Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH HADIST-HADIST DAKWAH

“HADIST TENTANG TATA PERGAULAN”

DISUSUN

 SUDIRMAN
 SITI MUJIYEM

JURUSAN PMI/KESSOS A.
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ALAUDDIN MAKASSA
ANGKATAN 2012

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Pada masa permulaan Al-Qur’an masih diturunkan, Nabi Muhammad SAW melarang
menulis hadits karena dikhawatirkan akan bercampur dengan penulisan Al-Qu’ran. Pada masa
itu, di samping menyuruh menulis Al-Qur’an, Nabi Muhammuad SAW juga menyuruh
menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an.
            Jumhur Ulama  berpendapat bahwa hadits Nabi Muhamma SAW yang melarang
penulisan hadits tersebut sudah dinaskh dengan hadits-hadits lain yang mengizinkannya.
            Walaupun beberapa sahabat sudah ada yang menulis hadits, namun hadits masih belum
dibukukan sebagaimana Al-Qur’an. Keadaan demikian ini berlangsung sampai akhir Abad I H.
Umat Islam terdorong untuk membukukan hadits setelah agama Islam tersiar di daerah-daerah
yang berjauhan bahkan banyak di antara mereka yang wafat.
            Menurut pendapat yang populer di kalangan ulama hadits, yang pertama-tama
menghimpun hadits serta membukukannya adalah Ibnu Syihab az-Zuhri, kemudian diikuti oleh
ulama-ulama di kota-kota besar yang lain.
            Penulisan dan pembukuan hadits Nabi SAW ini dilanjutkan dan disempurnakan oleh
ulama-ulama hadits pada abad berikutnya, sehingga menghasilkan kitab-kitab yang besar seperti
kitab al-Muwaththa’, Kutubus Sittah dan lain sebagainya.

B.   Rumusan Masalah

1. Orang lain selamat dari lidahnya


2. Menghormati tetangganya

BAB II
PEMBAHASAN

1. Orang lain selamat dari lidahnya


"Abi Musa r.a. berkata, "Beberapa sahabat bertanya kepada Nabi Muhammad
Saw.,'Wahai Rasullullah, apakah yang utama dalam islam itu?'Beliau menjawab, 'Siapa
saja orang Islam yang selamat dari lidah dan tangannya.'""(Bukhari-Muslim)

Kandungan Hadits:
Lidah orang Islam selalu mengeluarkan kebaikan dan hikmah. Begitu juga tangan orang
Islam selalu berbuatkemaslahatan. Sehingga, lidah dan tangannya menghasilkan
keselamatan dan rasa aman. Keutamaan inilah yang menjadikan orang Islam mendapat
ganjaran terbaik dari Allah Swt. Orang Islam adalah orang yang bisa menjaga lidah dan
tangannya dari berbuat buruk sehingga mampu menyelamatkan dirinya, orang lain, dan
lingkungannyaSaudara/i ku yang di Muliakan ALLAH , Hadits ini memiliki makna yang sangat
luas, diantaranya bahwa seorang muslim yang sejati adalah muslim yang mana orang-orang
muslim lainnya selamat dari perbuatan lidah dan tangannya.

Dimana kejahatan lidah (mulut) tidak hanya terbatas dengan umpatan atau cacian, namun
kejahatan lidah bisa juga dengan mengadudomba, memfitnah dan lainnya.

Begitu pula kejahatan tangan tidaklah hanya terbatas dengan pukulan namun bisa juga
disebabkan karena jabatan, kekuasaan, kekuatan, atau harta. Maka seorang muslim yang
baik adalah seorang muslim yang ketika orang muslim lainnya selamat dari perbuatan
(kejahatan) lidah dan tangannya, ia tidak mencelakai muslim yang lain dengan lidah atau
tangannya. Akan tetapi makna yang lebih agung dari hadits ini, sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh guru mulia Al Musnid Al Habib Umar bin Muhammad bin Hafizh :

"bahwa seorang muslim yang baik adalah ketika orang muslim yang lain selamat karena
lidah dan tangannya. Mungkin lidahnya (ucapan) yang berupa nasihat membuat orang lain
selamat dari perbuatan jahat atau semisalnya , mungkin tangannya (perbuatannya)
membuat orang lain selamat dari kejahatan atau musibah, seperti contoh ketika seseorang
melihat orang faqir yang kesusahan kemudian ia mengumpulkan dana dari teman-temanya
untuk membantu orang tersebut karena khawatir jika ia dibantu oleh orang lain yang
memiliki kekuasaan atau kekuatan ia akan menghamba kepada orang yang membantu
tersebut.

