rp250.000,00. Namun, sesungguhnya biayanya lebih
dari uang yang Anda keluarkan di toko tempat Anda membeli jam tangan
tersebut. Jika Anda ingin mengetahui biaya sebenarnya jam tangan Anda
maka Anda juga harus menghitung biaya bensin yang Anda gunakan jika
Anda menggunakan mobil pribadi, uang transportasi jika Anda naik
kendaraan umum, uang parkir di pusat perbelanjaan tersebut, dan biaya-biaya
yang Anda keluarkan, sejak Anda ke luar dari rumah hingga sampai kembali
ke rumah Anda. Anda harus menghitung biaya-biaya apa saja yang Anda
keluarkan untuk dapat menggunakan jam tangan tersebut. Anda akan
mendapatkan biaya yang sesungguhnya yang telah Anda keluarkan untuk
mendapatkan jam tangan tersebut.
Lalu, bagaimana jika Anda pergi ke pusat perbelanjaan bukan hanya
untuk membeli jam tangan? Misalkan, Anda juga menonton bioskop, makan
di restoran cepat saji, dan membeli buku. Bagaimana Anda menentukan,
misalnya dari uang parkir, mana yang menjadi biaya tambahan untuk jam
tangan dan yang menjadi biaya tambahan untuk menonton bioskop? Di
sinilah peran cost assignment. Aktivitas ini bukan hanya mencari biaya mana
yang langsung dapat diketahui untuk pembelian jam tangan, namun juga
mencoba mencari porsi untuk jam tangan dari biaya yang sifatnya tidak
langsung dapat dilekatkan pada jam tangan tersebut. Jadi, dalam cost
assignment ada dua aktivitas, yaitu berikut ini.
Pertama, menentukan biaya yang jelas-jelas berhubungan dengan suatu
produk. Ini disebut tracing. Dalam contoh jam tangan maka uang yang
dikeluarkan untuk membeli jam tangan di toko jam, disebut direct cost. Lalu,
bagaimana dengan yang tidak langsung berhubungan, seperti biaya parkir?
Kedua, kita akan menentukan berapa dari biaya parkir yang harus
dialokasikan untuk pembelian jam tangan. Ini disebut proses allocating. Jadi,
kita menentukan bagian dari biaya parkir yang menjadi haknya jam tangan.
Porsi biayanya disebut indirect cost. Istilah-istilah tersebut akan dibahas
dalam kegiatan belajar ini.
PAJA3336/MODUL 1 1.21
Contoh:
Pada sebuah perusahaan jasa pengiriman barang, biaya untuk mengirim
suatu dokumen kepada tujuannya adalah biaya langsung dokumen tersebut.
Misal, perusahaan ini mengirim dokumen A. Jika dalam hari itu kurir hanya
mengantarkan dokumen tersebut maka biaya yang dikeluarkan untuk bensin
menjadi biaya langsung dokumen A. Anda dapat menentukan dengan jelas
bahwa biaya tersebut memang hanya untuk mengantarkan dokumen A karena
biaya tersebut langsung berhubungan dengan dokumen A.
Lalu mengapa aktivitas untuk mengidentifikasi biaya ini disebut tracing?
Seperti maksud kata terjemahannya, yaitu menelusuri. Diibaratkan Anda
hendak menuju ke suatu tempat dengan menelusuri petunjuk-petunjuk yang
ada di pinggir jalan dan Anda dapat melihat dengan jelas petunjuk tersebut
dan dengan menelusurinya, Anda akan mencapai tempat yang Anda
kehendaki. Hal yang sama berlaku untuk biaya. Masih dengan contoh di atas,
Anda menelusuri informasi berupa dokumen apa saja yang hari ini akan
dikirim. Apakah hanya satu atau lebih? Anda kemudian menemukan ternyata
hanya satu, yaitu dokumen A. Anda pun dapat menyimpulkan bahwa bensin
yang kelak akan diisi di jalan diperuntukkan agar dokumen A sampai di
tujuan. Jadi, jelas bahwa biaya bensin untuk dokumen A.
Sedangkan indirect cost kita artikan biaya tidak langsung. Ini merupakan
biaya yang tidak langsung berhubungan dengan suatu produk. Mengapa tidak
langsung? Karena biaya tersebut bukan hanya untuk 1 produk, namun
berkaitan dengan banyak produk. Contohnya, masih menggunakan contoh
perusahaan jasa pengiriman barang, pada hari itu kurir mengirim 3 dokumen,
yaitu dokumen A, B, dan C. Pengisian bensin dilakukan agar ketiga, bukan
hanya satu, dokumen tersebut sampai di tujuan. Lalu, biaya bensin tersebut
diperhitungkan untuk dokumen yang mana? Semuanya menggunakan bensin
1.22 Akuntansi Biaya 1
Contoh:
Dalam proses produksi ban pada sebuah perusahaan mobil, semakin
banyak mobil yang dihasilkan maka tidak terelakkan timbulnya kebutuhan
akan lebih banyak ban. Jika diproduksi 1.000 mobil dalam waktu 1 bulan
maka perusahaan harus memproduksi 4.000 ban. Dengan asumsi biaya untuk
memproduksi 1 ban adalah Rp1.000,00 maka total biaya produksi ban adalah
Rp4.000.000,00. Bagaimana jika produksi mobil meningkat menjadi 1.500
buah? Tentunya karena sebuah mobil tidak mungkin jalan tanpa ban maka
perusahaan akan memproduksi 6.000 ban, dengan biaya Rp6.000.000,00.
Berikut contoh ini dalam bentuk grafik:
B
i Rp 6.000.000
a
y
a
P
r Rp 4.000.000
o
d
u
k
s
i Rp 0
1.000 1.500
B J u m l ah M o b i l
a
n
Gambar 1.2. Grafik Biaya Variabel
PAJA3336/MODUL 1 1.25
B
i
a
y
a Rp 1.000.000,00
S
e
w
a Rp 0
100 200 300
Penjelasan: Dari grafik dapat dilihat, seberapa banyak jumlah porsi makanan
yang dijual oleh restoran, biaya sewa tidak akan meningkat
atau berkurang. Biaya sewa tidak memiliki hubungan
langsung dengan jumlah porsi makanan yang disaji.
Terdapat satu syarat dalam penilaian kita tetap tidaknya suatu biaya,
yaitu kita harus menilainya berdasarkan jumlah total biaya, dan bukannya
biaya per unit. Ini berbeda dengan biaya variabel yang secara total berubah
dengan perubahan produksi, namun biaya per unitnya tetap. Untuk biaya
tetap, kebalikan dari biaya variabel dalam jumlah total tidak berubah, namun
jika dihitung per unit maka ada perubahan.
Dengan kembali menggunakan contoh rumah makan, dalam jumlah total
biaya sewa per bulan adalah Rp1.000.000,00. Kini, kita hendak menentukan
nilai biaya tetap per unit. Biaya tetap per unit adalah berapa biaya tetap yang
harus ditanggung per 1 unit hasil produksi. Misalkan, rumah makan
menyiapkan 500 porsi setiap bulannya. Maka, biaya tetap yang harus
ditanggung per 1 porsi makanan adalah Rp2.000,00 (Rp1.000.000,00/500
porsi). Jika rumah makan meningkatkan porsi per bulannya menjadi 750
porsi maka biaya tetap yang harus ditanggung per 1 porsi makanan menjadi
Rp1.333,00 yang berarti menurun dibandingkan dengan 500 porsi. Kita
menyebut penurunan ini dengan istilah economic of scale, yaitu semakin
banyak produk yang dihasilkan maka akan semakin rendah biaya tetap yang
harus ditanggung per produk. Jadi, sudah jelas bahwa ada perubahan biaya
tetap per unit seiring dengan perubahan jumlah produksi. Oleh karena itu,
suatu biaya disebut biaya tetap jika total biaya tersebut tidak berubah dengan
adanya perubahan produksi.
Suatu biaya menjadi biaya tetap bukan berarti biaya tersebut secara
inheren (kodratnya) memang tetap. Begitu juga dengan variabel. Suatu biaya
menjadi variabel atau tetap juga dapat tergantung dari keputusan perusahaan.
Contohnya, gaji karyawan ada sebuah perusahaan botol parfum. Perusahaan
dapat menentukan pola penggajiannya dan terdapat dua alternatif. Pertama,
karyawan digaji berdasarkan kemampuan mereka untuk memproduksi
seberapa banyak botol untuk dijadikan tempat parfum. Semakin banyak maka
gaji pun semakin meningkat. Jika alternatif ini yang dipilih maka biaya gaji
karyawan adalah biaya variabel atau yang kedua, karyawan mendapatkan gaji
bulanan, dengan tidak ada kaitan dengan kemampuan mereka memproduksi
botol parfum. Pola penggajian ini menjadikan biaya gaji karyawan sebagai
PAJA3336/MODUL 1 1.27
biaya tetap. Jadi, suatu gaji tidak selamanya variabel atau tetap. Tergantung
bagaimana perusahaan menentukan pola pengeluarannya.
Lalu, adakah biaya semivariable? Sebelum memberikan contohnya, kita
artikan terlebih dahulu. Biaya ini adalah biaya yang menggabungkan biaya
variabel dan tetap. Jadi, dalam satu biaya, ada dua unsur yang berbeda,
namun tidak bertentangan satu dengan yang lainnya. Contoh yang paling
jelas adalah biaya telepon.
Contoh:
Penyedia jasa telepon (seperti Telkom) mengharuskan Anda membayar
biaya bulanan (abonemen), terlepas Anda pernah melakukan panggilan atau
tidak. Penggunaan telepon tersebut juga mengharuskan Anda membayar
sejumlah pemakaian pulsa Anda. Semakin banyak melakukan panggilan
maka biaya pun akan semakin besar. Jadi, ada dua jenis biaya. Jumlah
tagihan abonemen berupa biaya tetap dan tagihan pemakaian berupa biaya
variabel. Karena mengandung dua jenis biaya dalam waktu yang bersamaan
maka biaya telepon disebut biaya semivariabel.
Lalu, mengapa disebut biaya semivariabel dan bukannya semitetap?
Menurut pendapat pribadi penulis, ini karena suatu biaya erat dengan suatu
aktivitas yang menimbulkan biaya tersebut. Biaya tetap berupa abonemen
menunjukkan, Anda pernah menggunakannya atau tidak, biaya tersebut tetap
muncul. Jadi, tidak adanya suatu kepastian akan berjalannya suatu aktivitas.
Namun, biaya variabel berupa penggunaan telepon menunjukkan dengan
jelas adanya aktivitas yang memunculkan biaya. Oleh karena itu, lebih tepat
biaya telepon menggunakan istilah biaya semivariabel.
Contoh:
Anda menggunakan jalan tol untuk mencapai tujuan Anda. Biaya tol
akan dikenakan pada Anda. Dalam contoh ini, mana yang dapat disebut
sebagai cost driver? Apakah mobil Anda? Atau mungkin keberadaan penjaga
gerbang tol yang menerima uang dari Anda? Jika Anda perhatikan, mengapa
Anda dikenakan biaya untuk menggunakan jalan tol? Karena Anda
membayar kelancaran perjalanan Anda dengan memasuki jalan tol. Apakah
Anda harus menggunakan tol? Tidak, jalan biasa pun bisa. Jadi, apa yang
mengakibatkan Anda harus mengeluarkan uang? Aktivitas penggunaan jalan
tol itulah yang menjadikan Anda harus mengeluarkan uang. Jadi, cost driver-
nya adalah aktivitas penggunaan jalan tol, sedangkan objek biayanya adalah
jalan tol itu sendiri.
Contoh:
Sebuah toko roti memiliki target produksi roti keju sebanyak 50 buah
dalam waktu 1 hari. Untuk memenuhi target tersebut maka toko tersebut
harus membeli bahan roti keju, misalnya keju dalam jumlah 1 kg. Untuk
bulan-bulan lainnya, produksi terendahnya adalah 42 roti dan terbesarnya
adalah 72 roti. Dalam rentang ini, setiap ada perubahan produksi roti keju
maka biaya akan berubah secara proporsional. Misal, dengan jumlah
produksi roti keju sebanyak 42 buah maka jumlah keju yang dibeli pun
menjadi ¾ kg, yang mengakibatkan biaya pembelian keju pun menurun
secara proporsional. Begitu juga jika mencapai target produksi terbesar, yaitu
72 buah.
PAJA3336/MODUL 1 1.29
Namun, apa yang akan terjadi jika toko menaikkan target produksinya
sebanyak 100 buah roti keju dalam waktu 1 hari? Apakah kemudian biaya
pembelian keju akan melonjak naik? Belum tentu. Benar, biaya pembelian
keju akan naik, tapi mungkin tidak secara proporsional dengan kenaikan
jumlah produksi. Besar kemungkinan penyebabnya adalah pemasok keju
memberikan diskon pembelian yang besar jika toko membeli keju dalam
jumlah besar. Jadi, tatkala toko memiliki target 100 buah roti dan membeli
keju dalam kuantitas yang cukup besar maka target 100 buah roti
menjadikannya mendapatkan diskon pembelian dari pemasok keju.
Hal yang sama jika kebalikannya jika produksi di bawah 42 buah maka
pemasok keju akan memberikan harga keju yang mahal karena kecilnya nilai
pembelian. Maka kenaikan atau penurunan volume produksi belum tentu
seiring dengan kenaikan atau penurunan secara proporsional biayanya. Jadi,
dalam contoh ini yang menjadi batas bawah dan atas relevant range ini
adalah biaya bahan mentah. Selama dalam rentang ini, perubahan biaya
terjadi secara proporsional dengan perubahan volume (jumlah) produksi.
Satu macam biaya dapat memiliki dua jenis golongan yang berbeda.
Contohnya, biaya yang digolongkan sebagai biaya langsung juga dapat
digolongkan sebagai biaya variabel. Berikut penjelasannya, dengan
menggunakan contoh perusahaan percetakan buku yang memiliki mesin
cetak dan menyewa sebuah ruangan untuk mencetak. Objek biayanya adalah
buku dengan Judul A.
1. Kombinasi Pertama
Biaya Langsung dan Biaya Variabel : Biaya Kertas untuk Cetak
Biaya pembelian kertas memiliki hubungan langsung dengan buku A
karena kertas merupakan unsur terpenting dalam sebuah buku. Penggunaan
kertas akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah
eksemplar buku yang akan dicetak.
1.30 Akuntansi Biaya 1
2. Kombinasi Kedua
Biaya Langsung dan Biaya Tetap : Biaya Gaji Operator Mesin Cetak
Gaji operator mesin cetak memiliki hubungan langsung dengan buku A
karena perusahaan dengan jelas dapat menghitung jumlah jam atau hari yang
dihabiskan operator mesin yang diperlukan untuk mencetak buku A. Biaya
gaji ini juga tetap setiap bulannya dan tidak berubah jika ada perubahan
dalam jumlah produksi.
3. Kombinasi Ketiga
Biaya Tak Langsung dan Biaya Variabel : Biaya Pemakaian Listrik
Biaya pemakaian listrik tidak memiliki hubungan langsung dengan buku
A karena tidak mudah menelusuri nilai kontribusi listrik terhadap penciptaan
produk. Tapi, biaya pemakaian listrik akan meningkat jika aktivitas mencetak
meningkat, lebih-lebih jika ada lembur.
4. Kombinasi Keempat
Biaya Tak Langsung dan Biaya Tetap : Biaya Sewa Bulanan Ruang
Cetak
Biaya sewa ini memiliki kontribusi terhadap penciptaan produk, namun
tidak mudah untuk menghitung berapa kontribusinya. Biaya ini juga tidak
akan berubah walaupun tidak ada kegiatan mencetak sama sekali.
hingga terjual nanti. Perusahaan perlu mengetahui berapa nilai produk yang
telah dihasilkan, namun belum terjual. Dengan kata lain, perusahaan perlu
mengetahui nilai persediaannya. Ini dapat dicapai dengan perusahaan
mengetahui berapa biaya total per produknya, yang kemudian dijumlahkan
dengan biaya total produk lain sehingga akan mencapai angka yang
menunjukkan nilai biaya total seluruh produk dalam persediaan. Lebih
jauhnya, informasi biaya total dapat membantu perusahaan menganalisis
mengapa, misalnya nilai persediaannya lama sekali pengurangannya yang
berarti produk membutuhkan waktu lama untuk terjual.
Kedua, untuk penentuan biaya per unit (unit cost), yaitu biaya yang
dikeluarkan untuk menciptakan satu unit produk. Perusahaan perlu
mengetahui biaya per unit jika produksinya menghasilkan produk sejenis
dalam jumlah massal. Jika perusahaan memanufaktur produk tidak dalam
jumlah massal maka biaya per unit produk tersebut mudah untuk ditentukan.
Contoh:
Misalnya, perusahaan yang bergerak di bidang furnitur handmade
(buatan tangan). Produk ini dihasilkan dalam jumlah satuan dan tidak dalam
jumlah massal karenanya biaya total furnitur sama dengan biaya per unitnya.
Tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk lebih dari 1 produk. Seluruh biaya
yang dikeluarkan diperuntukkan bagi proses produksi satu furnitur tersebut.
Ini berbeda dengan perusahaan yang menghasilkan produk secara massal.
Biaya-biaya yang dikeluarkan bukan hanya untuk satu produk, namun untuk
banyak produk. Lalu, bagaimana cara menghitungnya?
Biaya per unit didapat dengan cara biaya total untuk memproduksi
sejumlah produk dibagi dengan jumlah produk yang dihasilkan. Contohnya,
pada perusahaan penerbitan buku. Untuk mencetak Judul A, misalnya banyak
melibatkan biaya, dari biaya kertas hingga biaya plastik pembungkus buku.
Biaya-biaya ini bukan untuk menghasilkan Judul A dalam jumlah satu buku,
melainkan untuk banyak buku, misalnya 1.000 buku. Jadi, perusahaan perlu
mengetahui berapa biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi satu buku.
Caranya, biaya total dibagi dengan jumlah buku yang dicetak yang
menghasilkan nilai biaya per unit. Kini pertanyaannya, untuk apa perusahaan
mengetahui biaya per unit?
Tujuan yang paling utama adalah penentuan laba suatu produk. Ini dapat
dicapai dengan penentuan harga yang tepat untuk menghasilkan laba yang
diinginkan. Seperti yang telah kita ketahui, laba adalah harga jual dikurangi
1.32 Akuntansi Biaya 1
Contoh:
Biaya untuk memproduksi sebuah kendaraan motor adalah
Rp5.000.000,00. Ini adalah biaya per unit kendaraan motor. Misalkan, jumlah
kendaraan motor yang diproduksi sebanyak 1.000 buah. Lalu, bagaimana
cara menghitung nilai biaya rata-rata? Yaitu, biaya total dibagi dengan
jumlah kendaraan yang diproduksi. Biaya total didapatkan dengan
mengalikan biaya per unit dengan jumlah produksi, yang berarti
Rp5.000.000,00 1.000 buah = Rp5.000.000.000,00 (Lima miliar rupiah).
Kemudian Rp5.000.000.000,00 dibagi dengan jumlah produksi, yaitu 1.000
buah dengan hasil Rp5.000.000,00. Ini adalah nilai biaya rata-rata dan sama
dengan nilai biaya per unit.
1. Perusahaan Manufaktur
Perusahaan ini menghasilkan produk, dengan melalui proses produksi,
dari bahan mentah hingga menghasilkan produk siap untuk dijual.
Keakuratan perhitungan biaya sangatlah penting, mengingat sebuah produk
pasti melibatkan lebih dari satu macam biaya untuk memproduksinya.
Perusahaan ini harus mencatat seluruh biaya yang berkaitan dengan
produknya dan menentukan jumlah biaya yang diperlukan untuk menciptakan
PAJA3336/MODUL 1 1.33
suatu produk. Persediaannya ada tiga jenis, yang nanti akan dibahas. Contoh
perusahaan manufaktur adalah penerbit buku.
2. Perusahaan Dagang
Perusahaan ini membeli barang yang kemudian akan dijual kembali.
Tidak ada proses penciptaan di dalam perusahaan ini. Proses yang ada berupa
pembelian barang jadi untuk dijual kembali. Umumnya perusahaan ini tidak
perlu lagi mengolah barang yang dibelinya dan dapat langsung menjualnya
kembali. Biaya yang berkaitan dengan produk yang perlu dicatat adalah biaya
pembelian barang jadi, ditambah dengan biaya-biaya yang dikeluarkan agar
barang jadi ini dapat dijual kembali. Persediaannya hanya berupa barang jadi
yang akan dijual kembali. Contoh perusahaan dagang adalah pasar swalayan
(supermarket).
3. Perusahaan Jasa
Perusahaan ini tidak menghasilkan suatu produk dan juga tidak membeli
barang yang akan dijual kembali. Aktivitas perusahaan ini adalah pelayanan
(servis) kepada konsumen. Pelayanannya bukan dalam bentuk produk nyata,
namun berupa jasa yang diperlukan konsumen. Biaya-biaya yang dikeluarkan
adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk dapat memberikan pelayanan
kepada konsumen. Perusahaan jenis ini tidak memiliki persediaan untuk
produknya karena tidak ada produk nyata (konkret) yang dapat disimpan.
Contoh perusahaan jasa adalah stasiun televisi.
pada perusahaan penerbit buku. Lalu apakah semua bahan mentah masuk
dalam kategori direct material cost?
Tidak semua. Bahan mentah yang digunakan dalam proses produksi, tapi
tidak memiliki hubungan langsung (makna hubungan langsung telah dibahas
di bagian biaya langsung dan tak langsung) dengan produk yang akan
dimanufaktur maka tidak termasuk golongan biaya ini. Mengapa? Tidak
berhubungan langsung berarti, bahan mentah A, misalnya memiliki dua
kemungkinan. Kemungkinan pertama, sulit untuk menarik benang merah
antara bahan mentah dengan produk.
Contoh:
Misalnya, biaya air untuk campuran semen dalam proses pembangunan
suatu rumah. Jelas air merupakan bahan mentah yang sangat penting dalam
pembangunan rumah tersebut. Namun, tidaklah mudah untuk menghitung
persentase penggunaan air untuk rumah tersebut. Haruskah perusahaan
properti (pembangun rumah) mencatat dengan detail berapa jam penggunaan
air dalam waktu satu hari? Atau mencatat total volume air yang digunakan
untuk proses pencampuran semen tersebut? Jelas aktivitas semacam ini
bukan hanya menghabiskan waktu (time consuming), tapi juga tidak sepadan
dengan manfaat yang didapat jika dibandingkan dengan usaha untuk
menghitungnya. Jadi, dengan cara apa? Dengan cara alokasi (allocation),
yang akan dibahas lebih rinci di Modul 3. Kemungkinan kedua, nilai bahan
mentah tersebut tidak material. Dengan kata lain, biaya untuk membeli bahan
mentah tersebut tidaklah cukup besar dalam perhitungan perusahaan sehingga
harus dicatat penggunaannya.
dari WIP yang telah selesai dikerjakan dan menjadi produk jadi. Kemudian
nilai ini akan menambah nilai persediaan produk jadi perusahaan. Lalu
bagaimana penyajian biaya ini dalam laporan? Biaya ini akan disajikan
sebagai aset perusahaan di laporan Neraca dengan Akun Persediaan.
Mengapa? Pengeluaran ini bukan bersifat jangka pendek dan mendukung
penjualan produk yang sudah ada. Pengeluaran ini adalah investasi
perusahaan dalam bentuk produk yang kelak akan tergantikan oleh
pengembalian investasi tersebut, berupa keuntungan, setelah produk berhasil
dijual.
Untuk perusahaan dagang, biaya yang digolongkan sebagai inventoriable
cost adalah biaya untuk membeli barang jadi yang kelak akan dijual kembali.
Pembelian ini bukan menjadi biaya dan mengurangi penjualan, justru
pembelian yang akan menghasilkan keuntungan tatkala barang jadi tersebut
mulai terjual.
Bagi kedua perusahaan, baik manufaktur maupun dagang, persediaan
harus diakui sebagai biaya sesuai dengan jumlah yang terjual. Perusahaan
mencatatnya sebagai biaya, yaitu dengan mengubah nilai persediaan yang
telah terjual tersebut menjadi Harga Pokok Penjualan (cost of goods sold).
Perusahaan mengakui persediaan yang telah terjual sebagai biaya untuk
mengetahui nilai laba kotor dalam setiap transaksi penjualan, yaitu selisih
antara nilai penjualan dengan biaya pembelian produk (untuk perusahaan
dagang) atau biaya manufaktur produk (untuk perusahaan manufaktur).
Pengakuan ini juga bertujuan untuk memantau perubahan dalam nilai
persediaan produk jadi (finished goods).
Sedangkan untuk perusahaan jasa karena setiap biaya yang dikeluarkan
adalah pengeluaran untuk mendukung penjualan dan bukannya penciptaan
produk maka dalam jenis perusahaan ini tidak dikenal istilah inventoriable
cost. Lagi pula, di dalam perusahaan jasa tidak ada persediaan barang dagang
karena yang ditawarkan kepada konsumen, bukanlah sebuah produk, namun
sebuah pelayanan.
Kebalikan dari inventoriable cost adalah period cost, yaitu biaya yang
mendukung penjualan di periode yang sama pengeluaran atas biaya tersebut
terjadi. Biaya-biaya ini berupa biaya nonproduksi dan pengeluaran umum.
Contohnya, biaya promosi. Biaya ini tidak menghasilkan produk, namun
mendukung agar produk dapat terjual dan tidak mendukung penjualan di
periode berikutnya, melainkan hanya untuk periode yang berjalan. Oleh
karena itu, biaya ini setelah mendukung penjualan akan dicari selisihnya
1.38 Akuntansi Biaya 1
dengan penjualan, untuk menghasilkan nilai keuntungan. Jadi, biaya ini tidak
menghasilkan aset bagi perusahaan.
Kita telah membahas berbagai macam biaya produksi dan juga macam-
macam persediaannya. Kini, untuk lebih jelasnya, akan disajikan dalam
bentuk laporan. Laporan pertama adalah Laporan Harga Pokok Produksi dan
disajikan dalam dua bahasa agar mudah dimengerti. Kemudian akan ada
penjelasan lengkapnya.
Direct materials:
Beginning inventory, January 1, 2004 xxx
(+) Purchase of direct materials xxx
= Cost of direct materials available for use xxx
(-) Ending inventory, January 31, 2004 (xxx)
Direct materials used xxx
(+) Direct manufacturing labor xxx
(+) Indirect manufacturing cost:
Indirect materials xxx
Indirect manufacturing labor xxx
Heat xxx
Water xxx
Total indirect manufacturing cost xxx
Total manufacturing cost xxx
(+) Beginning work in process (WIP), Januari 01, 2004 xxx
= Work in process to be completed xxx
(-) Ending work in process (WIP), Januari 31, 2004 (xxx)
= Cost of goods manufactured (COGM) xxx
PAJA3336/MODUL 1 1.39
Perusahaan XYZ
Laporan Harga Pokok Produksi
Untuk bulan Januari 2004
Bahan mentah
Persediaan awal, 01 January 2004 xxx
(+) Pembelian bahan mentah xxx
Jumlah bahan mentah yang bisa digunakan xxx
(-) Persediaan akhir, Januari 31 2004 (xxx)
Biaya bahan mentah yang digunakan
(+) Biaya Tenaga Kerja xxx
(+) Biaya Overhead: xxx
Bahan mentah tidak langsung xxx
Tenaga kerja tidak langsung xxx
Listrik xxx
Air xxx
Total Biaya Overhead xxx
Total Biaya Manufaktur xxx
(+) Persediaan setengah jadi, 01 Januari 2004 xxx
= Persediaan setengah jadi yang siap diproses xxx
(-) Pekerjaan dalam proses, 31 Januari 2004 (xxx)
= Harga Pokok Produksi xxx
1. Langkah Pertama
Kita memulainya dengan bahan mentah. Perusahaan perlu mengetahui
seberapa banyak bahan mentah yang digunakan dalam produksi, misalkan
selama bulan Januari 2004. Perusahaan perlu memperhitungkan persediaan
bahan mentah yang masih ada. Pertama, perusahaan menentukan berapa
banyak bahan mentah yang ada pada awal Januari 2004 (sisa dari 31
Desember 2003). Lalu, apakah perusahaan sepanjang bulan Januari pernah
1.40 Akuntansi Biaya 1
2. Langkah Kedua
Perusahaan kini menentukan seberapa banyak pengeluaran untuk
menggaji karyawan yang mengolah bahan mentah. Dengan kata lain, berapa
biaya gaji yang dikeluarkan perusahaan? Namun, bukan seluruh gaji
karyawan yang ada, melainkan yang mempunyai hubungan yang langsung
dengan produk yang diolah. Oleh karena itu, disebut biaya tenaga kerja
langsung (direct manufacturing labor cost).
3. Langkah Ketiga
Kemudian, perusahaan menentukan seberapa kontribusi biaya-biaya
tidak langsung terhadap penciptaan produk. Biaya-biaya ini dikeluarkan
untuk mendukung aktivitas produksi, namun memberikan manfaat untuk
banyak produk dan tidak untuk satu produk tertentu. Contohnya, listrik.
Biaya untuk pemakaian listrik bermanfaat untuk banyak produk. Juga biaya
satuan pengamanan (satpam), misalnya. Keberadaan satpam ini menjaga
keamanan dalam proses produksi. Namun, jelas sulit mengetahui berapa
kontribusinya untuk tiap-tiap produk. Ini yang dinamakan biaya tenaga kerja
tak langsung (indirect manufacturing labor cost).
4. Langkah Keempat
Jumlahkan biaya bahan mentah, tenaga kerja, dan biaya-biaya tidak
langsung yang akan menghasilkan total biaya manufaktur. Apakah cukup kita
mengetahui cukup sampai biaya ini? Tidak. Kita mengingat bahwa dalam
perusahaan manufaktur diakui persediaan pekerjaan dalam proses (work in
process). Kita perlu memperhitungkan produk setengah jadi ini untuk
menentukan berapa nilai produk yang siap untuk masuk gudang sebagai
persediaan produk jadi (finished goods).
PAJA3336/MODUL 1 1.41
5. Langkah Kelima
Nilai biaya total bukan berarti penciptaan produk telah selesai.
Perusahaan telah menentukan berapa biaya-biayanya, namun proses produksi
masih berjalan. Bakal produk dengan biaya total yang sudah diketahui ini
akan mulai diolah menjadi produk setengah jadi. Ini menambah nilai
persediaan awal work in process (WIP), yaitu 01 Januari 2004. Mengapa?
Karena produk setengah jadi yang harus diolah jumlahnya bertambah dengan
adanya penambahan, sebesar nilai bakal produk tersebut. Setelah
dijumlahkan, perusahaan akan mengetahui seberapa besar nilai WIP, yaitu
persediaan setengah jadi yang akan diproses di bulan Januari. Lalu, nilai WIP
ini dikurangi dengan sisa WIP yang ada di akhir Januari, yang hasilnya
menunjukkan berapa produk yang sudah jadi dan bukan lagi persediaan
setengah jadi. Perusahaan pun akan mendapatkan nilai berupa biaya produk
yang menambah nilai persediaan produk jadi (finished goods), yaitu COGM
atau harga pokok produksi. Anda tidak akan menemukan akun Harga Pokok
Produksi karena nilai produk yang baru selesai diproduksi langsung
menambah persediaan produk jadi, melalui penambahan nilai akun
Persediaan Produk Jadi. Lalu, kapan nilai ini akan menjadi harga pokok
penjualan? Berikut penjelasannya dalam contoh Laporan Laba Rugi.
Setelah selesai diproduksi dan telah diketahui nilai harga pokok produksi
maka produk jadi akan disimpan di dalam gudang hingga terjual nanti.
Seperti yang telah kita bahas, setiap produk jadi yang terjual maka kita perlu
menentukan berapa nilai biaya produk yang terjual tersebut. Karenanya,
produk jadi yang terjual dicatat sebagai Harga Pokok Penjualan. Berikut
contohnya dalam format laporan.
1.42 Akuntansi Biaya 1
Revenues xxx
Cost of goods sold:
Beginning finished goods, Januari 1 2004 xxx
(+) Cost of goods manufactured xxx
Cost of goods available for sale xxx
(-) Ending finished goods, Januari 31 2004 (xxx)
Cost of goods sold (xxx)
Gross margin (Gross profit) xxx
Operating cost (Period cost):
Marketing xxx
Promotion xxx
Total operating cat (xxx)
Operating income xxx
Pendapatan xxx
Harga pokok penjualan:
Persediaan awal produk jadi, 1 Januari 2004 xxx
(+) Harga pokok produksi xxx
Harga pokok tersedia untuk dijual xxx
(-) Persediaan akhir produk jadi, 31 Januari (xxx)
Harga pokok penjualan (xxx)
Laba Kotor xxx
Biaya operasional:
Pemasaran xxx
Promosi xxx
Total biaya operasional (xxx)
Laba operasi xxx
PAJA3336/MODUL 1 1.43
1. Langkah Pertama
Kita memulainya dengan menghitung total penjualan sepanjang bulan
Januari. Kita akan mendapatkan nilai revenues atau pendapatan. Setelah
mendapatkan nilai totalnya, tentunya kita ingin menguranginya dengan biaya
produk yang terjual. Langkah kedua adalah menghitung nilai harga pokok
penjualan
2. Langkah Kedua
Setelah selesai produksi dan disimpan ke gudang produk jadi maka
produk tersebut akan tergabung dengan produk jadi lainnya yang tersimpan
di gudang. “Datangnya” produk baru ini, disebut dengan istilah cost of goods
manufactured, namun pengakuannya dalam akuntansi, yaitu dengan
menambah nilai akun Persediaan Produk Jadi. Penggunaan istilah COGM
berlaku hanya untuk Laporan Biaya Produksi, bukan di pencatatan akuntansi
(Lebih jelasnya mengenai penyusunan jurnal untuk biaya produksi akan
Anda temukan di Modul 3). Nilai COGM akan menambah nilai produk jadi
yang sudah ada sebelumnya, yaitu nilai di awal bulan (beginning finished
goods) Penjumlahan ini akan menghasilkan total produk jadi yang siap untuk
dijual (cost of goods available for sale). Lalu, berapa yang terjual? Jumlah
yang ada kita kurangi dengan sisa yang masih ada di akhir bulan (ending
finished goods). Nilai yang kita dapat menunjukkan seberapa banyak produk
jadi yang telah terjual sepanjang bulan Januari. Kita telah mendapatkan nilai
cost of goods sold atau harga pokok penjualan.
3. Langkah Ketiga
Kita kurangkan nilai penjualan dengan harga pokok penjualan. Untuk
apa? Untuk mendapatkan nilai laba. Namun, disebutnya laba kotor (gross
margin atau gross profit). Istilah kotor menunjukkan masih ada biaya-biaya
lain yang belum dikurangkan dari nilai penjualan, seperti biaya operasional.
1.44 Akuntansi Biaya 1
4. Langkah Keempat
Kini kita memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan
untuk mendukung penjualan. Biaya ini disebut biaya operasional atau period
cost dan umumnya terdiri dari biaya pemasaran produk dan promosi untuk
memperkenalkan produk tersebut. Lalu, mengapa biaya-biaya seperti biaya
listrik, air, dan telepon tidak menambah biaya operasional? Biaya-biaya ini
sudah dialokasikan sesuai porsi produk yang sedang diproduksi dan sudah
tergabung dalam akun Biaya overhead. Jadi, biaya-biaya operasional adalah
biaya yang terjadi setelah produk selesai diproduksi. Kemudian, laba kotor
dikurangi dengan biaya operasional. Kita pun akan mendapatkan laba
operasi. Penggunaan kata operasi dikarenakan laba ini didapat setelah
dikurangi dengan biaya operasional, yang berarti menunjukkan perusahaan
sudah berhasil menutup biaya operasional dan masih mendapatkan sisa
berupa laba. Namun, laba operasi belum memperhitungkan biaya-biaya
depresiasi, pajak, dan biaya nonoperasional lainnya sehingga belum bisa
dikatakan laba bersih.
Itulah langkah-langkah untuk menyusun Laporan Biaya Produksi dan
Laporan Laba Rugi. Sebaiknya Anda membaca ulang jika ada yang belum
dipahami.
Sebelum kita membahas definisi dua istilah biaya ini, mari kira
mengingat kembali macam-macam biaya dalam sebuah perusahaan
manufaktur. Pertama, biaya bahan mentah langsung (direct material cost).
Kedua, biaya tenaga kerja langsung (direct manufacturing labor cost).
Ketiga, biaya tidak langsung (indirect manufacturing cost). Tiga biaya ini
yang tergabung dalam biaya manufaktur atau produksi. Lalu apa
hubungannya dengan prime dan conversion cost?
Prime cost adalah biaya yang pengeluarannya untuk unsur-unsur utama
dalam proses produksi sebuah perusahaan. Apa saja biaya-biaya utama itu?
Pertama, biaya bahan mentah. Tanpa adanya bahan mentah maka tidak akan
terciptanya produk. Kedua, biaya tenaga kerja. Tanpa adanya pihak yang
mengolah bahan mentah maka akan selamanya menjadi bahan mentah dan
tidak akan pernah tercipta produk. Dua biaya ini yang dinamakan dengan
prime cost.
PAJA3336/MODUL 1 1.45
LAT IH A N
Bahan mentah :
Persediaan awal, 01 Maret 2004 Rp 40
(+) Pembelian bahan mentah Rp 200
Jumlah bahan mentah yang bisa digunakan Rp 240
(-) Persediaan akhir, 31 Maret 2004 Rp(150)
Biaya bahan mentah yang digunakan Rp 90
(+) Biaya tenaga kerja Rp 30
(+) Biaya overhead: Rp 60
Total biaya manufaktur Rp 180
(+) Pekerjaan dalam proses, 01 Maret 2004 Rp 75
(-) Pekerjaan dalam proses, 31 Maret 2004 Rp(100)
Harga pokok produksi Rp 155
1.50 Akuntansi Biaya 1
Perusahaan ABC
Laporan Laba Rugi
Untuk bulan Maret 2004 (dalam Jutaan)
Pendapatan Rp 500
Harga pokok penjualan:
Persediaan awal produk jadi, 1 Maret 2004 Rp 250
(+) Harga pokok produksi Rp 155
Harga pokok tersedia untuk dijual Rp 405
(-) Persediaan akhir produk jadi, 31 Maret 2004 Rp(350)
Harga Pokok Penjualan Rp (55)
Laba Kotor Rp 445
Biaya Operasional: Rp(275)
Laba Operasi Rp 170
4) Cost object adalah produk, yang mana biaya-biaya dikeluarkan untuk
proses penciptaan produk tersebut, sedangkan sesuatu disebut sebagai
cost driver jika ia mengakibatkan munculnya biaya.
5) Cost management menyediakan sistem yang menyeluruh bagi pencatatan
dan pengendalian biaya dalam sebuah perusahaan. Peran yang paling
utamanya adalah penyediaan informasi biaya yang akan digunakan
manajer untuk pengambilan keputusan.
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
2) Aktivitas berikut yang hampir sama dengan cost accumulation adalah ....
A. mencatat biaya-biaya
B. melaporkan biaya-biaya
C. merencanakan biaya-biaya
D. mengumpulkan catatan biaya-biaya
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 2, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
PAJA3336/MODUL 1 1.53
Tes Formatif 1
1) D. Karena ini definisi yang paling komprehensif.
2) A. Karena akuntansi biaya mencatat seluruh biaya yang
dikeluarkan perusahaan, tanpa melihat rutin tidaknya
pengeluaran suatu biaya.
3) C. Karena nilai perbandingannya (15.000/1.500.000 100%)
adalah 1%. Nilai ini kurang dari 5%. Karenanya, penyajian
biaya pemasangan digabung dengan nilai pembelian
pesawat telepon baru, yaitu dalam akun Perlengkapan
Kantor dengan nilai Rp1.515.000,00.
4) D Ini karena departemen pemasaran mengeluarkan biaya
untuk mendapatkan penjualan. Jadi, aktivitasnya bukan
hanya pengeluaran. Bahkan, umumnya sebuah departemen
pemasaran diberikan target penjualan yang harus dicapai
setiap periode tertentu.
5) D. Fungsi utama laporan yang disajikan oleh akuntansi
manajemen adalah untuk pengambilan keputusan para
manajer.
Tes Formatif 2
1) D. Pesanan meja oleh pembeli adalah cost driver. Pesanan ini
memicu timbulnya pengeluaran biaya oleh toko, yaitu untuk
membeli bahan dan menggaji tukang agar dapat memenuhi
spesifikasi pesanan pembeli tersebut.
2) D. Mencatat biaya hanyalah bagian dalam proses cost
accumulation. Sedangkan mengumpulkan catatan biaya
lebih menunjukkan adanya aktivitas mengakumulasi biaya-
biaya menjadi total biaya.
3) A. Printer digunakan untuk mencetak naskah mentah yang
akan diterbitkan menjadi buku. Namun, tinta printer dapat
digunakan untuk banyak buku sehingga biayanya tidak
berhubungan langsung dengan suatu produk. Untuk
mendapatkan perhitungan biaya sebuah buku yang akurat
maka biaya tinta printer dilekatkan kepada produk dengan
menggunakan alokasi (allocation).
1.54 Akuntansi Biaya 1
Glosarium
Kegiatan Belajar 1
Accounting : Sistem informasi yang menyajikan laporan-
(Akuntansi) laporan berisikan berbagai aktivitas ekonomi
sebuah entitas, dalam periode tertentu, kepada
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
entitas tersebut.
Comparibility : Salah satu kriteria utama yang harus dipenuhi
(Komparibilitas) oleh laporan keuangan, yaitu dapat
diperbandingkannya laporan keuangan sebuah
perusahaan dengan perusahaan lain. Umumnya
dicapai dengan penggunaan metode
perhitungan dan pencatatan yang standar.
Cost Accounting : Sistem informasi yang menyajikan laporan-
(Akuntansi Biaya) laporan berisikan biaya yang dikeluarkan
sebuah entitas, setelah melalui serangkaian
perhitungan, dalam periode tertentu, kepada
pihak-pihak yang memerlukan informasi
mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan entitas
tersebut.
Cost Center (Pusat : Suatu entitas atau departemen yang
Biaya) bertanggung jawab hanya atas biaya yang
dikeluarkannya dan memusatkan perhatiannya
hanya pada biaya dan pengendaliannya. Bentuk
pengendaliannya berupa anggaran.
Financial Accounting : Sistem informasi yang menyajikan laporan-
(Akuntansi laporan berisikan berbagai aktivitas ekonomi
Keuangan) sebuah entitas, dalam periode tertentu, kepada
pihak-pihak eksternal
Management : Sistem informasi yang menyajikan laporan-
Accounting laporan berisikan berbagai aktivitas ekonomi
(Akuntansi sebuah perusahaan dalam periode yang bersifat
Manajemen) fleksibel (tidak terdapat standar tertentu),
kepada pihak-pihak internal perusahaan,
khususnya para manajer.
1.56 Akuntansi Biaya 1
Kegiatan Belajar 2
Actual Cost (Biaya : Biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh
Aktual) perusahaan.
Allocating : Menentukan porsi dari biaya-biaya tidak
(Mengalokasi) langsung yang dikonsumsi oleh suatu produk.
Average Cost (Biaya : Biaya yang memiliki nilai sama dengan Unit
Rata-rata) Cost.
Conversion Cost (Biaya : Biaya yang dikeluarkan untuk mengubah
Konversi) bahan mentah menjadi produk jadi, yaitu biaya
tenaga kerja dan overhead.
Cost (Biaya) : Pengorbanan untuk mendapatkan suatu produk
atau jasa
Cost Accumulation : Proses pencatatan dan penjumlahan biaya-
(Akumulasi Biaya) biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan.
Cost Assignment : Aktivitas menelusuri dan menentukan biaya-
(Penugasan Biaya) biaya yang diperlukan untuk memanufaktur
suatu produk.
Cost Driver (Pemicu : Sesuatu yang mengakibatkan (memicu)
Biaya) munculnya biaya.
Cost Management : Aktivitas pengaturan biaya, yaitu bagaimana
(Manajemen Biaya) manajer memperlakukan biaya, sejak
pencatatan hingga menggunakannya untuk
pengambilan keputusan.
Cost Object (Objek : Sesuatu yang perusahaan telah dikenakan
Biaya) biaya untuk memperolehnya.
PAJA3336/MODUL 1 1.57
Daftar Pustaka
Echols, John M., Shadily, Hassan. (1994). Kamus Indonesia Inggris. Jakarta:
PT Gramedia.
Horngren, Charles T., Datar, Srikant M., Foster, George. (2003). Cost
Accounting, A Managerial Emphasis. New Jersey: Prentice Hall.
Siegel, Joel G., Shim, Jae K.(1994). Kamus Istilah Akuntansi. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Warren, Carl S., Reeve, James M., Fess, Philip E. (2002). Accounting. Ohio:
South-Western College Publishing.
Modul 2
PEN D A HU L UA N
KEGIATAN BELAJAR 1
Analisis Biaya-Volume-Laba
(Cost-Volume-Profit Analysis)
K ita telah membahas definisi biaya pada Modul 1, juga berbagai jenis
biaya yang dikeluarkan perusahaan. Kita juga telah membahas
hubungan biaya dengan laba dan perhitungan untuk mendapatkan laba
dengan berbagai macam biaya. Kini kita akan membahas lebih dalam
hubungan antara biaya dengan laba. Namun, bukan hanya kedua hal tersebut
karena ada unsur ketiga yang perlu diperhitungkan, yaitu volume. Dengan
kata lain, jumlah produksi. Sebenarnya, adakah hubungan antara biaya dan
laba dengan jumlah produksi?
Perusahaan tidak bisa mengabaikan unsur volume dalam merencanakan
penjualannya. Anda dengan jelas melihat unsur biaya dalam
memperhitungkan laba, yaitu mencari selisihnya dengan penjualan. Namun,
perhitungan volume dalam pembahasan kita selama ini tersembunyi dalam
nilai biaya. Dalam modul sebelumnya kita fokus hanya pada nilai biaya,
tetapi belum menekankan pada faktor jumlah produksi yang menimbulkan
biaya tersebut dan perubahan-perubahan pada jumlah produksi yang
menimbulkan perubahan pula pada laba dan biaya. Ketiga unsur ini sangat
erat hubungannya dan mempelajari hubungan tiga unsur ini dapat menjawab
banyak pertanyaan.
Seberapa banyak perubahan pada nilai penjualan jika volume produksi
ditingkatkan? Apakah pertambahan nilai penjualan melebihi kenaikan biaya
produksi? Apakah kemudian laba dapat meningkat? Bagaimana jika
perusahaan memutuskan untuk mengurangi harga sebuah produk? Apakah itu
berarti biaya produksi perlu ditekan dengan mengurangi jumlah produksi?
