Anda di halaman 1dari 5

SMA SANTA MARIA 3 CIMAHI

ARTIKEL 1
Tanggap Warsa ke-43, PSTK ITB Gelar Drama Tari 'Kunthi'
Perkumpulan Seni Tari dan Karawitan (PSTK) ITB pada Minggu (13/04/14) kemarin
menyelenggarakan sebuah drama tari yang bertajuk 'Kunthi'. Pagelaran yang berlangsung di
teater tertutup Dago Tea House ini dilaksanakan dalam rangka memperingati usia PSTK yang
ke-43. Drama tari
'Kunthi' mengisahkan kebimbangan seorang Ibu yang diharapkan
mampu
memberikan makna dan kesan bagi penonton.
Unit yang
bergelut di bidang seni dan budaya Jawa ini menampilkan drama
tari yang bertujuan untuk menyampaikan nilai-nilai luhur di dalamnya serta dalam rangka
pelestarian budaya Indonesia, khususnya Jawa. Selain itu, dalam rangkaian tanggap warsa
alias ulang tahunnya, PSTK juga mengadakan 'Ganesha Membatik' yang mengundang
seluruh mahasiswa ITB untuk merasakan secara lagsung proses membatik. Kegiatan ini
dilatarbelakangi oleh tergerusnya identitas bangsa berupa budaya oleh globalisasi.

Drama tari

'Kunthi' menyajikan sebuah cerita yang diambil dari kisah


Mahabarata. Kunthi yang merupakan Ibu dari Panca
Pandawa ternyata sebelumnya telah memiliki seorang putra.
Dikisahkan Kunthi yang dikaruniai anak bernama Karna
oleh Batara Surya dari sebuah mantra. Karena takut
membawa anak tersebut ke kerajaan, Kunthi pun
meninggalkannya di sungai hingga ditemukan oleh sepasang
suami istri. Ketika perang Bhatarayuda terjadi antara Pandawa dan Korawa, ternyata Karna
berada di pihak Korawa untuk melawan kekuatan Arjuna. DIsanalah Kunthi sebagai Ibu dari
Pandawa dan Karna merasa sangat sedih dan menyesal karena anaknya saling bertarung.
Meskipun Karna berada di pihak yang salah pada waktu itu, Kunthi tetap merasakan cinta
pada Karna sebagai seorang ibu.

Drama

tari tersebut disajikan dengan menarik dan tambahan bumbu


humoris oleh para pemainnya. Keanggunan penari serta
alunan merdu gamelan mampu menyihir sekitar 500
penonton yang hadir. Berbagai suasana seperti haru saat
Karna meninggal sangat terasa karena disertai dengan
penari
suasana dan pencahayaan yang tepat. "Kegiatan ini
termasuk ke dalam pembentukan karakter selain menuntut ilmu di ITB, juga menghargai
budaya agar tetap mengingat pilar ilmu, teknologi, dan seni," ungkap Prof. Ir. Indratmo
Sukarno dalam sambutannya selaku pembina PSTK.

ARTIKEL 2
Lises Unpad Persembahkan Drama Tari Geusan-Ulun Harisbaya
[Unpad.ac.id, 18/11/2014] Lingkung Seni Sunda (Lises) Unpad mempersembahkan Drama
Tari Geusan-Ulun Harisbaya pada Sabtu (15/11) lalu di Teater Tertutup Taman Budaya
Dago Tea House, Bandung. Pagelaran ini merupakan acara penutup dari rangkaian Kandaga
Lises Unpad.
Salah satu adegan dalam Drama Tari Geusan-Ulun Harisbaya yang diselenggarakan Lises
Unpad di Teater Tertutup Taman Budaya Dago Tea House, Bandung, Sabtu (15/11). *
Mahakarya dari Tanah Sumedang Larang ini merupakan sebuah drama tari yang mengangkat
konflik percintaan segitiga antara Prabu Geusan Ulun dari Kerajaan Sumedang Larang,
Harisbaya dan Prabu Girilaya dari Kerajaan Cirebon. Cerita ini dibuat berdasarkan naskah
babad Sumedang karya R.A.A Martanagara yang disutradarai oleh Agus Kandiawan, serta
Asep Sumarna dan Taufik Nurdin sebagai penata musik.
Acara dimulai oleh berbagai tampilan kesenian dari para pelajar sekolah dasar binaan alumni
Lises. Diantaranya ialah rampak kendang dari SD Santo Yusup, kemudian penampilan
angklung arumba dari SD Agustinus, dilanjutkan dengan penampilan Rampak Sekar
atau Vocal Group dari SD Mutiara Bunda, serta penampilan pencak silat oleh pelajar SD
Sekeloa dan SD Leuwi Anyar.
Tari Mustika kemudian dibawakan sebagai pembuka acara. Dilanjutkan dengan Tari Topeng
Sumedang Tarung yang merupakan hasil Penelitian dan Pengembangan Lises Unpad dari
Ekspedisi Topeng yang dilakukan Lises pada 2013 lalu. Acara kemudian dilanjut dengan
Tari Gawil yang merupakan tari keurseus dengan karakter gagah dan wibawa. Pamungkas
dari pagelaran ini adalah Drama Tari Geusan Ulun Harisbaya dengan iringan musik
gamelan secara live.
Drama tariannya sungguh atraktif, penuh dengan mimik muka yang menarik, dan juga
tariannya emang bagus juga sih asli gitu dari budaya sundanya. Mudah-mudahan kita semua
sebagai penonton bisa melestarikan budaya Sunda dan juga mengerti seperti apa budaya
Sunda itu, ucap salah satu penonton, Agung.
Keren banget acaranya, enggak bohong. Walaupun saya tidak mengerti bahasa Sunda tapi
dengan melihat tariannya tersebut kami sebagai penonton mengerti. Pesan saya, kalo
kita enggak suka sama budaya kita sendiri mau siapa lagi? ujar Iqbal.
Sementara itu, Agus Kandiawan selaku pelatih koreografi sekaligus sutradara drama tari ini
mengatakan bahwa ia merasa bangga, karena para penampil sudah melakukan yang terbaik.

Kesalahan dan kekurangan itu adalah panggung karya seni dan karya seni tidak akan
sempurna.
Jangan berpuas diri dan terus berlatih, berlatih, dan berlatih supaya apa yang diharapkan jadi
kenyataan, ucap Agus.*

Anda mungkin juga menyukai