Maka seorang muslim yang seperti ini adalah muslim yang sejati dimana telah
menyelamatkan muslim lainnya dengan ucapan dan perbuatannya. Dan tidak ada yang lebih
selamat di dunia dan di akhirah lebih dari sang pembawa keselamatan, sayyidina
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan tidak satu pun makhluk yang dicipta Allah
di segala penjuru barat dan timur dari golongan malaikat, jin atau manusia akan selamat jika
bukan karena makhluk yang dicipta Allah yang mendapatkan bagian dari rahmat Allah, dan
rahmat itu adalah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana firman
Allah subhanahu wata’ala : “Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan
sebagai rahmat bagi seluruh alam”. (QS.Al Anbiyaa: 107)

Oleh karena itu berpeganglah erat pada rahmat itu, rangkullah keindahan cinta kepada nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Semakin kita dekat kepada Allah subhanahu
wata’ala dengan kedekatan yang sebenarnya, maka kita pun akan semakin dekat dan cinta
kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan seluruh makhluk di alam
semesta ini tunduk kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan izin Allah
subhanahu wata’ala

 Menjaga Lisan

Seseorang yang menjaga lisannya tidak berkata kecuali perkataan yang baik, ucapan yang
haq, adil, dan jujur. Jika seseorang senantiasa menjaga lisannya, niscaya Allah akan senantiasa
membimbing dia pada perbuatan-perbuatan yang baik dan mengampuninya.

‫ص لِ ْح لَ ُك ْم أ َْع َم الَ ُك ْم َو َي ْغ ِف ْر لَ ُك ْم‬ ً ‫ين آَ َمنُ وا َّات ُق وا اللَّهَ َوقُولُوا َق ْواًل َس ِد‬
ْ ُ‫) ي‬70( ‫يدا‬ َ
ِ َّ‫يا أَيُّه ا ال‬
‫ذ‬ َ َ
)71(…‫ذُنُوبَ ُك ْم‬
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah ucapan yang
benar, niscaya Allah akan memperbaiki amalan-amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa
kalian…(Q.S al-Ahzaab:70)

Setelah menjaga hati, penjagaan yang paling penting berikutnya adalah lisan. Jika lisan dijaga,
maka secara otomatis perbuatan anggota tubuh yang lain akan terjaga.

ِ
َ ِ‫ول ات َِّق اللَّهَ فينَ ا فَِإمَّنَا حَنْ ُن ب‬
‫ك فَِإ ْن‬ ُ ‫ض اءَ ُكلَّ َه ا تُ َكفُِّر اللِّ َس ا َن َفَت ُق‬ ْ ‫آد َم فَِإ َّن اأْل‬
َ ‫َع‬ ْ ‫إِ َذا أ‬
َ ‫َص بَ َح ابْ ُن‬
َ ‫اسَت َق ْمنَا َوإِ ْن ْاع َو َج ْج‬
‫ت ْاع َو َج ْجنَا‬ ْ ‫ت‬َ ‫اسَت َق ْم‬
ْ
Pada pagi hari, seluruh anggota tubuh anak Adam semuanya tunduk pada lisan, dan berkata:
(wahai lisan), bertakwalah kamu kepada Allah atas (keselamatan) kami.Karena keadaan kami
tergantung engkau.Jika engkau istiqomah, kami akan istiqomah. Jika engkau menyimpang, kami
(juga) menyimpang (H.R atTirmidzi dari Abu Said al-Khudry, al-Munawy menyatakan bahwa
sanadnya shohih dalam Faydhul Qodiir)

