NIM : 18Ns11008
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
KEHAMILAN EKTOPIK
A. Definisi
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik
dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut
sebagai kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik dapat terjadi diluar
rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi
didalam rahim misalnya dalam cervix, pars interstitialis tuba atau dalam tanduk
rudimenter rahim. Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba
(90%) terutama di ampula dan isthmus Dewi, (2016) dalam Barliatin, (2019).
Manusia baru mulai terbentuk ketika sebuah sel sperma dari sekian juta
yang keluar waktu bersenggama berhasil membuahi sel telur (ovum). Dari berjuta
– juta sel sperma yang masuk pada ujung atas vagina, hanya beberapa ribu saja
yang berhasil menerobos masuk ke dalam rongga rahim. Dari jumlah itu hanya
beberapa ratus yang mampu mencapai saluran telur melalui bagian tanduk (cornu)
rahim. Manusia baru sebenarnya mulai tersusun ketika kromosom – kromosom
dari sel sperma dan sel telur itu bergabung menjadi satu. Dengan dikendalikan
oleh gen, sel kemudian membelah diri sampai terbentuk manusia baru, seperti
yang telah diuraikan di depan Jones, 2005 dalam Barliatin, (2019).
Waktu persetubuhan, cairan semen tumpah kedalam vagina dan berjuta –
juta sel mani bergerak memasuki rongga rahim lalu masuk kesaluran telur,
pembuhan sel telur oleh sperma biasanya terjadi di bagian yang menggelumbung
dari tuba falopii. Di sekitar sel telur banyak berkumpul sperma yang banyak
mengeluarkan ragi untuk melindungi zat – zat yang melindungi ovum, kemudian
masuklah satu sel mani dan bersatu dengan sel telur. Peristiwa ini yang disebut
pembuahan Mochtar, (1998) dalam Barliatin, (2019).
Pembuahan adalah proses penyatuan gamet pria dan wanita., terjadi di
ampulla tuba falopi. Spermatozoa bergerak dengan cepat kedalam saluran telur.
Pergerakan naik ini disebabkan oleh kontraksi otot – otot uterus didalam tuba.
Spermatozoa dapat bertahan hidup didalam saluaran reproduksi wanita selam kira
– kira 24 jam Sadler, (1997) dalam Barliatin, (2019).
Ovum yang telah dibuahi ini segera membelah diri sambil bergerak oleh
rambut getar tuba menuju ruang rahim, kemudian melekat pada mukosa rahim
untuk selanjutnya bersarang diruang rahim, peristwa ini disebut nidasi
(implantasi). Dari pembuahan sampai nidasi diperlukan waktu kira – kira 6 – 7
hari. Untuk menyuplai darah dan zat – zat makanan bagi mudigah dan janin,
dipersiapkan uri atau plasenta hasil dari nidasi ini adalah blastula. Jaringan
endometrium ini banyak mengandung sel – sel desidua. Blastula ini akan masuk
kedalam desidua. Bila nidasi telah terjadi dimulailah diferensiasi sel – s el blastula
Mochtar,(1998) dalam Barliatin, (2019).
Wanita memiliki sifat kewanitaannya, karena setiap sel dalam tubuhnya
memiliki 44 otosom dan dua kromosom X, kecuali sel telurnya. Sifat kewanitaan
itu di perkuat oleh tidak adanya kromosom Y dalam sel – sel tubuh. Karena tidak
memiliki kromosom Y, maka alat kelamin akan berkembang sebagaimana
mestinya. Juga didapat bukti – bukti, dengan tidak adanya kromosom Y membuat
seorang wanita memiliki jiwa yang feminine Jones, (2005) dalam (Barliatin,
2019).
Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditatis dan trofoblas, uterus menjadai besar dan lembek ; endometrium dapat
berubah pula menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan – perubahan pada
endometrium yang disebut fenomena Arias – Stella. Sel epitel membesar dengan
intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma
sel dapat berlubang – lubang atau berbusa, dan kadang – kadang ditemukan
mitosis. Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan etopik.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian
dikeluarkan berkeping – keping, tetapi kadang – kadang dilepaskan secara utuh.
Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus
dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degrenatif Wiknjosastro, (2007)
dalam Barliatin, (2019).
C. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi
sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam
Barliatin, (2019) menjelaskan beberapa faktor yang berhubungan dengan
penyebab kehamilan ektopik terganggu, yaitu :
1. Faktor Mekanis
Hal – hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi
kedalam kavum uteri, antara lain :
a. Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia
mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentuk kantong –
kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga
menyebabkan implantasi hasil zigot tuba falopi.
b. Adhesi Pertubal setelah infeksi paska aborsi/infeksi paska nifas, apenditis,
atau endometriasis, yang mengakibatkan tertekuknya tuba atau penyempitan
lumen.
c. Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asoserium dan
hipoplasi.
d. Bekas operasi tuba, memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan
usaha untuk memperbaiki potensi tuba pada sterilisasi.
e. Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya benjolan
adneksia.
f. Penggunaan IUD
2. Faktor Fungsional
a. Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri
yang abnormal.
b. Refluk menstruasi.
c. Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormone estrogen dan
progesteron.
