Anda di halaman 1dari 11

Apresiasi Seni Rupa

A. Pengertian Apresiasi

Apresiasi secara etimologi: “appreciatie” (Belanda), “appreciation” (Ing), menurut kamus Inggris, “to
appreciate”, yaitu bentuk kata kerja yang berarti: to judge the value of; understand or enjoy fully in
the right way (Oxford), to estimate the quality of; to estimate rightly; to be sensitively aware of
(Webster).

Secara umum apresiasi seni atau mengapresiasi karya seni berarti, mengerti sepenuhnya
seluk-beluk sesuatu hasil seni serta menjadi sensitif terhadap segi-segi estetika. Apresiasi dapat juga
diartikan berbagi pengalaman antara penikmat dan seniman, bahkan ada yang menambahkan,
menikmati sama artinya dengan menciptakan kembali. Tujuan pokok penyelenggaran apresiasi seni
adalah menjadikan masyarakat "melek seni" sehingga dapat mencrima seni sebagaimana mestinya.
Dengan kata-kata yang lebih lengkap, apresiasi adalah kegiatan mencerap (menangkap dengan
pancaindera), menanggapi, menghayati sampai kepada menilai sesuatu (dalam hal ini karya seni).

Kegiatan apresiasi seni atau mengapresiasi karya seni dapat diartikan sebagai upaya untuk
memahami berbagai hasil seni dengan segala permasalahannya serta terjadi lebih peka akan nilai-
nilai estetika yang terkandung di dalamnya. Hal ini ditegaskan oleh Soedarso (1990:77) bahwa
apresiasi adalah: “Mengerti dan menyadari sepenuhnya seluk-beluk sesuatu hasil seni serta menjadi
sensitif terhadap segi-segi estetiknya sehingga mampu menikmati dan menilai karya tersebut
dengan semestinya.” Sementara itu Rollo May (Alisyahbana, 1983:81) menambahkan bahwa
berapresiasi terhadap suatu kreasi baru atau hasil seni juga merupakan suatu tindakan kreatif.

Mengapresiasi karya seni itu penting sekali karena akan membuat hidup lebih nikmat,
gembira, sehat. Bayangkan, bagaimana jika ada orang yang tidak mampu sekali menikmati karya seni
(dalam arti luas, termasuk seni di luar seni rupa). Dalam kehidupan sehari-hari, secara disadari atau
tidak, orang melakukan apresiasi pada tingkat tertentu: menonton pameran, mendengarkan musik,
menonton film di TV, memilih motif kain dan sebagainya.

B. Langkah-langkah Apresiasi

Dalam menganalisis dan menanggapi karya seni rupa secara garis besar ada dua cara yang
dapat dilakukan, yaitu dengan menggunakan ukuran subyektif, artinya menilai bagus tidaknya
berdasarkan pertimbangan sendiri, misalnya karya ini sangat bagus atau indah karena kita
memandang benda seni itu amat menyenangkan. Penilaian dengan ukuran objektif artinya, menilai
bagus tidaknya karya seni atas dasar ukuran kenyataan dan objek (karya seni rupa) itu sendiri. Bila
karyanya memiliki ukuran secara objektif bagus, maka kita katakan bagus. Demikian juga sebaliknya.
Setiap karya seni tentunya memiliki ciri khas, yang berbeda satu sama lain.

Mengungkapkan karakteristik karya seni rupa dua dimensi tentu berbeda dengan karya seni
rupa yang tiga dimensi. Karakteristik karya seni dua dimensi terilihat dari (1) segi bentuk atau
wujudnya; (2) teknik yang digunakan dan (3) fungsi serta maknanya. Ketiga bagian itu saling
berhubungan. Bentuk karya terwujud karena teknik dan proses pembuatan. Bentuk juga berkaitan
dengan kegunaan atau fungsi. Demikian bentuk berkait dengan makna. Untuk itu usaha
mengapresiasi karya seni rupa Nusantara yang ada di daerah anda akan memperhatikan ketiga
ukuran tersebut.

