Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Seni Tari Jawa Tengah


Makalh Ini Diajukan Untuk Memenuhi
Tugas Semester Genap
Mata Pelajaran Seni Budaya

Guru Pembimbing
NUR FADILAH S.H.I

Di susun oleh :
ERLITA ZUNIARTI PUTRI
KELAS VIII D Unggulan

Madrasah Tsanawiyah Roudlotun Nasyiin


Berat Kulon – Kemlagi – Mojokerto
2022
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

BAB I

PENDAHULUAN

A . Latar Belakang

B . Rumusan Masalah

C . Tujuan Penulisan

BAB II

PEMBAHASAN

A . ASAL USUL SENI TARI JAWA TENGAH

B . Macam – macam kategori tari jawa tengah dan macam – macam nama tarianya

1. Tari Blambangan Cakil


2 . Tari Ujungan
3. Tari Ronggeng
4. Tari Serimpi
5. Tari Gambyong
6. Tari Kretek
7. Tari Jlantur
8. Tari Sintren
9. Tari Kukila
10. Tari Prawiroguno
11. Tari Topeng Ireng
12. Tari Rong Tek
13. Tari Lengger
14. Tari Rancak Denok
15. Tari Aplang
16. Tari Wira Pertiwi
17. Tari Kuntulan
18. Tari Bondan
19. Tari Bedhaya Ketawang
20. Tari Beksan Wireng

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Dafatr Pustaka
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami munajahkan kehadirat TUHAN yang maha ESA atas
semua limpahan rahmat nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusuna
makalah yang berjudul makalah seni tari ini meski sangat sederhana.
Harapan saya semoga masalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai
salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca,menambah wawasasan
serta pengalaman,sehingga nanti nya saya dapat memperbaiki bentuk ataupun isi
makalh ini menjadi lebih baik lagi.
Sebagai penulis,kami mengakui bawasan nya masih banyak kekurangan yang
terkandung didalam nya. maka oleh sebab itu, dengan penuh kerendahan hati
saya berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran demi
lebih memperbaiki makalah ini.
Terima kasih.

MOJOKERTO , 08 MEI 2022


BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Jawa Tengah merupakan provinsi yang memiliki segudang kebudayaan mulai dari pakaian tradisional,
lagu daerah, Bahasa, rumah adat termasuk tarian adat Jawa Tengah yang akan kita bahas pada
kesempatan kali ini. Tanpa banyak mukodimah.

Berbicara tentang masyarakat Suku Jawa memang ada kaitannya dengan masyarakat Timur.
Salah satu yang menjadi pembicaraan yaitu dapat kita tinjau dari kajian masalah penciptaan seni
tari, dimana konsep penciptaan seni masyarakat Timur cenderung dipengaruhi oleh unsur religi.
Menurut Pamadhi (1985), menyatakan pendapatnya dalam penciptaan seni tari klasik dilandasi
dengan tiga konsep yaitu :

1. Konsep Filsafati
Apa itu Seni? Yaitu sebuah ungkapan batin seseorang yang sangat mulia, karena proses
cipta seni melalui gagasan dari batiniah. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, maka masayrakat
Jawa memiliki semboyan hidup, yaitu Sangkan paraning dumadi (asal muasal manusia) suatu
wujud karya seni yang mengarah pada pralogis (logika) dan hal-hal yang metafisik.
Karya seni dapat diekpresikan berupa bentuk-bentuk simbol, gerakan yang dilakukan oleh
seseorang seperti pada kesenian tari Bedoyo jumlah penarinya sembilan orang dan Tari Srimpi
dengan empat orang penari. Semua ekspresi tersebut merupakan hasil dari asal-usul batiniah
manusia.
2. Konsep Moral
Selain konsep filsafati, disini juga terdapat konsep Moral. Dimana konsep ini memiliki
bagian penting dalam mempengaruhi pranata sosial, artinya kedudukan rakyat sebagai wong cilik
harus memberikan pernghormatan kepada yang lebih tinggi dan berakhir raja sebagai penguasa
tunggal.
3. Konsep Keindahan
Menurut Kuntowijoyo (1987) menyatakan bahwa cara pandang mengenai konsep keindahan
pada seni berbeda-beda. Masyarakat Jawa menggambarkan konsep indah ini melalui gerakan
halus dan lembut. Secara umum, konsep keindahan ini wajib ada dalam sebuah kesenian dan
sudah melengkat pada seni tari.
Demikian penjelasan dari saya mengenai Tarian Jawa Tengah, Semoga sedikit informasi ini
dapat bermanfaat untuk anda semua, terima kasih atas perhatiannya.

