ABSTRACT
The conflict in the Western Sahara is a conflict disputed by Morocco and the Polisario Front. This
conflict is caused by differences in views on ownership of the territory and the authority that has the
right to manage the region. This paper aims to examine the causes, actors, interests of actors, and of the
conflict. The method used in this paper is descriptive through library studies. The findings of this study
indicate that the failure of the correct analysis in the conflict hampered the conflict resolution process,
and how the lack of cooperation and compromise from the conflicting parties impacted the process.
Keywords : conflict, conflict resolution, Morocco, Polisario Front, Western Sahara.
ABSTRAK
Konflik wilayah Sahara Barat merupakan konflik yang disengketakan oleh Maroko dan Front Polisario.
Konflik ini disebabkan oleh perbedaan pandangan atas kepemilikan wilayah dan otoritas yang berhak
mengelola wilayah tersebut. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji penyebab, aktor, kepentingan aktor,
dan resolusi yang mungkin hadir dalam penyelesaian konflik. Metode yang digunakan dalam tulisan ini
adalah deskriptif melalui studi kepustakaan. Temuan kajian ini menunjukkan bahwa kegagalan analisis
yang tepat dalam konflik membuat proses penyelesaian konflik menjadi terhambat. Selain itu, kerjasama
dan kompromi dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik juga turut mempengaruhi proses resolusi
konflik.
Kata kunci : konflik, resolusi konflik, Front Polisario, Maroko, Sahara Barat.
Pendahuluan
Pertikaian suatu pihak dengan pihak dengan Front Polisario (Sahara Barat).
lain atau suatu negara dengan negaranya Salah satu konflik wilayah yang
sendiri maupun dengan negara lain seringkali belum terselesaikan hingga kini adalah
berupa konflik wilayah. Bentuk-bentuk dari konflik wilayah antara Maroko dan Front
konflik wilayah sendiri beragam seperti Polisario (Sahara Barat). Titik-titik
sengketa batas wilayah, tindakan kemunculan konflik wilayah ini mulai
penempatan atau pemanfaatan sumber daya terlihat saat Maroko merdeka dari penjajahan
wilayah lain secara ilegal, dan tindakan Prancis yakni sekitar tahun 1956 yang
separatisme. Konflik wilayah merupakan kemudian terus berkembang hingga 1975
salah satu konflik yang paling sering terjadi ketika Sahara Barat lepas dari Spanyol.
bahkan sejak berabad-abad lalu seperti Konflik ini terjadi akibat adanya klaim
perebutan wilayah jajahan antara bangsa- sejarah terkait Kerajaan Maroko yang luas
bangsa Eropa, tindakan penguasaan wilayah wilayahnya sebelum mengalami penjajahan
ilegal yang dilakukan oleh Israel terhadap dan perpecahan meliputi wilayah negara
Palestina, sengketa batas laut di Laut China Maroko saat ini hingga wilayah Sahara
Selatan, dan konflik wilayah antara Maroko Barat. Wilayah Sahara Barat diakui sebagai
30
Verity - UPH Journal of International Relations
Faculty of Social and Political Science
Pelita Harapan University
bagian dari wilayah Maroko yang kemudian pertentangan terkait kepemilikan suatu
menurut Front Polisario (Sahara Barat) wilayah baik wilayah secara utuh maupun
merupakan tindakan penjajahan baru karena batas suatu wilayah antara satu sama lain.
mereka telah menjadi negara yang berdaulat Konflik wilayah merupakan konflik yang
selepas penjajahan dari Spanyol. akan dihadapi dengan serius oleh pihak-
Pihak yang terlibat dalam konflik pihak yang terlibat karena berkaitan dengan
wilayah ini adalah pemerintahan Maroko dan kepemilikan dan kesatuan. Bagi negara,
Front Polisario (Republik Demokratik Arab wilayah merupakan lambang dari integritas
Sahrawi) yang memiliki klaim atas wilayah negaranya, dan mengandung nilai yang
Sahara Barat pasca penjajahan Spanyol. sangat penting yakni kedaulatan dan
Konflik antara Maroko dan Front Polisario kehormatan bangsa (Utariah, 2006).