Inti pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah “bagaimana jika” dan seluruh
pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan Cost-Volume-Profit Analysis (CVP
Analysis).
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar 1, Anda diharapkan memahami
dan dapat menjelaskan hal-hal sebagai berikut.
1. Definisi Analisis Cost-Volume-Profit (CVP).
2. Asumsi yang Mendasari Analisis CVP.
3. Operating Income dan Net Income.
2.4 Akuntansi Biaya 1
normal, dan lampu lalu lintas berjalan seperti biasa, baru Anda dapat
mencapainya dalam 30 menit. Lalu, bagaimana jika Anda tidak
menggunakan asumsi ini? Anda akan sulit untuk memberikan jawaban yang
pasti karena Anda harus memperhitungkan segala macam faktor yang
mempengaruhi perjalanan Anda. Lalu, apakah berarti jawaban Anda tidak
akan berguna karena Anda mengharuskan dalam keadaan biasanya?
Tidak. Karena kondisi yang Anda utarakan tersebut tidak mustahil untuk
dicapai. Tidaklah mustahil keadaan lalu lintas adalah seperti biasanya karena
yang dinamakan kejadian luar biasa itu justru yang jarang terjadi. Jadi, Anda
memberikan jawaban dengan asumsi normal, yaitu keadaan sehari-hari. Ini
sama halnya dengan analisis CVP. Walaupun menggunakan berbagai macam
asumsi, namun tetap hasilnya akan bermakna untuk membantu manajer
karena asumsi-asumsi yang ada menuntut kondisi yang bukan mustahil bisa
berjalan dalam sebuah perusahaan. Berikut asumsi-asumsi yang mendasari
analisis CVP.
a. Perubahan dalam nilai penjualan dan biaya berasal hanya dari satu
faktor, yaitu perubahan volume (jumlah produksi) dan bukan dari faktor-
faktor lain. Jadi, apabila ada perubahan dalam biaya, misalnya
diasumsikan perubahan jumlah produksilah yang menyebabkannya,
bukan yang lain.
b. Total Cost (Biaya Total) dapat dengan jelas dirinci unsur-unsur
penjumlahnya, yaitu berapa nilai Fixed Cost (Biaya Tetap) dan berapa
nilai Variable Cost (Biaya Variabel).
c. Jika disajikan dalam bentuk grafik maka hubungan antara penjualan dan
biaya, dengan jumlah produksi tergambarkan dalam bentuk garis yang
lurus. Garis lurus ini menunjukkan perubahan secara proporsional, dan
tidak fluktuatif (tidak berubah-ubah secara drastis dan dapat diprediksi
arah perubahannya). Anda pernah melihat grafik detak jantung seorang
pasien di rumah sakit? Bentuknya yang selalu naik dan turun? Nah,
maksudnya dalam asumsi ini bukan seperti itu grafik yang menunjukkan
hubungan antara penjualan dan biaya, dengan jumlah produksi.
d. Nilai harga jual, biaya variabel per unit dan biaya tetap bersifat konstan
dan tidak berubah-ubah (penjelasannya menyusul di modul ini).
e. Jumlah produk yang dijual adalah satu jenis. Kalaupun ada beberapa
jenis, diasumsikan porsi yang terjual antarproduk selalu sama dan tidak
2.6 Akuntansi Biaya 1
XYZ Company
Contribution Income Statement
Contoh:
Sebuah usaha rumah makan dengan nama Karunia menyewa tempat
untuk membuka usahanya dengan biaya sewa Rp5.000.000,00 per bulan.
Harga per porsi makanannya adalah Rp20.000,00. Biaya untuk
mempersiapkan per porsi makanan adalah Rp7.500,00. Biaya ini sudah
termasuk bahan makanan dan biaya gaji yang umumnya bulanan, namun kini
berdasarkan jumlah porsi yang dibuat. Jadi, gaji termasuk dalam biaya
variabel dan Rp7.500,00 adalah biaya variabel per porsi (per unit). Berapa
porsi yang harus terjual dalam waktu 1 bulan agar nilai contribution margin
dapat menutup biaya tetap? Untuk tahap awal, tidak harus mencapai laba,
asalkan jumlahnya sama dengan biaya tetap (titik impas, tidak menghasilkan
laba dan juga tidak rugi). Istilahnya Break Even Point (BEP), yang akan
dibahas di Kegiatan Belajar 2. Kita memulai dengan 100 porsi dan jumlah
yang terus lebih besar. Perbandingan akan langsung disajikan dalam bentuk
Contribution Income Statement.
PAJA3336/MODUL 2 2.9
Jumlah Porsi
Dapat kita lihat, porsi 100 hingga 300 tidak akan dapat menghasilkan
penjualan yang cukup agar tidak sampai rugi. Rumah makan ini harus
memproduksi minimal 400 porsi agar contribution margin dapat menutup
biaya tetap. Setelah melampaui penjualan di atas 400 porsi, rumah makan ini
baru akan dapat menghasilkan laba. Walaupun analisis CVP ini terlihat
sederhana, namun dengan jelas dapat dirasakan manfaatnya oleh rumah
makan tersebut. Tanpa analisis ini, rumah makan tersebut harus menerka-
nerka berapa porsi yang harus terjual. Jika tanpa perhitungan, keputusan yang
diambil sangat mungkin justru akan merugikan rumah makan tersebut.
paling tepat. Berikut contoh suatu masalah yang terjadi dalam sebuah
perusahaan.
Laporan penjualan bulan Januari 2003 milik rumah makan Karunia
menunjukkan gejala akan adanya penurunan nilai penjualan. Karena ini
potensi menjadi masalah maka harus cepat ditanggulangi. Pemilik Karunia
memiliki beberapa alternatif tindakan untuk menanggulangi masalah ini. Ia
dapat:
a. meningkatkan promosi, yang berarti biaya promosi akan meningkat;
b. mengurangi harga jual sehingga dapat lebih terjangkau.
Jika Anda adalah pemilik Karunia, pilihan mana yang akan Anda ambil?
Tentunya tidaklah semudah itu untuk memilih karena pilihan yang salah
dapat merugikan perusahaan. Misalkan, tanpa analisis CVP Anda memilih
untuk mengurangi harga jual. Namun, ternyata jika Anda menggunakan
analisis CVP, pilihan lebih baik adalah dengan meningkatkan promosi karena
penurunan laba tidaklah sebesar jika Anda mengurangi harga jual. Untuk
memastikannya, kita langsung menggunakan contoh dengan angka-angka.
Misalkan, nilai penjualan rumah makan tersebut mulai menunjukkan gejala
akan menurun. Gejala ini dapat dilihat dari tidak meningkatnya jumlah
konsumen yang datang. Kemungkinan terbesar adalah untuk hari-hari
berikutnya jumlah pengunjung bisa menurun yang berarti penurunan nilai
penjualan. Apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasi hal ini?
Anda masih ingat nilai Rp12.500,00 dari mana? Silakan lihat kembali
contoh rumah makan dengan harga jual Rp20.000,00 dikurangi biaya
variabel per unit Rp7.500,00. Sekarang, pilihan mana yang akan diambil
oleh pemilik rumah makan? Anda dapat lihat jika tanpa promosi, nilai
laba operasi Rp1.000.000,00. Jika dengan mengeluarkan biaya promosi,
nilai laba operasi Rp1.100.000,00. Ada selisih lebih Rp100.000,00 jika
pemilik rumah makan jadi memilih untuk meningkatkan promosi. Jadi,
sebaiknya pemilik meningkatkan promosi dengan mengeluarkan biaya
Rp500.000,00. Namun, sebelum memutuskan, pemilik Karunia
sebaiknya menghitung alternatif kedua terlebih dahulu.
Anda dapat lihat jika harga dikurangi maka penghasilan rumah makan
justru akan menurun. Sebelumnya, rumah makan dapat menghasilkan
laba operasi sebesar Rp1.000.000,00, kini hanya sebesar Rp500.000,00.
Ini dikarenakan penurunan harga tidaklah sebanding dengan kenaikan
porsi yang dapat terjual. Penurunan harga bukan berarti nilai penjualan
akan serta-merta melonjak. Jika pemilik rumah makan memutuskan
untuk menurunkan harga maka laba operasinya justru akan berkurang
sebesar Rp480.000,00.
Dengan membandingkan dua alternatif, yaitu meningkatkan promosi
atau menurunkan harga maka berdasarkan analisis CVP, hasil
menunjukkan sebaiknya pemilik rumah makan memilih alternatif
pertama, yaitu meningkatkan promosi dan jangan menurunkan harga.
Kini yang menjadi pertanyaan, bagaimana pemilik dapat menentukan
persentase kenaikan porsi yang dapat terjual? Bagaimana, dalam
alternatif pertama, ia menentukan porsi terjual akan meningkat sebanyak
10%? Ini tentunya berdasarkan pertimbangan pribadi si pemilik, namun
bukan tanpa dasar yang logis. Dengan pengalamannya, pemilik
menentukan angka 10% tersebut, berdasarkan jumlah pengunjung per
hari, pesaing-pesaing yang berada di sekitar rumah makannya, dan
faktor-faktor lain. Angka ini tentunya dapat berubah jika ada
perkembangan terbaru dalam lingkungan usaha rumah makannya.
B. SENSITIVITY ANALYSIS
Kita telah membahas sampai sejauh ini apa itu analisis CVP dan
berbagai kegunaannya. Kini, apakah definisi sensitivity analysis (analisis
sensitivitas)? Apakah ini suatu bentuk analisis baru selain analisis CVP?
PAJA3336/MODUL 2 2.13
Analisis ini adalah suatu metode yang digunakan oleh perusahaan untuk
menentukan kemungkinan akan adanya kesalahan dalam prediksi. Prediksi
apa? Misalnya, prediksi tentang kenaikan penjualan pada tahun ini atau
prediksi penurunan pengeluaran biaya perbaikan produk karena semakin
berpengalaman karyawannya. Bukan hanya kemungkinan kesalahan dalam
prediksi, tetapi juga dalam asumsi-asumsi yang ditetapkan oleh perusahaan.
Analisis ini menunjukkan kemungkinan asumsi-asumsi tertentu yang ternyata
tidak realistis. Lalu, apakah hubungannya dengan analisis CVP?
Analisis sensitivitas menunjukkan kemungkinan akan adanya kesalahan
dalam prediksi hasil analisis CVP dan asumsi-asumsi yang mendasari analisis
CVP. Dengan menggunakan kembali contoh rumah makan, di paragraf
sebelumnya perusahaan memprediksi dengan meningkatkan promosi maka
nilai penjualan akan meningkat sebesar 10%. Perlu diingat walaupun atas
dasar logis, penentuan nilai 10% ini tetaplah sebuah prediksi. Dalam arti,
masih terbuka kemungkinan salah prediksi oleh perusahaan. Hampir tidak
mungkin nilai prediksi 10% hasil nyatanya pun juga akan sebesar 10%.
Mendekati kurang lebih, mungkin, tapi tepat sama tidaklah besar
kemungkinannya. Nah, analisis sensitivitas adalah cara perusahaan untuk
menentukan kemungkinan kesalahan prediksi dalam analisis CVP. Begitu
juga terhadap asumsi-asumsi yang mendasari analisis CVP. Misalkan, salah
satu asumsi yang mendasari analisis CVP adalah harga jual konstan.
Dalam kenyataannya, selalu ada kemungkinan akan ada perubahan.
Misalkan, bagaimana jika sebuah rumah makan yang menjual makanan
sejenis dengan rumah makan dalam contoh kita, menurunkan harganya
hingga 50%? Apakah kemudian rumah makan dalam contoh kita akan duduk
dan diam saja? Sangat mungkin pemiliknya akan juga menurunkan harga jual
makanannya, namun dalam persentase yang tidak harus sama dengan
pesaingnya. Jadi, analisis ini mengajukan pertanyaan yang sama, seperti
analisis CVP, yaitu “bagaimana jika”, namun kali ini yang dipertanyakan
adalah kemungkinan kesalahan dalam asumsi analisis CVP.
Misalnya, bagaimana jika nilai prediksi 10% ternyata salah? Bagaimana
jika ternyata penjualan justru tidak meningkat sama sekali? Pemilik Karunia
membuka kemungkinan adanya beberapa alternatif angka prediksi dan tidak
mengandalkan hanya pada satu angka. Misalkan, dengan adanya promosi
maka nilai penjualan akan meningkat berkisar antara 2%, 5%, 7%, atau 10%.
Lalu apa manfaatnya bagi Karunia? Dengan beberapa alternatif ini, rumah
makan ini akan lebih realistis dalam menyikapi siklus usahanya dan
2.14 Akuntansi Biaya 1
Biaya
Pendapatan yang harus Dihasilkan (Harga Rp20.000,00)
Biaya Tetap Variabel
agar hasil Target Operating Income (Pembulatan).
Per Unit
Rp 0,00 Rp 1.000.000,00 Rp 2.500.000,00 Rp 3.250.000,00
Rp5.000.000,00 Rp7.500,00 Rp 8.000.000,00 Rp 9.600.000,00 Rp12.000.000,00 Rp13.200.000,00
Rp8.500,00 Rp 8.695.700,00 Rp10.434.800,00 Rp13.043.500,00 Rp14.347.850,00
Rp9.500,00 Rp 9.523.900,00 Rp11.428.600,00 Rp14.285.800,00 Rp15.714.300,00
Rp6.000.000,00 Rp7.500,00 Rp 9.600.000,00 Rp11.200.000,00 Rp13.600.000,00 Rp14.800.000,00
Rp8.500,00 Rp10.434.800,00 Rp12.174.000,00 Rp14.782.650,00 Rp16.087.000,00
Rp9.500,00 Rp11.428.600,00 Rp13.333.350,00 Rp16.190.500,00 Rp17.619.050,00
Rp7.000.000,00 Rp7.500,00 Rp11.200.000,00 Rp12.800.000,00 Rp15.200.000,00 Rp16.400.000,00
Rp8.500,00 Rp12.174.000,00 Rp13.913.050,00 Rp16.521.800,00 Rp17.826.100,00
Rp9.500,00 Rp13.333.350,00 Rp15.238.100,00 Rp18.095.250,00 Rp19.523.850,00
Penjelasan: Terlihat ada beberapa nilai biaya tetap, biaya variabel per unit
dan laba operasi yang diinginkan, dengan perhitungan ketiga
unsur ini menghasilkan berbagai nilai penjualan yang harus
dicapai. Kita ambil contoh yang paling atas. Dengan biaya
tetap sebesar Rp5.000.000,00 dan biaya variabel per unit
sebesar Rp7.500,00, untuk mencapai laba operasi sebesar
Rp0,00 maka perusahaan harus mencapai penjualan sebesar
PAJA3336/MODUL 2 2.15
Dapat Anda lihat, dalam laporan Laba Rugi hasil akuntansi keuangan
tidak dibedakan antara biaya variabel dan tetap. Manfaat Laporan Laba
Kontribusi telah kita bahas sebelumnya. Kini akan disajikan perbandingan
laporan untuk perusahaan manufaktur.
LAT IH A N
1) Apa yang bisa kita dapat dengan mengetahui nilai contribution margin?
2) Jelaskan arti analisis CVP!
3) Apakah yang dimaksud dengan sensitivity analysis?
4) Apakah perbedaan antara contribution margin dengan gross margin?
5) Susunlah sebuah format contribution income statement (tidak perlu
angka)!
PAJA3336/MODUL 2 2.19
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
2) Laba atau rugi yang akan diterima Spongebob jika menjual sebanyak 75
boneka dalam waktu satu bulan adalah ...
A. Rugi, Rp125.000,00.
B. Laba, Rp125.000,00.
C. Rugi, Rp150.000,00.
D. Laba, Rp150.000,00.
Rumus:
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 1, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
PAJA3336/MODUL 2 2.23
Kegiatan Belajar 2
Untuk contoh rumah makan, nilai contribution margin per unit adalah:
Rp20.000,00 – Rp7.500,00 = Rp12.500,00.
Dengan menggunakan formula ini maka:
Rp5.000.000,00
BEP
Rp12.500,00
BEP = 400 porsi.
Kini yang menjadi pertanyaan, dari mana asal formula ini? Apakah ada
penjelasannya? Tentu ada. Berikut asal-muasal formula ini.
Karena Harga Jual – Biaya Variabel per unit = Contribution margin per unit
maka:
Gambar 2.1.
Grafik BEP
Penjelasan:
Grafik di atas menunjukkan titik BEP menunjukkan jumlah porsi yang
harus disiapkan oleh rumah makan adalah 400 dan dengan total biaya dan
penjualan dalam jumlah yang sama, yaitu Rp8.000.000,00. Lalu, bagaimana
untuk porsi di bawah 400? Sesuai perhitungan pada Equation Method maka
rumah makan akan mengalami kerugian. Dalam grafik tersebut, kerugian
yang harus ditanggung oleh rumah makan jika menyiapkan porsi di bawah
400 adalah area di bawah titik BEP, antara garis biaya total dan garis
pendapatan. Lalu apa yang akan terjadi di atas titik BEP?
PAJA3336/MODUL 2 2.27
Rumah makan harus menyiapkan 480 porsi untuk dijual (dan harus terjual)
agar bisa mendapatkan laba operasi sebesar Rp1.000.000,00. Kita juga dapat
menggunakan formula dalam Contribution Margin Method dan untuk
mendapatkan laba operasi sebesar Rp1.000.000,00 maka perhitungannya
adalah sebagai berikut:
Jumlah Porsi Biaya Tetap Laba operasi yang diinginkan
Contribution margin per unit
Rp5.000.000, 00 Rp1.000.000, 00
Rp12.500, 00
Jumlah Porsi = 480
Gambar 2.2.
Profit-Volume Graph (PV Graph)
PAJA3336/MODUL 2 2.29
Penjelasan:
Dapat kita lihat bentuk grafik ini berbeda dengan grafik sebelumnya.
Mengapa bisa berbeda? Coba Anda perhatikan, pada grafik sebelumnya
(grafik BEP), sumbu y adalah biaya produksi dan sumbu x adalah jumlah
porsi. Grafik BEP menunjukkan hubungan antara jumlah porsi dan biaya
untuk memproduksi jumlah porsi tersebut untuk mendapatkan nilai BEP,
yaitu jumlah optimal porsi yang harus disiapkan. Oleh karena itu, dalam
grafik tersebut tidak menyajikan dengan jelas bagaimana jika ingin
mengetahui laba operasi yang kita akan dapatkan atau inginkan. Bukannya
tidak mungkin, tetapi akan memakan banyak waktu hanya untuk menentukan
titik yang menunjukkan laba operasional. Dua metode selain metode grafik
lebih tepat untuk digunakan. Namun, apabila kita tetap ingin menggunakan
metode yang menyajikan hasilnya dalam bentuk visual (gambar) maka kita
harus menggunakan metode grafik PV. Mengapa?
Karena di dalam grafik ini disajikan hubungan antara laba operasi di
sumbu y dan jumlah porsi di sumbu x. Grafik ini bukannya meniadakan
unsur biaya, namun lebih mengutamakan penggambaran hubungan antara
laba operasi dengan jumlah porsi (Bagaimana pun juga, untuk mendapatkan
nilai laba operasional tetap perlu mengetahui terlebih dahulu biaya. Namun,
dalam grafik ini langsung menyajikan laba operasi). Kita cukup menarik
garis horizontal dari sumbu y, yaitu dari nilai laba operasi yang diinginkan
dengan jumlah Rp1.000.000,00 hingga bertemu dengan garis PV. Dari titik
temu ini, kemudian kita tarik garis vertikal ke bawah hingga menyentuh
sumbu x. Kita akan mendapatkan jumlah porsi yang harus disiapkan jika kita
ingin mendapatkan laba operasi sebesar Rp1.000.000,00. Penjelasan untuk
pertanyaan mengapa garis PV memasuki area nilai negatif, yaitu di bawah
sumbu x karena nilai laba operasi sangat mungkin menjadi nilai rugi operasi
jika biaya-biaya operasi lebih besar dibandingkan labanya. Jadi,
penggambaran hubungan antara laba operasi dengan jumlah produk oleh
garis PV ini sudah tepat.
G. MARGIN OF SAFETY
seberapa banyak lagi penurunan hingga mencapai BEP. Jadi, margin of safety
menjawab pertanyaan sebagai berikut. Jika penjualan yang tadinya di atas
BEP menurun nilainya, seberapa banyak lagi penurunan penjualan tersebut
untuk mencapai nilai BEP? Namun, untuk apa pemilik Karunia mengetahui
informasi tersebut? Informasi ini membantunya untuk menentukan seberapa
besar nilai penjualan yang harus dipertahankan agar tidak mencapai BEP. Ini
hal yang wajar karena sebuah setiap usaha, baik besar maupun kecil tentunya
mengharapkan nilai penjualan selalu di atas BEP agar bisa menikmati laba
yang dihasilkan. Bagaimana perhitungannya?
Dengan contoh rumah makan, nilai BEP-nya adalah 400 porsi. Misalkan,
penjualan diprediksi untuk bulan ini sebanyak 470 porsi. Maka, prediksi nilai
penjualan adalah Rp20.000,00 (harga jual) 470 porsi = Rp9.400.000,00.
Berapa nilai penjualan BEP? Rp20.000,00 400 porsi = Rp8.000.000,00.
Kemudian, nilai penjualan yang diprediksi dikurangi nilai penjualan BEP
yang berarti Rp9.400.000,00 dikurangi dengan Rp8.000.000,00, hasilnya
sama dengan Rp1.400.000,00. Ini adalah nilai maksimum penurunan
penjualan yang bisa ditoleransi pemilik Karunia karena jika melebihi nilai
ini, berarti nilai penjualan turun hingga berada di bawah BEP. Ini berarti
rumah makan Karunia akan merugi. Jadi, margin of safety untuk contoh ini
adalah Rp1.400.000,00.
Poin terakhir yang akan kita bahas tentang analisis ini, mengapa disebut
dengan analisis sensivititas? Mengapa menggunakan kata “sensitivitas“?
Istilah ini menunjukkan bahwa nilai penjualan dan biaya sebenarnya tidaklah
kaku dan konstan, seperti yang telah disebutkan dalam analisis CVP. Nilai-
nilainya bersifat sensitif, dalam arti sangat mungkin berubah seiring dengan
adanya perkembangan terbaru dalam lingkungan usaha, pesaing dan faktor-
faktor lain.
digolongkan sebagai biaya variabel dan mana yang biaya tetap. Ini berbeda
dengan analisis sensitivitas karena dalam analisis sensitivitas yang dibahas
adalah kemungkinan perubahan nilai biaya, namun tidak termasuk jenis
biayanya. Untuk lebih jelasnya, kita akan kembali menggunakan contoh
rumah makan.
Dalam analisis CVP, kita membahas berapa biaya yang harus
dikeluarkan untuk mencapai nilai penjualan atau laba tertentu. Analisis
sensitivitas menyempurnakan analisis CVP karena lebih membuka
kemungkinan berbagai nilai biaya, penjualan, dan laba. Nah, cost planning
melihat masalah ini dari sisi lain, yaitu menekankan pada jenis biaya yang
akan dikeluarkan dan berbagai kemungkinannya. Masih ingat Anda, rumah
makan memperlakukan gaji karyawan sebagai biaya variabel? Karyawan
digaji berdasarkan jumlah porsi yang dibuatnya. Juga untuk biaya sewa yang
dalam contoh kita golongkan sebagai biaya tetap. Mungkinkah ini menjadi
biaya variabel? Berikut berbagai kemungkinannya.
1. Kemungkinan Pertama
a. Biaya gaji karyawan adalah biaya variabel. Karyawan digaji sesuai
jumlah porsi yang disiapkan.
b. Biaya sewa tempat adalah biaya tetap. Pembayarannya setiap akhir
bulan dan tidak terpengaruh oleh jumlah porsi yang disiapkan dan
terjual.
2. Kemungkinan Kedua
a. Biaya gaji karyawan adalah biaya tetap. Karyawan digaji setiap
akhir bulan dan tidak terpengaruh oleh jumlah porsi yang disiapkan.
b. Biaya sewa tempat adalah biaya tetap.
3. Kemungkinan Ketiga
a. Biaya gaji karyawan adalah biaya variabel.
b. Biaya sewa tempat adalah biaya variabel. Biaya ini akan meningkat
jika penggunaan listrik dan air juga meningkat. Berlaku juga
sebaliknya.
4. Kemungkinan Keempat
a. Biaya gaji karyawan adalah biaya tetap.
b. Biaya sewa tempat adalah biaya variabel.
2.32 Akuntansi Biaya 1
1. Kemungkinan Pertama
Biaya sewa bulanan adalah Rp5.000.000,00, biaya variabel per unit
adalah Rp7.500,00, dan harga jual adalah Rp20.000,00. Berapa porsi harus
terjual untuk mencapai BEP? Untuk alternatif ini perhitungan sudah kita
lakukan sebelumnya dan nilainya adalah 400. Silakan lihat kembali halaman-
halaman sebelumnya.
2. Kemungkinan Kedua
Biaya gaji karyawan adalah tetap. Berarti biaya variabel per unit bukan
lagi Rp7.500,00 karena gaji bukan lagi biaya variabel. Biaya variabel per
porsi kini adalah Rp3.000,00 (kita asumsikan porsi biaya gaji dalam biaya
variabel per unit adalah 60%). Karenanya Rp7.500,00 – (Rp7.500,00 60%)
= Rp3.000,00. Untuk contoh ini gaji 10 karyawan ditetapkan untuk 1 bulan
adalah Rp4.500.000,00. Harga jual masih Rp20.000,00 dan biaya sewa
Rp5.000.000,00. Berapa porsi yang diperlukan agar mencapai titik BEP?
Dengan menggunakan contribution margin method maka:
BEP = (Rp5.000.000,00 + Rp4.500.000,00)/(Rp20.000,00 – Rp3.000,00)
BEP = 559 porsi. (pembulatan)
3. Kemungkinan Ketiga
Biaya sewa tempat kini menjadi biaya variabel. Maka, biaya variabel per
unit bukan lagi Rp7.500,00, dengan asumsi ada peningkatan sebesar
Rp6.250,00 per porsi (berupa pengalihan biaya sewa yang selama ini biaya
tetap) maka total biaya variabel per unit (porsi) adalah Rp13.250,00. Dari
mana angka Rp6.250,00? Kita asumsikan dalam 1 bulan rumah makan
mampu menghasilkan 800 porsi. Jika kita mencoba mengalokasikan biaya
tetap ke tiap-tiap porsi maka biaya sewa per bulan (biaya tetap)
Rp5.000.000,00 dibagi dengan 800 porsi = Rp6.250,00. Perlu diingat bahwa
mengalokasikan biaya tetap sewa ke tiap-tiap porsi ini mirip dengan
mengalokasikan biaya overhead kepada tiap-tiap produk dalam perusahaan
manufaktur. Namun, cara alokasi ini adalah cara yang disederhanakan. Cara
yang lebih tepat dan mendekati akurat akan kita bahas di Modul 3.
Lalu berapa nilai BEP? Untuk alternatif ini, nilainya nol. Bagaimana
mungkin? Berarti pemilik tidak harus menyiapkan satu porsi pun dan tidak
PAJA3336/MODUL 2 2.33
merugi? Iya. Coba Anda gunakan berbagai metode untuk menghitung BEP,
hasilnya pasti nol. Lalu, apa berarti pemilik tidak berjualan sama sekali? Jika
tujuannya untuk menutup biaya tetap, benar tidak perlu karena tidak ada
biaya tetap yang harus ditanggung pemilik. Namun, tentunya pemilik harus
dapat menghidupi karyawannya dan satu-satunya cara adalah mulai menjual
makanan. Baru dengan mulai berjualan, karyawan bisa mendapatkan nafkah
dan pemilik pun akan mendapatkan keuntungan. Hasilnya tidak akan nol jika
pemilik menargetkan laba operasi dalam jumlah tertentu. Misalkan, pemilik
menginginkan laba operasi sebesar Rp500.000,00. Maka, ia harus menjual 75
porsi (pembulatan). Dari mana asal angka ini? Dengan menggunakan
contribution margin method maka:
Jumlah porsi = (Rp0,00 + Rp500.000,00)/(Rp20.000,00 - Rp13.250,00)
Jumlah porsi = 75 porsi.
4. Kemungkinan Keempat
Biaya total gaji karyawan adalah tetap, dengan nilai Rp4.500.000,00 per
bulan, sedangkan biaya sewa adalah biaya variabel. Jadi, biaya variabel per
unit terdiri dari biaya bahan mentah dan biaya sewa. Berarti Rp3.000,00 +
Rp6.250,00, yang menghasilkan Rp9.250,00. Jika Anda lupa dari mana
angka 3.000 dan 6.250. Silakan kembali melihat pembahasan kemungkinan
kedua dan ketiga. Lalu berapa nilai BEP?
BEP = Rp 4.500.000/(Rp20.000,00 – Rp9.250,00)
BEP = 419 porsi (pembulatan).
I. SALES MIX
Jadi, jumlah makanan A yang harus terjual agar mencapai BEP adalah
108 porsi karena sesuai perbandingan, nilainya adalah 1. Untuk makanan B,
harus terjual sebanyak 108 porsi 3 =324 porsi, sesuai dengan nilai
perbandingan sebesar 3. Jadi, berapa total porsi yang harus terjual agar
mencapai BEP? Yaitu jumlah makanan A dan B, 108 porsi + 324 porsi = 432
porsi.
pemilik. Lalu, berapa nilai BEP-nya kini dengan adanya biaya baru? Berikut
perhitungannya dengan jumlah pengunjung sebanyak 300 orang dan biaya
untuk membeli es krim sebesar Rp1.750,00.
BEP Penjualan – Biaya Variabel per Unit – Biaya Es Krim – Biaya Tetap = 0
Rp20.000,00Q – Rp7.500,00Q – (Rp1.750,00 300 orang) – Rp5.000.000,00 = 0
Rp12.500,00Q = Rp5.000.000,00 + Rp525.000,00
Rp12.500,00Q = Rp5.525.000,00
Q = 442 porsi.
LAT IH A N
1) Grafik BEP menunjukkan kepada kita titik temu antara total biaya
dengan total pendapatan sehingga menghasilkan kondisi yang tidak
mendapatkan laba, namun juga tidak merugi. Daerah di mana garis
pendapatan berada di atas garis biaya menunjukkan kondisi positif, yaitu
perusahaan mendapatkan laba karena nilai penjualan melebihi nilai
biaya. Begitu juga sebaliknya. Perbedaannya dengan grafik PV adalah
tujuan utama penggambarannya. Grafik BEP bertujuan untuk
menentukan letak titik impas sehingga tidak ada laba, tetapi juga tidak
rugi, sedangkan grafik PV bertujuan untuk menunjukkan hubungan
antara jumlah produksi dan laba, yaitu seberapa banyak perusahaan
harus menjual produknya sehingga bisa mendapatkan laba dalam jumlah
yang sesuai dengan keinginannya.
2) Jika Anda menggunakan Equation Method, dengan Q = Jumlah
pemasangan:
Laba Operasi = Pendapatan – Biaya Variabel – Biaya Tetap
Rp0,00 = (Tarif pemasangan 1 perangkat lunak jumlah pemasangan) –
(Biaya variabel 1 perangkat lunak jumlah pemasangan) –
Biaya tetap
Rp0,00 = (Rp20.000,00 Q) – (Rp10.000,00 Q) – (Rp750.000,00 +
Rp250.000,00)
Rp0,00 = Rp20.000,00Q – Rp10.000,00Q – Rp1.000.000,00
Rp10.000,00Q = Rp1.000.000,00
Q = 100 kali pemasangan
Perhitungan ini menunjukkan 100 kali pemasangan adalah nilai BEP,
yang diperlukan untuk menghindari kerugian pada laba operasi. Ini hasil
metode pertama.
Jika Anda menggunakan Contribution Margin Method:
BEP = Biaya Tetap/Contribution margin per unit
BEP = Biaya Tetap/(Tarif pemasangan 1 perangkat lunak – biaya
variabel 1 perangkat lunak)
BEP = (Rp750.000,00 + Rp250.000,00)/(Rp20.000,00 – Rp10.000,00)
BEP = Rp1.000.000,00/Rp10.000,00
BEP = 100 kali pemasangan.
2.38 Akuntansi Biaya 1
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
4) Dengan keterangan yang sama di No. 3, dan tambahan data berupa nilai
aktual penjualan bulan ini sebesar Rp15.000.000,00, maka nilai margin
of safety untuk produk tersebut di bulan tersebut adalah sebesar ....
A. Rp8.000.000,00
B. Rp10.000.000,00
C. Rp5.000.000,00
D. Rp13.000.000,00
2.40 Akuntansi Biaya 1
Rumus:
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 2, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
PAJA3336/MODUL 2 2.41
Tes Formatif 1
1) D Sudah jelas.
2) A Berikut perhitungannya:
Pendapatan ( Rp15.000,00 75 Rp1.125.000,00
boneka)
(-) Biaya Variabel ( Rp10.000,00 75 (Rp 750.000,00)
boneka)
(-) Biaya Tetap ( Biaya sewa) (Rp 500.000,00)
Laba (Rugi) (Rp 125.000,00)
3) A Kenaikan penjualan pasti bisa dipenuhi karena meningkat pula
kegiatan produksi, yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya
produksi (biaya variabel). Berikut perhitungannya.
Penjualan Rp3.450.000,00
Rp3.000.000,00 + (Rp3.000.000,00
15%)
(-) Diskon Penjualan (Rp 345.000,00)
10% × (Rp3.000.000,00 +
(Rp3.000.000,00 15%))
(-) Biaya Variabel (Rp2.300.000,00)
Rp2.000.000,00 + (Rp2.000.000,00
15%)
(-) Biaya Tetap (Sewa) (Rp 500.000,00)
Laba (Rugi) Rp 305.000,00
4) A Berikut perhitungannya
Penjualan Rp3.450.000,00
Rp3.000.000,00 + (Rp3.000.000,00
15%)
(-) Pembuatan Katalog (Rp 250.000,00)
(-) Biaya Variabel (Rp2.300.000,00)
Rp2.000.000,00 + (Rp2.000.000,00
15%)
(-) Biaya Tetap (Sewa) (Rp 500.000,00)
Laba (Rugi) Rp 400.000,00
2.42 Akuntansi Biaya 1
Penjualan Rp3.450.000,00
Rp3.000.000,00 + (Rp3.000.000,00 15%)
(-) Biaya hadiah coklat (Rp1.000.000,00)
(200 boneka Rp5.000,00)
(-) Biaya Variabel (Rp2.300.000,00)
Rp2.000.000,00 + (Rp2.000.000,00 15%)
(-) Biaya Tetap (Sewa) (Rp 500.000,00)
Laba (Rugi) Rp 350.000,00
Tes Formatif 2
1) D Silakan lihat kembali grafik BEP.
2) D Sudah jelas.
3) A Berikut perhitungannya:
BEP = (Rp2.000.000,00 + Rp5.000.000,00)/(Rp50.000,00 – Rp15.000,00)
BEP = 200 unit
Kemudian, untuk menghitung nilai penjualan :
Penjualan = Rp50.000,00 200 unit
Penjualan = Rp10.000.000,00.
4) C Definisi margin of safety adalah suatu batas, di mana jika nilai
penjualan terus menurun, yang menunjukkan seberapa banyak lagi
penurunan hingga mencapai BEP. Nilai penjualan aktual sudah
kita ketahui, yaitu Rp15.000.000,00. Sedangkan nilai penjualan
berdasarkan BEP adalah Rp10.000.000,00. Jadi, nilai margin of
safety adalah Rp15.000.000,00 – Rp10.000.000,00, dengan hasil
Rp5.000.000,00. Jika nilai penjualan menurun hingga
Rp5.000.000,00 maka nilai penjualan sudah menyentuh BEP,
PAJA3336/MODUL 2 2.43
Glosarium
Kegiatan Belajar 1
Contribution Income : Laporan Laba Rugi yang dalam penyajiannya
Statement (Laporan mengelompokkan biaya menjadi variabel dan
Laba Kontribusi) tetap. Laporan ini menyajikan berapa besarnya
nilai contribution margin.
Contribution Margin : Selisih antara nilai total penjualan dengan total
(Marjin Kontribusi) biaya variabel. Biaya tetap tidak diikutsertakan
dalam perhitungan ini. Contribution margin
menunjukkan laba operasi (tanpa dikurangi
biaya tetap) yang dihasilkan sesuai dengan
jumlah produk yang dijual.
Cost-Volume-Profit : Analisis hubungan antara biaya, volume, dan
Analysis (Analisis laba dengan menguji apakah ada keterkaitan
Biaya-Volume-Laba) antara ketiganya. Analisis ini mencoba
menunjukkan perpaduan yang tepat antara
biaya (cost) dengan jumlah (volume) produksi
agar bisa menghasilkan nilai laba (profit)
sesuai harapan.
Gross Margin/Profit : Laba yang berasal dari selisih antara nilai
(Marjin/Laba Kotor) penjualan dengan harga pokok penjualan,
namun belum dikurangi biaya operasional.
Net Income (Laba : Laba yang berasal dari selisih penjualan
Bersih) dengan seluruh biaya yang dikeluarkan
perusahaan.
Operating Income : Laba yang berasal dari selisih penjualan
(Laba Operasi) dengan harga pokok penjualan dan biaya-biaya
operasional, namun belum termasuk pajak dan
biaya-biaya nonoperasional.
PAJA3336/MODUL 2 2.45
Kegiatan Belajar 2
Breakeven Point, BEP : Titik yang menunjukkan jumlah penjualan
(Titik Impas) sama besarnya dengan biaya. Dengan kata lain,
titik impas antara penjualan dengan biaya. Ini
akan menghasilkan laba sama dengan nol.
Contribution Margin : Salah satu dari tiga metode untuk menghitung
Method (Metode nilai BEP.
Marjin Kontribusi)
Contribution Margin : Selisih antara nilai total penjualan dengan total
Per Unit (Marjin biaya variabel untuk satu produk.
Kontribusi per unit)
Cost Planning : Aktivitas merencanakan seberapa besar biaya
(Perencanaan Biaya) yang akan dikeluarkan dan sekaligus jenisnya.
Ini sangat mirip dengan anggaran, namun
perbedaannya adalah cost planning juga
memperhitungkan berbagai kemungkinan jenis
biaya yang akan dikeluarkan, sedangkan
anggaran sifatnya lebih makro (umum).
Artinya, cost planning membahas berbagai
kemungkinan struktur biaya, yaitu biaya mana
yang akan digolongkan sebagai biaya variabel
dan mana yang biaya tetap. Ini berbeda dengan
analisis sensitivitas karena dalam analisis
sensitivitas yang dibahas adalah kemungkinan
perubahan nilai biaya, namun tidak termasuk
jenis biayanya.
2.46 Akuntansi Biaya 1
Daftar Pustaka
Echols, John M., Shadily, Hassan. (1994). Kamus Indonesia Inggris. Jakarta:
Gramedia.
Horngren, Charles T., Datar, Srikant M., Foster, George. (2003). Cost
Accounting, A Managerial Emphasis. New Jersey: Prentice Hall.
Siegel, Joel G., Shim, Jae K. (1994). Kamus Istilah Akuntansi, Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Modul 3
PEN D A HU L UA N
KEGIATAN BELAJAR 1
Job Costing
A. COSTING SYSTEM
Kita perlu memahami terlebih dahulu tiga istilah baru ini sebelum masuk
pembahasan job costing. Istilah pertama, yaitu job order. Job order
merupakan pesanan konsumen. Tatkala konsumen menentukan pilihannya
dan melakukan pemesanan produk maka perusahaan mendapatkan job order
yang akan diselesaikan dalam waktu sesuai kemampuan perusahaan. Pesanan
ini adalah titik awal perusahaan untuk mulai memproduksi karena tanpa
adanya job order maka perusahaan tidak dapat melakukan aktivitas yang
menghasilkan penjualan. Dapat Anda bayangkan bagaimana jika perusahaan
desain baju pengantin tidak mendapatkan pesanan apa pun. Aktivitasnya
tidak akan lebih dari membuat contoh-contoh untuk dipajang di etalasenya.
Namun, setelah menerima job order, aktivitas produksi pun dimulai.
Istilah kedua adalah cost pool, yang artinya adalah kumpulan biaya. Cost
pool merupakan penjumlahan beberapa biaya menjadi satu nilai biaya.
Seberapa banyak biaya yang harus dijumlah dan digabungkan? Tentunya
sesuai kebutuhan Anda. Jika Anda membutuhkan informasi mengenai total
biaya departemen pemasaran, Anda harus mengumpulkan seluruh biaya yang
dikeluarkan oleh departemen pemasaran atau jenis biaya yang harus
dijumlahkan tidak akan terlalu banyak jika informasi yang Anda butuhkan
adalah biaya konsumsi bahan bakar di departemen pemasaran karena
menekankan pada satu jenis biaya. Mungkin Anda bertanya, mengapa suatu
3.6 Akuntansi Biaya 1
adalah produk atau departemen produksi? Dengan kata lain, nanti setelah kita
menentukan dasar alokasinya, biaya gaji pengawas akan dialokasikan dan
digabungkan ke dalam total biaya per produk atau justru total biaya
departemen produksi?
Objek biaya bukan berarti hanya merujuk pada sebuah produk, namun
juga dapat berupa departemen. Tentunya tidak asing bagi kita jika mendengar
total biaya departemen A adalah sekian. Manajer sebuah departemen
memerlukan informasi yang menunjukkan seberapa besar konsumsi biaya
departemen yang dipimpinnya. Bagaimana ia mengetahui total biaya
departemennya? Dengan mengakumulasi seluruh biaya dalam departemen
tersebut, termasuk dalam contoh kita, untuk departemen produksi adalah
biaya gaji pengawas. Namun, perusahaan memiliki pilihan, apakah
menggabungkan biaya tersebut dengan biaya produk atau biaya departemen.
Dari segi kemudahan pencatatan, perusahaan akan lebih mudah jika mencatat
biaya tersebut ke dalam biaya departemen. Ini masuk akal karena jika untuk
sebuah produk, biaya gaji pengawas adalah biaya tidak langsung (karena
manfaatnya untuk banyak produk), sedangkan untuk departemen produksi,
biaya gaji pengawas adalah biaya langsung departemen produksi. Seperti
yang telah kita bahas, tujuan utama akuntansi biaya adalah menentukan
dengan sedetail mungkin biaya-biaya yang terkait dengan sebuah produk
sehingga biaya sebuah produk akan semakin akurat dan dapat diandalkan.
Karenanya, perusahaan tidak bisa mengabaikan keterkaitan aktivitas
pengawas dengan proses produksi. Jadi, digolongkan sebagai biaya apa gaji
pengawas?
Untuk mendapatkan nilai harga pokok produksi yang akurat maka
perusahaan sebaiknya mengalokasikan biaya gaji pengawas ke masing-
masing produk. Dengan pengalokasian ke produk maka perusahaan akan
memiliki nilai akurat biaya sebuah produk dan nilai akurat persediaan serta
penentuan harga jual yang tepat. Lalu, apakah laporan biaya per departemen
masih diperlukan? Tentu. Perusahaan menggolongkan biaya yang masih ada
keterkaitan dengan produk ke dalam biaya produk dengan cara alokasi.
3.8 Akuntansi Biaya 1
Namun, biaya yang benar-benar untuk manfaat departemen dan hampir tidak
mungkin (dan juga tidak efisien) mencari keterkaitannya dengan produk
maka digolongkan sebagai biaya departemen. Contohnya adalah biaya jasa
pembersih (cleaning service) gedung atau ruang departemen produksi.
Langkah 1
Perusahaan menentukan satu pesanan yang akan ditentukan biayanya.
Misalkan, baju pengantin pesanan pasangan A. Perhatikan bahwa tiap-tiap
pesanan dihitung secara terpisah dan tidak tumpang tindih.
Langkah 2
Menentukan biaya-biaya langsung yang dikeluarkan untuk pesanan
pasangan A. Biaya-biaya ini memiliki hubungan langsung dengan baju
pesanan dan mudah untuk ditelusuri. Umumnya terdiri dari biaya bahan
mentah dan biaya tenaga kerja. Untuk perusahaan ini, bahan mentah
utamanya adalah kain. Biaya tenaga kerja meliputi honor desainer dan
penjahit. Kemudian, kedua jenis biaya ini dijumlahkan untuk mendapatkan
total biaya langsung.
Langkah 3
Kini saatnya untuk menentukan porsi biaya overhead untuk baju
pasangan A. Biaya-biaya ini pasti ada dalam setiap perusahaan dan
mendukung aktivitas perusahaan untuk menghasilkan penjualan. Lalu,
bagaimana menentukannya? Dalam langkah ini perusahaan menentukan
terlebih dahulu dasar alokasinya (cost-allocation base). Perusahaan harus
mencari unsur dalam produksi yang dapat dijadikan dasar alokasi. Umumnya
yang digunakan adalah jam kerja. Mengapa jam kerja? Ini adalah unsur yang
cukup representatif dalam menunjukkan seberapa besar konsumsi perusahaan
atas listrik, air, dan lain-lain selama proses produksi berlangsung. Jam kerja
dapat menunjukkan seberapa besar penggunaan unsur-unsur tidak langsung
tersebut dalam proses produksi.
Langkah 4
Selanjutnya, perusahaan menentukan seberapa besar biaya overhead.
Berapa total biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk biaya-biaya tidak
langsung? Perusahaan menggunakan data aktual (sebenarnya) dalam
menentukan total biaya overhead. Kita akan menggunakan periode 1 tahun
untuk menentukan total biaya overhead, dengan jumlah, misalnya
Rp90.000.000,00.
3.10 Akuntansi Biaya 1
Langkah 5
Kemudian perusahaan mencari nilai biaya overhead per unit. Dalam hal
ini, “unit” bukan merujuk ke jumlah baju karena yang diproduksi hanya 1
jenis untuk pasangan A. Unit maksudnya adalah jam kerja, yang berarti nilai
biaya overhead per jam kerja. Bagaimana caranya? Total biaya overhead
dibagi dengan jumlah jam kerja. Misalkan, dengan total jam kerja selama 1
bulan sebesar 3.000 jam dan total biaya overhead selama 1 tahun sebesar
Rp90.000.000,00 maka biaya overhead per jam kerja adalah
Rp90.000.000,00/3.000 jam = Rp30.000,00.
Langkah 6
Kita telah mendapatkan biaya per unitnya. Kini, kita menentukan untuk
baju pasangan A memerlukan waktu produksi selama 110 jam. Perhatikan
bahwa perusahaan harus mencatat dari data jam kerja secara keseluruhan,
jam kerja yang dikonsumsi masing-masing pesanan. Berapa porsi biaya
overhead untuk baju pasangan A? Caranya mengalikan Rp30.000,00 dengan
110 jam, yang hasilnya adalah Rp3.300.000,00. Ini adalah biaya overhead
untuk baju pasangan A. Di dalam akuntansi, kita menamakan biaya ini
applied overhead. Istilah ini untuk membedakan biaya overhead secara
keseluruhan dengan biaya overhead yang sudah dialokasikan untuk suatu
produk tertentu. Jadi, untuk biaya overhead per pesanan, kita menamakannya
biaya applied overhead.