B . Rumusan Masalah

1 . Bagaimanakah asal usul seni tari Jawa Tengah ?


2 . Macam – macam seni tari Jawa tengah ?

C . Tujuan Penulisan

1 . Untuk mengetahui asal – usul seni tari Jawa Tengah.


2. Untuk Mengetahui Macam – macam seni tari Jawa Tengah.
1. Tari Blambangan Cakil

Tari Blambangan Cakil merupakan salah satu tarian Jawa Tengah yang tercipta karena
terinspirasi dari kisah pewayangan. Dalam pelaksanaannya, adegan yang dimainkan dalam tari
ini  adalah “Perang Kembang”, artinya dimana para ksatria dan raksasa saling bertarung.
Pertarungan tersebut mencerminkam perlawanan antara kebaikan melawan kejahatan.

Biasanya dalam cerita pewayangan yang dimainkan pada tarian ini mengambil tokoh kesatria
sang Arjuna. Mengapa demikian? Karena tokoh Arjuna mencerminkan sosok kebaikan dan
memiliki potur gagah serta gerak tari yang lembut dan halus. Sementara tokoh Raksasa
menggambarkan sosok kejahatan dengan gerakan tari kasar dan beringas.
Jadi kesimpulan dari tari tradisional memberikan pesan ataupun filosofi bahwa kejahatan akan
selalu kalah oleh kebaikan

2. Tari Ujungan
Tari Ujungan adalah tarian Jawa Tengah yang dimaikan ketika musim kemarau panjang oleh
masyarakat Gumelem dan sekitarnya. Mengapa dilakukan pada musim kemarau panjang?
Karena pada dasarnya tarian ini diciptakan dengan tujuan upacara ritual untuk meminta hujan
kepada sang pencipta.
Dalam penerapan tarian ini, para lelaki terpilih saling menunjukkan aksi kekuatan kerasnya
tulang, kuatnya kulit (atosing balung, wuleding kulit) yang dikombinasikan dengan gerakan sebi
keindahan.
Jika kita lihat sekilas, tari adat ini seperti olah raga tradisional yang bersifat keras, dimana para
penari membawa sebatang rotan untuk memukul lawannya pada bagian paha ke bawah. Semakin
banyak darah yang ke luar dari tubuh lawan, maka semakin cepat hujan akan turun.

3. Tari Ronggeng

Tarian Jawa Tengah selanjutnya adalah Tari Ronggang. Keberadaaan tarian ini sudah ada
sejak zaman kuno tepatnya pada abad ke-8 dan sudah berkembang di wilayah Jawa Barat dan
Jawa Tengah.
Hal ini dapat kita lihat dari relief pada bagian Karmawibhanga Borobudur yang
menggambarkan adegan perjalanan rombongan hiburan dengan musisi dan penari wanita.
Gerakan pada tari
Ronggeng ini sangat berbeda dengan tarian lainnya dan lebih ekspresif bahkan mengarah ke
agresif.

4. Tari Serimpi
Tari Serimpi merupakan tarian klasik dari Jawa Tengah. Keberadaan tari Serimpi ini telah ada
sejak zaman kerajaaan Mataram, dimana kala itu kerjaan tersebut dipimpin oleh Sultan Agung
yaitu sekitar tahun 1613 – 1646 M.
Tarian Jawa Tengah satu ini dianggap sakral oleh masyarakat setempat. Biasanya tarian ini
hanya dimainkan khusus ruang lingkup keraton dengan tujuan ritual kenegaraan dan
memperingati kenaikan tahta Sultan. Dalam pementasannya, tari Serimpi ini diiringi oleh alunan
suara gamelan.

