Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ENSEPALITIS
KEPERAWATAN ANAK DI RUANG KHANTIL
RSUD BANYUMAS

DI SUSUN OLEH :
RINA ARYANTI
2111040098

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021/2022
A. PENGERTIAN
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2010).
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab
tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus,
dan jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis
bias juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi
pertusis.
Ensefalitis adalah infeksi jaringan perenkim otak oleh berbagai macam
mikroorganisme. Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang
dapat mengenai selaput pembungkus otak sampai dengan medula spinalis
(Smeltzer, 2012). Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang menyebabkan infliltrasi
limfositik yang kuat pada jaringa otak dan leptomeningen menyebabkan
edema serebral, degenarasi sel ganglion otak dan kehancuran sel saraf difusi
(Anania, 2012).

B. ETIOLOGI
Berbagai macam mikroorganisme dapat menyebabkan ensefalitis,
misalnya bakteri protozoa, cacing, jamur, spiroxhaeta dan virus. Penyebab
terpenting dan paling sering adalah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus

langsung ke otak atau reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau
vaksinasi terdahulu.
Macam-macam ensefalitis virus menurut Robin :
a. Infeksi virus yang bersifat epidemic
b. Infeksi virus yang bersifat sporadic
c. Ensefalitis pasca infeksio, pasca morbili, dan pasca varisela.
C. MANIFESTASI KLINIK
Adapun gejala-gejala yang mungkin timbul pada masalah ensefalitis
adalah :
a. Panas badan meningkat.
b. Sakit kepala.
c. Muntah-muntah lethargi.
d. Kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.

e. Gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.


f. Gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang.

D. PATOFISIOLOGI
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas dan saluran cerna,
setelah masuk kedalam tubuh, virus akan menyebar keseluruh tubuh dengan
secara lokal: aliran virus terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau
organ tertentu, penyebaran hematogen primer : virus masuk kedalam darah,
kemudian menyebar keorgan dan berkembang biak diorgan tersebut dan
menyebar melalui saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput lendir
dan menyebar melalui sistem persarafan.
Setelah terjadi penyebaran keotak, timbul manifestasi klinis ensefalitis,
Masa Prodromal berlangsung selama 1 – 4 hari ditandai dengan demam, sakit
kepala, sulit mengunyah, suhu badan naik, muntah, kejang hingga penurunan
kesadaran, paralisis, dan afasia.
E. PATHWAYS

F. PENATALAKSANAAN
Penderita baru dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap
sampai menghilangnya gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan
adalah mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap
terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan
cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah (Arif, 2010). Tata
laksana yang dikerjakan sebagai berikut :
a. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis
biasanya berat. Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika
kejang sering terjadi, perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV,
dalam bentuk infus selama 3 menit.
b. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 -
1/4 S (tergantung umur) dan pemberian oksigen.
c. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan
oleh anoksia serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v
dibagi dalam 3 dosis.
d. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol
diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit.
Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga dengan Gliserol,
melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua
bagian sari jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6
jam untuk waktu lama.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Biakan
b. Pemeriksaan serologis
c. Pemeriksaan darah
d. Punksi lumbal
e. EEG
f. CT scan
H. KOMPLIKASI
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
a. Retardasi mental
b. Iritabel
c. Gangguan motorik
d. Epilepsi
e. Emosi tidak stabil
f. Sulit tidur
g. Halusinasi
h. Enuresis
i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.

b. Keluhan utama
Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.
c. Riwayat penyakit sekarang
Mula-mula anak rewel , gelisah , muntah-muntah , panas badan
meningkat kurang lebih 1-4 hari, sakit kepala.
d. Riwayat penyakit dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari,
pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,
telinga dan tenggorokan.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus
contoh: Herpes dll. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus,
Streptococcus, E, Coli, dll.
f. Imunisasi
Kapan terakhir diberi imunisasi DTP
g. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
1) Kebiasaan
Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur , kebiasaan
buang air besar di WC, lingkungan penduduk yang berdesakan
(daerah kumuh)
2) Status Ekonomi
Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.

3) Pola Nutrisi dan Metabolisme


Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang
semPemenuhan Nutrisi
4) Pola Eliminasi
Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada pasien
Ensefalitis karena pasien tidak dapat melakukan mobilisasi
maka dapat terjadi obstipasi.
5) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis
biasanya tidak dapat dievaluasi karena pasien sering mengalami
apatis sampai koma.
6) Pola Aktivitas
a) Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena
bx Ensefalitis dengan gizi buruk mengalami kelemahan.
b) Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka
latihan gerak dilakukan latihan positif. Upaya pergerakan
sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka
dilakukan latihan pasif sesuai ROM Kekuatan otot berkurang
karena px Ensefalitisdengan gizi buruk. Kesulitan yang
dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal, mudah
terInfeksi berat, aktifitas togosit turun, Hb turun, punurunan
kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan

7) Pola Hubungan Dengan Peran


Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien
dengan Ensefalitis kurang karena kesadaran klien menurun
mulai dari apatis sampai koma.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
b. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
c. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum.
d. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis,
gelisah.
e. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan
ROM Terbatas.
f. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah.
K. INTERVENSI
1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi
turun Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran
infeksi endogen
Intervensi:
a. Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik
petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol
penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu
yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
b. Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi
perkembangan Meningkosamia .
c. Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas
individu.
2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan
fungsi sensorik/motorik. Mendemonstrasikan TTV stabil. Melaporkan
tak adanya/menurunkan sakit kepala.
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau
tanda vital sesuai indikasi setelah dilakukan pungsi lumbal
R/. Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya
resiko herniasi batang otak yang memerlukan tindakan medis
dengan segera.
b. Pantau/catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan
dengan keadaan normalnya, seperti GCS.
R/. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran
dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam
menentukan lokasi, penyebaran/luasnya dan perkembangan dari
kerusakan serebral
c. Pantau tanda vital, seperti tekanan darah. Catat serangan
dari/hipertensi sistolik yang terus-menerus dan tekanan nadi yang
melebar
R/. Normalnya, autoregulasi mampu mempertahankan aliran darah
serebral dengan konstan sebagai dampak adanya fluktuasi pada
tekanan darah sistemik. Kehilangan fungsi autoregulasi mungkin
mengikuti kerusakan vaskuler serebral local atau difus yang
menimbulkan peningkatan TIK. Fenomena ini dapat ditunjukkan
oleh peningkatan TD sistemik yang bersamaan dengan tekanan
darah diastolic(tekanan darah yang melebar)
d. Anjurkan keluarga untuk berbicara dengan pasien jika diperlukan
R/. Mendengarkan suara yang menyenangkan dari orang
terdekat/keluarga tampaknya menimbulkan pengaruh trelaksasi
pada beberapa pasien dan mungkin akan dapat menurunkan TIK.
Berikan obat sesuai indikasi, seperti : steroid : deksametason,
metilprednison(medrol)
R/. Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi
pembentukan edema serebral, dapat juga menurunkan risiko
terjadinya”fenomena rebound” ketika menggunakan manitol.
3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum
Tujuan : Tidak terjadi trauma
Kriteria hasil : Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain

Intervensi :
a. Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi
bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan
pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah
tidak tergigit. Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat
mulut relaksasi.
b. Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
c. Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.
R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
d. Observasi tanda-tanda vital
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan
lanjutan.
4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis,
gelisah.
Tujuan: Melaporkan nyeri hilang/terkontrol ditandai dengan :
menunjukkan postur rileks dan mampu istirahat/tidur dengan tepat
Intervensi :
a. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai
dengan indikasi
R/. Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas
pada cahaya dan meningkatkan istirahat/rileksasi
b. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata
R/. Meningkat kan vasokonstriksi, menumpulkan resepsi sensorik
yang selanjutnya akan menurunkan nyeri
c. Tingkat tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang
penting
R/. Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
d. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman sperti kepala agak
tinggi sedikit pada meningitis
R/. Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih
lanjut
e. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase
otot daerah leher dan bahu.
R/. Dapat membatu merelaksasikan ketegangan otot yang
meningkatkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.
f. Berikan analgetik seperti asetaminofen, kodein
R/. Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat,
catatan : narkotik mungkin merupakan kotra indikasi sehingga
menimbulkan ketidakakuratan dalam pemeriksaaan neurologis
5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan
ROM terbatas.
Tujuan : mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional
optimal yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya kontraktur, footdrop.
Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi
umum. Mempertahankan integritas kulit, fungsi kandung kemih dan usus.
Intervensi :
a. Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala
ketergantungan (0-4)
R/. Pasien mampu mandiri (nilai 0), atau memerlukan bantuan
peralatan yang minimal (nilai 1); memerlukan bantuan sedang/
dengan pengawasan/diajarkan (nilai 2); memerlukan bantuan/
peralatan yang terus-menerus dan alat khusus (nilai 3); tergantung
secara total pada pemberi asuhan (nilai 4).
b. Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan
karena tekanan. Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit
perubahan posisi antara waktu perubahan posisi tersebut.
R/. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran
terhadap berat badan dan meningkatkan sirkulasi pada seluruh
bagian tubuh. Jika ada paralysis atau keterbatasan kognitif, pasien
harus diubah posisinya secara teratur dan posisi dari daerah yang
sakit hanya dalam jangka waktu yang sangat terbatas.
c. Berikan/Bantu untuk melakukan rentang gerak
R/. Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal
ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis.

d. Berikan matras udara/air, terapi kinetic sesuai dengan kebutuhan.


R/. Menyeinbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi, dan
membantu meningkatkan arus balik vena untuk menurunkan risiko
terjadinya trauma jaringan.
6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah.
Tujuan : klien akan menunjukkan pemenuhan nutrisi adekuat dengan
Kriteria : BB dalam batas normal, nafsu makan baik/meningkat, tidak
ditemukan defisiensi nutrisi
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, makanan yang disukai’
R/. Mengidentifikasi defisiensi serta pemberian intervensI
b. Kaji antropometri setiap hari
R/. Perubahan antropometri mengindikasikan perubahan status
nutrisi
c. Berikan intake makanan TKTP, mineral atau vitamin
R/. Diet TKTP mineral dan vitamin dapat memenuhi kebutuhan
gizi bagi klien
d. Tingkatkan frekuensi makan. Berikan diet halus, rendah serat.
Hindari makan pedas/terlalu asam
R/. Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang
dapat ditoleransi klien

e. Berikan anti jamur/pencuci mulut, anestetik jika diperlukan


R/. Stomatitis biasanya ada pada PEM, untuk meningkatkan
penyembuhan jaringan mulut dan memudahkan masukan diet
f. Berikan suplemen nutrisi, misalnya ensure bila diindikasikan
R/. Meningkatkan masukan protein dan kalori
DAFTAR PUSTAKA

Arif mansjoer suprohaita,penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia,kapita


selekta kedokteran,edisi 2 jilid 3,jakarta,2000.
Arif, Mansur. (2010). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius
Rahman M, Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium,
Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba, Jakarta, 2010.
Robins, Dasar-dasar Patologi Penyakit, EBC, 2009
Sacharian, Rosa M, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2 Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta ,2013.
Anania, et all. 2012. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit.Jakarta: Indeks.

Anda mungkin juga menyukai