Anda di halaman 1dari 17

Text Book Reading EMG Kepada Yth :

Rencana diajukan :
Moderator : dr.Robby Tjandra,SpKFR

ELEKTRODIAGNOSIS PADA MOTOR NEURON DISEASE

Electrodiagnosis of Motor Neuron Disease

Anuradha Duleep, MD, Jeremy Shefner, MD, PhD

Oleh:
dr. Ayu Lidya Rahmah

PROGRAM STUDI
ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP Dr. KARIADI SEMARANG
2021
Elektrodiagnosis pada Motor Neuron Disease

Anuradha Duleep, MD, Jeremy Shefner, MD, PhD

Kata Kunci

 Motor neuron disease, Amyotrophic lateral sclerosis, Awaji criteria, Electrodiagnos


is

Poin Penting

 ALS adalah gangguan upper motor neuron dan lower motor neuron yang progresif
dan merupakan bentuk motor neuron disease yang paling banyak. ALS disini
diperiksa sebagai model untuk elektrodiagnosis dari semua motor neuron disease.
 Pemeriksaan elektrodiagnosis pada ALS harus dipandu dengan gejala klinis yang
ditemukan pada pemeriksaan fisik.
 Kriteria paling sensitif dan spesifik untuk diagnosis ALS merupakan prinsip dari
kriteria revisi El Escorial yang dikombinasikan dengan modifikasi Awaji untuk
kategori diagnosis dari kriteria revisi El Escorial.
 Pemeriksaan konduksi saraf dan elektromiografi jarum tetap menjadi pemeriksaan
diagnosis terpenting untuk ALS. Pemeriksaan konduksi saraf utamanya digunakan
untuk menyingkirkan gangguan lain dan kemudian untuk menegakkan bukti adanya
denervasi aktif yang luas dan reinervasi kronis.

Gambaran Klinis Amyotrophic Lateral Sclerosis

Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) merupakan gangguan neurodegeneratif upper mot


or neuron (UMN) dan lower motor neuron (LMN) yang progresif. Insidensi di dunia
sekitar 1,5 per 100.000, dengan rasio pria/wanita sekitar 1,5.1 Meskipun terkadang
muncul pada pasien berusia di bawah 25 tahun, insidensi akan meningkat setelah usia

2
40 tahun dan secara tidak jelas menurun pada populasi lansia.2 Sekitar 10% kasus
bersifat familial dan meliputi pola resesif autosom, X-linked dan dominan autosom,
dengan dominan autosom yang paling banyak.3 Penyebab kematian pertama kali dilapor
kan karena adanya mutasi poin dalam gen yang menyandi SOD1; sejak penemuannya di
tahun 1993, lebih dari 75 mutasi lain telah ditemukan juga.4,5 Akhir-akhir ini, sebuah
ekspansi ulang heksanukleotida dari gen chromosome 9 open reading frame 72
(C9orf72) telah ditemukan, dan cenderung merupakan mutasi terbanyak pada kasus
familial dengan atau tanpa demensia frontotemporal.6 Total 90% kasus ALS sporadik
atau idiopatik.

Satu-satunya faktor risiko nyata adalah bertambahnya usia, tetapi ini tidak
terlalu spesifik dalam kegunaannya secara klinis. ALS sporadik berhubungan dengan
merokok, pelayanan militer, pekerjaan agrikultural atau pabrik, dan periode penggunaan
otot untuk kerja berat, tetapi hubungan penyebab yang pasti dengan salah satu faktor
tadi masih belum jelas.7,8 Berbagai faktor risiko genetik telah diidentifikasi pada ALS
sporadik, termasuk duplikasi gen survival motor neuron 1 dan ekspansi ulang
trinukleotida dari gen ataxin 2.9-12 Ekspansi ulang heksanukleotida dari gen C9orf72
tidak hanya berhubungan dengan ALS familial, tetapi bisa juga ditemukan sekitar 5-7%
pada kasus-kasus sporadik.13,14

Penyebab ALS sporadik masih tidak diketahui, dan banyaknya kerusakan


genetik menyebabkan ALS juga dalam pola yang masih belum jelas. Temuan bahwa
mutasi di SOD1 menyebabkan ALS telah menimbulkan pertanyaan tentang peran stres
oksidatif pada ALS, karena SOD1 merupakan radikal bebas yang tersebar di jaringan
neural dan non neural. Namun, sudah jelas bahwa mutasi SOD1 menyebabkan penyakit
sebagai akibat dari peningkatan fungsi toksik, dibandingkan pengurangan aktivitas
protein SOD1.15,16 Disfungsi mitokondria telah ditemukan sejak awal pada model
genetik, dan cenderung memainkan peran pada proses penyakit. Eksitotoksisitas melalui
aktivasi berlebih dari reseptor glutamat juga ditemukan pada berbagai model, yang dise
babkan setidaknya sebagian karena pengurangan penyerapan glutamat di area otak yang
rusak akibat ALS.18 Hal ini menyebabkan peningkatan kalsium intraseluler, yang
memicu kerusakan terhadap mitokondria dan asam nukleat, dan akhirnya kematian
neuronal. Disagregasi protein juga ditemukan secara patologis, dan beberapa temuan bar

3
u-baru ini menyebabkan mutasi dalam gen untuk fused in sarcoma (FUS), TAR DNA
binding protein-43 (TDP-43) dan kemungkinan C9ord72 ternyata menimbulkan protein
abnormal yang disimpan dalam sitoplasma motor neuron.19,20 Karena gen-gen ini
memiliki peran besar dalam lalu lintas RNA, sehingga gangguan fungsi ini disebutkan s
ebagai penyebab potensial dari ALS.21

Riluzole (Rilutek), yang mengurangi eksitotoksisitas akibat glutamat,


merupakan satu-satunya obat yang terbukti mempengaruhi proses ALS.22,23 Kematian
biasanya terjadi melalui insufisiensi otot pernapasan atau komplikasi dari disfagia,
dengan rata-rata kelangsungan hidup dari waktu terdiagnosis sekitar 3-5 tahun. Sekitar
10% pasien dengan ALS dapat hidup lebih dari 10 tahun, tetapi sifat penyakit yang
sangat progresif, kematian yang signifikan dan dampaknya pada keluarga dan masyarak
at sudah banyak ditemukan.

Gambaran klinis ALS cukup bervariasi, dikarenakan jumlah segmen tubuh dan
predominansi gejala UMN vs LMN dan tanda-tanda yang memungkinkan. Kami memb
ahas ALS yang menyerang empat segmen tubuh, merujuk pada motor neuron yang
terlibat dalam distribusi kraniobulbar, servikal, torakal, atau lumbosakral. Kualitas men
dasar ALS adalah adanya temuan UMN dan LMN yang menyebar tanpa remisi hingga
akhirnya melibatkan banyak segmen tubuh, sering dalam pola yang dapat diprediksi.
Temuan UMN meliputi spastisitas otot, didefinisikan sebagai peningkatan tonus otot
yang membuatnya sulit diregangkan dan menimbulkan kekakuan dan gerakan yang
lambat dengan sedikit kelemahan, dan peningkatan refleks tendon dalam. Gambaran
menarik dari disfungsi UMN adalah efek pseudobulbar. Hal ini bermanifestasi dengan
ledakan tawa atau tangis mendadak yang sering berlebihan atau tidak sesuai dengan
mood/suasana hati, disebabkan oleh hilangnya inhibisi kortikal volunter terhadap pusat
batang otak yang menghasilkan fungsi wajah dan respirasi yang berhubungan dengan
perilaku tersebut, melalui lesi kortikobulbar bilateral, atau melalui gangguan kontrol
kortikoserebelar terhadap tampilan afektif.24

Gambaran klinis akibat hilangnya LMN adalah kelamahan flacid, atrofi otot,
hiporefleksia, kram otot dan fasikulasi, yang bisa terlihat sebagai kedutan singkat
dibawah kulit atau di lidah. Hilangnya LMN di otot aksial bisa menimbulkan
protuberansia abdominal atau gangguan kemampuan untuk menahan badan atau kepala

4
keatas melawan gravitasi. Hilangnya LMN di diafragma menimbulkan dispnea atau
ortopnea yang biasanya mengganggu tidur. Kelamahan flacid yang menyerang otot
bulbar bisa muncul sebagai bicara pelo, nasal atau sengau; disfagia atau berliur/ngeces.
Gejala klinis awal pada ALS bisa muncul pada segmen tubuh manapun dan bisa
bermanifestasi sebagai UMN, LMN atau keduanya dengan pola penyebaran dari satu
segmen tubuh ke lainnya dan seringnya dapat diprediksi. Terkadang, temuan UMN dan
LMN muncul di segmen tubuh yang sama, jika mereka tidak memulai secara
bersamaan. Kelemahan tungkai asimetri, sering disebelah distal dengan kelemahan
tangan atau drop foot, merupakan gambaran awal pada 80% pasien, dengan gejala
bulbar, seperti disartria atau disfagia, yang paling sering terjadi saat istirahat,

Extraocular motor neuron akan terhindar hingga fase akhir penyakit. Gejala
otonom tidak khas, tetapi konstipasi multifaktorial dan urgensi urinaria dari kandung ke
mih yang spastik bisa terjadi di akhir proses penyakit. Gejala sensoris, seperti parestesi
tungkai distal, dapat terjadi pada 20% pasien, tetapi biasanya dengan pemeriksaan
sensoris klinis yang normal. Gejala kognitif dalam bentuk demensia atau disfungsi
frontotemporal bisa muncul pada 15-50% pasien.25 Hal ini bisa bermanifestasi sebagai
gangguan kecil pada bahasa, pertimbangan atau kepribadian.26 Mutasi yang melibatkan
gen-gen tertentu, termasuk TDP-43, FUS dan C9orf72, berhubungan dengan
kecenderungan yang lebih tinggi terjadinya gangguan kognitif.27-29

Elektrodiagnosis

ALS merupakan diagnosis klinis, tetapi didukung dengan pemeriksaan elektrofisiologi,


yang bisa membantu menyingkirkan kemungkinan diagnosis lain atau menunjukkan
kelainan karakteristik di bagian tubuh yang belum menunjukkan gejala klinis.
Pemeriksaan elektrofisiologi yang banyak digunakan, seperti elektromiografi (EMG) jar
um dan pemeriksaan konduksi saraf (NCS), bisa secara langsung mengidentifikasi
patologi LMN, dan cukup bisa mengidentifikasi patologi UMN berdasarkan observasi d
ari penurunan aktivasi pada EMG. Bagaimana EMG jarum dan pemeriksaan konduksi
saraf, bersamaan dianggap sebagai pemeriksaan elektrodiagnostik (EDX), mendukung
diagnosis ALS? EDX utamanya membantu menyingkirkan penyebab lain dari gejala

5
yang serupa (Tabel 1) dan menemukan hilangnya LMN subklinis, yang bisa
mempercepat waktu diagnosis dan meningkatkan sensitivitas diagnosis.

Ulasan kriteria diagnostik untuk ALS menggambarkan pentingnya menemukan


hilangnya LMN subklinis dengan EDX, khususnya dengan EMG. Kriteria The El
Escorial World Federation of Neurology, pertama kali disampaikan di tahun 1994 dan
direvisi di tahun 2000 (Tabel 2 dan 3), masih digunakan, dengan dua kunci modifikasi
yang disampaikan di Desember 2006 selama konferensi konsensus di Awaji-shima,
Jepang, disponsori oleh the International Federation of Clinical Neurophysiology.30

Menggunakan EMG untuk menemukan disfungsi LMN subklinis dalam bentuk


denervasi aktif dengan reinervasi kronis kompensatorik di otot yang sama bisa
mengubah diagnosis ALS dari “Kemungkinan ALS secara klinis” menjadi “Kemungkin
an besar ALS secara klinis yang didukung laboratorium” Batasan dari revisi kriteria El
Escorial adalah hal ini tidak cukup untuk menunjukkan disfungsi LMN dengan EMG sa
ja pada satu tungkai, tetapi untuk kategori “Kemungkinan besar ALS secara klinis yang
didukung laboratorium” membutuhkan temuan LMN melalui pemeriksaan fisik pada
satu tungkai. Batasan lain adalah revisi kriteria El Escorial membatasi bukti EMG akan
adanya denervasi akut berupa fibrilasi atau positive sharp waves, yang mungkin tidak
terlalu terlihat di otot bulbar dan otot dengan ketebalan dan kekuatan yang normal.
Batasan ini telah berkontribusi terhadap fakta bahwa 22% pasien meninggal akibat ALS
tanpa mengetahui kategori tingkat kepastian penyakit lebih dari kategori “Kemungkinan
ALS secara klinis”.31

Tabel 1. Penyakit yang menyerupai motor neuror disease

Penyakit Presentasi Tampilan/gambaran Peran pemeriksaan


pembeda elektrodiagnosis
Radikulomielopati Disfungsi LMN di Nyeri leher dan Tidak ada temuan
servikal level stenosis gejala sensoris EMG pada otot
dengan temuan radikuler di lengan paraspinal bulbar ata
UMN di bawah u torakal
Stenosis servikal da Seperti radikulom Nyeri leher dan Tidak ada temuan
n lumbal yang terjad ielopati servikal, te punggung, gejala EMG pada otot
i bersamaan tapi dengan temuan sensoris radikuler di paraspinal bulbar
LMN juga di m lengan dan tungkai atau torakal
iotom lumbosakral
Sindroma fasikulasi Fasikulasi yang seri Pemeriksaan Tidak ada temuan

6
benigna ng, difus atau lokal; neurologis normal EMG selain
kram potensial fasikulasi
Neuropati motor Kelemahan tungkai Bukan miotomal, Blok konduksi pada
multifokal dengan LMN, sering pada sering pada pasien lokasi non-
blok konduksi ekstremitas atas kurang dari 45 tahun penyempitan saraf
motorik NCS
Miopati inflamasi Kelemahan tungkai IBM: fleksor jari, Potensial fibrilasi/p
LMN, disfagia kelemahan ositive sharp waves;
quadriceps amplitudo kecil dan
Polimiositis atau potensial motor unit
dermatomiositis; berdurasi pendek
kelemahan otot dan kadang MUP
proksimal neuropatik (IBM
saja) dengan
rekrutmen normal
atau dini
Singkatan: IBM, inclusion body myositis; MUPs, motor unit potentials

Untuk meningkatkan sensitivitas deteksi dari kemungkinan atau diagnosis pasti


ALS, kriteria Awaji baru-baru ini diusulkan (Tabel 4). Menggunakan kriteria ini,
temuan EMG berupa disfungsi LMN, khususnya denervasi aktif dengan reinervasi
kronis di otot, kini dikategorikan sebagai signifikansi diagnostik yang sama dengan
temuan disfungsi LMN pada pemeriksaan fisik. Ini menyingkirkan kebutuhan untuk
kategori “Kemungkinan besar ALS secara klinis yang didukung laboratorium” dan
berdasarkan temuan bahwa EMG merupakan perpanjangan dari pemeriksaan fisik
dalam mendeteksi gambaran denervasi dan reinervasi.

Meskipun tidak ada perubahan yang diusulkan terhadap prinsip dasar revisi
kriteria El Escorial (lihat Tabel 2), kriteria Awaji menetapkan bahwa kategori
diagnostik ALS harus ditentukan melalui bukti klinis atau elektrofisiologi adanya
disfungsi LMN dan disfungsi UMN, pada jumlah segmen tubuh yang ditentukan.
Khususnya, ini berarti bahwa dalam menggunakan kriteria Awaji, otot individu yang
menunjukkan denervasi aktif dan kronis dengan reinervasi secara elektrofisiologi bisa
digunakan untuk membantu mendiagnosis ALS dalam hubungannya dengan
pemeriksaan klinis, tanpa perlu melakukan perubahan EMG jarum di seluruh tungkai.
Satu perubahan lain dari kriteria EL Escorial adalah bahwa menggunakan kriteria
Awaji, dengan adanya temuan neurogenik kronis di EMG pada pasien dengan riwayat
klinis yang mengarah ke ALS, potensial fasikulasi setara dengan potensial fibrilasi dan
positive sharp waves dalam menunjukkan denervasi akut, khususnya jika potensial

7
fasikulasi memiliki morfologi yang tidak stabil atau kompleks. Studi yang mengevaluasi
manfaat dari modifikasi Awaji dibandingkan dengan revisi kriteria El Escorial untuk
diagnosis ALS menyebutkan peningkatan sensitivitas dari 28% ke 61% tanpa perubahan
spesifisitas, yang tetap di 96%.32-35

Tabel 2. Prinsip diagnostik revisi kriteria El Escorial

Ada Tidak ada


Bukti degenerasi LMN melalui Bukti elektrofisiologi atau patologi adanya
pemeriksaan klinis, elektrofisiologi atau
proses penyakit lain yang mungkin
neuropatologi menjelaskan tanda-tanda degenerasi LMN
atau UMN
Bukti disfungsi UMN melalui pemeriksaan Bukti proses penyakit lain melalui
klinis neuroimaging yang mungkin menjelaskan
temuan tanda-tanda klinis dan
elektrofisiologi
Penyebaran gejala dan tanda progresif
dalam satu regio atau ke regio lain,
sebagaimana ditentukan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan elektrofisiologi
Elektrodiagnosis ALS dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan. Peran NCS
adalah untuk membantu menyingkirkan penyebab lain dari gejala serupa sebagaimana
disebutkan oleh prinsip-prinsip umum yang dijabarkan pada revisi kriteria El Escorial
untuk diagnosis ALS dan didukung oleh kelompok konsensus Awaji (lihat Tabel 2).
Peran EMG jarum adalah membuktikan denervasi akut dan reinervasi kronis
kompensatorik pada segmen tubuh spesifik, menurut spesifikasi modifikasi Awaji
terhadap revisi kriteria El Escorial (lihat Tabel 4). Berikut adalah rangkuman gambaran
NCS dan EMG yang paling relevan terhadap ALS.

Tabel 3. Kategori diagnostik pada revisi kriteria El Escorial

Kategori ALS Segmen tubuh Segmen tubuh Pemeriksaan


dengan dengan penunjang
temuan UMNa temuan LMN
pada pada
pemeriksaan pemeriksaan
fisik fisik
Clinically 3 + 3
definite
Clinically 2 + 2
probable Beberapa tanda

8
UMN lebih ke a
tas daripada tan
da LMN
Clinically 1 + 1 + Denervasi akut
probable Setidaknya 1 ATAU 0 + dan kronis pada
Didukung dari + setidaknya dua
laboratorium tungkai dengan
EMG
Clinically 1 + 1
possible Setidaknya 2 ATAU 0
Definite 1 + 1 + Temuan mutasi
familial genetik
Didukung dari
laboratorium

Tabel 4. Modifikasi Awaji pada kategori diagnostik dari revisi kriteria El Escorial

Kategori ALS Segmen tubuh Segmen tubuh Pemeriksaan


dengan dengan temuan penunjang
temuan UMNa LMNa pada
pada pemeriksaan
pemeriksaan fisik atau peme
fisik riksaan elektro
fisiologib
Clinically 3 + 3
definite
Clinically 2 + 2
probable Beberapa tanda
UMN lebih ke a
tas daripada
tanda LMN
Clinically 1 + 1
possible Setidaknya 2 + 0
Definite 1 + 1 + Temuan mutasi
familial genetik
Didukung dari
laboratorium
a
Segmen tubuh adalah kraniobulbar, servikal, torakal, dan lumbosakral
b
Pemeriksaan elektrofisiologi

 Bukti denervasi akut dalam bentuk potensi fibrilasi dan positive sharp waves
DAN
 Bukti reinervasi kronis dalam bentuk voluntary motor unit potential dari peningkatan
amplitudo, peningkatan durasi, atau polifasia, yang mungkin menunjukkan

9
penurunan rekrutmen (jika ada disfungsi UMN yang bersamaan, pola rekrutmen
yang menurun mungkin tidak jelas)
ATAU
 Bukti reinervasi kronis seperti di atas, dengan bukti denervasi akut dalam bentuk
potensial fasikulasi, morfologi kompleks, atau instabilitas ketika diperiksa dengan hi
gh band pass filter dan trigger delay line, yang menunjukkan tempat asalnya dari
motor unit reinervasi.

Pemeriksaan Konduksi Saraf (NCS)


Karena patologi mendasar pada penyakit adalah hilangnya motor neuron yang
menimbulkan degenerasi aksonal retrograde diikuti dengan reinervasi, gambaran yang ti
dak tampak dari NCS pada ALS meliputi berikut ini:

 Bukti demielinisasi atau blok konduksi pada konduksi saraf motorik. Bukti dem
ielinisasi menandakan patologi pada tingkat akson bermielin daripada di motor
neuron. Demielinisasi ditandai dengan pemanjangan latensi distal atau
perlambatan kecepatan konduksi, dengan perhatian bahwa hilangnya motor ak
son yang lebih besar dan lebih cepat dapat menyebabkan prolongasi ringan dari l
atensi distal (tetapi tidak lebih dari 130% dari batas atas nilai normal) atau perla
mbatan ringan dari kecepatan konduksi (tetapi tidak kurang dari 75% dari batas
bawah normal). Blok konduksi saraf motorik di area yang tidak berhubungan
dengan penyempitan, dengan saraf sensorik yang masih baik, menandakan
neuropati motorik multifokal dengan blok konduksi, neuropati demielinisasi yan
g diperantarai oleh imun yang responsif terhadap imunoglobulin intravena. 36
Blok konduksi yang dibedakan dari dispersi temporal normal, didefinisikan
sebagai penurunan area compound muscle action potential (CMAP) lebih dari
50% antara lokasi stimulasi proksimal dan distal.
 Kelainan konduksi saraf sensorik. Saraf sensorik biasanya tidak terkena pada
ALS. Kelainan konduksi saraf sensorik pada pasien dengan motor neuron
disease menandakan diagnosis X-linked bulbospinal muscular atrophy, yang
juga dikenal sebagai penyakit Kennedy. Penyakit Kennedy merupakan bentuk
atrofi otot spinal dengan progresifitas lambat, ditemukan pada pria di dekade
ketiga hingga kelima dengan degenerasi LMN di tungkai proksimal dan otot-

10
otot bulbar. Tidak seperti penyakit motor neuron lainnya, penyakit Kennedy
berhubungan dengan amplitudo rendah atau tidak adanya sensory nerve action
potentials (SNAP) yang disebabkan oleh degenerasi dorsal root ganglia.
Kelainan SNAP juga harus segera dipertimbangkan dengan diagnosis lain,
seperti pleksopati dan saraf perifer dan neuropati jebakan multipel. Ini juga
memungkinkan bagi pasien dengan ALS untuk menderita neuropati perifer atau
neuropati jebakan yang tidak saling terkait.

Gambaran pada NCS yang konsisten dengan diagnosis ALS meliputi berikut ini:

 Amplitudo CMAP normal atau berkurang. Penurunan amplitudo CMAP menunj


ukkan hilangnya akson, tetapi tidak membedakan antara lesi di motor neuron, ro
ot, pleksus, atau saraf perifer. Hilangnya motor neuron yang lebih besar dan lebi
h cepat dapat menyebabkan pemanjangan latensi distal yang mencapai tetapi
tidak lebih dari 130% dari batas atas nilai normal, atau penurunan kecepatan
konduksi tetapi tidak kurang dari 75% batas bawah nilai normal.
 Amplitudo SNAP normal. Meskipun diperkirakan pada ALS, ini bisa ditemukan
pada radikulopati servikal atau lumbal, dan karena lesi ini ada di proksimal dari
dorsal root ganglia.
 Latensi gelombang F normal. Gelombang F, mewakili stimulasi antidromik dari
1-5% motor neuron di kornu anterior medula spinalis, sering normal pada awal-
awal proses ALS. Seiring penyakit berkembang dan motor neuron mulai hilang
dari kornu anterior, kelainan F respon mulai terlihat. Impersistensi, didefinisikan
sebagai kurang dari 50% gelombang F yang diperoleh dari tiap jumlah stimulasi,
dan repetisi morfologi gelombang F yang serupa dari stimulasi motor unit yag
sama, mencerminkan penurunan jumlah motor unit secara keseluruhan dari
hilangnya motor neuron. Jika motor unit terbesar dan tercepat mulai hilang,
latensi gelombang F dapat sedikit memanjang. Kelainan gelombang F lebih
cenderung terjadi pada radikulopati dibandingkan motor neuron disease, tetapi
tidak bisa digunakan secara reliabel untuk membedakan keduanya.

11
Rekomendasi untuk NCS

Setidaknya, NCS seorang pasien dengan suspek ALS meliputi pemeriksaan setidaknya
satu saraf motorik dengan pemeriksaan gelombang F dan satu saraf sensorik di
ekstremitas atas dan bawah dari sisi paling berat/simptomatis. Jika kecurigaan tinggi
adanya neuropati motorik multifokal dengan blok konduksi, maka harus dilakukan
pemeriksaan saraf ekstremitas atas dan bawah, dengan stimulasi seproksimal mungkin.

EMG Jarum

Ciri khas ALS pada EMG jarum adalah hilangnya LMN yang menginervasi otot secara
kronis dan aktif dengan inervasi dari root multipel dan menyebar dalam segmen tubuh
awal dan ke segmen tubuh lainnya. Meskipun NCS digunakan utamanya untuk
menyingkirkan penyebab lain dari gejala klinis yang sama, seperti neuropati dan
radikulopati, EMG jarum utamanya digunakan untuk menegakkan bukti berlangsungnya
denervasi dan reinervasi kompensatorik kronik. EDX khususnya berguna dalam mengun
gkap bukti subklinis proses ini, sehingga EMG jarum sebaiknya tidak terbatas pada
pemeriksaan otot atau segmen tubuh dimana disfungsi LMN paling nyata secara klinis.

Bukti adanya denervasi akut di ALS pada EMG jarum meliputi berikut ini:

 Fibrilasi dan positive sharp waves. Pada ALS, gelombang ini mencerminkan
depolarisasi spontan dari serabut otot denervasi saat istirahat. Meskipun
patologis, tetapi juga ditemukan pada kelainan denervasi lainnya, seperti
radikulopati dan neuropati aksonal, dan miopati dimana terjadi nekrosis otot,
seperti polimiositis.
 Potensial fasikulasi. Potensial ini mencerminkan pelepasan spontan dan
involunter dari satu motor unit tunggal, dan ini bisa muncul dari motor neuron
atau aksonnya, dan dianggap sebagai ciri khas ALS. Namun, ini mungkin
merupakan temuan yang aman pada otot normal, pada kasus pemeriksaan
neurologis serial yang normal dan tidak ada temuan lain yang mengarah ke
denervasi akut atau kronis pada EMG, seperti pada kasus sindroma fasikulasi
benigna (lihat Tabel 1). Sayangnya, tidak ada cara definitif untuk membedakan

12
antara potensial fasikulasi patologis dan benigna. Namun, potensial fasikulasi
patologis biasanya memiliki frekuensi aktivasi yang lebih reguler dan morfologi
motor unit potentials (MUPs) yang ditandai dengan peningkatan amplitudo,
polifasia dan durasi. Potensial fasikulasi patologis biasanya kompleks dan tidak
stabil, dengan puncak yang muncul atau hilang dengan observasi yang lama. Pel
epasan yoked yang muncul 10 milidetik setelah pelepasan awal juga mengarah
ke suatu proses patologis. Dengan demikian, potensial fasikulasi yang kompleks
dan tidak stabil ini dianggap setara sebagai tanda denervasi seperti fibrilasi dan
positive sharp waves ketika ditemukan dalam konteks perubahan neurogenik
kronis pada EMG, di kriteria modifikasi Awaji untuk diagnosis ALS (lihat Tabel
4).

Bukti adanya denervasi kronis di ALS pada EMG jarum meliputi perubahan morfologi
MUP seperti berikut ini:

 Peningkatan durasi. Peningkatan durasi diakibatkan dari proses reinervasi dari s


prouting akson kolateral, karena durasi mencerminkan jumlah serabut otot
dalam motor unit, yang meningkat sebagai motor unit dengan akson yang intak y
ang melakukan reinervasi pada serabut otot di dekatnya dari motor unit yang
mengalami denervasi.
 Peningkatan polifasisitas. MUP seringnya polifasik pada ALS, meskipun pada
penyakit dengan progresifitas sangat lambat, motor unit polifasik mungkin jaran
g terjadi. Polifasia didefinisikan jika lebih besar dari empat fase dalam sebuah
MUP dan dapat terjadi secara normal pada sekitar 10% MUP di otot manapun,
dan mencapai 25% di deltoid. Polifasia melebihi batas normal adalah tanda
disinkronisasi serabut otot dalam motor unit, mencerminkan proses reinervasi
melalui sprouting kolateral dari akson normal di dekatnya setelah denervasi
dalam motor unit.
 Peningkatan amplitudo. Amplitudo meningkat pada otot yang mengalami
reinervasi secara kronis karena ekspansi dari wilayah motor unit. Berdasarkan
pada tingkat progresi proses penyakit, MUPs kecil abnormal juga bisa
ditemukan, yang mencerminkan ketidakmampuan akson individu dalam
mendukung jumlah normal tumbuhnya saraf. Ini sering merupakan refleksi

13
sebuah akson berpenyakit sesaat sebelum kematian akson tersebut.
 Penurunan rekrutmen. Penurunan rekrutmen motor unit mencerminkan
hilangnya MUP dan bermanifestasi sebagai peningkatan pelepasan MUP dalam
jumlah rendah ketika otot diminta untuk menghasilkan gaya kontraksi yang
lebih besar. Dengan hilangnya motor neuron, temuan yang umum adalah
penurunan jumlah pelepasan motor unit dengan cepat akan terlihat ketika subyek
mengeluarkan kekuatan maksimum atau mendekati maksimum. Ini merupakan
temuan subyektif, tetapi sering sensitif dan merupakan indikator dini adanya
perubahan neurogenik. Penurunan rekrutmen motor unit sering merupakan
indikator dini dan sensitif pada abnormalitas LMN.
 Instabilitas MUP. Ini sering mencerminkan hilangnya motor unit dengan cepat
dan tidak selalu terlihat. Ini bisa mencerminkan sebuah penyakit yang lebih
agresif. Instabilitas MUP dicatat secara subyektif ketika sebuah unit yang
teraktivasi secara volunter berubah terkait jumlah puncak atau amplitudo puncak
individu dari potensial ke potensial. Ini bisa ditandai secara lebih obyektif
dengan mengukur jitter dan memblok MUP dengan trigger delay line.
Instabilitas MUP, meskipun umum, tidak spesifik untuk diagnosis ALS.

Rekomendasi untuk Pemeriksaan EMG Jarum

Setidaknya, pemeriksaan EMG jarum pasien dengan suspek ALS harus meliputi
pemeriksaan tiga tungkai, pengambilan sampel otot yang diinervasi oleh setidaknya dua
root berbeda, dan saraf perifer dan otot proksimal dan distal. Selain itu, pemeriksaan
sebaiknya dilakukan pada setidaknya satu otot bulbar, seperti otot wajah, otot maseter
atau lidah. Terakhir, EMG jarum sebaiknya dilakukan pada setidaknya dua otot
paraspinal torakal.

Alat Elektrodiagnostik Lainnya

14
Motor unit number estimation (MUNE) merupakan teknik sensitif untuk
mengidentifikasi hilangnya lower motor unit sebelum onset kelemahan klinis. Metode
ini belum digunakan secara luas dan utamanya digunakan pada penelitian. MUNE bisa
digunakan sebagai marker untuk progresi penyakit pada ALS, karena bisa dikaitkan
dengan hasil penting, seperti kelangsungan hidup.39-41 Akhir-akhir ini dijelaskan teknik
standar untuk MUNE inkremental multipoin telah menghasilkan data yang sangat dapat
direproduksi, dan dapat dengan cepat diterapkan ke peralatan EDX dasar dengan
ketidaknyamanan minimal pada pasien melalui penggunaan intensitas stimulus rendah.42
Ketika diperiksa sebagai perubahan persen dari nilai awal, pengukuran penurunan pada
ALS ini lebih baik dibandingkan dengan Amyotrophic Lateral Sclerosis Functional
Rating Scale-Revised yang lebih banyak digunakan.

Transcranial magnetic stimulation (TMS) secara fisiologis mengevaluasi fungsi


UMN. Pulsasi magnetik singkat diarahkan ke korteks motorik, yang memicu aliran
listrik yang mampu menarik corticomotor neuron atau interneuron. Aktivasi sel ini
menimbulkan motor volley yang bisa terekam di ekstremitas sebagai motor evoked
potential. Waktu konduksi motor sentral didapatkan dengan mengurangi waktu
konduksi perifer dari latensi respon total. Prolongasi bisa mencerminkan hilangnya
akson kortikospinal.43,44 Waktu konduksi perifer bisa diperkirakan menggunakan
gelombang F, atau diukur secara langsung dengan menstimulasi kornu ventralis di
tempat asalnya dengan menggunakan stimulator magnetik. Pemeriksaan serupa bisa
dilakukan menggunakan stimulasi listrik rutin, tetapi stimulasi jarum elektroda harus
digunakan untuk mendekati kornu ventralis dan prosedur ini biasanya dirasakan tidak
nyaman oleh pasien. Parameter TMS lainnya yang berhubungan dengan ALS adalah
pemendekan cortical silent period yang dicatat dari otot selama kontraksi volunter.45,46
Durasi cortical silent period muncul dengan meminta subyek untuk mengkontraksikan
otot sambil direkam. Stimulasi pada motor korteks memicu periode supresi kontraksi
tonik yang dinamakan cortical silent period. Ini merupakan fungsi interneuron pengham
bat kortikal yang diaktifkan selama kontraksi volunter. Penurunan inhibisi kortikal juga
telah dilaporkan pada ALS, diukur dengan memasangkan dua stimulus magnetik dengan
latensi bervariasi dan melihat inhibisi pada respon kedua oleh yang pertama sebagai
fungsi waktu antara kedua stimulus.47-49

15
TMS bisa digunakan untuk mengukur short interval intracortical inhibition
(SICI) dan menunjukkan penurunan inhibisi pada ALS, menandakan hipereksitabilitas
kortical dari disfungsi kanal ion. SICI adalah peningkatan stimulus TMS yang
dibutuhkan untuk menghasilkan potensial motorik yang konstan, ketika diberikan
stimulus yang mewakili sejumlah persentase dari ambang batas motorik saat istirahat.
Penurunan SICI pada berbagai stimulus berhubungan dengan penurunan ambang batas
motorik saat istirahat dan peningkatan rasio motor evoked potential/CMAP,
menandakan bahwa penurunan inhibisi sentral yang diakibatkan dari hipereksitabilitas
kortikal ternyata diperantarai melalui penurunan hambatan interneuron kortikal dan
eksitasi intrakortikal yang berlebih.50,51

Teknik pelacakan ambang batas dapat diterapkan ke pemeriksaan LMN pada


ALS.52 Dipilih respon kriteria dari saraf campuran, seperti persentase respon motor
maksimal. Kemudian intensitas stimulus yang dibutuhkan untuk mempertahankan
respon kriteria tersebut akan diukur sambil mengubah durasi stimulus (hubungan
kekuatan-durasi) atau sebelum atau sesudah memberikan stimulus yang mengkodisikan
hiperpolarisasi atau depolarisasi dibawah ambang batas untuk aktifitas (penambahan
laten jika conditioning stimulus singkat, dan ambang batas elektrotonus jika diperpanjan
g). Perbedaan eksitabilitas membran aksonal yang ditemukan dengan pelacakan ambang
batas mencerminkan proses nodal dan internodal disepanjang kanal ion. Pemanjangan
konstanta waktu kekuatan-durasi dan penambahan laten mencerminkan konduktansi
kanal sodium persisten, sementara ambang batas elektrotonus memberikan informasi
mengenai proses internodal, seperti penurunan konduksi potasium yang cepat.53,54
Hipereksitabilitas LMN bisa dinilai dengan teknik pelacakan ambang batas sebelum
muncul manifestasi klinis dari aktivitas aksonal spontan, seperti potensial fasikulasi.
Saat ini, pelacakan ambang batas utamanya dipakai sebagai alat penelitian untuk
menyelidiki mekanisme dasar dari hipereksitabilitas pada ALS beserta terapi target. Ini
tidak cukup spesifik untuk berkontribusi terhadap diagnosis, dan belum diteliti dalam
hubungannya untuk menilai progresi tetapi pemanjangan waktu konstan kekuatan–
durasi dan penambahan laten dipastikan berhubungan dalam penurunan kelangsungan hi
dup pada ALS.55

16
Rangkuman

ALS merupakan penyakit yang utamanya didiagnosis pada ranah klinis, karena ketidakn
ormalan pencitraan spesifik atau biomarker lainnya belum jelas ditemukan.
Neurofisiologi klinis, sebagai pemanjangan dari pemeriksaan neurologis, telah terbukti
berguna dalam membantu penegakan diagnosis, dengan menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain yang serupa dan memberikan bukti abnormalitas di area tubuh yang
mungkin belum terkena secara klinis. Elektrodiagnosis dimulai dengan pemahaman ga
mbaran klinis penyakit, karena korelasi klinis penting untuk interpretasi temuan
elektrofisiologi yang akurat. Untuk meningkatkan sensitivitas evaluasi elektrofisiologi,
kriteria Awaji telah diusulkan sebagai modifikasi dari kriteria El Escorial, yang kini
diterima sebagai standar baku untuk diagnosis ALS. Kriteria Awaji menerapkan temuan
EMG jarum akan adanya denervasi dan reinervasi yang sedang berlangsung di LMN
dengan cara yang serupa seperti di kriteria El Escorial tetapi menekankan pentingnya pe
ningkatan kemunculan potensial fasikulasi. NCS utamanya digunakan untuk membantu
menyingkirkan penyakit yang bisa menyerupai ALS, seperti multifocal motor
neuropathy. Meskipun banyak teknik telah dikembangkan untuk mengevaluasi kelainan
corticomotor neuron dan untuk mengkuantifikasi hilangnya LMN, mereka hanya
sebatas alat penelitian dan belum mempengaruhi praktik klinis.

17

Anda mungkin juga menyukai