Anda di halaman 1dari 8

Konsep dan Praktik Penyutradaraan Drama Sebagai Strategi

Pembelajaran Bahasa dan


Suyadi
Balai Bahasa Sumatera Utara
Laman www.suyadi-san.blogspot.com Pos-el suyadisan12@gmail.com

Abstrak: Mahasiswa calon guru bahasa dan sastra Indonesia turut berperan dalam
membentuk budi pekerti siswa. Apalagi, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di
sekolah terus mendapat sorotan publik. Tidak jarang ada yang mengeluhkan,
pembelajaran bidang studi ini mengalami sejumlah kejenuhan. Banyak cara pembelajaran
agar siswa tidak jenuh mengikuti pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah. Di
antaranya, melalui pembelajaran seni drama. Dengan memelajari seni drama di sekolah,
tidak secara langsung, siswa ikut belajar bahasa. Karena itu, diperlukan serangkaian
kemauan agar mahasiswa calon guru bahasa dan sastra Indonesia mulai memelajari ilmu
atau seni drama ini untuk diterapkan di bangku sekolah.

Kata kunci: strategi pembelajaran, penyutradaraan, seni drama (teater)

Abstract : Student university, majoring in Indonesian language and literature play the
role in shaping the character of school students. Moreover, the learning of Indonesian
language and literature at schools keep attracking the public attention. Learning these
subjects experienced a number of saturation. Many ways of learning so that the students
do not saturate to follow the Indonesian language and literature lessons at school.
Among other things, through learning the art of drama. By studying drama, indirectly,
students also learn the language. Therefore, we need a strong will that the student
university majoring in Indonesian language and literature start studying science of drama
to be implemented at school.

Keywords: Learning Strategy, Directing, Drama (theatre)

1. Pendahuluan Perkembangan teater sekolah


Sejarah menunjukkan bahwa makin marak ketika Asosiasi Teater
masyarakat yang maju adalah masyarakat Sekolah (Asters) menggelar Parade
yang menghargai seni budaya. Berbekal Teater Sekolah Sumatera Utara di Taman
keyakinan ini, maraknya pertumbuhan Budaya Sumatera Utara (TBSU) pada
teater sekolah dalam beberapa tahun ter- 2001-2004. Lomba Teater Pelajar versi
akhir di Sumatera Utara, merupakan Amuk Teater Sumatera Utara yang tiap
fenomena yang sangat menggembirakan. tahun diadakan oleh Teater LKK
Sekadar menyebutkan beberapa contoh, Universitas Negeri Medan serta Festival
ada Teater Temuga (SMA 3 Medan), Teater Pelajar di TBSU juga men-
Teater Enceng Gondok (SMA 4 Medan), dongkrak kreativitas dan produktivitas
Teater Rawit (SMA 1 Medan), Teater teater sekolah di Sumatera Utara.
Repsas (SMA 16 Medan), Sanggar Sejumlah pelajar lainnya memilih
Bianglala (SMA 1 Binjai), LKCST kelompok teater di luar sekolah, seperti
(MAN 2 Model Medan), Teater Fajar yang tergabung di Teater Patria pada era
(MAN 1 Medan), Sanggar Techno’s 1980 dan 1990-an serta Teater
SMK 1 Percut Sei Tuan (Deliserdang), GENERASI Medan dari 1995 sampai
dan sebagainya. sekarang.

67
Sebagai institusi kolektif, yang di dan Konsep Penyutradaraan patut
dalamnya terdapat individu-individu, diapresiasi semua pihak.
serta dipengaruhi ruang, waktu, pe- Dalam hal ini, penulis akan
mikiran, dan perkembangan zaman, mengungkap seluk beluk penyutradaraan
sanggar-sanggar tersebut menjalani drama. Sejauh manakah konsep
sifatnya yang alamiah, yaitu proses. penyutradaraan yang harus diketahui
Sehingga, ada sanggar yang setelah sekali mahasiswa calon guru bahasa dan sastra
pementasan lalu kemudian mati suri, ada Indonesia?
yang berkembang secara elegan, serta ada
pula yang maju secara pesat. Di sisi lain, 2. Metode Penulisan
pertumbuhan tersebut berdampak ter- Tulisan ini bersumber dari hasil
hadap kuantitas dan kualitas penonton. pengamatan selama penulis menjadi Juri
Ternyata bukan hanya anak sekolah yang atau Pengamat Lomba Drama yang
mengunjungi pertunjukan teater, berlangsung 30-31 Oktober 2012 di
keluarganya pun turut serta. Selain itu, pendopo Fakultas Hukum Universitas
terdapat pula anggota sanggar yang Muhammadiyah Sumatera Utara (FH
setelah menamatkan studi, melanjutkan UMSU). Pada lomba tersebut, penulis
sekolahnya pada perguruan tinggi seni di khusus mengamati sisi artistik
Padangpanjang maupun di pulau Jawa. pemanggungan yang bersumber pada
Perkembangan positif sebagai- konsep penyutradaraan. Karena itu,
mana digambarkan di atas, semoga tidak tulisan ini dikhususkan mengungkap hal-
membuat pelaku-pelaku teater larut dalam hal berkaitan dengan penyutradaraan,
utopia. Sebab, pembinaan teater tidak yaitu penafsiran naskah, konsep garapan,
pernah mengenal kata “selesai”. dan bekal keaktoran.
Pencapaian yang ada sekarang, jelas
merupakan akumulasi banyak faktor. 3. Kerangka Konseptual
Sebut saja peran pemerintah, peran kepala Seni drama (teater) sesungguhnya
sekolah dan guru, peran keluarga, adalah bagian dari komunikasi, yakni
masyarakat, media massa dan sebagainya, antara komunikan (seniman) dengan
serta yang tidak boleh dilupakan adalah komunikator (audiens). Dengan
peran dari insan-insan pelaku teater itu pemahaman seperti ini, komunikasi dan
sendiri, yang ditunjukkan lewat performa, silaturahmi kepada semua pihak, terutama
perilaku, dan unjuk karya. antarpelaku seni teater, mutlak terus
Di antara insan pelaku teater itu, dilakukan. Muara dari upaya tersebut
tidak lain adalah mahasiswa, terutama di adalah percepatan serasi antara
program studi Bahasa dan Sastra pertumbuhan komunitas-komunitas teater
Indonesia Lembaga Pendidikan Tenaga dan kemampuan khalayak luas selaku
Keguruan (LPTK). Mahasiswa calon guru kumpulan individu masyarakat penonton
ini diharapkan mampu menguasai dalam mencerap, baik keberadaan
serangkaian metode pembelajaran bahasa organisasi maupun hasil karya
dan sastra, salah satunya adalah teater pementasan.
(drama). Berdasarkan hal itu, kegiatan Keseimbangan antara dua aspek
Lomba Drama yang pernah dilakukan tersebut adalah tumbuh berkembangnya
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia kesadaran dalam masyarakat tentang arti
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan penting teater dalam dinamika sosial,
Universitas Muhammadiyah Sumatera yang bukan hanya sebagai sarana
Utara (PBSI FKIP UMSU) yang disusul penghibur semata, melainkan sekaligus
Seminar Sehari Manajemen Pementasan sebagai media pendidikan. Di sisi lain,

68
teater juga tumbuh dengan kepekaan dalam kurikulum. Ada berupa paket
membaca kondisi sosial masyarakat pembelajaran yang bisa dilakukan. Di
membaca tanda-tanda zaman, untuk antaranya, melalui kegiatan ekstra-
kemudian diendapkan dalam per- kurikuler ataupun pengem-bangan diri.
menungan jujur dan mendalam yang Ada pula langsung menjadi mata
selanjutnya diwujudkan dalam pelajaran sendiri, yakni Seni Budaya
pementasan. (Seni Teater). Bahkan, ada pula yang
Dengan demikian, tidak hanya kedua-duanya, mata pelajaran dan
keterwakilan dan rasa memiliki yang ada ekstrakurikuler, seperti di SMK Negeri 1
dalam benak dan hati masyarakat Percut Sei Tuan Deliserdang, SMA
penonton ketika menikmati pertunjukan, Harapan 1 dan 2 Medan.
tetapi juga bahwa teater dalam arti
keberadaan dan perbuatan, berperan vital 4. Mengapa Harus Teater?
dalam proses sosial. Reposisi terhadap Salah satu pokok bahasan dalam
kedudukan dan fungsi teater dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra
masyarakat, sesegera mungkin harus Indonesia adalah teater atau drama.
dilakukan secara bijak. Tujuan pembelajaran studi ini bukan
Betapa tidak, stigma buruk yang ”membentuk” siswa menjadi seniman
melekat pada teater, ternyata masih atau dramawan, melainkan hanya mem-
terlacak pada benak orang banyak. Ambil bimbing siswa agar dapat memahami,
contoh ungkapan: “Ah, itukan cuma menikmati, dan menciptakan karya sastra
sandiwara!” Lantas, ketika seseorang secara sederhana. Bagi siswa yang
yang sukses dikerjai rekannya akan berminat serius, kelak mendalaminya di
mengatakan: “Busyet, akting Ente lembaga pendidikan kesenian ataupun di
bagus!” Ketika tidak terima dengan dalam sanggar pilihannya.
keputusan pengadilan, pihak-pihak yang Keberadaan studi teater melalui
merasa dirugikan berteriak lantang: pembelajaran Bahasa dan Sastra
“Jangan jadikan sidang pengadilan yang Indonesia di sekolah bisa saja dijadikan
terhormat ini sebagai panggung embrio untuk pembentukan sanggar teater
sandiwara!” sekolah. Selain hal itu bertujuan untuk
Ketika terjadi kasus nyata mengembangkan dunia teater di daerah
penculikan, orang akan mengatakan setempat, studi teater ini dapat sebagai
peristiwa tersebut sebagai : “Drama tempat menyalurkan bakat dan minat
Penculikan”. Bahkan, terhadap fenomena siswa-siswa di sekolah serta mendukung
aneh tetapi nyata yang terjadi di pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia, yaitu tetap percaya dirinya Indonesia. Teater sekolah, selain sebagai
figur-figur pemimpin masa lalu membuat media penyaluran minat bakat siswa,
rumah politik alias partai politik, padahal serta sebagai kawah Chandradimuka
yang bersangkutan nyata-nyata pernah pembentukan kepribadian (Character
tersangkut hukum, orang yang mengaku Buildings), proses latihan teater yang
dirinya tidak gemar politik praktis pun kompleks, nyata-nyata selaras dengan
bisa dengan enteng mengatakan : “Ah, Taksonomi Blooms.
itukan cuma sandiwara politik...” Simak saja contoh-contoh dalam
Stigma buruk tersebut tampaknya latihan-latihan dasar yang berkenaan
harus dibuang jauh-jauh. Caranya, tidak dengan pengembangan kemampuan
lain dengan mengusung teater ke bangku kognitif, mulai dari reading, menghafal
sekolah. Wah, teater bisa sekolah? Tentu naskah, dan lain sebagainya sampai
saja. Seni teater ini bisa dimasukkan ke kepada kemampuan bedah naskah dan

