ENSEFALITIS
DI SUSUN OLEH :
(SN 14020)
SURAKARTA
2014
LAPORAN PENDAHULUAN ENSEFALITIS
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definis
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang non purulen penyebab
lain dari ensefalitis adalah virus kemudian, herepes simplek, arbo virus dan
jarang disebabkan oleh entero virus, gondongan dan adeno virus. Ensefalitis
bisa juga terjadi pada pasca infeksi campak, influenza, varisella, dan pasca
dapat disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Ensefalitis karena
masuk kesusunan saraf pusat melalui sistem peredaran darah. ( Tarwoto, dkk,
2007: 110 )
Ensefalitis adalah suatu peradangan pada jaringan otak dan batang otak
dan sering disertai oleh gejala infeksi yang sistematis yang diperoleh dari
Gorzeman, 2002: 32 ).
2. Etiologi
a. Arbovirus
c. Herpes Simpleks
di Amerika Utara
d. Amuba
keduanya ditemukan di air dan dapat masuk melalui mukosa mulut saat
berenang.
e. Rabies
Penyakit rabies akibat gigitan binatang yang terkena rabies setelah masa
f. Jamur
(Tarwoto, 2007)
3. Manifetasi Klinik
a. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia
b. Kesadaran dengan cepat menurun
c. Muntah
d. Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja
(kejang-kejang di muka)
e. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau
bersama-sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya
f. Perubahan perilaku
g. Gelisah
Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan
kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma,
aphasia, hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda Babinski,
gerakan involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
4. Komplikasi
a. Akut :
1) Edema otak.
2) SIADH.
3) Status konvulsi.
b. Kronik :
1) Cerebral palsy.
2) Epilepsy.
3) Gangguan visus dan pendengaran.
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran npas, dan saluran
cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh
tubuh dengan beberapa cara :
Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau
organ tertentu.
Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah, kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di perukaan
selaput lender dan menyebar melalui system persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis.
Masa prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit
kepala, pusing, muntah nyeri tenggorokan, malais, nyeri ekstremitas, dan
pucat. Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit kepala, muntah-muntah,
letargi, kadang disertai kakukuduk apabila infeksi mengenai meningen.
Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat
disertai gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala
lain berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan kesaadaran,
kejang. Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afassia,
hemiparesis, hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf otak (Anania, 2008).
Pathways
Mengenai CNS
ENSEPHALITIS
Aktifitan virus
Kerja PGE 2
hipotalamus
Instabil BB
anoreksia
menurun sepsis
termoregulasi
Nutrisi
kurang
Suhu Mengikuti dari
Disfungsi
tubuh aliran kebutuha
hipotalam
darah n tubuh
us
Penyebar sistemik Gangguan
Anoreksi an infeksi Mual cairan dan
sistemik muntah hipermata elektrolit
bolik
Resti
injuri
sumber : Anania 2008. Memahami Berbagai Macam Penyakit dan patofisiologi
penyakit dalam).
6. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)
1. Isolasi Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan
sebagai tindakan pencegahan.
2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin dianjurkan oleh
dokter :
a) Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
b) Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
c) Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir
secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV
encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30
mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah
kekambuhan
d) Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi.
3. Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak
a) Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan; jenis dan jumlah cairan
yang diberikan tergantung keadaan anak.
b) Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa
giving set untuk menghilangkan edema otak.
Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak.
4. Mengontrol kejang Obat antikonvulsif diberikan segera untuk
memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
a) Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
b) Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang
sama
c) Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium
drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
5. Mempertahankan ventilasi Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai
kebutuhan (2-3l/menit).
6. Penatalaksanaan shock septic
7. Mengontrol perubahan suhu lingkungan
8. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh
yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher,
ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai
hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4
mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali
pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau
parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat
1) Identitas
Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.
2) Keluhan utama
Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.
3) Riwayat penyakit sekarang
Mula-mula anak rewel, gelisah, muntah-muntah ,panas badan
meningkat kurang lebih 1-4 hari , sakit kepala.
4) Riwayat penyakit dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk, pilek kurang lebih 1-4 hari,
pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada
hidung,telinga dan tenggorokan.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus
contoh : Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus
Aureus,Streptococcus, E Coli, dll.
6) Imunisasi
Kapan terakhir diberi imunisasi DTP
Karena ensefalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis.
b. Pola gordon
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
a) Kebiasaan
sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur ,kebiasaan
buang air besar di WC,lingkungan penduduk yang berdesakan
(daerah kumuh)
b) Status Ekonomi
Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.
3. Pola Eliminasi
a) Kebiasaan Defekasi sehari-hari
Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak dapat
melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.
b) Kebiasaan Miksi sehari-hari
Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan miksi normal frekuensi
normal. Jika kebutuhan cairan terpenuhi. Jika terjadi gangguan
kebutuhan cairan maka produksi irine akan menurun dan konsentrasi
urine pekat.
4. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak
dapat dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.
5. Pola Aktivitas
a) Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx
Ensefalitis dengan gizi buruk mengalami kelemahan.
b) Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan
gerak dilakukan latihan positif.
Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk
maka dilakukan latihan pasif sesuai ROM Kekuatan otot berkurang
karena px Ensefalitisdengan gizi buruk . Kesulitan yang dihadapi
bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal ,mudah terkena infeksi
ane berat,aktifitas togosit turun ,Hb turun ,punurunan kadar
albumin serum, gangguan pertumbuhan.
6. Pola Hubungan Dengan Peran
Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan
Ensefalitis kurang karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis
sampai koma.
7. Pola Persepsi dan pola diri
Pada klien Ensenfalitis umur > 4 ,pada persepsi dan konsep diri
Yang meliputi Body Image ,seef Esteem ,identitas deffusion deper
somalisasi belum bisa menunjukkan perubahan.
8. Pola Reproduksi Seksual
Bila anak laki-laki apakah testis sudah turun ,fimosis tidak ada.
9. Pola penanggulangan Stress
Pada pasien Ensefalitis karena terjadi gangguan kesadaran : Stress
fisiologi biasanya anak hanya dapat mengeluarkan air mata saja,
tidak bisa menangis dengan keras (rewel) karena terjadi afasia.
10. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Anak umur 3-4 tahun belumbisa dikaji
c. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anmnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6)
dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah
dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik
dumulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV) pada klien ensefalitis
biasanya didapatkan peningkatn suhu tubuh lebih dari normal 39-49°C.
Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari selaput
otak yang sudah menggangu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan
denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK.
Apabila disertai peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan
dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada
system pernapasan sebelum mengalami ensefalitis. TD biasanya normal
atau meningkat berhubungan dengan tanda-tanda peningkata TIK.
1) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan
yang sering didapatkan pada klien ensefalitis yang sering disertai
adanya gangguan pada system pernapasan. Palpasi biasanya taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan
sperti ronkhi pada klien ddengan ensefalitis berhubungan akuulasi
sekreet dari penurunan kesadaran.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien ensefalitis.
3) B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya.
4) Tingkat Kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien
sudah mengalami koma maka penilaia GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memaantau
pemberian asuhan keperawatan..
5) Pemeriksaan Saraf Kranial
Saraf I. Fungsi penciuman biasanya tidak ada klainan pada klien
ensefalitis Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutma pada ensefalitis
supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan
terjadinya peningkatan TIK. Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi
dan reaksi pupil pada klien ensefalitis yang tidak disertai penurunan
kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut ensefalitis yang
telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan
reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alas an yang tidak diketahui,
klien ensefalitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang
berlebihan terhadap cahaya. Saraf V. Pada klien ensefalitis didapatkan
paralisis pada otot sehingga mengganggu proses mengunyah.Saraf
VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena
adanya paralisis unilateral. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli
kondungtif dan tuli persepsi Saraf IX dan X. Kemampuan menelan
kurang baik sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral. Saraf
XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya
usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk. Saraf
XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecap normal. Sistem Motorik Kekuatan otot
menurun, kntrol keseimbangan dan koordinasi pada ensefalitis tahap
lanjut mengalami perubahan. Pemeriksaan Refleks Pemeriksaan
reflex dala, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum
derajat reflex pada respons normal. Reflex patologis akan didapatkan
pada klien ensefalitis dengan tingkat kesadaran koma. Gerakan
Involunter Tidak ditemukan adanya teremor, Tic, dan distonia. Pada
keaddaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama
pada anak ddengan ensefalitis disertai peningkatan suhu tubuh yang
tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan
ensefalitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang
peka.
6) Sistem Sensorik
Pemeriksaan sonsorik pada ensefalitis biasanya didapatkan perasaan
raba normal, perasaan nyeri normal, perasaan suhu normal, tidak ada
perasaan abnormal di eprmukaan tubuh, perasaan diskriminatif normal.
7) Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran
menurunkan mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu orang lain.
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Lumbal pungsi (pemeriksaan CSS)
- Cairan warna jernih d. Glukosa normal
- Leukosit meningkat e. Tekanan Intra Kranial meningkat
- Protein agak meningkat
- Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urin
2) CT Scan/ MRI
Membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran/ letak ventrikel, hematom,
daerah cerebral, hemoragic, atau tumor
3) EEG
- Terlihat aktivitas listrik (gelombang) yang menurun, sosial dengan
tingkat kesadaran yang menurun
- Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difu (aktivitas lambat
bilateral)
2. Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
2. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual muntah.
3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum
4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis,
gelisah.
3. Perencanaan keperawatan
Perlindungan terhadap
infeksi :
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi
2. Pertahankan tehnik
aseptik pada pasien
beresiko
3. Berikan perawatan
kulit pada pasien yang
mangalami edema
4. Pertahankan intake
cairan yang adekuat
5. Pertahankan tehnik
isolasi
6. Rawat luka
7. Tingkatkan intake
nutrisi
8. Pantau hasil
laboratorium ( Hb,
leukosit,albumin,
protein serum )
9. Monitor vital sign
2. Nutrition Monitoring
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat.
2. Cek intruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis dan frekuensi
3. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
4. Monitor tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian anlgetika
pertama kali.
5. Berikan analgetika
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
6. Evaluasi aktifitas
analgetika, tanda dan
gejala efek samping.
4.Evaluasi keperawatan
Anania, et all. 2008. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit dan patofisiologi
penyakit dalam . Jakarta: Indeks.
Meidean, JM. 2013. “Nursing Outcomes Classification (NOC)”. United States of America:
Mosby.
Mc Closkey dan Bulechek 2013. “Nursing interventions classification (NIC)”. United States
of America: Mosby.