Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

ENCEPHALITIS

A. PENGERTIAN
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh
virus atau mikroorganisme lain yang non purulent.
Encephalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam
mikroorganisme. Terminologi encefalopati yang dulu dipakai untuk gejala
yang sama, tanpa tanda- tanda infeksi sekarang tidak dipakai lagi.
(Abdoerrachman, dkk, 1985)

B. ETIOLOGI
Berbagai macam organisme dapat menimbulkan Encephalitis, misalnya
bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta, dan virus. Penyebab yang tersering
adalah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau
reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. Encephalitis
juga dapat diakibatkan oleh invasi langsung cairan serebrospinal selama pungsi
lumbal.
Berbagai jenis virus dapat menimbulkan Encephalitis, meskipun gejala
klinisnya sama. Sesuai dengan jenis virus serta epidemiologinya, diketahui
berbagai macam Encephalitis virus.

Klasifikasi yang diajukan oleh Robin adalah:


1. Infeksi virus yang bersifat epidemik
a. Golongan anterovirus: poliomyelitis, virus coxcaskie, virus echo.
b. Golongan virus arbo: western equire encephalitis, St. Louis
encephalitis, Eastern equire encephalitis, Russian spring summer
encephalitis, Murray valley encephalitis.
2. Infeksi virus yang bersifat sporadik: rabies, herpes simpleks, herpes zoster,
limfogranuloma, mumps, lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain
yang dianggap disebabkan oleh virus tapi belum jelas.

1
3. Encephalitis pasca- infeksi: pasca- morbili, pasca- varisela, pasca-
rubella, pasca vaksinia, pasca- mononukleosis, infeksious, dan jenis- jenis
yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
Meskipun Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus encephalitis tetapi
baru Japanese B encepalitis yang ditemukan.

C. TANDA DAN GEJALA


Gejala klinis Encephalitis tidak spesifik, tergantung dari penyebab dan
luas dari daerah yang terkena infeksi. Umumnya didapatkan suhu yang
mendadak naik, sebelum kesadaran menurun, sering mengeluh nyeri
kepala, muntah sering ditemukan, lethargi, photofobi, kadang- kadang
desertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
Anak tampak irritabel, gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.
Dapat disertai gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, dan kejang.
Kejang dapat bersifat umum atau fokal atau hanya twitching saja. Kejang
dapat berlangsung berjam- jam, gejala serebrum yang beraneka ragam
dapat timbul sendiri- sendiri atau bersama- sama, misalnya paresis atau
paralisis, afasia, dan sebagainya.
Liquor serebrospinalis sering dalam batas normal, kadang- kadang
ditemukan sedikit peninggian jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
Elektroencefalografi(EEG) sering menunjukkan aktivitas listrik yang
menurun.
Tanda dan gejala lain yang sering muncul yaitu:
o Rigiditas nukal
o Tanda kernis
o Ataksia
o Kelemahan otot
o Diplopia
o Konfusi
o Irritabilitas
o Koma

2
D. KOMPLIKASI
Encephalitis juga dapat terjadi sebagai komplikasi campak,
gondongan(mumps) atau cacar.
Komplikasi awal Encephalitis meliputi sistem jantung, pernapasan dan
neurologik biasanya mengenai batang otak.
Encephalitis dapat menyebabkan defek neurologik sisa setelah pemulihan.

E. PATOFISIOLOGI
Penyebab terbanyak adalah infeksi virus:
1. Encephalitis clearly
Akibat invasi langsung virus pada jaringan susunan saraf pusat yang
mengakibatkan kerusakan
2. Pada infeksi Encephalitis ada 2 type:
a. disebabkan reaksi antigen antibodi pada infeksi sistemik
b. disebabkan efek neurotoksik pada infeksi sistemik

3
Aliaran Darah
Penyebab
(Virus, toxin, Sistem Limfatik
racun) Peradangan
susunan saraf Peningkatan
TIK
Destruksi
jaringan syaraf
Penurunan
kesadaran

Kerusakan Kerusakan
Vaskularisasi motorik Gangguan
Aktivitas Gangguan
Darah neuron
proses pikir

Perubahan Perubahan
perfusi Gangguan kekuatan tonus
cerebral Transmisi otot, reflek
Impuls aktivitas

Kejang
Stimuli Kompresi
Hipotalamus pusat Nyeri kepala
Resiko Penekanan anterior & N. Vasomotor
injury Hipotalamus Vagus

Gangguan
rasa Nyaman
Gangguan Perubahan Gangguan
Thermo pola Nafas Sistem
Regulasi Penglihatan

Sekresi
HCl naik
Peningkatan
Suhu Tubuh

Mual muntah Diare


Peningkatan
Iskemik transmitter

Gangguan Gangguan
Pemenuhan Eliminasi
Nutrisi Perangsangan Rangsangan
Vasokonstriksi parasimpatis

Denyut
Peningkatan Nadi
tekanan darah Menurun

4
F. PENATALAKSANAAN
Pemeriksaan cairan serebrospinal
Warna jernih terdapat pleocytosis berkisar antara 50- 2000 sel.
Dimana sel limfosit merupakan sel yang dominan, protein agak
meningkat, sedangkan glukosa dalam batas normal.
Pemeriksaan EEG
Memperlihatkan proses inflamasi yang difuse Bilateral dengan aktivitas
rendah.
Pemeriksaan virus
Ditemukan virus pada CNS. Didapatkan kenaikan titer antibodi
yang spesifik terhadap virus penyebab.
Pengobatan pada encephalitis dilakukan dalam 2 cara:
1. pengobatan penyebab
Diberikan apabila jenis virus diketahui.
Herpes encephalitis: adenosine arabinose 15mg/kgBB/hari selama 5
hari.
2. pengobatan suportif
Sebagian besar pengobatan encephalitis adalah pengobatan non
spesifik yang bertujuan mempertahankan fungsi organ tubuh.