Coba perhatikan dua karya seni rupa di daerah anda (sebuah gambar ilustrasi atau dua
dimensi dan sebuah karya patung atau tiga dimensi). Perhatikan dari segi bentuk-nya, proses
pembuatanya, terutama teknik pengrjaannya. Apakah ada perbedaan? Membuat gambar ilustrasi
dengan menggunakan pensil atau ballpoint di atas kertas. Sedangkan membuat patung (kayu atau
bahan lainnya) tidak menggunakan pensil tapi peralatan cukilan atau pahatan. Perkirakan juga
kesulitan dalam pembuatannya, waktu yang digunakan untuk membuat dan hal-hal lain yang
berhubungan dengm teknik pembuatan. Nyatakan tanggapan tersebut sesuai dengan penilaian
subyektif dan objektif.

Menganalisis dan menanggapi karya seni rupa tiga dimensi akan berbeda dengan karya seni
rupa yang dua dimensi. Karya tiga dimensi bisa jadi lebih menarik, karena pada karya tiga dimensi
bendanya lebih nyata. Dari segi gagasan tentu akan beragam. Dari segi bahan juga bermacam-
macam, bahkan segi teknikya terlihat berbeda. Biasanya dalam pengerjaan karya tiga dimensi lebih
lama dibandingkan dengan karya dua dimensi.

Karena di lingkungan kita (daerah setempat) karya seni rupa dua dumensi dan tiga dimensi
bermacam-macam, maka tentu saja gagasan, bahan atau bentuk dan tekniknya bermacam-macam
pula. Pada masing-masing karya akan memiliki arti yang berbeda. Sebenarnya upaya menganalisis
dan menanggapi masing-masing karya seni rupa yang ada di lingkungan anda sendiri dimaksudkan
agar anda menjadi penilai atau apresiator yang baik. Dengan mengetahui keberagaman bentuk,
teknik dan funginya, anda menghargai apa yang dibuat oleh para seniman yang ada di daerah
setempat. Bila anda menekuni dan mencermati pekerjaan tersebut anda akan merasakan bahwa apa
yang dikerjakan para pekerja seni itu bukan sesuatu yang mudah. Anda akan turut merasa terlibat
atau berempati dan mengagumi pekerjaan seni rupa.

Adakah cara yang dapat diupayakan agar anda dapat melakukan apresiasi karya seni dengan
lebih bermutu? Ada. Selain banyak melihat, membaca, mendengarkan atau membiasakan
menghayati karya seni, anda dapat menggunakan apa yang disebut dengan pendekatan dan
pentahapan apresiasi.

C. Pendekatan dan Metode Apresiasi

Apresiasi seni dapat dilakukan dengan berbagai metode atau pendekatan sebagai berikut :

1. Pendekatan aplikatif

Apresiasi melalui pendekatan aplikatif ditumbuhkan dengan melakukan kegiatan berkarya


seni secara langsung, di studio, di kampus, di rumah atau di mana saja. Melalui praktek berkarya,
apresiasi tumbuh dengan serta merta akibat dari pertimbangan dan penghayatan terhadap proses
berkarya dalam hal keunikan teknik, bahan, dsb. Melalui berkarya seni, kita dapat merasakan
berbagai pertimbangan teknik yang digunakan oleh seniman dalam proses berkarya. Tidak jarang
keunikan teknik atau bahan tertentu menumbuhkan gagasan yang unik bagi seorang perupa.
Berkarya menggunakan medium batu misalnya, tentu akan meberikan sensasi yang berbeda
dibandingkan dengan menggunakan medium tanah liat yang lunak, walaupun kedua medium
tersebut dapat digunakan untuk mewujudkan karya seni patung. Semakin banyak pengetahuan kita
tentang teknik, alat dan bahan yang digunakan dalam berkarya seni rupa, akan semakin bertambah
pula wawasan kita dalam mengapresiasi karya seni rupa.

