Anda di halaman 1dari 34

CARDIAC ARREST (HENTI JANTUNG)

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Ditulis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Tugas Mata Kuliah


Keperawatan Gawat Darurat

OLEH :
KELOMPOK 3
ALFI HUSNA (181211423)
LINA SUCI ARMELIA (181211443)
NOFIRA SARI (181211445)
YELVI NADIA WATI (181211465)
RADA MARLINA OKTAPIA (181211449)
WENTI MAISA PUTRI (181211463)
TIARA AYU FANNY (181211458)

III B

Dosen Pengampu:

Ns. Lola Despitasari, M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MERCUBAKTIJAYA PADANG
2021

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Analisa situasi…………………………………………………………..3
B. Permasalahan Mitra………………………………………………….....5
BAB II SOLUSI DAN TARGET LUARAN
A. Solusi…………………………………………………………………...7
B. Target…………………………………………………………………..7
BAB III METODE PELAKSANAAN
A. Metode Pelaksanaan……………………………………………………10
B. Pengorganisasian ………………………………………………………10
C. Uraian Tugas……………………………………………………...……10
D. Setting Tempat…………………………………………………………11
E. Kegiatan Penyuluhan…………………………………………………..12
BAB IV JADWAL KEGIATAN
BAB V MATERI
A. Konsep Dasar Penyakit…………………………………………………...14
B. Bantuan Hidup Dasar (Bhd) Dengan Resusitasi Jantung Paru (Rjp)…….22
BAB VI LAPORAN HASIL KEGIATAN
A. Tahap Persiapan……………………………………………….……….30
B. Tahap Pelaksanaan………………………………………………..……30
C. Tahap Evaluasi…………………………………………………...…….30
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Analisa Situasi
Henti Jantung Merupakan Masalah Kesehatan Masyarakat Yang Besar
Dan Penyebab Utama Kematian Di Dunia. Setiap Tahunnya, Di Kanada Dan
Amerika Serikat Pasien Yang Mengalami Henti Jantung Mencapai 350.000 Orang
Dan 50% Meninggal Di Rumah Sakit Lima Dari 1.000 Pasien Yang Dirawat Di
Rumah Sakit Di Negara Maju Seperti Australia Diperkirakan Mengalami Henti
Jantung, Sebagian Besar Pasien Henti Jantung Tidak Mampu Bertahan Hidup
Hingga Keluar Dari Rumah Sakit. (STYAWATI, 2016).
Menurut Penelitian Di Beberapa Negara Eropa, Kasus Henti Jantung
Merupakan Salah Satu Penyebab Kematian Dengan Angka Kejadian Sekitar
700.000 Kasus Setiap Tahunnya. Sementara Itu, Di Amerika Henti Jantung
Merupakan Pembunuh Nomor Satu Dimana Setiap Tahunnya Terdapat Sekitar
330.000 Orang Yang Menjadi Korban Meninggal Secara Mendadak Karena Henti
Jantung (Ngirarung Et Al., 2017).
Angka Kejadian Henti Jantung Di Rumah Sakit Sangat Bervariasi Di
Dunia, Berkisar Antara 0,5 Hingga 2%. Studi Yang Dilakukan Di Australia Dan
New Zealand Menunjukkan Angka Kejadian Henti Jantung Di Rumah Sakit
Berkisar 2–6 Kasus Per 1.000 Admisi (Subhan Et Al., 2019).
Di Indonesia Sendiri Belum Didapatkan Data Yang Jelas Mengenai
Jumlah Prevalensi Kejadian Henti Jantung Di Kehidupan Sehari- Hari Atau Di
Luar Rumah Sakit, Namun Diperkirakan Sekitar 10.000 Warga Per Tahun Yang
Berarti 30 Orang Per Hari Mengalami Henti Jantung. Kejadian Terbanyak
Dialami Oleh Penderita Jantung Koroner. Kematian Yang Disebabkan Oleh
Penyakit Jantung Pembuluh Darah, Terutama Penyakit Jantung Koroner Dan
Stroke Diperkirakan Akan Terus Meningkat Mencapai 23,3 Juta Kematian Pada
Tahun 2030 (Depkes, 2014). (Ngirarung Et Al., 2017).