Langkah 7
Kini telah lengkap seluruh informasi yang kita butuhkan. Kita telah
menentukan biaya-biaya langsung, seperti bahan mentah dan tenaga kerja.
Kita telah mendapatkan pula porsi biaya overhead untuk baju pasangan A.
Sekarang kita menjumlahkan biaya langsung dengan biaya overhead (tidak
langsung) untuk mendapatkan biaya total yang diperlukan untuk
memproduksi baju tersebut. Setelah mendapatkan nilai biaya total maka
perusahaan dapat menentukan harga jual yang layak sekaligus
menguntungkan. Selain itu, perhitungan ini juga dapat memberikan informasi
bagi perusahaan untuk membandingkan pengeluaran antarpesanan. Misalkan,
mengapa biaya bahan mentah untuk baju pasangan A lebih rendah
dibandingkan baju pasangan B? Mengapa perbedaan biaya tenaga kerja
PAJA3336/MODUL 3 3.11
antara kedua pesanan sangat besar? Apakah karena baju B, misalnya lebih
rumit desainnya? Perbandingan yang ditindaklanjuti dengan penelusuran
penyebab perbedaan dapat memperkaya pengetahuan dan pengalaman
perusahaan dalam memproduksi baju pengantin.
Catatan Biaya
Terdapat beberapa bentuk catatan biaya yang lazim digunakan di dalam
sebuah perusahaan yang menggunakan job costing. Perusahaan dapat
membuat catatan biaya secara manual di atas kertas atau dapat mencatatnya
di dalam komputer. Berikut bentuk catatan yang lazim dalam sebuah
perusahaan.
Pertama, job cost record. Ini adalah media pencatatan yang digunakan
untuk mencatat seluruh biaya yang terkait dengan satu pesanan tertentu.
Media ini berupa kertas atau file dalam komputer yang mencatat biaya sejak
produksi dimulai hingga pesanan selesai diproduksi. Nama lain media ini
adalah job cost sheet.
Kedua, adalah materials-requisition record. Ini berupa catatan
penggunaan bahan mentah dalam proses produksi suatu pesanan. Pencatatan
PAJA3336/MODUL 3 3.13
bukan hanya kuantitas bahan mentahnya saja, namun juga nilai (biaya) bahan
mentah tersebut.
Ketiga, adalah labor-time record. Ini adalah catatan jumlah jam kerja
yang diperlukan untuk memproduksi satu pesanan tertentu. Perhatikan bahwa
catatan ini tidak menyimpan catatan seluruh jam kerja yang digunakan oleh
perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya. Ini khusus penggunaan jam
kerja oleh masing-masing pesanan.
Tiga catatan tersebut dapat disimpan dalam bentuk kertas atau di dalam
file komputer. Demi keamanan, catatan yang berupa file dalam komputer
sebaiknya dicetak untuk kemudian disimpan. Catatan-catatan tersebut cukup
membantu perusahaan dalam menentukan biaya-biaya mana yang terkait
dengan suatu produk tertentu.
Tiga istilah ini adalah metode penentuan biaya produksi yang dijalankan
oleh sebuah perusahaan. Harap dibedakan dengan metode pencatatan biaya.
Metode penentuan biaya adalah menentukan jenis biaya, sedangkan metode
pencatatan biaya adalah mencatat biaya yang telah ditentukan. Actual costing
adalah metode penentuan biaya dengan menentukan besarnya biaya produksi
sesuai dengan jumlah yang sebenarnya. Metode ini menentukan biaya bahan
mentah dan tenaga kerja sesuai jumlah yang sebenarnya dan menentukan
biaya overhead per jam kerja dengan jumlah biaya overhead dan jam kerja
yang sebenarnya, sedangkan normal costing adalah metode penentuan biaya
bahan mentah dan tenaga kerja sesuai jumlah yang sebenarnya pula, namun
untuk biaya overhead per jam kerja, perusahaan menggunakan biaya
overhead dan jam kerja yang diprediksi atau dianggarkan, bukan jumlah
sebenarnya yang telah dikeluarkan. Istilah yang ketiga, standard costing,
merujuk pada metode penentuan biaya produksi yang menggunakan biaya
standar. Apakah yang dimaksud dengan biaya standar?
Biaya standar adalah nilai biaya yang ditentukan berdasarkan proses
observasi dan perhitungan yang menghasilkan angka, contohnya untuk bahan
mentah yang akan menjadi biaya standar perusahaan ini. Angka ini pula yang
3.14 Akuntansi Biaya 1
akan digunakan untuk menghitung nilai harga pokok produksi. Juga sebagai
pembanding jika ada pengeluaran aktual yang melebihi angka standar ini
maka kemungkinan telah terjadi pemborosan dalam pengeluaran produksi
atau memang biaya standar perlu disesuaikan dengan perkembangan terbaru
berupa kenaikan harga-harga. Jadi, jenis biaya yang akan dicatat bukan biaya
aktual, melainkan biaya yang ditetapkan berdasarkan situasi terkini.
Pembahasan lebih jauh disertai contoh mengenai metode ini akan Anda
temukan di Modul 8. Pembahasan selanjutnya adalah untuk actual dan
normal costing.
Actual costing jelas metode yang tidak asing bagi kita. Ini merupakan
metode yang paling lazim dalam penentuan biaya dan juga memberikan hasil
yang paling akurat karena berdasarkan jumlah uang yang benar-benar keluar.
Namun, untuk penentuan biaya produksi, penggunaan metode actual costing
memiliki kelemahan. Berikut pemaparannya.
Kita telah membahas bahwa penentuan biaya overhead dan jam kerja
adalah dengan jumlah selama 1 tahun. Actual costing mengharuskan kita
untuk menentukan biaya yang akan dicatat sesuai dengan yang benar-benar
dikeluarkan. Jadi, actual costing baru dapat menyajikan besarnya biaya
overhead dan jam kerja hingga akhir tahun. Setelah menunggu 1 tahun,
barulah kita mengetahui biaya sebenarnya untuk biaya overhead.
Masalahnya, banyak produk yang dihasilkan dalam waktu 1 tahun, bukan
hanya satu produk. Bagaimana kita menentukan biaya untuk sebuah produk
yang telah selesai diproduksi di pertengahan tahun? Apakah kita harus
menunggu di akhir tahun untuk mendapatkan biaya produksi yang akurat?
Jika ini terjadi maka akan banyak produk yang telah jelas biaya bahan
mentah dan tenaga kerjanya, namun untuk penentuan besarnya biaya applied
overhead harus menunggu hingga akhir tahun sehingga penentuan biaya
produk dan harga jualnya pun akan tertunda. Pada akhirnya, penjualan
produk akan tertunda dan uang penjualannya pun juga tertunda. Namun, ini
bukan masalah yang tidak bisa dipecahkan. Di sinilah peran normal costing.
Metode ini menjadikan perusahaan tidak harus menunggu hingga akhir
tahun. Dengan metode ini, perusahaan memprediksi biaya overhead dan jam
kerja hingga satu tahun. Atas dasar apa? Tentunya atas dasar pengalaman dan
data-data tahun sebelumnya sehingga menghasilkan jumlah yang umumnya
PAJA3336/MODUL 3 3.15
Proses Proses
Penyiapan pengubahan pengubahan
bahan bahan produk Penjualan
mentah dan mentah setengah produk jadi
tenaga kerja menjadi jadi menjadi
untuk produk produk siap
produksi setengah jual
jadi
Kini kita akan membahas dengan rinci tiap-tiap transaksi yang berasal
dari alur produksi tersebut. Kita kembali menggunakan contoh perusahaan
baju pengantin dengan kode pesanan B01.
Kita telah mengubah nilai bahan mentah dan tenaga kerja menjadi nilai
produk dalam pengerjaan. Kini, bagaimana cara mengubah biaya-biaya
overhead menjadi nilai produk dalam pengerjaan (WIP)? Tentunya
dengan alokasi (allocation)
g. Penjualan baju
Setelah perusahaan menentukan harga jualnya, kemudian baju
diserahkan ke calon pengantin. Uang hasil penjualan pun diterima
perusahaan. Misalkan, nilai penjualannya adalah Rp17.500.000,00.
Jurnalnya adalah sebagai berikut.
Kas Rp17.500.000,00
Penjualan Rp17.500.000,00
h. Pembayaran gaji
Perusahaan harus membayar gaji tenaga kerja yang memproduksi baju
pengantin yang telah terjual. Bukan hanya tenaga kerja langsung ini,
namun juga biaya tenaga kerja yang tak langsung, seperti dalam contoh
honor karyawan untuk membeli bahan dan mengirimnya ke workshop.
Perusahaan sebenarnya dapat membayar gaji sebelum menerima uang
penjualannya. Namun, untuk jenis perusahaan yang menggunakan job
costing karena sebuah produk merupakan pesanan konsumen dan pasti
akan dibayar maka perusahaan dapat menunggu hingga konsumen
tersebut menyerahkan uangnya. Perusahaan juga bisa membayar gaji
karyawan terlebih dahulu tanpa harus menunggu pembayaran. Jarak
waktu antara selesai produksi dan terjualnya produk tergantung jenis
produk dan tingkat kerumitannya. Bagaimana jurnalnya?
nilai akun apa yang harus ditambah? Ketiga akun, yaitu WIP, Persediaan
Produk Jadi (Finished Goods), dan Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods
Sold). Bagaimana cara membagi nilai selisih sebesar Rp15.000.000,00 antara
ketiga akun ini? Ada 3 cara, yaitu sebagai berikut.
Cara pertama, yaitu dengan metode adjusted allocation-rate. Pada
metode ini, penyesuaian dilakukan dengan mengubah kembali seluruh biaya
applied overhead untuk tiap-tiap pesanan. Perlu diingat bahwa dalam 1
tahun, perusahaan menerima banyak pesanan, bukan hanya satu pesanan.
Dengan metode ini, seluruh biaya applied overhead untuk seluruh pesanan
pada tahun itu diubah dan dihitung ulang nilai WIP, Persediaan Produk Jadi,
dan Harga Pokok Penjualan. Tidak ada pembagian selisih antara ketiga akun
tersebut. Untuk penjualan tidak bisa diubah karena nilainya sudah ditentukan
dan uangnya sudah diterima. Lalu, apakah ini metode yang tepat?
Kelebihan metode ini adalah perusahaan akan mendapatkan nilai yang
sangat akurat di akhir tahun untuk tiga akun di atas. Tidak ada lagi unsur
estimasi, semuanya merupakan nilai yang sesungguhnya. Adakah
kekurangannya? Jelas cara ini memakan waktu dan perhatian yang cukup
besar. Bayangkan jika pesanan perusahaan mencapai 100 pesanan sepanjang
tahun. Perusahaan harus mengubah kembali tiap-tiap biaya applied overhead
dan tiga macam akun untuk 100 pesanan. Namun, kekurangan ini dapat
ditanggulangi jika perusahaan memiliki teknologi komputerisasi untuk
menghitung kembali seluruh akun tersebut dalam waktu yang singkat dan
hasil yang akurat. Pada akhirnya, perusahaan harus menentukan apakah
manfaat yang didapat melebihi pengorbanan yang dilakukan.
Cara kedua, yaitu dengan metode proration. Berbeda dengan cara
pertama, metode ini tidak mengubah kembali nilai-nilai akun, melainkan
membagi selisih sesuai porsinya kepada akun WIP, Persediaan Produk Jadi
dan Harga Pokok Penjualan. Misalkan, saldo akhir tahun WIP adalah
Rp100.000.000,00, Produk Jadi Rp250.000.000,00, dan Harga Pokok
Penjualan Rp75.000.000,00. Ini adalah saldo yang masih mengandung nilai
estimasi. Kini kita akan membagi rata nilai selisih Rp15.000.000,00 antara
ketiga saldo akun tersebut.
3.24 Akuntansi Biaya 1
WIP Rp 3.450.000,00
Persediaan Produk Jadi Rp 8.700.000,00
Harga Pokok penjualan Rp 2.850.000,00
Biaya applied overhead Rp50.000.000,00
Biaya overhead Rp65.000.000,00
Saldo akun WIP, Persediaan Produk Jadi, dan Harga Pokok Penjualan
masing-masing dikurangi dengan nilai selisihnya, yang akan menghasilkan
saldo yang benar di akhir tahun.
Cara yang ketiga adalah dengan metode write-off to cost of goods sold.
Berbeda dengan kedua metode sebelumnya, metode ini lebih sederhana.
Tidak ada perubahan pencatatan per produk. Caranya adalah selisih
dialokasikan langsung hanya ke nilai harga pokok penjualan dan tidak akun
lainnya. Misalkan, dengan contoh di atas, selisihnya berupa underapplied. Ini
berarti nilai overhead sesungguhnya lebih besar dibandingkan nilai applied
overhead. Selisihnya langsung kita tambahkan ke nilai Harga Pokok
Penjualan. Dengan saldo Rp75.000.000,00, kita tambahkan Rp15.000.000,00,
yang hasilnya adalah Rp90.000.000,00. Inilah saldo akun Harga Pokok
Penjualan setelah adanya penyesuaian. Bagaimana dengan jurnalnya?
WIP dan Persediaan Produk Jadi tidak diubah. Namun, kelebihannya adalah
metode ini sederhana dan tidak memakan waktu dan perhatian yang relatif
besar.
Kini, pertanyaannya, metode mana yang terbaik bagi perusahaan yang
menggunakan job costing? Tergantung penilaian perusahaan atas kelebihan
dan kekurangan masing-masing metode. Metode yang terbaik bagi
perusahaan adalah metode yang memberikan manfaat lebih dibandingkan
besarnya biaya untuk menjalankan metode tersebut. Dengan kata lain,
manfaat (benefit) melebihi pengorbanan (cost).
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
C. 1 bulan.
D. 365 hari.
5) Sama dengan soal nomor 4, untuk saldo akhir Harga Pokok Penjualan
yang sudah disesuaikan adalah sebesar ....
A. Rp14.550.000,00.
B. Rp10.000.000,00.
C. Rp14.000.000,00.
D. Rp14.500.000,00.
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 1, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
3.32 Akuntansi Biaya 1
Kegiatan Belajar 2
Activity-Based Costing
Dengan kata lain, perusahaan jual rugi. Jika keadaan ini terus-menerus
berlangsung, maka perusahaan akan mengalami kebangkrutan karena tidak
dapat menutup biaya-biayanya. Kondisi overcosting secara terus-menerus
juga dapat menyebabkan kebangkrutan bagi perusahaan karena tidak mampu
menghasilkan penjualan. Pertanyaannya, bagaimana dua kondisi ini dapat
terjadi? Jelas ada kesalahan yang dilakukan perusahaan XYZ. Namun, di
mana?
B. PEANUT-BUTTER COSTING
C. ACTIVITY-BASED COSTING
Rp150,00 maka nilai allocation rate per jam adalah Rp75.000,00. Untuk
buku A, mesin untuk mencetaknya membutuhkan waktu penyetelan selama 3
jam, berarti biaya penyetelan mesin adalah Rp75.000,00 3 jam, dengan
hasil Rp225.000,00. Untuk buku B, Rp75.000,00 2 jam, dengan hasil
Rp150.000,00. Kini pertanyaannya, mengapa biaya ini digolongkan sebagai
batch level cost?
Setebal apa buku yang akan dicetak, biaya penyetelan tidak akan
terpengaruh. Penyetelan mesin bukan berfungsi untuk masing-masing kertas
lembar, melainkan untuk penyiapan kegiatan mencetak. Satu kali penyetelan
di awal dapat mencetak ratusan ribu lembar. Ini menunjukkan tidak ada
keterkaitan antara biaya penyetelan dengan per unit buku. Biaya ini
memberikan kontribusi bukan kepada per buku, melainkan banyak buku.
Aktivitas ketiga, adalah mencetak naskah yang sebelumnya masih dalam
bentuk file di komputer. Perhatikan bahwa aktivitas mencetak di sini bukan
mencetak naskah di mesin cetak, namun mencetak melalui printer. Pada
awalnya, sebuah buku bentuk aslinya adalah file di dalam komputer. Untuk
memungkinkan dicetak di mesin cetak maka naskah tersebut harus dicetak
terlebih dahulu dengan printer. Hasilnya berupa naskah dalam bentuk kertas
lembar. Adakah biaya yang muncul di sini? Iya, yaitu biaya tinta yang
digunakan untuk naskah tersebut. Bagaimana cara menghitungnya?
Pertama, kita menentukan dasar alokasinya. Jumlah halaman adalah
dasar alokasi yang paling mungkin diterima karena biaya tinta terkait dengan
berapa halaman yang akan dicetak, sedangkan allocation rate-nya adalah
biaya tinta per lembar kertas. Untuk buku A, jumlah halamannya adalah 300
dan buku B sebanyak 300. Umumnya dalam mencetak naskah, 1 lembar
kertas dapat memuat 2 halaman. Lalu, berapa biaya tinta per lembar kertas?
Terlebih dahulu kita harus mencari tahu harga tinta printer dan berapa lembar
kertas tinta tersebut dapat digunakan hingga habis. Dengan data dari
produsen printer-nya, harga tinta sebesar Rp450.000,00 dan dapat digunakan
untuk mencetak 12.500 lembar, lebih dari itu tintanya sudah habis. Berarti,
kita dapat menghitung biaya tinta per lembar kertas, yaitu Rp450.000,00
dibagi dengan 12.500 lembar kertas, dengan hasil Rp36,00 per lembar kertas.
Ini adalah allocation rate-nya. Kini kita dapat menghitung biaya aktivitas
mencetak naskah melalui printer.
PAJA3336/MODUL 3 3.41
Biaya Laba
Jumlah Biaya per Harga per
Buku Biaya langsung applied per
cetak buku buku
overhead* buku
A Rp 27.889.600,00 Rp450.000,00 3.000 Rp9.446,00 100% Rp18.892,00
B Rp10.670.700,00 Rp290.000,00 3.000 Rp3.653,00 100% Rp 7.306,00
*Berikut penyajian perhitungan biaya applied overhead.
PAJA3336/MODUL 3 3.43
Untuk melihat dengan jelas perbedaan hasil antara metode alokasi biasa
dengan activity-based costing untuk penentuan biaya tak langsung (biaya
overhead), mari kita lihat perbandingan sebagai berikut.
3.44 Akuntansi Biaya 1
Untuk contoh kita, memang selisihnya tidak terlalu besar. Namun, tetap
menunjukkan adanya kesalahan perhitungan perusahaan akan biaya dan
harga buku. Sangat besar kemungkinan di dunia nyata, selisih yang
dihasilkan jauh lebih besar dari contoh kita ini. Akibatnya pun akan lebih
berdampak besar.
Jika Anda bertanya-tanya, apakah metode activity-based costing
memiliki kekurangan? Sayangnya, ya. Kekurangannya bukan pada kesalahan
hasilnya, namun waktu dan perhatian yang harus dicurahkan untuk metode
ini lebih besar dibandingkan metode lain. Perusahaan harus mengidentifikasi
aktivitas-aktivitas yang memunculkan biaya, menentukan allocation base per
aktivitas, menentukan allocation rate per aktivitas dan harus senantiasa
memperbarui besarnya allocation rate seiring dengan waktu. Dalam contoh,
kita hanya mengidentifikasi 4 aktivitas. Di dalam dunia nyata, sebuah
perusahaan akan memiliki aktivitas jauh lebih banyak dibandingkan contoh
kita. Lalu, apakah usaha yang dijalankan akan sebanding dengan hasil yang
dicapai? Seperti biasa benefit (manfaat) harus melebihi cost (biaya). Namun,
hemat penulis, untuk memenangkan persaingan dalam jangka panjang,
keakuratan penentuan biaya dan harga adalah sebuah hal yang mutlak.
Activity-based costing dapat menyediakan keakuratan dua hal tersebut.
Jika memang sebuah perusahaan kemudian menjalankan metode ini
maka manajer menjalankan apa yang namanya activity-based management,
yaitu aktivitas pengaturan produksi oleh manajer dengan mengambil
keputusan mengenai biaya dan harga sesuai dengan informasi yang
disediakan oleh metode activity-based costing. Target manajer, dengan
menjalankan activity-based management, adalah menekan biaya,
meningkatkan penjualan dan memperoleh laba sesuai harapan perusahaan. Ini
adalah tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjangnya adalah memperoleh
pangsa pasar yang signifikan.
PAJA3336/MODUL 3 3.45
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT I F 2
a. Cincin biasa.
Biaya cetakan mentah cincin biasa Rp20.000,00/cm2
Luas permukaan cetakan untuk cincin biasa 5 cm2
b. Cincin eksklusif :
Biaya cetakan mentah cincin pria Rp50.000,00/cm2
Luas permukaan cetakan untuk cincin pria 7 cm2
(2) Aktivitas menyetel mesin pembentuk cincin.
a. Biaya pemakaian listrik per bulan Rp1.000.000,00.
b. Jumlah daya listrik yang dikonsumsi per bulan 1.000 watt.
c. Waktu yang diperlukan tiap hari untuk menyetel mesin untuk cincin
biasa 1 jam.
d. Waktu yang diperlukan tiap hari untuk menyetel mesin untuk cincin
eksklusif 2 jam.
(3) Aktivitas finishing (mempoles) ikatan cincin setelah dibentuk.
a. Harga cairan finishing untuk ikatan biasa (bisa digunakan untuk 100
ikatan cincin) Rp150.000,00.
b. Harga cairan finishing untuk ikatan eksklusif (bisa digunakan untuk
50 ikatan cincin) Rp250.000,00.
2) Nilai output unit-level cost yang tepat untuk ikatan cincin biasa dan
eksklusif selama 1 bulan adalah ....
A. Rp4.500.000,00 dan Rp3.750.000,00.
B. Rp4.000.000,00 dan Rp3.000.000,00.
C. Rp4.250.000,00 dan Rp3.500.000,00.
D. Rp4.550.000,00 dan Rp4.000.000,00.
3) Nilai batch-level cost yang tepat untuk ikatan cincin biasa dan eksklusif
tiap hari adalah ....
A. Rp4.167,00 dan Rp8.334,00.
B. Rp3.167,00 dan Rp7.334,00.
C. Rp2.167,00 dan Rp6.334,00.
D. Rp5.000,00 dan Rp9.000,00.
3.48 Akuntansi Biaya 1
4) Nilai product sustaining level cost yang tepat untuk ikatan cincin biasa
dan eksklusif di bulan Januari 2004 adalah ....
A. Rp100.000,00 dan Rp350.000,00.
B. Rp150.000,00 dan Rp300.000,00.
C. Rp200.000,00 dan Rp400.000,00.
D. Rp125.000,00 dan Rp325.000,00.
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 2, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
PAJA3336/MODUL 3 3.49
Tes Formatif 1
1) C Rentang waktu 1 bulan tidaklah cukup untuk menghasilkan
budgeted rate yang valid dan bebas dari fluktuatif siklus bisnis.
2) C Umumnya produk berupa cincin tidak diproduksi secara massal,
bahkan beberapa cincin bisa didapatkan hanya melalui pesanan.
3) D Biaya bahan mentah dan tenaga kerja sudah jelas jumlahnya.
Untuk biaya applied overhead, kita harus menghitungnya terlebih
dahulu. Berikut langkah-langkahnya:
1. Tentukan budgeted rate.
Budgeted rate = Rp40.000.000,00/4.000 jam.
= Rp10.000,00/jam.
2. Tentukan biaya applied overhead.
Applied overhead = Rp10.000,00/jam 120 jam
= Rp1.200.000,00
Tes Formatif 2
1) D Activity-based costing adalah metode penentuan, bukan metode
pencatatan sehingga bisa digunakan oleh perusahaan mana pun
dan tidak terbatas pada perusahaan yang memproduksi produk-
produk jenis tertentu.
Glosarium
Kegiatan Belajar 1
Actual Costing : Metode penentuan biaya dengan
(Pembiayaan Aktual) memperhitungkan hanya biaya-biaya aktual.
Adjusted Allocation- : Satu dari tiga metode untuk menyesuaikan
Rate method (Metode saldo akun-akun tertentu dikarenakan
Penyesuaian Tarif timbulnya selisih antara biaya overhead yang
Alokasi) diestimasi dengan nilai aktualnya. Metode ini
menyesuaikan kembali seluruh biaya-biaya
overhead yang sudah dialokasikan (applied
overhead) untuk seluruh produk.
Applied Overhead : Biaya overhead yang sudah dialokasikan untuk
(Biaya Overhead masing-masing produk.
Teralokasi)
Budgeted Rate (Tarif : Nilai atau “tarif” biaya overhead per jam
yang Dianggarkan) berdasarkan hasil pembagian antara estimasi
biaya total dengan estimasi total jam kerja.
Cost-Allocation Base : Suatu satuan nilai yang menjadi dasar untuk
(Dasar Alokasi Biaya) pengalokasian biaya tak langsung (overhead),
apakah itu jam kerja, atau satuan nilai lainnya.
Costing System : Sistem pengidentifikasian biaya dalam sebuah
(Sistem Pembiayaan) perusahaan.
Cost Pool (Kumpulan : Penjumlahan beberapa biaya menjadi nilai total
Biaya) biaya.
Job Costing : Metode pencatatan biaya berdasarkan
(Pembiayaan pengakumulasian biaya-biaya produksi untuk
berdasarkan Pesanan) tiap-tiap pesanan atau job.
Job-Cost Record : Catatan seluruh biaya yang terkait dengan
(Catatan Biaya per suatu pesanan.
Pesanan)
Job Order (Perintah : Pesanan dari konsumen yang memicu
Pesanan) timbulnya aktivitas produksi.
Labor-Time Record : Catatan jumlah jam kerja yang diperlukan
(Catatan Jam Kerja) untuk memproduksi suatu pesanan.
PAJA3336/MODUL 3 3.53
Kegiatan Belajar 2
Activity-Based Costing : Metode penentuan biaya yang menentukan
(Pembiayaan biaya tak langsung yang dikonsumsi produk
berdasarkan berdasarkan biaya tiap-tiap aktivitas produksi
Aktivitas) untuk produk tersebut.
Activity-Based : Aktivitas pengaturan produksi oleh manajer
Management dengan mengambil keputusan mengenai biaya
(Manajemen dan harga sesuai dengan informasi yang
berdasarkan disediakan oleh metode activity-based costing.
Aktivitas)
Allocation Base/Cost- : Suatu satuan nilai yang menjadi dasar untuk
Allocation Base pengalokasian biaya tak langsung (overhead),
(Dasar Alokasi Biaya) apakah itu jam kerja, atau satuan nilai lainnya.
Allocation Rate (Tarif : Nilai atau “tarif” biaya per dasar alokasi untuk
Alokasi) tiap aktivitas. Misalkan, aktivitas pengamanan
menimbulkan biaya. Bagaimana cara
mengalokasikan biaya pengamanan ini ke
berbagai macam produk. Kita bisa
menggunakan gaji satpam per hari sebagai
allocation rate, lalu dikalikan durasi produksi
untuk tiap-tiap produk.
Batch-Level Cost: : Biaya pendukung kegiatan produksi, yang
tidak terkait dengan banyaknya jumlah produk
yang dihasilkan.
Facility Sustaining : Biaya yang tidak memiliki hubungan langsung
Cost dengan produk, namun mendukung perusahaan
secara keseluruhan.
Output Unit-Level Cost : Biaya pendukung kegiatan produksi, yang
meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah produk yang dihasilkan.
Overcosting : Suatu keadaan di mana perusahaan
(Berlebihannya Biaya menentukan biaya untuk suatu produk dengan
yang Ditentukan) jumlah lebih besar dari seharusnya.
PAJA3336/MODUL 3 3.55
Daftar Pustaka
Echols, John M., Shadily, Hassan. (1994). Kamus Indonesia Inggris. Jakarta:
Gramedia.
Horngren, Charles T., Datar, Srikant M., Foster, George. (2003). Cost
Accounting, A Managerial Emphasis. New Jersey: Prentice Hall.
Siegel, Joel G., Shim, Jae K. (1994). Kamus Istilah Akuntansi. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Modul 4
PEN D A HU L UA N
KEGIATAN BELAJAR 1
Anggaran
S etiap perusahaan pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai dan umumnya
tujuan sebuah perusahaan adalah laba. Ini adalah tujuan sekaligus
indikator terbaik untuk menunjukkan kinerja perusahaan. Namun, apa yang
harus dilakukan perusahaan? Berapa jumlah sumber daya yang harus
digunakan untuk mencapai laba? Perusahaan perlu membuat rencana yang
memuat apa-apa yang akan dijalankan di bulan-bulan ke depan. Rencana ini
yang kemudian akan menjadi panduan bagi para manajer dalam menjalankan
roda kegiatan perusahaan. Anda saja, seorang mahasiswa pasti memiliki
rencana kegiatan belajar. Walaupun kemungkinan rentang waktu rencananya
tidaklah besar (misalkan hanya 1 tahun ke depan), namun menunjukkan
bahwa tanpa adanya rencana maka tidak akan ada aktivitas produktif yang
dapat dijalankan. Bayangkan sebuah perusahaan dengan berbagai sumber
daya dan berorientasi laba tidak mengetahui apa yang harus dilakukan untuk
mencapai laba. Lalu, apa saja yang harus direncanakan?
Jawabannya adalah semua. Mulai dari rencana produksi hingga rencana
penjualan. Perusahaan harus membuat rencana yang menyeluruh mengenai
aktivitas yang akan dijalankannya. Apa isi rencana tersebut? Perusahaan
menggunakan angka-angka, yaitu nilai dari apa-apa yang direncanakannya.
Misalkan, rencana produksi. Perusahaan menunjukkan rencananya tidak
dengan menceritakan panjang lebar mengenai apa yang mau diproduksi,
namun dengan jelas menyajikannya dalam bentuk angka. Angka-angka
tersebut menunjukkan jumlah produksi, berapa sumber daya yang harus
digunakan, dan lain sebagainya. Rencana yang disajikan dalam bentuk
angka-angka ini yang disebut anggaran. Tidak ada bentuk penyajian yang
lebih baik dari pada angka karena angka menunjukkan dengan jelas arus uang
perusahaan, baik pengeluaran maupun pemasukannya.
Dalam bab ini kita akan membahas berbagai macam anggaran dan
perhitungannya, kemudian akan kita bahas bagaimana anggaran ini menjadi
panduan, bukan hanya bagi manajer, namun juga seluruh karyawan dalam
sebuah perusahaan.
4.4 Akuntansi Biaya 1
Kita telah membahas definisi anggaran di atas dan kini kita akan
membahas manfaat dari anggaran. Keberadaan anggaran bukan hanya
memberikan pandangan kepada manajer apa yang harus dilakukan di masa
mendatang, namun anggaran juga memberikan manfaat lainnya. Pertama,
anggaran memberikan sarana kepada manajer untuk menilai kinerja
karyawan perusahaan. Manajer dapat menggunakan anggaran untuk
membandingkan apa yang harus dicapai dengan apa yang benar-benar
dicapai. Setelah mengetahui apa yang benar-benar telah dicapai, manajer
dapat melakukan tindakan korektif (perbaikan) jika diperlukan.
Misalnya, manajer mengharapkan jumlah hasil produksi mencapai 1.000
produk per bulan, namun nyatanya setelah berjalan satu bulan, hanya dapat
menghasilkan 850 produk. Jelas adanya ketidakberhasilan pencapaian target.
Manajer pun harus mencari penyebab mengapa hasil produksi tidak dapat
PAJA3336/MODUL 4 4.5
ada dua kemungkinan. Target yang harus dicapai terlalu tinggi sehingga
mustahil untuk dicapai atau target terlalu rendah sehingga adanya
kemampuan dan kapasitas yang tidak termanfaatkan.
B. PERIODE ANGGARAN
2005. Walaupun 1 bulan, yaitu Januari telah terlewati, bukan berarti sisa
waktu anggaran sebesar 11 bulan. Perusahaan di awal Februari 2004
memodifikasi anggarannya untuk mencakup rentang waktu hingga Februari
2005. Jika bulan Februari 2004 telah terlewati, perusahaan memodifikasi
kembali anggarannya hingga Maret 2005. Rentang waktunya selalu 1 tahun
dan semakin banyak perusahaan mulai menggunakan rolling budget ini
C. MACAM-MACAM ANGGARAN
2. Financial Budget
a. Capital Expenditures Budget.
4.10 Akuntansi Biaya 1
b. Cash Budget.
c. Budgeted Balance Sheet.
d. Budgeted Statement of Cash Flows.
Contoh:
Sebuah perusahaan ABC bergerak di bidang pembuatan alat tulis kantor
dan salah satu produk utamanya adalah amplop dengan perekat (diberi lem)
dan bahan kertas yang tebal dan tidak mudah robek. Amplop ini umumnya
digunakan untuk uang. Untuk contoh ini, kita akan mengasumsikan
perusahaan ABC memproduksi hanya 1 jenis amplop. Berikut data-data yang
diperlukan untuk menyusun operating budget tahun 2004:
Bahan Mentah
Kertas 96 cm2 per amplop
Lem cair 1 ml (mililiter) per amplop
Tenaga Kerja
Membentuk kertas 6 menit per amplop
Mengelem Kertas 3 menit per amplop
Data penjualan
Harga jual per produk Rp8.000,00
Perkiraan jumlah yang terjual di tahun 2004 100.000 amplop
Data tambahan
Persediaan barang jadi, 1 Januari 2004 Rp332.500.000,00
Estimasi biaya overhead untuk tahun 2004 Rp4.200.000,00
Biaya variabel
Manufaktur overhead Rp4,51 per menit kerja
Nonmanufaktur
Biaya Tetap
Manufaktur overhead Rp900.000,00
Nonmanufaktur
Setelah seluruh data yang dibutuhkan sudah terkumpul, mari kita mulai
menyusun operating budget dengan menyusun revenues budget sebagai
langkah pertama
Kita telah mendapatkan estimasi nilai penjualan total untuk tahun 2004.
Selanjutnya kita akan menyusun Production Budget. Anggaran ini tidak
mungkin dapat kita susun tanpa data dari Anggaran Penjualan.
Dengan sebanyak 100.000 amplop yang ingin kita jual (dan akan kita
produksi), dan prediksi saldo akhir tahun sebesar 28.750 maka seharusnya
perusahaan akan mendapatkan jumlah 128.750 amplop di akhir tahun.
Namun karena masih ada sisa di akhir tahun 2003 sebesar 47.500 maka kita
cukup memproduksi sebanyak 81.250 amplop untuk tahun 2004.
Kertas (81.250
96 cm2/amplop) 7.800.000 cm2
Lem cair (81.250
1 ml/amplop) 81.250 ml
2
Jumlah yang akan 7.800.000 cm 81.250 ml
digunakan
Penggunaan Bahan Mentah, kita dapat lihat jumlah bahan mentah masing-
masing yang diperlukan perusahaan untuk produksi di tahun 2004. Namun,
kita belum memperhitungkan jumlah yang harus dibeli untuk masing-masing
bahan mentah di tahun 2004. Ini tersedia di anggaran berikut.
Kita telah menentukan berapa kertas dan lem cair yang harus dibeli
beserta biayanya masing-masing. Kini kita akan menentukan biaya tenaga
kerja.
Pengelem
Pelipat Kertas Total
Kertas
Anggaran jumlah menit
Pelipat kertas
(81.250 6 menit) 487.500 menit
Pengelem Kertas
(81.250 3 menit) 243.750 menit 731.250 menit
Anggaran biaya
Pelipat kertas
(Rp8,00 487.500 Rp3.900.000,00
menit)
Pengelem Kertas
(Rp6,00 243.750 Rp1.462.500,00 Rp5.362.500,00
menit)
Kita telah mendapatkan nilai biaya per amplop, yaitu Rp7.041,00. Kini
saatnya kita menentukan nilai persediaan akhir.
Target
Biaya Per
Persediaan Total
Amplop
Akhir
Bahan mentah
Kertas Rp72,00/cm2 4.400.000 cm2 Rp316.800.000,00
Lem cair Rp11,00/ml 65.000 ml Rp 715.000,00 Rp317.515.000,00
Produk Jadi
Amplop Rp7.041,00 28.750 buah Rp202.428.750,00
Total Persediaan Akhir Rp519.943.750,00
9. Penyusunan Anggaran Laba Rugi. Ini adalah laporan Laba Rugi yang
menggunakan angka-angka estimasi dari anggaran-anggaran
sebelumnya. Berikut penyajiannya.
Sumber Jumlah
Pendapatan Anggaran ke-1 Rp 800.000.000,00
penjualan
(-) Harga Pokok Anggaran ke-7
Penjualan Rp(674.827.500,00)
Laba Kotor Rp 125.172.500,00
Biaya-biaya operasi
Biaya pengepakan Anggaran ke-8 Rp18.500.000,00
Biaya pengiriman Anggaran ke-8 Rp22.750.000,00
Biaya promosi Anggaran ke-8 Rp 1.500.000,00
Biaya administrasi Anggaran ke-8 Rp 3.745.000,00 Rp(45.000.000,00)
Laba Operasi Rp 80.172.500,00
1. Kaizen Budgeting
Ini adalah metode penyusunan anggaran yang dianut oleh perusahaan-
perusahaan di Jepang. Arti dari kaizen adalah perbaikan terus-menerus.
Namun, apa yang perlu diperbaiki? Waktu yang diperlukan untuk membuat
satu produk. Jadi, perusahaan yang menggunakan metode kaizen
menargetkan pengurangan secara bertahap waktu yang dibutuhkan untuk
memproduksi satu produk. Untuk perusahaan ABC, ditargetkan untuk
membuat satu amplop diperlukan waktu total 9 menit per amplop (6 menit
untuk pelipatan dan 3 menit untuk pengeleman). Jika perusahaan ABC
menggunakan metode kaizen untuk penyusunan anggarannya maka
perusahaan akan menyusun anggaran jumlah waktu produksi yang menurun
secara bertahap. Berikut contohnya.
2. Budgetary Slack
Istilah ini merujuk pada kesalahan dalam memprediksi nilai-nilai untuk
anggaran yang akan disusun, namun dengan disengaja. Umumnya tindakan
ini dilakukan oleh para bawahan tatkala memberikan usul dalam rapat
penyusunan anggaran. Di awal penyusunan anggaran, mereka akan sengaja
mengajukan estimasi nilai penjualan yang rendah sehingga akan mudah
untuk dicapai dan mereka pun akan dinilai kompeten dalam menjalankan
tanggung jawabnya, atau kebalikannya, mereka bisa sengaja menggelem-
bungkan estimasi biaya sehingga tidak perlu adanya penghematan dalam
pengeluaran dan kalaupun pengeluaran menjadi besar maka tindakan mereka
akan dinilai telah sesuai dengan apa yang direncanakan. Apa yang bisa
dilakukan para manajer untuk mencegah agar tidak terjebak dalam usulan
yang “menyesatkan” ini?
Cara yang paling efektif adalah mengenal dengan baik berbagai seluk
beluk aktivitas yang terjadi di dalam departemennya. Misalkan, untuk
manajer produksi yang membawahi departemen produksi harus mengenali
dengan baik seluk beluk aktivitas yang terjadi di dalam departemen produksi.
Ini cara yang paling baik untuk mengurangi kemungkinan adanya
penerimaan kesalahan informasi yang berasal dari karyawan. Dengan
pemahaman yang baik, manajer dapat menyaring informasi yang berkaitan
dengan produksi dari tiap-tiap karyawan dan menyusun sebuah anggaran
yang kelak di akhir periode akan mendekati kenyataan, bukan 100% akurat.
LAT IH A N
1) Langkah-langkahnya.
a. Menentukan kemampuan sumber daya yang dimiliki perusahaan.
b. Menentukan target yang ingin dicapai.
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian antara target dan hasil
sesungguhnya.
d. Menggunakan informasi nyata untuk memperbaiki anggaran periode
berikutnya.
2) Rolling budget adalah anggaran yang memiliki periode konstan untuk 1
tahun. Anggaran ini secara terus-menerus mencakup satu tahun seiring
dengan waktu. Artinya, periodenya selalu diusahakan mencakup satu
tahun. Nama lainnya adalah continuous budget.
3) Master Budget adalah rencana perusahaan yang disajikan dalam bentuk
angka dan mencakup aktivitas operasional dan keuangan perusahaan.
Rencana untuk aktivitas operasional disajikan melalui operational
budget, sedangkan aktivitas keuangannya disajikan melalui financial
budget.
4) Kaizen budgeting adalah metode penyusunan anggaran yang
menargetkan pengurangan secara bertahap waktu yang dibutuhkan untuk
memproduksi satu produk.
5) Budgetary slack adalah tindakan para bawahan yang dengan sengaja
mengusulkan estimasi penjualan yang terlalu rendah atau estimasi biaya
yang terlalu tinggi. Tujuannya agar tidak terlampau melelahkan bagi
karyawan yang mengusulkan untuk mencapai nilai penjualan yang
direncanakan (karena cukup rendah) dan tidak akan disalahkan jika
pengeluaran membengkak (karena di anggarannya pun sudah besar nilai
yang diperbolehkannya).
4.22 Akuntansi Biaya 1
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 1, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
PAJA3336/MODUL 4 4.25
Kegiatan Belajar 2
Contoh
Sebuah perusahaan dengan nama Letras memproduksi pulpen dengan
merek Style. Manajer perusahaan Letras mencoba menyusun anggaran
untuk menentukan berapa laba operasi yang dapat dihasilkan di tahun ini,
tahun 2004. Untuk contoh ini, kita tidak akan melalui satu demi satu
tahap penyusunan anggaran seperti di bab sebelumnya. Kita akan
langsung menyusun anggaran laba rugi, dengan asumsi kita telah melalui
tahap-tahap sebelumnya. Letras menggunakan standard costing
(penjelasannya di Modul 3) untuk menentukan nilai penjualan dan biaya-
biaya dalam anggaran. Berikut nilai-nilai unsur produksi yang
dianggarkan Letras.
Sepanjang tahun 2004, produksi dan penjualan pun berjalan dengan target
penjualan sebanyak 12.000 pulpen. Tahun 2004 pun telah berakhir dan
perusahaan kini memiliki data penjualan dan pengeluaran yang
sesungguhnya. Berikut datanya.
Gambar 4.1
S ta ti c B u d g e t
V aria n ce
R p 931.000 ,0 0 U
F le x ib le B u d g e t
V a ria n c e
R p291.000,00 U
Gambar 4.2
Selisih
Flexible Budget Nilai Aktual Status
(Variance)
Pulpen
terjual 10.000 12.000 2.000 U
Penjualan Rp12.000.000,00 Rp 14.400.000,00 Rp 2.400.000,00 U
Biaya
variabel
Bahan
mentah Rp 6.000.000,00 Rp 7.200.000,00 Rp 1.200.000,00 F
Tenaga
kerja Rp 1.600.000,00 Rp 1.920.000,00 Rp 320.000,00 F
Overhead Rp 1.200.000,00 Rp 1.440.000,00 Rp 240.000,00 F
Total biaya
overhead Rp(8.800.000,00) Rp(10.560.000,00) Rp(1.760.000,00) F
Contribution
margin Rp 3.200.000,00 Rp 3.840.000,00 Rp 640.000,00 U
Biaya tetap Rp(2.760.000,00) Rp (2.760.000,00) Rp 0,00 -
Laba Rp 440.000,00 Rp 1.080.000,00 Rp 640.000,00 U
Operasi
Static Budget
Variance
Rp931.000,00 U
Gambar 4.3.
4.38 Akuntansi Biaya 1
Huruf “F” seperti yang telah kita bahas menunjukkan keadaan yang
menguntungkan bagi perusahaan karena harga jual yang aktual
melebihi harga jual yang diprediksi. Perlu diingat, perubahan harga
jual dari harga jual standar adalah lazim, mengingat kondisi tatkala
menentukannya dengan kondisi di saat benar-benar akan menjualnya
dapat berbeda sehingga perusahaan perlu merevisi harga jualnya.
Berikut bagian dari bagan varians yang sudah diketahui nilainya dari
bagan secara keseluruhan.
PAJA3336/MODUL 4 4.39
Static Budget
Variance
Rp931.000,00 U
Sales Price
Variance
Rp500.00,00 U
Gambar 4.4.
Data Standar
Jumlah standar tinta yang digunakan = 20.000 liter.
Biaya standar tinta = Rp300,00/liter.
Data Aktual
Jumlah tinta yang digunakan = 22.200 liter.
Biaya tinta = Rp280,00/liter.
4.40 Akuntansi Biaya 1
Direct Materials
(Jumlah aktual bahan mentah – Harga standar
Efficiency = ×
Jumlah standar bahan mentah) bahan mentah.
Variance
= (22.200 – 20.000) Rp300,00
= Rp660.000,00 U
S ta ti c B u d g e t
V a ria n c e
R p 9 3 1 .0 0 0 ,0 0 U
F le x ib le B u d g e t S a le s V o lu m e
V a ria n c e V a ria n c e
R p 2 9 1 .0 0 0 ,0 0 U R p 6 4 0 .0 0 0 ,0 0 U
Gambar 4.5.
Data Standar
Jumlah standar jam kerja yang digunakan = 8.000 jam.
Biaya standar gaji per jam = Rp200,00 per jam.
Data Aktual
Jumlah jam kerja yang digunakan = 9.000 jam.
Biaya gaji per jam = Rp220,00/jam.
4.42 Akuntansi Biaya 1
Ini keadaan yang merugikan perusahaan karena biaya gaji per jam
kerja ternyata lebih besar dari yang dianggarkan. Karenanya
pengeluaran perusahaan pun lebih besar. Bagaimana dengan
penggunaan jam kerjanya?
Berikut bagian dari bagan varians yang sudah diketahui nilainya dari
bagan secara keseluruhan.
Static Budget
Variance
Rp931.000,00 U
Gambar 4.6.
Variable Manuf.
= Spending Variance + Efficiency variance.
Overhead Variance
= Rp45.000,00 F + Rp150.000,00 U
= Rp105.000,00 U
Fixed Manuf.
= Biaya tetap aktual Biaya tetap Flexible budget.
Overhead Variance
= Rp2.850.000,00 – Rp2.760.000,00
= Rp90.000,00 U
S pending
P ric e V arianc e P ric e V arianc e
V ariance
R p444.000,00 F R p180.000,00 U
R p45.000,00 F
Gambar 4.7.
h. Benchmarking
Kita sebelumnya membandingkan nilai penjualan dan pengeluaran
antara anggaran dengan aktual. Kini kita akan membandingkan nilai
penjualan dan pengeluaran perusahaan dengan nilai penjualan dan
pengeluaran perusahaan lain. Aktivitas ini disebut benchmarking dan
aktivitas ini akan memperluas cakrawala pengetahuan para manajer
di sebuah perusahaan yang membandingkan kinerja mereka dengan
perusahaan lain. Namun, perlu diingat bahwa perusahaan lain yang
akan dibandingkan adalah perusahaan dengan jenis usaha yang
sejenis dan kalau memungkinkan dengan skala kapasitas yang tidak
jauh berbeda. Contohnya perusahaan McDonalds dengan Wendys,
yang sama-sama menjual makanan cepat saji dan jenis makanan yang
dijualnya pun sama.