5. Tari Gambyong

Tari Gambyong merupakan salah satu tarian Jawa Tengah yang berasal dari kabupaten
Surakarta. Tari ini merupakan kombinasi dari dua gabungan tarian yaitu tari kraton dan tari
rakyat. Sementara penamaan dari  daria ini diambil dari nama penciptanya yakni Mas Ajeng
Gambyong.
Biasanya tarian ini ditampilkan untuk acara pertunjukan seni dan penyambutan tamu besar.
Perlu anda ketahui, bahwa tarian ini terdiri atas tigas bagian, yaitu awal (maju beksan), isi
(beksan) dan akhir (mundur beksan). Ciri khas dari tarian ini terletak pada gerakan kaki, lengan,
tubuh, dan juga kepala.

6. Tari Kretek
Tarian Jawa Tengah berikutnya adalah Tari Kretek yang lahir dari kabupaten Kudus. Dimana 
tarian ini menceritakan mengenai kehidupan para buruh bersama dengan kreteknya. Daerah
Kudus memang telah terkenal akan penghasil kreteknya dan menjadi salah satu sumber
perekonomian masyarakat setempat. 

Perlu anda ketahui, bawasannya nama tarian ini dulunya bukan tari Kretek melainkan tari
dikenal dengan nama Tari Mbatil, akan tetapi seiring berjalannya waktu penamaan Mbatil mulai
luntur dan diganti dengan kretek. Hal tersebut karena lebih  merujuk pada gambaran utama yang
disampaikan melalui tarian tersebut. Keberadaan tarian sudah lama dan mulai mulai terkenal
pada tahun 1985 M.

7. Tari Jlantur

Tari Jlantur adalah tarian Jawa Tengah yang mainkan dengan empat  pulah orang penari pria.
Tarian ini muncul dari kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Dalam pementasannya, para penari ini
membawakan aksesoris seperti kuda tiruan dan ikat kepala pada setiap penari. Oleh karena itu,
jika kita lihat dari segi aksesoris yang dibawakannya, makanya tarian ini mempunyai persamaan
dengan tari kuda lumping.
8. Tari Sintren

Tarian Jawa Tengah selanjutnya adalah Tari Sintren. Tarian ini telah berkembang pesat di
daerah pesisir Pantai Utara jawa (Tengah dan Barat) meliputi Majalengka, Indramayu, Berebes,
Pemalang, Cirebon, Banyumas, dan Pekalongan. Tari Sintren bersifat mistis, dimana pada saat
pementasan dikaitkan dengan kerasukan arwah dan hingga kini masih berkembang.
Sementara para penarinya memakai properti seperti kacamata hitam saat pementasan
berlangsung. Mengapa demikian? Karena kacamata hitam berfungsi untuk menutup mata penari
tersebut agar tidak menakut nakuti penonton. Selain itu, terdapat sebuah keyakinan bahwa ketika
menari, bola mata penari sintren berubah menjadi putih dan demi estetika. Dalam
pelaksanaannya tari Sintren diiringi dengan seperangkat alat musik gamelan.

9. Tari Kukila

Tari Kukila merupakan tarian yang termasuk kedalam jenis tari tradisional. Terciptanya tarian
ini termotivasi dari gerakan burung. Jadi dalam pelaksanaanya, gerakan pada tari Kukila ini
mencerminkan tingkah laku burung yang sangat dinamis, gesit dan lincah.
Dalam falsafah Jawa, kata Kukila ini tergolong ke dalam lima syarat paripurnanya kehidupan
seorang pria setelah rumah, istri, kendaraan, dan senjata. Jadi kulila dalam falsafah jawa yaitu
burung pemeliharaan yang dijadikan sebagai hobi.

10. Tari Prawiroguno


Tari Prawiroguno adalah salah satu tarian Jawa Tengah yang mengisahkan mengenai suatu
kondisi peperangan di masa penjajahan. Dalam pementasannya, gerakan dari tari Prawiroguno
sangat dinamis. Para penarinya menegnakan pakaian layaknya tengah dalam berperang lengkap
dengan properti alat perang seperti tameng atau tombak.