Pengobatan tersebut antara lain:


ABC ( Airway, Breathing, Circulation) harus dapat dipertahankan
sebaik- baiknya.
Pemberian makanan secara adekuat baik secara interal maupun
parenteral dengan memperhatikan jumlah kalori, protein,
keseimbangan cairan elektrolit dan vitamin.
Obat- obatan yang lain apabila diperlukan harus diberikan agar
keadaan umum penderita tidak bertambah jelek. Misal:
Hiperpireksia, diberikan:
- antipiretik paracetamol 10 mg/
kgBB/ X

5
- kompres dingin
Kejang, diberikan:
- Diazepam 0,3- 0,5mg/kgBB/X
diikuti dengan oemberian
- Fenitoin 2 mg/ kgBB/ X untuk
rumatan.
Edema otak, diberikan:
- steroid: dexametasone 0,5 mg/
kgBB/ X dilanjutkan dengan dosis
0,1 mg /kg BB/ X tiap 6 jam.
- Monitol dosis 1-2 gr/ kgBB selama
15 menit diulangi 8- 12 jam
apabila diperlukan.

Perawatan:
Mata: cegah adanya exposure keratitis dengan pemberian BWC
atau salep antibiotika.
Cegah decubitus: dengan merubah posisi penderita tiap 2 jam
Penderita dengan gangguan menelan dan akumulasi sekret lakukan
postural drainage dan aspirasi mekanis.

G. PENGKAJIAN

Gejala mungkin terjadi secara bertahap, tetapi dapat juga terjadi secara akut
a. Sakit kepala
b. Suhu tinggi
c. Ridgiditas nukal
d. Tanda kernig
e. Ataksia
f. Kelemahan otot
g. Paralisis
h. Diplopia

6
i. Konfusi
j. Iritabilitas
k. Letargi
l. Koma.

H. DIAGNOSA DAN RENCANA KEPERAWATAN

Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan proses


peradangan, peningkatan TIK
Intervensi :
Observasi tingkat kesadaran
Periksa status neurologi tiap 1-2 jam dan jika perlu sampai keadaan
stabil
Monitor tanda-tanda kenaikan TIK (peningkatan TD, peurunan nadi,
nafas tidak teratur, gelisah, perubahan pupil)
Tinggikan kepala 30o dari tempat tidur
Pertahankan agar leher dan kepala tetap lurus untuk memperbaiki
venous return
Ajari anak untuk menghindari valsava manuever(batuk, bersin)
Monitor tanda/gejala septic syok (hipotensi, peningkatan suhu,
peningkatan RR, kebingungan, disorientasi, vasokonstriksi perifer)

Resiko injury berhubungan dengan disorientasi, kejang, dan lingkungan


yang belum dikenal
Intervensi :
Observasi tingkat kesadaran
Periksa status neurologi tiap 1-2 jam dan jika perlu sampai keadaan
stabil
Pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman
Batasi jumlah pengunjung
Ajarkan latihan ROM (pasif, aktif)sesuai anjuran dan secara rutin

7
Kolaborasi pemberian anti konvulsi

Perubahan proses berfikir berhubungan dengan perubahan tingkat


kesadaran
Intervensi :
Observasi tingkat kesadaran
Periksa status neurologi tiap 1-2 jam dan jika perlu sampai keadaan
stabil
Monitor tanda-tanda kenaikan TIK
Bicaralah dengan pelan dan jelas
Pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman
Batasi jumlah pengunjung

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, fatigue, mual, dan muntah
Intervensi :
Tanyakan makanan kesukaan anak
Sediakan diet sesuai anjuran
Sajikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
Anjurkan untuk makan secara perlahan
Ijinkan keluarga untuk menyediakan makanan untuk anak
Monitor BB tiap hari
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
Anjurkan anggota keluarga menemani anak saat makan
Batasi intake cairan selama makan
Berikan perawatan mulut yang baik

Perubahan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iritasi encephalon


Intervensi :
Kaji tingkat nyeri

8
Evaluasi indikator nyeri (ekspresi wajah, menangis), lokasi, durasi,
penyebaran, intensitas, dan faktor pencetus
Lakukan tindakan untuk mendukung kenyamanan (perubahan posisi,
imajinasi, distraksi, masase, kompres dingin)
Ajarkan kepada anak untuk menghindarigerakan yang dapat
meningkatkan TIK (batuk, bersin, membungkuk, tegang)
Batasi pengunjung
Kolaborasi pemberian analgesik

9
DAFTAR PUSTAKA

Greenberg, Cindy Smith. 1998. Nursing Care Plan for Children. USA :
William and Wilkins

Harianto, Agus dkk. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/ UPF Ilmu
Kesehatan Anak. Surabaya : UNAIR

Mansjoer Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta :


Aesculapius.

Nelson. Ilmu Kesehatan Anak.

Pusat Pendididkan Tenaga Kesehatan. 1989. Perawatan Bayi dan Anak Edisi
1. Jakarta : Depkes RI

Rillitteri, Adele. 1996. Buku Saku Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak (Alih
Bahasa). Jakarta : EGC

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 2 ilmu
kesehatan anak cetakan 8 (1998). Jakarta : bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI

Suharso, Darto. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab UPF Ilmu
Kesehatan Anak. Surabaya : RSUD dr. Soetomo

10
LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG

PENGERTIAN
Kejang adalah gangguan sistem SSP lokal atau sistemik sehingga kejang
bukan merupakan suatu penyakit, kejang merupakan tanda paling penting
akan adanya suatu penyakit lain sebagai penyebab kejang.
Kejang adalah gerakan otot tubuh secara mendadak yang tidak disadari
baik dalam bentuk kronik atau tonik dengan atau tanpa disertai hilangnya
kesadaran.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
rectal diatas 38C atau suhu tubuh diatas 39C yang disebabakan oleh
proses Ekstra Kranium (diluar rongga tengkorak).

ETIOLOGI
1. Gangguan vaskuler
a.Perdarahan akibat ptechie akibat dari anoreksia dan asfiksia yang dapat
terjadi di intra cerebral atau intra ventrikuler.
b.Perdarahan akibat trauma langsung yaitu berupa perdarahan di sub
kranial atau subdural.
c.Trombosis
d.Penyakit perdarahan seperti defiasiensi vitamin K
e.Sindroma hiperviskositas
2. Gangguan metabolisme
a.Hipokalsemia
b.Hipomagnesemia
c.Hipoglkemia
d.Amino Asiduria
e.Hipo dan hipernatremia
f. Hiperbilirubinemia

11
g.Difisiensi dan ketergantungan akan piridoksin.

3. Infeksi
a.Meningitis
b.Enchepalitis
c.Toksoplasma kongenital
d.Penyakit cytomegali inclusion
4. Toksik
a.Obat konvulsion
b.Tetanus
c.Echepalopati timbal
d.Sigelosis Salmenalis
5. Kelainan kongenital
a.Paransefali
b.Hidrasefali
6. Lain- lain
a.Narcotik withdraw
b.Neoplasma
Faktor faktor yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain :
1. Demam itu sendiri atau tinggi suhu badan anak
2. Efek product toksik dari pada mikroarganisme ( kuman dan virus )
terhadap otak.
3. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit
5. Enhepalitis vital ( radang otak akibat virus ) yang ringan yang tidak
diketahui atau enchepalopati toksik sepintas.
6. Gabungan semua faktor tersebut diatas.

KLASIFIKASI
Secara umum dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Konvulsi akut ( Non rekuren)

12
Merupakan konvulsi yang sering terjadi pada neonatus. Seluruh tipe
serangan konvulsi akut pada anak anak dapat merupakan manisfestasi
sementara penyakit akut yang melibatkan otak. Umumnya kejang demam
terjadi setelah 6 bulan pertama kehidupan, namun dalam 2 3 tahun
pertama insidennya terus menerus mencapai usia 6 8 tahun dan sesudah
itu kejang itu menjadi jarang.
2. Konvulsi kronik ( Rekuren )
Dapat juga disebut epilepsi, terdapat 10 macam epilepsi :
a. Epilepsi Idiopatik
Gamabaran elektroenchepalografik terutama pada saat tidur,
memperlihatkan abnormalitas umum pada 90 % anak dengan kejang
idiopatik.
b. Epilepsi Organik
Dapat terjadi setelah kerusakan otak didapat pada masa pranatal, natal
dan posnatal . anak sering memperlihatkan cacat motorik dan retardasi
mental.
c. Epilepsi Tonik- Klonik
Kejang umum, datang spasme otot dengan fase tronik klonik.
Epilepsi ini dapat terjadi pada malam hari tanpa disadari klien.lidah
atau gigi tergigit, nyeri kepala, darah dibantal atau tempat tidur basah
oleh kemih dappat terjadi 1 2 hari.
d. Epilepsi ( Absenses )Petit Mal
Kehilangan kesadaran sementara, berputarnya bola mata ke atas,
gerakan alis mata, kepala mengangguk , anggukan kepala sedikit
gemetar pada otot otot badan dan anggota tubuh.
e. Epilepsi Psikomotorik
Berupa gerakan motorik tetapi tidak berulang dan sering
kompleks,sering didapatkan kepucatan disekitar mulut, pekikan
nyaring atau usaha minta pertolongan dan lain- lain.
f. Kejang Partial Vokal ( Epilepsi Jackson )

13
Kejang ini dimulai pada suatu kelompok yang menyebar ke tempat
lain, misalnya dari ibu jari ke jari yang lain, pergelangan tangan,
lengan, wajah dan kemudian kaku yang sama.
g. Kejang Mioklonik Infantil
Terjasdi sebelum usia 2 tahun dibagi menjadi 2 yaitu :
Jika tingkat perkemabangan tidak pernah normal terjadi pada usia 4
bulan, terdapat cacat serebelum kongenital atau sebab organik
lainnya.
Jika anak tumbuh normal sampai usia 6 bulan atau lebih, memiliki
kemampuan motorik yang baik namun dengan kemampuan bahasa
dan penyesuaian yang buruk dibanding usia kronologisnya.
h. Kejang Mioklonik dan Akinetik
Biasanya melibatkan satu kelompok otot dan dikaitkan dengan
hilangnya tonis postural tubuh secara mendadak.
i. Kejang Noktural
Mimpi buruk dan tidur berjalan ( somnambolisme ) paling sering
terjadi pada saat tidur nyensyak yaitu 1- 2 jam setelah istirahat.
j. Kejang Induksi
Dengan terapi obat saja biasanya tidak memuaskan. Setelah anak
belajar menarik perhatian dengan cara ini, maka sulit untuk mengubah
sifat ini.

GAMBARAN KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kabanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh
infeksi diluar SSP : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis,
furunkulosis. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama
sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk
tonik - klonik, tonik, klonik, vokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti
sendiri.

14
Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak
tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar
kembali tanpa adanya kelainan saraf. Menurut FKUI RSCM Jakarta
pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana yaitu
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

15
PATOFISIOLOGI

Hipokalsemia,
hipomagnesemia,
trombosis,
antikonvulsan
Terlepasnya muatan
listrik pada neuron
otak
Timbul rangsangan
listrik

Potensial listrik ditentukan oleh
membran sel
Ion Na &
K

Fase istirahat ion Ion Na melakaukan


K transpor aktif
Perubahan potensial
membran
Action
Potensial
Permeabilitas sel
meningkat
Na masuk dalam
sel
Muatan listrik dalam sel
(+)
Depolarisasi & lebih peka terhadap
Defisit rangsang
Pengetahuan Neuron transmitter
Gangguan Konsep bekerja
Diri Adanya suatu

Kehilangan kontrol Kejang Resiko tinggi
tubuh injuri
Gangguan Saraf
otonom
Spasme otot Spasme otot
telan pernafasan
Akumulasi saliva pada daerah Aspiras Jalan nafas tak
mulut i efektif
O2 menurun, CO2
naik
16
Penurunan Kerusakan sel Hipoksia Cyanosis
kesadaran otak otak
PROGNOSIS
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang
demam tergantung dari faktor :
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan syaraf sebelum anak
menderita kejang demam.
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas maka :
1. Dikemidian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar
13 % dibandingkan bila terdapat satu atau tidak sama sekali faktor
tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2-3 % saja.
2. Hemiparesis biasanya terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama
(berlangsung lebih dari 30 menit) baik bersifat umum atau fokal.
Kelumpuhan dapat terjadi pada kejang fokal yang bersifat flaksit tetapi
setelah 2 minggu timbul spasitas.

PENATALAKSANAAN
1. Memberantas kejang secepat mungkin.
Bila penderita datang dalam keadaan stsatus konfusifus, obat pilihan
utama adalah Diazepam yang diberikan secara IV, keberhasilannya dapat
menekan kejang sekitar 80-90 % dengan efek terapeutik yang sangat
cepat. Dosis obat tergantung dari berat badan yaitu :
a. BB kurang dari 10 kg : 0,5 0,75 mg/kg BB dengan minimal dalam
semprit 2,5 mg.
b. BB 10 20 kg : 0,5 mg /kg BB dengan minimal dalam semprit 7,5 mg.
c. BB diatas 20 kg : 0,5 mg /kg BB.

17
Biasanya dosis rata-rata yang terpakai 0,3 mg/kgBB tiap kali dengan
maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun dan 10 mg pada
anak yang lebih besar.
2. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya pengobatan
penunjang.
a. Semua pakaian ketat dibuka.
b. Posisi kepala miring untuk mencegah aspirasi pada lambung.
c. Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
bila perlu lakukan intubasi atau trakeostomi.
d. Penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen.
Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, TD, RR dan fungsi jantung harus
diawasi secara ketat. Cairan intravena sebaiknya diberikan dengan
monitoring untuk menilai adanya kelainan metabolik dan elektrolit. Jika
suhu meningkat sampai hiperpireksia dilakukan hibernasi dengan kompres
alkohol dan es. Obat untuk hibernasi adalah Clorpromazin 2-4 mg/kgBB
per hari dibagi dalam 3 dosis, Prometazon 4-6 mg/kgBB perhari dibagi
dalam 3 dosis secara suntikan. Untuk mencegah edema otak diberikan
kortikosteroid dan glukokortikoid.
3. Pengobatan rumatan.
Dibagi 2 bagian :
a. Profilaksis Intermiten
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari dengan
memberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretik.
b. Profilaksis jangka panjang.
Gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis yang terapeutik yang
stabil dan cukup didalam darah penderita untuk mencegah terulangnya
kejang dikemudian hari.
4. Mencari dan mengobati penyebab.
Pasien yang datang dengan kejang demam sebaiknya dilakukan
pemeriksaan intensif seperti :

18
a. Pungsi lumbal.
b. Darah lengkap.
c. Gula darah.
d. Elektrolit (Kalium,Magnesium, Natrium)
e. Faal hati
f. Foto tengkorak.
g. EEG
h. Enchepalografi

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada anak yang mengalami kejang :
1. Riwayat kesehatan bayi atau anak.
Riwayat kelahiran atau dimasa neonatus, penyakit kronis, neoplasma,
immunosupresi, infeksi telinga dalam ataum infeksi ekstra kranial (OMA),
meningitis atau enchepalitis, tumor otak yang merupakan penyebab
terjadinya kejang sehingga sangat perlu dilakukan anamnese.
1. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan
neurologik, peningkatan TTV, yang biasanya terjadi pada anak yang
mengalami kejang. Kejang terutama terjadi pada anak golongan umur 6
bulan 4 tahun. Pemeriksaan fisik dipengaruhi oleh usia anak dan
organime penyebab, perubahan tingkat kesadaran, irritable, kejang tonik-
klonik, tonik, klonik, takikardi, perubahan pola nafas, muntah dan hasil
pungsi lumbal yang abnormal.
2. Psikososial atau faktor perkembangan.
Umur, tingkat perkembangan, kebiasaan (apakah anak merasa nyaman,
waktu tidur teratur, benda yang difavoritkan), mekanisme koping,
pengalaman dengan penyakit sebelumnya.
3. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.

19
4. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak
menderita kejang demam
5. Lama berlangsungnya kejang.
6. Frekuensi terjadinya kejang dalam 1 tahun.
7. Adanya anggota keluarga yang pernah menderita kejang sebelumnya.
Pengkajian Neurologik
1. Tanda Tanda Vital
Suhu, tekanan darah, denyut jantung, TD, Denyut nadi.
2. Hasil pemeriksaan kepala
a. Fontal : menonjol, rata, dan cekung.
b. Lingkar kepala ( di bawah umur 2 tahun )
c. Bentuk umum.
3. Reksi pupil
a. Ukuran
b. Reaksi terhadap cahaya
c. Kesamaan respons
4. Tingkat kesadaran
a. Kewaspadaan (respon terhadap panggilan dan perintah )
b. Iritabilitas
c. Letargi dan rasa mengantuk
d. Orientasi terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
5. Afek
Alam perasaan, labilitas.
6. Aktivitas kejang
Jenis dan lamanya.
7. Fungsi sensoris
a. Reaksi terhadap nyeri
b. Reaksi terhadap suhu
8. Refleks
a. Refleks tendo superfisial dan dalam
b. Adanya refleks patologik ( misalnya : Babinski )
9. Kemampuan intelektual

20
a. Kemampuan menulis dan menggambar
b. Kemampuan membaca

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terjadi injury berhubungan dengan aktivitas kejang,
serangan mendadak dari perubahan aliran darah ke otak.
2. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan spasme otot
pernapasan, aspirasi.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pengalaman,
kurangnya informasi perawatan rumah.
4. Gangguan konsep diri ( gambaran diri / harga diri ) berhubungan dengan
kehilangan kontrol dari tubuh, reaksi lingkungan terhadap anak.

B. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terjadi njury berhubungan dengan aktivitas kejang,
serangan mendadak dari perubahan aliran darah ke otak.
Intervensi :
a.Pre Konvulsif
Mengidentifikasi faktor resiko pre konvulsif untuk penyakit
kejang
Singkirkan benda benda yang ada di sekitar anak yang dapat
melukainya.
Monitor cardiopulmonal secara terus menerus
Kaji kadar gula darah
Sediakan dan dekatkan peralatan suction
Sediakan O2 sesuai dengan indikasi
b.Konvulsif
Baringkan anak ditempat yang rata.
Catat waktu, durasi, bagian tubuh yang terlibat dan frekuensi
kejang.
Atur pemberian pengobatan ( contoh Diazepam )

21
Pertahankan jalan nafas ( Airway )
Pastikan klien dalam keadaan aman.
c.Post Konvulsi
Monitor TTV dan kesadaran klien
Pertahankan jalan nafas efektif.
Setelah anak bangun dan sadar berikan minum hangat, cairan
untuk rehidrasi.
Sediakan oral hygiene.
Apabila kejang terlalu lama atau terjadi kejang berulang, segera
bawa anak ke RS untuk menghindari gejala sisa.
2. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan spasme otot
pernapasan, aspirasi.
Intervensi :
a.Baringkan pasien dengan sikap extensi / miringkan kepala klien untuk
mencegah aspirasi.
b.Berikan O2 ( 1- 2 liter / menit ) bila berat, berikan hingga 4 liter.
c.Pada saat kejang berikan sudip lidah untuk mencegah supaya lidah
tidak tergigit.
d.Lepaskan pakaian yang menggangu pernafasan ( misalnya ikat
pinggang, gurita dan lain sebagainya ).
e.Observasi TTV secara kontinue setiap jam.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pengalaman,
kurangnya informasi perawatan rumah.
Intervensi :
a.Anjurkan orang tua mengenal kelainan alami kejang.
b.Diskusikan pengobatan, dosis, frekuensi, tujuan, efek samping, dan apa
yang harus dilakukan jika terjadi kesalahan dosis.
c.Diskusikan rencana perawatan di rumah, serta perawatan selama kejang
d.Ajarkan kepada orang tua bagaimana cara mengobservasi dan
menentukan pertolongan pertama yang aman dan legal.

22
4. Gangguan konsep diri ( gambaran diri / harga diri ) berhubungan
dengan kehilangan kontrol dari tubuh, reaksi lingkungan terhadap
anak.
Intervensi :
a.Jelaskan perilaku anak selama / setelah kejang kepada anak dan orang
tua. Jangan sampai anak mengalami rasa malu akan perilakunya.
b.Informasikan kepada keluarga akan pentingnya memperlakukan anak
anak mereka seperti anak anak yang lain.
c.Bantu orang tua untuk menentukan kegiatan perkembangan anak yang
tepat.
d.Siapkan anak untuk menentukan atau melakukan kegiatan
perkembangan anak yang tepat.
e.Dampingi anak / orang tua untuk mempergunakan sumber sumber
koping yang tepat.

EVALUASI
1. Anak terbebas dari cedera fisik.
2. Aktivitas kejang dapat dicegah atau dikendalikan.
3. Kerusakan sistem saraf otak tidak terjadi
4. Penurunan kesadaran tidak terjadi.
5. Anak memiliki harga diri dan citra diri yang meningkatkan
kesejahteraan.

23
LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGITIS

DEFINISI
Meningitis merupakan infeksi dari selaput otak ( meningen ).Dalam
keadaan normal sawar darah otak merupakan mekanisme proteksi yang
efektif,tetapi jika invasi mikroorganisme luar sawar ini akan rusak. Daerah
yang terlibat biasanya adalah piameter dan arachnoid meter yaitu bagian yang
terdekat dengan jaringan otak.

EPIDEMIOLOGI
1. Meningitis purulenta pada bayi dan anak di Indonesia, anagka kejaian
tertinggi pada umur antara 2 bulan 2 tahun, umumnya terdapat pada
anak distrofik yang daya tahan tubuhnya rendah. Terjadinya akut.
2. Meningitis tuberkulosa masih banyak ditemukan di Indonesia karena
morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Angka kejaian tertinggi
dijumpai pada anak terutama bayi dan anak kecil dengan kekebalan
alamiah yang masih rendah. Terjadinya kronis atau perlahan- lahan.

ETIOLOGI
1. Hemofilus Influenza, E. Coli, Salmonella.T.
2. Golongan Coccus : Streptococcus, Stapilococcus, Pneumococcus,
Meningococcus.

24
3. Neonatus : Gram ( - ), E. Coli, Kleibsella, dan Pseudomonas.

TIPE UTAMA MENINGITIS


1. Meningitis Pingenik ( Purulenta )
Adalah radang selaput otak yang menimbulkan eksudasi berupa pus .
Penyebab meningitis purulenta adalah jenis pneumococcus, H. Influensa,
Staphylococcus, meningococcus, E. Coli , Streptococcus dan
Salmonella.angka kejadian tertinggi pada usia 2 bulan sampai 2 tahun,
meningitis purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi lain.
Kuman secara homogen masuk ke selaput otak misalnya penyakit
pneumonia dapat pula sebagai perluasan perkontinuitas pada peradangan
organ atau jaringan di dekat selaput otak misalnya otitis media mastoiditis.
Dll.
2. Meningitis Virus
Disebabkan oleh sejumlah virus yang berbeda misalnya virus poliomeilitis
meningitis tuberkulosa. Terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberkulosa
primer biasanya dari paru. Meningitis bukan karena terinfeksinya selaput
otak langsung oleh penyebaran hematogen tetapi biasanya sekunder
melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang
belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke rongga arachnoid, kadang
dapat juga terjadi perkontinuitatum dari mastoiditis atau spandilitis.
Penyakit ini mengenai anak anak dari semua umur tetapi lebih sering
diantara umur 1 dan 5 tahun. Cairan serebrospinal memperlihatkan lebih
sedikit sel dan ditemukan pula jumlah klorida yang sangat rendah.

GAMBARAN KLINIK
1. Gejala Infeksi Akut
Anak menjadi lesu , mudah terangsang, panas, muntah, anoreksia, pada
anak yang besar didapatkan keluhan sakit kepala, pada infeksi yang
disebabkan meningococcus.
2. Gejala TIK ( Tekanan Intra Kranial ) Meningkat

25
Anak sering muntah, nyeri kepala, morning cry, kesadaran dari apatis
sampai koma, ubun- ubun besar menonjol dan tegang, parestesi, paralisis,
strabismus, pernapasan cheyne stokes, kadang hipertensi.
3. Gejala Rangsangan Meninggi
Terdapat kaku kuduk, terdapat egiditas umu, tanda kernig positif ,
bredzinsky I dan II positif dan terdapat keluhan sakit di leher dan
punggung pada anak yang besar.

PATOFISIOLOGI

Luka Terbuka, Pneumonia,otitis media,


trauma sinusitis

Pintu masuk kuman (Pneumococcus, influenzae, Staphylococcus,


Streptococcus, E. Coli, Meningococcus, Salmonella)

Melalui aliran darah ke selaput


meningen

Menjadi patogen dalam cairan serebrospinal &


Prenkim otak

inflamasi

Hiperemi, oedema otak,vasidilator Vaskuler


darah

Meningitis purulenta, timbul


gejala

Gejala rangsangan Gejala infeksi akut


meningeal : kaku kuduk, (meningococcus) : lesu, mudah
regiditis, kernig, brudzinski terangsang,anoreksi, sakit kepala,

26
Gejal TIK meningkat : muntah, nyeri kepala,
Perubahan morning cry, penurunan kesadaran, Gangguan
Cheyene
Resti injury
tingkat Resti nyaman Cemas
stokes, kejang, serebral a/paresis, UUB tegang
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Analisa CSS dari pungsi lumbal.
a) Meningitis bakterial : Tekanan meningkat, cairan keruh atau
berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa
menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri.
b) Meningitis virus : Tekanan bervariasi, cairan serebrospinal
bisanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein
biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan
prosedur khusus.
2. Glukosa serum : meningkat (meningitis).
3. LDH serum : meningkat (meningitis bakteri).
4. Sel Darah Putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri).
5. Elektrolit Darah : abnormal.
6. ESR/LED : meningkat (meningitis).
7. Kultur Darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah
pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
8. MRI / Scan CT : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran atau
letak ventrikel, hematoma daerah serebral, hemoragik atau tumor.
9. EEG : mungkin terlihat gelombang lambat secara vokal atau umum
(enchepalitis) atau voltasenya meningkat ( abses ).
10. Rontgen Dada, kepala dan sinus: mungkin ada indikasi atau sumber
infeksi intra kranial.
11. Arteriografi Karotis : letak abses lobus temporal, abses serebral posterior.

27
PRINSIP TERAPI DAN MANAJEMEN PERAWATAN
1. Identifikasi dari organisme misalnya : pungsi lumbal, biakan darah, usapan
tali pusat dan tenggorokan.
2. Kemoterapi atau antibiotik ini dapat diberikan IM, IV, atau Intratekal ( jika
diberikan infus ) misalnya untuk meningitis piagenik yaitu klorampeniko,
penicillin, kanamisin dan sulfanamid.sedangkan untuk meningitis
tuberkulosa yaitu PAS : asam para amino salisilik (diberikan per oral)
,INAH : asam wanikatinik hidrazide ( IM atau per oral ), refamisin yang
mempunyai aktivitas bakterisidal yang lebih tinggi.
3. Observasi, pencatatan dan menghilangkan konvulsi .
4. Gizi : Per oral jika sadar , Intra rastrik jika tidak sadar.
5. Infus Intravena.
6. Kompes hangat
7. Dukungan bagi orang tua .
Penanganan penyakit fisioterapi dan rehabilitasi :
Gambar : bagan penatalaksanaan meningitis.
Tanda klinis meliputi :
a. Panas
b. Kejang
c. Tanda rangsang meningeal
d. Penurunan kesadaran

Cari tanda kenaikan TIK :


a. Mual muntah hebat
b. Nyeri kepala
c. Ubun-ubun cembung

I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat diakibatkan dari pengobatan yang tidak adekuat
pada penyakit meningitis ini antara lain:
1. Cacat neurologis berupa paralisis, parestesi

28
2. Hidrosepalus
3. Buta dan tuli
4. Retardasi mental
5. Efusi subdural, emplema subdural.

