- (( : - - : -
((
Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma menceritakan, suatu hari saya berada di
belakang Nabi shallallahu alaihi wasallam. Beliau bersabda, Nak, aku ajarkan
kepadamu beberapa untai kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu.
Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau
hendak meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau
hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, seandainya
seluruh umat bersatu untuk memberimu suatu keuntungan, maka hal itu tidak akan
kamu peroleh selain dari apa yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan andaipun
mereka bersatu untuk melakukan sesuatu yang membahayakanmu, maka hal itu tidak
akan membahayakanmu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena
telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.
Takhrij Hadits
Sejumlah ulama pengumpul hadis telah mengabadikan hadis ini di dalam karya tulis
mereka. Di antaranya adalah: Imam Tirmidzi di dalam kitab beliau Sunan At
Trmidzi no. 2516, Imam Ahmad bin Hambal di dalam kitab Al Musnad: 1/307, dan
beberapa ulama lainnya.
Penjelasan Hadits
Di dalam hadis ini Rasulllah shallallallahu alaihi wasallammewasiatkan beberapa
untai kalimat kepada Ibnu Abbas,
Untaian Kalimat yang Pertama, Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu.
Melalui putra pamannya itu, Nabi mengajarkan kita semua, bila kita menjaga Allah
dengan sebaik-baiknya, Allah pasti akan menjaga kita dengan penjagaan yang
melebihi upaya kita.
Menurut para ulama, menjaga Allah artinya menjaga batasan-batasan-Nya, hak-hak,
perintah-perintah, serta larangan-larangan-Nya. Bentuk aplikasinya adalah dengan
berkomitmen untuk menjalankan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, dan tidak
melampaui batasan yang dilarang oleh-Nya. Jika semua itu dikerjakan, maka ia
termasuk orang yang menjaga Allah sebaik-baiknya. Pemilik kriteria inilah yang 2
Di antara hak-hak Allah yang paling agung yang wajib dijaga oleh seorang hamba
adalah memurnikan segala bentuk ibadah hanya kepada-Nya. Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam berkata kepada Muadz, Wahai Muadz, tahukah engkau apa hak
Allah atas hamba-Nya? Muadz menjawab, Allah dan Rasul-Nya lebih
mengetahui. Kemudian Rasulullah bersabda, Hak Allah atas hamba-Nya adalah
beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya. (HR. Bukhari: 2856 dan
Muslim: 48)
Juga termasuk upaya menjaga Allah adalah menjaga shalat agar senantiasa tepat pada
waktunya.
Demikian juga termasuk dalam upaya menjaga Allah adalah menjaga lisan dari segala
bentuk kedustaan, perkataan kotor, adu domba, menggunjing, dan menjaga kemaluan
serta menundukkan pandangan.
Jika kalian bisa menjamin enam hal, maka aku akan jamin kalian masuk surga: [1]
Jujurlah dalam berucap; [2] tepatilah janjimu; [3] tunaikanlah amanatmu; [4] jaga
kemaluanmu; [5] tundukkan pandanganmu; [6] dan jaga perbuatanmu. (HR. Al
Hakim:8066 dan Ibnu Hibban: 107) 3
Jika seseorang telah menjaga Allah dengan menjaga hak, perintah, dan larangan-Nya,
maka konsekuensinya Allah akan mengganti dengan yang lebih baik. Yaitu, Niscaya
Allah akan menjagamu. Orang yang bersedia untuk menjaga Allah maka Allah akan
membalasnya dengan penjagaan pula, bahkan penjagaan Allah tentu lebih baik.
Menurut Ibnu Rajab, penjagaan Allah itu mengandung dua unsur : 4
Pertama, Allah akan menjaga hamba-Nya yang saleh dengan memenuhi kebutuhan
dunianya, seperti terjaga badan, anak, keluarga, dan hartanya. Di antara bentuk
penjagaan jenis ini, Allah menciptakan malaikat yang bertugas menjaga manusia.