11. Tari Topeng Ireng

Tari Topeng Ireng ini termasuk kedalam tarian tradisional yang berasal dari Jawa Tengah.
Keberadaan dari tarian ini sudah ada sejak zaman kolonialisme Belanda. Dulu tarian ini
digunakan untuk media latihan beladiri masyarakat setempat, namun penjajah Belanda
melarangnya dan bertindang semena-mena terhadap masyarakat yang sedang berlatih silat.
Tarian yang berfungsi sebagai media latihan bela diri ini telah berkembang di sekitar Lereng
Gunung Merbabu, Magelang. Walaupun seperti itu, kesenian tari ini tak meninggalkan unsur
seninya. Dalam pembawaannya, tari topeng ireng menyampaikan suatu nasehat yang berisikan
tentang kebaikan hidup.

12. Tari Rong Tek


Tari Rong Tek adalah tarian Jawa Tengah yang berasal dari perkembangan Tari Longger
Banyumasan. Secara etimologi penamaan dari tari rong tek ini berasal dari dua suku kata yaitu
ronggeng dan tek, ronggeng yang berarti penari sementara tek berarti suara kentongan dari
bamboo yang penjadi sebuah alat pengiring ketika pementasaan berlangsung.
Gerakan yang ditampilkan oleh penari dalam tari rong tek ini menyajikan gerak yang
menggambarkan keceriaan para remaja putri yang suka bergurau, bertingkah konyol dan suka
iseng. Biasanya jumlah pemain dalam tarian ini sekitar 5-10 orang penari perempuan dengan
mengenakan busana khas Banyumas.

13. Tari Lengger

Tari Lengger atau bisa disebut juga tari ronggeng ini merupakan kreasi dari Tari Tayub.
Secara etimologi, tari lengger berasal dari dua suku kata yaitu Le yang berarti Tole ( anak laki
laki) dan Ger dari Geger yang artinya ramai.
Pada dasarnya, tariam ini dianggap memiliki sifat negatif karena sarat unsur sensualitas
(segala sesuatu yang mengenai badani bukan rohani), akan tetapi Sunan Kalijaga telah merubah
gerakan tari lengger ini dan menjadikan sebagai salah satu media untuk berdakwah.

14. Tari Rancak Denok


Tari Rancak Denok adalah salah satu tarian Jawa Tengah yang sangat terkenal. Secara
etimologi, tarian ini berasal dari dua suku kata yaitu Rancak dan Denok. Rancak yang memiliki
arti cepat dan dinamis, dan Denok berarti perempuan.
Sementara secara harfiah, Rancak Denok dapat didefenisikan sebagai tari kreasi dari
Semarangan yang dimainkan oleh para kaum wanita secara terpat dan dinamis dengan
mengenakan aksesoris utama yakni topeng. Tari Rancak Denok ditarikan sebanyak enam orang
penari ataupun dapat ditambah dan dikurangi, itu semuan menyesuaikan kebutuhan serta ukuran
panggung pementasan.
Pakaian yang digunakan dalam pagelaran tarian ini yaitu para penari wanita ini memakai
kebaya berwarna terang dan disertai dengan kain jarik khas daerah Semarangan. Untuk bagian
kepalanya dibuat konde dengan hiasan bunga. Hal ini bertujuan untuk menggambarkan pengaruh
Tiongkok dalam busana penarinya. Dalam pementasannya tarian ini diiringi dengan music
Gambang Semarang.

15. Tari Aplang

Tari Aplang merupakan tarian tradisional khas dari kabupaten Banjarnegara. Manurut sejarah,
terciptanya tarian ini luput dari penyebaran agama Islam di Jawa Tengah. Dulu tarian ini sempat
mencapai masak puncak dan terkenal di masyarakat.

Ciri khas yang dimiliki dari tarian ini yaitu memiliki unsur islami yang cukup kental, seperti
iringan rebana, bedug dan beberapa cerita yang berisikan tentang syair puji-pujian dengan
Bahasa menggunkan  Arab dan Jawa.
Biasanya tari Aplang dimainkan dengan jumlah sedikitnya lima orang penari putra ataupun
putri, anggota penari bisa juga ditambah sesuai kebutuhan. Perlu anda ketahui, untuk para penari
yang menarikan tarian ini wajib berusia maksimal adalah 25 tahun.
Mengapa demikian? Karena dalam pembawaannya penari dituntut menari lebih enerjik dan
semangat. Selain itu, penari juga harus tetap menggunakan gapyak sebagai alat yang harus ada
dalam menari Aplang.

16. Tari Wira Pertiwi

Tari Wira Pratiwi adalah salah satu tari kreasi dari Jawa Tengah yang belum lama diciptakan.
Tari kreasi ini diciptakan oleh seorang gagasan seni yang bernama Bagong Kussudiarjo. Tarian
ini mencerminkan sosok kepahlawanan seorang prajurit putri dalam membela bangsa yang
berasal dari Jawa.
Selain itu, tari ini juga menggambarkan sifat ketegasan, ketangkasan dan ketangguhan yang
terpancar dalam arian ini. Gerakan dari tari wira pratiwi sangat ritmis dengan instrument musik
yang selaras dengan tariannya. Biasanya tarian ini dimainkan dengan dinamis.
Dalam pementasannya, tari ini dilakukan dengan cara berpasangan dan dilengkapi dengan
panah serta mengenakan busana sekaligus aksesoris yang mendukung seorang prajurit.  Dimana
panah tersebut menggambarkan ketegasan dan sorotan tajam dari penari menambah nilai
kesempurnaan dari makna tarian ini.

17. Tari Kuntulan


Tari Kuntulan yaitu salah satu tari tradisional yang berasal dari daerah Banyuwangi dan
berkembang pesat disekitar wilayah lainnya. Kesenian ini lahir dari suatu kretifitas yang
menggabungkan antara gerakan tarian dan seni bela diri serta diiringi dengan alunan musik
rebana.
Para penari dan pemain musik mengenakan busana kemeja putih, celana putih dan
menggunakan peci berwarna hitam. Selain tu, para penari juga menggunakan kaus kaki yang
mirip dengan burung kuntul yang biasanya terdapat di daerah persawahan. Nah jadi mengapa
tarian ini dinamakan dengan tari kuntulan? Jawabannya dapat di tafsirkan karena busananya
mirip dengan burung kuntul.

18. Tari Bondan

Tari Bondan merupakan tarian Jawa Tengah yang berasal dari kabupaten Surakarta. Tarian ini
mengambarkan kisah kasih seorang ibu yang sayang terhadap anaknya dengan memperlihatkan
melalui menggendong bayi dengan paying terbuka serta hati-hati dan perhatian.
Dalam pementasannya, tarian ini hanya dapat diperankan oleh kaum wanita, dimana penari
wanita ini menggendong boneka bayi dengan paying terbuka dan harus dilakukan secara hati-hati
karena dia menari diatas kendi serta kendi tersebut tidak boleh jatuh.
Ciri khas dari tarian ini, yaitu para penarinya mengenakan busana gadis desa, menggendong
tenggok, mengenakan caping dan membawa alat pertanian ketika tarian ini berlangsung.

19. Tari Bedhaya Ketawang

Tari Bedhaya Katawang adalah tarian Jawa Tengah yang dimainkan oleh 9 orang penari
wanita. Tarian ini hanya bisa ditampilkan ketika peringatan kenaikan dan penobatan tahta
Kasunanan Surakarta. Secara etimologi, tarian ini merupakan gabungan dari dua suku kata yatiu
Bedhaya artinya penari wanita di Istana sementara Ketawang berarti langit (identik dengan
sesuatu yang tinggi).

Mengapa tarian ini hanya dimainkan oleh 9 orang penari? Karena menurut filosofinyanya
menggambarkan Sembilan arah mata angina yang dikuasai oleh Sembilan dewa yang disebut
dengan Nawasanga. Tarian ini begitu kental akan sifat sakralnya. Untuk menarikan tarian ini
tidak boleh sembarangan orang, artinya ada beberapa  syarat yang harus dipenuhi.

