Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

ANALISISA SISTEM STRUKTUR


GEREJA KRISTEN PASUNDAN

4.1 Analisis Denah, Tampak, dan Atap Bangunan


a Denah
Denah bangunan ini berbentuk segi delapan yang simetris jika dilipat secara horisontal
dan vertikal (gambar 4.1). Bentuk denah simetris merupakan ciri-ciri Indische Empire
Style, yaitu gaya arsitektur kolonial yang berkembang pada abad 18 dan 19. Gaya ini
merupakan pencampuran dari teknologi, bahan bangunan dan iklim yang ada di Hindia
Belanda (Indonesia) dan gaya Empire Style yang sedang berkembang di Prancis.

Gambar 4.1 : Denah Gereja Kristen Pasundan


Sumber : Data Survei, 6 Maret 2020

Selain itu, ciri-ciri Indische Empire Style adalah bangunan tidak bertingkat dan
halaman yang luas seperti yang diaplikasikan pada bangunan Gereja Kristen Pasundan
dapat dilihat pada gambar 4.2.

7
Gambar 4.2 : Gereja Kristen Pasundan
Sumber : Data Lapangan, 6 Maret 2020

b Tampak dan Atap


Tampak depan dan samping bangunan Gereja Kristen Pasundan memiliki bentuk
simetris (gambar 4.3 dan 4.4) mengikuti denah bangunan yang merupakan ciri dari
Indische Empire Style. Penggunaan material pada fasad dapat dilhat pada gambar 4.5.

Gambar 4.3 : Tampak depan GKP


Sumber : Data Survei, 6 Maret 2020

Gambar 4.4 : Tampak samping GKP


Sumber : Data Survei, 6 Maret 2020
8
Gambar 4.5 : Detail fasad Gereja Kristen Pasundan
Sumber : Data Survei, 6 Maret 2020

Atap pada bangunan ini menggunakan jenis atap perisai dengan kemiringan ±40°
dapat dilihat pada gambar 4.5 dan 4.6. Atap perisan merupakan ciri dari gaya Indische
Empire Style.

Gambar 4.6 : Denah atap Gereja Kristen Pasundan


Sumber : Data Survei, 6 Maret 2020

4.2 Analisis Sistem Struktur dan Konstruksi Pada Gereja Kristen Pasundan
Analisis struktur dan konstruksi dilakukan secara keseluruhan pada bangunan yang
dibagi menjadi tiga bagian yaitu atap, dinding, pintu dan jendela dengan uraian sebagai
berikut.

9
4.2.1 Struktur Atap
Struktur atap bangunan ini menggunakan sistem vector active dengan material
kayu. Rangka atap gereja ini disusun oleh komponen-komponen yang terdiri dari kuda-
kuda, gording, kaso, reng, makelar, sekur dan balok tarik.

Tabel 4.1 Analisis Struktur Atap


Teori dan Data Analisis
Struktur konstruksi kuda-kuda pada atap terdiri dari dua
Atap Peran :
bagian, yaitu konstruksi atap peran yang digunakan pada
bagian depan dan belakang yang memotong horizontal
(gambar b) dan konstruksi kuda-kuda bingkai gantung
digunakan pada bagian tengah dengan memotong plafond
lengkung yang menjolong keatas atap (gambar a), yang
diantara kedua struktur ini terbuat dari material bahan
kayu.

Bingkai Gantung :

Gambar b

Gambar a

Bentuk atap bangunan


Gereja Kristen Pasundan

Tampak depan

Tampak samping

10
4.2.2 Konstruksi Dinding
Pada bangunan gereja tidak terlihat menggunakan kolom karena dinding yang tebal
yaitu 80 cm. Sehingga titik tumpu bagi atap untuk menyalurkan beban menuju pondasi
dapat dilihat pada gambar 4.6.

Gambar 4.7 : Dinding Gereja


Sumber : Data Survei, 6 Maret 2020

Dinding pada bangunan berfungsi juga sebagai bearing wall yang mampu bertindak
seperti beton sehingga dapat disebut sebagai dinding struktural yang menyalurkan beban
dan gaya dari atap menuju pondasi. Penyaluran gaya dan beban pada bangunan :

Gambar 4.8 : Penyaluran beban pada bangunan


Sumber : Data Survei, 6 Maret 2020
11
Tabel 4.2 Analisis Kontruksi Dinding
Teori dan Data Analisis
Konstruksi Dinding
Batu Campur
Dilihat dari ketebalan dinding
bangunan, gereja ini menggunakan
konstruksi dinding batu campur
yang mana bagian luar dinding
menggunakan batu alam dan bagian
dalam dinding menggunakan bata
merah.

Pengaturan menyusun bata merah


yang digunakan pada masa kolonial
Belanda umumnya menggunakan
aturan Belanda atau yang biasa
bata merah batu alam
disebut rollag. Yaitu bata merah
Tebal dinding gereja 80 cm
yang disusun secara menyilang
Konstruksi dinding batu campur
sehingga menghasilkan dinding
merupakan konstruksi dinding
yang tebal.
yang terdiri dari dua jenis batu,
yaitu batu alam dan bata merah

Konstruksi dinding batu campur


setidaknya membutukan tebal
minimal 50 cm.

4.2.3 Konstruksi Pintu dan Jendela


Pada bangunan gereja ini pintu dan jendela memakai material kayu dan ada juga
material kaca di bagian jendela dibagian atas jendela. Konstruksi kosen dari kayu untuk
pintu pada bangunan kolonial tidak berbeda dengan konstruksi kosen kayu untuk jendela.
Sebagai bahan bingkai jendela dan bingkai sayap hanya digunakan kayu kering. Berbagai
penerapan penggunaan kusen kayu dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Analisis Konstruksi Pintu dan Jendela


12
Teori dan Data Analisis

sambungan sudut bingkai pada daun pintu


kepala diperhatikan dengan khusus,
sehingga ukuran masing-masing sesuai
Pintu Panil terdiri dari
dengan tepat.
bingkai yang dihubungkan
dengan pen dari lobang.
Panilnya dibuat dari kayu
massif. Ukuran bingkai
pintu ialah 40/80 mm.

hal ini dapat dicapai dengan membuat


bingkai horizontal teratas dari kayu
Jendela dipasang pada (di
terusan. Pen dan sponing dibuat pada
luar) jendela kaca. Jendela
bingkai yang tegak seperti bisa gambar
yalusi hanya dapat
isometri berikut.
dipasang pada konstruksi
jendela kaca yang dibuka
ke dalam. Jendela jalusi
dibuat dari kayu kering.
Konstruksi harus dibuat
sedemikian rupa sehingga
tidak ada kemungkinan
merembesnya air melalui
ujung bingkai kayu yang
vertikal.

4.3 Analisis Penggunaan Material Pada Struktur dan Konstruksi


4.3.1 Atap
13
Bentuk atap yang di gunakan pada bagunan ini merupakan atap perisai. Material
yang digunakan pada penutup atap, yaitu genting dengan material tanah liat yang berwarna
merah bata dan struktur atap menggunakan material kayu. Pada awal tahun 2000-an terjadi
penambahan teras pada bagian depan bangunan. Sehingga tatanan fasade pada bagian
depan bangunan terlihat menonjol (gambar 4.9 dan 4.10) , namun tidak mempengaruhi
struktur dan bentuk atap utama dari bangunan tesebut. Atap pada bagian teras depan ini
menggunakan atap datar yang terbuat dari material beton. Kondisi bangunan Gereja
Kristen Pasundan sebelum terjadi penambahan atap pada teras yaitu pada tahun 1900
dapat dilihat pada gambar 4.10.

Gambar 4.9 : Bentuk atap gereja Gambar 4.10 : Aksonometri struktur


Sumber : Data Survei, 6 Maret 2020 Sumber : Data Survei, 6 Maret 2020

Gambar 4.11 : Gereja Kristen Pasundan tahun 1900


Sumber : Data Survei, 6 Maret 2020

Elemen atap ini merupakan salah satu elemen pembentuk fasade yang penting
keberadaannya dan merupakan penguat dari karakter bangunan Gereja Kristen Pasundan

14
(GKP) Cirebon karena memperkuat komposisi fasade. Pada bagian depan fasade di
temukan beberapa ornamen monumental.

4.3.2 Dinding
Material pada konstruksi dinding Gereja Kristen Pasundan dibagi menjadi tiga
bagian yaitu batu, lepa (perekat pada sambungan batu) dan plester. Dengan uraian sebagai
berikut.
1. Batu
Konstruksi dinding campur menggunakan batu alam pada bagian luar dinding dan bata
merah pada bagian dalam dinding. Sebelum digunakan, batu alam ditarah terlebih
dahulu agar memiliki bentuk yang rapi dan ukuran (tebal) yang sama.
2. Lepa
Dilihat dari waktu gereja tersebut didirikan, lepa atau perekat sambungan batu/bata
pada bangunan gereja menggunakan semen merah dan kapur. Semen yang terbuat dari
bata merah yang digiling dan bila dicampur dengan kapur dan air akan mengeras
karena bahan tersebut mengandung silica amorf di dalam mineral-mineralnya yang
membentuk senyawa kalsium hidrosilikat.
3. Plester
Material plester pada gereja terdapat tiga kemungkinan yaitu.
a. Pasir dan kapur dengan perbandingan 2 : 1
b. Pasir, kapur dan semen merah dengan perbandingan 1 : 1 : 1
c. Pasir, tras dan kapur dengan perbandingan 3 : 1 : 1

4.3.3 Pintu dan Jendela


Material pada konstruksi pintu dan jendela Gereja Kristen Pasundan dibagi menjadi
dua bagian yaitu kayu dan kaca (peneambahan dibagian atas jendela). Dengan uraian
sebagai berikut.
1. Kayu
Konstruksi pintu pada kusen pintu perlu diperhatikan, bahwa bagian bawah tidak
sampai lantai, melainkan digunakan dengan tinggi yang disesuaikan dengan pelat ubin
lantai yang terpasang satu barisan secara berdiri pada pinggir lantai/dinding. Kusen dari
kayu diberi angker dan dicor kalau kusen tersebut selesai terpasang dengan profil yang
tepat sama dengan profil kusen.

15
Konstruksi jendela pada kusen jendela lazim digunakan kayu mutu kelas I atau II.
Pada jendela rangkap dipakai kayu yang berukuran 7/14 cm. Pemasangan kusen jendela
dari kayu pada dinding tembok dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: rata dengan les
penutup atau berimpitan.
2. Kaca
Kaca dalam kualitas Mutu B, kaca jendela harus apa yang disebut keputih-putihan
(half-white) tanpa warna, jernih, tembuscahaya dan tanpa cacat yang mengganggu. Untuk
pemasang diatas jendela dengan tebal ialah:
kaca 1,5 mm s/d 2 mm, disebut tebal-tunggal atau kaca 4/4.

BAB V
KESIMPULAN
16
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa sistem struktur
pada bangunan Gereja Kristen Pasundan menggunakan sistem vector active dengan material
kayu untuk bagian atap bangunan. Pada bagian dinding bangunan memiliki tebal 80 cm dan
berfungsi sebagai bearing wall yang mampu bertindak seperti beton untuk memikul beban
bangunan, sehingga tergolong kedalam dinding struktural.

Atap bangunan menerapkan dua konstruksi yaitu konstruksi atap bingkai gantung pada
bagian yang terpotong oleh plafond lengkung dan kostruksi atap peran pada bagian yang tidak
terpotong plafon lengkung. Pada konstruksi dinding menggunakan konnstruksi dinding batu
campur yaitu campuran dari batu alam dan bata merah. Bata merah disusun secara rollag.

Penggunaan material pada bangunan Gereja Kristen Pasundan antara lain penutup atap
adalah genteng tanah merah, dinding menggunakan batu alam dan bata merah yang dilapisi
oleh plester berbahan semen merah dan kapur, dan pintu/jendela menggunakan kayu termasuk
kisi-kisi pada daun jendela kecuali bouvenli menggunakan kaca mati.

Dari hasil yang kami temukan, bahwa struktur, konstruksi, dan material bangunan
Gereja Kristen Pasundan sama seperti pada umumnya bangunan kolonial di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

17
[1] Frick Heinz, Ir, 1980; Ilmu Konstruksi Bangunan 1;Yogyakarta: Kanisius

[2] Frick Heinz, Ir, 1982; Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu;Yogyakarta: Kanisius

[3] Supribadi, I.K., Drs, 1993; Ilmu Bangunan Gedung;Bandung: Armico

[4] Suparno, 2008; Teknik Gambar Bangunan;Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah

Menengah Kejuruan

[5] Schodek, L, Daniel, 1991; Struktur;Bandung: PT Eresco

[6] Snyder, C, James dan Catanese, J, Anthony, 1989; Pengantar Arsitektur;Jakarta: Erlangga

18

Anda mungkin juga menyukai