(Sahara Barat) menyebabkan banyaknya Menurut Surwandoro et al. (2011),
penduduk Sahara Barat yang mengungsi ke konflik wilayah dapat disebabkan oleh
negara Aljazair. Negara-negara di Afrika pun faktor alamiah dan arifisial. Faktor alamiah
turut terbelah, sebagian mendukung konflik wilayah berasal dari kondisi
penguasaan Maroko atas Sahara Barat, perbatasan yang bebas hambatan sehingga
sebagian lagi mendukung kemerdekaan memudahkan penduduk melakukan migrasi
Sahara Barat dari Maroko (Arifin, 2016). antar negara. Sementara itu, faktor artifisial
Upaya-upaya penyelesaian konflik konflik wilayah berasal dari berubahnya
oleh negara-negara terkait dan pihak kondisi perbatasan akibat adanya suatu
internasional seperti Persatuan Bangsa- kebijakan baru. Faktor arifisial seringkali
bangsa hingga saat ini masih belum dipengaruhi oleh peristiwa masa lalu
menemukan hasil yang baik bahkan beberapa dimana para penjajah yang membuat garis
diantaranya mengalami kegagalan. Tidak perbatasan suatu wilayah dengan menabrak
terselesaikannya konflik ini hingga sekarang garis-garis perbatasan alamiah seperti
membuat penulis tertarik untuk menggali gunung, sungai, dan etnis. Akibat dari faktor
masalah ini jauh lebih dalam. Oleh karena artifisial ini adalah timbulnya gerakan
itu, Penulis mengajukan rumusan masalah separatisme dan irredentisme.
berupa bagaimana perkembangan konflik
Sahara Barat dan upaya resolusi konflik yang Resolusi Konflik
dihadirkan? Resolusi konflik merupakan upaya-
upaya penyelesaian permasalahan antara
Tinjauan pustaka pihak-pihak yang bermasalah yang
Konflik Wilayah ditempuh dengan berbagai cara. Resolusi
Konflik berasal dari bahasan latin konflik juga dapat diartikan sebagai upaya
configere atau conflictus yang berarti memberikan penyelesaian konflik yang
perkelahian atau pertentangan (Sudira, dapat diterima oleh pihak-pihak yang
2017). Konflik merupakan kondisi dimana berkonflik dengan menggunakan
dua orang atau lebih melakukan tindakan mekanisme tertentu (Putra, 2009). Hal-hal
yang saling memprovokasi satu sama lain yang dapat ditempuh dalam upaya resolusi
dengan cara saling menyakiti dan saling konflik adalah menggunakan metode
menyerang. Menurut Pruitt dan Rubin mediasi, negosiasi, fasilitasi, maupun
(1993), konflik adalah kondisi dimana arbitrasi.
adanya perbedaan kepentingan yang Dalam resolusi konflik, menurut
diyakini oleh para pihak yang terlibat tidak Peter Wallensteenn yang dikutip oleh
dapat dicapai secara bersamaan. Sandi (2014), ada tiga unsur penting yang
Konflik terbagi menjadi beberapa harus diperhatikan yakni pertama, hasil
jenis salah satunya adalah konflik wilayah. akhir dari penyelesaian konflik yang
Konflik wilayah sendiri merupakan berupa kesepakatan-kesepakatan tertentu
31
Verity - UPH Journal of International Relations
Faculty of Social and Political Science
Pelita Harapan University
32
Verity - UPH Journal of International Relations
Faculty of Social and Political Science
Pelita Harapan University
33
Verity - UPH Journal of International Relations
Faculty of Social and Political Science
Pelita Harapan University
Selain itu, Maroko juga mengecam tindakan aneksasi dan kolonialisasi yang dilakukan
Aljazair yang memberikan bantuan senjata oleh Maroko harus dihentikan dan hak-hak
dan membiayai gerakan yang dianggap oleh warga Sahrawi harus segera diberikan
Maroko separatis tersebut. termasuk terkait penentuan nasib sendiri.