Syarat pertama, yaitu penari wanita harus seorang gadis suci dan tiding sedang haid. Jika
wanita itu sedang haid, dapat juga menarikan tarian ini dengan catatan harus ada izin dari
Kanjeng Ratu Kidul. Syarat selanjutnya yakni, para penari harus berpuasa terlebih dahulu
sebelum menarikan tarian ini.

20. Tari Beksan Wireng


Tari Beksan Wireng merupakan jenis tarian Jawa Tengah yang paling tua dalam kebudayaan
masyarakat Jawa. Tarian ini menceritakan tentang ketangkasan ketangkasan prajurit dalam
latihan perang.

Selain itu, tarian ini menunjukan gambaran mengenai Wira ( Perwira) dan Aeng ( Unggul).
Jadi dari penjelasan diatas tersebut, bahwa tari Beksan Wireng adalah tari yang betemakan
perang atau latihan perang untuk melatih ketangkasan prajurit dalam berperang. Keberadaan
tarian ini sudah ada sejak abad ke-11 (Zaman Jenggala-Kediri).

Biasanya tarian ini dimainkan oleh kaum pria dengan gerakan tari bersumber dari gerakan
pencak silat.  Dalam pementasannya, tarian Beksan Wireng diringi dengan gending satu dan dua,
dimulai dari gending ladrang dan diteruskan dengan gending ketawang.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