Kini pertanyaannya, apakah benchmarking itu mungkin? Apakah
mungkin manajer di perusahaan McDonalds mendapatkan data-data
keuangan milik Wendys? Mungkin, namun yang jelas ada
keterbatasan data. McDonalds bisa mendapatkan data-datanya di
profil perusahaan dan laporan keuangannya yang diterbitkan,
majalah-majalah bisnis, internet, dan sumber lainnya. Namun,
perusahaan harus cukup puas hanya mendapatkan data-data yang
sifatnya keseluruhan, seperti total penjualan, total keuntungan, dan
4.50 Akuntansi Biaya 1
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
Tes Formatif 1
1) B Sudah jelas.
2) C Sudah jelas.
3) B Berikut perhitungannya:
2. Anggaran Produksi
Tes Formatif 2
1) A Berikut penjelasannya.
Sales volume variance I:
(Harga jual standar – biaya variabel per produk) (Jumlah aktual
produk terjual
– Jumlah standar produk terjual)
= (Rp10.000,00 – Rp7.500,00) (50.000 unit – 55.000 unit)
= Rp 12.500.000 U
2) B Berikut penjelasannya.
Sales price variance:
(Harga jual aktual – Harga jual standar) Jumlah aktual produk
terjual.
= (Rp11.000,00 – Rp10.000,00) 50.000 unit.
= Rp50.000.000,00 F
3) D Berikut penjelasannya.
Direct Materials Efficiency Variance:
(Jumlah aktual bahan mentah – Jumlah standar bahan mentah)
Harga standar bahan mentah.
4.56 Akuntansi Biaya 1
Glosarium
Kegiatan Belajar 1
Budget (Anggaran) : Rencana aktivitas praproduksi, produksi, dan
pascaproduksi perusahaan yang dituangkan ke
dalam bentuk laporan yang memuat estimasi
angka-angka yang berkaitan dengan aktivitas-
aktivitas tersebut untuk periode tertentu.
Budgetary Slack : Kesalahan yang disengaja dalam memprediksi
(“Kemunduran” nilai-nilai untuk anggaran yang akan disusun.
dalam Anggaran) Kesalahan ini bisa berbentuk estimasi
penjualan yang terlalu rendah atau pengeluaran
yang terlalu tinggi.
Budgeted Income : Bagian dari operational budget, anggaran ini
Statement (Anggaran mengestimasi nilai laba operasi, yang didapat
Laba Rugi) dari estimasi penjualan dikurangi dengan
estimasi harga pokok penjualan dan biaya-
biaya nonmanufaktur.
Cost of Goods Sold : Bagian dari operational budget, anggaran ini
Budget (Anggaran mengestimasi besarnya nilai harga pokok
Harga Pokok penjualan.
Penjualan
Direct Manufacturing : Bagian dari operational budget, anggaran ini
Labor Budget mengestimasi lamanya waktu yang diperlukan
(Anggaran Biaya untuk berproduksi dan biaya yang harus
Tenaga Kerja) dikeluarkan untuk menggaji tenaga kerja.
Direct Material : Bagian dari operational budget, anggaran ini
Purchase Budget mengestimasi jumlah bahan mentah yang harus
(Anggaran Pembelian dibeli agar bisa berproduksi.
Bahan Mentah)
Direct Material Usage : Bagian dari operational budget, anggaran ini
Budget (Anggaran mengestimasi penggunaan bahan mentah
Penggunaan Bahan dalam produksi.
Mentah)
Ending Inventories : Bagian dari operational budget, anggaran ini
Budget (Anggaran mengestimasi besarnya nilai persediaan akhir,
Persediaan Akhir) namun didahului dengan perhitungan biaya
produksi per unit.
4.58 Akuntansi Biaya 1
Kegiatan Belajar 2
Benchmarking : Aktivitas membandingkan antara performa
suatu perusahaan dengan perusahaan lain
melalui pembandingan data-data finansial,
seperti nilai penjualan dan pengeluaran.
Continuous : Anggaran biaya dengan usaha terus-menerus
Improvement untuk menekan besarnya biaya-biaya yang
Budgeted Cost sebenarnya tidak perlu dikeluarkan, seperti
biaya bahan mentah yang terbuang sia-sia.
Direct Manufacturing : Bagian dari direct manufacturing labor
Labor Price/Rate variance, varians ini timbul karena adanya
Variance (Varians perbedaan dalam biaya gaji tenaga kerja.
Biaya Tenaga Kerja)
Direct Manufacturing : Varians yang timbul karena adanya perbedaan
Labor Variance dalam biaya gaji tenaga kerja dan jumlah jam
(Varians Tenaga kerjanya.
Kerja)
Direct Materials : Bagian dari direct materials variance, varians
Efficiency Variance ini timbul karena adanya perbedaan dalam
(Varians Jumlah jumlah bahan mentah yang digunakan.
Bahan Mentah)
Direct Materials Price : Bagian dari direct materials variance, varians
Variance (Varians ini timbul karena adanya perbedaan dalam
Harga Bahan harga bahan mentah.
Mentah)
Direct Materials : Varians yang timbul karena adanya perbedaan
Variance (Varians dalam harga dan jumlah bahan mentah.
Bahan Mentah)
4.60 Akuntansi Biaya 1
Daftar Pustaka
Echols, John M., Shadily, Hassan. (1994). Kamus Indonesia Inggris. Jakarta:
Gramedia.
Horngren, Charles T., Datar, Srikant M., Foster, George. (2003). Cost
Accounting, A Managerial Emphasis. New Jersey: Prentice Hall.
Siegel, Joel G., Shim, Jae K. (1994). Kamus Istilah Akuntansi. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Modul 5
PEN D A HU L UA N
KEGIATAN BELAJAR 1
5. Constant/Intercept.
6. Slope Coefficient.
7. Metode Quantitative Analysis.
a. Metode High-Low.
b. Metode Regression Analysis.
c. Multiple Regression.
8. Metode Industrial Engineering.
9. Metode Conference.
10. Metode Account Analysis.
11. Plot the Data.
12. Step Cost Function.
13. Learning Curve.
14. Experience Curve.
15. Cumulative Average–Time Learning Model.
16. Incremental Unit-Time Learning.
A. FUNGSI BIAYA
Contoh:
Perusahaan Anda adalah sebuah perusahaan media massa yang
menerbitkan koran setiap harinya, dengan nama Berita Harian. Selayaknya
koran-koran lain, perusahaan Anda dituntut untuk dapat menyediakan banyak
informasi dari berbagai belahan negara di dunia dalam waktu yang cepat.
Kemajuan teknologi membantu perusahaan Anda dengan menyajikan
fasilitas internet. Melalui internet, perusahaan Anda memiliki akses ke
berbagai sumber informasi dan mencakup informasi dari seluruh dunia. Ini
adalah fasilitas pencarian informasi yang sangat penting untuk perusahaan
PAJA3336/MODUL 5 5.5
y = a + bx
y: hasil dari perhitungan
x: cost driver (misalkan jumlah menit)
a: constant/intercept
b: jumlah perubahan total biaya yang diakibatkan oleh perubahan satu unit
cost driver
Sebuah fungsi biaya jika digambarkan dalam bentuk grafik maka dapat
berbentuk linear atau nonlinear. Linear berarti garis lurus, sedangkan
nonlinear garisnya tidak lurus, bisa berbentuk kurva atau bahkan naik turun.
Di dalam fungsi biaya terdapat dua unsur. Pertama adalah dependent
variable, yaitu unsur yang nilainya tergantung hasil perhitungan. Dalam hal
ini unsur dependent adalah y. Nilai y tergantung nilai-nilai lainnya yang
dibutuhkan dalam perhitungan. Kedua adalah independent variable, yang
artinya nilainya berdiri sendiri dan tidak membutuhkan nilai lain untuk
menentukan besarnya. Dengan kata lain, unsur bebas. Dalam fungsi biaya,
unsur independent diwakili oleh x. Nilai ini telah ada dan tidak bergantung
kepada rumus ataupun hasil perhitungan rumus fungsi biaya.
Lalu bagaimana dengan nilai a dan b ? Huruf a, yaitu constant atau
intercept, menggambarkan nilai biaya yang tidak berubah di dalam sebuah
relevant range, yakni rentang biaya dari yang terendah hingga yang terbesar.
Jadi, selama di dalam rentang biaya ini, nilai biaya yang terwakili oleh huruf
a tidak berubah seiring dengan perubahan besarnya cost driver. Sedangkan b,
seperti yang sudah dijelaskan, adalah jumlah perubahan total biaya yang
diakibatkan oleh perubahan satu unit cost driver. Nilai huruf b juga dapat
5.6 Akuntansi Biaya 1
Alternatif 1
Anda tetap dengan layanan instan dan tidak jadi mendaftar. Tarif per
menitnya adalah Rp100,00. Bagaimana membuat fungsi biayanya?
Fungsi biaya Alternatif :
y = 100x
y
Rp1.080.000,00
B
i Rp1.500.000,00
a
y Rp1.000.000,00 10. 800 menit
a
Rp 500.000,00
x
5.000 10.000 15.000
Jumlah menit
Grafik 5.1.
Alternatif 1
x
PAJA3336/MODUL 5 5.7
Alternatif 2
Anda jadi mendaftarkan perusahaan Anda dan ternyata Sixnet
menawarkan dua macam fasilitas. Paket pertama, yang menjadi alternatif
kedua ini, adalah perusahaan cukup membayar Rp2.000.000,00 setiap
bulannya dan perusahaan bebas menggunakan internet selama yang
diinginkan. Bahkan perusahaan dapat menggunakan koneksi internet selama
30 hari penuh, 24 jam setiap harinya, dengan membayar cukup
Rp2.000.000,00. Bagaimana fungsi biayanya?
Fungsi biaya alternatif 2:
y = 2.000.000
Ini adalah biaya tetap untuk tiap bulannya. Besarnya jumlah menit yang
digunakan tidak memiliki pengaruh sama sekali, karenanya tidak ada unsur X
untuk fungsi biaya ini. Dengan kata lain, nilainya konstan. Dalam grafik,
istilahnya adalah intercept. Berikut grafiknya:
B
i
a Rp2.000.000,00
y
a
x
5.000 10.000 15.000
Jumlah menit
Grafik 5.2.
Alternatif 2
Alternatif 3
Paket kedua dari Sixnet, yang menjadi alternatif ketiga adalah
perusahaan membayar biaya tetap sebesar Rp100.000,00 dan setiap menit
penggunaan dikenakan biaya Rp85,00. Fungsi biayanya?
Fungsi biaya alternatif 3:
y = 100.000 + 85x
5.8 Akuntansi Biaya 1
B
i
a
y Rp100.000,00
a
10.800 menit
x
5.000 10.000 15.000
Jumlah menit
Grafik 5.3.
Alternatif 3
pilihan yang sesuai jumlah menit penggunaan dengan biaya yang terendah.
Berikut perbandingannya:
Alternatif 1: Rp1.080.000,00
Alternatif 2: Rp2.000.000,00
Alternatif 3: Rp1.018.000,00
Dalam contoh kita sebelumnya, telah kita bahas cara menentukan sebuah
fungsi biaya dan menggunakannya untuk mengambil keputusan. Namun,
apakah dalam menentukan fungsi biaya tidak ada cara yang formal,
mengingat contoh yang kita gunakan cukup sederhana dan belum menyentuh
keseluruhan biaya dalam sebuah perusahaan? Akuntansi biaya
mengakomodasi 4 macam metode untuk menentukan fungsi biaya.
1. Industrial Engineering Method.
2. Conference Method.
3. Account Analysis Method.
4. Quantitative Analysis Method.
2. Conference Method
Metode kedua ini lebih menekankan pada pendapat para manajer dari
departemen masing-masing. Untuk menentukan berbagai macam fungsi
biaya, para manajer berkumpul untuk mewakili departemennya masing-
masing dan memberikan pendapatnya mengenai fungsi biaya yang akan
disusun. Metode ini tidak mempermasalahkan dari mana asal nilai biaya-
biaya yang disebutkan oleh masing-masing manajer karena mengandalkan
pengetahuan dan pengalaman mereka. Misalkan, manajer dari Departemen
Pembelian memberikan data-data estimasi pembelian bahan mentah untuk
produksi, yang kemudian fungsi biayanya akan disusun bersama-sama.
Kelebihan metode ini adalah adanya kegiatan saling membagi informasi
sehingga akan mempererat koordinasi antardepartemen. Namun, ada juga
kekurangannya, yaitu metode ini benar-benar tergantung penuh pada
keakuratan data-data yang diberikan oleh masing-masing manajer
berdasarkan pengalaman mereka masing-masing sehingga tidak lagi
membuka kemungkinan adanya kesalahan dalam data-data yang diberikan
oleh masing-masing manajer.
periode berikutnya, yang mana kita tahu biaya untuk periode sebelumnya
belum tentu dapat mewakili biaya untuk periode sekarang. Juga untuk produk
yang benar-benar baru, metode ini tidak bisa digunakan karena tidak ada data
biaya untuk produk tersebut. Masalah ini dapat ditanggulangi dengan
mengombinasikan metode ini dengan metode lainnya.
Jm
y
Sl
Sn
Rp13.000,00
Rb
Rp12.000,00
B
i
Km
Rp11.000,00
a
y Rp10.000,00 Sb
a
Rp 5.000,00
x
5 6 7 8 9 10
Jam Kerja Efektif
Grafik 5.4.
Metode Quantitative Analysis
yang mana? Yaitu data besarnya gaji dan jumlah jam kerja. Untuk lebih
jelasnya, berikut perhitungannya:
Dengan data yang tersedia, kita dapat menghitung nilai masing-masing unsur
dari sebuah fungsi biaya. Pertama nilai b.
b = Rp4.500,00/3 jam
b = Rp1.500,00 per jam kerja
Apa artinya fungsi biaya ini? Artinya tidak ada biaya di dalam rentang
jam kerja, yakni dari 6 hingga 9 jam, yang tidak berubah. Dengan kata lain,
biaya selalu berubah di dalam rentang jam kerja, sesuai perubahan cost
driver, yang dalam hal ini jumlah jam kerja. Kelebihan metode ini adalah
mudah untuk dihitung dan tidak menghabiskan banyak waktu dan perhatian
perusahaan. Namun, kekurangannya yaitu mengabaikan informasi biaya dari
jam kerja lainnya yang bukan tertinggi dan terendah karena belum tentu nilai
tertinggi dan terendah dapat mewakili biaya-biaya dari jam kerja lainnya.
5.14 Akuntansi Biaya 1
Tidak semua grafik fungsi biaya berbentuk linear. Sebuah grafik fungsi
biaya bisa saja menjadi nonlinear, tergantung dari data-data biaya dan cost
PAJA3336/MODUL 5 5.15
driver-nya. Nonlinear artinya garis yang dihasilkan dalam grafik tidak lurus,
namun berbelok-belok atau bahkan meliuk. Fungsi biaya yang jika
digambarkan akan berbentuk nonlinear adalah step cost function. Ini adalah
fungsi biaya, yang mana biaya tidak berubah di dalam suatu relevant range
(masih ingat?), namun akan berubah jika masuk ke dalam relevant range
berikutnya, yang lebih tinggi atau lebih rendah nilainya dibandingkan
relevant range sebelumnya. Karenanya menggunakan istilah step, yang
artinya bertahap. Setiap memasuki relevant range yang baru maka nilainya
berubah, namun di dalam relevant range-nya itu sendiri tidak berubah.
Perubahannya terjadi hanya pada kenaikan atau penurunan nilai antara
relevant range yang sebelumnya dengan yang sesudahnya. Kita pun akan
bertanya, apakah akan ada banyak relevant range untuk biaya?
Ini tergantung keputusan perusahaan mengenai seberapa banyak data
yang ingin dianalisis untuk disusun menjadi fungsi biaya. Perusahaan
memiliki dua macam pilihan. Pertama, perusahaan dapat menyusun fungsi
biaya dari suatu relevant range dan kemudian menggunakan fungsi biaya ini
untuk periode selanjutnya. Misal, perusahaan mengambil data dari bulan
Januari 2004. Berarti relevant range-nya berupa data biaya dari tanggal 1
hingga 31 Januari (harian) atau data mingguan, dengan total 4 minggu untuk
bulan Januari. Setelah mendapatkan fungsi biaya ini, perusahaan
menggunakan fungsi biaya yang disusun berdasarkan data bulan Januari 2004
untuk digunakan sepanjang tahun 2004. Salahkah perusahaan? Tidak, karena
perusahaan mengasumsikan penggunaan jam kerja, misalnya setiap bulannya
terwakili oleh data di bulan Januari 2004.
Pilihan kedua adalah perusahaan terus memperbarui fungsi biayanya.
Bagaimana caranya? Perusahaan menggunakan fungsi biaya yang disusun di
bulan Januari untuk digunakan misal 1 (satu) bulan ke depan, yaitu bulan
Februari. Di akhir Februari, perusahaan menyusun kembali fungsi biayanya
dengan menggunakan data-data biaya dari bulan Februari. Perusahaan dapat
menggunakan metode high low atau regression analysis. Fungsi biaya ini
akan digunakan untuk 1 (satu) bulan ke depan lagi, yakni April. Begitu
seterusnya sehingga perusahaan mengakomodasi perubahan yang terjadi
setelah bulan Januari dan fungsi biaya perusahaan pun akan selalu
mencerminkan kondisi terbaru. Nah, metode inilah yang dapat
memungkinkan munculnya step cost function.
Untuk bulan Januari, perusahaan mendapatkan data-data yang
membentuk suatu relevant range. Di akhir Februari, perusahaan memiliki
5.16 Akuntansi Biaya 1
relevant range yang baru, yang memuat data-data biaya di bulan Februari.
Suatu fungsi biaya disebut step cost function jika pada relevant range bulan
Januari, biayanya, bisa variabel atau tetap, relatif tidak berubah. Perubahan
terjadi justru saat data-data untuk bulan Februari telah terkumpul. Ini dengan
syarat data-data biaya di bulan Februari berbeda dari bulan Januari. Namun,
walaupun datanya berbeda dengan bulan Januari, antardata di bulan Februari
tidak terlalu berbeda sehingga dapat dikatakan biayanya relatif tetap.
1. Learning Curve
Ini adalah suatu fungsi yang menggambarkan semakin baiknya
perusahaan dalam memanfaatkan jam kerja untuk proses produksi. Fungsi ini
menunjukkan seberapa besar penurunan jam kerja yang dibutuhkan tiap
produk seiring dengan meningkatnya jumlah produksi. Bagaimana bisa? Ini
karena semakin berpengalamannya para tenaga kerja dan semakin menguasai
bidang kerja mereka masing-masing sehingga mereka dapat menjalankan
proses produksi, bukan hanya efektif, namun juga efisien. Istilah learning
curve berlaku hanya untuk bagian produksi. Jika ada peningkatan efisiensi
bukan hanya di bagian produksi, melainkan juga di bagian-bagian seperti
pemasaran, distribusi, dan bagian nonproduksi lainnya maka dapat
digambarkan dengan experience curve. Fungsi ini menggambarkan seiring
dengan kenaikan jumlah produksi, efisiensi juga meningkat di berbagai
bagian dalam sebuah perusahaan. Lagi-lagi pengalaman adalah penyebab
meningkatnya efisiensi ini.
Learning curve memiliki dua model. Pertama, adalah Cumulative
Average–Time Learning Model. Model ini menunjukkan adanya peningkatan
efisiensi dengan menurunnya waktu jam kerja rata-rata setiap ada kenaikan
produksi sebanyak dua kali lipat. Jadi, semakin meningkat jumlah produksi
maka pengalaman para karyawan dapat mengurangi jam kerja rata-rata yang
dibutuhkan untuk memproduksi barang. Seberapa banyak turunnya?
Penurunannya menggunakan nilai persentase yang konstan, misalkan 90%.
Nilai ini mempunyai arti, saat perusahaan memproduksi hingga jumlah
produk menjadi dua kali lipat maka waktu yang dibutuhkannya hanya 90%
dari total waktu saat memproduksi satu unit. Dengan kata lain, para karyawan
berhasil menghemat waktu hingga 10% seiring dengan meningkatnya jumlah
produksi. Jadi, misalkan untuk memproduksi 1 unit produk, karyawan
membutuhkan waktu rata-rata 120 menit maka tatkala karyawan
memproduksi dua unit, waktu yang dibutuhkan tidak lagi harus selama
PAJA3336/MODUL 5 5.17
LAT IH A N
1) Fungsi biaya linear adalah fungsi di mana antara nilai hasil perhitungan
(y), kenaikan atau penurunannya berbanding lurus dengan kenaikan atau
penurunan nilai cost driver. Sedangkan fungsi nonlinear adalah fungsi di
mana antara nilai hasil perhitungan (y), kenaikan atau penurunannya
berbanding terbalik dengan kenaikan atau penurunan nilai cost driver.
2) Ya, yaitu metode ini benar-benar tergantung penuh pada keakuratan
data-data yang diberikan oleh masing-masing manajer berdasarkan
pengalaman mereka masing-masing sehingga tidak lagi membuka
kemungkinan adanya kesalahan dalam data-data yang diberikan oleh
masing-masing manajer.
3) Kelebihan metode ini adalah memperjelas kedudukan suatu biaya,
apakah tetap, variabel atau semivariabel.
4) Adalah suatu fungsi yang menggambarkan (melalui grafik) semakin
baiknya perusahaan dalam memanfaatkan jam kerja untuk proses
produksi. Fungsi ini menunjukkan seberapa besar penurunan jam kerja
yang dibutuhkan tiap produk seiring dengan meningkatnya jumlah
produksi.
5) Kesalahan dalam mencatat biaya atau kesalahan dalam menentukan cost
driver.
R A NG KU M AN
Nilai biaya tidaklah kaku, yang tidak akan berubah jika ada
perubahan dalam volume produksi dan faktor-faktor lainnya. Justru
biaya cukup sensitif sehingga jika ada perubahan dalam faktor lain, nilai
biaya umumnya pasti berubah. Perubahannya dapat kita lihat melalui
fungsi biaya, yang akan menunjukkan apakah perubahan biaya akan
berbanding lurus atau terbalik terhadap perubahan faktor lainnya.
5.20 Akuntansi Biaya 1
TES F OR M AT IF 1
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 1, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
PAJA3336/MODUL 5 5.23
Kegiatan Belajar 2
S ebuah usaha, seberapa pun besar atau kecilnya, pasti akan dihadapi
kondisi di mana harus mengambil keputusan. Atas hal apa? Apa saja
yang membutuhkan suatu keputusan. Juga aktivitas pengambilan keputusan
di dalam sebuah perusahaan bukan hanya terjadi sekali, kemudian keputusan
tersebut berlaku untuk seterusnya. Tidak, dengan semakin derasnya berbagai
kemajuan dalam segala bidang dan lingkungan usaha yang terus berubah para
manajer akan selalu dituntut untuk mengambil keputusan, bukan sekadar
keputusan, namun keputusan yang memberikan hasil terbaik untuk kemajuan
perusahaannya. Hal apa saja yang membutuhkan pengambilan keputusan di
dalam sebuah perusahaan? Kita akan membahasnya di kegiatan belajar ini.
Di dalam kegiatan belajar yang sama, kita juga akan membahas
mengenai analisis profitabilitas atas produk dan konsumen perusahaan.
Bayangkan Anda adalah seorang direktur utama sebuah perusahaan dan Anda
menerima laporan keuangan secara periodik. Setelah berjalan 1 tahun,
pengamatan Anda menunjukkan adanya peningkatan pada nilai laba operasi.
Sebagai direktur, tentunya Anda merasa bangga bahwa perusahaan Anda
mampu menghasilkan peningkatan laba operasi. Namun, Anda tidak ingin
sekadar mendapatkan informasi kenaikan tersebut melalui laporan keuangan.
Anda tentunya ingin tahu latar belakang yang sebenarnya mengenai
penyebab kenaikan laba operasi tersebut. Dengan kata lain, Anda ingin
dilakukannya analisis atas peningkatan tersebut, namun kejadian apa saja
yang memungkinkan naiknya laba operasi?
Juga bagaimana jika Anda ditanya, seberapa menguntungkankah
konsumen Anda? Mungkin Anda akan sedikit bingung dengan pertanyaan
ini. Umumnya pertanyaan yang harus dapat dijawab oleh sebuah perusahaan
adalah seberapa menguntungkankah produk Anda? Keduanya bukan
pertanyaan yang sederhana karena begitu banyaknya faktor yang
mempengaruhi baik tidaknya keuntungan yang dihasilkan konsumen atau
produk. Untuk produk, kita dapat menghitung besar keuntungannya dengan
mengurangi harga jual oleh biayanya. Namun, bagaimana dengan konsumen?
5.24 Akuntansi Biaya 1
Seluruhnya ada lima langkah dan sifatnya berurutan, artinya setiap orang
yang hendak mengambil keputusan dengan metode ini, ia harus mengikutinya
langkah demi langkah. Adakah manfaatnya jika kita menggunakan metode
ini? Tentu, antara lain manajer dapat mempertanggungjawabkan tindakan
yang telah ia ambil dengan lebih jelas karena metodenya pun jelas. Hasil
yang dicapai pun bisa lebih maksimal karena tidak adanya aktivitas yang
tumpang tindih. Juga dengan mengikuti proses pengambilan keputusan yang
formal ini dapat menghemat waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
suatu permasalahan. Sekarang, sebelum kita membahas langkah demi
langkah, terlebih dahulu kita perlu membahas istilah-istilah berikut.
yang bisa diperbandingkan dan selisihnya pun tidak ada (nol). Kesamaan
nilai biaya atau penjualan tersebut kita namakan irrelevant cost atau
irrelevant revenue. Lebih jelasnya saat kita membahasnya langsung dengan
contoh nanti.
produksi, nanti kita akan melihat bahwa nilai sebuah opportunity cost dapat
ditentukan. Kini kita akan membahas masing-masing langkah dari 5 langkah
dalam metode formal pengambilan keputusan.
Contoh:
Perusahaan Xban bergerak di bidang manufaktur ban mobil. Perusahaan
ini telah berdiri cukup lama dan memasok produknya ke berbagai produsen
mobil, seperti Honda dan Toyota. Namun, tidak semua produsen mobil
menjadi rekanannya. Ada satu produsen mobil, sebutlah Venus, yang
memiliki pemasok lain. Pada bulan Maret 2004, pemasok yang menjadi
rekanan perusahaan Venus mendadak mendapat musibah, yaitu kebakaran
melanda seluruh lokasi perusahaan tersebut sehingga aktivitas produksi
lumpuh total. Ini berarti Venus harus mencari beberapa rekanan lain untuk
memasok ban selama rekanan lamanya membangun kembali perusahaannya.
Venus pun menghubungi Xban dan memintanya untuk menjadi salah satu
pemasok sementara, dengan jumlah ban yang diperlukan sebanyak 4.000 ban.
Venus hanya memesan sekali ini saja dari Xban dan berbagai rekanan
sementara lainnya sambil menunggu rekanan lamanya siap untuk
memproduksi lagi, setelah ini antara Xban dan Venus tidak akan ada kerja
5.30 Akuntansi Biaya 1
sama lagi. Venus meminta harga pesanan disamakan dengan harga yang
biasa didapat dari rekanannya dan tawaran ini bisa mulai dikerjakan oleh
Xban bulan depan, yaitu April 2004. Apakah Xban akan menerima tawaran
ini? Mari kita bahas mana yang lebih menguntungkan untuk Xban,
memproduksi dengan jumlah normal atau dengan adanya tambahan 4.000
ban dan menjualnya dengan harga yang disamakan dengan rekanan lama
Venus.
Perhatikan bahwa Venus meminta harga per unit lebih rendah dari yang
biasa ditawarkan oleh Xban. Venus selalu memesan ban kepada rekanan
lamanya dalam jumlah yang sangat besar dan menggunakan kontrak jangka
panjang sehingga rekanannya mendapat kepastian penjualan, karenanya
Venus pun mendapatkan harga yang murah. Nah, Venus mengharapkan Xban
bersedia dengan harga yang ia tawarkan itu. Setelah kita mengumpulkan
informasi produksi, kini kita akan memprediksi besarnya biaya untuk bulan
April 2004.
2004 dan di akhir bulan tersebut Xban akan membandingkan biaya yang
diprediksi di bulan sebelumnya dengan biaya yang sesungguhnya
dikeluarkan. Jika memang ternyata biaya variabel dan tetap lebih rendah
dibandingkan dengan hasil prediksi maka akan ada kemungkinan Xban bisa
mendapatkan laba operasi yang lebih besar jika menerima tawaran Venus.
Tawaran ini tidak akan membebani Xban karena kapasitas yang tersedia
masih menampung tambahan produksi. Silakan Anda lihat kembali bahwa
kapasitas produksi bulanan adalah 9.000 ban, sedangkan kapasitas yang baru
termanfaatkan hanya 4.500 ban. Jadi, kalau memang menguntungkan bagi
Xban seandainya menerima tawaran Venus, Xban pun akan mengevaluasi
cara-caranya dalam memprediksi biaya produksi dan memperbaikinya untuk
prediksi bulan-bulan selanjutnya sehingga jika ada kesempatan yang sama,
Xban tidak akan salah mengambil keputusan.
Alternatif 1 Alternatif 2
Membeli pelek Memproduksi pelek
Penjualan Rp5.250.000.000,00 Rp5.250.000.000,00
Biaya variabel:
Biaya manufaktur untuk ban Rp 575.000.000,00 Rp 575.000.000,00
Biaya pembelian untuk pelek Rp2.280.000.000,00 0
Biaya manufaktur pelek Rp 75.000.000,00 Rp1.875.000.000,00
Biaya pemasaran ban + pelek Rp 625.000.000,00 Rp 625.000.000,00
Total biaya variabel Rp3.555.000.000,00 Rp3.075.000.000,00
Contribution margin Rp1.695.000.000,00 Rp2.175.000.000,00
Biaya tetap:
Biaya manufaktur untuk ban Rp 175.000.000,00 Rp 175.000.000,00
Biaya manufaktur untuk pelek Rp 25.000.000,00 Rp 625.000.000,00
Biaya pemasaran ban + pelek Rp 125.000.000,00 Rp 125.000.000,00
Total biaya tetap Rp 325.000.000,00 Rp 925.000.000,00
Laba operasi Rp1.370.000.000,00 Rp1.250.000.000,00
Alternatif 1 Alternatif 2
Ban Biasa Ban Khusus
Contribution margin per unit Rp93.000,00 Rp250.000,00
Jam kerja mesin 2 jam 6 jam
Contribution margin per jam kerja
mesin:
Rp93.000,00/2 jam Rp46.500,00
Rp250.000,00/6 jam Rp41.667,00
Total contribution margin
untuk 9 jam kerja mesin:
Rp46.500,00 9 jam kerja mesin Rp418.500,00
Rp41.667,00 9 jam kerja mesin Rp375.003,00
Alternatif 1 Alternatif 2
Tenaga kerja lama Tenaga kerja baru
Penjualan Rp1.350.000.000,00 Rp1.650.000.000,00
Biaya variabel manufaktur:
Biaya bahan mentah Rp 225.000.000,00 Rp 275.000.000,00
Biaya tenaga kerja Rp 112.500.000,00 Rp 247.500.000,00
Biaya overhead Rp 31.500.000,00 Rp 38.500.000,00
Biaya pemasaran Rp 562.500.000,00 Rp 687.500.000,00
Total biaya variabel Rp 931.500.000,00 Rp 1.248.500,00
Contribution margin Rp 418.500.000,00 Rp 401.500.00,00
Biaya tetap manufaktur:
Biaya bahan mentah Rp 0,00 Rp 0,00
Biaya tenaga kerja Rp 45.000.000,00 Rp 27.500.000,00
Biaya overhead Rp 36.000.000,00 Rp 44.000.000,00
Biaya pemasaran Rp 112.000.000,00 Rp 137.500.000,00
Total biaya tetap Rp 193.500.000,00 Rp 209.000.000,00
Laba operasi Rp 225.000.000,00 Rp 192.500.000,00
Contoh Kasus:
Sebuah perusahaan, dengan nama Aries, bergerak di bidang manufaktur
handuk mandi. Berikut data-data untuk tahun 2004 dan 2005, yang kita akan
gunakan untuk menganalisis apakah ada kenaikan laba operasi dan apakah
yang menjadi penyebabnya.
2004 2005
Jumlah produksi (dan terjual) 8.500 10.000
Harga per unit Rp25.000,00 Rp22.500,00
Bahan mentah (meter persegi bahan 5.000 m2 4.750 m2
handuk)
Biaya bahan mentah per meter persegi Rp6.000,00 Rp6.500,00
Kapasitas produksi 5.500 m2 4.900 m2
Biaya konversi Rp8.250.000,00 Rp7.840.000,00
Biaya konversi per kapasitas produksi Rp1.500,00 Rp1.600,00
Personel pemasaran 10 8
Biaya pemasaran Rp10.000.000,00 Rp8.000.000,00
Biaya pemasaran per personel Rp1.000.000,00 Rp1.000.000,00
PAJA3336/MODUL 5 5.43
Kini kita akan melihat apakah ada kenaikan pada nilai laba operasi di tahun
2005.
2004 2005
Pendapatan Rp212.500.000,00 Rp225.000.000,00
Biaya bahan mentah Rp 30.000.000,00 Rp 30.875.000,00
Biaya konversi Rp 8.250.000,00 Rp 7.840.000,00
Biaya pemasaran dan pasca
produksi Rp 10.000.000,00 Rp 8.000.000,00
Laba operasi Rp164.250.000,00 Rp178.285.000,00
jauh berbeda dengan formula untuk menghitung varian. Nah, analisis pertama
ini mirip perhitungannya dengan sales-volume variance yang telah kita bahas
(masih ingat?). Dalam unsur growth ini terdapat dua macam pertumbuhan,
yaitu pertumbuhan nilai pendapatan dan nilai biaya. Untuk lebih jelasnya,
berikut penyajian perhitungannya.
Pertumbuhan biaya:
Bahan mentah = (Bahan mentah sebanding dengan adanya peningkatan
produksi yang terjual – Bahan mentah thn 2004) Biaya
bahan mentah thn 2004
= ((5.000 (225.000.000/212.500.000)) – 5.000) Rp6.000
= (5.295 – 5.000) Rp6.000
= Rp1.770.000,00 U
unsur growth atas kenaikan laba operasi, yaitu kontribusi yang positif,
sebesar Rp35.730.000,00.
Bahan mentah = (Biaya bahan mentah per meter persegi 2005 – biaya bahan
mentah per meter persegi 2004) Bahan mentah sebanding
dengan adanya
peningkatan produksi yang terjual)
= (6.500 – 6.000,00) 5.295*
= Rp2.647.500,00 U
PAJA3336/MODUL 5 5.47
Pemasaran = (Biaya pemasaran per personel thn 2005 – biaya pemasaran per
personel thn 2004) Jumlah personel pemasaran thn 2004
= (Rp1.000.000,00 – Rp 1.000.000,00) 10 orang
= Rp0,00
* 5.000,00 m2 (Rp225.000.000,00/Rp212.500.000,00)
4. Unused Capacity
Pembahasan kita sebelumnya menunjukkan adanya kapasitas produksi
yang belum dimanfaatkan. Aries memiliki kapasitas produksi hingga 5.500
m2, sedangkan produksi aktual mengonsumsi 5.295 m2. Berarti ada kapasitas
yang belum terpakai sebesar 205 m2. Apakah keadaan ini menguntungkan
bagi Aries? Jika kita melihatnya dari cukup tidaknya kapasitas untuk
menampung jumlah produk maka keadaan ini menguntungkan karena Aries
dapat memproduksi seluruh produknya sendiri, tanpa harus memproduksinya
di pabrik atau workshop lain. Namun, jika kita melihat dari kemampuan yang
dimiliki Aries maka keadaan ini tidak menguntungkan karena
kemampuannya untuk memproduksi handuk tambahan sebanyak 205 m2
tidak terpakai. Kita menyebutnya unused capacity, yakni kapasitas yang
menganggur. Keadaan ini tidak bisa dibiarkan terlalu lama, karena kapasitas
yang terbuang percuma ini sebenarnya siap untuk digunakan dalam produksi.
Lalu, bagaimana cara menanggulanginya? Ada dua cara.
Pertama, Aries dapat menghilangkan kapasitas tersebut. Ini dilakukan
jika Aries terbukti hampir tidak mungkin untuk meningkatkan produksinya.
Lalu, apa maksudnya dengan menghilangkan kapasitas? Artinya, Aries
menjalankan aktivitas yang disebut dengan downsizing (atau rightsizing),
yang artinya Aries menyesuaikan kembali seluruh komponen produksi. Aries
dapat menyetel ulang kembali mesin produksi, menyesuaikan kembali jumlah
bahan mentah yang disiapkan, dan beragam aktivitas lain sehingga unsur-
unsur produksi digunakan bukan untuk mencapai output sesuai dengan
kapasitas yang tersedia, namun untuk mencapai output yang Aries benar-
benar mampu. Intinya, targetnya bukan dapat memproduksi bahan handuk
5.50 Akuntansi Biaya 1
sebanyak 5.500 m2, namun hanya sebatas 5.295 m2. Bukankah cara ini lebih
merugikan perusahaan? Justru tidak, cara ini menjalankan apa yang mampu
dilakukan oleh perusahaan sehingga kerugian yang ada hanya berupa
hilangnya kesempatan untuk menjual lebih banyak produk.
Cara yang kedua adalah Aries berusaha memanfaatkan dengan penuh
kapasitas yang tersedia. Bagaimana caranya? Aries dapat menambah jumlah
karyawan, menjalankan lembur, dan menawarkan bonus bagi karyawan yang
berhasil mencapai kinerja maksimal. Semuanya ini dapat mendorong Aries
untuk dapat memanfaatkan seluruh kapasitas yang ada. Namun, satu hal yang
perlu diingat. Cara kedua ini patut untuk dijalankan jika Aries meyakini
manfaat yang akan didapat, yaitu kenaikan penjualan melebihi biaya produksi
yang harus ditanggungnya. Jika yang terjadi sebaliknya maka cara ini justru
akan merugikan Aries dan sebaiknya tidak dijalankan.
Contoh:
Sebuah perusahaan dengan nama Segar memproduksi dan menjual air
mineral dalam bentuk gelas. Perusahaan ini memasok produknya ke berbagai
restoran terkemuka dalam bentuk karton, per karton isinya 48 gelas air
mineral. Segar membagi konsumennya ke dalam dua kelompok, yakni
konsumen utama dan konsumen biasa. Karena konsumen yang tergolong
dalam kelompok konsumen utama memberikan kontribusi terbesar dalam
pemasukan uang maka analisis ini hanya memfokuskan pada konsumen
PAJA3336/MODUL 5 5.51
utama tersebut. Ada 3 konsumen utama, yakni Restoran Unos, Dos dan Tres.
Mengingat betapa pentingnya membina hubungan dengan 3 restoran ini,
Segar memutuskan untuk merekrut satu personel sebagai manajer penjualan
khusus 3 restoran utama tersebut. Tahap pertama dalam analisis profitabilitas
konsumen adalah menganalisis penjualan masing-masing konsumen. Berikut
data yang terkumpul untuk bulan Januari 2004.
3. Customer-sustaining cost
Ini adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengunjungi pihak restoran.
Untuk apa kunjungannya? Setiap kali diperlukan komunikasi antara
Segar dengan tiap-tiap restoran, namun bukan berarti kunjungan
dilakukan setiap kali ada pesanan. Apakah cost driver-nya? Yaitu jumlah
kunjungan pihak Segar ke-3 restoran.
4. Corporate-sustaining cost
Ini adalah biaya administrasi yang dikeluarkan untuk menjalin hubungan
dengan 3 restoran utama. Biaya ini meliputi biaya surat-menyurat,
promosi, dan lain-lain. Biaya ini tidak terkait dengan tiap-tiap restoran
karena biaya ini mencakup ketiga restoran.
PAJA3336/MODUL 5 5.53
5. Distribution-channel cost
Ini adalah biaya yang dikeluarkan untuk menggaji satu personel yang
telah disebutkan sebelumnya. Tugas utama personel ini adalah menjaga
kesinambungan jalur distribusi utama ini, yakni ke berbagai restoran
terkemuka pada umumnya dan 3 restoran yang sudah menjadi pelanggan
utama Segar, pada khususnya.
Dapat Anda perhatikan, jumlah purchase order untuk Restoran Unos dan
Dos cukup banyak jumlahnya. Artinya, walaupun jumlah pembelian mereka
secara total besar, namun pembelian yang mereka lakukan sering dan dalam
jumlah yang kecil. Ini akan menambah biaya penyiapan pemesanan barang.
Juga karena pembelian restoran Unos dan Dos jarang dalam satu kali dengan
jumlah yang banyak, maka diskon yang mereka terima tidak akan sama
dengan diskon yang diterima oleh Tres. Walaupun pembeliannya tidak
sebesar dua restoran lainnya, namun setiap kali pembelian dalam jumlah
besar, biarpun tidak sering maka Tres berhak menerima diskon penjualan
yang besar. Ini yang dimaksud dengan sisi positif kemungkinan alasan Segar
untuk memberi diskon yang lebih pada Tres dan tidak pada lainnya. Untuk
biaya administrasi dan gaji personel akan dibagi rata untuk 3 restoran karena
biaya-biaya tersebut memang hanya untuk 3 restoran utama.
5.54 Akuntansi Biaya 1
Mungkin sebagian dari Anda masih bingung dari mana asal angka-angka
yang tersaji dalam laporan perbandingan. Berikut akan disajikan lebih detail
perhitungannya, namun hanya untuk Restoran Unos. Untuk dua restoran
lainnya, perhitungannya mengikuti cara yang sama.
Restoran Ulos
Pendapatan (Rp8.000 5.000 boks) Rp40.000.000,00
Diskon (2,5% Rp39.000.000) (Rp 1.000.000,00)
Pendapatan bersih Rp39.000.000,00
Harga pokok penjualan (Rp2.400 5.000 boks) (Rp12.000.000,00)
Gros Margin Rp27.000.000,00
Biaya ABC Costing:
Customer-output unit-level (Rp100 5.000 boks) Rp 500.000,00
Customer batch-level (Rp12.500 20 purchase order) Rp 250.000,00
Customer-sustaining (Rp50.000 3 kali kunjungan) Rp 150.000,00
Corporate-sustaining (Rp600.000/3 restoran) Rp 100.000,00
Distribution-channel (Rp1.200.000/3 restoran) Rp 400.000,00
Total biaya ABC Costing (Rp 1.400.000,00)
Laba operasi Rp25.600.000,00
PAJA3336/MODUL 5 5.55
Dapat Anda lihat, walaupun restoran Tres memiliki nilai penjualan dan
laba operasi yang paling kecil di antara yang lainnya, namun persentase laba
operasinya terhadap penjualan justru paling besar, yakni 65,37%. Bagaimana
bisa? Ini karena biaya-biaya yang dikeluarkan Segar dalam bertransaksi
dengan Tres tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan 2 restoran lainnya,
terutama untuk biaya-biaya yang tergolong dalam jenis biaya activity based.
Namun tetap saja, kontributor laba operasi terbesar untuk Segar adalah dari
restoran Dos yang nilai penjualannya juga paling besar.
LAT IH A N
1) Nilai sebuah estimasi biaya antara dua atau lebih alternatif dan memiliki
nilai yang berbeda antaralternatif sehingga biaya tersebut patut dijadikan
pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk memilih satu dari
alternatif-alternatif yang ada. Sedangkan definisi untuk irrelevant cost
sama, namun dengan satu perbedaan, yaitu estimasi biaya antardua
alternatif nilainya sama sehingga tidak patut dijadikan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan.
2) Biaya yang diperhitungkan seandainya kita dihadapkan pada dua pilihan
dan satu pilihan yang kita ambil menjadikan kita harus mengorbankan
manfaat dari, yang seandainya kita ambil, pilihan yang lainnya. Biaya
semacam ini tidak dicatat di dalam pembukuan karena fungsinya hanya
menunjukkan informasi “seandainya”.
3) Terdapat 5 langkah sebagai berikut:
Langkah 1: Mendapatkan informasi.
Langkah 2: Memprediksi biaya.
Langkah 3: Memilih alternatif.
Langkah 4: Menjalankan keputusan.
Langkah 5: Mengevaluasi hasil dari keputusan yang telah diambil.
4) Unused capacity adalah kapasitas produksi yang belum dimanfaatkan.
Terdapat dua cara untuk menanggulangi permasalahan kapasitas yang
menganggur ini. Pertama, perusahaan bisa menyesuaikan kembali
seluruh komponen produksi, sehingga unsur-unsur produksi digunakan
bukan untuk mencapai output sesuai dengan kapasitas yang tersedia,
namun untuk mencapai output yang benar-benar mampu. Kedua,
memanfaatkan dengan penuh kapasitas yang tersedia sehingga tidak ada
lagi kapasitas yang menganggur.
5) Price recovery menjadikan laba operasi meningkat karena menurunnya
biaya produksi di kala harga jual tetap sehingga selisih antara penjualan
dengan biaya produksi semakin besar. Bahkan bisa juga biaya produksi
menurun dan harga jual meningkat, selisih antara keduanya pun semakin
besar. Selisih yang semakin membesar tersebut, yang kita namakan laba
kotor atau gross margin, akan memperbesar pula nilai laba operasi.
PAJA3336/MODUL 5 5.57
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
1) Untuk mencari nilai growth saat laba operasi meningkat maka akan
diperbandingkan antara ....
A. pertumbuhan nilai pembelian bahan mentah dengan pertumbuhan
nilai bahan mentah yang digunakan
B. pertumbuhan nilai pendapatan dengan pertumbuhan nilai biaya
C. pertumbuhan laba operasi dengan pertumbuhan laba bersih
D. pertumbuhan laba kotor dengan pertumbuhan laba operasi
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 2, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
5.60 Akuntansi Biaya 1
3) B Sudah jelas.
4) A Sudah jelas.
5) C Sudah jelas.
Tes Formatif 2
1) B Sudah jelas.
2) B Downsizing menjadikan perusahaan untuk menyesuaikan volume
produksi dengan kemampuan mesin produksinya, yang mana
seharusnya menyesuaikan kemampuan mesin produksinya untuk
menghasilkan volume produksi yang diinginkan. Dengan
melakukan downsizing maka perusahaan kehilangan kesempatan
untuk memproduksi lebih, yang berarti kehilangan kesempatan
untuk menjual lebih.
