Anda di halaman 1dari 2

Basis dan Perkembangan Teater Modern di Bali

Oleh: Wayan Sunarta

Sejak tahun 1980-an hingga kini, Denpasar dan Singaraja masih menjadi basis
kuat bagi pertumbuhan dan perkembangan teater modern di Bali. Kelompok-kelompok
teater modern itu berakar kuat di dunia sekolah dan kampus.
Di Singaraja, muncul beberapa kelompok teater modern yang cukup kuat,
misalnya Teater Seribu Jendela yang bermarkas di kampus STKIP Singaraja (kini
Universitas Ganesha), Sanggar Kampung Seni Banyuning, Sanggar Bukit Manis, dan
sejumlah teater sekolah yang sedang membangun jati diri. Semaraknya teater modern di
Singaraja tak lepas dari peranan para tokoh teater yang mau berjibaku memelihara
pertumbuhan teater di sana. Sebutlah misalnya I Gede Dharna, Nyoman Silur, Hardiman,
I Gde Artawan, Putu Satria Kusuma, Kadek Sonia Piscayanti.
Tak beda dengan Singaraja, pertumbuhan dan perkembangan teater modern di
Denpasar juga disemarakkan oleh teater sekolah dan kampus. Pada awal tahun 1990-an,
hampir semua fakultas di Universitas Udayana (Unud) memiliki teater modern sebagai
bagian dari kegiatan kampus. Sebutlah misalnya Teater Yusticia Fak. Hukum Unud,
Teater Equilbrium Fak.Ekonomi Unud, Teater Hipokrates Fak.Kedokteran Unud, Teater
Semar Fak.Pertanian Unud, Teater Kluster Fak.Sastra Unud.
Pada tahun 1996, di Fak. Sastra Unud juga muncul Sanggar Purbacaraka yang
salah satu kegiatannya adalah berteater. Pada tahun 2000-an di kampus Unud muncul
Teater Orok yang telah pentas di beberapa kota di Indonesia. Semaraknya teater kampus
ini dipicu oleh event tahunan Lomba Drama Modern se-Bali yang digelar oleh Fakultas
Sastra Unud. Namun, sayang, event ini tidak terdengar lagi kabar beritanya.
Tak hanya itu, teater sekolah juga tumbuh subur. Sebutlah misalnya Teater Angin
SMU 1 Denpasar, Teater Topeng SMU 2 Denpasar, Teater Trisma (kini Teater Tiga)
SMU 3 Denpasar, Teater Blabar SMU 4 Denpasar, Teater Wayang SMU 5 Denpasar,
Teater Kirana SMU 6 Denpasar, Teater Antariksa SMU 7 Denpasar, Teater Wong Kutus
SMU 8 Denpasar, Teater Gugat (kini Teater La Jose) SMU Santo Yosep, Sanggar Cipta
Budaya SMP 1 Denpasar, Teater Lingkar SMP 2 Denpasar, Sanggar Yogiswari SMP 10
Denpasar, dan masih banyak lagi. Saat itu, pertumbuhan teater sekolah dipicu oleh event
Pekan Seni Remaja (PSR) yang digelar setiap tahun oleh Pemerintah Kota Denpasar.
Di Denpasar, di luar sekolah dan kampus, muncul pula deretan teater profesional,
yang anggotanya adalah orang-orang penekun teater. Misalnya, Sanggar Putih, Sanggar
Minum Kopi, Teater Agustus, Teater Mini Badung, Teater Poliklinik, Sanggar Posti,
Teater Got, Sanggar Surabi, Kalangan Rurung Rai, Komunitas Pojok, Kelompok Tulus
Ngayah. Namun, sayang, beberapa teater itu hanya tinggal nama, karena banyak yang
sudah tidak aktif berteater. Para tokoh teater yang pernah turut memelihara pertumbuhan
teater di Denpasar, di antaranya adalah Abu Bakar, Gus Martin, Cok Sawitri, Kadek
Suardana, Dewa Jayendra, Ngurah Dibia, Maryoto Subekti, Agung Eksa Wijaya, Kaseno,
Mas Ruscitadewi, Giri Ratomo, Muda Wijaya.
Negara (Jembrana) pun pernah semarak dengan kegiatan teater pada tahun 1990-