sekali terhadap perkembangan seni tradisional yang dirasakan sebagai


keadaan dalam posisi “transisi” atau berada pada “persimpangan jalan”.
Secara garis besar dapat dikatakan fungsi dan nilai ritualnya mulai
berkurang, bentuk atau polanya sdah mulai beranjak dari patokan-patokan
tradisi (Soemarjan, 1986). Keadaan tersebut dapat dimaklumi karena
sebagai salah satu unsur kebudayaan, maka kesenian khususnya seni tari
akan mengalami hidup statis dan tradisionalistik, sebaliknya akan ikut
berkembang apabila kebudayaannya juga bersikap terbuka terhadap
perubahan-perubahan.
Seni tradisi sebagai unsur kebudayaan suatu masyarakat akan ikut
bertahan atau beurbah mengikuti gerak kebudayaan induknya. Pada
umumnya generasi tua lebih konservatif dalam sikap hidupnya, sehingga
lebih cenderung untuk memepertahankan kesenian yang mereka alami
dalam keadaan yang lebih tua. Sebaliknya angkatan muda cenderung
menghargai hal-hal yang baru. Golongan ini cenderung memberikan
aspirasi yang tinggi terhadap suatu bentuk dan penampilan yang baru.
Dalam proses pergerakan generasi muda menjadi generasi dewasa
kemudian akan menjadi generasi tua, yang dianggap konservatif yang
selalu mempertahankan kesenian yang mereka kenal dalam hidupnya.
Keberadaan tari tradisional dewasa ini tidak terlepas dari daya cipta
kreatif senimannya yang merupakan sumbangan besar terhadap
perkembangan kebudayaan di tengah masyarakat. Tentu saja, hasil dari
daya cipta seniman-seniman yang menghasilkan karya-karya baru
tersebut belum tentu sesuai dengan apa yang diharapkan sebagai
kebutuhan ataupun yang dirasakan oleh masyarakat. Masyarakat
mengharapkan suatu karya seni tertentu, tetapi tidak terpenuhi oleh para
seniman, cenderung untuk tidak memperhatikan apa yang telah
dihasilkannya, karena yang dihasilkan tidak dapat memenuhi harapannya,
sehingga masyarakat cenderung mengatakan tidak ada perkembangan
ataupun perubahan. Namun, kita meyadari bagaimana wujud
perkembangan tari tradisional dewasa ini, tetap merupakan sumbangan
besar terhadap usaha pemeliharaan kehidupan kesenian tradisional. Tari
tradisi tmbuh dari kehidupan yang merefleksikan hidup, dari kehidupan itu
sendiri, maka tidak mengherankan bila perkembangan seni tradisi tetap
dapat dihayati dan dimengerti.
DAFTAR PUSTAKA
Budi, Sadu, tt., Noot Gending Lan Tembang, Solo.
Hadiwijaya, Harun, 1983, Manusia Dalam Kebathinan Jawa, Jakarta: Sinar
Harapan.
Herusantoto, Budiono, 1987, Simbolisme dalam Budaya Jawa, Yogyakarta:
PT. Hanindita
Humardani, 1979, “Kreativitas dalam Kesenian”, Makalah., Surakarta:
Depdikbud
Ishadi, “Orang Televisi Remehkan Seni Tradisi”, Yogyakarta: Kedaulatan
Rakyat, 14 Oktober 1998, hal. 2
Kedaulatan Rakyat, Oktober, 1999: 6, “Seni Tradisi Mengalami Pergeseran
Fungsi”.
Khayam, Umar, 1982, “Kesenian Keraton dan Kesenian Rakyat”, Makalah
Penataran Dosen Ilmu Budaya Dasar, Tawangmangu, Solo, Jawa
Tengah.
Koentjaraningrat, 1982, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan,
Gramedia, Jakarta.
Koentjaraningrat, 1982, “Kebudayaan Jawa” Makalah Penataran Dosen
Ilmu Budaya Dasar, Tawangmangu, Solo, Jawa Tengah.
Koentowijoyo, 1987, Budaya dan Masyaraka, Yogyakarta: Tiara Wacana
Kutoyo dan Sufyan (ed), 1977, Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta,
Yogyakarta, Departemen P dan K.
Mulyono, Sri, 1982, Wayang, Asal-usul, Filsafat dan Masa Depannya,
Gunung Agung, Jakarta.
Vol. 1 No. 2/September – Desember 2000 59
HARMONIA : JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
Pamadhi, Hajar, 1985, Tinjauan Sosiologis Landasan Idiil Seni Rupa
Klasik Menurut Konsepsi Jawa, Yogyakarta: FBP IKIP Yogyakarta
Soedardo, SP. (ed). 1991, Beberapa Catatan Tentang Perkembangan
Kesenian Kita, Yogyakarta: ISI Yogyakarta.
Soedarsono, 1984, The State Ritual Dance Drama in The Court of
Yogyakarta, Yogyakarta Universitas Gajah Mada Press.
Soedarsono (ed), 1976, Mengenal Tari-Tarian Rakyat di Daerah Pola
Kehidupan Sosial dan Budaya, Yogyakarta: Direktorat Kebudayaan,
Depdikbud.
Seorjobrongto, B.P.A, 1976, Tari Kalsik Gaya Yogyakarta, Makalah,
Ceramah Sarasehan Musium Keraton Yogyakarta.
Sumarjan, Selo, 1986, Perubahan Sosial di Yogyakarta, diterjemahkan
oleh H,J. Koesoemanto, Yogyakarta Universitas Gajah Mada Press.
Sumandiyo, Y. Hadi, 1991, “Perkembangan Tari Tradisional Usaha
Pemeliharaan Kehidupan Budaya”, dalam Sudarso SP (ed), 1991,
Beberapa Catatan Perkembangan Kesenian Kita, Yogyakarta: ISI
Yogyakarta.
Sutopo, H.B., 1990,”Methode Penelitian Kualtatif”, Makalah disajikan di
depan para dosen jurusan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan FKIP
Universitas Sebelas Maret di Surakarta, 21 Desember 1990.
Triyanto, 1988, Peningkatan Pembinaan Desain Kerajinan Keramik di
Desa Kunden Langenharjo Kabupaten Kendal. Laporan Hasil
Pelaksanaan kegiatan Pengabdian pada Masyarakat, Jurusan
Pendidikan Seni Rupa dan Kerajinan, FBS, IKIP Semarang.
Wibatsu, Harianto, 1981, “Beksan Mataram sebuah Renungan Filosofi”
Makalah , ceramah ilmiah Dies Natalis II ISI Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai