Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

LOGIKA ABDUKTIF

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Logika


Dosen pengampu: Krisbowo Lakosno, S.UD., M. Hum.

Disusun oleh :

1. ZAHRA MAHMUDI ( 201221193)


2. AZIZAH BUNGA YULIANT PUTRI (201221195)
3. HANNISA SALSABILLAH PUTRI (201221213)

KELAS 2F
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Logika ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga
kami berterima kasih pada Bapak Krisbowo Laksono, S.UD., M. Hum. selaku Dosen
Pengampu mata kuliah Logika, yang telah memberikan tugas kepada kami dan
membimbing kami dalam kegiatan perkuliahan mata kuliah Logika.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Logika Abduktif. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah
yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3
A. Pengertian Logika Abduktif .......................................................................... 3
B. Konsep Logika Abdukif ................................................................................ 3
C. Ciri-ciri dasar nilai Abduktif ......................................................................... 3
BAB III PENUTUPAN .................................................................................... 8
Kesimpulan ........................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 9

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemampuan manusia untuk berfikir merupakan anugerah yang istimewa dari
Sang Khaliq. Manusia menggunakan fikirannya untuk memahami segala realitas yang
terjadi. Dari hasil pemikiran, manusia mampu membuahkan berbagai macam
pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan dari penalaran mempunyai dasar
kebenaran, maka proses berfikir itu harus dilakukan dengan cara penarikan
kesimpulan yang shahih atau biasa disebut dengan logika. Logika adalah pengkajian
untuk berfikir secara sahih. Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali persoalan
yang dihadapkan dengan logika. Bahkan adapula persoalan-persoalan yang kadang
bertentangan dengan logika. Sesuatu yang logis biasanya akan mudah difahami oleh
nalar kita, tetapi sesuatu yang tidak logis kadang bertentangan dengan pikiran dan hati
kita. Contohnya dalam dunia pendidikan adalah fenomena pengangguran. Orang yang
sudah menempuh pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi, tidak ada satupun
institusi atau dinas pemerintahan dan swasta yang menerima dirinya untuk
mengamalkan ilmu yang didapatnya. Selain itu ada juga fenomena penggandaan uang
yang sedang ramai belakang ini. Apabila kita mampu mencermati fenomena tersebut
dengan fikiran yang jernih tentu saja hal tersbut merupakan tindakan penipuan yang
nyata dengan berkedokan ilmu kebatinan dan lain sebagainya. Dari sederet persoalan
yang ada, diperlukan suatu logika dalam kehidupan manusia, agar kita mengetahui
kapan saatnya berfikir logis dan kapan saatnya berfikir tidak logis. Sehingga apabila
kita mampu berfikir logis dengan tepat, maka kita akan mampu menempatkan diri
dalam segala keadaan secara proporsional ditengah era globalisasi. Untuk dapat
berfikir dengan logis, kita perlu memahami bagian-bagian atau unsur-unsur mendasar
dari logika itu sendiri. Jenis-jenis penalaran dalam penarikan kesimpulan, yaitu
penalaran deduktif, induktif dan abduktif. 

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud logika abduktif?
2. Bagaimana konsep dari logika abduktif?

4
3. Apa Ciri-ciri dasar nilai dari abduktif?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian dari logika abduktif
2. Untuk mengetahui konsep dari logika abduktif
3. Unruk mengetahui ciri - ciri dasar nilai dari abduktif

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian logika abduktif

Kasus Copernicus adalah inspirasi munculnya pendekatan penalaran abduksi


yang dikemukakan oleh Charles Sanders Pierce (1839-1914). Pierce adalah seorang
generasi awal filsuf Amerika yang mengenalkan paham pragmatism tahun 1878
(Osborne, 2001), sementara di Eropa kala itu terjadi konflik ramai antara idealis vs
materialis. Abduktif adalah dimana sebuah penalaran ilmiah bisa berangkat bisa
hanya dari bermodal hipotesa semata. Lalu jika hanya bermodal hipotesa saja, lalu
bagaimana menjelaskan pertanggungjawaban penalaran abduktif secara ilmiah? Pada
metode abduktif dibuat dengan pendekatan silogisme layaknya pendekatan deduktif,
namun pendekatan yang dipakai adalah untuk membangun hipotesa dan
menyimpulkan dari hipotesa-hipotesa yang dikumpulkan tersebut.
Rumus silogismenya sebagai berikut ;

Jika A maka B
dan A = Maka B

Dikarenakan merupakan bagian dari membangun hipotesa dari sebuah kasus, dan
menyimpulkanya, maka abduktif digunakan sebagai tahap pertama penelitian.
Dikarenakan sebagai bagian dari hipotesa (dalam bentuk silogisme), maka penggalian
atas fakta menjadi tidak begitu penting (Keraf dan Dua, 2001). Sebagai awal
penelitian, peneliti lebih memfokuskan pada bagaimana membangun hipotesa secara
general terhadap sebuah kasus. Ciri khasnya adalah memilih hipotesa secara general
atau universal.

B. Konsep logika abduktif


Abduktif (abduksi) melakukan penalaran dari sebuah fakta ke aksi atau kondisi
yang mengakibatkan fakta tersebut terjadi. Metode ini digunakan untuk menjelaskan
event yang kita amati. dalam membangun hipotesa dibutuhkan proses dengan
pendekatan silogisme yakni premis mayor yang merupakan bagian hukum yang jelas,

6
kemudian premis minor yang merupakan fakta dan diakhiri dengan kesimpulan.
Sebagai contoh, misalkan kita mengetahui bahwa seseorang yang bernama Sam selalu
mengendarai mobilnya dengan sangat cepat jika sedang mabuk. Maka pada saat kita
melihat Sam mengendarai mobilnya dengan sangat cepat maka kita berkesimpulan
bahwa Sam mabuk. Tentunya hal ini belum tentu benar, mungkin saja dia sedang
terburu-buru atau dalam keadaan gawat darurat.
Walaupun abduktif mungkin tidak dapat diandalkan, namun manusia seringkali
menerangkan sesuatu hal dengan cara seperti ini, dan mempertahankan
penjelasaannya hingga ada bukti lain yang mendukung penjelasan atau teori alternatif.
Contoh yang lain seperti yang di gambarkan oleh James Ladyman (2002) sebagai
berikut ; Anda pergi menjumpai teman Anda di rumahnya. Anda kemudian menekan
bel rumah, namun lama teman Anda tidak membuka pintu rumahnya. Di sini Anda
akan membuat hipotesa-hipotesa yang mungkin dapat menjawab rasa penasaran
Anda;
1) Teman Anda menjadi paranoid dan berfikir bahwa yang menekan bel adalah
orang jahat.
2) Teman Anda tiba-tiba tuli.
3) Teman Anda pura-pura tinggal di rumah tersebut, namun sebenarnya tidak.
4) Teman Anda tengah pergi.
Dalam pendekatan abduktif, hipotesa disusun sebagai bagian dari kemungkinan-
kemungkinan (probable), maka akan sangat mungkin terjadi kesalahan dalam
membangun hipotesa. Hanya saja hipotesa yang dipilih dalam penalaran abduktif
harus mampu dijelaskan sesuai dengan fakta yang menjadi objek masalah. Penjelasan
hipotesa menjadi sangat penting dalam metode abduktuf untuk mempertahankan
klaim ilmiahnya. Dalam James (2002), penjelasan adalah satu kesatuan dengan
prediksi. Sebagai gambarannya adalah sebagai berikut ; Newton memprediksikan
bahwa komet Halley akan datang kembali melintasi bumi pada bukan Desember
1758. Di saat yang bersamaan, Newton juga menjelaskan mengapa komet Halley
datang kembal.
Dalam pendekatan abduksi, hipotesa tidak bisa dibangun dengan semaunya. Ada
syarat mengajukan hipotesa tersebut, yakni mempunyai pengalaman-pengalaman
dalam konteks tersebut, ilmiah dan rasional. Menurut Aliseda dan Gilles Abduktif
mempunyai syarat mampu dijelaskan, bisa diuji, dan ekonomis. Yang dimaksud
dengan ekonomis adalah bahwa hipotesa bisa dimunculkan tak terbatas, yang

7
kemudian dipilih mana yang mampu menjelaskan fakta. Dikarenakan cukup bertumpu
pada hipotesa dan kesimpulan, maka pada pendekatan abduktif tidak perlu melakukan
observasi langsung, hanya cukup melakukan verifikasi saja. Dan proses verifikasi
tersebut bisa terus berlanjut hingga selanjutnya, sesuai dengan hipotesa baru apa yang
kemudian dikemukakan. Metode abduktif ini bisa membantu sebuah penelitian yang
membutuhkan observasi yang bisa memakan waktu yang lama dan dana yang banyak.
Dengan penjelasan hipotesa yang rasional, dan logis metode abduktif bisa
menjelaskan fakta yang ada, walaupun tidak perlu observasi langsung, namun
hipotesa harus melalui syarat ideal keilmiahan yang dapat diuji, sebagai bagian dari
tanggung jawab keilmuan, dengan cara yakni dengan menggunakan pengalaman
keilmuan dan akal manusia.

C. Ciri-ciri dasar nilai dari abduktif


Pertama-tama harus dikatakan bahwa abduksi menghasilkan suatu proposisi yang
mengandung konsep universal (generalitas). Sudah dikatakan sebelumnya bahwa
abduktif adalah suatu proses penyimpulan dari suatu kasus tertentu. Kesimpulan dari
proses itu adalah suatu proposisi yang menempatkan suatu kasus khusus tertentu
dalam suatu kelas atau kelompok. Maka dengan cara ini, suatu hipotesis mempertegas
bahwa suatu kasus individual ditempatkan dalam suatu kelas yang lebih umum.
Kedua, abduktif merupakan suatu proses yang tidak dapat dipatok dengan satu
jenis penalaran formal (reason) saja. Hipotesis abduktif dibentuk oleh imajinasi,
bukan oleh penalaran kritis. Lebih lagi, seorang ilmuan akan menggunakan instingnya
untuk membuat suatu pilihan yang ekonomis dan berguna ketika menghadapi begitu
banyak penjelasan yang harus diuji. Hipotesis abduktif, karena itu, tidak muncul dari
suatu proses logis yang ketat, tetapi dari suatu kilatan insight, pengertian, atau ide, di
bawah imajinasi, dan di luar kemampuan penalaran kritis.
Ketiga, proses abduksi menegaskan bahwa ilmu pengetahuan selalu berusaha
untuk menangkap orisinalitas realitas. Karena hipotesis abduktif merupakan hasil dari
kilatan ide imajinasi ilmiah, hipotesis itu bagi ilmuwan dan bagi banyak orang
merupakan sesuatu yang baru. Peirce sangat yakin bahwa abduksi merupakan satu-
satunya bentuk penalaran yang bisa menghasilkan ide bagi ilmu pengetahuan.
Abduksi berhenti dengan menawarkan suatu hipotesis yang harus diuji, bukan sesuatu
yang sudah diketahui kebenarannya. “Abduction merely conjectures in an original
way what the explanation for the phenomena might be”.

8
Keempat, adalah interpretatif. Abduktif yang berhasil mengandaikan keterlibatan
yang menyeluruh dan imajinasi yang bebas. Oleh karena itu, ilmuwan yang
berpengalaman biasanya lebih berhasil dari yang tidak berpengalaman. Ini berarti
bahwa abduktif merupakan suatu fase interpretasi. Interpretasi dalam arti bahwa
proposisi hipotesis yang berhasil dirumuskan itu tidak lain dari cara pandang ilmuwan
terhadap fakta

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Abduktif adalah dimana sebuah penalaran ilmiah bisa berangkat bisa hanya dari
bermodal hipotesa semata. Pada metode abduktif dibuat dengan pendekatan silogisme
layaknya pendekatan deduktif, namun pendekatan yang dipakai adalah untuk
membangun hipotesa dan menyimpulkan dari hipotesa-hipotesa yang dikumpulkan
tersebut.
Rumus silogismenya sebagai berikut :
Jika A maka B
dan A = Maka B
Ciri khasnya adalah memilih hipotesa secara general atau universal. Konsep logika
abduktif ialah Abduktif (abduksi) melakukan penalaran dari sebuah fakta ke aksi atau
kondisi yang mengakibatkan fakta tersebut terjadi. Metode ini digunakan untuk
menjelaskan event yang kita amati. dalam membangun hipotesa dibutuhkan proses
dengan pendekatan silogisme yakni premis mayor yang merupakan bagian hukum
yang jelas, kemudian premis minor yang merupakan fakta dan diakhiri dengan
kesimpulan. Ciri-ciri dasar nilai dari abduktif ialah :
1. Pertama-tama harus dikatakan bahwa abduksi menghasilkan suatu proposisi yang
mengandung konsep universal (generalitas).
2. Kedua, abduktif merupakan suatu proses yang tidak dapat dipatok dengan satu
jenis penalaran formal (reason) saja.
3. Ketiga, proses abduksi menegaskan bahwa ilmu pengetahuan selalu berusaha
untuk menangkap orisinalitas realitas.
4. Keempat, adalah interpretatif.

10
DAFTAR PUSTAKA

https://docplayer.info/73343321-Jenis-jenis-penalaran-di-dunia-barat-deduktif-
induktif-abduktif.html

Jurnal Konsep Dasar Berfikir Ilmiah dengan Penalaran Deduktif, Induktif, Dan
Abduktif Program Pascasarjana Magister Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Diponegoro

Ravertz, Jerome R, (2004), Filsafat Ilmu : Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan,
(penerjemah : Saut Pasaribu) Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Suriasumantri, Jujun S., (2010), Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta

11

Anda mungkin juga menyukai