3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.
4. Hal lain seperti : Riwayat KET dan abortus induksi sebelumnya.
D. Manifestasi Klinik
Gambaran klinik dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada
lokasinya. Tanda dan gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau
tidaknya kehamilan tersebut. Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium
antara lain :
1. Amenorhea
Hampir sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik yang memiliki berkas
perdarahan pada saat mereka mendapatkan menstruasi, dan mereka tidak
menyadari bahwa mereka hamil.
2. Gejala kehamilan muda.
3. Nyeri perut bagian bawah pada ruptur tuba nyeri terjadi tiba – tiba dan hebat,
menyebabkan penderita pingsan sampai shock. Pada abortus tuba nyeri mula –
mula pada satu sisi, menjalar ke tempat lain. Bila darah sampai diafragma bisa
menyebabkan nyeri bahu dan bila terjadi hematokel retrouterina terdapat nyeri
defekasi.
4. Perdarahan pervagina bewarna coklat.
5. Pada pemeriksaan vagina terdapat nyeri goyang bila serviks digerakkan, nyeri
pada perabaan dan kavum douglasi menonjol karena ada bekuan darah
Mansjoer A, (2000 ; 267) dalam Barliatin, (2019).
Gejala lain antara lain :
1. Syock Hipovolemia.
2. Nyeri bahu dan leher.
3. Nyeri pada palpasi : Perut penderita biasanya tegang dan agak kembung.
4. Nyeri pada toucher.
5. Pembesaran Uterus.
6. Tumor dalam rongga panggul.
7. Gangguan berkemih.
8. Perubahan darah.
E. Patofisiologi
Salah satu fungsi saluran telur yaitu untuk membesarkan hasil konsepsi
(zigot) sebelum turun dalam rahim, tetapi oleh beberapa sebab terjadi gangguan
dari perjalanan hasil konsepsi dan tersangkut serta tumbuh dalam tuba. Saluran
telur bukan tempat ideal untuk tumbuh kembang hasil konsepsi. Disamping itu
penghancuran pembuluh darah oleh proses proteolitik jonjot koreon menyebabkan
pecahnya pembuluh darah. Gangguan perjalanan hasil konsepsi sebagian besar
karena infeksi yang menyebabkan perlekatan saluran telur. Pembuluh darah pecah
karena tidak mempunyai kemampuan berkontraksi maka perdarahan tidak dapat
dihentikan dan tertimbun dalam ruang abdomen. Perdarahan tersebut
menyebabkan perdarahan tuba yang dapat mengalir terus ke rongga peritoneum
dan akhirnya terjadi ruptur, nyeri pelvis yang hebat dan akan menjalar ke bahu.
Ruptur bisa terjadi pada dinding tuba yaitu darah mengalir antara 2 lapisan
dari mesosalping dan kemudian ke ligamentum latum. Perubahan uterus dapat
ditemukan juga pada endometrium. Pada suatu tempat tertentu pada endometrium
terlihat bahwa sel – sel kelenjar membesar dan hiperskromatik, sitoplasma
menunjukkan vaskularisasi dan batas antara sel – sel kurang jelas. Perubahan ini
disebabkan oleh stimulasi dengan hormon yang berlebihan yang ditemukan dalam
endometrium yang berubah menjadi desidua. Setelah janin mati desidua
mengalami degenerasi dan dikeluarkan sepotong demi sepotong. Pelepasan
desidua ini disertai dengan perdarahan dan kejadian ini menerangkan gejala
perdarahan pervaginam pada kehamilan ektopik terganggu Dewi, (2016: 47 – 48)
dalam Dr. Vladimir, (2019).
F. Pathway
Berduka
Risiko
Infeksi
Nyeri
Akut
Risiko
Konstipasi
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencangkup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan
mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan
perawat, dan bukan atas petunjuk data petugas kesehatan lain. Tindakan
kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil
keputusan bersama seperti dokter atau petugas kesehatan lain.
6. Evaluasi Keperawatan
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil
dan tujuan yang hendak dicapai.
LAPORAN PENDAHULUAN
LAPARATOMI
A. Definisi
Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan
operasi Lakaman, (2011) dalam Valenthino Tefna, (2019).
Laparatomi merupakan operasi yang dilakukan untuk membuka bagian
abdomen. Laparatomi merupakan suatu bentuk pembedahan mayor dengan,
dengan melakukan pengayatan pada lapisan – lapisan dinding abdomen untuk
mendapatkan bagian organ yang mengalami masalah (hemoragi, perforasi, kanker
dan obstruksi).
