Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dalam dunia

pendidikan, dalam hal ini guru bimbingan dan konseling yang menjadi

pelaksana segala kegiatan layanan bimbingan dan konseling (BK), salah

satunya adalah membantu konseli mencapai perkembangan diri yang optimal.

Raharjo dan Gudnanto (2013 : 4) mengemukakan memahami masalah individu

secara keseluruhan baik masalah yang dihadapi maupun latar belakangnya

adalah hal yang penting dalam bimbingan dan konseling. Maka individu akan

mendapatkan pelayanan yang optimal.

Bimbingan dan konseling adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan

dalam pendidikan. Peran bimbingan dan konseling mempunyai andil yang

besar dalam dunia pendidikan khususnya dalam mengoptimalkan

perkembangan peserta didik. Peserta didik adalah sasaran utama guru

bimbingan dan konseling. Hal ini menjadi fokus utama layanan bimbingan dan

konseling di sekolah, layanan yang diberikan kepada konseli sesuai dengan

kurikulum yang berlaku. Kurikulum yang terbaru adalah kurikulum 2013.

Kurikulum yang dimuat memudahkan peserta didik untuk memilih jurusan atau

kompetensi keahlian sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki peserta

didik. Peminatan tersebut didasarkan atas bakat dan serta potensi dalam diri.

1
2

Pelaksanaan layanan BK di sekolah dilaksanakan oleh guru bimbingan

dan konseling (konselor). Konselor sebagaimana diatur dalam undang-undang

dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi

guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU

No.20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional No. 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan

Kompetensi Konselor bahwa sosok utuh kompetensi konselor mencakup

kompetensi akademik dan profesional sebagai keutuhan, kompetensi akademik

merupakan landasan ilmiah dari pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan

dan konseling. Kompetensi Profesional menyatakan bahwa menguasai konsep

dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli

(Permendiknas No.27 Tahun 2008).

Perlunya pemahaman konselor terhadap instrumen non tes bertujuan

untuk mengetahui kebutuhan konseli atau peserta didik. Komalasari, Eka, dan

Karsih (2011: 17) menerangkan Secara garis besar guru Bimbingan dan

Konseling harus memahami konsep dan praktis asesmen baik itu tes dan non

tes karena need asesmen pada konseli adalah segala kebutuhan atau masalah

yang ada pada konseli yang meliputi aspek fisik yaitu (kesehatan dan

keberfungsian fisik), psikologis (kecerdasan, motivasi belajar, minat, sikap,

dan kebiasaan belajar, kepribadian, sifat-sifat atau karakteristik peserta didik),

serta sosial yang antara lain berkaitan dengan hubungan sosial dalam keluarga

dan teman-teman.

Penyusunan program bimbingan dan konseling sebagai acuan konselor


3

memberikan layanan pada konseli yang didasarkan atas kebutuhan konseli. Hal

ini tertuang dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia No. 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling

pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah bahwa penyusunan Program

Kerja setara dengan 2 jam pelajaran serta harus juga melaporkan hasil need

assesment. Hal ini sesuai dengan pendapat Yusuf (2009: 70) yang mengatakan

bahwa guru BK perlu menyebarkan instrumen non tes untuk mengetahui

kebutuhan peserta didik, kemudian merancang tujuan dan rancangan program

BK di sekolah, banyak faktor yang seharusnya diperhatikan yaitu melihat fakta

dilapangan dari apa yang sudah terlihat (tingkah laku dari peserta didik).

Tugas guru bimbingan dan konseling dalam melayani peserta didik

sangatlah beragam, tidak hanya dalam layanan konseling dan klasikal

melainkan layanan lain yang dapat meningkatkan perkembangan peserta didik.

Namun, dalam kegiatan layanan bimbingan dan konseling sekolah yang

berkembang di Indonesia selama ini lebih terfokus pada kegiatan-kegiatan yang

bersifat administratif dan klerikal (Kartadinata, 2003), seperti mengelola

kehadiran dan ketidakhadiran siswa, mengenakan sanksi disiplin pada siswa yang

terlambat dan dianggap nakal. Dengan demikian, wajar apabila dalam masyarakat

dan bagi siswa-siswa sendiri guru bimbingan dan konseling distigmakan sebagai

polisi sekolah. Konsekuensi kenyataan ini, pada akhirnya menyebabkan layanan

bimbingan dan konseling yang diselenggarakan di sekolah akhirnya terjebak

dalam pendekatan tradisional dan intervensi psikologis yang berorientasi pada

paradigma intrapsikis dan sindrom klinis. (Rahman, dkk. 2013). Dalam

pelaksanaan di lapangan guru bimbingan dan konseling perlu meningkatkan


4

kapasitas diri dan profesionalitas guru bimbingan dan konseling di sekolah, tidak

melekat pada dirinya melainkan pada keprofesionalan yang ada. Semua aktivitas

yang diperlukan dan pengembangan keprofesian harus semakin ditingkatkan guna

menyongsong dan mengimbangi peserta didik di era yang baru.

Asesmen yang digunakan dalam penyusunan program tahunan

bimbingan dan konseling tidak hanya dari asesmen non tes berupa ITP,

melainkan asesmen lingkungan yang menjadi lokasi atau tempat peserta didik

itu berinteraksi satu sama lain. Kedua hal tersebut menjadi bagian yang penting

guna menentukan dan merumuskan program tahunan bimbingan dan konseling

yang ada. Semua saling melengkapi satu sama lain guna mendapatkan program

bimbingan dan konseling yang optimal. Penggunaan asesmen diperlukan guna

menyesuaikan kebutuhan peserta didik yang ada di sekolah.

Tetapi dalam kenyataannya tidak seperti itu, berdasarkan hasil

penelitian Lestari, Mungin, dan Supriyo (2013) dalam jurnal Kompetensi

Profesional Guru Bimbingan dan Konseling dalam Pelaksanaan Layanan

Bimbingan dan Konseling, menjelaskan ada satu indikator pada sub variabel

tersebut yang memiliki persentase paling rendah diantara keseluruhan indikator

pada penelitian ini. Adapun indikator tersebut adalah menggunakan instrumen

non tes yang sesuai dengan layanan BK di sekolah dengan persentase

keseluruhan 58,33% dengan kriteria sedang, pada indikator tersebut terdapat

11 orang guru BK memiliki kriteria rendah, persentase tersebut diantaranya 5

orang guru BK dengan persentase 40%, 6 orang guru BK dengan persentase

50%
5

Penelitian yang dilakukan oleh Rahman, Astuti, dan Sugiyanto (2013)

tentang Analisis tugas perkembangan siswa SLTA dan pemeteaan kinerja guru

BK dalam implementasi program BK menunjukkan bahwa : Kinerja guru BK

dan kualitas program bimbingan dan konseling dapat dikatakan masih relatif

rendah dengan beberapa indikasi, yakni 1). perencanaan yang belum

komprehensif, 2). tidak berbasis pada asesmen kebutuhan dan permasalahan, 3).

Desain yang kurang logis dan terstruktur, dan 4). minim pelibatan dukungan

lingkungan perkembangan yang ada di sekitar siswa, seperti keluarga dan

masyarakat. Bisa kita lihat bahwa program tahunan bimbingan dan konseling yang

sudah ada tidak berdasarkan analisis kebutuhan siswa melainkan dengan

mengganti tahun yang sudah ada namun program yang ada di dalamnya masih

sama. Sehingga mengalami kelemahan karena program tahunan dilaksanakan di

tahun tersebut dan tidak bisa digunakan di kelas dan tahun selanjutnya.

Dari kutipan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa poin

terkait aspek kompetensi profesional guru bimbingan dan konseling yaitu pada

penguasaan teori dan praksis assesmen layanan BK yang masih dipandang

rendah. Kumara (2013) mengatakan bahwa guru BK di Bantul memiliki

pehamaan terhadap program BK komprehensif sebagai berikut : Pemahaman

guru BK se Kabupaten Bantul terhadap manajemen program bimbingan dan

konseling komprehensif termasuk dalam kategori sedang (60,5%)

Kondisi di lapangan selanjutnya penulis pernah mewawancarai Guru

Bimbingan dan Konseling di beberapa SMK di Yogyakarta bahwa guru BK di

SMK tersebut tidak memahami apa yang dimaksud dengan Inventori Tugas

Perkembangan (ITP), serta Daftar Cek Masalah (DCM). Kemudian ketika


6

ingin melihat program kerja Bimbingan dan Konseling di sekolah tersebut

Guru BK menyatakan bahwa di sekolah ini ada program kerja bimbingan dan

konseling yang tersusun namun seadanya, hal ini dikarenakan banyak faktor,

salahsatunya adalah Guru BK tidak memahami asesmen yang digunakan dalam

penyusunan program Bimbingan dan Konseling.

Studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara kepada guru

bimbingan dan konseling di SMK Negeri 3 Kasihan belum memahami secara

utuh tentang Inventori Tugas Perkembangan, karena sebelumnya Program Keja

Bimbingan dan Konseling di Sekolah ini berjalan dengan apa adanya tanpa

adanya program. Guru bimbingan dan konseling di sekolah menginginkan

adanya program bimbingan dan konseling yang sesuai dengan kebutuhan

peserta didik, dikarenakan guru bimbingan dan konseling di sekolah tidak

menyebarkan asesmen kepada peserta didik, sehingga program yang ada tidak

sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Hal ini menunjukan bahwa pemahaman

Guru Bimbingan dan Konseling belum mendalam tentang asesmen non tes, hal

ini terlihat dengan hasil wawancara yang berkaitan dengan program kerja yang

ada di SMK tersebut. Apalagi dengan adanya update informasi yang terbaru

sehingga bimbingan dan konseling terus mendapatkan upgrade ilmu dan

informasi yang terus berkembang yang dibuktikan dengan lauching panduan

BK di sekolah (POP BK) khususnya SMK yang dilauching pada bulan

Desember tahun 2016.

Untuk menunjang pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di

SMK Negeri 3 Kasihan diperlukan sarana dan prasanan yang memadai guna
7

keterlaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang optimal. Namun,

melihat dari sarana prasarana yang ada, memerlukan perbaikan. Khususnya

ruang konseling individu dan ruang konseling kelompok. Ruangan tersebut

merupakan privasi bagi peserta didik dan guru BK. Peserta didik dan guru BK

akan berinteraksi dalam ruangan yang nyaman dan akan mencurahkan semua

keluh kesah yang ada sehingga memerlukan kenyamanan dan rasa aman bagi

peserta didik untuk membuka semua permasalahan kepada konselor.

Panduan BK di SMK (POP BK), BK sudah mempunyai panduan

penyelenggaraan yang jelas di sekolah. Hal ini bisa terjadi dikarenakan tidak

adanya atau tidak difungsikannya assesmen sebagai analisis kebutuhan dasar

konseli dalam membuat penyusunan program bimbingan dan konseling.

Panduan tersebut digunaan oleh guru bimbingan dan konseling di sekolah

sebagai acuan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah.

Assesmen yang biasanya dilakukan terdiri dari Inventori Tugas

Perkembangan (ITP), sehingga nantinya program yang disajikan akan berbeda

ketika alat assesmen yang digunakan berbeda. Kebanyakan guru BK di

lapangan sekarang ini hanya mengkopi dari program kerja tahun sebelumnya

dan hanya mengganti tahun pelajaran saja, sementara untuk kebutuhan konseli

tidak disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga program yang tersedia tidak

sesuai dan salah sasaran.

Penyusunan program bimbingan dan konseling yang didasarkan pada

asesmen kebutuhan konseli memang memerlukan analisis yang akurat dan

pemahaman yang tinggi. Hal ini dikarenakan masing-masing assesmen


8

memiliki keberagaman dalam analisis mulai dari turunan tugas perkembangan

dan berdasarkan masalah yang sering diharapi oleh konseli. Analisis yang

dilakukan dengan cara menginput data hasil isian yang dilakukan oleh peserta

didik ke dalam aplikasi yang sudah disediakan, kemudian setelah data selesai

diinput maka analisis akurat perlu dilakukan. Analisis yang akurat dilakukan

dengan cara melihat kebutuhan berdasarkan aspek yang muncul. Aspek

perkembangan yang berada dibawah garis standar itulah yang dijadikan

program bagi peserta didik.

Program bimbingan dan konseling yang disusun memerlukan waktu dan

perencanaan yang matang. Untuk penyusunan program BK diperlukan adanya

persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Masing-masing bagian

memiliki waktu tersendiri untuk membuat program BK yang maksimal dan

sesuai dengan kebutuhan konseli. Program bimbingan dan konseling disusun

di awal tahun pelajaran baru dan dibuatlah program untuk satu tahun pelajaran

tersebut. Menyiapkan instrumen yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik

yang sesuai dengan zamannya juga diperlukan karena BK yang mengikuti

perkembangan zaman atau kekinian.setelah instrumen ada, maka dilakukan

perencanaan dengan cara menyebarkan instrumen yang digunakan kepada

peserta didik. Setelah data didapatkan kemudian membuat program yang akan

dilaksanakan, program dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan. Terakhir kemudian evaluasi yang dilakukan di akhir semester

genap.
9

Bimbingan dan konseling dikenal sebagai suatu layanan untuk peserta

didik di sekolah. Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bergerak

dalam bidang human services. Bantuan psikologis diberikan oleh konselor atau

guru bimbingan dan konseling agar individu mampu berkembang secara

optimal sesuai tugas perkembangannya. Erchul dan Martens (2010:12)

mengemukakan konseling memiliki dua tujuan, yaitu membantu peserta didik

dalam memecahkan masalah secara professional dan mempersiapkan peserta

didik untuk menangani masalah yang sama agar peserta didik bisa mandiri.

Guru bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya memiliki jam

masuk kelas, disesuaikan dengan kondisi sekolah. Guru BK melaksanakan

layanan klasikal kepada kelas yang diampu dengan jumlah jam minimal 1 jam

pelajaran atau dua jam pelajaran. Namun di SMK tida ada jam untuk

memberikan atau melaksanakan layanan bimbingan klasikal kepada kelas

ampuanya. Hal ini bukan menjadi satu satunya cara untuk melaksanakan

layanan bimbingan dan konseling, namun guru bimbingan dan konseling bisa

mencari alternative lain guna melaksnakan layanan bimbingan klasikal.

Rasio antar guru bimbingan dan konseling dengan peserta didik juga

perlu mendapatkan perhatian. Karena perbandingan rasio guru BK dengan

konseli adalah 1 : 150 / maksimal 1 : 200. Di SMK Negeri 3 Kasihan terdapat

3 orang guru Bimbingan dan Konseling dengan jumlah murid sebagai 860

siswa. Sehingga perbandingan guru bimbingan dan konseling dengan peserta

didik masih terlalu banyak. Hal ini bisa menjadi hambatan bagi guru BK dan

tidak bisa mengoptimalkan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.


10

Untuk mengoptimalkan layanan yang ada, maka diperlukan tambahan guru

bimbingan dan konseling guna mengoptimalkan layanan bimbingan dan

konseling di sekolah.

Layanan BK bertujuan untuk meningkatkan dan mencapai

perkembangan peserta didik yang optimal, terampil, kemampuan akadeik,

perencanaan karir, yang mampu dimanfaatkan dimasa yang akan datang

(Rahman, 2009: 4). Implementasi layaan BK dihadapkan dengan berbagai

masalah atau kendala di lapangan. Kendala tersebut, seperti : tujuan bimbingan

dan konseling tidak selaras dengan tujuan pendidikan, bimbingan dan

konseling masih berorientasi pada masalah, penyusunan program belum

berdasarkan needs assessment, minimnya dukungan dari stakeholder sekolah

terhadap program bimbingan dan konseling, belum dipahaminya paradigma

hubungan kolaborasi antar profesi dalam satuan pendidikan dan kurang adanya

respon yang positif dari peserta didik terhadap layanan bimbingan dan

konseling. Myrick (2011:8) menjelaskan tugas perkembangan yang

dirumuskan sebagai standar yang harus dicapai oleh peserta didik, sehingga

pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar

(Standard Based Guidance and Counseling).

Layanan BK yang dilaksanakan berdasarkan program yang telah

disusun. Penyusunan program bimbingan dan konseling hendaknya diawali

dengan need assessment. Gibson dan Mitchell (2011) menuliskan bahwa Need

assessment merupakan salah satu tahap dalam penyusunan program bimbingan

dan konseling, need assessment merupakan aktivitas mendasar bagi


11

pengembangan program yang akuntabel. Program bimbingan dan konseling

selain disusun berdasarkan kebutuhan sekolah, didalam program bimbingan

terdapat beberapa komponen, yang meliputi susunan saluran formal untuk

melayani para peserta didik. Briggs (2005) mengemukakan bahwa akibat jika

tidak dilakukannya need assessment adalah tidak dapat mengumpulkan data

secara akurat untuk keperluan perencanaan dan sebaliknya.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti perlu melakukan

pengembangan program bimbingan dan konseling di sekolah menengah

kejuraun. Maka dari itu penyusunan program tahunan bimbingan dan

konseling diperlukan sebagai salah satu penunjang tercapainya visi/ misi yang

ada di sekolah secara khusus dan tujuan pendidikan nasional pada umumnya.

Penelitian ini bertujuan menghasilkan program tahunan bimbingan dan

konseling yang layak digunakan sebagai program tahunan bimbingan dan

konseling di SMK.

B. Identifikasi Masalah

1. Guru BK kurang memahami assesment kebutuhan peserta didik sehingga

program yang disusun tidak berdasarkan asesmen kebutuhan.

2. Belum adanya penyusunan program bimbingan dan konseling berdasarkan

assesmen kebutuhan dasar peserta didik.

3. Sarana dan prasarana belum memadai untuk pelaksanaan layanan bimbingan

dan konseling di sekolah.


12

4. Tidak ada jam masuk kelas untuk layanan bimbingan dan konseling di

sekolah, sehingga guru BK tidak optimal melaksanakan layanan bimbingan

klasikal.

5. Rasio perbandingan antara guru BK dengan peserta didik yang masih tidak

seimbang.

C. Batasan Masalah

Dari berbagai masalah yang terindentifikasi yang telah diuraikan di

atas dan agar penelitian ini lebih terfokus, maka masalah penelitian membatasi

pada : “Belum adanya penyusunan program bimbingan dan konseling

berdasarkan asesmen kebutuhan peserta didik”

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka rumhsan masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bagaimana penyusunan program bimbingan dan konseling yang layak

diujicobakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

E. Tujuan Pengembangan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian dan

pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan program tahunan Bimbingan

dan Konseling yang layak di SMK Negeri 3 Kasihan yang tervalidasi oleh ahli.
13

F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Produk dari penelitian dan pengembangan ini adalah program tahunan

bimbingan dan konseling di SMK Negeri 3 Kasihan. Terdapat satu instrumen

yang digunakan untuk mengetahui kebutuhan peserta didik yaitu Inventori

Tugas Perkembangan (ITP). Instrumen yang digunakan akan lebih membantu

guru Bimbingan dan Konseling dalam menganalisis dimana deskripsi

kebutuhan peserta didik, tujuan, dan pengembangan topik nantinya berbeda.

Pemberian instrumen tersebut pada peserta didik dengan lembar jawaban yang

menyatu dalam instrumen agar mempermudah peserta didik dalam pengisian

sesuai dengan pilihan yang mereka butuhkan. Hasil instrumen yang peserta

didik tersebut kemudian dianalisis dan dijadikan landasan dalam

pengembangan program tahunan bimbingan dan konseling.

Program tahunan bimbingan dan konseling yang dibuat berdasarkan

asesmen non tes berupa inventori tugas perkembangan (ITP) kemudian

diselaraskan dengan visi dan misi sekolah agar selaras dan tidak bersebrangan.

Ditambah analisis kebutuhan lingkungan yang ada di sekolah menengah

kejuruan juga perlu diselaraskan, dikarenakan kebutuhan setiap sekolah

berbeda dengan kebutuhan sekolah yang lain, maka dari itu program tahunan

ini diharapkan dapat membantu guru BK dalam melayani dan menjalankan

layanan bimbingan dan konseling dengan maksimal.


14

G. Manfaat pengembangan

Berdasarkan tujuan pengembangan yang ingin dicapai, diharapkan

dapat memberikan manfaat dari segi teoritis maupun praktis. Adapun manfaat

pengembangan yang diharapkan adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Memberikan masukan kajian keilmuan yang bermanfaat terhadap

dunia pendidikan khususnya dalam bidang pengembangan program

tahunan bimbingan dan konseling bagi siswa sekolah menengah kejuruan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Sebagai acuan dalam memberikan layanan bimbingan dan

konseling kepada peserta didik sesuai dengan kebutuhannya sehingga

hambatan atau permasalahannya dapat teratasi.

b. Bagi Program Studi Bimbingan dan konseling

Dapat dijadikan sebagai bentuk kajian ilmu pengetahuan

dalam mengembangkan program tahunan bimbingan dan konseling

dengan menggunakan instrumen ITP di Sekolah Menengah Kejuruan.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan

untuk melakukan penlitian pengembangan yang sama.


15

H. Asumsi Pengembangan

Penelitian dan pengembangan program tahunan bimbingan dan

konseling pada peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) didasarkan

pada asumsi sebagai berikut:

1. Guru bimbingan dan konseling menyusun program tahunan bimbingan

dan konseling sebagai dasar layanan yang berdasarkan analisis kebutuhan

peserta didik sekolah menengah kejuruan.

2. Guru bimbingan dan konseling dapat dengan tepat dalam memberikan

layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik.

3. Program tahunan bimbingan dan konseling adalah suatu program yang

memberikan layanan khusus untuk membantu pengembangan peserta

didik sesuai dengan tingkat perkembangannya.

4. Program tahunan bimbingan dan konseling yang disusun dengan

menggunakan dua instrumen baku yaitu Inventori Tugas Perkembangan

(ITP) yang dapat mengungkapkan kebutuhan peserta didik sekolah

menengah kejuruan.

Anda mungkin juga menyukai