Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

Keperawatan Maternitas

Kehamilan Ektopik

Disusun Oleh :

Rizki Pilayati
20300015
Profesi Ners

Dosen Pengampu ;

Ns. Rezka Nurvinanda, M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
TAHUN 2020
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kehamilan Ektopik Terganggu

1. Pengertian

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi bila telur yang dibuahi

berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstra

uterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars

interstisialis tuba dan kanalis servikalis termasuk dalam uterus, tetapi jelas

bersifat ektopik (Manuaba, 2013).

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar

rongga uterus, tuba falopi merupakan tempat tersering untuk terjadinya

implantasi kehamilan ektopik. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi

dituba, jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis

uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus (Prawiroharjo,

2005)

Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi

diluar endometrium kavum uteri (Mansjoer, 2005)

2. Klasifikasi

Menurut Prawirohardjo (2005), macam macam kehamilan ektopik

berdasarkan lokasinya antara lain :

a. Kehamilan Ektopik Tuba

Pars interstisialis, isthmus, ampulla, infundibulum, fimbria.

b. Kehamilan Ektopik Uterus


Kanalis servikal, diverkulum, kornu, tanduk rudimenter.

c. Kehamilan Ovarium.

d. Kehamilan Ektopik Intraligamenter

e. Kehamilan Abdominal

f. Kombinasi Kehamilan dalam & luar Uterus

Kehamilan ektopik yang paling banyak terjadi adalah dituba, hal ini

disebabkan oleh adanya hambatan perjalanan ovum yang tidak dibuahi ke

kavum uteri, hal ini dapat disebabkan oleh :

a. Adanya sikatrik pada tuba

b. Gangguan kelainan bawaan pada tuba

c. Gangguan fisiologis pada tuba karena pengaruh hormonal


3. Anatomi Fisiologi dan Anatomi

a. anatomi

b. Fisiologi

Manusia baru mulai terbentuk ketika sebuah sel sperma dari sekian juta yang

keluar waktu bersenggama berhasil membuahi sel telur (ovum). Dari berjuta-

juta sel sperma yang masuk pada ujung atas vagina, hanya beberapa ribu saja

yang berhasil menerobos masuk ke dalam rongga rahim. Dari jumlah itu

hanya beberapa ratus yang mampu mencapai saluran telur melalui bagian

tanduk (cornu) rahim. Manusia baru sebenarnya mulai tersusun ketika

kromosom-kromosom dari sel sperma dan sel telur itu bergabung menjadi

satu. Dengan dikendalikan oleh gen, sel kemudian membelah diri sampai

terbentuk manusia baru, seperti yang telah diuraikan di depan (Cunngingham,

2014).

Waktu persetubuhan, cairan semen tumpah kedalam vagina dan berjuta-

juta sel mani bergerak memasuki rongga rahim lalu masuk kesaluran telur,

pembuhan sel telur oleh sperma biasanya terjadi di bagian yang

menggelumbung dari tuba falopii. Di sekitar sel telur banyak berkumpul


sperma yang banyak mengeluarkan ragi untuk melindungi zat-zat yang

melindungi ovum, kemudian masuklah satu sel mani dan bersatu dengan sel

telur. Peristiwa ini yang disebut pembuahan (Mochtar, 1998).

Pembuahan adalah proses penyatuan gamet pria dan wanita., terjadi di

ampulla tuba falopi. Spermatozoa bergerak dengan cepat kedalam saluran

telur. Pergerakan naik ini disebabkan oleh kontraksi otot-otot uterus didalam

tuba. Spermatozoa dapat bertahan hidup didalam saluaran reproduksi wanita

selam kira-kira 24 jam (Mansjoer, 2005).

Ovum yang telah dibuahi ini segera membelah diri sambil bergerak oleh

rambut getar tuba menuju ruang rahim, kemudian melekat pada mukosa rahim

untuk selanjutnya bersarang diruang rahim, peristwa ini disebut nidasi

(implantasi). Dari pembuahan sampai nidasi diperlukan waktu kira-kira enam

sampai tujuh hari. Untuk menyuplai darah dan zat-zat makanan bagi mudigah

dan janin, dipersiapkan uri atau plasenta hasil dari nidasi ini adalah blastula.

Jaringan endometrium ini banyak mengandung sel-sel desidua. Blastula ini

akan masuk kedalam desidua. Bila nidasi telah terjadi dimulailah diferensiasi

sel-sel blastula (Cunningham, 2014).

Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus

luteum graviditatis dan trofoblas, uterus menjadai besar dan lembek;

endometrium dapat berubah pula menjadi desidua. Dapat ditemukan pula

perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella.

Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan

berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa,

dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya ditemukan

pada sebagian kehamilan etopik. Setelah janin mati, desidua dalam uterus
mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping, tetapi

kadang-kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan yang dijumpai pada

kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh

pelepasan desidua yang degrenatif (Wiknjosastro, 2007).

4. Etiologi

Menurut Mitayani (2009) Etiologi kehamilan ektopik sebagian besar

tidak diketahui penyebabnya, kemungkinan factor yang memegang peranan

adalah sebagai berikut :

a. Factor dalam lumen tuba : endosalfingitis, hipoplasia lumen tuba

b. Factor dinding lumen tuba : endometriosis tuba, diventrikel tuba

congenital.

c. Factor diluar dinding lumen tuba : perlengketan pada tuba, tumor

d. Factor lain : migrasi luar ovum, fertilisasi in vitro.

5. Manifestasi Klinik

Menurut Mitayani (2009) Gambaran klinik dari kehamilan ektopik

terganggu tergantung pada lokasinya. Tanda dan gejalanya sangat bervariasi

tergantung pada ruptur atau tidaknya kehamilan tersebut. Adapun gejala dan

hasil pemeriksaan laboratorium antara lain :

a. Gambaran klinis kehamilan tuba belum terganggu tidak khas. Pada umumnya

ibu menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda dan mungkin merasa nyeri

sedikit diperut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada

pemeriksaan vaginal, uterus membesar dan lembek, walaupun mungkin

besarnya tidak sesuai dengan usia kehamilan. Tuba yang mengandung hasil
konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual.

b. Gejala kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda dari perdarahan

banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapat gejala yang tidak

jelas.

c. Nyeri yang merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu.

Pada rupture tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan

instensitas yang kuat disertai dengan perdarahan yang menyebabkan ibu

pingsan dan masuk kedalam syok.

d. Perdarahan pervaginam merupakan salah satu tanda penting yang kedua pada

KET. Hal ini menunjukkan kematian pada janin.

e. Amenore juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik.

Lamanya amenore bergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat

bervariasi.

7. Patofisiologi

Pada kehamilan normal, proses pembuahan (pertemuan sel telur dengan

sperma) terjadi pada tuba, kemudian sel telur yang telah dibuahi digerakkan dan

berimplantasi pada endometrium rongga rahim. Kehamilan ektopik yang dapat

disebabkan antara lain faktor di dalam tuba dan luar tuba, sehingga hasil

pembuahan terhambat atau tidak bisa masuk ke rongga rahim, sehingga sel telur

yang telah dibuahi tumbuh dan berimplantasi (menempel) di beberapa tempat

pada organ reproduksi wanita selain rongga rahim, antara lain di tuba falopii

(saluran telur), kanalis servikalis (leher rahim), ovarium (indung telur), dan

rongga perut. Yang terbanyak terjadi di tuba falopii (Mitayani, 2009).


Pathway/WOC

Faktor Uterus Faktor Tuba Faktor Ovarium

Kehamilan ektopik terganggu

Salpingektomi ovarium dextra

Post salpingektomi ovarium dextra

Insisi Abdomen Fisiologi post


operasi

Terputusnya Pelepasan substansi


kontinuitas jaringan kimia

Serabut saraf perifer

Risiko Infeksi

Nyeri Akut

Gangguan
Mobilitas
Fisik
8. Komplikasi

Komplikasi dari kehamilan ektopik menurut Mitayani (2009) antara lain :

a. Pada pengobatan konservatif, yaitu jika ruptur tuba telah lama berlangsung (4-

6 minggu), terjadi perdarahan ulang (recurrent bledding). Ini merupakan

indikasi operasi.

b. Infeksi

c. Sub-ileus karena massa pelvis

d. Sterlitas

9. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium : kadar hemoglobin, leukosit, tes kehamilan bila

baru terganggu.

b. Dilatasi kuretase

c. Kuldosentesis, yaitu suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui

apakah didalam kavum Douglasi terdapat darah.

Teknik Kuldosentesis:

1) Baringkan pasien dalam posisi litotomi

2) Bersihkan vulva dan vagina dengan antiseptik

3) Pasang speculum dan jepit bibir belakang porsio dengan cunam serviks,

lakukan traksi kedepan hingga forniks posterior tampak.

4) Suntikkan jarum spinal no.18 kekavum Douglasi dan lakukan pengisapan

dengan spuit 10 cc.

5) Pada pengisapan keluar darah, perhatikan apakah darahnya berwarna

coklat sampai hitam yang tidak membeku atau berupa bekuan kecil yang

merupakan tanda hematokel retrouterina.


d. Ultrasonografi berguna pada 5-10% kasus bila ditemukan kantong gestasi

diluar uterus.

e. Laparoskopi atau laparatomi sebagai pendekatan diagnosa terakhir (Mansjoer,

2005).

10. Penanganan Tindakan Bedah Pada Kasus Kehamilan

Ektopik

Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi. Dalam

tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yakni :

a. kondisi ibu pada saat itu

b. keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya

c. lokasi kehamilan ektopik

d. kondisi anatomis organ pelvis

e. kemampuan teknik bedah mikro dokter

f. kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat.

Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan

salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan

konservatif. Apabila kondisi ibu buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih

baik dilakukan salpingektomi. Pada kasusu kehamilan ektopik di pars

ampularis tuba yang belum pecah biasanya ditangani dengan menggunakan

kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan (Mitayani, 2009).

11. Diagnosa Keperawatan

Menurut SDKI (2016), diagnosa keperawatan yang muncul pada klien

kehamilan ektopik antara lain :


a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)

ditandai dengan mengeluh nyeri, gelisah, bersikap protektif, dan tekanan

darah meningkat.

b. Risiko Infeksi faktor risiko efek prosedur invasive

c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan enggan

melakukan pergerakan dan fisik lemah.


12. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
Nyeri akut Setelah dilakukan askep *Manajemen Nyeri :
berhubungan selama 2x24 1. Identifikasi factor yang
dengan agen diharapakan control memperberat dan memperingan
pencedera fisik nyeri meningkat dengan nyeri.
(prosedur operasi) kriteria hasil : 2. Berikan teknik nonfarmakologis
ditandai dengan 1. Melaporkan nyeri untuk mengurangi rasa nyeri (Mis.,
mengeluh nyeri, terkontrol dengan hypnosis, akupresur, terapi music,
gelisah, bersikap skala 4/5 biofeedback, terapi pijat,
protektif, dan 2. Kemampuan aromaterapi, teknik imajinasi
tekanan darah mengenali penyebab terbimbing, kompres
meningkat nyeri dengan skala dingin/hangat, terapi bermain).
4/5 3. Fasilitasi istirahat dan tidur.
3. Kemampuan 4. Pertimbangkan jenis dan sumber
menggunakan teknik nyeri dalam pemilihan strategi
non-farmakologis meredakan nyeri.
dengan skala 4/5 5. Jelaskan strategi meredakan nyeri
6. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu.

Setelah dilakukan askep  Perawatan Luka


Risiko Infeksi
selama 2x24 1. Monitor karakteristik luka
faktor risiko efek
diharapakan mobilitas (mis. drainase, warna, ukuran
prosedur invasif
fisik meningkat dengan dan bau)
kriteria hasil : 2. monitor tanda-tanda infeksi
1. Nyeri dengan skala 3. Bersihkan dengan cairean
4/5 NaCl atau pembersih
2. Perdarahan dengan nontoksik, sesuai kebutuhan
skala 4/5 4. Pasang balutan sesuai jenis
3. Kemerahan dengan luka
skala 4/5 5. Ganti alutan sesuai eksudat
4. Suhu kulit dengan dan drainase
skala 4/5 6. Berikan salep yang sesuai ke
5. Pertumbuhan kulit/lesi, jia perlu
rambut dengan 7. Jelaskan tanda dan gejala
skala 4/5 infeksi
8. Kolaborasi pemberian
antibiotic
Setelah dilakukan askep * Dukungan Mobilisasi
Gangguan
selama 2x24 1. Identfikiasi adanya nyeri atau
mobilitas fisik
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, G F. Leveno, K J. Bloom, S L. Hauth, J C. Rouse, D J. And Spong, C Y. 2014.


Obstetri Williams Edisi 23 Volume 1. Jakarta. EGC

Mansjoer, Arief. 2005. Kapita Selekta Kedokteran, ed. 3, cet. 5, Jakarta:Media Aesculapis

Manuaba, I.B.G. 2013. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. EGC: Jakarta.

Mitayani. 2005. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta Selatan:Salemba Medika

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri . ed. 2 ed. 2. Jakarta : EGC

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. ed. 1 cet. 3, Jakarta:Dewan


Pengurus Pusat
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. ed. 1 cet. 3, Jakarta:Dewan
Pengurus Pusat
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Ed. 1 cet. 2, Jakarta:Dewan Pengurus
Pusat
Prawiroharjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan, ed. 3, cet. 9, Jakarta:Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiharjo

Wiknjosastro, H, Saifuddin, A & Rachimhadhi, T. 2007. Ilmu Kebidanan, ed. 3, cet. 9,


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai