Pengertian
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme lain yang
non purulent.
Patogenesis Ensefalitis
Virus masuk tubuh klien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam tubuh,virus
akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah
Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di
Permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri
tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .
Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang.
Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis
syaraf otak.
Penyebab Ensefalitis:
Penyebab terbanyak : adalah virus
Sering : - Herpes simplex
- Arbo virus
Jarang : - Entero virus
- Mumps
- Adeno virus
Post Infeksi : - Measles
- Influenza
- Varisella
Post Vaksinasi : - Pertusis
Pola Eleminasi
Kebiasaan Defikasi sehari-hari
Biasanya pada klien Ensefalitis karena klien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi
obstivasi.
Kebiasaan Mictrie sehari-hari
Biasanya pada klien Ensefalitis kebiasaan miksi normal frekuensi normal.
Jika kebutuhan cairan terpenuhi.
Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi irine akan menurun ,konsentrasi urine
pekat.
Pola tidur dan istirahat
Biasanya pola tidur dan istirahat pada klien Ensefalitis biasanya tidak dapat dikaji karena klien sering
mengalami apatis sampai koma.
Pola Aktivitas
a Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena klien Ensefalitis mengalami
kelemahan penurunan kesdaran.
b Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan latihan positif.
Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada klien gizi buruk maka dilakukan latihan pasif
sesuai ROM
Kekuatan otot berkurang karena klien Ensefalitis dengan gizi buruk .
Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal ,mudah terkena infeksi ,anemia
berat,aktifitas fagosit turun ,Hb turun ,punurunan kadar albumin serum ,gangguan pertumbuhan.
Pola Hubungan Dengan Peran
Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang karena kesadaran
klien menurun mulai dari apatis sampai koma.
Pola Persepsi dan pola diri
Pada klien Ensenfalitis umur > 4 ,pada persepsi dan konsep diri
Yang meliputi Body Image ,self Esteem ,identitas deffusion deper sonalisasi belum bisa menunjukkan
perubahan.
Pola sensori dan kuanitif
a. Sensori
Daya penciuman
Daya rasa
Daya raba
Daya penglihatan
Daya pendengaran
Tidak dapat di evaluasi
9. Pola Reproduksi Seksual
Bila anak laki-laki apakah testis sudah turun ,fimosis ada/tidak.
Pola penanggulangan Stress
Pada klien Ensefalitis karena terjadi gangguan kesadaran :
Stress fisiologi ( anak hanya dapat mengeluarkan
air mata saja ,tidak bisa menangis dengan keras (rewel) karena terjadi afasia.
Stress Psikologi tidak di evaluasi
11. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Anak umur 18 bulan belum bisa dikaji.
Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah
sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas
normal.
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila terdapat tanda kli1nis
flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat dilakukan biopal otak di daerah yang
bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang
biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.
DIAGNOSA KEPERAWATAN I.
Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun
Tujuan:
- tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:
- Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi
endogen
Intervensi
Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah
pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan
Meningkosamia .
Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.
DIAGNOSA KEPERAWATAN II
Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum
Tujuan :
Tidak terjadi trauma
Kriteria hasil :
Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain
Intervensi :
1. Berikan pengamanan pada klien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan
pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak
Tergigit.
Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.
Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
Kolaborasi.
Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.
R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
Abservasi tanda-tanda vital
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN III
Tujuan :
Tidak terjadi kontraktur
Ktiteria hasil :
Tidak terjadi kekakuan sendi
Dapat menggerakkan anggota tubuh
Intervensi
Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik ,
Terjadi kekacauan sendi.
R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau
Membantu program perawatan .
Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap
R/ Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor
Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
R/ Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke
Jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh .
Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam
R/ Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila
Ada kelainan dapat dilakukan inteR/ensi segera
Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai
Indikasi
R/ Diberi dilantin / valium , kejang / spastik hilang
DAFTAR PUSTAKA
Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya, 1998
Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1997.
Rahman M, Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium, Kelompok Minat Penulisan Ilmiah
Kedokteran Salemba, Jakarta, 1986.
Sacharian, Rosa M, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2 Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta ,1993.
Sutjinigsih (1995), Tumbuh kembang Anak, Penerbit EGC, Jakarta.
ASKEP HIRSCHPRUNG
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Hirschprung adalah kelainan bawaan berupa obstruksi usus akibat dari tidak adanya sel-sel
ganglion parasimpatik pada dinding saluran intestinal lapisan submukosa, dan biasa terjadi
Hirschprung merupakan suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus yang dimulai dari
sfingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang bervariasi dan termasuk anus sampai
rektum. Juga dikatakan sebagai kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion
Hirschprung adalah tidak adanya sel-sel ganglion dalam rektum dan sebagian rektosigmoid
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit hirschprung disebut juga
congenital aganglionosis atau megacolon (aganglionic megacolon) yaitu tidak adanya sel-sel
tidak sempurna pada bagian usus yang aganglionik mengakibatkan peristaltik abnormal,
sehingga terjadi konstipasi dan obstruksi. Tidak adanya ganglion disebabkan kegagalan
dalam migrasi sel ganglion selama perkembagan embriologi. Karena sel ganglion tersebut
bermigrasi pada bagian kaudal saluran gastroinstestinal (rectum), kondisi ini akan
memperluas hingga proksimal dari anus. Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus
berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Penyempitan pada
lumen usus, tinja dan gas akan terkumpul dibagian proksimal dan terjadi obstruksi dan
pembedahan pada penyakit hirschprung ini seperti adanya struktur ani, adanya perforasi,
C. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan penyakit hirschprung terdiri dari penatalaksanaan medis
Hanya dengan operasi bila belum dapat dilakukan operasi biasanya (merupakan tindakan
sementara) dipasang pipa rektum dengan atau tanpa dilakukan pembilasan dengan air garam
fisiologis secara teratur. Penjelasan kepada orang tua tentang penyakit anaknya, tindakan
Pembedahan diawali dengan membuat colostomy loop atau double barrel dimana diharapkan
tonus dan ukuran usus yang dilatasi atau hipertropi dapat kembali menjadi normal dalam
endorektum. Terdapat tiga cara penanganan bayi dengan penyakit hirschprung bergantung
b. Enterostomi pengalihan yang kemudian diikuti oleh operasi pull through.
c. Pengangkatan impaksi, enema rutin dan operasi pull through (untuk bayi berusia lebih dari
Terdapat tiga jenis intervensi pembedahan pull through endorektum untuk terapi definitf bagi
Adalah diseksi mukosa rektum dari selubung ototnya. Kolon ganglionik ditarik melalui
selubung dan diamputasi setinggi anus. Otot sfingter interna dipertahankan agar tidak terjadi
inkontinensia.
posterior diatas anus. Dinding interior kolon ganglionik yang tersisa dan dinding posterior
kolon aganglionik dapat diangkat denga menggunakan stapling otomatis atau jahitan. Hal ini
biasanya dilakukan untuk menghindari penimbunan tinja direktum aganglionik yang tersisa.
Apabila prosedur duhamel dilakukan pada bayi berusia kurang dari 2 bulan, maka dinding
anterior kolon ganglionik dan dinding pasterior rektum aganglionik tidak diseksi sampai pada
Masalah utama adalah terjadinya gangguan defekasi (obstipasi). Perawatan yang dilakukan
adalah melakukan spuling dengan air garam fisiologis hangat setiap hari (bila ada persetujuan
dokter) dan mempertahankan kesehatan pasien dengan memberi makanan yang cukup bergizi
dan Dampak Hospitalisasi Pada Anak Usia 4,5 tahun. (Yupi. S, 2004)
1. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada individu, yaitu secara bertahap
anak akan semakin bertambah berat dan tinggi. Peningkatan ukuran tubuh dapat diukur
dengan meter atau sentimeter untuk tinggi badan dan kilogram atau gram untuk berat badan.
Untuk anak usia 4,5 tahun kenaikan berat badan kurang lebih 2 kg/tahun, dan tinggi badan 6-
8 cm/tahun.
2. Perkembangan
Perkembangan adalah suatu proses yang terjadi secara simultan dengan pertumbuhan yang
menghasilkan kualitas individu untuk berfungsi, yang dihasilkan melalui proses pematangan
Pada anak pra sekolah kemampuan interaksi sosial lebih luas dan perkembangan konsep diri
telah dimulai. Pada usia ini perkembangan fisik lebih lambat dan relatif menetap. Sistem
tubuh harusnya sudah matang dan sudah terlatih dengan toileting. Keterampilan motorik,
seperti berjalan, berlari, melompat, menjadi semakin luwes, tetapi otot dan tulang belum
begitu sempurna.
Anak pra sekolah mengalami pertumbuhan sedikit lambat. Kebutuhan kalorinya adalah 85
kkal per Kg BB. Beberapa karakteristik yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi
yang perlu diperhatikan pada anak pra sekolah adalah nafsu makan berkurang, anak lebih
tertarik pada aktivitas bermain dengan teman atau lingkungannya daripada makan, anak
4. Bermain
sekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih matang daripada pada
anak usia todller. Anak sudah lebih aktif, kreatif, kreatif dan imajinatif. Demikian juga
kemampuan berbicara dan berhubungan sosial dengan temannya semakin meningkat. Oleh
karena itu, jenis permainan yang sesuai adalah associative play, dramatic play dan skill play.
Permainan yang menggunakan kemampuan motorik (skill play) banyak dipilih anak usia pra
sekolah.
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat,
mengharuskan anak untuk tinggal dirumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai
pemulangannya ke rumah.
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang
dirasakannya aman, penuh kasih sayang dan menyenangkan yaitu lingkungan rumah,
permainan dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukan anak usia
pra sekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara
perlahan dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Perawatan di rumah sakit juga
aktivitas dan sering kali dipersepsikan sebagai hukuman. Hal ini menimbulkan reaksi agresif
dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak
mau bekerja sama dengan perawat dan ketergantungan pada orang tua.
E. Pengkajian
Pengkajian pasca bedah menurut Cecily L Betz dan Linda A. Sowden, (1997).
1. Kaji status pasca bedah anak (ttv, bising usus, distensi abdomen).
3. Kaji adanya komplikasi, seperti enterokolitis, striktura ani, inkontinesia, dan gawat nafas.
4. Kaji adanya tanda-tanda infeksi. (peningkatan suhu, peningkatan leukosit, merah,
6. Kaji kemampuan atau koping keluarga terhadap pengalamannya dirumah sakit.
7. Kaji orang tua dalam menatalaksanakan pengobatan dan perawatan yang berkelanjutan.
Diagnosa keperawatan pada klien post operasi pull through hirschprung menurut Cecily L
Betz (1997) dan Susan Martin Tucker (1998) adalah sebagai berikut :
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungn dengan drainase gastrik, status puasa
4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan diet
5. Perubahan eliminasi usus : diare berhubungan dengan kurangnya kontrol sfingter dan/
6. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan dan perkiraan
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan dirumah
G. Perencanaan
Kriteria evaluasi : bebas dari rasa nyeri atau nyeri minimal sebelum pulang.
Intervensi :
a. Kaji gejala nyeri
b. Adakan tindakan pemberian rasa nyaman yang lain dan pertahankan posisi yang nyaman.
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan drainase gastrik, status
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
c. Jamin kepatenan selang nasogastrik dengan mengirigasi setiap 2 jam sesuai pesanan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan
Kriteria evaluasi : klien mentoleransi diet yang sesuai dengan usianya sebelum pulang.
Intervensi :
d. Mulai dengan diet cair jernih, tingkatkan diet untuk usianya sesuai pesanan dan toleransi
5. Perubahan eliminasi usus : diare yang berhubungan dengan kurangnya kontrol
Kriteria evaluasi : klien mengembangkan pola defekasi normal dibuktikan dengan
Intervensi :
a. Observasi frekuensi, konsisten, warna dan volume feses.
b. Antisipasi bahwa anak dapat mengalami defekasi 5-15 kali per hari.
e. Antisipasi dan ajarkan orang tua bahwa anak mengalami kelambanan dalam toilet training.
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
d. Bersihkan dengan perlahan daerah anal dengan sabun dan air setiap selesai defekasi.
e. Gunakan minyak pelindung pada daerah anal dan perineal tiap 2 jam.
Kriteria evalausi : orang tua dan / atau orang terdekat mendemonstrasikan pemahaman
a. Jelaskan diet yang sesuai dengan yang harus dibatasi jika ada.
d. Biarkan orang tua mendemonstrasikan perawatan area anal/perineal dan strategi
pemberian makanan.
f. Diskusikan tersedianya pelayanan keomunikasi kesehatan untuk dukungan dan evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta : EGC
Hidayat, A. Azis Alimul . (2006) . Pengantar Ilmu Anak buku 2. Editor Dr Dripa Sjabana
Purwanto, Fitri (2001). Buku Pedoman Rencana Asuhan Keperawatan Bedah Anak. Jakarta :
Amarta Jakarta.
Supartini, Yupi . (2004) . Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC
Tucker, Susan Martin (1998). Patient Care Standards. Nursing Prosess, Diagnosis and