Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN

KONSEP PENALARAN DAN KONSEP LOGIKA

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

1. MUTHIA ARDILLA (2230103252)

2. RAFIKA (2230103228)

3. AKBAR (2230103239)

4. RISKI RAMADHAN (2230103241)

5. MUHAMMAD RIZKY AKBAR (2230103243)

6. RAFI MUHAMMAD (2230103159)

DOSEN PENGAMPU: Mustafa Haidar,S.kom,S.pd,M.Pd

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

TAHUN AJARAN 2023-2024


KATA PENGANTAR

Dengan mengucap rasa syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa karena atas rahmatnya
dan nikmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuna yang diampu oleh Bapak
Mustafa Haidar,S.kom,S.pd,M.Pd

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini kami banyak kekurangan, penulis
menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tugas yang akan datang. Kami
menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terlibat
dalam penyusunan makalah ini. Semoga hal yang kami sampaikan dapat memberikan
manfaat bagi pembaca.

PALEMBANG, 07 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

A. DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1

B. LATAR BELAKANG 1
C. RUMUSAN MASALAH 2
D. TUJUAN PENULISAN 2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................

A. PENGERTIAN PENALARAN.............................................................................
B. PENALARAN INDUKTIF....................................................................................
C. PENALARAN DEDUKTIF...................................................................................
D. PENGERTIAN LOGIKA......................................................................................
E. KEGUNAAN DAN MANFAAT LOGIKA..........................................................
F. PEMBAGIAN LOGIKA........................................................................................
BAB III PENUTUPAN.....................................................................................................

A. KESIMPULAN.....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUANA

A. LATAR BELAKANG
Pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau
kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut
dengan penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan

ilmiah. Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran,
yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.Penalaran deduktif merupakan
prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yangkebenarannya telah
diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baruyang
bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi
operasional,instrumen dan operasionalisasi.
Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harusmemiliki
konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di
lapangan.Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori
merupakan kata kunci untukmemahami suatu gejala.Penalaran induktif merupakan
prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasilpengamatan empirik dan
berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum.Dalam hal
ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Dengan demikian,
untukmendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan
secara bersama-sama dansaling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian
ilmiah yang menggunakan metode ilmiahdan taat pada hukum-hukum logika.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan Penalaran dan Logika
2. Apakah yang dimaksud dengan konsep Penalaran dan Logika
3. Apa ciri-ciri konsep Penalaran dan Logika

C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui definisi Penalaran dan Logika
2. Memahami Konsep-konsep Penalaran dan Logika
3. Mampu menjelaskan contoh-contoh Penalaran dan Logika
3. Mampu menjelaskan Jenis-Jenis Penalaran dan Logika
4. Menyelesaikan tugas makalah Islam dan Ilmu Pengetahuan
BAB II

PEMBAHASAN

PENGERTIAN PENALARAN
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera
(pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Definisi
penalaran adalah suatu proses berfikir manusia untuk menghung-hubungkan data atau
pakta yang ada sehingga pada satu kesimpulan.
Pengertian Penalaran menurut para Ahli:
-Keraf : Berpendapat bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir dengan
menghubung-hubungkan bukti, fakta, petunjuk, yang menuju kepada suatu kesimpulan.
-Bakry : Menyatakan bahwa penalaran atau reasoning merupakan suatu konsep yang
paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada suatu
kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui.
-Suria Sumantri : mengemukakan secara singkat bahwa penalaran adalah suatu
aktivitas berpikir dalam pengambilan suatu simpulan yang berupa pengetahuan.
Menurut Arifin dan Tasai penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk
menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu
simpulan. Data yang akan dinalar itu bisa berupa kebenaran dan ketidakbenaran. Di
sinilah peran penalaran, data yang berupa kebenaran akan diterima oleh seseorang,
sebaliknya ketidakbenaran akan mendapat penolakan. Data yang digunakan dalam
penalaran berupa kalimat pernyataan atau proposisi.
Kanzunnudin menyatakan bahwa penalaran (reasoning) adalah suatu proses
berpikir dengan menghubung- hubungkan bukti, fakta, petunjuk, dan eviden, ataupun
sesuatu yang dianggap bahan bukti, menuju pada suatu simpulan. Penalaran dapat pula
dikatakan sebagai proses berpikir yang sistematika dan logis untuk memperoleh sebuah
simpulan (pengetahuan atau keyakinan). Simpulan dapat dibuat dari hasil pengalaman,
fakta, informasi, dan pendapat ahli.
Nalar memungkinkan seseorang untuk berpikir logis. Pikiran yang logis adalah
pikiran yang berterima oleh akal sehat. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita lihat
kalimat yang dituturkan seseorang dapat dipahami. Padahal jika diteliti, kata-kata yang
digunakan dalam kalimat tersebut tidak menunjukkan hubungan makna yang logis.
Contoh penalaran sering pula kita temukan kalimat seperti
(1) hadirin yang berbahagia. Acara selanjutnya adalah sambutan dari Bapak Bupati.
Waktu dan tempat kami dipersilakan.
(2) Dalam lomba itu Rania keluar sebagai juara pertama dan juara kedua diduduki
oleh Radit.
(3) Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah.
Ketiga contoh kalimat itu tidak menunjukkan hubungan yang logis atau salah
penalaran. Jika kita cermati kalimat (1) waktu dan tempat tidak bisa dipersilakan karena
waktu dan tempat tergolong abstrak. Seharusnya yang dipersilakan adalah Bapak
Bupati. Kalimat (2) juga termasuk salah nalar atau tidak logis. Secara sederhana, jika
juara kedua di- duduki oleh Radit, lantas siapa yang diduduki oleh Radit itu. Begitu pula
halnya dengan kalimat (3). Kata panjatkan dalam kalimat itu mengganggu penalaran
kita. Jika puji dan syukur itu dipanjatkan, artinya ada tangga untuk kita membawa puji
dan syukur itu menghadap Allah. Itulah beberapa contoh sederhana mengenai kalimat-
kalimat yang tidak mengandung hubungan kebenaran atau tidak logis.
Jadi, dari pengertian kedua ahli di atas dan contoh-contoh penalaran yang telah
dijelaskan dapat disimpulkan bahwa penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari
pengamatan indra (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan
pengertian. Dalam proses berpikir, seseorang menghu bung-hubungkan data atau fakta
sehingga sampai pada suatu simpulan. Data atau fakta itu kemudian dinalar dan data
yang dinalar itu boleh benar dan boleh tidak benar. Seseorang akan menerima data atau
fakta yang benar dan menolak data yang tidak benar.
Menurut Kanzunnudin dalam penulisan paragraf ada dua pola penalaran, yaitu
pola penalaran induktif, dan pola penalaran deduktif.
A. PENALARAN INDUKTIF
Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan yang
bertolak dari hal-hal yang bersifat khusus ke hal-hal yang bersifat umum. Proses
penarikan simpulan dalam penalaran ini berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum
sesuai dengan fakta, asumsi, ataupun andaian yang bersifat khusus.
Contoh Penalaran Induktif
Rania adalah gadis SMP yang sangat gemar membaca biografi tokoh-tokoh
terkemuka dan tokoh-tokoh besar lainnya. Biografi tokoh yang pernah dibaca Rania,
antara lain B.J. Habibie, Thomas A. Edison, Albert Einstein, Mahatma Gandhi, M. Ali,
Al- Gazali, Merry Riana, Shakespeare, K.H.A. Dahlan, Ki Hajar De-wantara, R.A.
Kartini, dan K.H. Hasyim Asy'ari. Semua biografi yang ia baca tersebut mengisahkan
bahwa kesuksesan dan ke- besaran yang mereka raih bukan diperoleh dengan tiba-tiba.
melainkan kegigihan dan ketekunan belajar, membaca, tidak pantang menyerah, bekerja
keras, aktif bermasyarakat, dan perjuangan hidup yang tidak mudah. Berdasarkan
biografi yang dibaca, Rania menyimpulkan bahwa untuk menjadi orang sukses dan
besar itu harus gigih dan rajin belajar, membaca. tidak pantang menyerah, bekerja keras,
aktif bermasyarakat, dan tabah mengahadapi cobaan hidup.
Penalaran induktif terbagi atas analogi, generalisasi, dan hubungan kausal
(sebab-akibat). berikut ini akan dijabarkan mengenai ketiga jenis penalaran induktif
tersebut.
1. Penalaran Induktif Analogi
Penalaran induktif analogi adalah proses penyimpulan berdasarkan kesamaan
data atau fakta. Analogi juga dapat dikatakan sebagai proses membandingkan dua hal
berdasarkan kesamaannya, baik kesamaan peran atau fungsi. Berdasarkan kesamaan itu
ditarik sebuah simpulan. Jadi, analogi bertolak dari peristiwa atau gejala khusus antara
satu dan yang lain memiliki kesamaan untuk menarik sebuah simpulan.
Analogi digunakan dalam penalaran karena dapat menjelaskan atau
menerangkan sesuatu yang abstrak atau rumit menjadi lebih konkret atau mudah
dipahami. Kesamaan karakteristik antara dua hal yang dibandingkan akan menuntun
pada simpulan yang menyiratkan bahwa yang berlaku pada satu hal akan berlaku pula
pada hal yang lainnya. Dengan demikian, dasar simpulan dalam penalaran analogi
adalah ciri pokok dari dua hal yang dianalogikan atau dibandingkan. Contoh Paragraf
Penalaran Induktif Analogi
Perkembangan pengguna narkoba di Indonesia cepat sekali, Hal itu dapat
disamakan dengan perkembangan jamur di musim penghujan. Jamur di musim
penghujan begitu cepat berkembang sehingga tidak bisa dihentikan. Begitu pula
narkoba, tidak mudah untuk diberantas. Pemakai dan pengedar cepat merambah ke
berbagai pelosok Indonesia.
2. Penalaran Induktif Generalisasi
Penalaran induktif generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari
sejumlah gejala atau peristiwa yang serupa untuk menarik simpulan dari semua atau
sebagian dari gejala atau peristiwa itu. Jumlah data atau peristiwa yang dikemuka- kan
harus mencukupi atau mewakili. Gejala atau peristiwa itu diperoleh dari pengalaman,
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sumber data tersebut dapat berupa dokumen,
statistik, pendapat ahli, dan peristiwa-peristiwa sekitar kita (seperti masalah politik,
sosial, ekonomi). Dari gejala atau peristiwa tersebut, orang membentuk opini, penilaian,
sikap, dan keyakinan.
Contoh Penalaran Induktif Generalisasi
Indonesia tercatat sebagai negara kedua yang paling banyak memiliki bahasa ibu
setelah Papua Nugini. Secara total, jumlah bahasa ibu di Indonesia ada 706. Sebaliknya,
di Papua Nugini jumlah bahasa ibu ada 867. Hampir separuh dari bahasa yang ada di
Indonesia tersebar di wilayah Papua.
3. Penalaran Induktif Hubungan Kausal (Sebab-Akibat)
Proses penalaran kausal atau sebab-akibat merupakan bentuk penalaran yang
diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Proses penalaran ini bertolak dari
hukum kausalitas bahwa semua peristiwa di dunia ini terjadi dalam rangkaian sebab-
akibat. Tidak ada satu kejadian pun yang muncul tanpa penyebab, dan tidak ada satu
gejala yang muncul tanpa sebab.
Selain penalaran induktif hubungan kausal (sebab-akibat), juga terdapat
penalaran induktif hubungan kausal (akibat-sebab). Hubungan induktif kausal (akibat-
sebab) adalah kebalikan dari hubungan kausal (sebab-akibat). Dalam hubungan akibat-
sebab, suatu keadaan atau kondisi merupakan akibat dari serangkaian atau berbagai
peristiwa. Di bawah ini akan diberikan masing-masing contoh dari penalaran induktif
kausal.
Contoh Induktif Hubungan Kausal (Sebab-Akibat)
Jakarta diguyur hujan berturut-turut selama dua hari. Selama dua hari itu cuaca
buruk dan curah hujan yang tinggi melanda ibu kota. Akibat dari cuaca buruk banyak
pohon-pohon yang tumbang dan menimpa warga yang sedang bepergian. Selain itu,
banjir juga menggenangi rumah warga ibukota.
Contoh Induktif Hubungan Kausal (Akibat-Sebab)
Akibat pembabatan hutan yang terus berlangsung, usaha penyelamatan orang
utan Kalimantan (pongopygmueus) menghadapi ancaman serius. Sejumlah lembaga
penyelamat satwa liar dan pemerintah kini sulit mendapat hutan untuk orang utan seusai
dirawat di pusat rehabilitasi. Bebarapa waktu yang lalu sebanyak seribu orang utan telah
dikembalikan ke hutan.

B. PENALARAN DEDUKTIF
Penalaran deduktif adalah proses penalaran yang bertolak dari pernyataan atau
hal-hal yang bersifat umum keperantataan atau hal yang bersifat khusus. Proses
pengambilan kesimpernyata pulannya berdasarkan hal-hal yang khusus atau disebut
dengan cara deduksi. Proses simpulan deduktif dapat dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung. Simpulan tidak langsung di tarik dari satu premis (pernyataan),
melainkan dari dua premis, yaitu premis umum (mayor) dan premis khusus (minor).
Contoh Penalaran Deduktif
Rani membaca buku Keterampilan Bahasa Indonesia. Dalam buku tersebut dinyatakan
bahwa dari empat keterampilan (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis), yang
paling ter- akhir dikuasai seseorang adalah keterampilan menulis. Untuk membuktikan
pernyataan tersebut, Rani melakukan penelitian. Dari hasil penelitian itu terbukti bahwa
keterampilan terakhir yang dikuasai oleh seseorang adalah keterampilan menulis.
Adapun keterampilan pertama kali yang dikuasai adalah keterampilan menyimak,
kemudian diikuti dengan keterampilan berbicara, dan dilanjutkan dengan keterampilan
menulis.
Penalaran deduktif ini dibagi atas dua jenis, yaitu silogisme dan entimen. Kedua jenis
penalaran ini akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penalaran yang menghubungkan dua proposisi
(pernyataan) yang berlainan untuk menghasilkan sebuah simpulan (proposisi ketiga).
Menurut Keraf proposisi adalah pernyataan yang dapat dibuktikan dan ditolak
kebenarannya. Silogisme disebut juga cara menarik simpulan dari premis umum (premis
minor). (premis mayor) dan premis khusus (premis minor).
Premis merupakan proposisi yang menjadi dasar bagi argumentasi. Premis
mayor mengandung term mayor dari silogisme yang merupakan generalisasi atau
proposisi yang diang- gap benar bagi semua unsur atau anggota kelas tertentu. Premis
minor mengandung term minor atau tengah dari silogisme berisi proposisi yang
mengidentifikasi sebuah kasus atau peristiwa khusus sebagai anggota dari kelas itu.
Simpulan ada- proposisi yang menyatakan bahwa apa yang berlaku bagi selan kelas
akan berlaku pula bagi anggota-anggotanya.
Silogisme dibedakan atas tiga macam, yaitu
(a) silogisme kategorik
(b) silogisme hipotesis
(c) silogisme alternatif
Menurut Silogisme kategorik adalah silogisme yang semua proposisinya
mempunyai proposisi kategorik. Silogisme ini terdiri atas tiga proposisi, tiga term
(subjek, predikat, dan term penengah), dan simpulan (konklusi). Silogisme hipotesis
merupakan silogisme yang premis mayornya berupa keputusan hipotesis dan premis
minomnya merupakan pernyataan kategeris. Silogisme alternatif merupakan silogisme
yang premis mayornya berupa premis alternatif, premis minornya membenarkan salah
satu alternatifnya, dan simpulannya menolak alternatif yang lain.
Contoh Silogisme Kategorik
Premis mayor : p = q
Premis minor : q = r
Kesimpulan :p=r
Premis mayor : Lumba-lumba adalah hewan mamalia.
Premis minor : Semua hewan mamalia adalah hewan berdarah panas.
Kesimpulan : Lumba-lumba adalah hewan berdarah panas.
Contoh Silogisme Hipotesis
Premis mayor : Jika hari tidak hujan saya akan ke sekolah.
Premis minor : Hari ini tidak hujan.
Simpulan : Saya akan ke sekolah.
Contoh Silogisme Alternatif
Premis mayor : Bapak berada di kantor atau di rumah

PENGERTIAN LOGIKA
Secara etimologi, Logika berasal dari perkataan Yunani yaitu logike (kata sifat)
dan logos (kata benda), yang berarti "pikiran atau perkataan sebagai penyataan dari
pikiran, alasan atau uraian" Dengan demikian logika merupakan pekerjaan akal pikiran
manusia dalam beralar untuk menghasilkan kebenaran atau penyimpulan yang benar.
Sebagai ilmu disebut logica scientia yang berarti ilmu logika, namun sekarang ini hanya
lazim disebut dengan logika saja
Jadi, logika adalah suatu ilmu pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan norma-
norma penyimpulan yang dipandang dari aspek yang benar (sahih). Ada yang
berpendapat bahwa logika adalah ilmu dalam lingkungan filsafat yang membahas
prinsip-prinsip dan hukum- hukum penalaran yang tepat. Ada juga yang menandaskan
bahwa logika adalah ilmu pengetahuan (science) tetapi sekaligus merupakan kecakapan
atau keterampilan yang merupakan seni (art) untuk berpikir secara lurus, tepat, dan
teratur Dalam hal ini, ilmu mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui
sedangkan kecakapan atau keterampilan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk
mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan Selain itu, ada juga ahli yang berpendapat
bahwa logika adalah teknik atau metode untuk meneliti ketepatan berpikir Jadi logika
tidak terlihat selaku ilmu, tetapi hanyalah merupakan metode. Ada pula yang
mengatakan bahwa logika adalah ilmu yang mempersoalkan prinsip-prinsip dan aturan-
aturan penalaran yang sahih (valid).
Dalam bukunya Introduction to Logic, Irving M. Copi mendefinisikan logika
sebagai suatu studi tentang metode-metode dan prinsip-prinsip yang digunakan dalam
membedakan penalaran yang tepat dari penalaran yang tidak tepat (Copi. 1976: 3).
Dengan menekankan pengetahuan tentang metode-metode dan prinsip-prinsip definisi
ini hendak menggarisbawahi pengertian logika semata-mata sebagai ilmu. Definisi ini
tidak bermaksud mengatakan baliwa seseorang dengan sendirinya mampu beralar atau
berpikir secara tepat jika ia mempelajari logika Namun, di lam pihak, harus diakui
bahwa orang yang telah mempelajari logika-jadi sudah memiliki pengetahuan mengenai
metode-metode dan prinsip- prinsip berpikir-mempunyai kemungkinan lebih besar
untuk berpikir secara tepat ketimbang orang yang sama sekali tidak pernah berkenalan
dengan prinsip-prinsip dasar yang melandasi setiap kegiatan penalaran. Dengan ini
hendak dikatakan bahwa suatu studi yang tepat tentang logika tidak hanya
memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan mengenai metode- metode dan
prinsip-prinsip berpikir tepat, melainkan juga membuat orang yang bersangkutan
mampu berpikir sendiri secara tepat dan kemudian mampu membedakan penalaran yang
tepat dari penalaran yang tidak tepat Ini semua menunjukkan bahwa logika tidak hanya
merupakan suatu ilmu (science), tetapi juga suatu seni (art) Dengan kata lain, logika
tidak hanya menyangkut soal pengetahuan, melamkan juga soal kemampuan atau
keterampilan. Kedua aspek ini berkaitan erat satu sama lain Pengetahuan mengenai
metode-metode dan prinsip-prinsip berpikir harus dimiliki bila seseorang ingin melatih
kemampuannya dalam berpikir, sebaliknya, seseorang hanya bisa mengembangkan
keterampilannya dalam berpikir bila ia sudah menguasai metode-metode dan prinsip-
prinsip berpikir
Namun sebagaimana sudah dikatakan, pengetahuan tentang metode-metode dan
prinsip-prinsip berpikir tidak dengan sendirinya memberikan jaminan bagi seseorang
dapat terampil dalam berpikir Keterampilan berpikir itu harus terus-menerus dilatih dan
dikembangkan Untuk itu, mempelajari logika khususnya logika formal secara akademis
sambil tetap menekuni latihan-latihan secara serius merupakan jalan paling tepat untuk
mengasah dan mempertajam akal budi Dengan cara ini seseorang lambat-laun
diharapkan mampu berpikir sendiri secara tepat dan bersamaan dengan itu, mampu pula
mengenali setiap bentuk kesesatan berpikir, termasuk kesesatan berpikir yang
dilakukannya sendiri
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, logika merupakan
(1) pengetahuan tentang kaidah berpikir,
(2) jalan pikiran yang masuk akal. Menurut Munir Fuadi logika berfungsi
sebagai suatu metode untuk meneliti kebenaran atau ketepatan dari suatu penalaran
sedangkan penalaran adalah suatu bentuk pemikiran. Kelsen memandang ilmu hukum
adalah pengalaman logikal suatu bahan di dalamnya sendiri adalah logikal. Ihmu hukum
adalah semata-mata hanya ilmu logikal Ilmu hukum adalah bersifat logikal sistematikal
dan historikal dan juga sosiologikal
Logika dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa aspek atau sudut pandang Di
antaranya ialah berdasarkan sumber dari mana pengetahuan logika diperoleh, sejarah
perkembangan, bentuk dan isi argumen, dan proses atau tata cara penyimpulan. Dapat
dikatakan bahwa pengertian dari logika hukum (legal reasoning) adalah penalaran
tentang hukum yaitu pencarian "reason" tentang hukum atau pencarian dasar tentang
bagaimana seorang hakim memutuskan perkara kasus hukun seorang pengacara
mengargumentasikan hukum dan bagaimana seorang ahli hukum menalar hukum
Logika hukum dikatakan sebagai suatu kegiatan untuk mencari dasar hukum
yang terdapat di dalam suatu peristiwa hukum, baik yang merupakan perbuatan hukum
(perjanjian transaksi perdagangan, dll) ataupun yang merupakan kasus pelanggaran
hukum (pidana perdata, ataupun administratif) dan memasukkannya ke dalam peraturan
hukum yang ada.
Logika hukum berfungsi sebagai suatu metode untuk meneliti kebenaran atau
ketepatan dan suatu penalaran, sedangkan penalaran adalah suatu bentuk dari pemikiran.
Penalan tersebut bergerak dan suatu proses yang dimulai dari penciptaan konsep
(conceptus).diikuti oleh pembuatan pemyataan (propositio) kemudian diikuti oleh
penalaran (ratiocinium, reasoning)
Bagi para hakim logika hukum ini berguna dalam mengambil pertimbangan
untuk memutuskan suatu kasus. Sedangkan bagi para praktisi hukum logika hukum ini
berguna untuk mencari dasar bagi suatu peristiwa atau perbuatan hukum dengan tujuan
untuk menghindari terjadinya pelanggaran hukum di kemudian hari dan untuk menjadi
bahan argumentasi apabila terjadi sengketa mengenai peristiwa ataupun perbuatan
hukum tersebut.
Bagi para penyusun undang-undang dan peraturan logika hukum ini berguna
untuk mencari dasar mengapa suatu undang-undang disusun dan mengapa suatu
peraturan perlu dikeluarkan Sedangkan bagi pelaksanan, logika hukum ini berguna
untuk mencari pengertian yang mendalam tentang suatu undang-undang atau peraturan
agar tidak hanya menjalankan tanpa mengerti maksud dan tujuannya.

KEGUNAAN DAN MANFAAT LOGIKA


Setidaknya ada empat kegunaan dengan belajar logika, yaitu
1. membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional,
kritis,lurus, tertib, metodis, dan koheren.
2. meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif
3. menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan
mandiri.
4. meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kekeliruan serta kesesatan.
Selanjutnya dikatakan bahwa bagi ilmu pengetahuan logika merupakan suatu
keharusan. Tidak ada ilmu pengetahuan yang tidak didasarkan pada logika. Ilmu
pengetahuan tanpa logika tidak akan pernah mencapai kebenaran ilmiah Sebagaimana
dikemukakan oleh Aristoteles, bapak logika, yaitu logika benar-benar merupakan alat
bagi seluruh ilmu pengetahuan. Oleh karena itu pula, barang siapa mempelajari logika,
sesungguhnya ia telah menggenggam master key untuk membuka semua pintu masuk ke
berbagai disiplin ilmu pengetahuan
Di samping kegunaan di atas, Surajyo, dkk. (2009:15) mengemukakan bahwa
logika juga dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis. Dari segi kemanfaatan
teoritis, logika mengajarkan tentang berpikir sebagaimana yang seharusnya (normatif)
bukan berpikir sebagaimana adanya seperti dalam ilmu-ilmu positif (fisika, psikologi,
dsb.) Dari segi kemanfaatan praktis, akal semakin tajam/kritis dalam mengambil
putusan yang benar dan runtut (consisten).

PEMBAGIAN LOGIKA
1) Logika makna luas dan logika makna sempit Menurut John C Cooley.
The Liang Gie membagi logika dalam arti yang luas dan dalam arti yang sempit.
Dalam arti yang sempit, istilah dimaksud dipakai searti dengan logika deduktif atau
logika formal, sedangkan arti yang lebih luas, pemakaiannya mencakup kesimpulan dan
berbagai bukti dan bagaimana system-sistem penjelasan disusun dalam ilmu alam serta
meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri. Dalam arti luas, logika juga
dapat dipakai untuk menyebut tiga cabang filsafat sekaligus, seperti yang pernah
dilakukan oleh piper dan ward berikut ini.
a. Asas paling umum mengenai pembentukan pengertian inferensi, dan tatanan (logika
formal atau logika simbolis).
b. Sifat dasar dan syarat pengetahuan, terutama hubungan antara budi dengan objek
yang
diketahui, ukuran kebenaran, dan kaidah-kaidah pembuktian (epistemology) Metode-
metode untuk mendapatkan pengetahuan dalam penyelidikan ilmiah (metodologi).
2.) Logika deduktif dan logika induktif
Logika deduktif adalah ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran
yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan kesimpulan sebagai
keharusan dari pangkal pikinya sehingga bersifat betul menurut bentuknya saja. Dan
logika jenis ini yang terutama ditelaah yaitu bentuk dari bekerjanya akal,
kenuntutannya, serta kesesuaiannya dengan langkah-langkah san aturan yang berlaku
sehingga penalaran yang terjadi adalah tepat dan sah

Logika induktif merpakan suagam atu ragam logika yang mempelajari asas
penalaran yang betul dan sejumlah sesuatu yang khusus sampai pada suatu kesimpulan
umum yang bersifat boleh jadi penalaran yang demikian ini digolongkan sebagai
induksi. Induka adalah bentuk penalaran atau penyimpulan yang berdasarkan
pengamatan terhadap sejumlah hal kecil, atau anggota suatu himpunan untuk tiba pada
suatu kesimpulan yang diharapkan berlaku ununtuk semua hal, atau seluruh anggota
himpunan itu, tetapi yang kesimpulan sesungguhnya hanya bersifat boleh jadi saja.

3.) Logika formal dan logika material


Mellone menyatakan bahwa logika deduktif disebut juga logika formal,
sedangkan logika induktif kadang-kadang disebut logika material. Pernyataan ini tidak
sepenuhnya tepat karena menurut Fisk, logika formal hanyalah suatu bagian dari logika
deduktif, yakni bagian yang bertalian dengan perbincangan-perbincangan yang sah
menurut bentuknya bukan menurut isinya. (The Liang Gie, 1980).
Logika formal mempelajari asas, aturan atau hukum-hukum yang berpikir yang
harus ditaati agar orang dapat berpikir dengan benar dan mencapai kebenaran Logika
material mempelajari langsung pekerjaan akal, serta menilai hasil-hasil logika formal
dan mengujinya dengan kenyataan praktis yang sesungguhnya. Logika material
mempelajari sumber-sumber dan asalnya pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses
terjadinya pengetahuan, dan akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahuan itu.
Logika formal dinamakan orang dengan logika minor, sedangkan logika material
dinamakan orang logika mayor Apa yang sekarang disebut logika formal adalah ilmu
yang mengandung kumpulan kaidah-kaidah cara berpikir untuk mencapai kebenaran

4.) Logika murni dan logika terapan


Menurut Leonard, logika muri (pure logic) adalah ilmu tentang efek terhadap
arti dari pernyataan dan sebagai akibatnya terhadap kesahan dari pembuktian tentang
semua bagian dan segi dari pernyataan dan pembuktian kecuali arti-arti tertentu dari
istilah yang termat di dalamnya. (The Liang Gie 1980)

Logika murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas dan aturan logika
yang berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan tanpa mempersoalkan
arti khusus dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah yang dipakai dalam pernyataan
dimaksud. Logika terpaan adalah pengetahuan logika yang diterpkan dalam setiap
cabang ilmu, bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang mempergunakan bahasa
sehari-hari Apabila sesuatu ilmu menggunakan asas dan aturan logika bagi istilahdan
ungkapannya yang mempunyai pengertian khusus dalam bidangnaya sendiri, ilmu
tersebut sebenarnya telah mempergunakan sesuatu logika terapan dan ilmu yang
bersangkutan, seperti logika ilmu hayat bagi biologi, dan logika sosiologi bagi sosiologi

5.) Logika filsafati dan logika matematik


Logika filsafati dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian logika yang
masih berhubungan erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat, misalnya logika
kewajiban dengan etika atau logika arti dengan metafisika Adapun logika matematik
merupakan suatu ragam logika yang menelaah penalaran yang benar dengan
menggunakan metode matematik serta bentuk lambing yang khusus dan cermat untuk
menghindarkan makna ganda atan kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa. (The
Liang Gie dan Suhartoyo Hardjosatoto. dan Endang Daruni Asdi, 1980, hlm 35-46).
KESIMPULAN

Penalaran bersifat logis, jika kesimpulan yang dihasilkan oleh argumen,


pertanyaan, atau premis yang benar. Sebaliknya, kesimpulan yang dihasilkan dari
argumen atau premis yang salah akan menghasilkan penalaran yang tidak logis. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa penalaran adalah proses berpikir dalam menarik suatu
kesimpulan berdasarkan sejumlah informasi yang tersedia. Sedangkan argumen
merupakan sebuah pernyataan yang terbentuk dalam proses bernalar. Penalaran itu
berhubungan langsung dengan penyimpulan dan argumen yang merupakan aktivitas
pikiran yang abstrak simbolis. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa penalaran
(argumen, penyimpulan) itu simbolnya bahasa. Pernyataan itu simbolnya kalimat. Dan,
pengertian itu simbolnya kata.
Dari berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penalaran dalam
prosesnya ada 2 macam, yaitu penalaran Deduktif dan penalaran Induktif.
Penalaran Deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang
umum terlebih dahulu, untuk seterusnya diambil kesimpulan yang khusus. Penalaran
Induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari bentuk
penalaran deduktif. Yakni menarik suatu kesimpulan dari fakta- fakta yang sifatnya
khusus, untuk kemudian ditarik kesimpulan yang sifatnya umum.
DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti, dkk., 1991. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia.


Jakarta: Erlangga.
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin, Zaenal dan Tasai, S. Amran. 2004. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Akademika Pressindo.
Ashby, M. 2005. How to Write a Paper, 6rd edition, Engineering Department,
University of Cambridge, Cambridge. Atmazaki. 2007. Kiat-kiat Mengarang dan
Menyunting. Padang:UNP Press.
Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Ermanto dan Emidar. 2010. Bahasa Indonesia: Pengembangan Kepribadian di
Perguruan Tinggi. Padang: UNP Press.
Tafsir, Ahmad. 2013. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai
Capra.Bandung: PTRemajaRosdakarya.
Suriasumantri, Jujun S.1990. Filsafat Sebuah Pengantar Populer.Jakarta:PT Gelora
Aksara Pratama.
Hadiatmaja,Sarjana dan Kuswa Endah.2010 .Filsafa Jawa.Yogyakarta;KanwaPublisher.
Hakim, Atang Abdul,danBeniAhmadSaebani.2008. Bandung:PustakaSetia.
Kattsoff, Louis O. 2004. Pengantar Filsafat alih bahasa Soejono
Soemargono.Yogyakarta: Tiara Wacana.

Anda mungkin juga menyukai