Allah berfirman,
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu bergiliran menjaganya dari depan
dan dari belakang, mereka menjaganya atas perintah Allah. (QS. Ar Radu: 11(
Dan ada kalanya jika Allah ingin menjaga hamba-Nya, maka Allah akan menjaga
anak keturunannya, meskipun ia sudah tiada. Hal ini sebagaimana telah Allah
buktikan dalam kisah dua anak yatim yang ditolong oleh Khidir. Anak tersebut
ditolong lantaran orang tuanya adalah orang yang saleh. Allah berfirman,
Berkenaan dengan ayat ini, imam Al Baghawi menukilkan perkataan Muhammad bin
Munkadir, Sesungguhnya berkat kesalehan seorang hamba, Allah akan menjaga anak
keturunannya, sanak famili, dan keluarganya, serta orang-orang yang ada di sekitar
rumahnya. 5
Kedua, Allah akan menjaga agama dan imannya, inilah penjagaan yang paling agung
dan mulia. Hamba itu terjaga dari perkara syubhat yang menyesatkan dan dari
syahwat yang diharamkan.
Hal ini sebagaimana telah Allah buktikan pada nabi Yusuf ketika ia digoda oleh
seorang perempuan jelita berdarah biru. Wanita tersebut mengajak Yusuf untuk
melakukan perbuatan keji di sebuah ruangan yang sangat sepi. Meskipun Yusuf juga
berhasrat kepadanya, akan tetapi Allah menjaganya sehingga ia selamat dari
perbuatan keji tersebut. Allah berfirman,
Demikianlah kami palingkan Yusuf dari keburukan dan kekejian. Sungguh dia
terasuk dari hamba kami yang terpilih. (QS. Yusuf: 24)
Imam Ath Thabari menjelaskan makna ayat ini dengan menukil perkataan Imam Adh
Dhahak, Maksudnya Allah memberi pembatas antara orang kafir dengan ketaatan,
dan memberi pembatas antara orang mukmin dengan kemaksiatan.
Itulah balasan dari Allah kepada hamba-Nya yang sudi menjaga Allah Taala. Adapun
orang yang tidak mau menjaga Allah, maka Allahpun juga enggan menjaganya.
Untaian Kalimat Kedua, Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu
Maksudnya jika engkau menjaga Allah maka Dia senantiasa di depanmu untuk
membimbingmu menuju jalan-jalan kebaikan, serta mencegahmu dari segala
keburukan.6
Untaian kalimat kedua ini menjadi penguat dari untaian kalimat yang pertama.
Dari penjelasan di atas, maka bisa diambil faedah bahwa orang yang menjaga Allah
maka ia akan mendapatkan dua manfaat sekaligus:
Ini membuktikan betapa luar biasa balasan dan apresiasi Allah kepada hamba-Nya.
Kita sadari, betapa pun upaya kita menjaga Allah, tetap saja kita tidak akan pernah
bisa melakukan yang terbaik sesuai dengan perintah-Nya. Tapi, Allah selalu
membalas dengan balasan terbaik yang sejatinya itu jauh tak sebanding dengan usaha
kita yang serba terbatas.
Sungguh tidak pantas jika kita berupaya menjaga Allah dengan segenap ibadah akan
tetapi ibadah tersebut kita nodai dengan riya dan kesyirikan.
Untaian Kalimat Ketiga, Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah.
Artinya, jika engkau hendak menginginkan sesuatu, maka mintalah kepada Allah,
jangan meminta kepada makhluk, sebab Allah adalah Maha Pencipta. Dia-lah yang
mampu mengabulkan segala permintaan hamba-Nya, sedangkan makhluk serba
diliputi keterbatasan, seringkali tidak mampu atau tidak mau.
Di samping itu, meminta dan berdoa kepada Allah adalah ibadah yang Allah
perintahkan kepada hamba-Nya. Bahkan di situlah seorang hamba menampakkan
kerendahannya, mengemis, meminta kepada Allah Yang Maha Agung. Olehkarena itu
Allah memerintahkan,
Lebih dari itu, bahkan Allah murka kepada orang yang tidak mau meminta kepada-
Nya. Allah berfirman,
Pantas lah jika kita diperintahkan untuk meminta pertolongan kepada Allah, sebab
Dia-lah yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Itulah sebabnya kita diwajibkan
untuk berdoa dalam setiap shalat kita,
Makna hadis ini, seandainya seluruh manusia atau bahkan seluruh makhluk bersatu
untuk memberikan keuntungan kepadamu, maka hal itu tidak akan kamu dapatkan,
kecuali jika Allah telah menakdirkannya di lauh mahfudz.
Untaian Kalimat Keenam, Dan andaipun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu
yang membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu kecuali apa yang
telah Allah tetapkan untuk dirimu.
Ini juga menunjukan bahwa seluruh mara bahaya pada hakikatnya datang dari Allah,
terjadi dengan takdir dan kehendak-Nya. Jika demikian halnya maka sudah
semestinya kita memohon perlindungan hanya kepada Allah, bukan kepada makhluk.
Sebab pada hakikatnya hanya Dia yang mampu mencegah dan mendatangkan mara
bahaya.
Yang dimaksud dengan pena di sini adalah pena yang menulis seluruh takdir
manusia. Sedangkan maksud dari lembaran-lembaran adalah lembaran yang
digunakan untuk mencatat takdir. Ini artinya seluruh perkara dan kejadian sudah
ditetapkan. Apapun yang ditetapkan untuk kita, baik-buruknya pasti akan
terjadi. Tidak ada gunanya berkeluh kesah terhadap apa yang menimpa kita. Sebab itu
9
Catatan Kaki
3 Hadis ini dinyatakan shahih oleh Imam Hakim dalam kitab mustadrak dan
dinyatakan shahih juga oleh Syaikh Albani dalam Silsilah Shahihah: 1470
8 Disarikan dari penjelasan syaikh fauzan dalam Syarh Arbain Nawawiyah, hal. 172-
173
9 Disarikan dari penjelasan Syaikh Utsaimin dalam Syarh Arbain Nawawiyah, hal.
243
Referensi
1. Ibnu Rajab, Adur Rahman. (1429 H). Jamiul Ulum wal Hikam. Arab Saudi: Dar
Ibnul Jauzi.
Sumber: https://muslim.or.id/19367-jagalah-allah-ia-akan-menjagamu.html
Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis
dalam Kitab (Lauh Mahfzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah
bagi Allah. [al-Hadd/57: 22].
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
: ! :
:
Sesungguhnya makhluk yang pertama diciptakan oleh Allah adalah qalam (pena). Allah berfirman
kepadanya, Tulislah. Ia menjawab, Wahai Rabb-ku, apa yang harus aku tulis? Allah berfirman,
Tulislah takdir segala sesuatu sampai terjadi hari Kiamat.[20]
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallamjuga bersabda,
.
Allah telah menulis takdir-takdir seluruh makhluk 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan
bumi.[21]
Sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam: Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan
menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu.
Maksudnya, apa yang telah terjadi padamu tidak akan tertolak darimu, dan apa yang tidak akan
engkau peroleh tidak mungkin pula engkau mendapatkannya. Mungkin juga (sabda Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallamdiatas-red) bermakna : apa yang telah Allah takdirkan akan
menimpamu, tidak akan meleset darimu, pasti terjadi. Dan apa yang Allah takdirkan tidak
menimpamu, maka hal itu tidak akan menimpamu selama-lamanya. Segala urusan ada di tangan
Allah. Kondisi ini mendorong manusia agar bersandar kepada Allah secara total. [22]
Iman kepada qadha dan qadar memiliki empat tingkatan:
1. al-ilmu : maksudnya seorang mukmin yang beriman kepada qadar harus meyakini bahwa Allah
Maha Mengetahui semua yang ada di alam ini,
2. al-Kitbah, maksudnya seorang mukmin meyakini bahwa semua kejadian baik yang telah,
sedang, maupun akan terjadi- telah Allah tuliskan di Lauhul Mahfuzh
3. al-Masy-ah, maksudnya seorang mukmin meyakini bahwa semua hal yang terjadi tidak lepas dari
kehendak Allah
4. al-Khalq, maksudnya bahwa manusia mempunyai kehendak dan keinginan, akan tetapi
semuanya tidak lepas dari kehendak dan kekuasaan Allah. Allah Azza wa Jalla berfirman,
Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu), kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb
semesta alam. [ at-Takwr/81: 29]
Kemudian meyakini bahwa semua yang terjadi ini karena Allah yang menciptakannya. Allah l
berfirman,
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu. [ash-Shafft/37: 96]
Sedangkan terhadap musibah, ada dua tingkatan bagi orang mukmin yaitu : (1) Ridha dengannya.
(Ini tingkatan yang paling tinggi). Dan (2) Sabar terhadapnya.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
:
.
Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Sungguh, semua urusannya adalah baik, dan
yang demikian itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh orang mukmin, yaitu jika ia mendapatkan
kegembiraan ia bersyukur dan itu suatu kebaikan baginya. Dan jika ia mendapat musibah, ia
bersabar dan itu pun suatu kebaikan baginya [23]
7. KEMENANGAN ADA BERSAMA KESABARAN
Sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam : Ketahuilah bahwa kemenangan itu bersama
kesabaran.
Dalam kalimat ini terdapat anjuran agar berlaku sabar karena jika (diketahui) kemenangan bersama
kesabaran, maka seseorang pasti akan bersabar demi memperoleh kemenangan.[24] Makna seperti
ini diperkuat oleh firman Allah Azza wa Jalla ,
Orang-orang yang yakin bahwa mereka akan bertemu dengan Allah mengatakan, Betapa banyak
kelompok kecil dapat mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah. Dan Allah bersama dengan
orang-orang yang bersabar. [al-Baqarah/2: 249]
Sabar ada tiga macam :
1. Sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah,
2. Sabar dalam meninggalkan maksiat,
2. Sabar dalam menerima musibah atau takdir yang buruk dari Allah Azza wa Jalla.
Demikian pula dalam menghadapi musuh-musuh Allah, butuh kesabaran karena dalam jihad
terdapat banyak kesulitan dan hal-hal yang tidak mengenakkan. Sabar dalam menghadapi mereka
merupakan sebab dan jalan mendapat kemenangan sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam, baik dalam jihad melawan musuh yang nampak, yaitu orang-orang
kafir, maupun dalam jihad melawan musuh yang tidak nampak, yaitu hawa nafsu. Orang yang sabar
pada kedua jihad ini, ia akan ditolong dan akan berhasil mengalahkan musuhnya. Sedangkan yang
tidak bersabar dan berkeluh kesah, maka ia akan kalah dan menjadi tawanan musuh atau terbunuh.
Pertolongan Allah pasti datang bila kaum mukminin menolong agama Allah dengan cara
melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Saat melaksanakan
perintah dan menjauhi larangan inilah mutlak diperlukan kesabaran. Tanpa kesabaran, tidak
mungkin bisa melakukannya.
8. KELAPANGAN ADA BERSAMA KESEMPITAN
Sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam : Dan kelapangan bersama kesempitan.
Terkadang musibah, fitnah, dan cobaan menimpa seorang muslim sehingga urusannya menjadi
sulit, dunia terasa sempit dan rasa sedih serta galau semakin bertambah. Apabila ia mengharapkan
pahala, bersabar, dan mengetahui bahwa apa yang menimpanya adalah atas takdir Allah serta tidak
putus asa dari rahmat Allah, niscaya inyah (pertolongan) Allah, maaf-Nya, ampunan-Nya, dan
rahmat-Nya akan dia peroleh. Itulah kelapangan. Allah Taala berfirman :
Ataukah kamu mengira kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan)
seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan,
penderitaan, dan guncangan (dengan berbagai cobaan) sehingga Rasul dan orang-orang yang
beriman bersamanya berkata, Kapankah datangnya pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya
pertolongan Allah itu dekat. [al-Baqarah/2: 214]
Betapa sering Allah Azza wa Jalla membawakan kisah-kisah tentang ujian dan cobaan yang dialami
para Nabi, kemudian Allah Azza wa Jalla menyebutkan pertolongan-Nya. Seperti kisah Nabi Nuh
Alaihissallam dan pengikutnya yang diselamatkan di atas perahu, Nabi Ibrahim Alaihissallam
diselamatkan dari api, Nabi Ismail Alaihissallam diganti dengan domba ketika diperintahkan Allah
untuk disembelih. Kisah lainnya, Nabi Musa Alaihissallam dan pengikutnya yang diselamatkan dari
Firaun, kisah Nabi Yunus alaihissallam . Juga kisah Nabi Muhammmad Shallallahu alaihi wa sallam
yang ditolong ketika bersembunyi di gua, dibantu pada waktu Perang Badar, Perang Uhud, Perang
Khandaq, Perang Ahzb, Perang Hunain dan lain-lain.
9. SESUNGGUHNYA BERSAMA KESULITAN ADA KEMUDAHAN
Sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam: Dan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.
Maksudnya, setiap kemudahan akan datang setelah adanya kesulitan, bahkan setiap kesulitan itu
akan diiringi dua kemudahan: kemudahan sebelumnya dan kemudahan yang akan datang. Allah
Taala berfirman,
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada
kemudahan. [al-Insyirh/94: 5-6] [25]
Sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallamdiatas menegaskan bahwa kesulitan tidaklah
menimpa manusia terus menerus selama ia ridha dengan ketentuan Allah, senantiasa komitmen
terhadap segala perintah dan larangan-Nya, dan pasrah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengganti
kesulitan dengan kemudahan. Allah Taala berfirman,
Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya
[ath-Thalq/65: 3] [26]
FAWAA-ID HADITS
1. Bolehnya membonceng di atas kendaraan orang lain.
2. Disunnahkan mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada ummat dengan perkataan yang ringkas.
3. Berkemauan keras untuk membina kaum muslimin.
4. Balasan pahala itu tergantung dari jenis amalan.
5. Wajib atas seorang hamba menjaga batas-batas Allah, menjaga tauhid, shalat lima waktu,
menjaga matanya, auratnya dan tidak boleh melewati batas dan wajib untuk mengagungkan-Nya.
6. Barangsiapa yang tidak menjaga batas-batas Allah, maka Allah tidak akan menjaganya. (al-
Hasyr/59: 19).
7. Diharamkan meminta kepada selain Allah dalam hal-hal yang makhluk tidak mampu
memberikannya seperti rizki, kesembuhan, ampunan, dan lain sebagainya
8. Seluruh makhluk itu lemah dan butuh kepada Allah Azza wa Jalla . Karena itu, seorang hamba
wajib memohon pertolongan hanya kepada Allah Azza wa Jalla
9. Wajib beriman kepada al-Qadha wal Qadar yang baik maupun yang buruk. Semua yang terjadi di
langit dan di bumi sudah ditaqdirkan oleh Allah, tidak ada satu pun yang terluput
10. Wajib bagi setiap hamba untuk mencari keridhaan Allah meski dibenci oleh manusia lainnya
11. Seorang hamba tidak sanggup untuk mendatangkan manfaat bagi dirinya dan tidak sanggup
untuk menolak bahaya, melainkan dengan izin Allah Subhanahu wa Taala . Karena itu, ia wajib
menggantungkan harapannya hanya kepada Allah.
12. Perbuatan makarmeskipun direncanakan oleh orang banyaktidak akan terlaksana kecuali
dengan izin Allah Azza wa Jalla (Qs at-Taubah/9: 51).
13. Catatan takdir di Lauhul Mahfzh adalah tetap, tidak dapat diganti dan berubah lagi.
14. Perbanyaklah ibadah, dzikir, doa, dan lainnya di saat senang, maka Allah Azza wa Jalla akan
menolongmu di saat mengalami kesulitan.
15. Setiap kesulitan dan kesusahan yang menimpa seorang hamba, pasti sesudahnya ada
kelapangan dan kemudahan.
16. Kelapangan dan kemudahan selalu menyertai orang yang mengalami kesulitan.
17. Bila seorang hamba ditimpa kesulitan, maka hendaklah ia memohon kepada Allah agar
dihilangkan kesulitannya. Karena hanya Allah yang dapat memberikan manfaat dan menolak
bahaya (kesulitan). (al-Anm/6:17, Ynus/10: 107).
18. Allah akan memberikan pertolongan dan kemenangan kepada para hamba-Nya yang sabar.
19. Jihad di jalan Allah membutuhkan kesabaran dan istiqamah.
20. Dengan kesabaran dan keyakinan, kepemimpinan dalam agama dapat diproleh. (Perkataan
Syaikhul Islm Ibnu Taimiyyah)
Maraji :
1. Al-Qur-an dan terjemahnya.
2. Kutubus Sabah.
3. as-Sunanul Kubr lin Nasi.
4. Shahh Ibni Hibbn dengan at-Taliqtul Hisn ala Shahih Ibni Hibbn.
5. Sunan ad-Drimi.
6. Mushannaf Abdurrazzq.
7. Mushannaf Ibni Abi Syaibah.
8. Mustadrak al-Hkim.
9. Sunan al-Baihaqi.
10. Syarhus Sunnah, karya Baghawi.
11. Syarh Manil Aatsr, karya ath-Thahwi.
12. Al-Mujamul Kabr, karya ath-Thabrani.
13. Al-Muntaq, karya Ibnul Jarud.
14. Jmiul Ulm wal Hikam, karya Ibnu Rajab al-Hanbali. Tahqiq: Syuaib al-Arnauth dan Ibrahim
Bjis.