3) D Sudah jelas.
4) D Antaralternatif, biaya overhead berubah. Karenanya menjadi
patut (relevant) untuk dijadikan pertimbangan dalam mengambil
keputusan.
5) C Nilai penjualan tidak berubah antaralternatif. Sedangkan jawaban
D belum tentu.
5.62 Akuntansi Biaya 1
Glosarium
Kegiatan Belajar 1
Account Analysis : Metode untuk menyusun fungsi biaya dengan
Method memilah-milah biaya menjadi variabel, tetap
atau semivariabel.
Conference Method : Metode untuk menyusun fungsi biaya dengan
pengumpulan pendapat dari masing-masing
manajer yang terkait.
Constant/Intercept : Nilai yang menggambarkan biaya yang tidak
berubah di dalam sebuah relevant range, yakni
rentang biaya dari yang terendah hingga yang
terbesar.
Cost Behaviour : Seberapa sensitifnya biaya terhadap perubahan
(Perilaku Biaya) volume produksi dan faktor-faktor yang
lainnya.
Cost Function (Fungsi : Bentuk penjelasan atas sensitivitas biaya
Biaya) terhadap perubahan aktivitas-aktivitas tertentu,
yang tersajikan dengan rumus matematika.
Cumulative Average– : Satu dari dua model learning curve yang
Time Learning Model menunjukkan adanya peningkatan efisiensi
dengan menurunnya waktu jam kerja rata-rata
setiap ada kenaikan produksi sebanyak dua kali
lipat.
Dependent Variable : Unsur dalam fungsi biaya yang nilainya
(Unsur Bergantung) tergantung dari besarnya cost driver.
Experience Curve : Kurva yang menggambarkan adanya
(Kurva Pengalaman) peningkatan efisiensi bukan hanya di bagian
produksi, melainkan juga di bagian-bagian
seperti pemasaran, distribusi, dan bagian
nonproduksi lainnya.
High-Low Method : Bagian dari metode quantitative analysis, yang
(Metode Tertinggi- menggunakan data tertinggi dan terendah
Terendah) dalam perhitungan matematis untuk menyusun
fungsi biaya.
Incremental Unit-Time : Satu dari dua model learning curve yang
Learning Model menunjukkan adanya peningkatan efisiensi
dengan menggunakan jam kerja yang
PAJA3336/MODUL 5 5.63
Kegiatan Belajar 2
Do Not Organize or : Contoh kasus pengambilan keputusan atas baik
Reorganize tidaknya merestrukturisasi organisasi, yaitu
berupa keberadaan karyawan yang perlu
diganti atau masih bisa dipertahankan.
Downsizing/Rightsizing : Penyesuaian kembali seluruh komponen
produksi untuk menanggulangi permasalahan
unused capacity.
Growth : Salah satu unsur penyebab kenaikan laba
(Pertumbuhan) operasi, berupa pertumbuhan jumlah produksi
yang menjadikan meningkat pula penjualan,
dan pada akhirnya, laba.
Irrelevant Cost (Biaya : Nilai sebuah estimasi biaya antara dua atau
Tidak Relevan) lebih alternatif dan memiliki nilai yang sama
antar alternatif, sehingga biaya tersebut tidak
patut dijadikan pertimbangan dalam
mengambil keputusan untuk memilih satu dari
alternatif-alternatif yang ada.
Irrelevant Revenue : Nilai sebuah estimasi pendapatan antara dua
(Pendapatan Tidak atau lebih alternatif dan memiliki nilai yang
Relevan) sama antar alternatif, sehingga pendapatan
tersebut tidak patut dijadikan pertimbangan
dalam mengambil keputusan untuk memilih
satu dari alternatif-alternatif yang ada.
Make-Versus-Buy : Contoh kasus pengambilan keputusan atas baik
Decisions tidaknya membuat sendiri atau membeli bahan
mentah yang diperlukan untuk produksi.
One-Time-Only Special : Contoh kasus pengambilan keputusan atas baik
Orders tidaknya menerima pesanan produk yang
sifatnya hanya sekali.
Opportunity Cost : Biaya yang diperhitungkan seandainya kita
dihadapkan pada dua pilihan dan satu pilihan
yang kita ambil menjadikan kita harus
mengorbankan manfaat dari, yang seandainya
kita ambil, pilihan yang lainnya.
Price Recovery : Salah satu unsur penyebab kenaikan laba
operasi, berupa kenaikan harga jual atau harga
PAJA3336/MODUL 5 5.65
Daftar Pustaka
Echols, John M., Shadily, Hassan. (1994). Kamus Indonesia Inggris. Jakarta:
Gramedia.
Siegel, Joel G., Shim, Jae K. (1994). Kamus Istilah Akuntansi. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Modul 6
PEN D A HU L UA N
KEGIATAN BELAJAR 1
departemen produksi kain sutra dan departemen produksi kain katun. Kita
akan menggunakan contoh yang sudah dipaparkan di bagian Pendahuluan.
Contoh:
Berikut data-data Dunia Kain, untuk tahun 2004, yang diperlukan agar
alokasi biaya dapat dilakukan. Setelah data-data tersaji, akan dipaparkan dua
metode untuk mengalokasikan biaya.
Kapasitas jam kerja yang tersedia : 12.500 jam
Estimasi total jam kerja tahun 2004 : 8.000 jam
Estimasi biaya overhead tetap : Rp10.000.000,00
Estimasi biaya overhead variabel : Rp850,00/jam
Estimasi jam kerja yang diperlukan Kain Sutra : 6.000 jam
Estimasi jam kerja yang diperlukan Kain Katun : 2.000 jam
Jam kerja aktual yang diperlukan Kain Sutra : 5.500 jam
Jam kerja aktual yang diperlukan Kain Katun : 2.500 jam
biaya tetap dan variabel. Kedua unsur tersebut tidak dipisah, melainkan
digabung menjadi satu. Contohnya, perhitungan sebelumnya untuk
menentukan besarnya tarif overhead per jam kerja, yaitu Rp2.100,00. Nilai
ini merupakan gabungan antara unsur tetap dan variabel dari biaya overhead.
Anda masih ingat besarnya biaya variabel overhead, yaitu Rp850,00 per jam
kerja? Biaya ini hanya terdiri dari unsur variabel, berbeda dengan nilai
Rp2.100,00, yang merupakan gabungan antara kedua unsur biaya. Kini telah
jelas apa yang membedakan kedua metode alokasi, yakni dipisah tidaknya
unsur tetap dan variabel dari biaya overhead. Bagaimana perhitungan
alokasinya?
Alokasi untuk
Departemen Produksi Kain Sutra : Rp2.100,00 5.500 jam
: Rp11.550.000,00
Alokasi untuk
Departemen Produksi Kain Katun : Rp2.100,00 2.500 jam
: Rp5.250.000,00
Perhatikan bahwa jumlah jam kerja yang digunakan adalah jam kerja
aktual. Anda masih ingat pembahasan kita tentang job costing? Kita harus
mengalikan tarif overhead dengan jam kerja yang benar-benar digunakan,
bukan estimasi. Kita telah mendapatkan biaya overhead yang dialokasikan
untuk masing-masing departemen. Kini kita akan menggunakan metode
Dual-Rate Allocation dan melihat apakah akan ada perbedaan. Ingat, metode
ini membedakan biaya tetap dan variabel. Namun, sebelumnya kita perlu
mengetahui berapa besarnya alokasi biaya overhead tetap, bukan total, untuk
masing-masing departemen.
Tarif overhead per jam kerja : Rp2.100,00
Biaya overhead variabel per jam kerja : - Rp 850,00
Biaya overhead tetap per jam kerja : Rp1.250,00
Setelah mendapatkan biaya overhead tetap untuk 1 jam kerja, kita akan
menghitung besarnya estimasi biaya overhead tetap untuk masing-masing
departemen.
Estimasi biaya overhead tetap Departemen Kain Sutra:
Rp1.250,00 6.000 jam kerja = Rp 7.500.000,00
6.6 Akuntansi Biaya 1
Untuk apa kita perlu hasil penjumlahan antara tarif biaya overhead tetap
dan variabel? Kita memerlukannya untuk menghitung besarnya alokasi biaya
dengan menggunakan metode single-rate. Jika kita menggunakan metode
dual-rate maka kita tidak perlu mengetahui hasil penjumlahan antara dua
jenis tarif tersebut. Untuk lebih jelasnya, akan terlihat dalam perhitungan.
PAJA3336/MODUL 6 6.7
Metode Single-rate
Alokasi untuk Departemen Kain Sutra : Rp1.650,00 5.500 jam
: Rp9.075.000,00
Alokasi untuk Departemen Kain Katun : Rp1.650,00 2.500 jam
: Rp3.300.000,00
Metode Dual-rate
Alokasi untuk Departemen Kain Sutra:
(Rp800,00 6.000 jam) + (Rp850,00 5.500 jam) = Rp9.475.000,00
Kita telah membahas alokasi untuk dua departemen. Kini kita akan
memperkaya pengetahuan kita melalui contoh kasus alokasi untuk 4
departemen. Kasus ini akan lebih rumit karena kita akan mengalokasikan
biaya-biaya departemen pendukung (supporting department) ke dalam
departemen produksi. Mengapa harus dialokasikan? Karena, seperti dalam
contoh kita, Departemen Pemeliharaan Mesin dan Departemen Penyedia
Bahan Mentah, mendukung aktivitas dua departemen produksi. Dengan kata
lain, biaya-biaya yang dikeluarkan oleh dua departemen pendukung adalah
untuk memberikan manfaat bagi dua departemen produksi. Departemen
Penyedia Bahan Mentah mengeluarkan biaya untuk mencari dan menyaring
bahan-bahan kain yang berkualitas untuk diproduksi, sedangkan Departemen
Pemeliharaan Mesin mengeluarkan biaya untuk merawat dan memperbaiki
mesin produksi. Karenanya, kita perlu mengetahui besarnya manfaat dari dua
departemen pendukung yang dinikmati oleh dua departemen produksi.
Tersedia 3 cara untuk mengalokasi biaya departemen pendukung ke
departemen produksi:
PAJA3336/MODUL 6 6.9
1. Direct Allocation.
2. Step-Down Allocation.
3. Reciprocal Allocation.
Sebelum kita melangkah lebih jauh, ada beberapa hal yang perlu
dijelaskan. Perhatikan, aktivitas Departemen Penyedia Bahan Mentah
menghabiskan 7.000 jam kerja. Pertanyaannya, untuk siapa? Yakni untuk 3
departemen lainnya. Sesuai dengan fungsinya, yaitu departemen pendukung,
departemen ini mengeluarkan biaya untuk mendukung departemen lainnya,
bahkan untuk departemen pendukung lainnya, yaitu Departemen
Pemeliharaan Mesin. Kontribusi Departemen Penyedia Bahan Mentah untuk
dua departemen produksi sudah jelas, yaitu menyediakan bahan mentah yang
akan digunakan dalam produksi. Namun, apa bentuk kontribusi departemen
ini untuk Departemen Pemeliharaan Mesin? Departemen Penyedia Bahan
Mentah memberikan informasi berupa jenis bahan apa yang sesuai untuk
mesin perusahaan, jenis bahan mana yang tidak akan boros bila digunakan,
dan lain-lainnya. Artinya, Departemen Penyedia Bahan Mentah memberikan
informasi yang diperlukan Departemen Pemeliharaan Mesin dan untuk
6.10 Akuntansi Biaya 1
Jadi, setelah alokasi, biaya overhead untuk dua departemen produksi pun
bertambah sesuai dengan porsi pemanfaatan biaya overhead dua departemen
pendukung. Namun, mungkin Anda bingung dari mana asal angka-angka
perhitungan alokasi Departemen PBM dan PM. Berikut penjelasannya:
Departemen Produksi Sutra menghabiskan 3.500 jam kerja dan
Departemen Produksi Katun menghabiskan 2.450 jam kerja Departemen
PBM. Karenanya, nilai Rp1.000.000,00 yang dikeluarkan dialokasikan ke
dua departemen tersebut. Ingat, dalam metode Direct Allocation tidak diakui
alokasi antardepartemen pendukung. Walaupun Departemen PM
menghabiskan 1.050 jam kerja Departemen PBM, tetapi ini tidak diakui dan
tidak pula disertai dalam perhitungan. Jadi, metode ini mengasumsikan nilai
Rp1.000.000,00 sepenuhnya dikonsumsi oleh dua departemen produksi.
Karenanya, untuk menentukan porsi alokasi ke Departemen Produksi Sutra,
kita perlu mencari terlebih dahulu persentase barunya. Kalau persentase
sebelumnya 50%, kini setelah tidak diakui persentase yang dikonsumsi
departemen PM maka akan muncul persentase baru. Berikut perhitungannya.
overhead Departemen PM, yaitu 10%. Sama halnya untuk persamaan PM.
Bagaimana cara menghitungnya? Melalui cara substitusi.
Nilai PBM sudah kita dapatkan, kini bagaimana dengan nilai PM?
PM = 500.000,00 + 0,15PBM
PM = 500.000,00 + (0,15 1.065.990,00)
PM = 500.000,00 + 159.899,00
PM = 659.899,00
LAT IH A N
R A NG KU M AN
Adanya pengonsumsian sumber daya oleh satu departemen dari
departemen lain mengharuskan adanya alokasi biaya overhead dari
departemen yang melayani kepada departemen yang dilayani. Umumnya
departemen produksi menerima alokasi biaya dari departemen
pendukung produksi. Proses alokasi ini akan semakin rumit jika adanya
alokasi biaya antardepartemen pendukung.
TES F OR M AT IF 1
4) Berdasarkan data di atas, maka nilai yang benar untuk total biaya
manufaktur overhead kedua departemen produksi setelah menerima
alokasi biaya overhead departemen pendukung dengan menggunakan
metode direct allocation adalah ...
A. Departemen R Rp6.647.058,00 dan Departemen S Rp3.352.942,00.
B. Departemen S Rp6.647.058,00 dan Departemen R Rp3.352.942,00.
C. Departemen R Rp5.647.058,00 dan Departemen S Rp2.352.942,00.
D. Departemen S Rp5.647.058,00 dan Departemen R Rp2.352.942,00.
5) Berdasarkan data di atas, maka nilai yang benar untuk total biaya
manufaktur overhead kedua departemen produksi setelah menerima
alokasi biaya overhead departemen pendukung dengan menggunakan
metode step down allocation adalah ...
A. Departemen S Rp5.705.882,00 dan Departemen R Rp2.294.118,00.
B. Departemen S Rp6.705.882,00 dan Departemen R Rp3.294.118,00.
C. Departemen R Rp6.705.882,00 dan Departemen S Rp3.294.118,00.
D. Departemen R Rp5.705.882,00 dan Departemen S Rp2.294.118,00.
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 1, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
PAJA3336/MODUL 6 6.21
Kegiatan Belajar 2
Contoh:
Perusahaan A terletak di Surakarta dan Perusahaan B terletak di
Yogyakarta. Seorang lulusan Universitas X, namanya Viggo, mendapat
panggilan dari perusahaan A untuk wawancara. Viggo berdomisili di Jakarta.
Tatkala hendak berangkat, ia juga mendapat panggilan wawancara dari
perusahaan B. Rupanya, Viggo mengajukan lamaran bukan hanya ke
perusahaan A, namun juga ke perusahaan B. Ternyata kedua perusahaan
tersebut tertarik untuk merekrut Viggo. Namun, panggilan dari perusahaan B
berjarak 1 hari sesudah panggilan dari perusahaan A. Kedua perusahaan
tersebut menyediakan uang transportasi pesawat untuk pulang pergi,
mengingat curriculum vitae yang diserahkan oleh Viggo menunjukkan
kualitas yang tinggi dan pengalaman yang cukup lama dalam bidangnya.
Viggo pun mencari informasi mengenai tarif transportasi pesawat dan ia
mendapatkan tarif sebagai berikut:
1. Rute Jakarta – Surakarta : Rp250.000,00
2. Rute Surakarta – Jakarta : Rp250.000,00
3. Rute Jakarta – Yogyakarta : Rp300.000,00
4. Rute Yogyakarta – Jakarta : Rp300.000,00
Perusahaan B:
Rp600.000,00/(Rp500.000,00 + Rp600.000,00) Rp575.000,00 =
Rp313.636,00 (pembulatan)
Antara 2 Metode
Metode mana yang terbaik? Jika kedua perusahaan sulit mencapai
kesepakatan dalam metode kedua maka sebaiknya kedua perusahaan tersebut
memilih metode pertama, yang mengalokasikan biaya bersama sesuai bobot
pengeluaran awal. Namun, jika kedua perusahaan setuju hanya pada metode
kedua dan berhasil mencapai kesepakatan, maka metode kedualah yang
6.26 Akuntansi Biaya 1
terbaik untuk perusahaan A dan B. Hal paling penting yang perlu diingat,
metode yang dipilih jangan sampai menguntungkan hanya satu pihak dan
merugikan pihak lainnya.
Contoh :
Sebuah perusahaan produsen alat tulis, dengan nama Tulisku,
memproduksi 3 jenis produk, yaitu pulpen, pensil, dan stabilo. Biasanya
Tulisku menjual ketiga produk tersebut dengan terpisah, namun menjelang
adanya pameran buku dan alat tulis, Tulisku mempunyai ide untuk menjual
ketiga produk tersebut dalam satu paket. Harganya pun akan ditetapkan lebih
murah dibandingkan penjualan terpisah. Berikut data-data harganya:
Harga 1 buah pulpen : Rp5.000,00
Harga 1 buah pensil : Rp3.500,00
Harga 1 buah stabilo : Rp6.500,00
Jumlah pulpen terjual untuk tahun 2004 : 5.000 buah
Jumlah pensil terjual untuk tahun 2004 : 3.500 buah
Jumlah stabilo terjual untuk tahun 2004 : 1.000 buah
Harga satu buah paket : Rp12.500,00
Jumlah pulpen dalam 1 paket : 1 buah
Jumlah pensil dalam 1 paket : 1 buah
Jumlah stabilo dalam 1 paket : 1 buah
Biaya produksi per pulpen : Rp1.500,00
Biaya produksi per pensil : Rp1.000,00
Biaya produksi per stabilo : Rp2.500,00
PAJA3336/MODUL 6 6.27
* pembulatan
6.28 Akuntansi Biaya 1
Rp1.500, 00
Rp12.500, 00 Rp3.750, 00
Rp1.500, 00 Rp1.000, 00 Rp2.500, 00
: Rp12.250.000,00
Total penjualan Stabilo untuk tahun 2004 : Rp6.500,00 1.000 buah
: Rp6.500.000,00
Rp25.000.000, 00
Rp12.500, 00 Rp7.143, 00 *
Rp25.000.000, 00 Rp12.250.000, 00 Rp6.500.000, 00
Rp12.250.000, 00
Rp12.500, 00 Rp3.500, 00 *
Rp25.000.000, 00 Rp12.250.000, 00 Rp6.500.000, 00
Rp6.500.000, 00
Rp12.500, 00 Rp1.857, 00 *
Rp25.000.000, 00 Rp12.250.000, 00 Rp6.500.000, 00
* pembulatan
Bobot biaya produksi per produk kurang dapat diterima karena biaya
produksi besar tidak selalu menimbulkan harga yang besar. Contohnya,
sebuah produk A yang mungkin biaya produksinya kecil, namun karena
Tulisku berhasil menciptakan imej yang populer maka harga jualnya pun bisa
melampaui produk lain yang biaya produksinya besar, namun harganya tidak
sebesar produk A. Karenanya, jika menggunakan bobot biaya produksi per
produk, tidak ada jaminan bahwa alokasi telah sesuai dengan kontribusi
masing-masing produk terhadap harga jual paket. Lalu, bagaimana dengan
jumlah unit dalam paket? Ini juga kurang baik karena tiap-tiap produk hanya
dinilai berdasarkan jumlahnya dalam paket sehingga seakan-akan produk
yang harga jualnya atau biaya produksinya besar memiliki bobot yang sama
dengan produk yang harga jualnya atau biaya produksinya rendah. Jelas
bobot antarproduk berbeda dan tidak dapat dinilai hanya berdasarkan jumlah
produk tersebut yang ada di dalam paket.
Coba Anda lihat produk Pensil. Di dalam alternatif ke-2, dengan menjadi
produk incremental kedua, alokasinya hanya Rp1.000,00, padahal harga
sesungguhnya Rp3.500,00. Kini pertanyaannya, kombinasi mana yang harus
dipilih Tulisku jika hendak menggunakan metode Incremental-Revenue
Allocation? Tulisku harus memutuskan kombinasi mana yang akan dipilih
berdasarkan kesepakatan antarmanajer atau pimpinan yang bertanggung
jawab atas penjualan produk. Satu hal yang pasti, tidak mudah untuk
mencapai kesepakatan tersebut jika Tulisku menempatkan untuk masing-
masing produk, 1 (satu) manajer yang bertanggung jawab atas produknya.
Tentunya ada konflik kepentingan, maksudnya tidak ada manajer yang akan
menerima produknya menjadi produk incremental kedua. Jika memang tidak
memungkinkan untuk mencapai kesepakatan maka lebih baik untuk memilih
metode pertama atau metode ke-3 berikut ini.
LAT IH A N
1) Adalah biaya bersama, yaitu biaya yang dikeluarkan oleh dua atau lebih
perusahaan yang berbeda, yang mana sedianya pengeluaran dilakukan
masing-masing, namun jika pengeluaran tersebut dilakukan bersama-
sama maka masing-masing perusahaan bisa menghemat pengeluaran
tersebut.
2) Adalah pendapatan bersama, yaitu penjualan berbagai produk sejenis
yang dijual dalam bentuk paket.
PAJA3336/MODUL 6 6.35
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
ketiga produk tersebut dalam satu paket. Harganya pun akan ditetapkan lebih
murah dibandingkan penjualan terpisah. Berikut data-data harganya:
Harga 1 buah obeng minus : Rp2.500,00
Harga 1 buah obeng kembang : Rp3.500,00
Harga 1 buah tang : Rp5.000,00
Harga satu buah paket : Rp8.500,00
Jumlah obeng minus dalam 1 paket : 1 buah
Jumlah obeng kembang dalam 1 paket : 1 buah
Jumlah tang dalam 1 paket : 1 buah
Biaya produksi 1 buah obeng minus : Rp850,00
Biaya produksi 1 buah obeng kembang : Rp1.250,00
Biaya produksi 1 buah tang : Rp2.250,00
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 2, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
PAJA3336/MODUL 6 6.39
Tes Formatif 1
1) C Sudah jelas.
2) A Sudah jelas.
3) D Sudah jelas.
4) A Berikut perhitungannya:
Departemen Pendukung Departemen Produksi
A B R S
Biaya manufaktur
overhead 2.000.000,00 1.000.000,00 5.000.000,00 2.000.000,00
Alokasi
Departemen A (2.000.000,00)
0
(5.600/(5.600 + 5.600))
Rp2.000.000,00 1.000.000,00
(5.600/(5.600 + 5.600))
Rp2.000.000,00 1.000.000,00
Alokasi Departemen B (1.000.000,00)
0
(5.500/(5.500 + 3.000))
Rp1.000.000,00 647.058,00
(3.000/(5.500 + 3.000))
Rp1.000.000,00 352.942,00
Total biaya manufaktur overhead setelah alokasi Rp6.647.058,00 Rp3.352.942,00
5) C Berikut perhitungannya:
Departemen Pendukung Departemen Produksi
A B R S
Biaya manufaktur
overhead 2.000.000,00 1.000.000,00 5.000.000,00 2.000.000,00
Alokasi
Departemen A (2.000.000,00)
0
(2.800/14.000) Rp2.000.000,00 400.000,00
1.400.000,00
(5.600/14.000) Rp2.000.000,00 800.000,00
(5.600/14.000) Rp2.000.000,00 800.000,00
Alokasi Departemen B (1.400.000,00)
0
6.40 Akuntansi Biaya 1
(5.500/(5.500 + 3.000))
Rp1.400.000,00 905.882,00
(3.000/(5.500 + 3.000))
Rp1.400.000,00 494.118,00
Total biaya manufaktur overhead setelah alokasi Rp6.705.882,00 Rp3.294.118,00
Tes Formatif 2
1) D Berikut perhitungannya.
Pertama, kita menghitung total biaya transportasi yang akan ditanggung
Gbooks seandainya ia menolak tawaran Leon
Rute Jakarta – Surabaya : Rp350.000,00
Rute Surabaya – Jakarta : Rp350.000,00
Total : Rp700.000,00
Kedua, kita menghitung total biaya transportasi yang akan ditanggung Bukuku
seandainya ia menolak tawaran Leon
Rute Jakarta – Yogyakarta : Rp275.000 ,00
Rute Yogyakarta– Jakarta : Rp275.000,00
Total : Rp550.000,00
2) A Berikut perhitungannya.
Entitas Tanggung Alokasi Biaya Biaya Belum Dialokasi
Jawab
Saldo awal: Rp725.000,00
Gbooks Primer Rp700.000,00 Rp25,000,00
Bukuku Incremental Rp25,000,00 0
3) B Berikut perhitungannya.
Alokasi untuk produk Obeng minus:
1
Rp8.500, 00 = Rp2.833,00 (pembulatan)
111
* pembulatan
6.42 Akuntansi Biaya 1
5) D Berikut perhitungannya.
Produk Status Alokasi Pendapatan Belum
Pendapatan Dialokasi
Saldo awal: Rp8.500,00
Obeng Primer Rp2.500,00 6.000,00
Minus
Obeng Incremental 3.500,00 2.500,00
Kembang Pertama
Tang Incremental 2.500,00 0
Kedua
PAJA3336/MODUL 6 6.43
Glosarium
Kegiatan Belajar 1
Direct Allocation : Metode untuk mengalokasikan biaya overhead
(Alokasi Langsung) ke lebih dari satu departemen produksi dari
lebih satu departemen pendukung. Metode ini
mengakui hanya alokasi biaya departemen
pendukung ke departemen produksi.
Dual-Rate Allocation : Metode untuk mengalokasikan biaya overhead
(Alokasi Dua Tarif) ke lebih dari satu departemen produksi dari
satu departemen pendukung. Metode ini
membedakan antara biaya overhead variabel
dengan biaya overhead tetap.
Production : Departemen dalam sebuah perusahaan yang
Department memiliki aktivitas memproduksi.
(Departemen
Produksi)
Reciprocal Allocation : Metode untuk mengalokasikan biaya overhead
(Alokasi Timbal ke lebih dari satu departemen produksi dari
Balik) lebih satu departemen pendukung. Metode ini
mengakui adanya alokasi biaya
antardepartemen pendukung dan bersifat dua
arah.
Single-Rate Allocation : Metode untuk mengalokasikan biaya overhead
(Alokasi Tarif ke lebih dari satu departemen produksi dari
Tunggal) satu departemen pendukung. Metode ini tidak
membedakan antara biaya overhead variabel
dengan biaya overhead tetap.
Step-Down Allocation : Metode untuk mengalokasikan biaya overhead
(Alokasi Menurun ke lebih dari satu departemen produksi dari
Bertahap) lebih satu departemen pendukung. Metode ini
mengakui adanya alokasi biaya antar
departemen pendukung, namun hanya bersifat
satu arah.
Supporting : Departemen dalam sebuah perusahaan yang
Department memiliki aktivitas mendukung dan memenuhi
(Departemen keperluan departemen produksi dalam
Pendukung) menjalankan aktivitasnya.
6.44 Akuntansi Biaya 1
Kegiatan Belajar 2
Common Cost (Biaya : Biaya yang dikeluarkan oleh dua atau lebih
Bersama) perusahaan yang berbeda, yang mana sedianya
pengeluarannya dilakukan masing-masing,
namun jika pengeluaran tersebut dilakukan
bersama-sama maka masing-masing
perusahaan bisa menghemat pengeluaran
tersebut.
Common Revenues : Penjualan berbagai produk sejenis yang dijual
(Pendapatan dalam bentuk paket.
Bersama)
Incremental Cost- : Metode untuk mengalokasikan biaya bersama
Allocation (Alokasi dengan menghitung bobot pengeluarannya
Berjenjang) secara berjenjang.
Incremental Revenue- : Metode untuk mengalokasikan pendapatan
Allocation (Alokasi bersama dengan menghitung bobot
Pendapatan penerimaannya secara berjenjang.
Berjenjang)
Percentage Allocation : Metode untuk mengalokasikan pendapatan
(Alokasi Persentase) bersama dengan menggunakan persentase
tertentu sebagai bobot pengalokasiannya.
Stand-Alone : Metode untuk mengalokasikan biaya bersama
Allocation (Alokasi dengan menghitung bobot pengeluarannya.
Masing-masing)
Stand-Alone Revenue- : Metode untuk mengalokasikan pendapatan
Allocation (Alokasi bersama dengan menghitung berbagai macam
Pendapatan Masing- satuan sebagai bobot pengalokasiannya.
masing)
PAJA3336/MODUL 6 6.45
Daftar Pustaka
Echols, John M., Shadily, Hassan. (1994). Kamus Indonesia Inggris. Jakarta:
Gramedia.
Horngren, Charles T., Datar, Srikant M., Foster, George. (2003). Cost
Accounting, A Managerial Emphasis. New Jersey: Prentice Hall.
Siegel, Joel G., Shim, Jae K. (1994). Kamus Istilah Akuntansi. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Modul 7
Penilaian dan
Manajemen Persediaan
PEN D A HU L UA N
KEGIATAN BELAJAR 1
Penilaian Persediaan
1. Metode Perpetual
Perusahaan manufaktur yang menggunakan metode ini akan mencatat
perubahan persediaan setiap ada transaksi sehingga setiap selesai satu
transaksi, perusahaan bisa mengetahui berapa banyak persediaan yang tersisa
dan berapa nilai persediaan yang sudah terjual (dengan kata lain, nilai harga
pokok penjualan). Metode ini menjadikan perusahaan untuk secara terus-
menerus memantau nilai persediaannya. Keunggulan metode ini adalah setiap
saat perusahaan bisa mengetahui nilai persediaan yang tersisa. Namun,
PAJA3336/MODUL 7 7.5
kekurangannya jelas metode ini menuntut waktu dan perhatian yang cukup
besar dalam menjalankannya. Terlebih jika yang menggunakannya adalah
perusahaan-perusahaan besar dengan frekuensi transaksi yang cukup besar
pula. Bagi perusahaan yang berkeberatan untuk menggunakan metode
perpetual dalam memantau nilai persediaannya dan penentuan nilai HPP,
mereka bisa menggunakan metode periodik.
2. Metode Periodik
Bertolak belakang dengan metode perpetual, metode ini mengharuskan
perusahaan untuk memantau nilai persediaannya hanya di akhir periode.
Bagaimana caranya? Yaitu melalui perhitungan fisik (stock opname) dan
perbandingan antara persediaan yang tersisa dengan persediaan di awal
periode. Perusahaan menghitung satu per satu persediaan miliknya, kemudian
membandingkan hasil perhitungan ini dengan catatan persediaan awal dan
faktur-faktur yang menunjukkan pembelian bahan mentah serta catatan yang
menunjukkan jumlah bahan mentah yang digunakan untuk produksi. Untuk
mengetahui cara perhitungannya, silakan lihat kembali pembahasan
mengenai Laporan Harga Pokok Produksi di Modul 1.
Kelebihan metode periodik adalah mudah untuk dijalankan karena
perusahaan tidak harus memantau nilai persediaan seiring dengan terjadinya
berbagai macam transaksi. Kekurangannya? Selama belum mengadakan
perhitungan fisik, perusahaan belum bisa mengetahui nilai sesungguhnya dari
persediaan bahan mentah yang dimilikinya.
Metode untuk memantau nilai persediaan sudah kita bahas, selanjutnya
kita akan membahas metode untuk menentukan nilai persediaan dan HPP.
Pembahasan ini, sekali lagi, akan menggunakan persediaan bahan mentah
yang dimiliki perusahaan manufaktur sebagai contoh.
nilai harga pokok produksi, keperluan untuk penentuan nilainya sudah jelas.
Bagi perusahaan manufaktur, untuk penentuan harga pokok produksi, yang
mana bahan mentah merupakan salah satu unsur utamanya, tergantung dari
data besarnya nilai bahan mentah yang digunakan, sedangkan untuk
perusahaan dagang, nilai yang diperlukan untuk mengetahui besarnya laba
adalah harga pokok penjualan, yaitu selisih antara biaya pembelian untuk
barang yang terjual dengan harga jualnya.
Dalam penentuan nilai harga pokok produksi, sering kali perusahaan
manufaktur menemui masalah, terutama untuk penentuan nilai Direct
Materials (bahan mentah) yang digunakan. Masalah penentuan nilai bahan
mentah, yang mana akan digunakan untuk menghitung biaya produksi per
produk, dipicu oleh kondisi di mana bahan mentah yang dimiliki jenisnya
seragam, jumlahnya banyak dan bercampur antara dua atau lebih bahan
mentah dengan biaya pembelian yang berbeda.
Perusahaan manufaktur sering kali mendapatkan harga pembelian bahan
mentah yang berbeda setiap transaksi. Harga pembelian di hari ini sangat
mungkin akan berbeda di esok hari. Berarti, setiap ada pembelian maka
bahan mentah yang dibeli untuk digunakan dalam produksi akan masuk
gudang dan bercampur dengan bahan mentah yang sama, namun dengan
harga beli yang berbeda. Jika ada penggunaan bahan mentah untuk produksi,
berapa nilai bahan mentah yang akan dicatat untuk penentuan besarnya Harga
Pokok Produksi? Penentuan nilai ini penting karena bukan hanya untuk
mengakui nilai bahan mentah yang digunakan, namun perlu diingat juga,
penentuan nilai ini akan mempengaruhi nilai persediaan. Harga Pokok
Produksi adalah pengakuan nilai produk yang telah selesai diproduksi dan
menjadi nilai persediaan produk jadi. Jadi, penentuan nilai bahan mentah
yang digunakan bukan hanya mempengaruhi nilai persediaan bahan mentah
itu sendiri, juga mempengaruhi nilai persediaan produk jadi.
Kembali ke masalah perbedaan harga beli jika produksi mulai berjalan
dan bahan mentah pun akan digunakan, berapa nilai bahan mentah yang
tercatat digunakan untuk produksi? Apakah Anda bisa menelusuri kembali
faktur pembelian untuk bahan mentah tersebut, pembeliannya tanggal berapa,
dan seberapa besar harga belinya? Jika di awal-awal periode dimulainya
proses produksi, tentu bisa. Namun, bagaimana jika sudah berjalan beberapa
periode, di mana produk yang selesai diproduksi semakin banyak dan ini
berarti jumlah bahan mentah yang ada di gudang pun juga mulai semakin
banyak?
PAJA3336/MODUL 7 7.7
Contoh Kasus
Sebelum kita membahas masing-masing alternatif, penulis akan
menyajikan contoh kasus yang akan digunakan untuk membahas
masing-masing alternatif tersebut.
Sebuah perusahaan dengan nama Vion memproduksi lemari besi
(brankas). Perusahaan ini hendak menentukan nilai persediaannya.
Berikut data-data yang terkait dengan produknya untuk tahun 2005.
yang akurat maka hanya biaya variabel yang diakui. Lagi pula, menurut
mereka biaya tetap dikeluarkan untuk memberikan kapasitas yang diperlukan
untuk memulai proses produksi sehingga tatkala produksi mulai berjalan,
biaya tetap seyogianya dijadikan beban untuk periode berjalan.
(Rp55.000.000,00 +
(Rp300.000,00* 1.200
unit)) Rp415.000.000,00
Biaya pemasaran tetap dan
variabel
(Rp24.500.000,00 + Rp292.500.000,00
(Rp250.000,00 950 unit))
Total biaya lain-lain Rp(707.500.000,00)
Laba Operasi Rp 290.000.000,00
* Adalah nilai selisih antara pendapatan dengan biaya bahan mentah.
biaya manufaktur tetap menjadi beban, perlakuan yang sama pun juga untuk
biaya manufaktur variabel sehingga beban yang harus ditanggung laba
operasi pun semakin besar. Ini menjadikan nilai laba operasi cukup rendah.
jumlah tertentu jika berhasil mencapai suatu nilai laba operasi. Jika
perusahaan menggunakan absorption costing untuk pelaporan internalnya,
yang berarti laba operasi pun juga berdasarkan metode tersebut maka untuk
mendapatkan bonus yang diinginkan, manajer tersebut cukup meningkatkan
jumlah produksi, dan laba operasi pun dapat meningkat. Masalah muncul
tatkala jumlah produksi yang diinginkan sebanyak 1.000 buah brankas
misalnya, namun untuk meningkatkan laba operasi, manajer
meningkatkannya menjadi 2.000 buah. Ini dapat mengakibatkan penumpukan
persediaan dalam jumlah besar, yang sebagian berisikan produk yang
diciptakan hanya untuk mendapatkan bonus yang dijanjikan. Perusahaan pun
akan lebih banyak pengeluarannya untuk penyimpanan persediaan, berupa
biaya kebersihan, biaya ventilasi sehingga banyak macamnya lagi. Walaupun
akan terlihat di laporan Neraca bahwa aset perusahaan yang berupa
persediaan nilainya besar, namun itu bukan sinyal yang positif karena
orientasi utama perusahaan adalah laba. Pengeluaran produksi yang berlebih
ini adalah penghambur-hamburan dana perusahaan dan dapat mengurangi
nilai laba yang diinginkan perusahaan. Kini kita akan menggunakan contoh
untuk membuktikan bahwa kenaikan laba operasi akan mengikuti kenaikan
produksi dalam metode absorption costing. Kita masih menggunakan data-
data yang sama untuk perusahaan Vion, untuk jumlah produksi sebesar 1.800
unit.
Persediaan awal, 1 Januari 2005 : 750 unit
Nilai persediaan awal per unit : Rp700.000,00
Produksi tahun 2005 : 1.800 unit
Penjualan tahun 2005 : 950 unit
Persediaan akhir, 31 Desember 2005 : 1.600 unit
Harga brankas per unit : Rp1.500.000,00
Biaya per unit:
Biaya bahan mentah : Rp450.000,00
Biaya tenaga kerja : Rp225.000,00
Biaya manufaktur overhead : Rp 75.000,00
Total biaya manufaktur variabel per unit : Rp750.000,00
Biaya pemasaran variabel per unit : Rp250.000,00
Biaya manufaktur tetap : Rp55.000.000,00
Biaya manufaktur tetap per unit
(Rp55.000.000,00/1.800 unit) : Rp30.556,00 (pembulatan)
Biaya pemasaran tetap : Rp24.500.000,00
PAJA3336/MODUL 7 7.17
Dapat Anda lihat kenaikan pada nilai laba operasi jika produksi
ditingkatkan. Untuk lebih jelasnya akan kita sajikan dalam bentuk
perbandingan.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
3) Dengan menggunakan metode FIFO, maka nilai yang benar untuk nilai
persediaan akhir adalah ....
A. Rp50.550.000,00.
B. Rp50.600.000,00.
C. Rp50.500.000,00.
D. Rp50.000.000,00.
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 1, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
PAJA3336/MODUL 7 7.23
Kegiatan Belajar 2
Manajemen Persediaan
14. Push-Through.
15. Demand-Pull.
16. Supply-Chain.
17. Backflush Costing.
Contoh:
Sebuah perusahaan dagang, dengan nama Karung Emas, membeli beras
dalam satuan karung dari Sumber Emas, untuk kemudian dijual kembali
dalam kemasan karung pula. Berikut data-data yang berhasil diperoleh.
7.30 Akuntansi Biaya 1
D
Frekuensi Pemesanan =
EOQ
100.000 karung
=
1.000 karung
= 100 kali pemesanan.
1. Reorder Point
Ini adalah keputusan kedua yang perlu diambil perusahaan dalam
mengatur persediaannya. Keputusan pertama telah kita bahas, yaitu berapa
karung beras yang harus dipesan, yaitu nilai EOQ. Kini kita akan membahas
kapan harus memesan lagi beras dari Sumber Emas. Istilah bahasa Inggrisnya
adalah Reorder Point. Perhitungannya melibatkan lamanya waktu menunggu
(Lead Time) dan jumlah penjualan Karung Emas. Dengan jumlah penjualan
beras Karung Emas sebanyak 270 karung per hari maka perhitungan reorder
point adalah sebagai berikut.
Waktu Menunggu : 2 Hari
Jumlah Penjualan : 270 karung per hari
Reorder Point : 270 karung per hari 2 hari
: 540 karung.
2. Safety Stock
Ini adalah persediaan cadangan yang dimiliki sebuah perusahaan.
Persediaan ini disimpan bukan untuk dijual dalam siklus bisnis normal,
melainkan hanya jika persediaan yang biasa sudah benar-benar habis
sedangkan masih ada permintaan konsumen yang belum dipenuhi. Umumnya
perusahaan yang memiliki persediaan cadangan tidak mendapatkan kepastian
dari pemasoknya akan ketepatan waktu pasokan barang yang akan dijualnya.
Kalaupun pemasok sudah memberikan jaminannya bahwa tidak akan ada
keterlambatan dalam pemasokan, beberapa perusahaan tetap memiliki
persediaan cadangan untuk berjaga-jaga. Jumlah persediaan cadangan tidak
termasuk dalam jumlah EOQ dan jumlah ini juga dipersiapkan seandainya
permintaan konsumen sedang mencapai puncaknya, sedangkan pasokan dari
pemasok tidak bisa mencukupi. Namun, seberapa banyakkah persediaan
cadangan yang sebaiknya dimiliki perusahaan? Pertanyaan ini penting karena
semakin banyak persediaan cadangan maka akan semakin meningkat biaya
penyimpanannya. Perusahaan sebaiknya jangan sampai memiliki persediaan
cadangan dalam jumlah yang berlebih karena akan mendorong munculnya
biaya penyimpanan yang berlebih pula. Kita akan menghitung persediaan
cadangan yang sesuai dengan kebutuhan Karung Emas.
Perhitungan ini perlu melibatkan pengetahuan dan pengalaman Karung
Emas akan siklus permintaan konsumennya, yaitu kapan permintaan sedang
mencapai puncaknya. Tatkala permintaan konsumen sedang mencapai
puncaknya maka jumlahnya bisa melebihi jumlah beras yang mampu
dipenuhi oleh Karung Emas. Pemesanan ulang pun belum tentu bisa
memenuhi permintaan konsumen selama 2 hari waktu menunggu datangnya
pemesanan ulang tersebut. Jadi, berapa yang harus dicadangkan oleh Karung
Emas? Terlebih dahulu kita harus membuat daftar yang berisi berbagai
kemungkinan permintaan konsumen, dari yang paling rendah hingga yang
paling maksimum. Daftar ini akan membantu kita untuk menentukan berapa
persediaan cadangan yang pas. Berikut daftarnya.
7.34 Akuntansi Biaya 1
Permintaan Kemungkinannya
Konsumen Per 2 Hari* (Probabilitas)
500 karung 0,10
540 karung 0,50
600 karung 0,20
700 karung 0,15
800 karung 0,05
* Waktu Menunggu 1,00
termasuk biaya pengambilan dan kenaikan harga jual yang dikenakan oleh
perusahaan sejenis karena membeli hanya dalam jumlah sedikit.
b. Carrying Cost
Ini sudah jelas, semakin banyak persediaan cadangan, semakin
meningkat biaya penyimpanan.
Setelah kita mengetahui biaya-biaya yang akan terlibat, kini kita akan
menyajikan perhitungan persediaan cadangan dengan berbagai kemungkinan
permintaan konsumen. Penyajiannya dipisahkan antara Stock Out Cost
dengan Carrying Cost dan RTC.
Setelah kita memperoleh data-data biaya untuk kedua metode, kini kita
akan membandingkannya untuk menentukan metode mana yang
menghasilkan biaya dengan jumlah paling kecil.
Anda masih ingat WIP? Yaitu sebuah akun yang dipersiapkan untuk
mencatat nilai produk yang sedang dalam pengerjaan. Istilah mudahnya
adalah barang setengah jadi. Pada alur produksi yang umum untuk
manufaktur, perusahaan membeli bahan mentah, kemudian bahan mentah
tersebut diolah menjadi barang siap untuk dijual. Nah, salah satu karakteristik
perusahaan yang menggunakan metode JIT adalah waktu produksi yang
cukup cepat. Ini karena produksi dipicu oleh permintaan, yang berarti proses
produksi pun ada target waktu penyelesaiannya. Cepatnya proses produksi
berarti keberadaan produk-produk yang masih setengah jadi tidak akan lama.
Artinya, nilai WIP yang sebelumnya selalu bertambah sesuai barang setengah
jadi, sebenarnya dapat langsung “dilompati” ke akun Finished Goods (barang
jadi). Nah, inilah karakteristik metode backflush costing.
Backflush costing adalah metode penentuan biaya produksi yang tidak
lagi menggunakan tahap yang tradisional. Metode ini mengikuti karakteristik
JIT sehingga setelah pembelian bahan mentah maka proses pengolahan bahan
mentah, yang hasilnya biasanya diakui sebagai WIP, kini tidak lagi seperti
itu. Metode ini memotong jalur pencatatan yang umum, yaitu tanpa mengakui
WIP dan langsung mencatat dalam jurnal pada waktu produk selesai
diproses. Dalam metode backflush costing, tidak akan ada lagi pengakuan
nilai barang setengah jadi melalui WIP. Lalu, bagaimana cara menyusun
jurnalnya? Bagi Anda yang tertarik untuk mempelajarinya lebih lanjut,
silakan membaca buku-buku berbahasa Inggris yang ada di Daftar Pustaka.
Modul ini hanya mengenalkan istilah dan definisi metode ini.
PAJA3336/MODUL 7 7.49
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
3) Diketahui, lead time = 3 hari dan penjualan per hari sebanyak 250 unit,
maka nilai yang tepat untuk reorder point adalah ....
A. 700 unit.
B. 250 unit.
C. 500 unit.
D. 750 unit.
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 2, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
PAJA3336/MODUL 7 7.53
2) B.
Berikut perhitungannya.
Tanggal Penambahan Penjualan Saldo
01/01/04 (50.000 Rp1.000,00) = Rp50.000.000,00
25/01/04 (500 Rp1.200,00) (50.500 Rp1.002,00*) = Rp50.601.000,00
30/03/04 (100 Rp1.002,00) (49.900 Rp1.002,00) = Rp49.999.800,00
* (Rp50.000.000,00 + Rp600.000,00)/(50.000 unit + 500 unit), kemudian
dibulatkan.
3) C.
Berikut perhitungannya.
Tanggal Penambahan Penjualan Saldo
01/01/04 (50.000 Rp1.000,00) = Rp50.000.000,00
25/01/04 (500 Rp1.200,00) (50.000 Rp1.000,00) = Rp50.000.000,00
(500 Rp1.200,00) = Rp 600.000,00
30/03/04 (100 Rp1.000,00) (49.900 Rp1.000,00) = Rp49.900.000,00
(500 Rp1.200,00) = Rp 600.000,00
Rp50.500.000,00
7.54 Akuntansi Biaya 1
4) D.
Berikut perhitungannya.
Biaya bahan mentah : Rp100.000.000,00
Biaya tenaga kerja : Rp 75.000.000,00
Biaya overhead variabel : Rp 20.000.000,00
Nilai Persediaan : Rp195.000.000,00
5) C.
Berikut perhitungannya.
Biaya bahan mentah : Rp100.000.000,00
Biaya tenaga kerja : Rp 75.000.000,00
Biaya overhead variabel : Rp 20.000.000,00
Biaya overhead tetap : Rp 15.000.000,00
Nilai Persediaan : Rp210.000.000,00
Tes Formatif 2
1) A Sudah jelas.
2) B Sudah jelas.
3) D Reorder point = Lead time x penjualan dengan satuan durasi yang
sama dengan lead time (jam, hari)
4) C Sudah jelas.
5) C Sudah jelas.
PAJA3336/MODUL 7 7.55
Glosarium
Kegiatan Belajar 1
Absorption Costing : Metode penentuan nilai persediaan untuk
perusahaan manufaktur dengan mengakui
seluruh biaya manufaktur sebagai nilai
persediaan.
First In, First Out : Metode penentuan nilai persediaan dengan
(FIFO) mengasumsikan persediaan yang digunakan
atau dijual adalah persediaan yang paling
dahulu masuk di gudang.
Last In, First Out : Metode penentuan nilai persediaan dengan
(LIFO) mengasumsikan persediaan yang digunakan
atau dijual adalah persediaan yang paling
terakhir masuk di gudang.
Moving Weighted : : Metode penentuan nilai persediaan dengan
Average membuat nilai rata-rata persediaan antara nilai
rata-rata persediaan yang terakhir dengan
penambahan persediaan terbaru.
Periodic Method : Metode untuk memantau perubahan pada
(Metode Periodik) jumlah dan nilai persediaan dengan mencatat
perubahannya hanya di akhir periode melalui
penghitungan fisik persediaan (stock opname).
Perpetual Method : Metode untuk memantau perubahan pada
(Metode Perpetual) jumlah dan nilai persediaan dengan mencatat
perubahannya secara terus-menerus setiap ada
transaksi.
Specific Identification : Metode penentuan nilai persediaan dengan
mengidentifikasi persediaan yang ada satu per
satu.
Stock Opname : Perhitungan fisik persediaan dengan
membandingkan antarnilai persediaan di awal
periode dengan di akhir periode.
Throughput : Metode penentuan nilai persediaan untuk
Costing/Super perusahaan manufaktur dengan mengakui
Variable Costing hanya biaya bahan mentah yang digunakan
sebagai nilai persediaan.
7.56 Akuntansi Biaya 1
Kegiatan Belajar 2
Backflush Costing : Metode penentuan biaya produksi yang tidak
lagi menggunakan tahap yang tradisional,
dengan memotong jalur pencatatan yang
umum, yaitu tanpa mengakui WIP dan
langsung mencatat dalam jurnal pada waktu
produk selesai diproses.
Carrying Cost (Biaya : Biaya untuk menyimpan dan merawat
Penyimpanan) persediaan barang dagang untuk perusahaan
dagang atau bahan mentah untuk perusahaan
manufaktur.
Economic Order : Formula untuk menentukan seberapa banyak
Quantity (EOQ) barang jadi atau bahan mentah yang harus
dipesan oleh sebuah perusahaan, dengan
jumlah yang benar-benar tepat diperlukan
perusahaan. Tepat artinya tidak berlebihan dan
juga tidak terlalu sedikit.
Materials Requirement : Metode perencanaan produksi yang
Planning menggunakan estimasi permintaan konsumen
sebagai panduan dalam menentukan jumlah
bahan mentah yang diperlukan untuk produksi
sehingga bisa menghasilkan produk dalam
jumlah yang memenuhi permintaan konsumen
tersebut.
Ordering Cost (Biaya : Biaya untuk memesan barang dagang untuk
Pemesanan) perusahaan dagang atau bahan mentah untuk
perusahaan manufaktur.
Overstock : Jumlah persediaan lebih besar dari yang
diperlukan (berlebihan).
Purchasing Cost : Biaya untuk membeli barang dagang untuk
PAJA3336/MODUL 7 7.57
Daftar Pustaka
Echols, John M., Shadily, Hassan. (1994). Kamus Indonesia Inggris. Jakarta:
Gramedia.
Horngren, Charles T., Datar, Srikant M., Foster, George. (2003). Cost
Accounting, A Managerial Emphasis. New Jersey: Prentice Hall.
Siegel, Joel G., Shim, Jae K. (1994). Kamus Istilah Akuntansi. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Modul 8
Process Costing
PEN D A HU L UA N
KEGIATAN BELAJAR 1
Process Costing I
A nda masih ingat job costing? Job costing adalah metode penilaian biaya
produk yang digunakan untuk perusahaan yang memanufaktur produk
yang tidak diproduksi secara massal. Umumnya adalah perusahaan yang
memanufaktur produknya berdasarkan pesanan konsumen atau produknya
dimanufaktur dalam jumlah terbatas. Lalu, bagaimana dengan perusahaan
semacam Sosro? Perusahaan ini memproduksi teh botol, salah satu
produknya dalam jumlah yang sangat besar dan produk ini pun homogen,
tidak ada bedanya antara yang satu dengan yang lain. Mengapa Sosro
memproduksinya dalam jumlah besar? Seperti yang telah disebutkan karena
produk ini bentuknya sama semuanya sehingga tidak ada perbedaan dalam
aktivitas produksi untuk masing-masing teh botol. Perusahaan semacam
Sosro dan sejenisnya tidak bisa menggunakan metode job costing untuk
menilai biaya produknya. Mereka menggunakan metode process costing.
Seperti apakah metode ini? Akan kita temukan pembahasannya di modul ini.
Setelah mempelajari kegiatan belajar ini, Anda diharapkan memahami
dan dapat menjelaskan hal-hal sebagai berikut.
1. Process Costing.
2. Kasus Perhitungan: Tidak ada persediaan awal dan akhir.
3. Kasus Perhitungan: Tidak ada persediaan WIP di awal periode, namun
ada persediaannya di akhir periode.
4. Equivalent Unit.
5. Kasus Perhitungan: Terdapat persediaan WIP di awal periode dan juga di
akhir periode.
6. Perhitungan process costing dengan metode weighted average.
7. Perhitungan process costing dengan metode FIFO.
A. PROCESS COSTING
Process Costing Ini adalah metode untuk menilai besarnya biaya per
produk di perusahaan yang memanufaktur produknya secara massal.
Besarnya total biaya produksi akan dibagi rata kepada tiap-tiap produk sesuai
jumlah produk yang dimanufaktur. Ini berarti setiap produk akan menerima
8.4 Akuntansi Biaya 1
alokasi biaya bahan mentah yang sama, juga biaya tenaga kerja dan biaya-
biaya produksi lainnya. Dengan kata lain, pembagian biaya dengan cara sama
rata. Bahan mentah digunakan di awal produksi, sedangkan biaya produksi
lain, yakni biaya konversi digunakan sepanjang proses produksi. Contoh
biaya konversi adalah tenaga kerja yang secara terus-menerus beraktivitas
sepanjang proses produksi setelah bahan mentah digunakan pada awal proses
produksi tersebut.
Untuk lebih memudahkan Anda memahami process costing, kita akan
langsung menggunakan contoh.
Contoh:
Sebuah perusahaan dengan nama Bersih Airku memproduksi air mineral
dalam dua ukuran, gelas dan botol. Bersih Airku memiliki dua departemen
produksi. Pertama adalah Departemen Pembentuk Kemasan dan yang kedua
adalah Departemen Pengisian Air. Departemen yang pertama (selanjutnya
akan tertulis Departemen 1) memproduksi kemasan yang akan digunakan
untuk diisi air mineral, yaitu kemasan gelas dan botol. Departemen yang
kedua (selanjutnya akan tertulis Departemen 2) mengisi air mineral ke dalam
kemasan yang sudah selesai diproduksi. Setiap produk yang dihasilkan pasti
telah melalui dua departemen ini. Untuk penyaringan airnya, perusahaan ini
menggunakan metode outsourcing, yakni menggunakan jasa perusahaan lain
yang bergerak di bidang penyaringan air. Jadi, Bersih Airku hanya perlu dua
departemen, untuk membentuk kemasan dan mengisi air yang telah disaring
oleh pihak kedua (di luar perusahaan) ke dalam kemasan tersebut.
Fokus pembahasan kita adalah pencatatan biaya per produk di masing-
masing departemen, sesuai alur produksinya sehingga menjadi produk jadi,
dan siap untuk dijual. Ini berarti melibatkan suatu aktivitas pengakumulasian
biaya, sejak dari biaya untuk membentuk kemasan hingga pengisian air ke
dalam kemasan tersebut. Artinya, akan ada penerusan aktivitas produksi dari
satu departemen ke departemen lainnya. Untuk biaya penyaringan air akan
kita tambahkan di akhir proses produksi karena pengeluarannya jelas dan
tidak perlu perhitungan yang rumit. Kita akan membahas mulai dari
departemen pertama, yaitu Departemen Pembentuk Kemasan karena ini
adalah tahap pertama dalam proses produksi. Kita akan memulai perhitungan
dari awal tahun, yaitu bulan Januari 2004. Untuk mempermudah pemahaman
Anda, kita asumsikan perusahaan ini hanya menjual air mineralnya dalam
kemasan botol. Juga akan ada berbagai kasus yang berkaitan dengan
PAJA3336/MODUL 8 8.5
Harap diingat, Rp1.600,00 bukan biaya per botol air yang sudah
mencakup seluruh biaya produksi. Tidak, ini hanya biaya per produk setelah
selesai diproses di Departemen 1 dan akan memasuki proses berikutnya di
Departemen 2. Jadi, dapat dikatakan ini biaya per produk yang belum utuh
atau masih sementara. Untuk kasus pertama ini, perhitungannya menjadi
sederhana karena tidak ada WIP yang ada di awal atau di akhir periode. Jika
ada WIP maka WIP pun harus mendapatkan porsi biaya yang telah
dikeluarkan untuk bulan tersebut. Namun, apakah kondisi tidak ada
persediaan WIP ini, realita bisa terjadi? Untuk perusahaan manufaktur
rasanya tidak mungkin, namun untuk perusahaan jasa ada kemungkinan.
Contohnya adalah usaha potong rambut. Jasa yang ditawarkan adalah
homogen, yaitu memotong rambut konsumennya. Usaha seperti ini di mana
tidak ada produk yang dimanufaktur maka tidak akan ada “persediaan” WIP.
Sang pemilik dapat menentukan besarnya tarif tiap pemotongan rambut,
namun berapa sebenarnya biaya yang dikeluarkannya untuk satu konsumen?
Pemilik usaha ini dapat menggunakan metode process costing, yaitu
menghitung total biaya yang harus dikeluarkan dalam waktu 1 bulan,
misalnya untuk listrik, sewa tempat, mata cukur, dan lain-lain. Total biaya ini
dibagi dengan jumlah konsumen yang datang untuk dipotong rambutnya.
Dalam bulan-bulan ramai pengunjung maka biaya per konsumen menjadi
kecil, namun di masa sepi, biaya per konsumen pun menjadi mahal.
Bagaimanapun, umumnya usaha potong rambut tidak mengubah-ubah
tarifnya dengan mengikuti jumlah pengunjung. Informasi biaya per
konsumen ini cukup penting agar pemiliknya dapat menentukan tarif yang
wajar untuk setiap kali pemotongan rambut dan bisa mengetahui berapa
konsumen yang harus berhasil dijaring agar dapat menutup biaya tetap,
termasuk gaji karyawan.
PAJA3336/MODUL 8 8.7
Kasus ke-2: Tidak ada persediaan WIP di awal periode, namun ada
persediaannya di akhir periode
Produksi untuk bulan Januari di Departemen 1 telah selesai. Departemen
ini tidak menyisakan persediaan produk yang masih dalam proses di akhir
bulan tersebut. Kini saatnya memasuki produksi, masih di Departemen 1,
untuk bulan Februari 2004. Dalam bulan ini tidak ada persediaan awal WIP
karena di akhir Januari seluruh produk selesai diproses. Namun, di bulan
Februari, jumlah kemasan yang diproduksi, yang umumnya sebanyak 10.000
botol, tidak berhasil dicapai. Perusahaan hanya berhasil mencapai persentase
selesai proses sebesar 70%, yaitu 7.000 botol dan sisanya masih dalam proses
produksi yang akan dilanjutkan di bulan berikutnya, yaitu Maret 2004.
Berarti, di akhir Februari 2004 ada nilai persediaan WIP. Oleh karena itu,
perhitungannya tidak sesederhana kemungkinan pertama yang telah kita
bahas. Berikut data-data bulan Februari 2004 untuk Departemen 1.
produksi bukan hanya dikonsumsi oleh 7.000 produk yang sudah jadi,
melainkan juga 3.000 produk yang masih setengah jadi. Berarti kita harus
membagi biayanya dengan 10.000 botol? Juga tidak, karena pola perhitungan
semacam itu untuk menentukan biaya per produk jadi, tidak termasuk produk
setengah jadi. Jadi, apakah solusinya?
Kita harus menentukan dari 3.000 produk yang masih setengah jadi,
berapa besar tingkat selesainya? Artinya, sudah sampai tahap berapa persen
penyelesaian produk-produk setengah jadi tersebut? Mungkin Anda bertanya,
untuk apa kita menentukan persentase semacam itu? Tujuannya adalah untuk
mengetahui berapa jumlah produk dari 3.000 produk yang masih setengah
jadi, yang dapat dianggap setara dengan jumlah produk jadi. Dalam istilah
bahasa Inggrisnya adalah equivalent unit. Apa arti sebenarnya? Dengan
bahan mentah dan konversi yang telah dikeluarkan untuk 3.000 produk yang
belum jadi dan besarnya persentase penyelesaian mencapai 75%, sebenarnya
perusahaan ini bisa menghasilkan produk jadi sebanyak 2.250 botol. Dari
mana angka ini? Yaitu jumlah produk setengah jadi, 3.000 botol, dikalikan
dengan persentase penyelesaian 75%. Untuk apa perhitungan ini?
Perhitungan ini menunjukkan, seandainya dengan bahan mentah dan konversi
yang dikeluarkan, perusahaan memproduksi hanya 2.250 botol (ditambah
7.000 yang sudah pasti bisa selesai) maka perusahaan tidak akan
mendapatkan produk setengah jadi di akhir bulan. Jadi, dari pada
memproduksi 10.000 botol, di mana 7.000 botol merupakan kemampuan
standar perusahaan dan 3.000 botol sebagai angka tambahan yang harus bisa
dicapai perusahaan, lebih baik jika perusahaan cukup memproduksi 2.250
botol, yang seluruhnya sudah menjadi produk yang selesai diproses. Tapi,
perlu diingat, ini hanya pengandaian dan bertujuan untuk menunjukkan
berapa besarnya equivalent unit.
Kemudian, dalam menentukan persentase ini harus kita bedakan antara
persentase penyelesaian untuk bahan mentah dan untuk konversi. Mengapa?
Karena sangat mungkin produk setengah jadi sebenarnya sudah selesai
seluruhnya penggunaan bahan mentah yang diperlukan, hanya saja belum
diproses. Misalnya, produk setengah jadi yang ada sudah melalui departemen
pembentuk kemasan dan penyaringan air, namun belum sampai pada
departemen pengisian air. Artinya, bahan mentah sudah siap untuk
dimanfaatkan, hanya tinggal menunggu untuk dimasukkan ke dalam botol.
Ini berarti aktivitas konversilah yang belum dijalankan sedangkan aktivitas
PAJA3336/MODUL 8 8.9
Langkah 1:
Menentukan jumlah botol air yang sudah diproses selama bulan
Februari, berapa yang sudah menjadi produk jadi dan berapa yang masih
dalam proses hingga akhir Februari. Untuk langkah pertama ini, kita sudah
memiliki data-datanya. Dari 10.000 botol yang diproduksi, 7.000 sudah
menjadi produk jadi dan 3.000 masih dalam proses hingga akhir Februari.
Langkah 2:
Menentukan jumlah botol yang diproduksi berdasarkan equivalent unit.
Langkah ini mengharuskan perusahaan untuk menentukan persentase
penyelesaian untuk bahan mentah dan konversi. Perusahaan ini menentukan
untuk bahan mentah sudah selesai 100% dan tinggal menunggu proses
dimasukkan ke dalam botol, yang berarti aktivitas konversi belum
sepenuhnya selesai. Dengan estimasi, ditentukan persentase penyelesaian
untuk konversi adalah 80%. Setelah persentase ditentukan, kita akan
memasuki perhitungan produksi untuk bulan Februari.
8.10 Akuntansi Biaya 1
Langkah 3:
Menentukan nilai rupiah equivalent unit.
Kita telah mendapatkan nilai biaya per produk, tetapi bukan produk jadi,
melainkan equivalent unit, yaitu produk yang sudah jadi ditambah produk
setengah jadi yang dianggap setara jumlahnya dengan produk jadi. Kini kita
perlu menghitung besarnya total biaya yang digunakan untuk menghitung
equivalent unit di bulan Februari, dengan kata lain adalah biaya yang
dikeluarkan selama bulan Februari. Nilai ini sudah kita dapatkan, yaitu
Rp14.500.000,00. Penentuan biaya ini merupakan langkah ke-4 dan
berikutnya kita akan memasuki langkah ke-5, yaitu menentukan total biaya
untuk produk jadi dan produk yang setengah jadi yang terdapat dalam
persediaan WIP di akhir bulan.
PAJA3336/MODUL 8 8.11
Langkah ke-5:
Pengalokasian total biaya untuk produk yang sudah selesai proses
produksi dan persediaan WIP akhir.
Harap Anda ingat nilai biaya per equivalent unit, yaitu Rp1.000,00 untuk
bahan mentah dan Rp500,00 untuk konversi, karena dua nilai tersebut adalah
nilai per unit bahan mentah dan konversi persediaan awal WIP di bulan
Maret, yang akan dibahas dalam kasus ke-3 nanti. Juga dapat Anda lihat, dari
jumlah total biaya (total pengerjaan terhitung) sebesar Rp14.700.000,00,
alokasi untuk biaya produk yang sudah selesai proses produksi di
Departemen 1 adalah sebesar Rp10.500.000,00, dan alokasi untuk nilai WIP
akhir bulan di Departemen 1 adalah sebesar Rp4.200.000,00. Jadi, besarnya
8.12 Akuntansi Biaya 1
total biaya bahan mentah harus sama dengan hasil penjumlahan antara biaya
produk selesai proses dan persediaan akhir WIP. Selanjutnya, setiap produk
yang masih dalam proses di akhir Februari unsur bahan mentahnya sudah
lengkap, tinggal menunggu unsur konversinya agar mencapai 100% di bulan
depan, Maret 2004, melalui aktivitas di departemen 2. Kini, bagaimana
dengan jurnalnya?
Kasus ke-3: Terdapat persediaan WIP di awal periode dan juga di akhir
periode
Kini kita memasuki bulan Maret 2004. Masih untuk Departemen 1, di
awal bulan ini kita memiliki persediaan WIP yang berasal dari persediaan
akhir WIP bulan Februari. Produksi berjalan seperti biasa dan di akhir
periode juga ada produk yang belum selesai, dengan kata lain ada persediaan
akhir WIP. Bagaimana menghitung biaya-biaya Departemen 1 di bulan Maret
ini? Kita kembali akan menggunakan 5 langkah penyelesaian. Berikut data-
data untuk bulan Maret 2004.
PAJA3336/MODUL 8 8.13
Sebelum kita melanjutkan untuk kasus ke-3 ini, ada dua macam metode
yang digunakan untuk menghitung jumlah equivalent unit, yaitu metode
Weighted Average dan FIFO (First In First Out). Perbedaan dua metode ini
terletak pada langkah pertama dan kedua dari 5 langkah yang ada. Kita telah
membahas mengenai definisi kedua metode tersebut di Modul 7. Berikut
perbandingan perhitungan antara dua metode untuk langkah pertama dan
kedua.
8.14 Akuntansi Biaya 1
Langkah 1 Langkah 2
Jumlah Equivalent Unit
Produksi
Bahan Konversi
Mentah
Persediaan WIP, 1 Maret’04 3.000
Produksi bulan Maret’04 7.000
Total pengerjaan 10.000
Jumlah selesai Produksi 9.500 9.500 9.500
Persediaan WIP, 31 Maret’04 500 500* 375**
(*100% × 500, **75% × 500)
Total pengerjaan terhitung 10.000
Total Equivalent Unit 10.000 9.875
Metode FIFO
Langkah 1 Langkah 2
Jumlah Equivalent Unit
Produksi
Bahan Mentah Konversi
Persediaan WIP, 1Maret‟04 3.000
Produksi bulan Maret‟04 7.000
Total pengerjaan 10.000
Jumlah selesai produksi (9.500)
Dari persediaan awal WIP 3.000 0* 1.200**
*((100% - 100%) 3.000)
**((100% - 60%) 3.000)
Bulan Maret 6.500 6.500 6.500
Persediaan WIP, 31 Maret‟04
(*100% 500, **75% 500) 500 500* 375**
Total pengerjaan terhitung 10.000
Total Equivalent Unit 7.000 8.075
dengan produk yang baru akan mulai diproduksi di bulan Maret. Sesuai
jumlah selesai produksi, yaitu 9.500 botol. Dalam jumlah tersebut telah
“bercampur” produk bulan kemarin dengan bulan ini. Perusahaan hanya
mengetahui bahwa jumlah yang selesai diproduksi adalah 9.500 botol.
Sedangkan, metode FIFO “mendahulukan” jumlah kemasan yang lebih
awal diproduksi, sesuai dengan konsep metode ini, yaitu first in first out,
jumlah kemasan yang paling awal selesai diproduksilah yang diakui terlebih
dahulu. Baru sisanya berasal dari jumlah kemasan yang diproduksi di periode
yang bersangkutan. Dari 9.500 yang selesai diproduksi di bulan Maret,
diasumsikan 3.000-nya merupakan produk dari bulan lalu yang belum
selesai. Sisanya, sebesar 6.500 adalah produk yang benar-benar diproduksi di
bulan ini, Maret. Perbedaan dalam penentuan jumlah yang selesai diproduksi
jelas mengakibatkan perbedaan pula di dalam nilai equivalent unit.
Pertanyaan berikutnya, mengapa equivalent unit untuk Bahan Mentah di
baris “Dari persediaan awal WIP” nilainya nol? Karena nilai WIP ini berasal
dari WIP akhir di bulan sebelumnya, dan seperti yang telah kita bahas,
perusahaan telah menentukan persentase penyelesaian untuk bahan mentah
sudah mencapai 100% di akhir bulan kemarin. Artinya, untuk bulan Maret,
jumlah 3.000 botol tidak perlu lagi ditambah bahan mentahnya karena sudah
seluruhnya selesai penggunaan bahan mentahnya tersebut. Untuk biaya
konversi, karena baru selesai 60% di akhir bulan Februari maka di bulan
Maret masih perlu diselesaikan pengerjaannya sebesar 40%, dengan
equivalent unit 1.200 botol.
Kini kita akan membahas keseluruhan dari perhitungan biaya untuk
departemen 1. Kita akan memulainya dengan metode weighted average dan
mengulang kembali langkah 1 dan 2 agar perhitungan dengan metode ini
tidak terpencar-pencar.
8.16 Akuntansi Biaya 1
Langkah 1 Langkah 2
Jumlah Equivalent Unit
Produksi
Bahan Konversi
Mentah
Persediaan WIP, 1 Maret ‟04 3.000
Produksi bulan Maret ‟04 7.000
Total pengerjaan 10.000
Jumlah selesai produksi 9.500 9.500 9.500
Persediaan WIP, 31 Maret‟04
(*100% 500, **75% 500) 500 500* 375**
Total pengerjaan terhitung 10.000
Total Equivalent Unit 10.000 9.875
Metode FIFO
Langkah 1 Langkah 2
Jumlah Equivalent Unit
Produksi
Bahan Konversi
Mentah
Persediaan WIP, 1 Maret ‟04 3.000
Produksi bulan Maret ‟04 7.000
Total pengerjaan 10.000
Jumlah selesai produksi (9.500)
Dari persediaan awal WIP 3.000 0* 1.200**
*((100% - 100%) 3.000)
**((40% - 100%) 3.000)
Bulan Maret 6.500 6.500 6.500
Persediaan WIP, 31 Maret‟04 500 500* 375**
(*100% 500, **75% 500)
Total pengerjaan terhitung 10.000
Total Equivalent Unit 7.000 8.075
8.18 Akuntansi Biaya 1
Dapat Anda lihat, untuk nilai persediaan akhir WIP, metode FIFO
menghasilkan nilai yang paling besar dan kebalikan untuk biaya produksi
yang akan ditransfer ke departemen 2, metode FIFO justru menghasilkan
nilai yang paling rendah. Lalu, metode manakah yang terbaik?
8.20 Akuntansi Biaya 1
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 1, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
PAJA3336/MODUL 8 8.25
Kegiatan Belajar 2
Process Costing II
Langkah 1 Langkah 2
Jumlah Equivalent Unit
Produksi
Bahan Konversi
Mentah
Persediaan WIP, 1 Maret ‟04 3.000
Produksi bulan Maret ‟04 7.000
Total pengerjaan 10.000
Jumlah selesai produksi
Dari persediaan awal WIP 3.000 0* 1.200**
*((100% - 100%) 3.000)
**((40% - 100%) 3.000)
Bulan Maret 6.500 6.500 6.500
Persediaan WIP, 31 Maret‟04
(*100% 500, **75% 500) 500 500* 375**
Total pengerjaan terhitung 10.000
Total Equivalent Unit 7.000 8.075
Langkah ke-5:
Biaya produk selesai proses
(9.500)
Persediaan WIP, 1 Maret ’04
(3.000)
Bahan Mentah Rp 5.760.000,00
Biaya Konversi (Rp700,00
1.200) Rp 840.000,00
Total biaya dari persediaan Rp 6.600.000,00
awal
Produksi Maret ’04 (6.500) Rp14.300.000,00 Rp9.750.000,00* Rp4.550.000,00**
(*Rp1.500,00 6.500 botol)
(**Rp700,00 6.500 botol)
Biaya produk selesai proses Rp20.900.000,00
Persediaan WIP, 31 Maret ’04
(500)
Bahan mentah
Rp1.500,00 500 botol) Rp 750.000,00
Konversi
(Rp700,00 375 botol) Rp 262.500,00
Total biaya dari persediaan
akhir Rp 1.012.500,00
Total pengerjaan terhitung Rp21.912.500,00
8.28 Akuntansi Biaya 1
Adakah yang belum kita hitung? Jika Anda masih ingat pembahasan
mengenai standard costing, tentunya Anda mengetahui bahwa penggunaan
biaya-biaya standar dan bukannya aktual akan menimbulkan varians. Kini
kita akan menghitung besarnya varians untuk perhitungan biaya Departemen
1.
Bahan mentah Konversi
Penambahan Biaya Produksi
Mrt‟04 Rp10.500.000,00* Rp5.652.500,00**
(*Rp1.500,00 7.000, **Rp700,00 8.075)
Biaya aktual Maret ‟04 Rp12.000.000,00 Rp6.700.000,00
Varians Rp 1.500.000,00U Rp1.047.500,00 U
B. TRANSFERRED-IN COST
Equivalent Unit
Transferred Bahan Mentah Konversi
Persediaan WIP, 1 Maret
((100% 2.000) Rp500,00) Rp 1.000.000,00
((100% 2.000)
Rp2.000,00) Rp4.000.000,00
((60% 2.000) Rp1.500) Rp1.800.000,00
Total Persediaan WIP, 1
Maret Rp 6.800.000,00
Penambahan Biaya Produksi
Maret Rp34.061.392,41 Rp21.561.392,41 Rp 5.000.000,00 Rp7.500.000,00
Total Biaya Rp22.561.392,41 Rp 9.000.000,00 Rp9.300.000,00
8.32 Akuntansi Biaya 1
Equivalent Unit
Transferred Bahan Mentah Konversi
Dibagi equivalent unit 11.500 11.500 10.975
Biaya per equivalent unit:
Transferred-in Rp 1.961,86021
Bahan Mentah Rp 782,6086957
Konversi Rp 847,38041
Langkah ke-4:
Total biaya bulan Maret’04 Rp40.861.392,41
Langkah ke-5:
Biaya produk selesai proses
(8.000 Rp1.961,86021) Rp15.694.881,68
(8.000 Rp782,6086957) Rp6.260.869,566
(8.000 Rp 847,38041) Rp6.779.043,28
Total biaya produk selesai Rp28.734.794,53
proses
Persediaan Akhir WIP
(3.500):
(3.500 Rp1.961,86021) Rp6.866.510,735
(3.500 Rp782,608695) Rp2.739.130,435
(2.975 Rp 847,38041) Rp2.520.956,72
Total Persediaan Akhir WIP Rp12.126.597,89
Total Pengerjaan terhitung Rp40.861.392,41 (pembulatan)
FIFO
Berikut jurnal-jurnalnya.
Dengan total produksi sebanyak 8.000 botol, berapa total biaya produksi dan
berapa biaya produksi per botol?
Hasil menunjukkan besarnya total biaya produksi dan biaya produksi per
botol lebih rendah jika menggunakan metode FIFO. Metode mana yang
terbaik telah kita bahas sebelumnya. Sebagai penutup akan dibahas mengenai
istilah Hybrid Costing.
C. HYBRID COSTING
akan dimodifikasi lebih tepat menggunakan metode job costing. Lalu, metode
apa yang akan perusahaan pilih?
Jika Toyota memutuskan untuk menggunakan metode process costing
maka Toyota telah mengabaikan kenyataan ada beberapa produknya yang
memang berbeda dengan banyak produk lainnya. Namun, apabila Toyota
memutuskan untuk menggunakan job costing maka pada dasarnya seluruh
komponen mobil yang digunakan adalah sama, sehingga tidak sesuai jika
untuk seluruh mobil yang diproduksi menggunakan metode job costing yang
umumnya diperuntukkan hanya untuk produk-produk yang sifatnya unik.
Metode apa yang akan digunakan perusahaan? Di sinilah peran hybrid
costing, yang mana metode ini mencatat biaya berdasarkan jumlah operasi
atau aktivitas yang dilakukan beserta biaya masing-masing operasi yang
dilakukan. Modul ini hanya memperkenalkan metode hybrid costing dan
tidak akan membahas perhitungan biaya dengan menggunakan metode
tersebut karena bukan pengetahuan dasar dalam Akuntansi Biaya yang perlu
dipahami, namun bagi Anda yang tertarik untuk mempelajari perhitungannya
lebih lanjut maka dapat mencari topik ini di dalam buku-buku berbahasa
Inggris yang ada di halaman Daftar Pustaka.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
2) Besarnya nilai total equivalent unit untuk bahan mentah adalah ....
A. 16.000 unit
B. 23.000 unit
C. 7.000 unit
D. 20.000 unit
3) Besarnya nilai biaya untuk produksi yang dilakukan di bulan Maret (total
biaya produk selesai proses di bulan Maret) untuk bahan mentah dan
konversi adalah ....
A. Rp18.806.596,35 dan Rp16.281.323,53
B. Rp18.680.956,53 dan Rp16.182.232,53
C. Rp18.608.956,53 dan Rp16.812.232,35
D. Rp18.086.956,53 dan Rp16.182.232,35
5) Besarnya nilai biaya untuk produksi yang dilakukan di bulan Maret (total
biaya produk selesai proses di bulan Maret) untuk transferred-in dan
nilai persediaan WIP 31 Maret untuk transferred-in adalah ....
A. Rp30.068.695,64 dan Rp13.319.304,35
B. Rp30.608.659,64 dan Rp13.391.340,35
C. Rp30.608.965,64 dan Rp13.391.043,35
D. Rp30.608.695,64 dan Rp13.391.304,35
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 2, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
PAJA3336/MODUL 8 8.41
Tes Formatif 1
1) A Berikut perhitungannya.
Biaya per produk : Rp100.000.000,00/50.000 produk.
: Rp2.000,00 per produk.
Tes Formatif 2
Untuk jawaban No. 1 sampai dengan 5, berikut perhitungannya.
Equivalent Unit
Langkah ke-3 Transferred Bahan Mentah Konversi
Persediaan WIP, 1 Maret
((100% 4.000) Rp1.000) Rp4.000.000,00
((100% 4.000) Rp3.000) Rp16.000.000,00
((60% 4.000) Rp3.000) Rp7.200.000,00
Total Persediaan WIP, 1 Maret Rp27.200.000,00
Penambahan Biaya Produksi
Maret Rp65.000.000,00 Rp40.000.000,00 Rp10.000.000,00 Rp15.000.000,00
Total Biaya Rp44.000.000,00 Rp26.000.000,00 Rp22.200.000,00
Dibagi equivalent unit 23.000 23.000 21.950
Biaya per equivalent unit:
Transferred-in Rp 1.913,043478
Bahan Mentah Rp1.130,434783
Konversi Rp1.011,389522
Langkah ke-4:
Total biaya bulan Maret’04 Rp92.200.000,00
Langkah ke-5:
Biaya produk selesai proses
(16.000)
(16.000 Rp1.913,043478) Rp30.608.695,64
(16.000 Rp1.130,434783) Rp18.086.956,53
8.44 Akuntansi Biaya 1
Glosarium
Daftar Pustaka
Echols, John M., Shadily, Hassan. (1994). Kamus Indonesia Inggris. Jakarta:
Gramedia.
Horngren, Charles T., Datar, Srikant M., Foster, George. (2003). Cost
Accounting, A Managerial Emphasis. New Jersey: Prentice Hall.
Siegel, Joel G., Shim, Jae K. (1994). Kamus Istilah Akuntansi. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Modul 9
PEN D A HU L UA N
KEGIATAN BELAJAR 1
A. BIAYA KEGAGALAN
pembahasan mengenai produk gagal atau yang lebih dikenal dengan nama
spoilage.
1. Spoilage
Spoilage adalah produk yang gagal untuk memenuhi standar mutu
perusahaan. Spoilage tidak harus berupa produk jadi yang kemudian
ditemukan kerusakannya, namun dapat juga berupa produk setengah jadi
yang kerusakannya sudah diketahui sebelum diproses lebih lanjut. Misalkan,
produk berupa pakaian yang tidak rapi hasil jahitannya. Lalu, apa yang akan
dilakukan perusahaan terhadap produk ini? Bahan mentah sudah digunakan
dan proses produksi pasti sudah mencapai tahap setengah jadi, apakah
perusahaan akan membuangnya begitu saja? Tentu tidak, perusahaan akan
menjualnya dengan harga yang jauh lebih rendah dibandingkan harga jual
produk normal. Siapa yang akan membelinya? Kemungkinan besar adalah
perusahaan lain dan bukan perorangan, yang akan memperbaiki dan
menjualnya dengan harga yang relatif murah. Bisa juga bukan diperbaiki,
namun dilucuti bahan mentah dari produk tersebut dan digunakan untuk
menciptakan produk lain. Jadi, produk yang digolongkan sebagai spoilage
tidak akan diperbaiki oleh perusahaan dan akan langsung dijual.
Kapan perusahaan menemukan adanya hasil produksi yang ternyata
gagal? Umumnya pada saat inspection point, yaitu perusahaan menetapkan
suatu titik pemeriksaan, yang jika alur produksi mencapai titik yang
ditentukan perusahaan tersebut maka akan diadakan pemeriksaan langsung
atas fisik produk. Perusahaan dapat menetapkan titik pemeriksaan ini di
pertengahan atau akhir produksi. Lalu, biaya apa yang muncul? Tergantung
perlakuan perusahaan atas produk-produk gagalnya. Jika perusahaan
memutuskan untuk langsung menjualnya dengan harga yang rendah maka
biaya perusahaan adalah biaya kehilangan laba yang seharusnya didapat jika
produk tersebut normal. Perusahaan tidak akan mengeluarkan uang untuk
biaya ini, namun perusahaan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan
uang lebih. Ada dua macam spoilage yang diakui perusahaan.
a. Normal Spoilage
Adalah produk yang mengalami kegagalan akibat dari kesalahan dalam
aktivitas normal produksi. Misalkan, perusahaan tidak tepat dalam
memprediksi jumlah bahan mentah yang diperlukan sehingga di akhir
periode produksi terdapat produk gagal dikarenakan kekurangan bahan
9.6 Akuntansi Biaya 1
b. Abnormal Spoilage
Kebalikan dari normal spoilage, produk yang tergolong ke dalam produk
abnormal spoilage adalah produk gagal yang disebabkan oleh kejadian
yang jarang terjadi. Kejadian semacam apa? Misalkan, adanya banjir
yang begitu hebatnya sehingga membanjiri lokasi produksi dan produk
yang sedianya siap untuk dijual menjadi rusak dan tidak dapat dijual,
misalkan kerusakan pada mesin produksi yang sebelumnya tidak pernah
terjadi sehingga sebagian produk yang melewati mesin tersebut menjadi
cacat dan tidak terdeteksi cacatnya tersebut. Kejadian-kejadian semacam
itu tidak muncul secara rutin, namun saat “kedatangannya” pun tidak
dapat diprediksi. Karenanya, istilah abnormal spoilage menggunakan
kata abnormal yang artinya tidak normal atau luar dari biasanya.
Ketidakmampuan perusahaan untuk memprediksi kejadian-kejadian
yang menjadikan produk menjadi abnormal spoilage mengharuskan
perusahaan untuk mampu menanggulangi, bukan menunggu-nunggu
kejadian-kejadian semacam itu. Kalaupun perusahaan mencoba untuk
9.8 Akuntansi Biaya 1
B. REWORK
adanya dua macam spoilage di bulan Maret. Nilai total spoilage telah kita
dapatkan dan berdasarkan data, umumnya setiap bulan Air Bersihku
memperkirakan 2,5% dari kemasan selesai produksi adalah produk gagal dan
tergolong ke dalam produk normal spoilage. Berikut perhitungannya.
Langkah 1 Langkah 2
Jumlah Equivalent Unit
Produksi
Bahan Mentah Konversi
Persediaan WIP, 1 Maret’04 3.000
Produksi bulan Maret ’04 8.000
Total pengerjaan 11.000
Jumlah selesai produksi (9.500)
Dari persediaan awal WIP 3.000 0* 1.200**
*((100% - 100%) 3.000)
**((100% - 60%) 3.000)
Bulan Maret (6.500) 6.500 6.500 6.500
Normal Spoilage (200) 200 200 200
(*100% x 200, **100% 200)
Abnormal Spoilage (800) 800 800 800
(*100% x 800, **100% 800)
Persediaan WIP, 31 Maret ’04
(*100% x 500, **75% 500) 500 500* 375
Total pengerjaan terhitung 11.000
Total Equivalent Unit 8.000 9.075
PAJA3336/MODUL 9 9.15
Perhitungan Varians:
Bahan mentah Konversi
Penambahan Biaya Produksi
Maret ’04 Rp12.000.000,00* Rp6.352.500,00**
(*Rp1.500,00 8.000,
**Rp700,00 9.075)
Biaya aktual Maret ’04 Rp11.200.000,00 Rp6.900.000,00
Varians Rp 800.000,00 F Rp 547.500,00U
PAJA3336/MODUL 9 9.19
Jurnalnya:
* Pengeluaran kas untuk menggaji tenaga kerja dan overhead applied, untuk
mengakui biaya-biaya overhead.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 1, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
9.24 Akuntansi Biaya 1
Kegiatan Belajar 2
Seperti halnya process costing maka metode job costing pun mengakui
adanya dua macam spoilage. Perlakuannya pun sama, normal spoilage
digabungkan ke dalam biaya produksi sedangkan abnormal spoilage
mengurangi pendapatan sebagai kerugian perusahaan. Kita akan langsung
membahas perhitungan dan pencatatannya dengan contoh di bawah ini.
Contoh
Sebuah perusahaan skala kecil dengan nama Kenangan, menjalankan
usaha jasa dengan memproduksi pigura untuk foto, lukisan, dan berbagai
jenis gambar lainnya. Pigura dibentuk sesuai ukuran gambar yang diserahkan
konsumen dan bahannya dari kayu, yang kemudian bisa dicat sesuai warna
permintaan konsumen. Perusahaan, sesuai karakteristik metode job costing.
Untuk bulan Maret, ada 20 jenis pesanan (job order) yang harus diselesaikan
Kenangan dan pencatatan berdasarkan nama konsumen. Misalkan, pesanan
A, B, dan nama-nama konsumen lainnya.
Pesanan A (konsumen A) terdiri dari 4 pigura dengan ukuran yang tidak
jauh berbeda. Untuk setiap pigura pesanan A, perusahaan mengeluarkan
biaya produksi sebesar Rp25.000,00. Nilai tersebut sudah termasuk bahan
mentah, tenaga kerja, dan biaya overhead. Perusahaan mencatatnya sebagai
berikut.
PAJA3336/MODUL 9 9.25
Setiap pigura baik yang dihasilkan akan menanggung biaya tambahan yang
dialokasikan dari biaya spoilage pesanan A sebesar Rp4.000,00. Bagaimana
pencatatannya? Berikut jurnalnya dengan contoh untuk pesanan F.
Seperti yang Anda bisa lihat, nilai Rp4.000,00 menambah nilai WIP
pesanan F, yang kelak jika sudah selesai tentunya akan memperbesar biaya
produksi untuk setiap pigura baik yang dipesan oleh konsumen F, yang
termasuk di dalam estimasi 50 pigura baik yang bisa dihasilkan Kenangan.
Ini berlaku untuk pesanan-pesanan lainnya. Lalu, bagaimana dengan jurnal
untuk pesanan A sendiri dan juga perhitungan biaya produksinya?
PAJA3336/MODUL 9 9.27
Pesanan A
Biaya produksi 3 pigura baik : Rp75.000,00
(Rp25.000,00 3 pigura)
Alokasi biaya spoilage
(Rp20.000,00/50 pigura) : Rp 4.000,00
Total biaya produksi : Rp79.000,00
Jumlah pigura baik yang dihasilkan : 3
Biaya produksi per pigura normal : Rp26.333,33333
Pesanan A
Biaya produksi 3 pigura baik : Rp75.000,00
(Rp25.000,00 3 pigura)
Total biaya produksi : Rp75.000,00
Jumlah pigura baik yang dihasilkan : 3
Biaya produksi per pigura normal : Rp25.000,00
B. REWORK
Kita telah membahas definisi istilah ini dan seluk beluknya di awal
modul ini. Kini kita akan langsung menggunakan contoh untuk menyajikan
perhitungan aktivitas rework. Kita kembali menggunakan perusahaan
Kenangan sebagai contoh dan setelah pemiliknya memutuskan untuk
memperbaiki pigura yang rusak, ia telah menghitung biaya-biaya
perbaikannya.
C. SCRAP
Jika Kenangan menganggap nilainya material dan scrap ini berasal dari
seluruh pesanan yang ada maka jurnalnya tidak bisa melibatkan WIP satu
pesanan tertentu, namun dianggap mengurangi biaya overhead untuk
produksi. Berikut jurnalnya.
Cara kedua untuk mengakui keberadaan scrap dan nilainya adalah saat
selesai produksi. Pengakuan tidak menunggu hingga scrap terjual, melainkan
langsung saat setelah produksi dan dihitung nilainya. Ini berarti
pencatatannya berbentuk jurnal dan tidak di dokumen terpisah. Perlukah
perusahaan mencatatnya dalam akun baru, yaitu persediaan scrap? Tidak,
cukup menambah saldo akun Bahan Mentah. Jika penambahan bahan mentah
kita catat di sisi debit dalam jurnalnya, akun apa yang akan kita gunakan di
sisi kreditnya? Lagi-lagi perusahaan harus memutuskan, apakah scrap
dianggap dari satu pesanan tertentu atau dari berbagai macam pesanan. Jika
9.32 Akuntansi Biaya 1
dianggap dari satu pesanan tertentu maka scrap yang merupakan sisa dari
aktivitas produksi, akan “dikeluarkan” dari WIP. Ini menunjukkan bahwa
scrap hendak disimpan terlebih dahulu karena menambah saldo akun Bahan
Mentah. Berikut jurnalnya.
Pencatatan Scrap
Bahan Mentah Rp85.000,00
Biaya Overhead Rp85.000,00
Penjualan Scrap
Kas (atau Piutang Dagang) Rp85.000,00
Bahan Mentah Rp85.000,00
atau
PAJA3336/MODUL 9 9.33
metode job costing? Perlakuan dan pencatatan scrap untuk process costing
sama dengan perlakuan dan pencatatan scrap yang digunakan job costing,
namun khusus untuk perlakuan dengan asumsi bahwa scrap berasal dari
berbagai macam produk. Jika menggunakan asumsi bahwa scrap berasal dari
satu pesanan tertentu maka tidak akan bisa diterapkan dalam process costing
karena memang tidak ada istilah pesanan dalam process costing. Jadi,
perlakuan atas scrap untuk process costing sama dengan perlakuan job
costing yang menggunakan asumsi sumber scrap berasal dari banyak produk.
Kesamaan inilah yang menjadikan pembahasan kita mengenai scrap hanya
untuk job costing dan untuk process costing, Anda bisa mencoba membuat
jurnalnya dengan menerapkan cara perlakuan scrap untuk job costing
LAT IH A N
1) Apakah metode job costing mengakui adanya dua macam spoilage? Dan
bagaimana perlakuannya?
2) Apakah yang dimaksud dengan scrap?
3) Jelaskan dua macam metode pencatatan untuk scrap!
4) Mengapa Rework tidak lazim dilakukan oleh perusahaan yang
menggunakan process costing?
5) Jelaskan perbedaan hybrid costing dengan process costing?
R A NG KU M AN
Perhitungan spoilage untuk job costing telah kita pelajari. Kita pun
sudah menyempurnakan pemahaman kita dengan pembahasan mengenai
scrap dan bagaimana memperlakukannya. Cukup sulit bagi sebuah
perusahaan untuk menghilangkan spoilage secara keseluruhan karenanya
perhitungan job costing dan process costing yang melibatkan spoilage
terasa sangat penting.
TES F OR M AT IF 2
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 2, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
PAJA3336/MODUL 9 9.39
Tes Formatif 1
Berikut perhitungan untuk menjawab No.1 sampai dengan 5.
Langkah 1 Langkah 2
Jumlah Produksi Equivalent Unit
Bahan Konversi
Mentah
Persediaan WIP, 1 Desember ’04 1.500
Produksi bulan Desember ’04 4.000
Total pengerjaan 5.500
Jumlah selesai produksi 4.500 4.500 4.500
Abnormal Spoilage (500)
(*100% 500, **100% 500) 500 500* 500**
Persediaan WIP, 31 Des’04
(*100% 500, **75% 500) 500 500* 375**
Total pengerjaan yang terhitung 5.500
Total Equivalent Unit 5.500 5.375
Tes Formatif 2
1) D Sudah jelas.