3
Salah Satu Penelitian Yang Dilakukan Pada Populasi Taiwan Melaporkan
Bahwa Insidens Henti Jantung Di Rumah Sakit Adalah Sebesar 3,25 Per 1.000
Pasien Yang Masuk Perawatan Di Rumah Sakit. Pada Penelitian Tersebut,
Sebagian Besar Kasus Dialami Oleh Wanita Dengan RerataUsia 67,2 Tahun
(Subhan et al., 2019). Prevalensi Penyakit Jantung Menurut Diagnose Dokter
Pada Penduduk Semua umur Menurut Provinsi Di Indonesia Sebanyak 1.5%
Dengan Posisi Tertinggi Berada Di Kalimantan Utara Sebanyak 2,2% Dan Di
Posisi Terendah Berada Di Ntt Sebanyak 0,5%. Sedangkan Prevalensi Penyakit
Jantung Menurut Kelompok Usia 45-54 (2,4%), Usia 55-64 (3,9%), Usia 65-74
(4,6%), Dan Yang Tertinggi Pada Usia Lebih Dari 75 Tahun (4,6%). Prevalensi
Menurut Jenis Kelamin Perempuan (1,6%) LebihTinggi Dari Pada Laki-Laki
(1,3%). Kematian Jantung Mendadak Atau Cardiac Arrest Adalah Berhentinya
Fungsi Jantung Secara Tiba-Tiba Pada Seseorang Yang Telah Atau Belum
Diketahui Menderita Penyakit Jantung. Hal Ini Terjadi Ketika Sistem Kelistrikan
Jantung Menjadi Tidak Berfungsi Dengan Baik Dan Menghasilkan Irama Jantung
Yang Tidak Normal.(STYAWATI, 2016).
Henti Jantung Menyebabkan Kematian Mendadak Ketika Sistem
Kelistrikan Jantung Tidak Dapat Berfungsi Dan Menghasilkan Irama Yang Tidak
Normal. Faktor Risiko Cardiac Arrest Adalah Laki-Laki Usia 40 Tahun Atau
Lebih, Memiliki Kemungkinan Untuk Terkena Cardiac Arrest Satu Berbanding
Delapan Orang, Sedangkan Pada Wanita Adalah Satu Berbanding 24 Orang.
Semakin Tua Seseorang, Semakin Rendah Risiko Henti Jantung Mendadak
kematian Yang Disebabkan Oleh Penyakit Jantung Pembuluh Darah, Terutama
Penyakit Jantung Koroner Dan Stroke Diperkirakan Akan Terus Meningkat
Mencapai 23,3 Juta Kematian Pada Tahun 2030. Henti Jantung Merupakan Salah
Satu Risiko Anestesi, Operasi, Dan Prosedur Intervensi. Kasus Henti Jantung
Merupakan Penyebab Kematian Utama Yang Banyak Ditemukan Di Masyarakat
Sampai Saat Ini Baik Itu Di Negara Maju Ataupun Negara Berkembang Seperti
Indonesia. Sebanyak 60% Kematian Pada Penderita Dewasa Yang Mengalami
Penyakit Jantung Koroner Disebabkan Oleh Henti Jantung.(Sakinah et al., 2019).

4
B. Permasalahan Mitra
Di Indonesia Sendiri Belum Didapatkan Data Yang Jelas Mengenai
Jumlah Prevalensi Kejadian Henti Jantung Di Kehidupan Sehari-Hari Atau Di
Luar Rumah Sakit, Namun Diperkirakan Sekitar 10.000 Warga Per Tahun Yang
Berarti 30 Orang Per Hari Mengalami Henti Jantung. Kejadian Terbanyak
Dialami Oleh Penderita Jantung Koroner. Kematian Yang Disebabkan Oleh
Penyakit Jantung Pembuluh Darah, Terutama Penyakit Jantung Koroner Dan
Stroke Diperkirakan Akan Terus Meningkat Mencapai 23,3 Juta Kematian Pada
Tahun 2030 (Depkes, 2014). (Ngirarung et al., 2017).
Penyebab Utama Terjadinya Cardiac Arrest Karena Aritmia, Menurut
American heart association (2010), Seseorang Dikatakan Mempunyai Risiko
Tinggi untuk Terkena Cardiac Arrest Dengan Kondisi :
1. Adanya Jejas Di Jantung Karena Serangan Jantung Terdahulu Atau Oleh
Sebab Lain ; Jantung Yang Terjejas Atau Mengalami Pembesaran Karena
Sebab Tertentu Cenderung Untuk Mengalami Aritmia Ventrikel Yang
Mengancam Jiwa. Enam Bulan Pertama Setelah Seseorang Mengalami
Serangan Jantung Adalah Periode Risiko Tinggi Untuk Terjadinya Cardiac
Arrest Pada Pasien Dengan Penyakit Jantung Atherosclerotic.
2. Penebalan Otot Jantung (Cardiomyopathy) Karena Berbagai Sebab
(Umumnya Karena Tekanan Darah Tinggi, Kelainan Katub Jantung)
Membuat Seseorang Cenderung Untuk Terkena Cardiac Arrest.
3. Seseorang Sedang Menggunakan Obat-Obatan Untuk Jantung ; Karena
Beberapa Kondisi Tertentu, Beberapa Obat-Obatan Untuk Jantung (Anti
Aritmia) Justru Merangsang Timbulnya Aritmia Ventrikel Dan Berakibat
Cardiac Arrest. Kondisi Seperti Ini Disebut Proarrythmic Effect. Pemakaian
Obat-Obatan Yang Bisa Mempengaruhi Perubahan Kadar Potasium Dan
Magnesium Dalam Darah (Misalnya Penggunaan Diuretik) Juga Dapat
Menyebabkan Aritmia Yang Mengancam Jiwa Dan Cardiac Arrest.
4. Kelistrikan Yang Tidak Normal ; Beberapa Kelistrikan Jantung Yang Tidak
Normal Seperti Wolff-Parkinson-White-Syndrome Dan Sindroma Gelombang

5
Qt Yang Memanjang Bisa Menyebabkan Cardiac Arrest Pada Anak Dan
Dewasa Muda.
5. Pembuluh Darah Yang Tidak Normal, Jarang Dijumpai (Khususnya Di Arteri
Koronari Dan Aorta) Sering Menyebabkan Kematian Mendadak Pada Dewasa
Muda. Pelepasan Adrenalin Ketika Berolah Raga Atau Melakukan Aktifitas
Fisik Yang Berat, Bisa Menjadi Pemicu Terjadinya Cardiac Arrest Apabila
Dijumpai Kelainan Tadi.
6. Penyalahgunaan Obat ; Penyalahgunaan Obat Adalah Faktor Utama
Terjadinya Cardiac Arrest Pada Penderita Yang Sebenarnya Tidak
Mempunyai Kelainan Pada Organ Jantung.

6
BAB II
SOLUSI DAN TARGET

A. Solusi
Solusi untuk penderita penyakit ini adalah melakukan Bantuan Hidup Dasar
(BHD) ketika terjadi henti jantung dan Resusitasi Jantung Paru (RJP) ketika
mengalami henti nafas karena sebab tertentu dan bisa melakukan operasi
bypass jantung, ablasi kateter jantung dan operasi korektif untuk
mengembalikan aliran darah dan irama jantung tetap normal.
B. Target Luaran
1. Evaluasi struktur
- 100% audiens dapat hadir dalam kegiatan penyuluhan
- Media dan alat tersedia sesuai dengan topic kegiatan penyuluhan
- Peran dan fungsi masing-masing sesuai dengan rencana
- Setting tempat sesuai dengan rencana
2. Evaluasi proses
Pelaksanaan sesuai dengan waktu yang ditetapkan
- Audiens dapat mengikuti kegiatan penyuluhan sampai selesai
- Audiens dapat mengikuti kegiatan penyuluhan dengan aktif
- Audiens tidak ada yang meninggalkan tempat selama proses
penyuluhan
- 80% dari audiens dapat antusias selama kegiatan berlangsung
3. Evaluasi hasil
- Minimal 80% audiens dapat mengikuti penyuluhan dan dapat
menjelaskan defenisi Cardiac arrest
- Minimal 80% audiens dapat mengikuti penyuluhan dan dapat
menyebutkan resiko tinggi terkena cardiac arrest
- Minimal 80% audiens dapat mengikuti penyuluhan dan dapat
menyebutkan penyebab utama cardiac arrest

7
- Minimal 80% audiens dapat mengmikuti penyuluhan dan dapat
menyebutkan tujuan cardiac arrest
- Minimal 80% audiens dapat mengikuti penyuluhan dan dapat
menyebutkan indikasi cardiac arrest
- Minimal 80% audiens dapat mengikuti penyuluhan dan dapat
menyebutkan defenisi RJP
- Minimal 80% audiens dapat mengikuti penyuluhan dan dapat
menyebutkan tujuan RJP
- Minimal 80% audiens dapat mengikuti penyuluhan dan dapat
menyebutkan langkah-langkah RJP
- Minimal 80% audiens dapat mengikuti penyuluhan dan dapat
menyebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan RJP

8
BAB IV
JADWAL KEGIATAN

JADWAL PELAKSANAAN PENYULUHAN

Hari/tanggal : Selasa / 15 juni 2021


Jam : 09.00-09.30
Tempat : Meeting zoom

9
BAB III
METODE PELAKSANAAN

A. Metode pelaksanaan
Dilakukan secara online dengan menggunakan zoom class meeting dengan
menampilkan ppt dan rekaman video.

B. Pengoorganisasian
1. Moderator : Alfi Husna
2. Pemateri : Lina Suci Armelia
3. Fasilitator :
- Yelvi Nadia Wati
- Rada Marlina Oktapia
- Wenti Maisa Putri
4. Observer :
- Nofira Sari
- Tiara Ayu Fanni

C. Uraiantugas
 Moderator : orang yang menjalankan jalannya penyuluhan
 Penyuluh : orang yang menyampaikan materi penyuluhan
 Fasilitator : orang yang mengkondisikan audiens
 Observer : orang yang menilai jalannya acara

10
D. Setting Tempat

Keterangan :
:penyuluh
: Moderator
: Observer
: Fasilitator
: Audien

11
E. Kegiatan penyuluhan
1. Meminta waktu untuk menyampaikan penyuluhan kepada sasaran
2. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan sopan
3. Tanya jawab antara penyuluh dengan sasaran
Tahapan Waktu Tujuan Respon klien Media
Kegiatan
Pendahuluan 5 menit  Persiapan  Mendengarkan
 Memperkenalkan diri  Bertanya mengenai
 Menyapa dan perkenalan dan
menyatakan tentang tujuan jika ada
tujuan pokok yang kurang jelas
Penyajian 20  Menyajikan materi  Mendengarkanden  Power
menit
berupa konsep dasar gan seksama point
cardiac arrest  Bertanya mengenai  Video
 Penanganan cardiac hal-hal yang
arrest dengan bantuan kurang jelas dan
hidup dasar (BHD) belum mengerti
Resusitasi Jantung Paru
(RJP)
 Menyampaikan
Langkah-langkah RJP

Penutup 5 menit  Melakukan evaluasi  Peserta dapat


dengan memberikan menjelaskan
pertanyaan sederhana kembali point-
 Menyampaikan point penting
ringkasan materi dan didalam materi
simpulan yang telah
 Mengakhiri pertemuan dijelaskan
dan mengucapkan  Mendengarkan
terimakasih kepada kesimpulan

12
peserta yang telah hadir  Mejawab salam
dalam penyuluhan
 Mengucapkan salam
penutup kepada peserta

13
BAB V
MATERI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan
mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan
penyakit jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa
diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak
(American Heart Association, 2010). Henti jantung adalah istilah yang
digunakan untuk kegagalan jantung dalam mencapai curah jantung yang
adekuat akibat terjadinya asistole atau disritmia (biasanya fibrilasi
ventrikel). (Blogg Boulton, 2014).

2. Etiologi
Laki-laki usia 40 tahun atau lebih, memiliki kemungkinan untuk
terkena cardiac arrest satu berbanding delapan orang, sedangkan pada
wanita adalah satu berbanding 24 orang. Semakin tua seseorang, semakin
rendah risiko henti jantung mendadak. Jenis kelamin laki-laki merupakan
kelompok yang berisiko mengalami penyakit kardiovaskular. Laki-laki
cenderung berisiko mengalami penyakit kardiovaskular dihubungkan
dengan pola hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok dan
konsumsi minuman keras dibandingkan perempuan (Kusumawaty, 2016).
Jenis kelamin wanita mempunyai risiko yang lebih rendah karena adanya
hormon esterogen. Perlindungan oleh hormon ini berlangsung selama
wanita belum menopause, dan ketika wanita sudah menopuse maka risiko
penyakit kardiovaskular akan meningkat dan sama dengan pria (Farahdika
& Azam, 2015).

14
Penyebab yang paling sering dari henti jantung ini adalah adanya
gangguan fungsi dan anatomi dan organ jantung namun beberapa kondisi
non cardiac dapat menyebabkan terjadinya henti jantung seperti
hypoxemia, gangguan keseimbangan asam-basa, gangguan kalium,
calcium dan magnesium, hypovolemia, adverse drug effect , paricardial
temponade, tension pneumotorax, pulmonary emblus, hypotermia, infard
miokard . Dengan cardiac arrest akan berakibat aliran darah yang efektif
berhenti, hipoksia jaringan, metabolisme sel. Fungsi organ terganggu
dan kerusakan permanen akan timbul kecuali resusitasi dilakukan dalam
hitungan menit (tidak lebih dari 4 menit). Asidosis dari metabolisme
anaerobik menyebabkan vasilidatasi sistemik, vasokontriksi pulmonary
dan penurunan respon terhadap katekolamin (Hubatabat & Putra, 2014).
Penyebab utama terjadinya Cardiac arrest karena aritmia, Menurut
American Heart Association (2010), seseorang dikatakan mempunyai
risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi :
a. Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau oleh
sebab lain; jantung yang terjejas atau mengalami pembesaran karena
sebab tertentu cenderung untuk mengalami aritmia ventrikel yang
mengancam jiwa. Enam bulan pertama setelah seseorang mengalami
serangan jantung adalah periode risiko tinggi untuk terjadinya cardiac
arrest pada pasien dengan penyakit jantung atherosclerotic.
b. Penebalan otot jantung (cardiomyopathy) karena berbagai sebab
(umumnya karena tekanan darah tinggi, kelainan katub jantung)
membuat seseorang cenderung untuk terkena cardiac arrest
c. Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung ; karena
beberapa kondisi tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung
(antiaritmia) justru merangsang timbulnya aritmia ventrikel dan
berakibat cardiac arrest. Kondisi seperti ini disebut proarrythmic
effect. Pemakaian obat-obatan yang bisa mempengaruhi perubahan
kadar potassium dan magnesium dalam darah (misalnya penggunaan

15
diuretic) juga dapat menyebabkan aritmia yang mengancam jiwa dan
cardiac arrest
d. Kelistrikan yang tidak normal ; beberapa kelistrikan jantung yang tidak
normal seperti Wolff-Parkinson-White-Syndrome dan sindroma
gelombang QT yang memanjang bisa menyebabkan cardiac arrest
padaanak dan dewasa muda
e. Pembuluh darah yang tidak normal, jarang dijumpai (khususnya di
arterikoronari dan aorta) sering menyebabkan kematian mendadak
pada dewasa muda. Pelepasan adrenalin ketika berolah raga atau
melakukan aktifitasfisik yang berat, bisa menjadi pemicu terjadinya
cardiac arrest apabila dijumpai kelainan tadi.
f. Penyalahgunaan obat ; penyalahgunaan obat adalah faktor utama
terjadinya cardiac arrest pada penderita yang sebenarnya tidak
mempunyai kelainan pada organ jantung.

3. Proses Terjadinya Cardiac Arrest


Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia :
fibrilasi ventrikel (VF), takikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi
(PEA), dan asistol (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010)
a. Fibrilasi ventrikel
Jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan yang
harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau defibrilasi
b. Takikardi ventrikel
Biasanya karena adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls)
ataupun akibat adanya gangguan konduksi.
c. Pulseless electrical Activity (PEA)
Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak
menghasilkan kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi
tidak adekuat sehingga tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi
tidak teraba.

16
d. Asistole
Keadaan ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada
jantung.

4. Patofisiologi
Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia
yaitufibrilasi ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik
tanpa nadi (PEA), dan asistol (Kasron, 2012).
a. Fibrilasi ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian
mendadak, pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi
kontraksinya, jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini
tindakan yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau
defibrilasi.
b. Takhikardi ventrikel
Mekanisme penyebab terjadinya takhikardi ventrikel biasanya karena
adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupun akibat
adanya gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan
menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan memendek,
akibatnya pengisian darah ke ventrikel juga berkurang sehingga
curah jantung akan menurun. VT dengan keadaan hemodinamik
stabil, pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih diutamakan.
Pada kasus VTdengan gangguan hemodinamik sampai terjadi henti
jantung (VT tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan
menggunakan DC shock dan CPR adalah pilihan utama.
c. Pulseless Electrical Activity (PEA)
Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak
menghasilkan kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi
tidak adekuat sehingga tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi
tidak teraba.

17
d. Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada
jantung, dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis
lurus. Pada kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah
CPR.

5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Blogg Boulton, 2014 tes diagnostik pada cardiac arrest dapat
dilakukandengan :
1) Elektrokardiogram
Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG).
EKG mengukur waktu dan durasi dari tiap fase listrik jantung dan
dapat menggambarkan gangguan pada irama jantung. Karena cedera
otot jantung tidak melakukan impuls listrik normal, EKG bisa
menunjukkan bahwa serangan jantung telah terjadi. EKG dapat
mendeteksi pola listrik abnormal, seperti interval QT berkepanjangan,
yang meningkatkan risiko kematian mendadak.

2) Tes darah.
a. Pemeriksaan Enzim Jantung
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika
jantung terkena serangan jantung. Karena serangan jantung dapat
memicu suddencardiac arrest. Pengujian sampel darah untuk
mengetahui enzim-enzim ini sangat penting apakah benar-benar
terjadi serangan jantung atau tidak.
b. Elektrolit Jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-
elektrolit yang ada pada jantung, di antaranya kalium, kalsium,
magnesium. Elektrolit adalah mineral dalam darah kita dan cairan
tubuh yang membantu menghasilkan impuls listrik.

18
Ketidakseimbangan pada elektrolit dapat memicu terjadinya aritmia
dan sudden cardiac arrest.
c. Test Obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk
menginduksi aritmia, termasuk resep tertentu dan obat-obatan
tersebut merupakan obat-obatan terlarang.
d. Test Hormon
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini
sebagai pemicu cardiac arrest.

3) Imaging tesa.
a. Pemeriksaan Foto Thorax
Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta
pembuluh darah. Hal ini juga dapat menunjukkan apakah seseorang
terkena gagal jantung.
b. Pemeriksaan nuklir
Biasanya dilakukan bersama dengan tes stres, membantu
mengidentifikasi masalah aliran darah ke jantung. Radioaktif dalam
jumlah yang kecil, seperti thallium disuntikkan ke dalam aliran
darah. Dengan kamera khusus dapat mendeteksi bahan radioaktif
mengalir melalui jantung dan paru- paru.
c. Ekokardiogram
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan
gambaran jantung. Echocardiogram dapat membantu
mengidentifikasi apakah daerah jantung telah rusak oleh cardiac
arrest dan tidak memompa secara normal atau pada kapasitas
puncak (fraksi ejeksi), atau apakah ada kelainan katup.

4) Electrical system (electrophysiological) testing and mapping

19
Jika diperlukan, tes ini biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang
sudah sembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung
belum ditemukan. Dengan jenis tes ini, mungkin mencoba untuk
menyebabkan aritmia. Tes ini dapat membantu menemukan tempat
aritmia dimulai. Selama tes, kemudian kateter dihubungkan dengan
electrode yang menjulur melalui pembuluh darah ke berbagai tempat
di area jantung. Setelah di tempat, elektroda dapat memetakan
penyebaran impuls listrik melalui jantung pasien. Selain itu, ahli
jantung dapat menggunakan elektroda untuk merangsang jantung
pasien untuk mengalahkan penyebab yang mungkin memicu atau
menghentikan aritmia. Hal ini memungkinkan untuk mengamati lokasi
aritmia.

5) Ejection fraction testing


Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac
arrest adalah seberapa baik jantung mampu memompa darah. Ini dapat
menentukan kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa yang
dinamakan fraksi ejeksi. Hal ini mengacu pada persentase darah yang
dipompa keluar dari ventrikel setiap detak jantung. Sebuah fraksi
ejeksi normal adalah 55 – 70 %. Fraksi ejeksi kurang dari 40 %
meningkatkan risiko sudden cardiac arrest. Ini dapat mengukur fraksi
ejeksi dalam beberapa cara, seperti dengan ekokardiogram, Magnetic
Resonance : Imaging (MRI) dari jantung Anda, pengobatan nuklir scan
dari jantung Anda atau computerized tomography (CT) scan jantung.

6) Coronary catheterization (angiogram)


Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner terjadi
penyempitan atau penyumbatan. Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah
pembuluh darah yang tersumbat merupakan prediktor penting sudden
cardiac arrest. Selama prosedur, pewarna cair disuntikkan ke dalam

20
arteri hati Anda melalui tabung panjang dan tipis (kateter) yang
melalui arteri, biasanya melalui kaki, untuk arteri di dalam jantung.
Sebagai pewarna mengisi arteri, arteri menjadi terlihat pada X-ray dan
rekaman video, menunjukkan daerah penyumbatan. Selain itu,
sementara kateter diposisikan, mungkin mengobati penyumbatan
dengan melakukan angioplasti dan memasukkan stent untuk menahan
arteri terbuka.

6. Komplikasi
Komplikasi Cardiac Arrest adalah :
 Hipoksia jaringan ferifer
 Hipoksia Cerebral
 Kematian

7. Penatalaksanaan
Henti jantung dapat terjadi setiap saat di dalam atau di luar rumah sakit,
sehingga pengobatan dan tindakan yang cepat serta tepat akan menentukan
prognosis ; 30-45 detik. Sesudah henti jantung terjadi, akan terlihat
dilatasi pupil dan pada saat ini harus di ambil tindakan berupa (Ulfah AR,
2010) :
1) Sirkulasi artifisial yang menjamin peredaran darah yang mengandung
oksigen dengan melakukan :
a. Masase jantung
Dengan ditidurkan pada tempat tidur yang datar dan keras,
kemudian dengan telapak tangan di tekan secara kuat dan keras
sehingga jantung yang terdapat di antara sternum dan tulang
belakang tertekan dan darah mengalir ke arteria pumonalis dan
aorta. Masase jantung yang baik terlihat hasilnya dari terabanya
kembali nadi arteri-atreri besar. Sedangkan pulihnya sirkulasi
keotak dapat terlihat pada pupil yang menjadi normal kembali.

21
b. Pernapasan buatan.
Mula-mula bersihkan saluran pernapasan, kemudian ventilasi di
perbaiki dengan pernapan mulut ke mulut/inflating bags atau secara
endotrakheal. Ventilasi yang baik dapat diketahui bila kemudian
tampak ekspansi dinding thoraks pada setiap kali inflasi di lakukan
dan kemudian juga warna kulit akan menjadi normal kembali.

2) Memperbaiki irama jantung


a. Defibrilasi, bila kelainan dasar henti jantung ialah fibrilasi ventrikel
b. Obat-obatan : infus norepinefrin 4 mg/1000ml larutan atau
vasopresor dan epinefrin 3 ml 1:1000 atau kalsium klorida secara
intra kardial (pada bayi disela iga IV kiri dan pada anak dibagian
yang lebih bawah) untuk meninggikan tonus jantung, sedangkan
asidosis metabolik diatasi dengan pemberian sodium bikarbonat.
Bila di takutkan fibrilasi ventrikel kambuh, maka pemberian
lignokain 1% dan kalium klorida dapat menekan miokard yang
mudah terangsang. Bila nadi menjadi lambat dan abnormal, maka
perlu di berikan isoproterenol.

3) Perawatan dan pengobatan komplikasi


a. Perawatan : Pengawasan tekanan darah, nadi, jantung : menghindari
terjadinya aspirasi (dipasang pipa lambung) ; mengetahui adanya
anuri yang dini (di pasang kateter kandung kemih).
b. Pengobatan komplikasi yang terjadi seperti gagal ginjal (yang
disebabkan nekrosis kortikal akut) dan anuri dapat di atasi dengan
pemberian ionexchange resins, dialisis peritoneal serta pemberian
cairan yang di batasi, kerusakan otak di atasi dngan pemberian obat
hiportemik dan obat untuk mengurangi edema otak serta pemberian
oksigen yang adekuat.

22
B. BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DENGAN RESUSITASI JANTUNG
PARU (RJP)
1) Pengertian Bantuan Hidup Dasar dan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
Bantuan hidup dasar (BHD) merupakan tindakan yang harus segera dilakukan
dalam menangani korban yang mengalami henti jantung. Henti jantung bisa
terjadi baik di luar rumah sakit atau di dalam rumah sakit. Tindakan ini
meliputi melakukan pemeriksaan nadikarotis, mengecek sumbatan jalan nafas,
memeriksa status pernafasan sampai dengan melakukan resusitasi jantung
paru (RJP). Tindakan BHD bisa dilakukan oleh tenaga medis maupun tenaga
non medis atau orang awam terlatih (Arafat et al., 2020).
Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan bagian dari rangkaian tindakan
BHD dengan serangkaian usaha penyelamatan hidup pada korban henti
jantung (Sartono, dkk, 2014). RJP terdiri dari penekanan dada (kompresi) dan
nafas bantuan (ventilasi) dengan rasio 30 : 2, dengan kecepatan 100-120 kali
per menit (5 siklus per 2 menit) (AHA, 2015).

2) Tujuan BHD
Menurut (Nur, 2017) tujuan dilakukannya BHD adalah :
a) Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinnya respirasi (pernapasan)
b) Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi (fungsi jantung) dan
ventilasi (fungsi pernapasan paru) pada pasien/korban yang mengalami
henti jantung atau henti napas melalui Cardio Pulmonary Resucitation
(CPR) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP)

3) Indikasi BHD
Menurut (Krisanty et al., 2016) indikasi dari dilakukannya BHD adalah:
a) Henti napas
Henti napas dapat disebabkan karena tenggelam, stroke, obstruksi jalan
napas oleh benda asing, inhalasi asap, kelebihan dosis obat, tekanan aliran
listrik, trauma, koma.

23
b) Henti jantung
Henti jantung dapat mengakibatkan : fibrasi ventrikel, takikardi ventrikel,
asistol

4) Langkah-Langkah BHD
Menurut AHA (American Heart Association) tahun 2015 berikut ini adalah
langkah-langkah dalam memberikan prosedur CPR atau RJP adalah sebagai
berikut :
1. Danger (D)
Memastikan keadaan aman baik bagi penolong, korban, maupun
lingkungan disekitarnya atau dikenal dengan istilah 3A (Amankan diri,
Amankan korban, Amankan lingkungkan). Keamanan penolong harus
diutamakan sebelum melakukan pertolongan terhadap korban agar tidak
menjadi korban selanjutnya.
2. Respon (R)
Pemeriksaan respon korban dapat dilakukan dengan memberikan
rangsangan verbal dan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan jika keadaan
lingkungan benar-benar sudah aman agar tidak membahayakan korban
dan penolong. Rangsangan verbal dilakukan dengan cara memanggil
korban sambil menepuk bahunya. Apabila tidak ada respon, rangsangan
nyeri dapat diberikan dengan penekanan dengan keras di pangkal kuku
atau penekanan menggunakan sendi jari tangan yang dikepalkan pada
tulang sternum atau tulang dada.

24
3. Shout For Help (S) / Meminta Bantuan
Jika korban tidak memberikan respon terhadap panggilan dan rangsangan
nyeri, segeralah meminta bantuan dengan cara berteriak meminta tolong
untuk segera mengaktifkan system gawat darurat.
4. Circulation
a) Cek nadi
AHA (2015) membedakan pengecekan nadi antar amasyarakat awam
dengan tenaga kesehatan dan masyarakat awam terlatih. Masyarakat
awam tidak harus melakukan pemeriksaaan terhadap nadi korban.
Henti jantung ditegakkan apabila ditemukan adanya korban tidak
sadarkan diri dan pernafasannya tidak normal tanpa memeriksa
nadinya. Pada tenaga kesehatan dan orang awam terlatih pemeriksaan
nadi tidak lebih dari 10 detik pada nadi carotis dan apabila ragu
dengan hasil pemeriksaannya maka kompresi dada harus segera
dimulai.

b) Kompresi dada (RJP)


AHA (2015) AHA (2015) menjelaskan bahwa kompresi dada (RJP)
dapat dilakukan apabila syaratnya terpenuhi yaitu : tidak adanya nadi
pada korban. Efektifitas kompresi dada maksimal dilakukan jika posisi

25
pasien dan penolong harus tepat. Pasien ditempatkan pada permukaan
yang datar dan keras, serta dengan posisi supinasi (terlentang). Kedua
lutut penolong berada disamping dada korban. Letakkan 2 jari tangan
di atas prosessus xiphoideus (PX) / di antara kedua putting susu.
Letakkan kedua telapak tangan dengan cara saling menumpuk, satu
pangkal telapak tangan diletakkan ditengah tulang sternum dan telapak
tangan yang satunya diletakkan di atas telapak tangan yang pertama
dengan jari-jari saling mengunci. Pemberian kompresi pada
masyarakat awam dengan tenaga kesehatan dan masyarakat awam
terlatih berbeda. Masyarakat awam hanya melakukan kompresi dada
dengan sistem “push hard and push fast” atau tekan yang kuat dan
cepat (American Heart Association, 2015).
Tenaga kesehatan harus melakukan resusitasi jantung paru dengan
kombinasi dari kompresi dada dan bantuan terhadap pernapasan
korban. Tenaga kesehatan harus menyediakan “high quality CPR”
ataur esusitasi yang berkualitas tinggi dengan ketentuan sebagai
berikut :
 Kedalaman kompresi dada adalah 2 inci atau 5 cm
 Recoil atau pengembalian dinding dada sempurna
 Meminimalkan enterupsi dalam pemberian kompresi dada
 Rasio pemberian kompresi dada dengan bantuan napas adalah 30 :
2
 Kecepatan kompresi dada minimal 100-120 x/menit

26
c) Airway
Tindakan airway control dilakukan untuk membebaskan jalan napas
dari sumbatan. Sumbatan jalan napas dapat disebabkan oleh beberapa
hal, yaitu lidah atau benda asing yang menyumbat jalan napas.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah head tilt chin lift (untuk pasien
non trauma servikal) atau jaw thrust (dilakukan apabila korban
dicurigai mengalami cedera pada servikal). Benda asing dapat diambil
dengan tindakan cross finger untuk membuka mulut dan finger sweep
untuk membersihkannya.

head tilt chin lift jaw thrust.

d) Breathing support
Bantuan napas harus diberikan dalam waktu 1 detik. Tindakan ini
tidak harus dilakukan oleh masyarakat awam yang belum
mendapatkan pelatihan atau tidak percaya diri untuk melakukannya.
Pemberian napas bantuan harus cukup untuk meningkatkan
pengembangan dada. Pemberian dapat dilakukan secara mouth to
mouth dan mouth to barrier device breathing.
Bantuan napas untuk korban henti napas tanpa henti jantung adalah
10-12 x/menit (1 bantuan napas setiap 5-6 detik) pada korban dewasa.

27
Korban anak-anak atau bayi dilakukan sebanyak 12-20 x/menit (1
bantuan napas setiap 3-5 detik).

e) Recovery Position
Recovery position dilakukan pada pasien tidak sadarkan diri setelah
pernapasannya normal dan sirkulasinya efektif. Posisi ini dibuat untuk
menjaga patensi jalan napas dan menurunkan risiko obstruksi jalan
napas dan aspirasi. Posisi korban harus stabil tanpa penekanan pada
dada serta kepala yang menggantung. Posisi ini diharapkan dapat
mencegah terjadinya sumbatan dan jika ada cairan maka cairan
tersebut akan mengalir melalui mulut dan tidak masuk kedalam
saluran nafas. Tindakan ini dilakukan setelah RJP. Indikasi
penghentian RJP adalah pasien meninggal, penolong kelelahan, atau
bantuan datang.
Waktu dan ketepatan memberikan BHD/BHL sangat menentukan
perbaikan neurologist dan angka keselamatan, waktu untuk RJP : 4
menit sejak kejadian henti jantung dan waktu untuk BHL : 8 menit
setelah kejadian henti jantung. (Krisanty et al., 2016).

28
5) Hal-hal yang Perlu diperhatikan dalam Melakukan Tindakan RJP
 RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan alasan apapun.
 Jangan menekan PX (Prosesus Xifoideus) pada ujung tulang dada, karena
dapat berakibat robeknya hati.
 Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi melekat pada
sternum, jari-jari jangan menekan iga korban.
 Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur dan
tidak terputus
 Perhatikan komplikasi yang mungkin karena RJP seperti :
- Patah tulang dada dan tulang iga
- Bocornya paru-paru (pneumotoraks)
- Perdarahan dalam paru-paru/ rongga dada (hemotoraks)
- Luka dan memar pada paru-paru

29
BAB VI
LAPORAN HASIL KEGIATAN

A. Tahap Persiapan
Kegiatan dimulai dengan persiapan pada hari Selasa 15 Juni 2021,
sebelum kegiatan dimulai maka semua tempat dan peralatan sudah
dipersiapan terlebih dahulu. Kemudian mengadakan kontrak pada bapak-
bapak dan ibu-ibu berkaitan dengan tempat dan waktu akan dilaksanakan
penyuluhan. Sedangkan materi penyuluhan sudah dipersiapkan sebelum
kegiatan dengan menggunakan Note-book / Laptop, Ppt dan Video.

B. Tahap Pelaksanaan
a. Kegiatan dimulai hari hari Selasa 15 Juni 2021. Pukul 09.00 dan berakhir
pada pukul 09.30 WIB.
b. Kegiatan dilakukan di Media Zoom
c. Sasaran kegiatannya yaitu pada masyarakat.
d. Kegiatan dilakukan dengan penyampaian tentang :
 Konsep Dasar Cardiac Arrest
 penanganan cardiac arrest dengan bantuan hidup dasar (BHD)
Resusitasi Jantung Paru (RJP)
 Langkah-langkah RJP

C. Tahap evaluasi
1. Evaluasi Struktur
- 100% audiens dapat hadir dalam kegiatan penyuluhan Bantuan Hidup
Dasar dan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
- Media dan alat tersedia sesuai dengan topik kegiatan penyuluhan
- Peran dan fungsi masing-masing sesuai dengan rencana
- Setting tempat sesuai dengan rencana

30
2. Evaluasi Proses
- Pelaksanaan sesuai dengan waktu yang ditetapkan
- Audiens dapat mengikuti kegiatan penyuluhan sampai selesai
- Audiens dapat mengikuti kegiatan penyuluhan dengan aktif
- Audiens tidak ada yang meninggalkan tempat selama proses
penyuluhan
- 80% dari audiens dapat antusias selama kegiatan berlangsung
3. Evaluasi Hasil
- Minimal 80% audiens dapat mengikuti penyuluhan dan dapat
menjelaskan defenisi Bantuan Hidup Dasar dan Resusitasi Jantung
Paru (RJP)
- Minimal 80% audiens dapat mengikuti penyuluhan dan dapat
menyebutkan tujuan Bantuan Hidup Dasar dan Resusitasi Jantung
Paru (RJP)
- Minimal 80% audiens dapat mengikuti penyuluhan dan dapat
menyebutkan indikasi Bantuan Hidup Dasar dan Resusitasi Jantung
Paru (RJP)
- Minimal 80% audiens dapat mengikuti penyuluhan dan dapat
menyebutkan Langkah-Langkah Dalam Memberikan Bantuan Hidup
Dasar Dan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
- Minimal 80% audiens dapat mengikuti penyuluhan dan dapat
menyebutkan Hal-hal yang Perlu diperhatikan dalam Melakukan
Tindakan Bantuan Hidup Dasar dan Resusitasi Jantung Paru (RJP).

31
DAFTAR PUSTAKA

Ngirarung, S., Mulyadi, N., & Malara, R. (2017). Pengaruh Simulasi Tindakan
Resusitasi Jantung Paru (Rjp) Terhadap Tingkat Motivasi Siswa Menolong
Korban Henti Jantung Di Sma Negeri 9 Binsus Manado. Jurnal Keperawatan
UNSRAT, 5(1), 108532.

Sakinah, S., Fadil, M., & Firdawati, F. (2019). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Tingkat Pengetahuan Dokter Jaga IGD tentang Penatalaksanaan Kasus
Henti Jantung di Rumah Sakit Tipe C se-Sumatera Barat. Jurnal Kesehatan
Andalas, 8(1), 1. https://doi.org/10.25077/jka.v8.i1.p1-9.2019

Styawati, M. (2016). Gambaran Kejadian Cardiac Arrest Di Rsud Panembahan


Senopati Bantul Tahun 2016. 11(1), 1–53.

Subhan, N., Giwangkencana, G. W., Prihartono, M. A., & Tavianto, D. (2019).


Implementasi Early Warning Score pada Kejadian Henti Jantung di Ruang
Perawatan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung yang Ditangani Tim Code
Blue Selama Tahun 2017. Jurnal Anestesi Perioperatif, 7(1), 33–41.
https://doi.org/10.15851/jap.v7n1.1583

American Heart Association. Basic Life Support : 2010 American Heart association
Guidelines For Cardio pulmonary Resuscitation And Emergency cardiovascular
Care. Circulation 2010.

American Heart Asociation (AHA). (2015). Fokus Utama: Pembaruan Pedoman


American Heart Asociation untuk CPR dan ECC. Guildelines.

32
Arafat, H., Anisah, R. L., & Wulandari, T. S. (2020). Pengetahuan bantuan hidup
dasar (bhd) anggota pmr smk swadaya temanggung. Jurnal Keperawatan Karya
Bakti, 6, 44–49.

Krisanty, P., Manurung, S., dkk. (2016). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
(Jusirman, Ed). Jakarta: Trans Info Media.

Nur, A. (2017). Buku Saku Keperawatan dan Kebidanan. (A. G. R. Chakti, Ed).
Jakarta: Celebes Media Perkasa.

Sartono, H., Masudik., dkk. (2014). Basic Trauma Cardiac Life Support. Bekasi:
Gadar Medik.

American Heart Association. Basic Life Support : 2010 American Heart Association
Guidelines for Cardio pulmonary Resuscitation and emergency cardiovascular
care. Circulation 2010

Blogg Boulton, 2014. Anestesiologi. Jakarta : EGC

Farahdika, A., & Azam, M. (2015). Faktor Risiko yang Berhubungan Dengan
Penyakit Jantung Koroner Pada Usia Dewasa Madya (41-60 TAHUN) (Studi di
RS Umum Daerah Kota Semarang). Unnes Journal of Public Health, 4(2), 117–
123.https://doi.org/10.15294/ujph.v4i2.5188

Hutabarat & Putra . (2014). Asuhan Keperawatan Kegawat daruratan. Bogor : Media

Kusumawaty, J., Hidayat, N., & Ginanjar, E.(2016). Hubungan Jenis Kelamin dengan
Intensitas Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Lakbok
Kabupaten Ciamis. Mutiara Medika Jurnal Kedokteran dan Kesehatan,
16(2):46–51.

33
Ulfah AR. 2010. Advance Cardiac Life Sipport, Pusat Jantung Nasional Harapan
Kita. Jakarta. 2003AHA Guidelines For CPR and ECC.

Kasron, 2012. Kelainan dan penyakit jantung : pencegahan serta pengobatannya.


Nuha Medika : Yogyakarta.

34

Anda mungkin juga menyukai