Keinginan Maroko untuk Aktor ketiga yang terlibat dalam
menyatukan kembali wilayah yang terpisah konflik ini adalah Aljazair. Keterlibatan
akibat penjajahan bangsa Eropa membuat Aljazair saat ini dalam konflik ini adalah
Maroko berupaya dengan keras untuk sebagai negara tetangga yang menampung
mengembalikan wilayah Sahara Barat ke pengungsi dari konflik Maroko dan Sahara
dalam kedaulatannya. Isu penyatuan Sahara Barat. Aljazair juga turut membantu
Barat dijadikan sebagai salah satu isu memasok senjata untuk Front Polisario,
prioritas bagi Maroko. Hal ini dibuktikan mendukung keinginan referendum dari
dengan adanya badan khusus dalam gerakan tersebut, dan mengijinkan Republik
pemerintahan yang mengurusi isu ini. Demoktarik Arab Sahrawi untuk
Badan khusus ini bernama Dewan Penasihat mendirikan pemerintahan dalam
Kerajaan untuk Urusan Sahara (CORCAS). pengasingan di wilayah mereka. Aljazair
Maroko memberikan tawaran menilai bahwa tindakan Maroko yang
penyelesaian konflik kepada Front Polisario melakukan aneksasi terhadap Sahara Barat
yaitu menjadikan wilayah Sahara Barat harus dihentikan. Keberpihakan Aljazair
sebagai wilayah Maroko yang memiliki terhadap Front Polisario ini selain
otonomi khusus (SC Report, 2019). Maroko dikarenakan isu kemanusiaan adalah karena
tidak menginginkan adanya referendum keinginan Aljazair untuk menjadi negara
bagi warga Sahrawi dikarenakan yang berpengaruh di wilayah Afrika Utara.
permasalahan wilayah ini merupakan isu Di samping itu, melimpahnya sumber daya
yang berkaitan dengan integritas dan yang terdapat di wilayah Sahara Barat dan
stabilitas negara. Maroko meyakini wilayah kemudahan akses terhadap Samudera
Sahara Barat termasuk dalam kedaulatan Atlantik memberikan ketertarikan tersendiri
Maroko dikarenakan bukti sejarah yang bagi Aljazair (Labac, 2016). Oleh karena
kuat termasuk perjanjian-perjanjian yang itulah, Aljazair membangun hubungan baik
pernah disepakati oleh Maroko dan bangsa dengan Front Polisario.
Eropa. Aktor keempat dalam konflik ini
Aktor kedua adalah Front Polisario. adalah Mauritania. Negara ini juga turut
Gerakan ini medeklarasikan bahwa setelah terlibat karena bertetangga dengan Sahara
Sahara Barat ditinggalkan oleh Spanyol, Barat dan juga pernah mengakui wilayah
wilayah tersebut menjadi sebuah negara Sahara Barat sebagai bagian dari
baru dengan nama Republik Demokratik wilayahnya. Pengakuan Mauritania
Arab Sahrawi. Gerakan ini menguasai terhadap wilayah tersebut tidak berlangsung
wilayah Sahara Barat sekitar 25% dan aktif lama, pada tahun 1979 Mauritania
melakukan perlawanan atas Maroko (Arifin, menyatakan diri untuk keluar dari konflik
2016). Gerakan ini memiliki pandangan dan menyerahkan wilayah tersebut kepada
yang bersebrangan dengan Maroko terkait Front Polisario. Namun, dikarenakan
bentuk penyelesaian konflik. Front Polisario perubahan pemimpin, Mauritania kini
meyakini bahwa satu-satunya solusi yang mendukung Maroko untuk penyelesaian
tepat untuk penyelesaian konflik adalah konflik (The North Africa Post, 2019).