Pendekatan aplikatif dapat juga dilakukan dengan melihat proses berkarya seorang perupa
secara langsung. Kita dapat mengunjungi sanggar, studio atau sentra-sentra kerajinan yang ada di
daerah kita atau didaerah lain untuk melihat secara langsung bagaimana para perupa dan pengrajin
bekerja mewujudkan karya seni rupanya. Dengan kemajuan teknologi saat ini, proses berkarya seni
yang dilakukan oleh para perupa tersebut dapat juga kita saksikan melalui tayangan film dalam
bentuk video atau CD. Dengan demikian wawasan kita tentang proses berkarya seni akan semakin
kaya.
2. Pendekatan kesejarahan

Apresiasi dengan pendekatan ini ditumbuhkan melalui pengenalan sejarah perkembangan


seni. Dalam praktek sehari-hari secara sederhana, kita dapat mencoba meneliti asal usul sebuah
karya seni rupa dengan bertanya kepada orang tua kita di rumah, ayah, ibu, paman atau siapa saja
tentang riwayat sebuah karya seni. Pertanyaan tersebut berkisar pada soal fungsi karya pada saat
dibuat dibandingkan dengan fungsinya saat ini, siapa (seniman) yang membuatnya, tempat karya
seni diproduksi, serta kapan waktu pembuatannya.

Apresiasi dengan pendekatan kesejarahan tidak cukup dengan mengunjungi musium atau
melihat berbagai karya peninggalan perupa-terdahulu. Seperti telah disebutkan di atas, apresiasi
dengan pendekatan ini membutuhkan kemauan untuk mengethui lebih jauh tentang karya-karya
seni yang kita lihat. Berbagai model pertanyaan dapat kita buat untuk mendapatkan informasi
sebanyak-banyaknya tentang karya-karya tersebut. Beberpa pertanyaan yang dapat kita ajukan
diantaranya sebagai berikut:

PERTANYAAN
LINGKUP JAWABAN
1.      Siapa yang membuat karya itu?        seniman/kriyawaan

2.      Di mana karya itu berada?        Saat ini dan dulu

3.      Bagaimana cara karya itu dihadirkan?        Proses pemindahan

4.      Bilamana karya itu datang?        Peristiwa


yg melatarbelakangi
kedatangan karya

5.      Siapa yang memperoleh karya itu?        Pemilik karya itu dulu dan sekarang

6.      Mengapa ?        Latar belakang kepemilikan

7.      Berapa harga karya itu?        Harga saat ini

8.      Siapa saja yang melihat karya pada        individu/komunitas/masyarakat

saat itu?

9.      Siapa yang melihat karya itu saat ini?        individu/komunitas/masyarakat

10.  Bagaimana cara karya tersebut       Pameran/musium/galeri/public

diperkenalkan/dihadirkan? space

11.  Apa artinya pada saat itu?       Arti/fungsi pada saat itu

12.  Apa artinya karya itu pada saat ini?       Arti/fungsi saat ini

13.  Apa yang terjadi yang ditunjukkan       Deskripsi objek


pada/dengan karya itu?

14.  Apakah (itu) karya satu-satunya?       Varian/jenis karya yang serupa

15.  Bagaimana kondisi karya?       Utuh/rusak dsb/perubahan yg terjadi

16.  Terbuat dari apakah karya (itu)?       Material/alat/bahan

17.  Untuk siapa karya (itu) dibuat?       Latar belakang pembuatan karya

18.  Benda/karya apakah (itu)?       Jenis karya seni

3. Pendekatan problematik

Apresiasi ditumbuhkan dengan menyoroti masalah serta liku-liku seni sebagai sarana untuk
dapat menikmati secara semestinya. Apresiasi melalui pendekatan ini dimulai dengan mengenali
unsur-unsur fisik dan non fisik (unsur-unsur dan prinsip-prinsip seni rupa) yang terdapat dalam
sebuah karya seni. Langkah selanjutnya adalah mengetahui ukuran karya, mengenali teknik dan
bahan-bahan yang digunakan, tema yang diangkat dan objek yang dipilih.

Rangkuman
Secara umum apresiasi seni atau mengapresiasi karya seni berarti, mengerti sepenuhnya seluk beluk
sesuatu hasil seni serta menjadi sensitif terhadap segi-segi estetika. Apresiasi dapat juga diartikan
berbagi pengalaman antara penikmat dan seniman, bahkan ada yang menambahkan menikmati
sama artinya dengan menciptakan kembali. Tujuan pokok penyelenggaran apresiasi seni adalah
menjadikan masyarakat “melek seni” sehingga dapat menerima seni sebagai mestinya .