B. Klasifikasi
1. Mid-line incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan,
eksplorasi dapat sedikit lebih luas, cepat dibuka dan ditutup, serta tidak
memotong ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insisi ini adalah
terjadi hernia cikatrialis, indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar,
dan klien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis, restosigmoid
dan organ dalam pelvis.
2. Paramedian
Sedikit ke tepi dari garis tengah (2,5cm), panjang (12,5cm), terbagi menjadi
dua yaitu paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi jenis operasi lambung,
eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bawah serta plenoktomi.
3. Transverse upper abdomen incision
Insisi bagian atas misalnya pembedahan colesistotomy dam splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision
Insisi melintang dibagian bawah 4 cm diatas anterior spinailiaka, misalnya
pada operasi apendictomy. Latihan – latihan fisik seperti latihan napas dalam,
batuk efektif, menggerakan otot kaki, menggerakan otot bokong, latihan alih
baring dan turun dari tempat tidur. semuanya dilakukan hari ke – 2 post
operasi.
C. Etiologi
Etiologi menurut Smeltzer, (2012) dalam Valenthino Tefna, (2019)
sehingga dilakukan laparatomi adalah karena disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam).
2. Peritonitis.
3. Perdarahan saluran cerna.
4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5. Massa pada abdomen.
D. Patofisiologi
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosiaonal
Dorland, (2011) dalam Valenthino Tefna, (2019). Trauma adalah luka atau cedera
fisik lainya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat. Trauma
adalaha penyebab kematian paling utama pada anak dan orang dewasa kurang dari
44 tahun. Penyalahgunaan alkohol adalah obat yang telah menjadi faktor
komplikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak
disengaja. trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja.
Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut bisa terjadi dengan
atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan
dapat bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi.
Tusukan/tembakan, pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk
pengaman dapat mengakibatkan terjadinya trauma abdomen sehingga harus
dilakukan laparatomi. Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu
kehilangan darah, memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ – organ,
nyeri, iritasi cairan usus. Sedangkan trauma tembus abdomen dapat
mengakibatkan hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres
simpatis, perdarahan atau pembekuan darah, kontaminasi bakteri, kematian sel.
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ dan respon stres dari saraf simpatis
akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit, syok dan perdarahan,
kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi, nyeri akut.
E. Manifestasi Klinik
1. Nyeri tekan pada area insisi pembedahan.
2. Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan.
3. Kelemahan.
4. Gangguan integumen dan jaringan subkutan.
5. Konstipasi.
6. Mual dan muntah, anoreksia.
F. Pathway
Etiologi
(Trauma abdomen, peritonitis, perdarahan saluran cerna,
sumbatan pada usus halus dan usus besar, massa pada abdomen)
Pembatasan aktivitas
Risiko Infeksi
Kelemahan
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemerikasaan rektum : Adanya darah menunjukan kelaina pada usus besar;
kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung; dan katerisasi,
adanya darah menunjukan adanya lesi pada saluran kencing.
a. Laboratorium : Hemoglobin, hematokrit, leukosit, analisis urine.
b. Radiologik : Bila diindikasikan untuk dilakukan laparatomi
c. IVP/sistogram : Hanya dilakukan bila ada kecurigaan pada trauma saluran
kencing.
2. Parasentesis perut : Tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang
diragukan adanya kelainan pada rongga perut yang disertai denga trauma
kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20
yang ditusukan melalui dinding perut di daerah kuadran bawah atau digaris
tengah dibawah pusat dengan menggosokan buli – buli terlebih dahulu.
3. Lavase peritoneal : Fungsi dan aspirasi atau bilasan rongga perut dengan
memasukan cairan garam fisiologis melului kanula yang dimasukan kedalam
rongga peritoneum.
Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomi adalah :
1. Respiratory : Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi
pernapasan.
2. Sirkulasi : Tensi, nadi, respirasi, dan suhu waran kulit, refil kapiler.
3. Persyarafan : Tingkat kesadaran.
4. Balutan : Apakan ada drainase? apakah ada tanda – tanda infeksi, bagaimana
proses penyembuhanya?
5. Peralatan : Monitor yang terpasang, cairan infus dan transfusi.
6. Rasa nyaman : Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien dan status ventilasi.
7. Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi
8. Evaluasi Keperawatan
Menurut Craven & Hirlne, (2011) evaluasi didefinisikan sebagai
keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan
keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku klien
yang tampil.
Tujuan dari evaluasi antara lain :
a. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.
b. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan
keperawatan yang telah diberikan.
c. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
d. Mendapatkan umpan balik.
e. Sebagai tanggung jawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA