Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ENCEPHALITIS

A. DEFINISI ENSEFALITIS

Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa,
jamur, ricketsia, atau virus (Soemarmo,2010).
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus
atau mikroorganisme lain yang non purulen. Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus,
kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovirus, gondongan, dan
adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pada pasca infeksi campak, influenza, varisella, dan
pascavaksinasi Pertusis (Muttaqin, 2008).
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau
mikro organisme lain yang non purulent (Nurarif dan Kusuma, 2015)
Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis,
kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini disebabkan
oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan
peradangan dari otak.

B. ETIOLOGI
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), Encephalitis disebabkan oleh:
1. Mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Macam-macam
Encephalitis virus menurut Robin :
a. Infeksi virus yang bersifat epidermik :
1) Golongan enterovirus = Poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO.
2) Golongan virus ARBO = Western equire encephalitis, St. louis encephalitis, Eastern
equire encephalitis, Japanese B. encephalitis, Murray valley encephalitis.
b. Infeksi virus yang bersifat sporadic : rabies, herpes simplek, herpes zoster, limfogranuloma,
mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus
tetapi belum jelas.
c. Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca vaksinia,
pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus
respiratorius yang tidak spesifik.
2. Reaksin toxin seperti pada thypoid fever, campak, chicken pox.
3. Keracunan : arsenik, CO.
C. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum, gejala berupa trias ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang, dan kesadaran
menurun. Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit kepala, muntah letargi, kadang disertai kaku
kuduk jika mengenai meningen (Muttaqin, 2008)
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), adapun manifestasi echephalitis yaitu:
1. Demam
2. Sakit kepala dan biasanya pada bayi ada jeritan.
3. Pusing
4. Muntah
5. Nyeri tenggorokan dan ekstremitas
6. Malaise
7. Pucat
8. Halusinasi
9. Kejang
10. Gelisah
11. Gangguan kesadaran

Menurut Herdman, 2012 manifetasi klinis pada anak yaitu:

1. Panas badan meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah lethargy , kadang disertai
kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen
2. Anak tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan
penglihatan, pendengaran ,bicara dan kejang.

D. PATOFISIOLOGI
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas dan saluran cerna. Setelah masuk ke dalam
tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
1. Lokal: virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
2. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah, kemudian menyebar ke organ dan
berkembang biak di organ tersebut.
3. Penyebaran melalui saraf-saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan
menyebar melalui sistem persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis. Masa prodromal
berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan,
malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit kepala, muntah-
muntah, letargi, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen. Pada anak, tampak
gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan, pendengaran,
bicara, serta kejang. Gejala lain berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan kesadaran,
kejang.

E. WEB OF CAUNTION (WOC)

Menurut Riyadi (2010) menyebutkan penyebab terjadinya ensefalitis yaitu:

1. Berupa bakteri (LDH serum meningkat)


2. Virus
3. Jamur

Virus, bakteri, jamur,


Merangsang system Masuk kedalam tubuh
protozoa
pertahanan tubuh

Memicu reaksi antigen Risiko ketidakefektifan


Terjadi inflamasi perfusi jaringan otak
antibodi

Kejang spastik -> resiko


cidera
Merangsang mediator Terjadi dieschefalon
kimia
Kerusakan susunan saraf
pusat
Enchefalitis
Merangsang sel saraf

Nyeri akut Pasien dirumah sakit Tik

Pelepasan zat pirogen


endogen Stress Hospitalis
Mual muntah

Instabil termoregulasi Mekanisme koping


kurang baik Intake makan
inadekuat
Hipertermi
Ketidakefektifan
koping keluarga
Bb turun
Suplai nutrisi menurun

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh Sel kurang nutrisi

kelemahan

Aktifitas pasien terganggu Hambatan mobilitas fisik

Penurunan perawatan Bergantung pada orang lain


Aktifitas spiritual
diri
terganggu

Deficit perawatan diri


Jika kurang bersih
Distresi spiritual

Resiko Infeksi
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan radiologi : a
a. CT Scan Computed Tomography pada kasus encephalitis herpes simpleks, CT-scan kepala
biasanya menunjukan adanya perubahan pada lobus temporalis atau frontalis, tapi kurang
sensitif dibandingkan MRI. Kira-kira sepertiga pasien encephalitis herpes simpleks
mempunyai gambaran CT-scan kepala yang normal.
b. MRI
MRI (magnetic resonance imaging) merupakan pemeriksaan penunjang yang paling
dianjurkan pada kasus encephalitis. Bila dibandingkan dengan CT-scan, MRI lebih sensitif
dan mampu untuk menampilkan detil yang lebih bila terdapat adanya kelainan-kelainan.
Pada kasus encephalitis herpes simpleks, MRI menunjukan adanya perubahan patologis,
yang biasanya bilateral pada lobus temporalis medial dan frontal inferior.
Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan. Biasanya berwarna jernih, jumlah
sel 50-200 dengan dominasi limfosit. Kadar protein meningkat, sedangkan glukosa masih
dalam batas normal. Pada fase awal penyakit encephalitis viral, sel- sel di LCS sering
kalipolimorfonuklear, baru kemudian menjadi sel- sel. LCS sebaiknya dikultur untuk
mengetahui adanya infeksi virus, bakteri &jamur. Pada encephalitis herpes simpleks, pada
pemeriksaan LCS dapat ditemukan peningkatan dari sel darah merah, mengingat adanya
proses perdarahan diparenkim otak. Disamping itu dapat pula dijumpai peningkatan
konsentrasi protein yang menandakan adanya kerusakan pada jaringan otak. Pada feses
ditemukan hasil yang positif untuk entero virus. Dengan pemeriksaan pencitraan neurologis
(neuroimaging), infeksi virus dapat diketahui lebih awal dan biasanya pemeriksaan ini
secara rutin dilakukan pada pasien dengan gejala klinis neurologis
c. EEG (Electroencephalography)
Didapatkan penurunan aktivitas atau perlambatan. Procedure ini setengah jam, mengukur
gelombang aktivitas elektrik yang diproduksi oleh otak. Ini sering digunakan untuk
mendiagnosa dan mengatur penyakit kejang. Abnormal EEG menunjukkan encephalitis.
Elektroensefalografi (EEG) pada encephalitis herpes simpleks menunjukan adanya
kelainan fokal seperti spike dan gelombang lambat atau (slow wave) atau gambaran
gelombang tajam (sharp wave) sepanjang daerah lobustemporalis. EEG cukup sensitif
untuk mendeteksi pola gambaran abnormal encephalitis herpes simpleks, tapi kurang dalam
hal spesifisitas. Sensitifitas EEG kira kira 84 % tetapi spesifisitasnya hanya 32.5%
Gambaran elektroensefalografi (EEG) sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah
yang sesuai dengan kesadaran yang menurun
d. Biopsi Otak
Paling sering digunakan untuk diagnosis dari herpes simplex encephalitis bila tidak
mungkin menggunakan metodeDNA atau CT atau MRI scan. Dokter boleh mengambil
sample kecil dari jaringan otak. Sampel ini dianalysis dilaboratorium untuk melihat virus
yang ada. Dokter boleh mencoba treatment dengan antivirus medikasi sebelum biopsi otak.
e. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Warna dan jernih terdapat pleocytosis berkisaran antara 50-200 sel dengan dominasi sel
limfosit. Protein agak meningkat sedangkan glucose dalam batas normal.
f. Thorax photo
g. Pemeriksaan virus (Nurarif & Kusuma, 2015)

G. PENATALAKSANAAN
1. Isolasi bertujuan mengurangi stimulus/ rangsangan dari luar dan sebagai tindakan pencegahan
2. Terapi antibiotic sesuai hasil kultur
3. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara signifikan dapat
menurunkan mortalitis dan morbiditas HSV encephalitis acyclovir diberikan secara intravena
dengan dosis 30 mg/ kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah ke
kambuhan.
4. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan, jenis dan jumlah cairan yang diberikan
tergantung keadaan pasien.
5. Mengontrol kejang obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang obat yang
diberikan ialah valium dan atau luminal. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB/kali. Bila 15 menit belum teratasi/ kejang lagi bisa di ulang dengan dosis yang sama.
Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis
5 mg/kgBB/24 jam
6. Mempertahankan ventilasi; bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-3 1/menit)
7. Penatalaksanakan shock septik
8. Untuk mengatasi hiperpireksia, dapat diberikan kompres pada permulaan tubuh atau dapat juga
diberikan antipiretikum seperti asetosol atau parasetamol bila keaadan telah memungkinkan
pemberian obat peroral (Nurarif & Kusuma, 2015).

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian keperawatan meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan
pengkajian psikososial.
1. Anamnesis
Pada seseorang yang terkena ensefalitis, keluhan utama yang sering dikeluhkan oleh pasien
atau orang tua anak ketika memerlukan pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi,
kejang, dan disertai penurunan kesadaran.
2. Riwayat Penyakit Saat Ini
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetaui jenis kuman
penyebab. Di sini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajian pasien ensefalitis biasanya
didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.
Keluhan gejala awal yang muncul biasanya sakit kepala dan demam. Pada ensefalitis, sakit
kepala diakibatkan oleh ensefalitis yang berat dan sebagai akibat dari iritasi selaput otak.
Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalan penyakit. Keluhan kejang perlu
mendapat perhatian lebih untuk mendapat pengkajian yang lebih mendalam, bagaimana sifat
timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang telah
diberikan dalam upaya menurunkan kejang tersebut.
Adanya penurunan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan menigitis dan
ensefalitis akibat bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya
penyakit. Perubahan yang terjadi tergantung pada beratnya penyakit, demikian pula respon
individu terhadap proses fisiologis. Keluhan perubahan perilaku umunya terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma. Pengkajian lainnya
yang perlu ditanyakan adalah riwayat selama mejalani perawatan di RS, pernahkan menjalani
tindakan invasif yang memungkinkan masuknya kuman ke meningen dan selaput otak.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada ensefalitis, predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah kline mengalami
campak, cacar air, herpes, dan bronkopneumonia. Pengkajian mungkin didapatkan riwayat
penyakit yang disebabkan oleh virus seperti virus influenza, varicella, adenovirus, kokssakie,
ekhovirus atau parainfluenza, infeksi bakteri, parasit, cacing, fungus, riketsia. Pengkajian obat
yang sering digunakan seperti kortikosteroid, pemakaian jenis antibiotik sdan reaksi lainnya
(untuk menilai reaksi resistensi obat) dapat menambah komprehensifnya pengkajian.
4. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis pasien ensefalitis meliputi beberapa dimensi penilaian yang
memungkinkan perwat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif
dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping juga penting untuk menilai respon emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta responnya dalam kehidupan sehari-hari. Apakah ada dampak ketakutan,
cemas, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secraa noemal dan optimal, pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Karena klien harus menjalani rawat inap,
maka apakah ada dampak status ekonomi pada klien, karena biaya perawatan tidak
memerlukan biaya atau dana yang sedikit. Perawat juga harus melakuakn pengkajian terhadap
neurologis pada gaya hidup pasien. Dengan adanya penyakit apakah mempengaruhi hubungan
spiritual klien dengan sang pencipta juga perlu dikaji.
5. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV). Pada ensefalitis adalah
39-41̊C. Keadaan ini dihubungkan dengan adanya proses inflamasi atau iritasi pada meningen
yang mengganggu pusat pengaturan suhu tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan dengan
tanda-tanda TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernafasan sering berhubungan
dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada infeksi pada sistem
pernafasan sebelum mengalami meningitis dan abses otak pada ensefalitis. Tekanan darah
normal, atau kadang meningkat karena adanya TIK.
1. B1 (Breathing)
a. Inspeksi : Apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang sering didapatkan pada pasien
ensefalitis.
b. Palpasi : Pada pasien ensefalitis palpasi taktil fremitus.
c. Auskultasi : Pada pasien ensefalitis auskultasi suara nafas tambahan seperti
ronkhi berhubungan dengna akumulasi sekret dari penurunan kesadaran.
2. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler pada ensefalitis biasanya mengalami renjatan
(syok).
3. B3 (Brain)
a. Tingkat Kesadaran
Keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien dengan ensefalitis biasanya berkisar letargi,
stupor, dan semikomatosa. Pengukuran bisa menggunakan GCS.
b. Fungsi Serebri
Pada klien ensefalitis obesrvasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang ada pada klien.
c. Pemeriksaan Saraf Kranial
1) Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman pada ensefalitis.
2) Saraf II. Pada ensefalitis biasanya tes ketajaman penglihatan normal. Terdapat
papiledema.
3) Saraf III, IV, VI. Pada ensefalitis yang tidak disertai penurunan kesadaran
pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil normal. Tapi jika ada penurunan kesadaran
biasanya mengeluh fotopobia dan lebih sensitif terhadap cahaya.
4) saraf V. Pada ensefalitis ditemukan paralisis otot wajah yang mengganggu proses
mengunyah.
5) Saraf VII. Pada ensefalitis persepsi pengecapan normal. Asimetris wajah pada
ensefalitis..
6) Saraf VIII. Pada ensefalitis tidak ditemukan adanya tulikonduksi dan tuli
persepsi.
7) Saraf IX, X. Pada ensefalitis kemampuan menelan kurang baik, sehingga
mengganggu pemenuhan nutrisi secara oral.
8) Saraf XI. Tidak ada trofi otot sternokleidomastoideus dan otot trapezius. Adanya
usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi.
d. Sistem Motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada meningitis dan
ensefalitis tahap lanjut mengalami perubahan.
e. Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum
derajat refleks pada respon normal. Refleks patologis Babinsky (+)
f. Gerakan Involunter
Tidak ditemukan distonia, kedutan ataupun tremor.
g. Sistem Sensorik
Pada ensefalitis didapatkan sensari rada, nyeri, suhu normal. Tidak ada perasaan
abnormal dipermukaan tubuh. Sensasi proprioseptik dan diskriminatif normal.
Ditemukan kaku kuduk pada ensefalitis .
4. B4 (Bladder)
Pada sensefalitis ditemukan berkurangnya volume haluaran urine hal ini berhubungan
denga penurunan perfusi dan curah jantung ke ginjal.
5. B5 (Bowel)
Mual dan muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi
berkurang karena anoreksia dan kejang.
6. B6 (Bone)\
Pada ensefalitis. ditemukan adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya
lutut dan pergelangan kaki). Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam. Klien
sering mengalami penurunan kekakuan otot, dan penurunan kelemahan fisik secara umum
sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari (ADL)

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan encephalitis menurut Nurarif dan Kusuma, 2015 yaitu:
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d edema serebral yang mengubah atau
menghentikan aliran darah arteri/vena.
2. Hipertermi b.d reaksi iflamasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Nyeri akut b.d adanya proses infeki/inflamasi, toksik dalam sirkulasi
5. Resiko cedera b.d aktifitas kejang umum

J. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Resiko Circulation status Peripheral sensation
ketidakefektifan Tissue Prefusion : cerebral Management (Manajemen
perfusi jaringan otak kriteria hasil: sensasi peeifer)
b.d edema serebral - Tekanan systole dan - Monitor adanya daerah
yang mengubah atau diastole dalam rentang tertentu yang hanya peka
menghentikan aliran yang diharapkan terhadap
darah arteri/vena. - Tidak ada panas/dingin/tajam/tumpul
ortostatikhipertensi - Monitor adanya paretesa
- Komunikasi jelas - Instrusikan keluarga untuk
- Tidak ada tanda-tanda mengobservasi kulit jika
peningkatan tekanan ada isi atau laserasi
intracranial (tidak lebih - Gunakan sarung tangan
dari 15 mmHg) untuk proteksi pada
- Menunjukkan kepala,leher dan
konsentrasi dan orientasi punggung
- Pupil seimbang dan - Monitor kemampuan BAB
reaktif - Kolaborasi pemberian
- Bebas dari aktivitas analgetik
kejang - Monitor adanya
- Tidak mengalami nyeri tromboplebilitis
kepala - Diskusikan mengenai
penyebab perubahan
sensasi.
2 Hipertermi b.d reaksi Thermoregulation Fever treatment
iflamasi Kriteria hasil: - Monitor suhu sesering
- Suhu tubuh dalam mungkin
rentang normal - Monitor IWL
- Nadi dan rr dalam rentang - Monitor warna dan suhu kulit
normal - Monitor TTV
- Tidak ada perubahan - Monitor penurunan tingkat
warna kulit kesadaran
- Monitor intake dan output
- Berikan anti piretik
- Selimuti pasien
- Lakukan tapid sponge
- Kolaborasi pemberian cairan
intravena
- Kopres pasien pada lipatan
paha dan aksila
- Kolaborasi pemberian obat
untuk mengatasi demam.
3 Ketidakseimbangan 1. Nutritio nal status: Nutrition Management
nutrisi kurang dari Adequacy of nutrient - Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh 2. Nutritio nal Status : - Kolaborasi dengan ahli gizi
food and Fluid Intake untuk menentukan jumlah
3. Weight Control kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
Kriteria hasil - Yakinkan diet yang dimakan
- Adanya peningkatan mengandung tinggi serat untuk
berat badan sesuai mencegah konstipasi
dengan tujuan - Ajarkan pasien bagaimana
- Berat badan ideal sesuai membuat catatan makanan
dengan tinggi badan harian.
- Mampu - Monitor adanya penurunan BB
mengindentifikasikan dan gula darah
kebutuhan nutrisi - Monitor lingkungan selama
- Tidak ada tanda;tanda makan
malnutrisi - Jadwalkan pengobatan dan
- Menunjukan peningkatan tindakan tidak selama jam
fungsi pengecapan dari makan
menelan - Monitor turgor kulit
- Tidak terjadi penurunan - Monitor kekeringan, rambut
berat badan yang berarti kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
- Monitor mual dan muntah
- Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan

DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta:
EGC
Muttaqin Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Anda mungkin juga menyukai