Al-Ahnaf bin Qois –seorang tabi’i- menyatakan:

  “Mengucapkan kalimat yang baik lebih baik dari diam, dan diam lebih baik dari ucapan yang
sia-sia dan batil. Duduk bersama orang sholih lebih baik dari menyendiri. Menyendiri lebih
baik dari duduk bersama orang yang jahat “(disebutkan oleh Ibnu Abdil Baar dalam kitab ‘At-
Tamhiid’ juz 17 hal 447)

Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata : Jika engkau akan berbicara berfikirlah (terlebih
dahulu). Jika nampak bahwa tidak ada bahaya (mudharat), maka berbicaralah. Jika padanya
ada mudharat atau ragu, tahanlah (tidak berbicara)(Syarh Shohih Muslim linNawawy (2/19)

Sahabat Nabi Abud Darda’ radhiyallaahu ‘anhu berkata: Sesungguhnya dijadikan untukmu 2
telinga dan 1 mulut agar engkau lebih banyak mendengar dibandingkan berbicara (Mukhtashar
Minhajul Qoshidin karya Ibnu Qudamah (3/24))

II. Menghormati tetangganya


َ َ‫ح ع َْن أَبِي هُ َري َْرةَ ق‬
‫ال‬ ٍ ِ‫صال‬ َ ‫ين ع َْن أَبِي‬ ٍ ‫ص‬ ِ ‫ص ع َْن أَبِي َح‬ ِ ‫َح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ بْنُ َس ِعي ٍد َح َّدثَنَا أَبُو اأْل َحْ َو‬
ْ ْ ‫آْل‬ ْ ‫هَّلل‬
‫ارهُ َو َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِا ِ َواليَوْ ِم ا ِخ ِر فَليُك ِر ْم‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَاَل ي ُْؤ ِذ َج‬
َ ِ ‫قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
‫ت‬ْ ‫ض ْيفَهُ َو َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَ ْليَقُلْ خَ ْيرًا أَوْ لِيَصْ ُم‬
َ

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami Abu Al
Ahwash dari Abu Hashin dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dia berkata; Rasululloh shallallohu
‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa berimana kepada Alloh dan hari Akhir, janganlah ia
mengganggu tetangganya, barangsiapa beriman kepada Alloh dan hari Akhir hendaknya ia
memuliakan tamunya dan barangsiapa beriman kepada Alloh dan hari Akhir hendaknya ia
berkata baik atau diam.”

PENJELASAN HADITS

Hadits ini memberikan panduan kepada orang yang beriman agar melakukan 3 hal :

1. Ucapkan ucapan yang baik atau diam.


2. Muliakan tetangga
3. Muliakan tamu

Beriman kepada Allah dan Hari Akhir

Dalam hadits ini Nabi mendahulukan penyebutan ketiga perbuatan itu dengan ucapan :
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir…..

Banyak ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits Nabi yang menyebutkan tentang iman kepada Allah
dan hari akhir. Hal itu menunjukkan bahwa beriman kepada Allah dan hari akhir akan
memotivasi seseorang untuk bertakwa. Ia lakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan karena
yakin bahwa ia akan dibalas sesuai perbuatannya di akhirat nanti.

Sesungguhnya kehidupan yang hakiki adalah kehidupan akhirat. Rasulullah shollallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda:

َ ‫اللَّهُ َّم اَل َعي‬


‫ْش إِاَّل َعيْشُ اآْل ِخ َر ِة‬

Ya Allah, tidak ada kehidupan (yang hakiki) kecuali kehidupan akhirat (H.R alBukhari dan
Muslim)

ِ ِ ِ ُّ ‫ي ْؤتَى بِأَْنع ِم أَه ِل‬


‫آد َم‬
َ ‫ال يَا ابْ َن‬ َ ‫ص بَ ُغ يِف النَّا ِر‬
ُ ‫ص ْبغَةً مُثَّ يُ َق‬ ْ ُ‫الد ْنيَا م ْن أ َْه ِل النَّا ِر َي ْو َم الْقيَ َام ة َفي‬ ْ َ ُ
ِ ‫َش ِّد الن‬
‫َّاس بُ ْؤ ًس ا‬ َ ‫ب َويُ ْؤتَى بِأ‬ ِّ ‫ول اَل َواللَّ ِه يَا َر‬ُ ‫ط َفَي ُق‬ ُّ َ‫يم ق‬ ِ َ ِ‫ط هل مَّر ب‬
ٌ ‫ك نَع‬ َ ْ َ ُّ َ‫ت َخْيًرا ق‬ َ ْ‫َه ْل َرأَي‬
‫ط َه ْل‬ ُّ َ‫ت بُ ْؤ ًسا ق‬َ ْ‫آد َم َه ْل َرأَي‬
َ ‫ال لَهُ يَا ابْ َن‬ ُ ‫صْبغَةً يِف اجْلَن َِّة َفُي َق‬َ ‫صبَ ُغ‬
ِ ِ ُّ ‫يِف‬
ْ ُ‫الد ْنيَا م ْن أ َْه ِل اجْلَنَّة َفي‬
ُّ َ‫ت ِش َّدةً ق‬
‫ط‬ ُّ َ‫س ق‬
ُ ْ‫ط َواَل َرأَي‬ ٌ ‫ب َما َمَّر يِب بُ ْؤ‬ ِّ ‫ول اَل َواللَّ ِه يَا َر‬
ُ ‫ط َفَي ُق‬ ُّ َ‫ك ِش َّدةٌ ق‬ َ ِ‫َمَّر ب‬
(Nanti pada hari kiamat) akan didatangkan penduduk dunia yang paling merasakan kenikmatan
(di dunia) namun ia termasuk penduduk neraka. Orang tersebut dicelupkan satu kali celupan ke
neraka kemudian ditanya: Wahai anak Adam, apakah engkau pernah melihat kebaikan, apakah
engkau pernah merasakan kenikmatan? Orang itu berkata: Tidak, demi Allah wahai Tuhanku.
Kemudian didatangkan orang yang paling sengsara hidupnya di dunia, tapi ia penduduk surga.
Kemudian orang itu dicelupkan satu kali celupan ke surga kemudian ditanya: Wahai anak
Adam, apakah engkau pernah melihat penderitaan sebelumnya? Apakah angkau pernah
merasakah kesengsaraan? Orang itu berkata: Tidak demi Allah wahai Tuhanku, aku tidak
pernah melihat dan merasakan penderitaan maupun kesengsaraan sama sekali sebelumnya (H.R
Muslim)
Pelajaran :

1.     Iman terkait langsung dengan kehidupan sehari-hari.

2.     Islam menyerukan kepada sesuatu yang dapat menumbuhkan rasa cinta dan kasih
sayang dikalangan individu masyarakat muslim.

3.     Termasuk kesempurnaan iman adalah perkataan yang baik dan diam dari selainnya .

4.     Berlebih-lebihan dalam pembicaraan dapat menyebabkan kehancuran, sedangkan


menjaga pembicaraan merupakan jalan keselamatan.

5.     Islam sangat menjaga agar seorang muslim berbicara apa yang bermanfaat dan
mencegah perkataan yang diharamkan dalam setiap kondisi.

6.     Tidak memperbanyak pembicaraan yang diperbolehkan, karena hal tersebut dapat
menyeret kepada perbuatan yang diharamkan atau yang makruh.

7.     Termasuk kesempurnaan iman adalah menghormati tetangganya dan


memperhatikanya serta tidak menyakitinya.

8.     Wajib berbicara saat dibutuhkan, khususnya jika bertujuan menerangkan yang haq
dan beramar ma’ruf nahi munkar.

9.     Memuliakan tamu termasuk diantara kemuliaan akhlak dan pertanda komitmennya
terhadap syariat Islam.

10. Anjuran untuk mempergauli orang lain dengan baik

 Memulyakan Tetangga

Tetangga adalah orang yang tinggalnya berdekatan dengan kita. Ia memiliki hak untuk
dimulyakan, dijaga haknya, dan tidak diganggu (disakiti). Sebagian Ulama’ di antaranya al-
Imam anNawawy menjelaskan bahwa berdasarkan kedekatannya, tetangga terbagi menjadi 4,
yaitu : 1) Orang yang tinggal satu rumah dengan kita, 2) Orang yang rumahnya berdampingan
dengan rumah kita, 3) Orang yang rumahnya dalam radius 40 rumah dari rumah kita, dan 4)
Orang yang tinggal dalam satu negeri dengan kita. Semakin dekat, semakin besar haknya sebagai
tetangga.

Tetangga, meski seorang yang kafir, ia memiliki hak untuk dimulyakan sebagai tetangga dalam
Islam. Sahabat Nabi Abdullah bin Amr bin al-Ash ketika disembelihkan kambing untuknya
berkata : Sudahkah kamu menghadiahkan kepada tetangga kita Yahudi? Saya mendengar
Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Senantiasa Jibril mewasiatkan kepadaku
terhadap tetangga, sampai-sampai aku mengira bahwa ia akan meberikan hak waris kepadanya
(H.R alBukhari dalam Adabul Mufrad no 105).

Minimal, seseorang harus menjaga dirinya untuk tidak mengganggu, menyakiti atau
mendzhalimi tetangganya. Sebagaimana dalam lafadz riwayat yang lain:

ِ ِ ِ ِ ِ
ُ‫َو َم ْن َكا َن يُ ْؤم ُن بِاللَّه َوالَْي ْوم اآْل خ ِر فَاَل يُ ْؤذ َج َاره‬
Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir janganlah menyakiti tetangganya
(H.R Abu Dawud)

Dosa mendzhalimi tetangga lebih besar dibandingkan mendzhalimi orang lain. Rasulullah
shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ٍ ‫الرجل ِمن ع ْشر ِة أَبي‬


‫ات أَيْ َسُر َعلَْي ِه ِم ْن أَ ْن يَ ْس ِر َق ِم ْن َجا ِر ِه‬َْ َ َ ْ ُ ُ َّ ‫أَل َ ْن يَ ْس ِر َق‬
Seandainya seseorang mencuri pada 10 rumah, itu lebih ringan dibandingkan mencuri dari
tetangganya (H.R Ahmad dan atThobarony, al-Haitsamy menyatakan bahwa perawi-perawinya
terpercaya)

Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam ditanya: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya


seorang wanita melakukan sholat malam, berpuasa di siang hari, melakukan ini dan itu, serta
bershodaqoh, tetapi ia menyakiti tetangga dengan lisannya? Rasulullah shollallaahu alaihi
wasallam bersabda: Tidak ada kebaikan padanya. Ia termasuk penduduk neraka. Para Sahabat
berkata: sedangkan seorang wanita lain melakukan sholat wajib dan bershodaqoh dengan
beberapa potong keju tetapi ia tidak pernah menyakiti siapapun? Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: Dia termasuk penghuni surga (H.R al-Bukhari dalam Adabul Mufrad no
119).

Tingkatan yang lebih utama lagi dibandingkan sekedar tidak mengganggu tetangga adalah
berbuat baik kepada tetangga. Memberikan bantuan kepada mereka.

Hak tetangga di antaranya: Jika mereka butuh pinjaman, pinjamkanlah, jika mereka butuh
pertolongan tolonglah, jika sakit jenguklah, jika meninggal iringi jenazahnya, jika mendapat
kebaikan berikan ucapan selamat dan turut senang (tidak dengki), jika mendapat musibah
hiburlah, jika ada kelebihan makanan berilah hadiah, jika membeli makanan dan tidak mampu
untuk dihadiahkan, masukkan ke dalam rumah secara diam-diam (tidak menampakkan di
hadapannya), jangan membangun bangunan yang menghalangi aliran udara untuknya kecuali
jika diijinkan (hadits-hadits tentang ini lemah, namun kata Ibnu Hajar karena perbedaan
(banyaknya) jalur periwayatan menunjukkan bahwa hal itu memiliki asal (Fathul Baari (10/446))

Pemulyaan terhadap tetangga bertingkat-tingkat serta berbeda pada tiap orang dan keadaan.
Adakalanya hukumnya fardlu ‘ain (wajib), bisa juga fardlu kifayah, dan bisa pula mustahab
(sunnah).

 Memulyakan Tamu 

Memulyakan tamu adalah akhlaq yang terpuji, Dalam hadits ini Nabi tidak menyebutkan
batasan pemulyaan untuk tamu, karena hal itu disesuaikan dengan ‘urf (kebiasaan setempat),
yang berbeda pada tiap orang dan keadaan. Tamu adalah orang yang safar singgah ke tempat
mukim kita karena ada keperluan.

Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ِّ ُ‫ضْي َفهُ َجائَِزتُهُ َي ْو ُمهُ َولَْيلَتُه‬


‫الض يَافَةُ ثَاَل ثَةُ أَيَّ ٍام َو َم ا‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َم ْن َكا َن يُ ْؤم ُن بِاللَّه َوالَْي ْوم اآْل خ ِر َفْليُ ْك ِر ْم‬
ٌ‫ص َدقَة‬ ِ
َ ‫ك َف ُه َو‬
َ ‫َب ْع َد َذل‬
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia mulyakan tamunya
dengan pemberian untuknya sehari semalam. Hak bertamu adalah 3 hari, setelah itu adalah
shodaqoh (H.R Abu Dawud)

Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad menjelaskan bahwa pada sehari semalam pertama, dihidangkan
makanan dan minuman yang kadarnya (kualitasnya) lebih dari kebiasaan yang kita makan,
kemudian 2 hari berikutnya hidangannya adalah hidangan yang sesuai dengan kebiasaan (Syarh
Sunan Abi Dawud (19/479))

Tuan rumah hendaknya melayani tamu dengan menyediakan makan dan minumnya, penginapan,
serta hal-hal yang dibutuhkan tamu, melayaninya dengan ikhlas, mengucapkan ucapan yang baik
dan berwajah cerah.

Sedangkan tamu hendaknya tidak mencela sajian atau kekurangan pelayanan dari tuan rumah,
tidak menyebar aib/ kekurangan yang ada dalam rumah tersebut, mendoakan tuan rumah.
Salah satu doa yang diajarkan Nabi agar diucapkan setelah kita mendapat suguhan makanan dan
minuman dari tuan rumah adalah:

‫يما َر َز ْقَت ُه ْم َوا ْغ ِف ْر هَلُ ْم َو ْارمَحْ ُه ْم‬ِ‫اللَّه َّم با ِر ْك هَل م ف‬


َ ُْ َ ُ
Ya Allah berilah keberkahan pada apa yang Engkau rezekikan kepada mereka (tuan rumah),
ampuni mereka, dan rahmatilah mereka (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ahmad)

 Bicara yang Baik atau Diam

ْ ‫اآلخ ِر فَ ْليَقُلْ خَ ْيرًا أَوْ لِيَصْ ُم‬


‫ت‬ ِ ‫َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِاهللِ َو ْاليَوْ ِم‬

Siapa saja yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya ia mengatakan yang baik atau diam
(HR Ashhabut Tis’ah dan lainnya)

Hadis ini diriwayatkan dari empat orang Sahabat: Abu Hurairah, Aisyah, Abu Syuraih dan Anas bin Malik. 
Hadis ini dalam mayoritas riwayatnya merupakan bagian dari hadis panjang yang memerintahkan untuk
memuliakan tetangga, tidak menyakiti tetangga, memuliakan tamu dan berbicara hanya yang baik; jika
tidak, hendaknya diam.

Hadis dari Abu Hurairah diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai, Ibn
Hibban dan Abdurrazaq. Hadis dari Aisyah diriwayatkan oleh Ahmad.  Hadis dari Anas diriwayatkan oleh
Ibn Abi Dunya, Abu asy-Syaikh dan lainnya.  Hadis dari Abu Syuraih diriwayatkan oleh Imam Malik,
Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibn Majah, an-Nasai, at-Tirmidzi, Ahmad, ad-Darimi, Ibn Hibban, Ibn Abi
Syaibah, al-Humaidi dan Abad bin Humaid. 