69
analisis pemeranan. Berkenaan dengan 5. Konsep Penyutradaraan sebagai
kemampuan afektif, mulai dari olah rasa, Strategi Pembelajaran Bahasa dan
kontemplasi, observasi, dan lain Sastra
sebagainya sampai kepada kemampuan Dalam pertunjukan drama,
menghayati tokoh cerita dalam naskah. sutradara dapat berfungsi sebagai orang
Demikian pula halnya kemampuan pertama yang menafsirkan teks (naskah).
psikomotorik, mulai dari pemanasan, olah Dari penafsiran teks ini, sutradara
tubuh, olah vokal, mimik, pose, gesture, selanjutnya dapat menggambarkan
pantomim, moving, grouping dan kemungkinan memilih pemain dan bentuk
sebagainya sampai kepada blocking artistik sesuai yang diinginkan. Setelah
pementasan. Sementara itu, dari sisi penafsiran teks ini selesai, barulah dapat
produksi, kemampuan menajerial, kerja memilih pemain, memimpin latihan serta
sama tim, beserta liku-liku penye- membentuk dan bekerja sama dengan tim
lenggaraan pementasan, adalah atau kru artistik (penaataan dekorasi
laboratorium lengkap bagi pengembangan panggung, lampu, busana, rias, musik,
nilai-nilai moral, mental, spiritual, dan dan teknisi lainnya). Selain itu, juga bisa
intelektual siswa. berkoordinasi dengan bagian produksi
Penulis melihat sendiri yang mengurusi tempat pertunjukan,
kebergairahan teater di kalangan pelajar akomodasi, publikasi, sirkulasi,
ini ketika lebih sepuluh tahun menjadi keuangan, dan penonton.
pengamat atau juri lomba teater tingkat Konsep penyutradraan dalam
pelajar di Universitas Negeri Medan serta drama, tidak terlepas dari kegiatan bahasa
sejumlah pertunjukan teater sekolah. Di dan sastra. Kegiatan ini pada praktiknya
antaranya, yang pernah paling menonjol tidak dapat dipisahkan dari segala
adalah kelompok LKCST MAN 2 Model aktivitas manusia. Konsep dan praktik
Medan, Teater SMA 3 Medan, dan Teater penyutradaraan drama merupakan gam-
Bahtera SMP 6 Medan. Kelompok baran umum tentang betapa pentingnya
tersebut, terbukti berulang kali meraih manusia memiliki rasa seni. Seni Teater
gelar juara pertama lomba teater baik di merupakan suatu keahlian meng-
Universitas Negeri Medan maupun ekspresikan ide-ide dan pemikiran
TBSU. Ini menunjukkan bahwa estetika, termasuk mewujudkan
sebenarnya mereka (baca : pelajar) tetap kemampuan dan imajinasi penciptaan
eksis di dunia teater. Mereka adalah benda, suasana, atau karya yang mampu
generasi masa depan teater di daerah ini. menimbulkan rasa indah sehingga
Bukankah perkembangan teater di menciptakan peradaban manusia yang
Indonesia dimulai dari kaum terpelajar di selalu mencintai keindahan.
kota? Ya, mereka berteater sebelum Kita selalu hidup bermasyarakat.
pemerintah memberlakukan Kurikulum Dalam lingkungan tersebut, diperlukan
Berbasis Kompetensi (KBK) ataupun penciptaan tatanan estetis. Siswa
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan calon-calon pelaku dalam
(KTSP) dan Kurikulum 2013. Kurikulum kehidupan bermasyarakat. Dengan
boleh berubah, namun semangat mereka demikian, mereka perlu memiliki bekal
berteater patut diberi acungan jempol. kepekaan estetis dan sense of art dalam
menyikapi lingkungannya. Untuk me-
miliki kepekaan estetis yang sesuai
dengan peradaban manusia seutuhnya,
diperlukan praktik-praktik langsung pada
pengalaman berkesenian dalam ling-

70
kungan yang kondusif dan sarat dengan mengacu pada empat pilar pendidikan
budaya pendidikan dan toleransi. Satu di universal, yaitu belajar mengetahui, be-
antara banyak usaha yang perlu dilakukan lajar melakukan, belajar menjadi diri
untuk memenuhi harapan tersebut adalah sendiri, dan belajar hidup dalam ke-
dengan melalui pendekatan praktik. bersamaan.
Arendt (2008: 307) menyebut pendekatan Di dalam studi drama pada
praktik ini dengan pendekatan langsung. pembelajaran Bahasa dan Sastra
Pendekatan praktis atau pelatihan ter- Indonesia maupun Seni Budaya, sebenar-
bimbing merupakan salah satu langkah nya hanya berisikan dua standar
kritis di dalam model pengajaran kompetensi, yaitu mengapresiasi karya
langsung. seni teater (drama) dan mengekspresikan
Sebagaimana diketahui, praktik diri melalui pertunjukan teater. Standar
secara aktif dapat meningkatkan retensi, kompetensi ini berlaku untuk semua
membuat belajar lebih otomatis, dan tingkatan atau jenjang pendidikan di
memungkinkan siswa untuk mentransfer sekolah. Sedangkan kompetensi dasar
pembelajarannya itu ke situasi baru. Ada hanya dibedakan pada bentuk tradisional
lima fase model pembalajaran praktik ini (semester ganjil) dan non-tradisional
yang sangat tepat dalam pembelajaran (semester genap).
Bahasa dan Sastra Indonesia, yakni : Pada standar kompetensi meng-
Fase 1 : Mengklarifikasikan apresiasi karya seni teater masing-masing
tujuan dan establishing set jenjang sekolah, hanya terdapat tiga
Fase 2 : Mendemonstrasikan kompetensi dasar, yaitu: 1) meng-
pengetahuan dan keterampilan identifikasi makna, simbol/filosofi, serta
Fase 3 : Memberikan praktik peran teater (tradisional/ nontradisional)
dengan bimbingan dalam konteks kehidupan budaya
Fase 4 : Memeriksa pemahaman masyarakat, 2) menunjukkan kualitas
siswa dan memberikan umpan-balik estetis teater (tradisional/ non-tradisional)
Fase 5 : Memberikan praktik dan Nusantara berdasarkan pengamatan
transfer yang diperluas. terhadap pertunjukan, dan 3) menunjuk-
(Arendt, 2008 : 304) kan pesan moral (kearifan lokal) teater
(tradisional/ nontradisional) Nusantara.
Pendekatan praktik dalam Untuk memeroleh standar
pembelajaran Bahasa dan Sastra kompetensi dan kompetensi dasar ini,
Indonesia merupakan amanah dari siswa tentu saja harus diajak langsung
Standar Kompetensi dan Kompetensi menonton atau menyaksikan pertunjukan
Dasar sebagaimana tercantum dalam teater. Pertunjukan teater ini bisa saja
KTSP maupun Kurikulum 2013. Standar terjadi di lapangan terbuka dekat
Kompetensi dan Kompetensi Dasar KTSP kediaman siswa, pasar, gedung kesenian,
dan Kurikulum 2013 dikembangkan taman budaya, bahkan film dan sinetron
untuk memberikan dasar-dasar penge- serta pertunjukan teater tradisional di
tahuan, keterampilan, keahlian bertahan televisi. Sebelum menonton, siswa perlu
hidup, dan pengalaman belajar yang dibekali secara singkat tentang pe-
membangun integritas sosial serta me- mahaman dasar teater, bentuk-bentuk
wujudkan karakter nasional. Standar teater, jenis-jenis teater, aliran teater, dan
Kompetensi dan Kompetensi Dasar ini fungsi teater. Lalu, siswa diberi tahu
juga memudahkan guru dalam me- tentang beberapa kriteria atau objek
nyajikan pengalaman belajar yang sejalan pengamatan ketika ia menonton
dengan prinsip belajar sepanjang hayat, pertunjukan teater. Laporan pengamatan

71
inilah yang dijadikan untuk melihat 1). Membaca Puisi
keberhasilan siswa dalam melakukan Siswa perlu membaca puisi dengan
apresiasi. Tulisan hasil observasi itu, suara lantang. Manfaatnya untuk
menguraikan hal-hal berikut. melatih vokal supaya terbiasa
a. judul naskah teaternya; melakukan perubahan nada suara
b. penulis naskah dan sutradaranya; sebagai akibat adanya perubahan
c. susunan tim produksi dan tim perasaan dalam berbagai situasi.
artistik yang terlibat di dalam Perubahan nada suara akibat
pergelaran; perubahan situasi itu tentu saja akan
d. Jumlah pemainnya (wanita dan disertai perubahan ekspresi wajah.
pria); Mungkin dengan tidak terasa akan
e. Tata rias dan kostum yang disertai pula gerakan anggota tubuh,
digunakan; terutama tangan. Dengan cara begitu,
f. Iringan musik yang digunakan siswa selaku calon aktor dapat
(jika ada); mengekspresikan perasaan tokoh yang
g. Setting panggungnya; dimainkannya melalui suara, ekspresi
h. Tata pencahayaannya; wajah, dan gerak-gerik tubuh dengan
i. Lama pergelarannya; penghayatan.
j. Peralatan yang digunakan;
k. Keunikan-keunikan yang dijumpai 2). Menirukan Binatang
selama pertunjukan; dan Siswa mencoba menirukan gerakan
l. Pesan moral yang ingin khas macam-macam binatang. Bila
disampaikan dari pergelaran menirukan kera, gerakan anggota
teater. tubuhnya, ekspresi wajahnya, dan
suaranya harus seperti kera. Dengan
Dari apresisasi itulah, siswa cara seperti itu, siswa mencoba
kemudian dimotivasi bahwa mereka memerankan tokoh meskipun tokoh
sebenarnya dapat melakukan seperti apa yang diperankannya itu binatang.
yang ditontonnya. Di sinilah guru dapat
memasuki standar kompetensi yang 3). Menirukan Orang
kedua (mengekspresikan diri melalui Siswa mencoba menirukan orang
pertunjukan teater). Pada standar yang sudah dikenalnya. Lebih baik
kompetensi ini, terdapat tiga kompetensi lagi kalau orang yang ditirukan itu
dasar yang mendidik siswa menjadi calon juga sudah dikenal teman-temannya.
aktor, yaitu 1) latihan dasar teater (olah Dengan begitu, temannya dapat
tubuh, olah vokal, olah rasa, olah sukma, menebak orang yang ditirukannya itu.
olah pentas), 2) merancang pergelaran Bila temannya dapat menebak, berarti
teater dengan membentuk kepanitiaan cara menirukannya sudah baik.
yang menangani artistik dan non-artistik, Sebaliknya, bila temannya belum
dan 3) melakukan kerja sama tim dalam dapat menebak, upaya menirukan itu
satu pertunjukan teater. harus diulang.
Untuk standar kompetensi ini,
siswa tentu saja diajak dan dilatih dasar 4). Tertawa dan Menangis
teater. Ada banyak cara untuk melatih Siswa mencoba tertawa terus-menerus
siswa mengenal teknik dasar teater, di sampai benar-benar tertawa kalau ia
antaranya adalah seperti di bawah ini. ingin tertawa. Siswa perlu mencoba
menangis seolah-olah dia sedang
mengalami hal yang menyedihkan.

72
Begitu pula dia perlu mencoba seolah- harus dipelajari karena mungkin kelak
olah sedang marah, putus asa, akan dipraktikkannya di panggung
menyerah, atau yang lainnya. Dengan kalau tokoh yang diperankannya
latihan seperti ini, diharapkan kelak sesuai naskah, harus berbuat
dapat memanfaatkannya untuk me- demikian.
merankan tokoh yang sedang
bersedih, marah, dan lain-lain. 6. Simpulan
5). Berdialog
Siswa mencoba berdialog. Mula-mula Demikianlah. Pemahaman konsep
dialognya bebas tanpa naskah, seolah- penyutradaraan sebagai satu strategi
olah sedang memerankan tokoh pembelajaran Bahasa dan Sastra
tertentu dalam drama. Hal ini dapat Indonesia sebenarnya ditekankan agar
disamakan dengan permainan drama siswa memiliki budi pekerti yang luhur
tradisional semacam ketoprak. Dalam dan saling menghargai sesamanya.
ketoprak, aktor memang tidak Pendidikan budi pekerti ini sangat kentara
menghafalkan naskah. Dialognya dalam pemunculan karakter tokoh-tokoh
terserah aktor. Calon aktor dapat yang dilakonkan. Sekali lagi penulis
berlatih dengan jalan bermain tekankan bahwa dalam pembelajaran
ketoprak-ketoprakan. teater pada Bahasa dan Sastra Indonesia
tidak ingin mendidik siswa agar menjadi
6). Gerak Panggung seniman, melainkan agar siswa dapat
Siswa harus berlatih melakukan gerak lebih menghayati peran kehidupan dalam
panggung, yaitu gerakan atau mengarungi peradaban. Jika ia tertarik
perbuatan yang mungkin akan di- lebih dalam terhadap teater, ia bisa
lakukannya di panggung saat bermain memilih sanggar-sanggar teater di luar
drama. Misalnya, berjalan terpincang- sekolah untuk menampung bakatnya
pincang karena kakinya sakit, berjalan tersebut. Untuk itulah, mahasiswa calon
terhuyung-huyung karena mabuk, dan guru bahasa dan sastra Indonesia perlu
berjalan mengendap-endap karena mengetahui dan memahami seluk beluk
takut ketahuan. Siswa juga berlatih penyutradaraan drama agar nantinya tidak
seolah-olah bersedih, gembira ria, canggung memberi pelajaan di
tegang, atau marah. Semuanya itu sekolahnya kelak.

Daftar Bacaan
A. Rumadi (Ed.). 1991. Kumpulan Drama Remaja. Jakarta : Grasindo
Ags. Arya Dipayana (Ed.). t.t. Warisan Roedjito: Sang Maestro Tata Panggung Perihal
Teater dan Sejumlah Aspeknya. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta
Atmazaki, dan WS, Hasanuddin. 1990. Pembacaan Karya Susastra sebagai suatu Seni
Pertunjukan. Padang : Angkasa Raya
Arendt, Richard I. 2008. Learning to Teach: Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Brook, Peter. 2002. Shifting Point (Percikan Pemikiran tentang Teater, Film, dan Opera).
Yogyakarta: MSPI dan arti
Grotowski, Jerzy. 2002. Toward Poor Theatre (Menuju Teater Miskin). Yogyakarta: MSPI
dan arti
Junaedhie, Moha. 1994. Apresiasi Sastra. Ujungpandang: Badan Penerbit IKIP
Ujungpandang

73
Mitter, Shomit. 2002. Stanilavsky, Brecht, Grotowski, Brook : Sistem Pelatihan Lakon.
Yogyakarta: MSPI dan arti
Moody, H.L.B. 1993. The Teaching of Literatur, saduran bebas B. Rahmanto Metode
Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius
Neelands, Jonathan. 1993. Making Sense of Drama, saduran bebas Dean Praty
Rahayuningsih Pendidikan Drama: Pedoman Mengajarkan Drama. Semarang :
Dahara Prize
RMA. Harymawan. 1993. Dramaturgi. Bandung: Remadja Rosdakarya
Rendra, 1984. Mempertimbangkan Tradisi. Jakarta: Gramedia
_______ . t.t. Tentang Bermain Drama. Jakarta: Pustaka Jaya
_______ . 2007. Seni Drama untuk Remaja. Jakarta : Burung Merak Press
Riantiarno, N, 2003. Menyentuh Teater: Tanya Jawab Seputar Teater Kita. Jakarta: PT
HM Sampoerna Tbk
San, Suyadi, 2004. Telaah Drama: Konsep Teori dan Kajian. Medan: Sanggar GENERASI
dan Harian Mimbar Umum
___________ 2013. Drama: Konsep Teori dan Kajian. Medan : Mitra
___________ 2015. Berkenalan dengan Teater. Medan: Sanggar GENERASI dan Balai
Bahasa Medan
Siregar, Ahmad Samin dkk. 1985. Kamus Istilah Drama. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Depdikbud RI
Sitorus, Eka D, 2002. The Art of Acting: Seni Peran untuk Teater, Film, dan TV. Jakarta :
Gramedia
Stanislavski, 2007. Persiapan Seorang Aktor. Jakarta: Sanggar Pelakon
__________ Constantin, 2008. Membangun Tokoh. Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia
Suharianto, S, 1982. Berkenalan dengan Cipta Seni. Semarang: Mutiara Permata Widya
Sulastianto, Harry, dkk., 2006. Seni Budaya untuk Kelas X dan XI Sekolah Menengah Atas.
Bandung: Grafindo Media Pratama
Sumardjo, Jacob. 1993. Ikhtisar Sejarah Teater Barat. Bandung: Angkasa
_____________. 1992. Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia.
Bandung: Citra Aditya Bakti
____________. dan K.M., Saini, 1988. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia
Supriyanto, Henri, 1980. Pengantar Studi Teater untuk SMA. Malang: Lembaga Penerbitan
Universitas Brawijaya
Tjahjono, L. Tengsoe, 2005. Menembus Kabut Puisi. Malang: Dioma
TWH, Muhamad, 1992. Sejarah Teater dan Film Sumatera Utara. Medan: Yayasan
Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI
Waluyo, Herman J, 2003. Drama: Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita
Wiyanto, Asul, 2005. Kesusastraan Sekolah: Penunjang Pembelajaran Bahasa Indonesia
SMP dan SMA. Jakarta: Grasindo
WS. Hasanuddin, 1996. Drama: Karya dalam Dua Dimensi. Bandung: Angkasa

74

Anda mungkin juga menyukai