15. Nrul Iqtibs bi Washiyyatir Rasl libni Abbs, karya Ibnu Rajab al-Hanbali.
16. Silsilah al-Ahdts ash-Shahhah.
17. Shahh al-Jmiish Shaghr.
18. Qawid wa Fawid minal Arban an-Nawawiyyah, karya Nazhim Muhammad Sulthn.
19. al-Wf f Syarh al-Arban an-Nawawiyyah, karya Dr. Musthafa al-Bugha dan Muhyidin Mustha.
20. Syarhul Arban an-Nawawiyyah, karya Syaikh Muhammad bin Shlih al-Utsaimin.
21. Dan kitab-kitab lainnya.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10-11/Tahun XIII/1431/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-
858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Shahih: HR. al-Bukhri (no. 2856, 5967), Muslim (no. 30 (48), 30 (49)), Abu Dwud (no. 2559),
dan at-Tirmidzi (no. 2643).
[2]. Shahih: HR. Muslim (no. 223).
[3]. Shahih: HR. Ahmad (V/282) dari Sahabat Tsauban Radhiyallahu anhu . Lihat Silsilah al-Ahdts
ash-Shahhah (no. 115).
[4]. Shahih: HR. Ahmad (II/34, 69, 86), at-Tirmidzi (no. 1535), dan al-Hkim (IV/297).
[5]. Hasan: HR. At-Tirmidzi (no. 2458), Ahmad (I/ 387), al-Hkim (IV/323), dan al-Baghawi dalam
Syarhus Sunnah (no. 4033). Lihat Shahh al-Jmiish Shaghr (no. 935).
[6]. Shahih: HR. al-Baihaqi dalam Syuabul Imn (no. 5375), Abu Nuaim dalam Hilyatul Auliy (I/65,
no. 67), dan Abu Yala dalam Musnadnya (no. 78, 79), dari Shahabat Abu Bakar ash-Shiddiq.
Dishahihkan oleh Syaikh al-Albni. Lihat Shahh al-Jmiish Shaghr (no. 4519).
[7]. Tafsr Ibnu Katsr (III/111).
[8]. Jmiul Ulm wal Hikam (I/467).
[9]. Hilyatul Auliy (II/386, no. 2659).
[10]. Lihat Qawid wa Faw-id (hal. 176).
[11]. Jmiul Ulm wal Hikam (I/474).
[12]. Shahih: HR. Abu Dwud (no. 1479), at-Tirmidzi (no. 3247), Ibnu Mjah (no. 3828).
[13]. Shahih: HR. Al-Bukhri (no. 1474) dan Muslim (no. 1040 (104)). Lafazh Muslim dari Ibnu Umar
Radhiyallahu anhuma.
[14]. Lihat Syarh al-Arban an-Nawawiyyah (hal. 225).
[15]. Shahih: HR. Muslim (no. 2664).
[16]. Shahih: HR. Ahmad (5/245), Abu Dwud (no. 1522), an-Nas-i (3/53), dan al-Hkim (1/273;
3/273).
[17]. Lihat Syarah al-Arban an-Nawawiyyah (hal. 226).
[18]. Lihat Syarah al-Arban an-Nawawiyyah (hal. 226).
[19]. Lihat Jmiul Ulm wal Hikam (I/482).
[20]. Shahih: HR. Abu Dawud (no. 4700), at-Tirmidzi (no. 2155, 3319), Ibnu Abi Ashim dalam as-
Sunnah (no. 102), Ahmad (V/317), dan selainnya dari Ubadah bin Shamit.
[21]. Shahih: HR. Muslim (no. 2653), Ahmad (II/169), dan at-Tirmidzi (no. 2156) dari Shahabat Amr
bin al-Ash .
[22]. Lihat Syarah al-Arbaiin an-Nawawiyyah (hal. 227).
[23]. Shahih: HR. Muslim (no. 2999 (64)), Ahmad (VI/16), ad-Drimi (II/318) dan Ibnu Hibbn (no.
2885, at-Talqatul Hisn al Shahh Ibni Hibbn), dari Abu Yahya Suhaib bin Sinan . Lafazh ini milik
Muslim.
[24]. Lihat Syarah al-Arban an-Nawawiyyah (hal. 227).
[25]. Lihat Syarah al-Arban an-Nawawiyyah (hal. 228).
[26]. Lihat al-Wf f Syarh al-Arban an-Nawawiyyah (hal. 147).
Sumber: https://almanhaj.or.id/3484-jagalah-allah-azza-wa-jalla-niscaya-allah-azza-wa-jalla-
menjagamu.html