dengan memberikan referendum bagi warga Mauritania tidak menginginkan adanya
Sahrawi dan membiarkan mereka negara yang membatasi hubungannya
menentukan nasibnya sendiri secara leluasa. dengan Maroko. Keberpihakan Mauritani
Permintaan Front Polisario ini didukung terhadap Maroko lebih didasari oleh motif
oleh Aljazair yang menilai bahwa tindakan ekonomi. Saat ini, Mauritania dan Maroko
34
Verity - UPH Journal of International Relations
Faculty of Social and Political Science
Pelita Harapan University
35
Verity - UPH Journal of International Relations
Faculty of Social and Political Science
Pelita Harapan University
Bangsa-bangsa melalui UN Mission for the berkonflik. Usulan yang ditawarkan adalah
Referendum in Western Sahara Persatuan Bangsa-bangsa akan mengadakan
(MINURSO). Tahap pertama menuju atau memfasilitasi referendum dalam jangka
resolusi konflik yang berhasil diwujudkan waktu empat hingga lima tahun mendatang.
oleh Persatuan Bangsa-bangsa adalah Usulan lainnya adalah memberikan pilihan
penghentian gencatan senjata yang kepada penduduk wilayah Sahara Barat
disepakati oleh Maroko dan Front Polisario. berupa independensi, otonomi, atau
Kemudian MINURSO melakukan beberapa integrasi dengan Maroko (SC Report,
upaya penyelesaian konflik lanjutan 2019). Resolusi ini disetujui oleh Front
bernama Baker’s Plan I dan II, Rountable Polisario, Aljazair, dan Dewan Keamanan
Meeting on Western Sahara. Misi Persatuan Persatuan Bangsa-bangsa, namun ditolak
Bangsa-bangsa adalah untuk membantu oleh Maroko. Tidak adanya kesepakatan
mengatur referendum bagi warga Sahrawi atas resolusi membuat resolusi ini kembali
apakah mereka akan memilih untuk mengalami kegagalan.
merdeka atau bersatu dengan Maroko. Setelah kegagalan dua resolusi,
Resolusi pertama yang dilakukan oleh Maroko dan Front Polisario beberapa kali
Persatuan Bangsa-bangsa adalah melalui melakukan pertemuan atas inisiatif sendiri
dialog damai bernama Baker’s Plan I. dan atas keterpaksaan dikarenakan harus
Dialog damai ini diatur oleh Utusan Dewan membicarakan beberapa hasil sidang
Keamanan Persatuan Bangsa-bangsa Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-
bernama James Baker. Melalui dialog ini, bangsa. Resolusi terakhir yang tengah
Baker mengajukan sebuah Framework diupayakan oleh Persatuan Bangsa-bangsa
Agreement yang berisikan usulan mengenai adalah Rountable Meeting on Western
referendum (SC Report, 2019). Usulan yang Sahara yang dihadiri oleh Maroko, Front
ditawarkan adalah Persatuan Bangsa- Polisario, Aljazair, dan Mauritania (SC
bangsa akan mengadakan atau Report, 2019). Diikut sertakannya Aljazair
memfasilitasi referendum dengan dan Mauritania dalam pembicaraan damai
melakukan pemungutan suara terbatas. ini adalah karena kedua negara ini adalah
Orang-orang yang berhak ikut serta dalam tetangga terdekat dari wilayah konflik dan
pemungutan suara adalah warga Sahrawi. memiliki hubungan yang berdekatan
Maroko menerima usulan isi asalkan orang- dengan Maroko dan Front Polisario.
orang yang melakukan pemungutan suara Kehadiran Aljazair dan Mauritani dalam
terdiri atas 74.000 warga Sahrawi dan pertemuan tersebut diharapkan dapat
120.000 penduduk Maroko (Cherkaoui, memberikan pandangan dan usulan baru
2017). Pernyataan ini jelas ditentang oleh terkait upaya penyelesaian konflik. Selain
Front Polisario, mereka menilai usulan itu, kehadiran kedua negara ini dapat
Maroko tersebut tidak adil karena jumlah membantu meyakinkan Maroko dan Front
orang-orang yang dapat ikut dalam Polisario bahwa keputusan perdamaian
pemungutan suara tidak seimbang. harus diputuskan segera. Rountable
Perbedaan tanggapan dari kedua belah Meeting on Western Sahara telah dilakukan
pihak membuat resolusi pertama ini dua kali yakni pada Desember 2018 dan
berujung pada kegagalan. Maret 2019.
Setelah mengalami kegagalan, Berdasarkan pandangan Peter
Persatuan Bangsa-bangsa kembali Wallensteenn terkait unsur penting dalam
mengeluarkan resolusi kedua bernama resolusi konflik maka dapat dilihat bahwa
Baker’s Plan II. Resolusi ini hampir sama Persatuan Bangsa-bangsa telah
dengan resolusi sebelumnya yang tetap mengupayakan salah satu unsur resolusi
mengupayakan mengakomodasi konflik dalam konflik Maroko dengan Front
kepentingan kedua belah pihak yang Polisario. Persatuan Bangsa-bangsa telah
36
Verity - UPH Journal of International Relations
Faculty of Social and Political Science
Pelita Harapan University
37
Verity - UPH Journal of International Relations
Faculty of Social and Political Science
Pelita Harapan University
Aljazair dan Mauritania dapat membantu memastikan kedua belah pihak yang
jalannya perundingan dengan memberikan berkonflik sepakat untuk saling mengerti
dorongan dan saran untuk penyelesaian satu sama lain dan berjanji untuk
konflik. Sementara itu, kehadiran menerapkan segala kesepakatan yang
Persatuan Bangsa-bangsa dalam konflik tercantum dalam perjanjian resolusi konflik.
wilayah Maroko dan Front Polisario adalah Persatuan Bangsa-bangsa dapat melakukan
sebagai pihak netral yang mengupayakan pendekatan secara sosial-ekonomi, sosial-
terwujudnya dialog-dialog damai untuk geografi, untuk memahami segala tindakan
membicarakan penyelesaian konflik. dari pihak-pihak yang berkonflik. Apabila
Sebagai pihak yang melakukan intervensi Persatuan Bangsa-bangsa berhasil
dalam konflik, Persatuan Bangsa-bangsa melakukan analisis yang tepat terhadap
wajib menerapkan prinsip-prinsip dasar konflik maka saran dalam resolusi konflik
resolusi konflik berupa impartiality, dapat diajukan dengan mudah. Jika Maroko
mutuality, sustainability, complementary, dan Sahara Barat berhasil mencapai
reflexivity, consistency, accountability, dan kesepakatan penyelesaian konflik baik
universality. sepakat untuk referendum kemerdekaan
Tugas awal dalam perumusan maupun integrasi wilayah, Persatuan
resolusi konflik terkait penciptaan situasi Bangsa-bangsa berkewajiban untuk
stabil telah dicapai oleh Persatuan Bangsa- memastikan dan mengawasi segala
bangsa. Tindakan selanjutnya yang perlu perjanjian dilaksanakan dengan baik oleh
dilakukan oleh Persatuan Bangsa-bangsa pihak-pihak yang berkonflik secara berkala.
adalah menjadi mediator dan fasilitator Persatuan Bangsa-bangsa baru dapat
dalam perundingan damai. Persatuan melepaskan diri konflik ketika situasi
Bangsa-bangsa harus memprioritaskan perdamaian telah terjaga minimal lima tahun
upaya resolusi konflik melalui metode sampai sepuluh tahun setelah kesepakatan
dialog, perundingan, dan negosiasi untuk damai terbentuk.
mencapai penyelesaian konflik.
Ketika menjadi mediator, Kesimpulan
Persatuan Bangsa-bangsa berperan sebagai Konflik wilayah seringakali
pihak yang akan menjadi pemantik dan disebabkan oleh perbedaan pendapat atas
penengah dalam jalannya perundingan. suatu wilayah, tidak jelasnya batas-batas
Sebagai mediator, Persatuan Bangsa- wilayah, dan jejak sejarah yang berbeda.
bangsa akan mengarahkan Maroko, Front Konflik wilayah antara Maroko dan Front
Polisario, Aljazair, dan Mauritania untuk Polisario disebabkan oleh perbedaan
saling mengungkapkan posisi, pandangan terhadap peristiwa masa lalu dan
kepentingan, dan kebutuhan mereka. tidak selesainya urusan pembagian wilayah
Sementara itu, ketika menjadi fasilitaor, oleh penjajah. Dalam konflik ini, Maroko
Persatuan Bangsa-bangsa berkewajiban menginginkan wilayah Sahara Barat menjadi
untuk menyediaakan tempat, memenuhi bagian yang terintegrasi dengan Maroko.
segala kebutuhan perundingan, dan Sementara, Front Polisaro menginginkan
memastikan seluruh pihak yang berkonflik adanya referendum kemerdekaan bagi
dapat datang dalam perundingan. penduduk di wilayah Sahara Barat. Upaya-
Persatuan Bangsa-bangsa sebagai upaya penyelesaian damai yang dilakukan
fasilitator juga akan turut membantu oleh Persatuan Bangsa-bangsa terus
jalannya perundingan damai dengan cara mengalami kegagalan dikarenakan kuatnya
menjadi mediator tanpa mencampuri konsistensi pihak yang berkonflik atas
keputusan dan hasil akhir dari keinginan wilayah. Persatuan Bangsa-bangsa
perundingan. sebagai pihak netral juga gagal melakukan
Kunci dari resolusi konflik adalah analisis yang tepat terhadap konflik sehingga
38
Verity - UPH Journal of International Relations
Faculty of Social and Political Science
Pelita Harapan University
39
Verity - UPH Journal of International Relations
Faculty of Social and Political Science
Pelita Harapan University
References
Arifin. (2016). Faktor-faktor keterlibatan Aljazair dalam konflik Maroko-Sahara Barat pada tahun
2000-2013. Yogyakarta, Indonesia: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Cherkaoui, M. (2017). The four-approach dilemma of the Western Sahara Conflict. Washington,
DC: Arab Center.
Kasraoui, S. (2017). Timeline: Western Sahara dispute from 1859 to 2018. Morocco World
News. Retrieved from https://www.moroccoworldnews.com/2017/11/233515/morocco-
westren-sahara-polisario/amp/
Labac, K. L. (2016). The source of protracted conflict in the Western Sahara. Monterey, CA:
Naval Postgraduate School.
Pruitt, D. G., & Carnavale, P. J. (1993). Negotiation in social conflict. Pacific Grove, CA:
Brooks/Cole Publishing Company.
Putra, A. A. G. F. P. (2009). Meretas perdamaian dalam konflik Pilkada Langsung. Jurnal Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, 13(2), 172-189.
Sandi, F. A. (2014). Diplomasi Muhammadiyah di Tengah Pusaran Konflik Mindanao Filipina
Selatan. Yogyakarta, Indonesia: Universitas Gadjah Mada.
Security Council Report. (2019). Chronology of events. Retrieved
from https://www.securitycouncilreport.org/chronology/western-sahara.php
Security Council Report. (2019). Monthly forecast. New York, NY: United Nations Security
Council
Sudira, I. N. (2017). Resolusi konflik dalam perubahan dunia. Global: Jurnal Politik
Internasional,19(2), 156-171. https://doi.org/10.7454/global.v19i2.301
Surwandono, & Ahmadi, S. (2011). Resolusi konflik di dunia Islam. Yogyakarta, Indonesia: Graha
Ilmu.
Surwandono. (2012). Menakar resolusi konflik di dunia Islam. Jurnal Hubungan Internasional,
1(1), 27-31. https://doi.org/10.18196/hi.2012.0003.27-31
The North Africa Post. (2019). Mauritanian President supports Morocco’s sovereignty over the
Sahara. Retrieved from https://www.northafricapost.com/29846-mauritanian-president-
supports-moroccos-sovereignty-over-the-sahara.html
Utariah, D. (2006). Konflik internasional. Sumedang, Indonesia: Universitas Padjadjaran.
40