Makna

“Man kâna yu’minu biLlâh wa al-yawm al-âkhir”, lafal iman maksudnya adalah kesempurnaan iman,
bukan masalah eksistensi, yaitu bukan masalah iman dan tidak iman. Jadi, maknanya adalah siapa saja
yang beriman dengan keimanan yang sempurna. 

Al-Hafizh di dalam Fath al-Bârî mengatakan, “Penyebutan Allah dan Hari Akhir secara khusus merupakan
isyarat pada yang permulaan dan tempat kembali yang dijanjikan.  Maknanya, siapa yang beriman
kepada Allah yang telah menciptakannya dan beriman bahwa ia akan diberi balasan atas semua
perbuatannya, maka hendaknya ia melakukan poin-poin yang disebutkan kemudian.”

Di antara aktivitas yang dituntut yang menjadi bukti kesempurnaan iman seseorang itu adalah fal yaqul
khayran aw liyashmut (hendaknya ia berkata yang baik atau hendaknya dia diam).  Kata khayr meliputi
segala apa yang diridhai Allah. Kata yashmut maknanya dijelaskan dalam riwayat lain, yaitu yaskut
(diam).  Namun, al-Munawi di dalam Faydh al-Qadîr menjelaskan bahwa kata ash-shamtu maknanya
lebih khusus dari as-sukût.  Shamtu adalah diam meski mampu berbicara. Dengan demikian, bisa
dipahami bahwa diam di sini merupakan hasil dari penataan perkataan, meski mampu mengatakannya;
tentu diam itu karena untuk menghindari dosa dan sanksi dari Allah. 

Ibn Hajar al-’Ashqalani menjelaskan bahwa hadis ini meliputi seluruh perkataan.  Termasuk yang baik
adalah semua perkataan yang dituntut, baik yang fardhu maupun mandub. Rasul mengizinkan berbicara
pada perkataan yang baik ini dengan berbagai macamnya, termasuk apa yang bisa mengantarkan
kepadanya.  Selain yang demikian adalah  termasuk perkataan yang buruk atau yang mengantarkan
pada yang buruk itu. Ketika ada keinginan untuk mengatakan yang buruk, Rasul memerintahkan untuk
diam.

Imam an-Nawawi di dalam Syarh Shahîh Muslim, menjelaskan, “Maknanya, bahwa jika ia ingin
berbicara, jika apa yang ingin ia bicarakan adalah baik, mendapatkan pahala, baik yang wajib atau
mandub, maka hendaknya ia berbicara.  Sebaliknya, jika tidak tampak bahwa itu baik dan mendapatkan
pahala,  hendaknya ia diam tidak berbicara, baik tampak bahwa itu adalah haram, makruh atau mubah
yang memuat (kemungkinan) kedua sisi (baik dan buruk).  Atas dasar ini, meninggalkan perkataan
mubah itu adalah diperintahkan dan sunnah untuk menahan diri darinya karena khawatir terjerumus
pada yang haram atau makruh.  Inilah yang biasanya terjadi pada banyak orang. 

Imam asy-Syafii berkata, “Jika seseorang ingin berbicara, hendaknya ia berpikir lebih dulu. Jika tampak
baginya tidak ada dharar yang bisa menimpanya, ia berbicara. Jika tampak di dalamnya terdapat dharar
atau ia ragu tentangnya, hendaknya ia menahan diri.”

Al-Mubarakfuri di dalam Tuhfah al-Ahwadzi menjelaskan, “Maknanya adalah jika seseorang ingin
berbicara, hendaknya ia berpikir lebih dulu sebelum berbicara.  Jika ia tahu bahwa pembicaraannya itu
tidak mengakibatkan mafsadah, tidak menjerumuskan pada yang haram dan tidak makruh, hendaknya
ia berbicara.  Jika suatu yang mubah maka keselamatan ada pada diam agar ia tidak sampai terjerumus
pada yang haram dan yang makruh.”

Jadi, hadis ini mengandung dua poin. Pertama: dorongan (perintah) untuk mengatakan yang baik, yaitu
sesuatu yang diridhai Allah.  Menurut al-Munawi, hadis ini memberi faedah bahwa perkataan yang baik
itu lebih dikedepankan daripada diam karena perintah itu disebutkan lebih dulu, dan bahwa diam itu
diperintahkan pada saat tidak berkata yang baik. 

Kedua: perintah untuk diam, yaitu perintah untuk tidak mengatakan yang buruk, yang dibenci atau

dimurkai oleh Allah.  Kata “aw (atau)” tidak bermakna takhyîr (pilihan) untuk mengatakan atau tidak
mengatakan yang baik.  Di dalam al-Muntaqâ Syarh al-Muwatha’ dinyatakan, “Diam dari mengatakan
yang baik, dzikrullah, amar makruf nahi mungkar tidak diperintahkan, malahan dilarang dengan larangan
pengharaman atau makruh. Jadi, maknanya adalah hendaknya ia berkata yang baik atau diam dari
berkata yang buruk atau yang mungkin buruk (atau menyebabkan yang buruk).”

Dengan demikian, setiap orang hendaknya berpikir dulu sebelum berbicara. Jika yang akan dia katakan
diridhai Allah, menjelaskan kebenaran, mendorong orang untuk taat dan memperjuangkan syariah,
amar makruf nahi mungkar, membela Islam dan kaum Muslim dan sebagainya maka yang seperti ini
justru harus dikatakan dan tidak boleh diam. 

Sebaliknya, jika yang akan dikatakan itu dibenci Allah; termasuk seruan kemaksiatan dan ketidaktaatan;
memerintahkan yang mungkar dan melarang yang makruf; membela dan mendorong kekufuran dan
kesesatan; membuat orang meragukan Islam, al-Quran dan as-Sunnah; tidak membela Islam dan kaum
Muslim bahkan sebaliknya meremehkan, melecehkan dan menyerang Islam dan kaum Muslim; dan
sebagainya; maka yang diperintahkan adalah diam.  Wallâh a‘lam bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman]

BAB III
PENUTUP

 KESIMPULAN
Pergaulan yang baik ialah melaksanakan pergaulan menurut norma-norma
kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan hukum syara’, serta memenuhi segala hal yang
berhak mendapatkannya masing-masing menurut kadarnya.
Dalam pembahasan ini terdapat dua topic yakni orang lai tetan selamat dari lidahnya dan
Menghormati tetangga,dan menghormai tetangga ini terdiri dari tiga pembahasan juga yaitu
jangan mengganggu tetangganya,harus menghormati tamunya,dan berkata baik atau diam.

 Saran
Demikian makalah kami tentang tata pergaulan lawan jenis. Tugas ini disusun guna
memenuhi tugas wajib mata kuliah Hadits di semester 4. Dan semoga makalah sekiranya bisa
bermanfaat bagi kami dan bagi pembaca. Kami sadar makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka
dari itu kritik dan saran yang konstruktif saya harapkan demi penyempurnaan makalah kami.

DAFTAR PUSTAKA

Ash Shidqi, Teuku Muhammad Hasby, Mutiara Hadits 6, Semarang ;PT Pustaka Rizqi Putra,
2003.
Baqi, Muhammad Fuad Abdul, Al-Lu’lu’ Wal Marjan, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2006
Hasyim, Husaini A. Majid, Riadhus Shalihin, Surabaya; PT Bina Ilmu,1993
Khomeni, Imam, 40 Hadist Telaah atas Hadits-hadits Mistis dan Akhlak, Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2004.
Moh. Rifa’i, Akhlak Seorang Muslim, Semarang; Wicaksana, 1993
Nashirudin Al-alnai, Muhammad, Silsilatul Alhaadits adh-Dhaifah wal maudhu’ah, Jakarta:
Gema Insani Press, 199M
Nawawy, Imam, Riadhus Sholihin Imam Nawawy,Jakarta: Pustaka Armani, 1999
http://www.angelfire.com/md/alihsas/pengaturan.html

Anda mungkin juga menyukai