an. Pertumbuhan teater di sana diperkuat oleh event tahunan Rajer Babat. Event ini sering
mengundang kelompok teater dari Denpasar, Singaraja, bahkan Banyuwangi, Surabaya,
Yogyakarta dan Solo. Sejumlah kelompok teater yang ada di Jembrana, antara lain Teater
Kene, Sanggar Susur, Teater GAR, Bali Eksperimental Teater (BET). Para tokohnya
antara lain D.S. Putra, Wayan Udiana (Nanoq da Kansas), AG Pramono, Ibed, Boyke
Satria Negara, Kaplur Semarapura. Namun, sayang, kelompok-kelompok teater itu tidak
terdengar lagi kiprahnya. Para anggotanya sibuk dengan urusannya masing-masing.
Selain itu, di Tabanan pernah ada Sanggar Jukut Ares. Di Ubud ada Sanggar Arak Api,
Sanggar Pondok Pekak. Di Klungkung ada Sanggar Binduana. Sementara itu, di Bangli,
Karangasem kurang terdengar detak kehidupan teater modern.
Para pecinta teater modern tentu banyak yang rindu dengan kesemarakan kancah
perteateran di Bali. Namun, apa mau dikata? Ada banyak persoalan yang dihadapi teater
modern untuk mempertahankan eksistensinya. Di Bali, teater modern seperti gelandangan
yang tidak memiliki rumah atau kampung halaman yang jelas. Di tengah-tengah kesenian
tradisional Bali yang kuat, teater modern seperti anak bebinjat (anak haram jadah) yang
kehadirannya tidak diharapkan.
Misalnya, perhatian pemerintah Bali terhadap kehidupan teater modern sangat
minim. Mungkin ini suatu keluhan yang sangat basi. Namun, begitulah kenyataannya.
Dibandingkan dengan kesenian tradisional yang mampu dipakai untuk menambang
dollar, teater modern boleh dikatakan sangat tersisih. Mungkin saja, banyak pejabat di
pemerintahan yang tidak paham dengan pementasan teater modern. Misalnya, mereka
lebih mudeng (paham) menonton drama gong ketimbang pementasan teater absurd.
Yang lebih parah lagi, Pesta Kesenian Bali (PKB) yang digelar sebulan penuh
setiap tahun, hanya memberikan jatah yang sangat minim untuk pementasan teater
modern. Bisa jadi jatah ini hanya sekadar formalitas agar pemerintah dianggap telah
memerhatikan nasib teater atau kesenian modern di Bali. Bahkan pada tahun 2008
pementasan teater modern tersisih dari arena PKB.
Di tahun yang sama, kekonyolan juga nampak di Kota Denpasar yang sangat
bermimpi menjadi kota berwawasan budaya. Entah karena alasan apa, Pemerintah Kota
Denpasar menghapus lomba drama modern dari ajang Pekan Seni Remaja (PSR) yang
digelar setiap tahun. Padahal lomba drama modern di PSR merupakan lomba yang sangat
digemari oleh anak-anak sekolah dengan penonton yang seringkali membludak.
Namun, bersyukur pula masih ada kelompok teater sekolah dan kampus yang mau
menggelar event lomba/parade teater setiap tahun. Sebutlah misalnya event Malam
Apresiasi Seni (MAS) yang digelar Teater Angin SMU 1 Denpasar, lomba drama modern
yang digelar baru-baru ini oleh Teater Equilbrium Fak. Ekonomi Unud, parade teater
yang digelar oleh Undiksha Singaraja, parade teater GATEL yang digelar Teater La Jose
SMU Santo Yosep Denpasar. Semoga event-event serupa juga digelar di sekolah-sekolah
lain, sehingga pertumbuhan teater modern kembali semarak di Bali.

Anda mungkin juga menyukai