2) A Sudah jelas.
3) D Sudah jelas.
4) C Perusahaan akan berusaha sebisa mungkin untuk tidak mengingkari
kesepakatan awalnya mengenai harga produk yang dipesan
konsumen.
5) D Sudah jelas.
PAJA3336/MODUL 9 9.41
Glosarium
Daftar Pustaka
Echols, John M., Shadily, Hassan. (1994). Kamus Indonesia Inggris. Jakarta:
Gramedia.
Horngren, Charles T., Datar, Srikant M., Foster, George. (2003). Cost
Accounting, A Managerial Emphasis. New Jersey: Prentice Hall.
Siegel, Joel G., Shim, Jae K. (1994). Kamus Istilah Akuntansi. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Modul 10
PEN D A HU L UA N
KEGIATAN BELAJAR 1
Biaya Kualitas
K ualitas. Inilah kata yang sudah tidak lagi asing bagi setiap jenis usaha,
baik itu perusahaan dagang maupun manufaktur. Hampir semua
perusahaan menerima kenyataan bahwa sebuah produk atau jasa yang mereka
hasilkan tanpa diiringi oleh kualitas yang diharapkan konsumen maka mereka
harus siap-siap untuk kecewa. Dengan semakin pesatnya persaingan
antarperusahaan maka harga murah bukan satu-satunya faktor yang
mendorong seorang konsumen untuk melakukan pembelian. Konsumen di
masa kini sudah semakin menyadari betapa pentingnya suatu produk harus
berkualitas dan tugas perusahaan untuk memastikan kualitas yang ditawarkan
jangan sampai mengorbankan terjangkaunya harga produk. Namun,
menghasilkan produk yang berkualitas tidak semudah membalik telapak
tangan, terlebih untuk perusahaan manufaktur.
Perusahaan manufaktur menjalankan lebih banyak aktivitas
dibandingkan jenis perusahaan dagang dan jasa. Diawali dengan pembelian
bahan mentah hingga layanan purnajual. Jika perusahaan ingin menghasilkan
suatu produk yang berkualitas maka pencapaian kualitas sudah harus mulai
diawali sejak pemilihan bahan mentah. Perusahaan tidak akan mungkin bisa
menghasilkan produk berkualitas jika tidak menjalankan aktivitas
pengendalian kualitas secara menyeluruh, bahkan hingga layanan purnajual.
Sebuah produk yang berkualitas harus didukung oleh layanan purnajual yang
juga berkualitas.
Usaha untuk menghasilkan produk yang berkualitas ini bukan hanya
terdorong oleh harapan akan kepuasan konsumen, yang berarti peningkatan
penjualan dan loyalitas, namun juga terkait dengan biaya. Sebuah produk
yang tidak berkualitas bukan hanya berpotensi membahayakan penjualan
produk tersebut, melainkan juga berpotensi untuk memaksa perusahaan
mengeluarkan biaya-biaya. Apa saja biayanya? Segala macam biaya yang
muncul karena tidak diperhatikannya kualitas dan jangan Anda mengira
bahwa biaya-biaya ini terjadi hanya dalam aktivitas produksi perusahaan,
misalkan biaya perbaikan, namun juga bisa terjadi setelah produk terjual dan
keluhan konsumen yang memicu “biaya kualitas” tersebut. Karenanya
perusahaan tidak memiliki pilihan lain. Jika meninggalkan kualitas maka
10.4 Akuntansi Biaya 1
A. UNSUR KUALITAS
Jika kita membedah isi kualitas maka akan kita temukan istilah ini terdiri
dari dua macam unsur. Pertama, apa yang disebut dengan Quality of Design
yang bila kita terjemahkan maka akan berbunyi kualitas desain. Desain apa?
Produk tentunya dan unsur quality of design merupakan unsur kualitas yang
menunjukkan seberapa besar kesesuaian antara spesifikasi produk yang
dihasilkan perusahaan dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Fokus
utama sebuah perusahaan adalah konsumen dan untuk memuaskan kebutuhan
mereka maka perusahaan harus dapat menciptakan produk yang memenuhi
harapan konsumen, harapan yang tentunya sejalan dengan kebutuhan mereka.
Jika kita bisa meranking dua unsur yang ada pada kualitas maka unsur inilah
yang menempati ranking pertama. Kita tidak perlu terlalu jauh membahas
PAJA3336/MODUL 10 10.5
pada kesesuaian antara kemampuan nyata dengan yang ditawarkan karena hal
yang paling penting pada tahap pertama pengambilan keputusan oleh
konsumen adalah apakah ia membutuhkannya atau tidak.
Misalkan, Anda ingin membeli sebuah printer yang jenis penggunaan
tintanya hemat. Anda pun mengunjungi toko perlengkapan komputer
terdekat. Unsur kualitas pertama yang Anda perhatikan tentunya adalah
apakah spesifikasi dari bermacam-macam printer yang tersedia untuk dijual
dapat memenuhi kebutuhan Anda. Anda akan menemukan macam-macam
printer dengan berbagai kemampuan, namun jangan lupa, printer yang Anda
cari adalah printer yang penggunaan tintanya hemat. Kebutuhan Anda adalah
printer semacam itu dan Anda tentunya akan mencari sesuai dengan apa yang
Anda butuhkan. Sebuah printer bisa memenuhi kebutuhan Anda dan printer
tersebut bisa dikatakan telah memiliki unsur kualitas yang pertama.
Mengapa? Karena bisa memenuhi keinginan dan kebutuhan Anda sebagai
konsumen. Perusahaan yang memanufaktur printer tersebut telah berhasil
memenuhi unsur quality of design untuk produk printer-nya. Nah, Anda pun
telah memilih printer tersebut dan Anda pun membelinya. Apakah harapan
Anda selanjutnya? Tentunya adalah terbuktinya harapan Anda akan sebuah
printer dengan tinta yang hemat. Jadi, pertanyaannya, apakah benar printer
ini hemat penggunaan tintanya? Kita akan memasuki pembahasan unsur
kualitas yang kedua, yaitu conformance quality.
Produk yang hanya memenuhi unsur kualitas pertama tidaklah cukup
karena konsumen perlu bukti akan kesesuaian antara harapannya dengan
produk yang tersedia tersebut. Benar tidaknya klaim perusahaan yang
memanufakturnya akan terlihat saat kita menggunakan printer tersebut dan
hanya setelah pembuktian inilah kita sebagai konsumen bisa menentukan
apakah printer yang kita beli benar-benar berkualitas (memenuhi dua unsur
kualitas). Lalu, apakah perusahaan berarti membuat klaim tanpa dasar bahwa
untuk printer hasil produksi mereka penggunaan tintanya hemat? Tentu tidak
karena umumnya perusahaan akan mengujinya terlebih dahulu sebelum
menjualnya ke konsumen. Jadi, sebuah produk dapat dikatakan berkualitas
jika sesuai dengan kebutuhan konsumen, namun dengan didahului oleh
pengujian untuk membuktikan apa yang dijanjikan produk tersebut. Nah,
bagaimana jika sebuah perusahaan melalaikan pencapaian kualitas pada
produknya? Seperti yang telah kita bahas akan ada biaya yang muncul dan
pembahasan pertama kita adalah bagaimana dan berapa biaya yang
dibutuhkan untuk mencapai unsur kualitas pertama, yaitu quality of design.
10.6 Akuntansi Biaya 1
Untuk nilai standar deviasi agar kita tidak terjebak pada seluk-beluk
proses menghitungnya, kita akan menyederhanakan contoh ini dengan
langsung mengasumsikan nilainya, yaitu 2. Jika Anda ingin memahami lebih
dalam perhitungan standar deviasi, pasti bisa Anda temukan di buku-buku
Statistika. Nah, kita telah mendapatkan nilai mean dan standar deviasi dan
10.14 Akuntansi Biaya 1
kedua nilai ini akan membentuk batas toleransi jumlah produk cacat yang
masih bisa diterima oleh Istana Ikan. Lalu, dari mana data-data yang
menunjukkan frekuensi dihasilkannya akuarium cacat? Perlu diingat, bahwa
nilai 100 unit akuarium cacat yang ditemukan dalam 25 kali observasi adalah
berupa observasi acak (random) dan tidak menyeluruh. Nah, data-data yang
menunjukkan frekuensi dihasilkannya akuarium cacat akan ditemukan
dengan dilakukannya observasi menyeluruh pada setiap akuarium yang
diproduksi. Data-data inilah yang akan dibandingkan dengan batas toleransi
perusahaan. Berikut data-datanya.
Periode Observasi : Agustus 2004
Jumlah produksi : 500 akuarium
Minggu I Agustus : 3 akuarium cacat
Minggu II Agustus : 5 akuarium cacat
Minggu III Agustus : 9 akuarium cacat
Minggu IV Agustus : 1 akuarium cacat
B
a
t
a
s
Periode Observasi
Gambar 10.1.
Grafik SQC
PAJA3336/MODUL 10 10.15
Perhatikan, mengapa data di atas diurut dari kasus yang paling sering
terjadi hingga kasus yang paling jarang terjadi? Karena Pareto Diagram
berfungsi untuk menunjukkan kepada manajer, kasus penyimpangan mana
yang paling sering terjadi, kemudian yang kedua paling sering terjadi hingga
yang paling jarang terjadi. Dengan pengurutan semacam ini, manajer dapat
menentukan prioritasnya untuk analisis dan juga perbaikan (rework).
Tentunya manajer Istana Ikan memprioritaskan analisis dan perbaikan atas
kasus yang paling sering terjadi, namun bukan berarti kasus yang jarang
terjadi akan dibiarkan begitu saja karena masih dalam urutan prioritas,
walaupun di nomor prioritas yang terbawah. Setelah data telah terkumpul dan
diurutkan, kini akan disajikan Pareto Diagram.
PAJA3336/MODUL 10 10.17
Pareto Diagram
12
Bentuk
tidak sesuai
Frekuensi Penyimpangan
10
Banyak
8 goresan Sisi pinggir atas
tidak rata
6 Kacanya Keruh
4
Bocor
2
0
Kasus Penyimpangan
Gambar 10.2.
Pareto Diagram
Ceroboh Desain
terlalu rumit
Tergesa-gesa
Salah
penyetelan Kekurangan
persediaan
Kurang
perawatan Kurang
perawatan
Faktor Faktor
Mesin dan Peralatan Bahan Mentah
Produksi
Gambar 10.3.
Cause and Effect Diagram
PAJA3336/MODUL 10 10.19
jumlah tersebut. Setiap proses produksi yang hanya bisa memenuhi target
jumlah dengan mengorbankan target waktu maka setiap menit yang berjalan,
perusahaan kehilangan kesempatan untuk menjual produknya seandainya
bisa menjualnya lebih awal (yang berarti selesai produksinya pun seharusnya
sesuai target). Ini adalah kaitan antara waktu dengan perusahaan, namun
adakah kaitan antara waktu dengan konsumen? Ada, dan pembahasan berikut
ini mengenai kemampuan perusahaan untuk memperkecil rentang waktu
customer response time.
Apakah makna istilah tersebut? Customer response time adalah rentang
waktu yang harus ditunggu seorang konsumen, sejak ia memesan produk dari
sebuah perusahaan hingga produk tersebut berada di tangannya. Istilah
tersebut menunjukkan seberapa cepat pemrosesan pemesanan konsumen atas
produk perusahaan. Semakin cepat waktu yang diperlukan perusahaan untuk
memenuhi kebutuhan konsumen maka semakin kecil rentang waktunya.
Sebenarnya, aktivitas apa saja yang dilakukan perusahaan sehingga
menjadikan konsumen harus menunggu? Berikut daftar aktivitas perusahaan
dalam memproses pemesanan konsumen dan disajikan berurutan. Kita
mengasumsikan produk yang diinginkan konsumen adalah hasil produksi
perusahaan yang menggunakan metode job costing dalam penentuan biaya
produknya, yang artinya produk yang diproduksi berdasarkan pesanan.
1. Menerima pesanan.
2. Meneruskan pesanan ke bagian produksi.
3. Menyiapkan perangkat produksi.
4. Menjalankan proses produksi hingga selesai.
5. Mengirim produk pesanan ke konsumen.
juga mampu memproses hingga 100 unit. Masalah muncul tatkala hendak
memasuki mesin C. Mesin ini cuma mampu memproses 75 unit, yang berarti
dari 100 unit produk yang sudah selesai diproses di mesin B, hanya 75 unit
yang bisa diproses. Bagaimana dengan sisa unit sebesar 25? Unit ini harus
menunggu untuk bisa diproses, yaitu setelah 50 unit dari 75 unit yang
diproses mesin C sudah selesai maka 25 unit yang menunggu tersebut baru
bisa diproses di mesin tersebut. Nah, inilah salah satu bentuk situasi
bottleneck dan dalam dunia nyata, di mana jumlah produksi mencapai ribuan
bahkan ratusan ribu produk maka ini menjadi masalah yang sangat
mengganggu. Proses produksi yang sedianya lancar di awal, menjadi lambat
di akhir produksi karena “penyempitan” kapasitas produksi. Inti masalah
adalah kapasitas.
Sebenarnya, masalah ini bukan hanya menjadi beban perusahaan yang
menggunakan alur produksi berurutan, namun juga bagi perusahaan yang
memproduksi lebih dari satu macam produk, yang mana ada mesin yang
digunakan bersama-sama. Misalkan, perusahaan memproduksi dua macam
produk, yaitu produk 1 dan 2. Produk 1 dan 2 memiliki bentuk dan fungsi
yang berbeda, namun karena berasal dari bahan mentah yang sama maka
untuk penyempurnaan produk di akhir produksi, keduanya menggunakan
mesin yang sama. Nah, masalah pun kembali muncul, namun bukan masalah
kapasitas. Misalkan, tatkala produk 1 sedang diproses di mesin
penyempurnaan produk tersebut (mesin finishing) maka produk 2 harus
menunggu untuk bisa diproses. Sekali lagi, di dunia nyata dengan jumlah
produksi yang sangat besar ini akan menjadi masalah yang harus cepat
ditanggulangi kalau tidak ingin kehilangan kesempatan untuk menjual lebih
seandainya tidak ada aktivitas menunggu semacam itu. Lagi pula aktivitas
menunggu tidak menghasilkan apa-apa, tidak menambah nilai jual produk
ataupun nilai tambah untuk fungsi produk. Ini adalah aktivitas yang
membuang waktu berharga perusahaan dan situasi bottleneck inilah yang
memicunya. Untuk menanggulangi masalah ini, perusahaan dapat
menerapkan sebuah jalan ke luar, yaitu dengan menggunakan theory of
constraints.
Teori ini mencoba membantu perusahaan untuk bisa tetap
memaksimalkan laba operasi walaupun sedang menghadapi situasi
bottleneck. Tujuan TOC adalah meningkatkan throughput contribution. Apa
arti throughput contribution? Kita telah membahasnya walaupun singkat,
yaitu nilai selisih antara pendapatan dengan biaya bahan mentah. Nilai ini
10.24 Akuntansi Biaya 1
menunjukkan value added (nilai tambah) sebuah produk, dari sekadar bahan
mentah pada awalnya, kini menjadi produk siap jual. Jadi, selisih ini,
walaupun berupa biaya, namun menambah nilai bahan mentah dengan
mengolahnya sehingga menjadi barang jadi. Pencapaian nilai tambah ini
dapat terhambat dengan adanya situasi bottleneck karena memperlambat
penciptaan banyak produk. Perusahaan harus bisa memperbesar perbedaan
antara nilai throughput contribution dengan biaya yang dikeluarkan untuk
menjadikan proses produksi semakin efektif dan efisien. Untuk mencapai hal
ini dan sekaligus menanggulangi masalah bottleneck, teori ini memiliki 4
langkah penyelesaian dan berikut langkah-langkahnya.
pada mesin tersebut. Jika ini terjadi, justru akan menambah masalah yang ada
sehingga proses produksi bukan hanya menjadi lambat, melainkan bisa
berhenti total pada tahap yang membutuhkan mesin tersebut. Lalu apa yang
bisa dilakukan perusahaan? Berikut beberapa alternatifnya.
a. Mengurangi hingga habis idle time pada mesin pemicu bottleneck, yaitu
waktu-waktu yang tidak menambah nilai tambah produk, seperti waktu
yang diperlukan untuk penyetelan dan pemanasan mesin. Aktivitas-
aktivitas semacam ini harus lebih dipercepat sehingga menambah waktu
untuk produksi, bukan menambah waktu untuk persiapan produksi.
Alternatif ini membutuhkan biaya yang paling kecil, misalkan hanya
biaya untuk pelatihan bagi karyawan produksi.
b. Menggunakan outsourcing, yaitu menggunakan jasa pihak di luar
perusahaan untuk menyelesaikan tahap produksi di mana muncul situasi
bottleneck. Untuk menghemat biaya, tidak perlu seluruh unit diproses di
luar perusahaan, namun cukup unit yang tidak tertampung di mesin
perusahaan sehingga perusahaan tidak perlu mengurangi target jumlah
produksi cuma karena permasalahan kapasitas mesin. Alternatif ini
membutuhkan biaya yang lebih besar dibandingkan alternatif 1 karena
perusahaan harus menggunakan jasa pihak luar.
c. Mengganti mesin yang berkapasitas rendah dengan mesin yang memiliki
daya tampung yang sesuai untuk kebutuhan perusahaan. Umumnya
mesin-mesin produksi tidak mudah untuk dimodifikasi agar bisa
memiliki daya tampung lebih. Oleh karena itu, solusi yang paling cepat,
namun juga paling mahal ini sebaiknya menjadi pilihan terakhir
perusahaan.
macam kerugian, dari tidak tercapainya target produksi hingga lamban dalam
memenuhi kebutuhan konsumen. Segala biaya yang timbul akibat kegagalan
tersebut dapat digolongkan menjadi internal failure cost dan situasi
bottleneck ini benar-benar dapat membahayakan usaha pencapaian kualitas.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
2) Biaya yang muncul akibat kehilangan peluang untuk produk dapat terjual
seandainya perusahaan bisa menghasilkan produk yang benar-benar
memuaskan konsumen adalah ….
A. prevention cost
B. appraisal cost
C. internal failure cost
D. opportunity cost
10.28 Akuntansi Biaya 1
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 1, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
10.30 Akuntansi Biaya 1
Kegiatan Belajar 2
Joint Product
A. JOINT PRODUCT
Istilah ini jika kita terjemahkan maka akan berbunyi “produk gabungan”.
Terjemahan istilah ini menunjukkan kepada kita bahwa produk ini bukan
hanya terdiri dari satu jenis unsur, melainkan lebih. Perlu diingat, yang
namanya “produk gabungan” dihasilkan oleh satu rangkaian produksi, bukan
dua rangkaian yang berjalan bersama-sama. Karena menggunakan istilah
“gabungan” maka pasti kita dapat menentukan unsur-unsur yang telah
bergabung. Dengan menggunakan contoh perusahaan pengolah daging ayam,
perusahaan ini membeli ayam yang masih hidup, kemudian diolah.
Pengolahan menggunakan mesin dan menghasilkan daging dengan berat
bermacam-macam kilogram, kemudian dijual. Pertanyaannya, apakah hanya
daging mentah yang bisa dihasilkan dari seekor ayam? Nampaknya ada
bagian lain yang juga bisa dijual, yakni kulit ayam. Satu ekor ayam
menghasilkan dua produk yang dapat dijual, yaitu daging mentah dan kulit.
Kini kita harus menentukan, sampai pada tahap proses produksi yang mana,
kita dapat membedakan dengan jelas kedua produk yang dihasilkan.
Dalam proses produksi, perusahaan akan mencapai satu titik yang mulai
terlihat perbedaan antara kedua produk. Misalnya, dalam pengolahan ayam
hidup. Setelah dipotong maka bulunya akan dicabuti. Kemudian, dikuliti dan
dipotong-potong. Nah, pada titik manakah dua produk tersebut sudah dapat
dibedakan? Setelah dikuliti maka kulit ayam sudah kita dapatkan dan daging
pun sudah dengan jelas terlihat. Proses pemotongan pun dapat dilakukan.
Itulah titik disebut splitoff point, yaitu titik yang menunjukkan pemisahan
dalam proses produksi sehingga dapat terlihat dengan jelas adanya dua
produk yang dapat dijual.
Apakah akan ada perbedaan harga antarproduk tersebut? Tergantung
seberapa besar harga yang beredar di berbagai toko daging. Tidak menutup
kemungkinan harganya sama, namun juga sama sekali tidak menutup
kemungkinan harganya akan jauh berbeda. Jika kita telah memutuskan bahwa
daging mentah dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan
kulit maka daging mentah yang disebut main product. Apa artinya? Yaitu,
produk yang lebih utama dibandingkan produk lainnya. Apa yang
10.32 Akuntansi Biaya 1
Contoh:
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita akan langsung menggunakan
contoh perhitungannya dengan data-data tahun 2004 sebagai berikut.
Dapat Anda lihat, penggunaan metode ini menjadikan laba kotor untuk
produk kulit ayam menjadi negatif. Seharusnya laba kotor total jumlahnya
Rp3.600.000,00, menjadi berkurang karena meruginya produk kulit ayam
sebesar Rp600.000,00 sehingga menjadi hanya Rp3.000.000,00. Namun,
perlu diingat, hanya dalam metode ini perusahaan menjadi merugi untuk
produk kulit ayam. Kini saatnya untuk memasuki 2 metode market based
lainnya, dengan didahului oleh pembahasan mengenai pemrosesan lebih
lanjut untuk daging mentah dan kulit ayam.
mentah. Daging ayam dalam bentuk seperti ini sudah dapat dijual,
namun perusahaan memiliki kesempatan untuk dapat menjualnya dengan
harga yang lebih tinggi. Bagaimana caranya? Dengan pemrosesan lebih
lanjut, yaitu mengubahnya menjadi bentuk nugget. Anda tahu apa itu
nugget? Nugget adalah daging ayam atau daging lainnya yang dijual
dengan bermacam-macam bentuk dan tidak lagi ada tulang di dalamnya.
Walaupun berbeda bentuk dengan daging mentah, namun bahan
mentahnya tetap sama, yaitu daging. Biasanya, produk ini dijual di
berbagai pasar swalayan dan memiliki harga jual yang lebih tinggi.
Perhatikan, pemrosesan lebih lanjut belum tentu menghasilkan produk
dengan segmen pasar yang sama. Daging mentah masih dapat dijangkau
oleh kalangan bawah, namun nugget umumnya hanya bisa dijangkau
oleh kalangan menengah hingga atas.
Bagaimana dengan kulit ayam? Apakah produk ini masih diproses lebih
lanjut? Jika memang tidak memungkinkan, yang jelas tidak perlu
dipaksakan. Namun jika perusahaan berpikir lebih keras maka mungkin
saja kulit ayam dapat diproses lebih lanjut menjadi keripik kulit ayam.
Apakah mungkin? Tentu saja mungkin, bahkan produk dalam bentuk
baru ini lebih bisa dikonsumsi oleh semua kalangan karena dapat
diplastik dan langsung siap untuk dimakan.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah semua produk perlu diproses lebih
lanjut? Tergantung jenis produknya jika produk tersebut tidak mungkin
diubah lagi bentuknya atau jika bisa diproses lebih lanjut justru akan
menurunkan harga jualnya maka produk tersebut tidak perlu untuk
diproses lebih lanjut. Namun, jika memang perusahaan ini menginginkan
membuat variasi dalam produknya maka keripik kulit ayam patut dicoba,
walaupun, misal harga jualnya lebih rendah dibandingkan harga kulit
ayam. Syarat utamanya satu, yaitu biaya untuk memproses lebih lanjut
sebuah produk jangan sampai lebih besar dibandingkan nilai penjualan
produk dengan bentuk baru tersebut. Mungkin Anda bertanya, apakah
ada biaya tambahan? Tentu meskipun bahan mentahnya sama, namun
perubahan bentuk jelas memerlukan perangkat tambahan dan ini
menimbulkan biaya lagi untuk perusahaan.
10.38 Akuntansi Biaya 1
Keripik
Nugget Total
Kulit Ayam
Penjualan setelah proses lebih lanjut Rp7.400.000,00 Rp475.000,00 Rp7.875.000,00
Nugget (Rp20.000,00 370 kg)
Keripik kulit Ayam (Rp2.500,00 190 kg)
(-) Biaya pemrosesan lebih lanjut Rp1.500.000,00 Rp275.000,00* Rp1.775.000,00
Nugget
Keripik kulit Ayam*
(=) Net Realizable Value Rp5.900.000,00 Rp200.000,00* Rp6.100.000,00
Nugget
Keripik kulit Ayam
Bobot untuk alokasi 0,97 0,03
Nugget (Rp5.900.000,00/Rp6.100.000,00)
Keripik kulit Ayam
(Rp200.000,00/Rp6.100.000,00)
Alokasi atas Biaya Gabungan Rp2.910.000,00 Rp90.000,00 Rp3.000.000,00
Nugget (0,97 Rp3.000.000,00)
Keripik kulit Ayam (0,03
Rp3.000.000,00)
Biaya Gabungan per kilogram Rp11.025,00/kg Rp1.825,00/kg
Nugget
((Rp1.500.000,00 x Rp2.910.000,00)/400
kg)
Keripik kulit Ayam
((Rp275.000,00 + Rp90.000,00)/200 kg)
10.40 Akuntansi Biaya 1
Kedua, kita akan menghitung berapa besarnya total biaya yang dikandung
masing-masing produk. Inilah perhitungannya.
Keripik
Nugget Total
Kulit Ayam
Nilai Penjualan untuk Rp8.000.000,00 Rp500.000,00 Rp8.500.000,00
Total Produksi
Nugget (Rp20.000,00
400 kg)
Keripik Kulit Ayam
(Rp2.500,00 200 kg)
(-) Gross Margin (Rp3.505.600,00) (Rp219.400,00) (Rp3.740.000,00)
Nugget (43,82%
Rp8.000.00)
Keripik Kulit Ayam
(43,82% Rp500.000,00)
(=) Cost of goods available Rp4.494.400,00 Rp280.600,00 Rp4.775.000,00
for sale
* Untuk menggenapkan menjadi Rp3.725.000,00 maka nilai Rp219.100,00 (43,82%
Rp500.000,00) dibulatkan menjadi Rp219.400,00. Pembulatan ini masih tergolong
wajar karena besarnya persentase pun hanya dua angka di belakang koma .
Nilai cost of goods available for sale adalah gabungan dari dua macam
biaya, yaitu biaya gabungan dengan biaya pemrosesan lebih lanjut. Nah,
untuk mendapatkan biaya gabungan masing-masing produk maka nilai cost
of goods available for sale akan dikurangi dengan biaya pemrosesan lebih
lanjut. Inilah langkah ketiga.
10.42 Akuntansi Biaya 1
Keripik
Nugget Total
Kulit Ayam
Cost of goods
available for sale Rp4.494.400,00 Rp280.600,00 Rp4.775.000,00
(-) Biaya
pemrosesan lebih
lanjut (Rp1.500.000,00) (Rp275.000,00) (Rp1.775.000,00)
Alokasi Biaya Rp2.994.400,00 Rp5.600,00 Rp3.000.000,00
Gabungan
Keripik
Nugget Total
Kulit Ayam
Penjualan Rp7.400.000,00 Rp475.000,00 Rp7.875.000,00
Nugget (Rp20.000,00
370 kg)
Keripik kulit Ayam
(Rp2.500,00 190 kg)
HPP:
Biaya Gabungan Rp2.994.400,00 Rp5.600,00 Rp3.000.000,00
Nugget (0,97
Rp3.000.000,00)
Keripik Kulit ayam (0,03
Rp3.000.000,00)
(+) Biaya Pemrosesan
Lebih Lanjut Rp1.500.000,00 Rp275.000,00 Rp1.775.000,00
(=) Cost of Goods Rp4.494.400,00 Rp280.600,00 Rp4.775.000,00
Available For Sale
(-) Persediaan akhir (Rp337.080,00) (Rp14.030,00) (Rp351.110,00)
Nugget (Rp11.236,00*
30 kg)
PAJA3336/MODUL 10 10.43
Keripik
Nugget Total
Kulit Ayam
Keripik Kulit ayam
(Rp1.403,00** 10 kg)
(=) Nilai HPP Rp4.157.320,00 Rp266.570,00 Rp4.423.890,00
Gross Margin Rp3.242.680,00 Rp208.430,00 Rp3.451.110,00
Persentase Gross 43,82% 43,82%*** 43,82%
Margin
*Ini adalah nilai per produk nugget untuk perhitungan persediaan akhir.
Perhitungannya yaitu nilai cost of goods available for sale dibagi dengan
total produksi Rp4.494.400,00/400 kg.
** Sama dengan perhitungan untuk nugget, Rp280.600,00/200 kg.
*** Sebenarnya, hasil perhitungannya adalah 43,88 %. Mengapa dibulatkan
menjadi 43,82%? Karena memang seharusnya nilainya 43,82% dan
jika, hasil aktualnya berbeda maka itu dikarenakan pembulatan atas
nilai alokasi biaya gabungan untuk keripik kulit ayam, yaitu
Rp5.600,00. Silakan lihat kembali perhitungan alokasi biaya gabungan
untuk metode constant gross-margin percentage NRV.
Antara 4 Metode
Kita akan membandingkan dua kelompok terlebih dahulu, yaitu
kelompok market based dengan physical measure. Seperti yang telah
kita ketahui, metode market based menggunakan harga jual sebagai
dasar alokasi, baik sebelum dan sesudah pemrosesan lebih lanjut,
sedangkan metode physical measure menggunakan jumlah satuan
produk yang dijual sebagai dasar alokasi. Mana yang lebih baik? Metode
physical measure hanya memperhitungkan jumlah satuan yang dijual
tanpa memperhitungkan harga jual dari masing-masing produk. Metode
ini meniadakan perhitungan besar kecilnya manfaat yang diterima
perusahaan, yaitu hasil penjualan sesuai harga produk masing-masing.
Lagi pula, umumnya harga yang tinggi dikarenakan biaya produksi yang
besar, yang berarti produk dengan harga yang lebih tinggi umumnya
terdorong oleh biaya yang lebih besar pula. Oleh karena itu, tidak adil
jika kita menjadikan jumlah satuan terjual sebagai dasar alokasi. Jadi,
kita telah mendapatkan kesimpulan pertama, yaitu lebih baik untuk
10.44 Akuntansi Biaya 1
1. Penyusunan Jurnal
Sebelum kita membahas penyusunan jurnal, ada satu hal yang perlu
ditekankan. Seperti yang telah kita ketahui, tujuan perusahaan memproduksi
adalah untuk menghasilkan produk utama, sedangkan produk sampingan
berupa hasil yang bisa didapat dari proses produksi untuk menghasilkan
produk utama. Jadi, produk sampingan bukan perhatian utama perusahaan. Ia
adalah hasil sekunder dari proses produksi. Mengapa kita membahas hal ini?
Karena ini berimplikasi pada penyusunan jurnal. Untuk produk utama,
produk tersebut yang siap untuk dijual dapat dimasukkan ke dalam nilai
persediaan barang jadi (finished goods). Jurnalnya pun selayaknya jurnal
pascaproduksi pada umumnya. Namun, lain untuk produk sampingan.
Apakah produk sampingan bisa dimasukkan ke dalam nilai persediaan
barang jadi produk utama? Tidak, perusahaan menciptakan akun baru, yaitu
Persediaan Produk Sampingan. Ini pun tergantung kapan perusahaan hendak
mencatat adanya produk sampingan karena produk sampingan tidak
dihasilkan oleh rangkaian produksi baru, melainkan “menumpang” proses
produksi produk utama sehingga perusahaan perlu menentukan waktu untuk
mengakuinya. Ada dua metode yang dapat digunakan perusahaan untuk
mengakui produk sampingan melalui catatan jurnal.
Pendapatan
Produk Utama (Rp8.000,00 750 kg) Rp6.000.000,00
Harga Pokok Penjualan
Biaya Manufaktur (Biaya Gabungan) Rp 3.000.000,00
(-)Pendapatan Produk Sampingan
(Rp500,00 250 kg) Rp (125.000,00)
Biaya Manufaktur Net Rp 2.875.000,00
(-)Persediaan barang jadi ((750 kg/1.000
kg) Rp2.875.000,00) Rp(2.156.250,00)
Harga Pokok Penjualan Rp (718.750,00)
Gross Margin Rp5.281.250,00
Persentase Gross Margin 88,02%
Perhatikan, penjualan produk sampingan tidak diakui sebagai
pendapatan perusahaan, melainkan mengurangi biaya gabungan untuk
mendapatkan nilai biaya manufaktur net, yaitu biaya manufaktur hanya untuk
produk utama. Kini kita akan membahas metode kedua.
Pendapatan
Produk Utama (Rp8.000,00 750 kg) Rp6.000.000,00
Produk Sampingan (Rp500,00 250 kg) Rp 125.000,00
Total pendapatan Rp6.125.000,00
Harga Pokok Penjualan
Biaya Manufaktur (Biaya Gabungan) Rp3.000.000,00
(-)Persediaan barang jadi ((750 kg/1.000 kg)
Rp3.000.000,00) Rp(2.250.000,00)
Harga Pokok Penjualan Rp(750.000,00)
Gross Margin Rp5.375.000,00
Persentase Gross Margin 87,75%
Metode 1 Metode 2
Diakui Diakui Saat
Pascaproduksi Penjualan
Pendapatan
Produk Utama Rp 6.000.000,00 Rp 6.000.000,00
Produk Sampingan Rp 0,00 Rp 125.000,00
Total pendapatan Rp 6.000.000,00 Rp 6.125.000,00
Harga Pokok Penjualan
Biaya Manufaktur (Biaya Rp 3.000.000,00 Rp 3.000.000,00
Gabungan)
(-) Pendapatan Produk Sampingan Rp (125.000,00) Rp 0,00
Biaya Manufaktur Net Rp 2.875.000,00 Rp 3.000.000,00
(-) Persediaan barang jadi Rp(2.156.250,00) Rp(2.250.000,00)
Harga Pokok Penjualan Rp 718.750,00 Rp 750.000,00
Gross Margin Rp 5.218.250,00 Rp 5.375.000,00
Persentase Gross Margin 88,02% 87,75%
Antara 2 Metode
Mana metode yang paling baik? Metode pertama digunakan jika nilai
keseluruhan produk sampingan dianggap material sehingga diakui sebagai
PAJA3336/MODUL 10 10.51
LAT IH A N
1) Main product adalah jenis produk dari joint product yang memiliki harga
jual yang lebih tinggi, sedangkan by product harga jualnya lebih rendah.
2) Titik yang menunjukkan pemisahan dalam proses produksi sehingga
dapat terlihat dengan jelas adanya dua produk yang dapat dijual.
3) Metode market based menggunakan nilai jual produk sebagai dasar
alokasi biaya produksi, sedangkan metode physical measure
menggunakan bobot produk.
10.52 Akuntansi Biaya 1
4) Sales value adalah harga jual produk, sedangkan net realizable value
adalah harga jual produk setelah diproses lebih lanjut.
5) Biaya untuk memproses lebih lanjut sebuah produk jangan sampai lebih
besar dibandingkan nilai penjualan produk dengan bentuk baru tersebut.
R A NG KU M AN
Joint product dihasilkan dari satu jenis bahan mentah dan juga dari
satu rangkaian produksi. Perusahaan yang memproduksi joint product
akan selalu dihadapkan pada keputusan apakah akan memproses lebih
lanjut sehingga harga jualnya meningkat atau tidak. Perhatian utama
pada akhirnya tentunya pada besarnya laba, bukan harga jual.
TES F OR M AT IF 2
1) Besarnya alokasi atas biaya gabungan untuk daging dan kepala adalah ....
A. Rp.900.000,00 dan Rp100.000,00
B. Rp880.000,00 dan Rp120.000,00
C. Rp808.000,00 dan Rp120.000,00
D. Rp880.000,00 dan Rp102.000,00.
2) Besarnya biaya gabungan per kilogram untuk daging dan kepala ....
A. Rp1.200,00 dan Rp600,00
B. Rp1.100,00 dan Rp600,00
C. Rp1.200,00 dan Rp700,00
D. Rp1.100,00 dan Rp700,00
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 2, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
PAJA3336/MODUL 10 10.55
Tes Formatif 1
1) D Sudah jelas.
2) D Sudah jelas.
3) C Sudah jelas.
4) D
5) B Sudah jelas.
Tes Formatif 2
Untuk jawaban No. 1 sampai dengan 5, berikut perhitungannya.
Glosarium
Kegiatan Belajar 1
Appraisal Cost : Biaya yang dikeluarkan untuk pemeriksaan
kesesuaian produk yang telah diciptakan
dengan standar kualitas.
Bottleneck : Situasi di mana sebuah produk harus melalui
tahap penciptaan dengan beberapa mesin yang
memiliki kapasitas berbeda-beda, di mana
kapasitas mesin pada tahap selanjutnya
memiliki kapasitas yang lebih rendah
dibandingkan mesin di tahap produksi
sebelumnya sehingga penciptaan produk pun
terhambat.
Cause and Effect : Salah satu bentuk metode analisis untuk
Diagram/Fishbone pengambilan keputusan, melalui diagram, yang
Diagram menyajikan berbagai macam kemungkinan
penyebab yang menjadikan desain dan bentuk
produk sering tidak sesuai dengan yang
direncanakan.
Conformance Quality : Unsur kualitas yang menunjukkan kesesuaian
antara spesifikasi dan kemampuan produk
yang ditawarkan kepada konsumen dengan
kenyataannya.
Customer Response : Rentang waktu yang harus ditunggu seorang
Time konsumen, sejak ia memesan produk dari
sebuah perusahaan hingga produk tersebut
berada di tangannya.
External Failure Cost : Biaya kualitas ini timbul jika konsumen
mengklaim adanya kerusakan produk kepada
perusahaan yang memanufakturnya. Bentuk
pengeluaran biaya macam ini adalah melalui
perbaikan atas kerusakan yang ada.
Internal Failure Cost : Segala macam biaya perbaikan atas produk,
yang telah melalui tahap pemeriksaan dan
pengujian, namun masih ditemukan ada yang
cacat (spoilage).
10.58 Akuntansi Biaya 1
Kegiatan Belajar 2
Byproduct (Produk : Jenis produk dari joint product yang memiliki
Sampingan) harga jual yang lebih rendah.
Constant Gross- : Salah satu metode untuk mengalokasikan biaya
Margin Percentage dari satu rangkaian produksi untuk joint
NRV Method product dengan menargetkan masing-masing
produk harus memiliki nilai gross margin yang
sama.
Further Processing : Pemrosesan lebih lanjut pada joint product
sehingga menghasilkan produk baru, namun
tetap dengan bahan mentah yang sama.
Joint Product (Produk : Dua atau lebih produk yang berbeda bentuk,
Gabungan) namun dihasilkan dari satu jenis bahan mentah
dan juga dari satu rangkaian produksi.
Main Product (Produk : Jenis produk dari joint product yang memiliki
Utama) harga jual yang lebih tinggi.
Net Realizable Value : Salah satu metode untuk mengalokasikan biaya
(NRV) Method dari satu rangkaian produksi untuk joint
product dengan menggunakan harga jual
masing-masing produk setelah diproses lebih
lanjut, sebagai dasar untuk mengalokasikan
biaya produksi.
Physical Measure : Salah satu metode untuk mengalokasikan biaya
Method dari satu rangkaian produksi untuk joint
product dengan menggunakan bobot produk
sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya
10.60 Akuntansi Biaya 1
produksi.
Sales Value at Splitoff : Salah satu metode untuk mengalokasikan biaya
Method dari satu rangkaian produksi untuk joint
product dengan menggunakan harga jual
masing-masing produk sebagai dasar untuk
mengalokasikan biaya produksi.
Splitoff Point (Titik : Titik yang menunjukkan pemisahan dalam
Pemisahan) proses produksi sehingga dapat terlihat dengan
jelas adanya dua produk yang dapat dijual.
PAJA3336/MODUL 10 10.61
Daftar Pustaka
Echols, John M., Shadily, Hassan. (1994). Kamus Indonesia Inggris. Jakarta:
Gramedia.
Horngren, Charles T., Datar, Srikant M., Foster, George. (2003). Cost
Accounting, A Managerial Emphasis. New Jersey: Prentice Hall.
Siegel, Joel G., Shim, Jae K. (1994). Kamus Istilah Akuntansi. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Modul 11
PEN D A HU L UA N
KEGIATAN BELAJAR 1
Harga Jual
1. Konsumen
Walaupun konsumen adalah target sebuah perusahaan untuk penjualan
produknya, yang berarti ia adalah pihak eksternal perusahaan, bukan berarti
perusahaan dapat memandang konsumen harus menerima begitu saja setiap
harga yang ditawarkan perusahaan. Justru konsumen menjadi salah satu
pertimbangan utama perusahaan untuk menentukan harga. Bagaimana
caranya? Perusahaan harus melihat dari kacamata konsumen. Perusahaan
harus membayangkan dirinya menjadi konsumen, lalu mempertanyakan
berbagai hal tentang sebuah produk.
Apakah saya memerlukan produk ini? Kalau ya, apakah harganya
sebanding dengan manfaat yang bisa saya dapatkan? Adakah produk lain
dengan manfaat yang sama, namun harganya lebih rendah? Jika saya
membeli produk tersebut hari ini, berapa lama daya tahannya sehingga saya
harus membelinya lagi kelak?
Itu adalah sedikit dari banyak pertanyaan yang ada di dalam benak
seorang konsumen tatkala hendak membeli produk. Perusahaan harus
memahami perasaan konsumen dan memahami proses pengambilan
keputusan seorang konsumen. Apa jadinya jika ternyata harga yang
ditetapkan perusahaan terlalu tinggi? Jelas konsumen akan mencari produk
lain yang serupa dengan harga yang lebih rendah. Akibatnya perusahaan
kehilangan kesempatan untuk meraih penjualan. Bagaimana jika
kebalikannya, harga yang ditetapkan terlalu rendah? Maka konsumen jelas
akan membeli produk tersebut dan tidak membeli produk lain. Apakah ini
menguntungkan? Bagi konsumen, ya. Namun, jelas tidak bagi perusahaan.
Perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk meraih penjualan yang lebih
besar dengan harga yang lebih tinggi, namun sebenarnya masih wajar di mata
konsumen dan mereka tidak merasa dirugikan oleh harga tersebut.
PAJA3336/MODUL 11 11.5
2. Pesaing
Perusahaan tidak eksis sendirian. Jika sebuah perusahaan memproduksi
piring maka piring tersebut akan dikelilingi oleh piring-piring lain yang
diproduksi oleh berbagai macam perusahaan lainnya. Hampir tidak ada
sebuah produk yang hanya diciptakan oleh sebuah perusahaan dan tidak ada
produk lain yang sejenis dengannya. Produk lain yang sejenis bukan untuk
dianggap “angin lalu”, namun juga harus dipertimbangkan. Sebuah
perusahaan harus mengenali dengan baik produk-produk sejenis yang
diproduksi oleh perusahaan lain. Bukan hanya harganya, namun karakteristik
produk tersebut, mulai dari warnanya, modelnya hingga kekurangannya.
Dengan kata lain, perusahaan tersebut mencoba menggali ilmu dari
perusahaan lain dengan mempelajari produk mereka. Pengamatan ini akan
membantu sebuah perusahaan untuk menentukan harganya. Lalu, apakah
untuk mendapatkan perhatian konsumen kita harus berpatokan pada harga
yang rendah? Belum tentu.
Konsumen tidak selalu mencari harga yang rendah, yang dicari
konsumen adalah produk yang benar-benar ia akan rasakan manfaatnya. Jadi,
walaupun ada sebuah perusahaan yang mengeluarkan produk dengan harga
yang jauh lebih murah dibandingkan produk-produk lain, tidak berarti
konsumen serta-merta akan memilih produk tersebut. Ia akan
membandingkan antarproduk dan keputusannya tidak selalu atas
pertimbangan harga. Perusahaan harus mengetahui cara untuk membedakan
produknya dari produk pesaing bukan hanya dengan membedakan harga,
namun bisa dengan kemasan, kalimat yang menunjukkan manfaat produk
tersebut bagi konsumen, nama produk tersebut yang menarik konsumen, dan
lain-lain. Apa pun cara yang ditempuh oleh sebuah perusahaan, yang pasti ia
tidak bisa menantikan keberadaan produk-produk sejenis yang telah
dikeluarkan oleh perusahaan lain.
3. Biaya
Ini jelas suatu unsur yang tidak mungkin tidak diperhitungkan dalam
menentukan harga. Panduan yang paling jelas dan valid untuk membantu
sebuah perusahaan untuk menentukan harga adalah biaya. Mengapa?
Perusahaan dengan jelas dapat melihat berapa dana yang telah
dikeluarkannya untuk menciptakan produk yang akan ditentukan harganya.
Satu hal yang pasti, biaya dapat menjadi batas minimum sebuah harga.
Artinya, hampir tidak mungkin sebuah perusahaan menjual di bawah biaya
11.6 Akuntansi Biaya 1
dan biaya yang diperhitungkan untuk menentukan harga tidak harus hanya
biaya produksi.
Biaya yang paling jelas nilainya adalah biaya produksi, karena biaya ini
yang jelas menunjukkan pengeluaran perusahaan sehingga tidak akan
kesulitan untuk menentukan harga jika hanya berdasarkan biaya produksi.
Namun, perusahaan jelas akan mengeluarkan biaya pascaproduksi. Apa saja?
Biaya-biaya seperti biaya penjualan, pengiriman, pajak, dan lain sebagainya.
Dapatkah perusahaan memperhitungkan biaya-biaya tersebut dalam
menentukan harga walaupun semua biaya itu belum terjadi?
Ya, dengan cara estimasi dan nilainya pun dapat dipastikan tidak akan
terlalu menyimpang. Dengan mudahnya mendapatkan informasi, misalkan
informasi mengenai biaya pengiriman, perusahaan sudah dapat menghitung
perkiraan biaya pengiriman yang akan dikeluarkannya walaupun produknya
belum dijual. Apakah itu berarti seluruh biaya harus diperhitungkan
perusahaan? Tergantung kebijaksanaan masing-masing perusahaan. Jika
dengan memasukkan seluruh biaya maka akan menghasilkan harga yang
tidak dapat bersaing (terlalu tinggi) maka perusahaan dapat mengeliminasi
beberapa biaya yang menurutnya tidak perlu ditanggung konsumen.
Misalkan, dengan memperhitungkan seluruh biaya pascaproduksi dan
ternyata besarnya biaya sama dengan harga produk pesaing, jelas sulit bagi
perusahaan untuk memberikan harga yang bisa lebih menarik konsumen.