Apresiasi seni dapat dilakukan dengan berbagai metode atau pendekatan sebagai berikut :

a. Pendekatan aplikatif

Melalui apresiasi dengan pendekatan ini ditumbuhkan dengan melakukan kegiatan berkarya seni
secara langsung .

b. Pendekatan kesejarahan
Apresiasi dengan pendekatan ini ditumbuhkan melalui pengenalan sejarah/ perkembangan seni
c. Pendekatan problematik

Melalui pendekatan ini apresiasi ditumbuhkan dengan menyoroti masalah serta liku-liku seni
sebagai sarana untuk dapat menikmatinya secara semestinya.

Fungsi Apresiasi dan Kritik


dalam Pendidikan Seni Rupa

A. Apresiasi dalam Pendidikan Seni Rupa

Salah satu aspek pembelajaran yang cukup penting dalam pendidikan seni rupa adalah
apresiasi. Dalam bahasa sederhana, apresiasi berarti menerima, menghargai melalui proses
yang melibatakan rasa dan fikir. Kegiatan apresiasi seni di masyarakat kita, begitu juga dalam
penyelenggaraan pendidikan seni di kelas, sampai saat ini masih terbatas sekali dalam arti
belum banyak dikembangkan. Walaupun sesungguhnya pada masa sekarang, anak-anak
memiliki lebih banyak peluang untuk meningkatkan apresiasi dibandingkan dengan zaman
dahulu. Kini teknologi elektronika, khususnya reproduksi dan percetakan sudah maju. Karya-
karya terkenal dapat diperlihatkan guru kepada para siswa di sekolah. Pameran-pameran seni
juga lebih sering diselenggarakan.
Tetapi yang lebih penting lagi, peningkatan apresiasi dapat dilakukan dari tingkat
dasar yang sederhana, dari karya-karya siswa sendiri dan teman-temannya, dilakukan guru di
dalam kelas. Peningkatan kepekaan apresiasi merupakan gabungan antara aspek : mata
(pengamatan) dan rasa (penghayatan), melalui teknik bertanya dan menunjukkan unsur-unsur
menarik dari suatu karya.
Secara lebih luas, apresiasi dilakukan bukan hanya terhadap karya seni tetapi juga
terhadap keindahan di alam. Siswa diajak “melihat” keindahan yang ada di mana-mana.
Keindahan atau kemenarikan hasil karya ditunjukkan guru (lebih tepat: disarankan), dengan
catatan bukan mutlak harus diterima siswa. Dengan banyaknya melihat unsur-unsur yang
indah/artistik, maka terciptalah pola gambaran mental pada dirinya tentang apa-apa yang
dianggap kebanyakan orang sebagai hal yang indah/seni. Selanjutnya ia akan memilih, hal-
hal apa yang secara individual menarik bagi dirinya. Di sinilah letak kebebasan siswa untuk
menerima atau menolak, menyenangi atau kurang menyenangi sesuatu yang memungkinkan
dirinya memiliki kepekaan individual (sebagai apresiator) maupun gaya individual (jika ia
berkarya).
Menurut Lowenfeld (1982), diskusi tentang aspek-aspek desain (harmoni,
keseimbangan, ritme, kesatuan, pusat perhatian, dsb) akan membentuk kesadaran anak
terhadap kualitas baik-buruk karya seni dan dengan demikian apresiasi seni akan terbentuk.
Hal-hal yang dibicarakan dalam diskusi tersebut meliputi antara lain :
1.      Judul-judul atau objek yang digambarkan: apa yang tampak, apa yang aneh, apa yang
menarik. Pada tahap usia SD, yang disukai anak umumnya penggambaran secara visual yang
“hidup”, bukan karya-karya abstrak atau yang memerlukan renungan mendalam.
2.      Warna. Dipertanyakan mana yang disukai, mana warna yang kurang kuat (kabur), mana yang
menurut mereka aneh atau ganjil.
3.      Penempatan. Dipertanyakan, bagaimana kesesuaian ukuran gambar dengan bidang gambar,
distimulasi perlunya keseimbangan, untuk meningkatkan kepekaan komposisi.
4.      Pemanfaatan media. Dipertanyakan kemungkinan-kemungkinan teknik penggunaan media,
sifat khas media serta cara-cara orang lain yang berhasil menggunakannya.
Perlu dikemukakan di sini bahwa pengembangan apresiasi seni untuk SD hendaknya lebih
diutamakan secara terpadu dengan kegiatan praktek, jadi bukan tersendiri misalnya dua jam
pelajaran memberi ceramah tentang macam-macam apresiasi seni. Anak dapat dibimbing
untuk mendiskusikan karyanya sendiri atau mengapresiasi karya temannya

B. Kritik Seni dalam Pendidikan Seni Rupa

Kritik Pedagogik (Pedagogical Criticism) adalah tipe kritik yang dilakukan oleh
seorang guru (pendidik) terhadap karya siswanya dalam usaha mengembangkan proses
pembelajaran yang bermuatan kreasi dan apresiasi. Dalam rangka proses pembelajaran siswa,
seorang pendidik memiliki peranan sebagai pekritik karya-karya siswa sebagai motivasi,
responsi, evaluasi, reinforcement. Peranan pendidik tersebut sangat berfungsi untuk membina
kemandirian kreasi dan ekspresi diri anakdidik (Siswa). Tidak menghakimi siswa dengan
putusan nilai yang kuantitatif, namun lebih mengarah kepada penguatan the student’s
artistic personality.
Jika kita tinjau dari sudut kependidikan, kritik menempati posisi yang integratif
dengan sistem pembelajaran. Kritik dalam proses belajar - mengajar akan selalu muncul tak
terpisahkan dengan dengan metoda mengajar, strategi belajar-mengajar, dan evaluasi.
Kritik lisan yang disampaikan Pendidik dalam kelas terhadap karya Siswa sebagai
bukti bahwa Pendidik berusaha untuk membangun artistic personality Siswa. Hal itu tidak
lepas dari keseluruhan proses pembelajaran. Berbeda dengan evaluasi. Evaluasi diberikan
oleh Pendidik kepada Siswa dalam upaya untuk mengetahui keberhasilan proses belajar -
mengajar, dan dilakukan di akhir suatu program (misalnya tes formatif, sumatif, dsb.).
Evaluasi terpisah dari keseluruhan proses pembelajaran. Pembobotan nilai dalam kritik pun
berbeda dengan evaluasi biasa.

C. Pendidikan melalui Kritik dan Apresiasi Seni


Pembelajaran apresiasi dan kritik seni tidak saja berfungsi dalam pembelajaran seni
tetapi dapat juga diimplementasikan untuk pembelajaran lainnya. Implementasi kritik dan
apresiasi menumbuhkan sikap yang mendukung anak dalam: (1) pembelajaran sosial, (2)
membangun kemitraan dengan komunitas, (3) menjadi peneliti yang aktif, (4) menjadi
komunikator yang efektif dan (5) partisipasi dalam kehidupan yang saling
berketergantungan.

1. Pembelajaran Sosial
Kompetensi untuk menilai dan menghargai karya seni menumbuhkan sikap untuk
menghargai fenomena sosial lainnya. Ketika para siswa mengambil bagian dalam apresiasi
praktek seni yang ada di masyarakat, mereka mengembangkan suatu pemahaman tentang
dinamika masyarakat dalam konteks budaya, sosial, ekonomi dan historis tertentu dan
berbagi makna sosial yang diproduksi dan dihargai oleh kelompok masyarakat tersebut.
Melalui kegiatan dan pengalaman ini, para siswa mengembangkan keterampilan interaktif,
kepercayaan sosial, pemahaman dinamika kelompok dan kemampuan untuk merundingkan
dalam kelompok ketika mereka bekerja ke arah suatu tujuan bersama. Hal ini akan mendidik
mereka untuk memahami perasaan mereka sendiri, tanggapan secara emosional dan orang
lain seperti halnya ketika mereka terlibat dalam, dan merefleksikan, sebuah pengalaman seni.
Kondisi ini membawa mereka ada dalam situasi yang memungkinkan untuk berempati
dengan yang lain, berbagi kegembiraan, mengatur frustrasi dan menghadirkan perasaan
ketika menciptakan produk seni.

2. Membangun kemitraan dengan komunitas


Apresiasi seni dapat menciptakan kebersamaan di antara para siswa dan anggota sekolah,
masyarakat sekitar dan komunitas seni. Kemitraan ini melibatkan siswa dalam pendekatan
dengan banyak orang, pengalaman dan konteks. Beberapa siswa dapat mengakses manfaat
pribadi melalui pengalaman seni yang ada di masyarakat ini seperti halnya pengalaman
belajar yang diciptakan di sekolah. Mengembangkan kemitraan dengan pihak yang
menawarkan keikutsertaan dalam berbagai program seni memungkinkan untuk
menghubungkan pelajaran di dalam sekolah dengan realitas yang ada dimasyarakat.
Kemitraan juga menyediakan peluang untuk menginformasikan masyarakat tentang
pendidikan di dalam dan melalui aktivitas seni.
Dengan asumsi sumber daya masyarakat dan sekolah berbeda, aktivitas belajar dapat
diperkaya dengan membangun kemitraan dengan orang lain pihak yang terlibat dalam seni.
Orang tua, anggota masyarakat, pengurus seni (arts administrators), seniman lokal, para guru
dan para pekerja industri seni dapat memberi dukungan dengan berbagi kegiatan,
pengalaman, keahlian, keterampilan dan cara kerja mereka menggunakan material serta
praktek.
Kemitraan dengan komunitas dapat juga memperkaya aktivitas pelajaran yang
ditawarkan ke para siswa dengan menyediakan akses ke peralatan, fasilitas, musium, dan
kegiatan seni di masyarakat. Pengertian yang mendalam terhadap praktek seni dapat disajikan
melalui pengalaman seniman dalam program sekolah, karya seni yang asli dan “ruang”
aktivitas seni di luar kelas, “ruang” publik dan “ruang” virtual. Kegiatan ini berharga bagi
para siswa dan anggota masyarakat karena memiliki peluang untuk berinteraksi dan
berkolaborasi pada proyek seni dalam situasi belajar di kehidupan nyata.
Penghargaan dan pemahaman tentang keaneka ragaman budaya dan sifat alami saling
berhubungan antara seni dan budaya mungkin dieksplorasi dengan jalan yang penuh makna.
Hal ini ditingkatkan melalui representasi praktek seni dan seniman-seniman tradisi yang lahir
dari budaya asli yang ada di masyarakat ke dalam lingkungan sekolah.
Kemitraan dengan masyarakat pedalaman dan penduduk asli, misalnya, menyediakan
peluang belajar yang cukup esensial bagi siswa. Masyarakat semacam ini sering mempunyai
kultur dengan suatu orientasi lisan dan pendekatan holistik kepada transmisi pengetahuan
budaya. Ekspresi dari identitas budaya, sejarah, hukum, hubungan dengan alam dan sistem
kekerabatan melalui suatu variasi makna artistik menyediakan pengalaman belajar yang kaya
bagi para siswa. Untuk menciptakan dan memelihara kemitraan dengan masyarakat
pedalaman atau penduduk asli, peserta belajar harus menghormati protokol dan prosedur
yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Efektivitas dari proses pembelajaran melalui
program kemitraan ini, dapat dilakukan dengan mencari pembimbing (guidance) dari
kelompok pribumi, organisasi dan anggota masyarakat yang relevan.
3. Menjadi peneliti yang aktif

Melalui kegiatan apresiasi dan kritik pada dasarnya siswa melakukan kegiatan
penelitian. Sebagai peneliti yang aktif, para siswa membangun makna melalui apresiasi dan
kritik apa yang mereka selidiki, uraikan dan prediksi. Mereka mempelajari dan menemukan
sendiri jalan yang efektif untuk mengakui adanya berbagai perspektif dan untuk menghadapi
tantangan perbedaan pandangan, metoda dan kesimpulan. Para siswa menggunakan berbagai
teknik dan teknologi dan menerapkannya dalam apresiasi dan kritik untuk menyelidiki dan
menganalisa secara tekstual maupun kontekstual. Sikap ini akan membantu kepekaan siswa
terhadap aspek gagasan yang bersifat intuitif dan berlangsung sesaat dari banyak proses dan
produk seni sehingga peluang terhadap penemuan dapat segera dikenali dan diselidiki (dikaji
dengan kritis).

4. Menjadi komunikator yang efektif

Mempresentasikan tanggapan dalam pembelajaran kritik dan apresiasi dapat


mendorong siswa menjadi komunikator yang efektif. Kompetensi ini menuntut para siswa
mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dan dengan penuh percaya
diri di dalam berbagai konteks dan untuk komunikan yang berbeda. Mereka belajar untuk
menggunakan berbagai sistem simbol, bahasa, bentuk dan proses seni ketika merumuskan,
mengkomunikasikan serta membenarkan pendapat dan gagasan. Para siswa memahami
bahwa karya seni berfungsi juga sebagai media komunikasi yang membawa nilai-nilai
didalamnya sebagai konstruksi kenyataan dan imajinasi, serta mempunyai kapasitas untuk
menimbulkan tanggapan.

5. Partisipan dalam kehidupan yang saling berketergantungan.

Dengan mengambil bagian, mengapresiasi dan mengkritisi pengalaman, produk dan


capaian seni, para siswa mulai untuk mencerminkan, bereaksi dan mengevaluasi peran seni di
dalam masyarakat yang berbeda. Para siswa mengembangkan suatu pemahaman yang
meningkatkan kualitas diri mereka sebagai anggota budaya dan masyarakat masa lampau,
hari ini dan masa depan di mana mereka dapat berkontribusi didalamnya.
Melalui negosiasi dan bekerja sama dalam pengambilan keputusan, serta aktif secara
efektif di dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama, para siswa belajar
mengidentifikasi dan menerapkan keterampilan antar budaya dan antar pribadi yang berbeda.
Kemampuan ini dapat mengembangkan suatu kapasitas untuk mengatasi kerancuan dan
kompleksitas di dalam dunia dari perubahan budaya, sosial, teknologi dan ekonomi yang
cepat terutama dalam era globalisasi saat ini (lihat Duncum, 2001)

Rangkuman
Salah satu aspek pembelajaran yang cukup penting adalah apresiasi. Dalam
pembelajaran seni rupa, peningkatan apresiasi dapat dilakukan dari tingkat dasar yang
sederhana, dari karya-karya siswa sendiri dan teman-temannya, dilakukan guru di dalam
kelas. Peningkatan kepekaan apresiasi merupakan gabungan antara aspek: mata (pengamatan)
dan rasa (penghayatan), melalui teknik bertanya dan menunjukkan unsur-unsur menarik dari
suatu karya.
Kritik Pedagogik (Pedagogical Criticism) adalah tipe kritik yang dilakukan oleh
seorang guru (pendidik) terhadap karya siswanya dalam usaha mengembangkan proses
pembelajaran yang bermuatan kreasi dan apresiasi. Dalam rangka proses pembelajaran siswa,
seorang pendidik memiliki peranan sebagai pekritik karya-karya siswa sebagai motivasi,
responsi, evaluasi, reinforcement. Peranan pendidik tersebut sangat berfungsi untuk membina
kemandirian kreasi dan ekspresi diri anakdidik (Siswa). Guru tidak menghakimi siswa
dengan putusan nilai yang kuantitatif, namun lebih mengarah kepada penguatan the
student’s artistic personality.
Pendidikan melalui Kritik dan Apresiasi Seni memberikan manfaat dalam (1)
pembelajaran sosial, (2) membangun kemitraan dengan komunitas, (3) menjadi peneliti yang
aktif, (4) menjadi komunikator yang efektif dan (5) berpartisipasi dalam kehidupan yang
saling berketergantungan.

Latihan
Kumpulkan gambar anak sekolah dasar dari berbagai tingkatan umur dan kelas kemudian
lakukan simulasi mendiskusikan karya-karya tersebut dalam kegiatan apresiasi atau kritik
karya seni. Catat semua tanggapan yang muncul saat diskusi, kemudian bandingkan hasil
tanggapan dari masing-masing gambar tersebut dan susun dalam sebuah karya tulis ilmiah.

Anda mungkin juga menyukai