Pada akhirnya, keputusan ada di tangan perusahaan.
4. Jenis Pasar
Perusahaan bukan hanya harus memperhitungkan produk pesaing yang
sejenis dengan produknya. Ia juga harus menyadari jenis pasar apa yang ia
geluti. Misalkan Anda memiliki perusahaan yang bergerak di bidang
penjualan beras. Anda harus mengetahui bahwa produk beras ini dijual di
pasar yang sangat bersaing atau disebut juga dengan pasar persaingan
sempurna. Mengapa? Karena pasar untuk beras ini digeluti oleh banyak
pesaing dan mereka pun menjual produk yang sangat mirip dengan produk
Anda. Artinya, persaingan dalam pasar ini sangatlah ketat. Konsumen dengan
mudahnya dapat berpindah dari satu produk ke produk lainnya karena
ketersediaannya yang banyak dan jenisnya yang hampir sama. Bagaimana
menentukan harga di dalam pasar seperti ini?
Masing-masing perusahaan tidak memiliki kendali penuh atas harga
produknya. Harga untuk beras, misalnya, ditetapkan atas dasar “kesepakatan”
PAJA3336/MODUL 11 11.7
Biaya Rp 750.000,00
(+) Mark up (50% Rp750.000) Rp 375.000,00
Harga Jual Rp1.125.000,00
Berapa besar mark up jika dalam bentuk persentase? Yaitu, laba operasi
tahunan per unit dibagi dengan biaya produksi, lalu dikalikan 100%. Berarti
Rp375.000,00 dibagi dengan Rp750.000,00, lalu dikalikan 100%. Hasilnya
adalah 50%. Ini adalah persentase mark up sesuai yang telah kita sajikan
dalam perhitungan harga jual. Harap dibedakan antara persentase mark up
dengan persentase ROI. Dasar perhitungannya berbeda, persentase mark up
berdasarkan biaya per produk, sedangkan persentase ROI berdasarkan modal
atau investasi yang ditanamkan. Mungkin Anda bertanya-tanya, bagaimana
caranya perusahaan menentukan besarnya persentase ROI? Itu pun ada latar
belakang perhitungannya, namun tidak akan dibahas dalam mata kuliah ini.
Anda dapat menentukan rumus perhitungannya di buku yang membahas
investasi (investment).
Adakah kekurangan yang dimiliki metode cost-plus ini? Ada. Memang
menentukan besarnya biaya sebuah produk bukan sesuatu yang rumit.
Asalkan perusahaan memiliki pencatatan biaya yang lengkap dan berusaha
semaksimal mungkin untuk menentukan seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk produk tertentu. Namun, kekurangannya adalah kesulitan dalam
menentukan besarnya modal yang ditanamkan. Perlu diketahui bahwa
perhitungan persentase mark up membutuhkan persentase ROI dan
persentase ROI ini tidak akan didapat tanpa adanya penentuan berapa modal
yang ditanamkan untuk produk tersebut. Nah, di sini masalahnya. Besarnya
modal yang digunakan dalam perhitungan bukan modal secara keseluruhan,
namun perusahaan harus menentukan berapa besarnya porsi modal untuk
produk yang akan ditentukan harganya. Dengan kata lain, dari seluruh modal
yang ditanamkan, berapa yang menjadi porsi produk A, misalnya. Ini bukan
suatu pekerjaan yang sederhana. Mengapa?
11.10 Akuntansi Biaya 1
Langkah 1
Menentukan produk apa yang ingin diciptakan dan untuk dijual. Ini
tergantung jenis usaha masing-masing perusahaan.
Langkah 2
Menentukan harga yang diinginkan. Misalkan sebuah perusahaan,
Paradise, menjual parfum (minyak wangi) menentukan harga yang
diinginkan untuk produk Moonshine adalah Rp450.000,00. Dari mana
angka ini? Angka ini merupakan hasil dari keputusan perusahaan setelah
mempertimbangkan berbagai hal seperti membandingkan produknya
dengan produk pesaing, membandingkan antarproduk pesaing, dan lain-
lain.
Langkah 3
Menentukan laba yang diinginkan dan biaya untuk mencapai kedua
target tersebut. Misalkan untuk 1 unit parfum Moonshine, Paradise
menargetkan laba sebesar 60% dari harga jual, yang berarti
Rp270.000,00. Berarti biaya produksinya adalah Rp450.000,00
dikurangi dengan Rp270.000,00, hasilnya adalah Rp180.000,00. Apakah
ini biaya yang biasa dikeluarkan Paradise? Bukan, tetapi ini adalah biaya
yang harus bisa dicapai olehnya. Biaya dengan jumlah Rp180.000,00
bisa saja merupakan biaya yang wajar, namun bisa saja biaya ini ternyata
lebih rendah dari yang biasanya. Dengan kata lain, Paradise harus bisa
menekan besarnya biaya, dengan biaya maksimal sebesar Rp180.000,00.
Langkah 4
Jika memang biaya yang ditargetkan cukup rendah maka Paradise harus
melakukan perencanaan biaya. Perencanaan ini bukan hanya
menentukan besarnya biaya-biaya manufaktur, seperti bahan mentah dan
tenaga kerja, namun juga menentukan biaya apa yang bisa dipertahankan
dan biaya apa yang harus bisa dihilangkan. Kini kita akan mengulang
sedikit pembahasan mengenai Value-Added Cost dan Nonvalue-Added
Cost.
Value-added cost adalah biaya yang menambah nilai jual sebuah produk.
Biaya ini adalah biaya yang memang diperlukan sebuah produk agar bisa
terjual. Contohnya adalah biaya bahan mentah. Biaya ini diperlukan oleh
11.12 Akuntansi Biaya 1
mengendalikan biaya-biaya usaha Anda, yang mana ini baru bisa dicapai
setelah Anda memiliki pengetahuan yang cukup atas biaya-biaya
tersebut, sedangkan untuk metode psychology pricing, Anda dapat
menggunakannya jika Anda merasa harga yang telah dihasilkan oleh
metode cost-plus dan target pricing perlu “dipercantik”. Tapi, pada
akhirnya, semuanya tergantung pada kebijaksanaan Anda selaku pemilik
perusahaan.
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
4) Dengan harga jual sebesar Rp40.000,00, maka harga yang paling tepat
untuk dikenakan kepada konsumen sesuai metode psychologic picing
adalah ....
A. Rp40.000,00
B. Rp39.900,00
C. Rp39.990,00
D. Rp 39.999,00
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 1, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
PAJA3336/MODUL 11 11.21
Kegiatan Belajar 2
Transfer Price
A. TRANSFER PRICE
Apakah Anda masih mengingat istilah cost center dan profit center yang
telah kita bahas di Modul 1? Sebuah departemen dikatakan sebagai cost
center jika departemen tersebut memusatkan perhatian hanya pada biaya dan
pengendaliannya. Tanggung jawabnya hanyalah biaya, sedangkan sebuah
departemen akan dikatakan sebagai profit center jika departemen ini
bertanggung jawab bukan hanya pada biaya yang dikeluarkan, namun juga
membandingkannya dengan penjualan yang berhasil dicapai. Tanggung
jawabnya terletak pada laba, bukan hanya pada biaya semata. Departemen ini
harus mengupayakan terciptanya laba dalam aktivitasnya. Tentunya Anda
sudah bisa melihat perbedaannya.
Istilah transfer price akan muncul jika terdapat dua departemen yang
saling bekerja sama dan keduanya memiliki tanggung jawab atas laba
masing-masing. Dengan kata lain, keduanya adalah profit center dan
berupaya untuk menekan biaya sekaligus meningkatkan penjualan masing-
masing. Mungkinkah ini terjadi? Ini mungkin terjadi seandainya perusahaan
memberikan wewenang yang cukup besar kepada masing-masing
departemennya dalam mengelola keuangan mereka masing-masing, namun
masih dalam kendali direktur perusahaan. Untuk lebih jelasnya, akan kita
gunakan contoh sebagai berikut.
Contoh:
Sebuah perusahaan dengan nama Absentix bergerak di bidang
pembuatan mesin absensi karyawan dengan teknologi yang baru, yaitu
dengan mengidentifikasi karyawan menggunakan ibu jarinya. Selama ini
mesin absensi yang ada menggunakan kartu absen. Absentix memiliki tiga
departemen, yaitu Departemen Penyedia Bahan Mentah, Departemen
Produksi, dan Departemen Pemasaran. Departemen Penyedia Bahan Mentah
bertanggung jawab untuk menyediakan seluruh komponen, dari yang kecil
hingga yang besar, yang diperlukan untuk memproduksi mesin absensi.
Departemen Produksi bertanggung jawab untuk memproduksi mesin absensi
dengan kualitas yang terjamin dan departemen pemasaran bertanggung jawab
untuk mengenalkan produk ini kepada berbagai calon pembeli dan
menciptakan penjualan.
Direksi Absentix memutuskan ketiga departemen ini akan diberikan
wewenang penuh untuk mengelola keuangan masing-masing. Ketiga
departemen ini pun diputuskan akan menjadi tiga entitas terpisah, yang
artinya hubungan yang tercipta antara keduanya akan terjalin dengan
PAJA3336/MODUL 11 11.23
Departemen Produksi
Biaya pembelian bahan mentah dari Departemen PBM : Rp 950.000,00
Biaya produksi per mesin absensi (Gaji dan Overhead) : Rp1.100.000,00
Perbedaan apa saja yang ada di antara ketiga metode ini akan kita
temukan dalam pembahasan per metode sebagai berikut, dimulai dari metode
pertama. Satu hal yang perlu diingat, penentuan metode mana yang akan
digunakan tidak bisa diputuskan oleh hanya satu pihak. Penentuan metode
transfer price harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, baru
transaksi bisa berjalan.
11.24 Akuntansi Biaya 1
Umumnya entitas yang menggunakan metode ini menjadikan harga jual pasar
dan biaya-biaya produksi hanya sebagai panduan dalam bernegosiasi. Mereka
akan menetapkan sebuah interval antara nilai transfer price yang menurut
mereka terkecil hingga terbesar. Bagi pihak penjual, seperti departemen
PBM, manajer departemen ini akan berusaha untuk meyakinkan pihak
pembeli untuk menggunakan harga jual terbesar yang ditawarkannya. Jika
tidak berhasil mencapai kesepakatan dengan pihak pembeli, seperti
departemen produksi dalam contoh kita, maka departemen PBM bersedia
menurunkan harganya hingga harga terendah yang terdapat di interval harga
yang telah disiapkannya sebelum bernegosiasi. Jika departemen produksi
menginginkan harga yang lebih rendah dari harga terendah yang ada dalam
interval harga milik departemen PBM maka departemen PBM akan menolak
untuk sepakat.
Begitu juga dengan kebalikannya untuk departemen produksi sebagai
pembeli. Manajer departemen ini pun menyiapkan sebuah interval harga dari
terkecil hingga terbesar. Ia akan mengusahakan agar departemen PBM selaku
pihak penjual bersedia menjual dengan harga terendah dalam interval harga
yang dimiliki departemen produksi. Jika tidak berhasil maka departemen
produksi bersedia membayar produk departemen PBM dengan harga paling
besar sesuai dengan harga terbesar yang dimilikinya dalam interval harga.
Jika melampaui batas maksimal ini maka departemen produksi akan menolak
untuk membeli dan akan mencoba untuk mendapatkannya dari perusahaan
lain.
Bagi dua entitas yang sepakat untuk menggunakan metode ini,
kemampuan untuk meyakinkan dan mempengaruhi pendapat pihak lainnya
sangatlah berperan dalam menentukan harga yang akan disepakati. Setiap
entitas harus bisa meyakinkan pihak lainnya agar bersedia menerima harga
yang ditawarkannya melalui argumentasi yang kuat dan masuk akal. Entitas
dengan kemampuan bernegosiasi yang lemah tidak akan bisa mencapai harga
kesepakatan yang menguntungkannya. Namun, selemah-lemahnya
kemampuan negosiasi sebuah entitas, tentunya entitas tersebut tidak akan
menyetujui seandainya harga yang ditawarkan oleh entitas lain tidak berada
dalam interval harga yang telah ditetapkan oleh entitas tersebut.
Setelah tiga metode untuk menentukan besarnya transfer price telah kita
bahas, kini kita akan memperkuat pemahaman melalui contoh perbandingan
perhitungan nilai transfer price dan laba yang dihasilkan masing-masing
PAJA3336/MODUL 11 11.27
Departemen Produksi
Biaya produksi per mesin absensi (Tenaga Kerja ) : Rp3.500.000,00
Biaya produksi per mesin absensi (Overhead) : Rp2.000.000,00
Total Biaya Produksi per 1 mesin Absensi : Rp5.500.000,00
apakah ada pasar yang aktif memperjualbelikan bahan mentah untuk mesin
absensi. Jika ada (dan umumnya ada), langkah kedua adalah mengamati
karakteristik pasar tersebut apakah pasar dengan persaingan sempurna atau
tidak. Perbedaan karakteristik pasar akan menghasilkan perbedaan pula
dalam perhitungan nilai transfer price yang paling rendah.
Anda masih ingat pembahasan mengenai pasar persaingan sempurna?
Karakteristik pasar ini adalah banyak perusahaan di dalamnya yang aktif
bertransaksi dan barang yang dijualnya seragam. Jika departemen PBM
berada di dalam pasar persaingan sempurna maka departemen tersebut dalam
menawarkan bahan mentah mesin absensi kepada departemen produksi, tidak
akan bisa menentukan transfer price melebihi harga pasar. Mengapa?
Dengan tersedianya begitu banyak penjual bahan mentah yang sama,
seperti yang ditawarkan departemen PBM kepada departemen produksi maka
akan cukup mudah bagi departemen produksi untuk mencari bahan mentah
tersebut di penjual lainnya. Sehingga, agar departemen produksi bersedia
membeli bahan mentah yang ditawarkannya, departemen PBM tidak akan
menawarkan harga yang melebihi lebih tinggi dibandingkan dengan harga
pasar. Namun, departemen PBM juga akan berusaha agar tidak sampai
menyetujui harga jual produknya di bawah harga pasar, walaupun dengan
cara negosiasi. Ini karena tidak ada perusahaan yang menjual bahan mentah
seperti yang dijual departemen PBM, yang bersedia menurunkan harganya.
Mengapa? Karena inilah harga yang “disepakati” bersama antarpenjual bahan
mentah mesin absensi sehingga tidak perlu bagi departemen PBM untuk
menurunkan harganya karena kecil kemungkinannya penjual lain akan
menurunkan harganya.
Jadi jika departemen PBM mengetahui adanya pasar di mana para
penjualnya bersaing secara sempurna untuk menjual bahan mentah mesin
absensi maka nilai transfer price yang paling rendah atau minimum untuk
departemen produksi adalah harga pasar (market-based). Namun, harga jual
pasar juga menjadi batas maksimal nilai transfer price karena menawarkan
harga di atas harga pasar tidak akan menghasilkan penjualan.
Kesimpulannya, dalam pasar persaingan sempurna, nilai transfer price yang
paling rendah atau yang paling tinggi adalah harga jual yang berlaku di pasar.
Bagaimana jika pasarnya bukan pasar persaingan sempurna, yang
karakteristiknya merupakan kebalikan dari pasar persaingan sempurna? Pasar
yang di dalamnya para penjual tidak bersaing secara sempurna maka akan
ada fluktuasi harga, yaitu berupa penurunan atau peningkatan harga yang
PAJA3336/MODUL 11 11.33
Antara 3 Metode
Metode manakah yang terbaik untuk entitas penjual? Jika entitas ini
berada dalam pasar persaingan sempurna maka tentunya metode yang
sebaiknya dipilih adalah market-based. Namun, jika bukan dalam pasar
persaingan sempurna maka entitas tersebut tetap bisa mencoba mencari
harga jual pasar, atau bisa juga menggunakan satu di antara dua metode
lainnya, yaitu cost-based atau negotiated. Untuk metode negotiated,
entitas penjual harus mengenali kemampuannya dalam bernegosiasi. Jika
dirasakan tidak akan bisa mengimbangi argumentasi entitas pembeli dan
juga tidak akan bisa mempengaruhi pendapat entitas pembeli maka
sebaiknya jangan memilih metode negotiated. Entitas penjual bisa
menggunakan metode cost-based dengan atau tanpa laba. Itu tergantung
kebijakan manajer entitas tersebut.
11.34 Akuntansi Biaya 1
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
Departemen Produksi
Biaya tenaga kerja per unit : Rp 50.000,00
Biaya overhead per unit : Rp 25.000,00
Departemen Distribusi
Biaya tenaga kerja per unit : Rp75.000,00
Biaya overhead per unit : Rp40.000,00
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 2, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
11.40 Akuntansi Biaya 1
Tes Formatif 1
1) C Sudah jelas.
2) C Menggunakan metode cost-plus pricing dan perhitungannya:
Rp50.000,00 + (Rp50.000.000,00 25%).
3) D Menggunakan metode target pricing dan maksimal biaya yang harus
bisa dicapai adalah: Rp8.100,00/1,35 = Rp6.000,00.
4) D Lebih mendekati Rp40.000,00.
5) D Digunakan hanya untuk penetrasi pasar.
Tes Formatif 2
Untuk menjawab nomor 1 sampai dengan 10, berikut perhitungannya.
Glosarium
Kegiatan Belajar 1
Cost-Plus Pricing : Metode penentuan harga dengan
Method memperhitungkan biaya produksi disertai
dengan mark up.
Discrimination Pricing : Metode penentuan harga dengan membeda-
bedakan harga yang dikenakan kepada
beragam konsumen.
Mark up : Kenaikan dalam jumlah tertentu atas biaya
dengan tujuan untuk mendapatkan laba atau
keuntungan.
Target Pricing Method : Metode penentuan harga dengan perusahaan
menentukan berapa harga produk yang
diinginkan.
Peak-load Pricing : Metode penentuan harga dengan
memperhitungkan waktu-waktu tertentu dalam
1 tahun sehingga akan ada perbedaan harga
pada tiap-tiap waktu tersebut.
Predatory Pricing : Metode penentuan harga dengan merencanakan
Method untuk menembus pasar dan merebut pangsa
pasar, walaupun dengan harga yang merugikan
di awal-awal periode usaha.
Psychologic Pricing : Metode penentuan harga dengan
Method memperhitungkan sisi psikologis konsumen
dalam perhitungannya.
Return on Investment : Tingkat pengembalian dari modal yang
(ROI) diharapkan perusahaan.
Target Cost per Unit : Biaya produksi per produk yang ditargetkan
perusahaan.
Kegiatan Belajar 2
Cost-Based Transfer : Metode penentuan transfer price berdasarkan
Price Method biaya yang telah dikeluarkan untuk menjadikan
bahan-bahan mentah menjadi siap untuk dijual
dan digunakan oleh departemen produksi.
Incremental Cost : Biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan
satu produk tambahan jika dikaitkan dengan
11.44 Akuntansi Biaya 1
aktivitas produksi.
Market-Based : Metode penentuan transfer price berdasarkan
Transfer Price Method harga jual yang berlaku di pasar.
Minimum Transfer : Nilai transfer price terendah yang masih bisa
Price ditoleransi oleh entitas penjual.
Negotiated Transfer : Metode penentuan transfer price berdasarkan
Price hasil negosiasi antarentitas yang melakukan
transaksi jual beli.
Over Demand : Kondisi di mana jumlah produk yang dijual
tidak bisa memenuhi besarnya kebutuhan
konsumen.
Over Supply : Kondisi di mana jumlah produk yang dijual
terlalu banyak untuk diserap oleh konsumen.
Transfer price : Harga produk yang dijual antardepartemen
dalam sebuah perusahaan sebelum dijual
kepada konsumen
PAJA3336/MODUL 11 11.45
Daftar Pustaka
Echols, John M., Shadily, Hassan. (1994). Kamus Indonesia Inggris. Jakarta:
Gramedia.
Horngren, Charles T., Datar, Srikant M., Foster, George. (2003). Cost
Accounting, A Managerial Emphasis. New Jersey: Prentice Hall.
Siegel, Joel G., Shim, Jae K. (1994). Kamus Istilah Akuntansi. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Modul 12
PEN D A HU L UA N
KEGIATAN BELAJAR 1
Capital Budgeting
menyediakan tempat lebih luas. Nah, untuk menghadapi masalah ini, pemilik
warung makan tersebut memiliki dua alternatif.
Alternatif pertama, pemilik membiarkan kondisi seperti apa adanya. Ia
terus menyediakan makanan yang lezat dan warung tersebut menjadi sesak
sehingga akan ada pengunjung yang tidak jadi makan di warung tersebut.
Alternatif kedua, ia dapat memperluas warung makan tersebut, menambah
jumlah meja dan kursi dan menyediakan lebih banyak porsi dalam sehari.
Jelas usaha ini akan menimbulkan biaya. Namun, alternatif pertama pun akan
menimbulkan biaya berupa “biaya kehilangan penjualan”. Nah jika ia jadi
memutuskan untuk menambah kapasitas warung makannya, apakah
pengeluarannya dapat digolongkan sebagai biaya operasional? Tentu tidak.
Karena tidak mungkin serta-merta pengeluaran penambahan kapasitas
tersebut akan langsung tertutup dengan penjualan sehari-hari. Manfaatnya
akan dirasakan di masa mendatang dan penambahan kapasitas ini adalah
salah satu cara pemilik warung makan untuk meningkatkan “nilai”
warungnya.
Namun, seberapa besar yang harus ia keluarkan? Mungkinkah baginya
untuk mengetahui kapan manfaatnya mulai terasa? Adakah alternatif lain
untuk menyelesaikan masalah keterbatasan kapasitas? Di sinilah peran
capital budgeting dan Anda akan menemukan jawaban berbagai pertanyaan
tersebut di dalam kegiatan belajar ini.
Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan memahami dan dapat
menjelaskan hal-hal sebagai berikut.
1. Capital Budgeting.
2. Capital Expenditure.
3. Revenue Expenditure.
4. Required Rate of Return (RRR).
5. Time Value of Money.
6. Discounted Cash Flow.
7. Net Present Value (NPV).
8. Internal Rate of Return (IRR).
9. Annuity.
10. Payback.
11. Accrual Accounting Rate of Return Method (AARR).
PAJA3336/MODUL 12 12.5
Setiap aktivitas dan setiap rupiah dari capital expenditure harus diawasi, juga
harus ada target waktu penyelesaian aktivitas investasi. Pengendalian
diperlukan sejak di awal, pertengahan ataupun di akhir aktivitas sehingga jika
ada penyimpangan dari rencana yang telah disusun maka bisa langsung
diperbaiki dan mengembalikan keadaan sesuai rencana.
Contoh:
Sebuah perusahaan jasa pengiriman barang (kurir) dengan nama Sekejap
telah beroperasi selama 5 tahun. Sekejap memiliki 6 armada kendaraan
bermotor, 1 mobil kecil, dan 5 motor. Pendapatan dari jasa pengiriman cukup
bagus dan tidak ada keluhan dari pelanggan. Sekejap bisa mengirim barang
dan dokumen, namun masih ada jenis barang yang tidak sanggup
diterimanya, yaitu barang yang berdimensi besar. Barang-barang, seperti
kulkas, lemari, dan barang besar lainnya. Pemilik Sekejap memperhitungkan
seandainya ia memiliki kendaraan mobil yang besar, seperti truk maka
tentunya ia bisa meningkatkan pendapatannya melalui pengiriman barang-
barang besar karena tarif yang dikenakan ke konsumen pun jauh lebih besar.
Ia pun mulai mencoba membuat perhitungan berdasarkan perkiraan
seandainya jadi membeli armada baru, berapa biaya yang harus dikeluarkan
dan manfaat apa yang akan diterimanya.
20.000.000,00. Hingga berapa lama? Hingga Truk tersebut sudah habis masa
ekonomisnya, yaitu 10 tahun. Nah, jika kita melihat kembali tahap-tahap
yang ada pada Capital Budgeting maka pemilik Sekejap sudah mencapai
tahap ke-3. Ia sudah mengidentifikasi apa kebutuhannya agar dapat lebih
berkembang, mencari alternatif investasi yang terbaik dan mengumpulkan
informasi mengenai data-data yang berkaitan dengan investasi yang akan
dilakukannya. Kini ia akan memasuki tahap ke-4, yaitu tahap Selection, di
mana pada tahap ini ia akan menggunakan formula tertentu untuk
menghasilkan 4 macam nilai yang akan digunakan untuk menentukan layak
tidaknya suatu investasi. Berikut nilai-nilai pendukung keputusan yang akan
kita cari bersama.
1. Net Present Value (NPV)
2. Internal Rate of Return (IRR)
3. Payback
4. Accrual Accounting Rate of Return (AARR)
Perlu diingat, uang sebesar Rp20.000.000,00 yang akan kita terima setiap
tahun selama masa ekonomis truk tidak boleh melibatkan pendapatan jasa
nonkas, seperti piutang jasa. Uang sebesar itu haruslah uang tunai yang akan
kita terima setiap tahunnya, sedangkan tingkat pengembalian per tahun yang
diinginkan menunjukkan batas minimal pengembalian investasi yang
diinginkan perusahaan untuk satu tahun. Mengapa disebut batas minimal?
Jika Sekejap dapat menemukan jenis investasi dengan nilai investasi awal
yang sama dengan harga 1 unit truk, namun dapat memberikan nilai RRR
yang lebih besar dari 10% maka Sekejap tentunya akan beralih ke jenis
investasi yang bisa memberikan hasil lebih tersebut.
Penyebut dalam formula tersebut yang kita namakan nilai diskonto. Jadi, jika
kita masukkan data-data yang kita miliki ke formula tersebut maka kita akan
mendapatkan nilai diskonto untuk tahun pertama, yaitu:
Anda akan temukan berbagai nilai persentase, dari 2% hingga 40%. Kita
akan memilih nilai 10%. Selanjutnya, untuk tahun ke berapa hendak kita cari
nilai diskonto? Yaitu tahun ke-1, di kolom yang paling kiri, pilihlah angka 1.
Dengan nilai di baris paling atas 10%, dan jumlah periode di kolom paling
kiri 1, Anda akan mendapatkan titik temu antara kedua nilai tersebut, yaitu
0,909. Nilai apakah ini? Ini adalah nilai diskonto yang akan kita kalikan
dengan hasil investasi setiap tahunnya, yaitu Rp20.000.000,00.
Jika menggunakan tabel untuk menghitung nilai diskonto tahun ke-2 maka
lihatlah Tabel Nilai Sekarang di bagian akhir modul ini. Di baris paling atas,
Anda akan temukan berbagai nilai persentase dari 2% hingga 40%. Kita akan
memilih nilai 10%. Selanjutnya, untuk tahun ke berapa hendak kita cari nilai
diskonto? Yaitu tahun ke-2, di kolom yang paling kiri pilihlah angka 2.
Dengan nilai di baris paling atas 10%, dan jumlah periode di kolom paling
kiri 2, Anda akan mendapatkan titik temu antara kedua nilai tersebut, yaitu
0,826.
Berikut perbandingan antara cara manual dengan cara melihat tabel untuk
tahun ke-1 dan ke-2.
Hasil perhitungannya pastilah sama. Untuk tahun ke-1 jika kita hendak
mencarinya sendiri, nilai tabel sebesar 0,909 didapat dari 1 dibagi dengan
1,1. Untuk tahun ke-2, 1 dibagi dengan 1,21. Untuk cara manual, jangan lupa
sesuaikan nilai pangkatnya dengan tahun ke berapa yang akan dihitung nilai
diskontonya. Nah, setelah kita mengetahui cara untuk mendapatkan nilai
diskonto, kini kita akan menghitung besarnya nilai sekarang dari estimasi
hasil investasi sebesar Rp20.000.000,00, dari tahun pertama hingga tahun ke-
10, akhir masa ekonomis truk. Setelah kita mendapatkan nilai sekarang untuk
tiap-tiap tahun, nilai-nilai tersebut akan kita jumlahkan untuk dibandingkan
dengan besarnya investasi awal perusahaan Sekejap, yaitu Rp300.000.000,00.
12.12 Akuntansi Biaya 1
Kini akan kita jumlahkan seluruh nilai sekarang dari estimasi hasil investasi:
Tahun ke-1 : Rp 18.181.818,00
Tahun ke-2 : Rp 16.528.926,00
Tahun ke-3 : Rp 15.026.296,00
Tahun ke-4 : Rp 13.660.270,00
Tahun ke-5 : Rp 12.418.427,00
Tahun ke-6 : Rp 11.289.479,00
Tahun ke-7 : Rp 10.263.162,00
Tahun ke-8 : Rp 9.330.148,00
Tahun ke-9 : Rp 8.481.952,00
Tahun ke-10 : Rp 7.710.866,00
Total : Rp122.891.344,00
Apa artinya nilai ini? Nilai ini menunjukkan total nilai sekarang dari estimasi
hasil investasi selama masa ekonomis truk, yaitu 10 tahun. Namun, jika
perusahaan Sekejap jadi membeli 1 unit Truk seharga Rp150.000.000,00, dan
memperkirakan hasil investasi tiap tahun yang diterima sebesar
Rp20.000.000,00 maka perusahaan Sekejap akan mengalami kerugian.
Berapa besar kerugiannya?
Investasi Awal : (Rp150.000.000,00)
Nilai Sekarang dari Hasil Investasi selama Masa Ekonomis : Rp122.891.344,00
Net Present Value (Kerugian) : (Rp 27.108.656,00)
Dapat kita lihat, nilai NPV untuk contoh perusahaan Sekejap ini adalah
selisih antara uang yang dikeluarkan untuk investasi dalam bentuk aset di
awal periode dengan nilai sekarang dari uang yang akan diterima selama
masa ekonomis aset. Nilai negatif tersebut menunjukkan bahwa uang sebesar
Rp150.000.000,00 yang dikeluarkan Sekejap di awal periode tidak akan bisa
kembali seluruhnya karena hasil investasi yang diterimanya tidak cukup
besar untuk mengembalikan seluruh nilai investasi awal. Lalu, apakah
Sekejap lebih baik membatalkan keputusannya untuk berinvestasi dalam
bentuk aset kendaraan? Sebaiknya Sekejap jangan mengambil keputusan
dahulu sebelum mendapatkan tiga nilai pendukung keputusan lainnya yang
telah disebutkan sebelumnya. Nilai NPV telah kita dapatkan dan kini akan
kita hitung nilai pendukung keputusan yang kedua, yaitu Internal Rate of
Return.
12.14 Akuntansi Biaya 1
namun Anda tentunya bisa menggunakan kalkulator. Nah, mari kita mencoba
menghitung kemungkinan nilai IRR dengan tabel anuitas.
Kemungkinan ke-1: 8%
Coba Anda membuka halaman yang berisi Tabel Nilai Sekarang untuk
Anuitas. Di baris paling atas, Anda akan temukan berbagai nilai persentase
dari 2% hingga 40%. Kita akan memilih nilai 8%. Selanjutnya, berapa lama
periode investasi Sekejap? Yaitu selama 10 tahun, kolom yang paling kiri
pilihlah angka 10. Dengan nilai di baris paling atas 8%, dan jumlah periode
di kolom paling kiri 10, Anda akan mendapatkan titik temu antara kedua nilai
tersebut, yaitu 6,710. Nilai apakah ini? Ini adalah nilai diskonto yang akan
kita kalikan dengan hasil investasi setiap tahunnya, yaitu Rp20.000.000,00.
Perkalian ini akan menghasilkan total nilai sekarang dari 10 tahun periode
investasi.
Tepat samakah nilai ini dengan besarnya investasi awal? Nilai investasi awal
adalah sebesar Rp150.000.000,00. Karena belum tepat sama maka kita belum
berhasil menemukan nilai IRR. Mari mencoba persentase lainnya.
Kemungkinan ke-2: 6%
Silakan Anda membuka kembali halaman yang berisi Tabel Nilai Sekarang
untuk Anuitas. Di baris paling atas, Anda akan temukan berbagai nilai
persentase dari 2% hingga 40%. Kita akan memilih nilai 6%. Selanjutnya,
berapa lama periode investasi Sekejap? Yaitu selama 10 tahun, di kolom
yang paling kiri pilihlah angka 10. Dengan nilai di baris paling atas 6%, dan
jumlah periode di kolom paling kiri 10, Anda akan mendapatkan titik temu
antara kedua nilai tersebut, yaitu 7,360.
Tepat samakah nilai ini dengan besarnya investasi awal? Masih belum sama,
namun kita sudah sangat mendekati angka Rp150.000.000,00, yaitu nilai
investasi awal. Perhatikan karena penurunan dari 8% menjadi 6% semakin
12.16 Akuntansi Biaya 1
Kemungkinan ke-3: 4%
Silakan Anda membuka kembali halaman yang berisi Tabel Nilai Sekarang
untuk Anuitas. Di baris paling atas, Anda akan temukan berbagai nilai
persentase dari 2% hingga 40%. Kita akan memilih nilai 4%. Selanjutnya,
berapa lama periode investasi Sekejap? Yaitu selama 10 tahun, di kolom
yang paling kiri pilihlah angka 10. Dengan nilai di baris paling atas 4% dan
jumlah periode di kolom paling kiri 10, Anda akan mendapatkan titik temu
antara kedua nilai tersebut, yaitu 8,111.
Tepat samakah nilai ini dengan besarnya investasi awal? Nampaknya justru
melampaui nilai investasi awal. Berarti, nilai IRR yang kita cari adalah antara
4% sampai dengan 6%. Di sini timbul masalah. Tabel Nilai Sekarang untuk
Anuitas tidak menyediakan angka persentase ganjil ataupun dengan angka di
belakang koma. Lalu, apakah solusinya selain dengan menggunakan
kalkulator yang menyediakan menu anuitas? Kita dapat menggunakan
formula perhitungan anuitas, namun tetap dengan cara “mencoba-coba”.
Berikut formulanya.
1 1
P= 1
r 1 r
1 1
P= 1
0, 05 1 0, 05
PAJA3336/MODUL 12 12.17
Payback = Rp150.000.000, 00
Rp20.000.000, 00
= 7,5 tahun.
Nilai ini memiliki 2 kelemahan yang cukup signifikan. Pertama, nilai ini
tidak mengakui adanya perubahan dalam nilai uang seiring dengan waktu.
Artinya, nilai ini tidak menunjukkan konsep time value of money. Jelas ini
bertentangan dengan kenyataan bahwa nilai uang selalu berubah seiring
dengan waktu. Karena nilai 7,5 tahun adalah nilai yang hanya bisa diterima
secara teori saja dan tidak bisa dijadikan kenyataan. Kelemahan yang kedua
adalah nilai ini tidak mengakui kemungkinan masih adanya hasil investasi
setelah masa 7,5 tahun. Seakan-akan setelah mencapai 7,5 tahun maka
investasi awal akan kembali utuh dan tidak akan ada lagi arus kas berupa
hasil investasi. Perusahaan Sekejap berinvestasi dalam bentuk kendaraan dan
masa ekonomis kendaraan tersebut adalah 10 tahun. Jelas hingga tahun ke-10
nanti kendaraan tersebut masih menghasilkan pendapatan untuk Sekejap.
Namun, metode payback ini mengakui hasil investasi hanya hingga 6 bulan
setelah tahun ke-7 (7,5 tahun = 7 tahun 6 bulan).
Mungkin Anda bertanya-tanya, dengan adanya dua kelemahan tersebut
masih bergunakah nilai payback dicari untuk menentukan layak tidaknya
suatu investasi? Tentu. Nilai ini berguna untuk tahap penentuan awal layak
tidaknya suatu investasi dengan memberikan gambaran umum atas periode
ideal yang diperlukan untuk mendapatkan kembali nilai investasi awal. Juga
bisa digunakan untuk mendukung proses pemilihan investasi di antara
berbagai alternatif investasi dengan nilai NPV positif (yang berarti layak),
yaitu memilih investasi yang memiliki waktu pengembalian modal yang
paling cepat.
Bagaimana jika estimasi hasil investasi per tahunnya tidak seragam?
Misalkan tidak seperti perusahaan Sekejap yang memperkirakan hasil
investasinya untuk setiap tahun sama, yaitu Rp20.00.000,00. Berikut contoh
investasi yang tidak seragam arus kas setiap tahunnya, dengan investasi awal
sebesar Rp200.000.000,00 dan periode investasi selama 5 tahun.
Payback = Jumlah Tahun pratitik impas + Saldo Investasi Awal pratitik impas
Hasil Investasi di tahun titik impas
= 3 tahun + Rp50.000.000, 00
Rp55.000.000, 00
= 3 tahun + 0,90 tahun
= 3 tahun + (0,90 12 bulan)
= 3 tahun + 10,90 bulan
= 3 tahun 10, 90 bulan
= 3 tahun 11 bulan (pembulatan)
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
3) Besarnya Nilai net present value (NPV) untuk investasi yang dilakukan
perusahaan adalah ...
A. Rp179.671.948,00.
B. Rp197.671.948,00.
C. Rp197.617.948,00.
D. Rp179.761.948,00.
5) Perusahaan layak berinvestasi jika nilai IRR berada di dalam rentang ...
A. nilai < 8%.
B. nilai 5% - 8%.
C. nilai ≤ 8%.
D. nilai > 8%.
PAJA3336/MODUL 12 12.25
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 1, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
12.26 Akuntansi Biaya 1
Kegiatan Belajar 2
Pengukuran Performa
Laba
ROI = 100%
Investasi
ROI = Laba
100%
Investasi
PAJA3336/MODUL 12 12.29
Laba Pendapatan
ROI = 100%
Pendapatan Investasi
atau juga bisa nilai seluruh aset setelah dikurangi dengan utang jangka
pendek. Nilai mana yang akan digunakan tergantung pilihan perusahaan.
Perkalian antara RRR dengan investasi menunjukkan “biaya” yang harus
ditanggung perusahaan. Kita menyebutnya imputed cost. Artinya, perkalian
antara RRR dengan investasi akan menghasilkan besarnya nilai
pengembalian yang dihasilkan perusahaan, yang berarti nilai inilah yang
harus bisa dicapai perusahaan untuk menghindari timbulnya kemungkinan
kerugian dari investasi yang dilakukan. Walaupun hasilnya bukanlah nilai
biaya yang akan tercantum di laporan keuangan, namun nilai ini yang harus
“ditanggung” perusahaan agar investasi yang dilakukannya tidak rugi. Jadi,
seperti halnya opportunity cost, nilai imputed cost bukanlah biaya yang
sesungguhnya. Kini kita akan membahas informasi keuangan yang mulai
populer, yaitu economic value added.
EVA = Laba Operasi setelah Pajak – (WACC (Total Aset – Utang Jangka
Pendek))
Kita akan membahas satu per satu unsur formula perhitungan EVA. Laba
operasi setelah pajak adalah laba operasi yang dihasilkan perusahaan setelah
dikurangi pajak. Untuk total aset dan utang jangka pendek tentunya Anda
sudah paham, sedangkan WACC adalah singkatan dari weighted average cost
PAJA3336/MODUL 12 12.31
Contoh:
Sebuah perusahaan dengan nama Panjang Umur bergerak di bidang
produksi peralatan rumah sakit. Pendanaan untuk produksi dilakukan melalui
pinjaman berupa penerbitan surat yang mencantumkan utang jangka panjang
kepada bank, dengan nilai pasar (market value) utang tersebut sebesar Rp100
miliar. Apa artinya nilai pasar?
Bank, sebagai pihak yang meminjamkan uang, suatu saat berhak untuk
menjual surat utang ini kepada pihak lain. Panjang Umur untuk seterusnya
tidak akan lagi mencicil pinjaman dan bunganya kepada bank, melainkan
dengan pihak pembeli surat utang tersebut. Nah, pada waktu bank hendak
menjual surat utang ini, ia memiliki dua pilihan dalam menentukan harga
jualnya. Bank bisa menggunakan nilai buku (book value), yaitu nilai utang
yang sudah berkurang dikarenakan sudah dicicil beberapa kali atau market
value, yaitu nilai utang tersebut berdasarkan pertimbangan pasar modal.
Pasar modal adalah pasar yang memperjualbelikan surat utang dan saham.
Walaupun book value mencerminkan nilai yang sesungguhnya, namun bisa
saja pelaku bisnis yang berkecimpung di dalam pasar modal memberikan
nilai yang lebih tinggi berdasarkan pertimbangan potensial tidaknya
perusahaan Panjang Umur di kemudian hari.
Kembali ke contoh, Panjang Umur dikenakan bunga sebesar 5%. Bunga
ini tentunya akan ditanggung oleh Panjang Umur. Perusahaan ini telah
mendapatkan dana yang diperlukannya, namun tentunya harus ada biaya
untuk mendapatkannya, yaitu biaya bunga. Berikut perhitungan WACC:
tentunya besarnya biaya modal sama dengan nilai bunga. Kini, kita
asumsikan Panjang Umur juga mendapatkan dana melalui bank lain,
misalkan bank B dengan nilai market value Rp75,00 miliar dan bunga 4%.
Berarti ada dua surat utang dan berikut perhitungan WACC, dengan nama
bank untuk pinjaman pertama, yaitu bank A:
WACC = Nilai Bunga Utang Bank A + Nilai Bunga Utang Bank B 100%
Nilai pasar utang bank A + Nilai pasar utang bank B
Anda perhatikan jika ada lebih dari satu pendanaan maka kita harus
mencari bobot rata-ratanya karena istilah WACC menggunakan kata
weighted average, yaitu bobot rata-rata. Kita telah mendapatkan nilai WACC
dan kini kita akan menghitung nilai EVA, dengan data-data sebagai berikut.
EVA = Laba Operasi setelah Pajak – (WACC (Total Aset – Utang Jangka
Pendek))
= Rp1 miliar – (4,5% (Rp20 miliar – Rp7 miliar))
= Rp370.000.000,00
Kita akan mengetahui nilai EVA ini besar atau kecil tergantung nilai
pembanding, seperti target yang diharapkan perusahaan atau nilai minimum
yang ditetapkan perusahaan. EVA, seperti yang telah dikatakan sebelumnya
adalah bentuk lain dari residual income. Jadi EVA juga adalah nilai laba
residu, namun dengan perhitungan yang melibatkan lebih banyak unsur,
seperti pendanaan jangka panjang dan utang jangka pendek. Bagaimana cara
meningkatkannya? Melalui peningkatan nilai laba operasi yang setelah
dipotong pajak, atau dengan pendanaan yang lebih kecil, namun bisa
mendapatkan hasil yang lebih besar untuk laba operasi setelah dipotong
pajak.
PAJA3336/MODUL 12 12.33
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 2
1) Pernyataan berikut ini yang merupakan pernyataan yang salah adalah ...
A. Dengan menggunakan data-data di atas, kita dapat menghitung nilai
ROI.
B. Dengan menggunakan data-data di atas, kita dapat menghitung nilai
WACC.
C. Dengan menggunakan data-data di atas, kita dapat menghitung nilai
EVA.
D. Dengan menggunakan data-data di atas, kita dapat menghitung nilai
Payback.
Apabila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS). Selamat! Tetapi apabila tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 2, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
PAJA3336/MODUL 12 12.37
Tes Formatif 1
1) B Sudah jelas.
2) D Berikut perhitungannya.
Tes Formatif 2
1) D Sudah jelas.
2) D Berikut perhitungannya.
Laba
ROI = 100%
Investasi
PAJA3336/MODUL 12 12.39
Glosarium
Kegiatan Belajar 1
Accrual Accounting : Nilai persentase yang menunjukkan laba
Rate of Return operasi bersih (setelah dipotong pajak) yang
(AARR) bisa dihasilkan oleh 1 rupiah dari nilai
investasi awal.
Annuity : Serangkaian pembayaran atau penerimaan
uang dengan jumlah yang sama tiap periodenya
untuk periode tertentu.
Capital Budgeting : Perencanaan investasi jangka panjang dengan
tujuan untuk meningkatkan performa
perusahaan.
Capital Expenditure : Pengeluaran untuk meningkatkan nilai aktiva
perusahaan.
Discounted Cash Flow : Nilai uang sekarang dari sejumlah uang yang
akan kita terima di masa mendatang.
Internal Rate of : Nilai diskonto dalam bentuk persentase yang
Return (IRR) menjadikan besarnya investasi awal tepat sama
nilainya dengan nilai sekarang uang yang akan
kita terima selama masa ekonomis aset yang
diinvestasikan.
Net Present Value : Nilai uang sekarang dari sejumlah uang yang
(NPV) akan kita terima di masa mendatang.
Payback : Nilai yang menunjukkan seberapa lama sebuah
investasi akan kembali seutuhnya.
Required Rate of : Tingkat pengembalian per tahun yang
Return (RRR) diinginkan.
Revenue Expenditure : Pengeluaran untuk menghasilkan penjualan.
Time Value of Money : Konsep yang menyatakan bahwa nilai uang
dipengaruhi oleh waktu dan akan ada
perbedaan antara uang yang kita miliki
sekarang dengan uang yang sama di masa
mendatang. Konsep ini menyatakan bahwa
nilai uang yang dimiliki saat ini lebih besar
dibandingkan nilai uang yang sama, di masa
mendatang.
PAJA3336/MODUL 12 12.41
Kegiatan Belajar 2
Book Value : Nilai aset setelah adanya penyusutan.
Current Cat : Nilai aset yang didasari atas nilai yang
disesuaikan dengan kondisi ekonomi terkini,
melalui penggunaan indeks.
DuPont method of : Metode yang memperinci lebih lanjut unsur-
Profitability Analysis unsur perhitungan return on investment (ROI).
Economic Value : Nilai aset ekonomis yang digunakan untuk
Added (EVA) menghasilkan pendapatan, termasuk aset tak
berwujud.
Historical Cat : Nilai aset yang dicatat berdasarkan nilai
pembeliannya, walaupun sudah berlalu
beberapa periode.
Imputed Cat : “Biaya” yang harus bisa dicapai perusahaan
untuk menghindari timbulnya kemungkinan
kerugian dari investasi yang dilakukan.
Jenisnya sama dengan opportunity cost.
Market Value : Nilai aset berdasarkan harga pasar.
Residual Income : Nilai laba yang dihasilkan setelah
memperhitungkan required rate of return.
Return on Investment : Tingkat pengembalian investasi dari laba yang
(ROI) dihasilkan oleh investasi tersebut.
Weighted Average Cost : Biaya rata-rata tertimbang yang ditanggung
of Capital (WACC) perusahaan atas penerimaan lebih dari satu
bentuk pendanaan jangka panjang.
12.42 Akuntansi Biaya 1
Daftar Pustaka
Echols, John M., Shadily, Hassan. (1994). Kamus Indonesia Inggris. Jakarta:
Gramedia.
Siegel, Joel G., Shim, Jae K. (1994). Kamus Istilah Akuntansi. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
PAJA3336/MODUL 12 12.43
Lampiran
12.44 Akuntansi Biaya 1