DIAGNOSIS BANDING
1. Meningismus
2. Abses otak
3. Tumor otak

PROGNOSIS
Penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat
motorik/mental atau meninggal tergantung :
1. Umur penderita
2. Jenis kuman penyebab
3. Berat ringan infeksi
4. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
5. Kepekaan kuman terhadap antibiotik yang diberikan
6. Penanganan penyakit

29
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat Penyakit
Proses persalinan atau selama dalam kandungan masa lalu, penyakit
kronik, tumor , anemia, imunosupresi, splencetomi, infeksi telinga,
mastoiditis, sinusitis, lumbal pungsi, trauma kepala, kondisi kehidupan
yang ramai, racun / obat, ketidakcocokan dengan perubahan kebiasaan,
demam, mual, muntah , sakit kepala, fotophobia, diplopia, sakit punggung.
2. Data Dasar Pemerikasaan Pasien
a) Aktivitas / Istirahat
1) Gejala : Perasaan tak enak atau malaise, keterbatasan yang
ditimbulkan oleh kondisinya.
2) Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan
involunter, kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang
gerak dan hipotonia.
b) Sirkulasi
1) Gejala : Adanya riwayatkardiopatologi, seperti
endokarditis, beberapa penyakit jantung kongenital ( abses otak)
2) Tanda :
Tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi
berat ( berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh
pada pusat vasomotor).

30
Takikardi, disritmia ( pada fase akut), seperti disritmia sinus
(pada meningitis)
c) Eliminasi
Tanda : Adany inkontinensia ( retensi ).
d) Makanan/ Cairan
1) Gejala : Kehilangan nafsu makan, kesulitan menelan ( pada
periode akut ).
2) Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran
mukosa kering.
e) Hygiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan
perawatan diri ( pada periode akut).
f) Neurosensori
1) Gejala :
Sakit kepala ( mungkin merupakan gejala pertama dan biasanya
berat ).
Parestesia , terasa kaku pada semua persyarafan yang terkena,
kehilangan sensasi ( kerusakan pada syaraf kranial) .
hiperalgesia / meningkatnya sensitifitas pada nyeri
(meningitis).timbul kejang (meningitis bakteri atau abses otak)
Gangguan dalam penglihatan, seperti diplopia ( fase awal dari
beberapa infeksi).
Fotopobia ( pada meningitis ).
Ketulian ( pada meningitis / encepalitis ) atau mungkin
hipersensitif terhadap kebisingan.
Adanya halusinasi penciuman atau sentuhan.
2) Tanda :
Status mental / tingkat kesadaran, letargi sampai kebingungan
yang berat hingga koma, delusi dan halusinasi / psikosis
organik (enchepalitis).

31
Kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan (dapat
merupakan gajala awal berkambangnya hidrosefalus, yang
mengikuti meningitis bakterial).
Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi.
Mata (ukuran/ reaksi pupil) : anisokor atau tidak berespon
terhadap cahaya (peningkatan TIK), histagmus (bola mata
bergerak terus menerus).
Ptosis (kelopak mata atas jatuh). Karakteristik fasial (wajah),
perubahan pada fungsi motorik dan sensorik (saraf kranial ke V
dan ke VII terkena).
Kejang umum atau lokal (pada abses otak), kejang lobus
temporal, otot mengalami hipotonia/ flaksis paralisis (pada fase
akut meningitis), spastik (enchepalitis).
Hemiparese atau hemiplegia (meningitis atau enchepalitis).
Tanda Brundzinski positif dan atau tanda kernig positif
merupakan indikasi adanya iritasi meningeal (fase akut).
Rigiditas nukal (iritasi meningieal).
Reflek tendon terganggu, babinski positif.
Reflek abdominal menurun atau tidak ada, refleks kemastetik
hilang pada laki-laki.
g) Nyeri / Kenyamanan.
1) Gejala : Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal)
mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher/punggung kaku,
nyeri pada gerakan okuler, fotosensitifitas, sakit, tenggorokan
nyeri.
2) Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi,/gelisah,
menangis, mengaduh/mengeluh.
h) Pernapasan
1) Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses
otak).

32
2) Tanda : Peningkatan kerja pernafasan (episode awal),
perubahan mental (letargi sampai koma), dan gelisah.
i) Keamanan
1) Gejala :
Adanya riwayat infeksi saluran nafas atas / infeksi lain,
meliputi : mastoiditis, telinga tengah, sinus, abses gigi, infeksi
pelvis, abdomrn atau kulit : fungsi lumbal, pembedahan :
fraktur pada tengkorak / cedera kepala, anemia sel sabit.
Imunisasi yang baru saja berlangsung, terpajan pada
meningitis, terpajan oleh campak, chicken pox, herpes
simpleks, mononukleosis, gigitan binatang, benda asing yang
terbawa.
2) Tanda :
Suhu meningkat, diaforesis, menggigil.
Adanya ras, purpura menyeluruh, perdarahan subkutan.
Kelemahan secara umum : tonus otot flaksit atau spastik,
paralisis atau paresis.
Gangguan sensasi.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dipengaruhi oleh umur anak, asal usul, iritasi, lemah
pusing, ataksia, bredzinsky positif dan tanda-tanda kernig positif, ptosis,
pendengaran berkurang, takikardia, disritmia, tekanan darah meningkat,
sesak, muntah dan diare.
4. Faktor Perkembangan Psikososial
Umur, tingkat perkembangan, kebiasaan (sebagai contoh : apa kesenagan
anak, kebiasaan waktu tidur), interraksi keluarga, pola hidup, pengalaman
sebelumnya dan opname (masuk rumah sakit), kepercayaan agama.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya jalan nafas b/d depresi pada SSP yang mengatur pusat
nafas.

33
2. Kerusakan perfusi jaringan serebral b/d proses peradangan, peningkatan
TIK.
3. Gangguan keseimbangan volume cairan b/d penurunan intake cairan,
kehilangan cairan abnormal.
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, nausea dan
vomiting.
5. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d iritasi selaput otak.
6. Kerusakan integritas kulit b/d immobilisasi, diaforesis, menurunnya
neurologis.
7. Cemas b/d hospitalisasi, aktual/potensial terhadap perubahan fungsi tubuh.
8. Defisit pengetahuan b/d prognosis, hospitalisasi dan perawatan.
C. INTERVENSI
1. Tidak efektifnya jalan nafas b/d depresi pada SSP yang mengatur pusat
nafas.
Tujuan : Anak akan memperoleh oksigen yang adekuat.
Intervensi :
a) Auskultasi suara nafas setiap 4 jam, kaji adanya suara tambahan,
misalnya : wheezing, krakels.
b) Monitor frekuensi, irama dan kualitas pernafasan.
c) Observasi kulit, membran mukosa apakah cianosis atau tidak.
d) Monitor gas darah arteri untuk mengetahui adanya hipoksia, rontgen
dada untuk infiltrasi.
e) Rubah posisi klien setiap 2 jam.
f) Monitor adanya penurunan refleks menelan.
g) Observasi peningkatan iritasi dan kekacauan.
Kriteria Evaluasi :
Arteri gas darah dalam batas normal
Tidak ada suara nafas tambahan
Tanda dan orientasi sesuai usia anak
Masalah pernafasan tidak terjadi dengan pertukaran udara yang baik.
2. Kerusakan perfusi jaringan serebral b/d proses peradangan, peningkatan
TIK.

34
Tujuan : Perfusi jaringan serebral semakin adekuat.
Intervensi :
a) Observasi status neurologis setiap 1 sampai 2 jam dan yang penting
sampai stabil misalnya :gerakan yang simetris, reflek menelan, respon
pupil, kemampuan motorik, reflek tendon, fokus mata, respon verbal.
b) Monitor tanda-tanda peningkatan TIK (misalnya : peningkatan nyeri
dada, penonjolan ubun-ubun, peningkatan tekanan darah, nadi
menurun, nafas irreguler, iritabilitas, kekacauan, perubahan pupil).
c) Kolaborasi dalam pemberian obat anti kejang dan monitor
efektifitasnya.
d) Posisi tidur 30 .
e) Kolaborasi dalm pemberian antibiotik.
f) Ciptakan suasana lingkungan yang tenang.
g) Orientasikan secara verbal terhadap orang / tempat / waktu / situasi,
misalnya dengan mainan, gambar binatang, obyek yang disukai, TV,
radio.
h) Latihan ROM aktif dan pasif.
i) Monitor adanya tanda / gejala syok septik.
Kriteria evaluasi :
TTV dalam batas normal.
Klien dapat beristirahat dengan tenang.
Klien terbebas dari kejang.
3. Gangguan keseimbangan volume cairan b/d penurunan intake cairan,
kehilangan cairan abnormal.
Tujuan : Anak akan memperoleh cairan adekuat dan elektrolit seimbang.
Intervensi :
a) Monitor TTV sedikitnya setiap 4 jam.
b) Monitor hasil laboratorium, khususnya elektrolit dan urine.
c) Observasi adanya tanda-tanda dehidrasi ( misalnya : membran mukosa
kering, nadi meningkat, berat badan menurun, cairan yang keluar lebih
banyak dari pada cairan yang masuk).
d) Catat intake dan output cairan setiap saat.

35
e) Beri cairan yang sering tapi dalam jumlah kecil untuk meminimalkan
distensi lambung.
f) Kolaborasi dalam pemberian cairan per parenteral dan antibiotik.
g) Monitor adanya tanda-tanda retensi cairan (misalnya : penurunan
output urine, penurunan konsentrasi serum sodium, anoreksia, nausea).
Kriteria Evaluasi :
TTV dalam batas normal.
Nilai cairan dan elektrolit dalam batas normal.

4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, nausea dan
vomiting.
Tujuan : Nutrisi anak terpenuhi secara adekuat, nausea dan vomiting
berkurang.

Intervensi :
a) Tanyakan pada anak atau orang tua tentang makanan kesukaan.
b) Anjurkan anak untuk makan sedikit tapi sering.
c) Anjurkan anak untuk makan lebih pelan.
d) Menjaga konsumsi nutrisi secara adekuat.
e) Monitor berat badan.
f) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.
g) Batasi intake cairan selama makan, 1 jam sebelum dan sesudah makan
untuk meminimalkan distensi.
h) Lakukan oral hygiene yang baik.
Kriteria Evaluasi :
75 % makanan / diet dikonsumsi anak.
Partisipasi dalam menyeleksi makanan.
Berat badan dalam batas normal.
5. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d iritasi selaput otak.
Tujuan : Anak dapat beradaptasi dengan nyeri.
Intervensi :

36
a) Kaji tingkat nyeri klien.
b) Evaluasi indikasi nyeri, lokasi, durasi.
c) Kolaborasi dalam pemberian analgesik.
d) Anjurkan pada anak yang lebih besar untuk mencegah pergerakan yang
dapat meningkatkan TIK (misalnya : batuk, menyisikan ingus, bersin).
e) Batasi pengunjung.
Kriteria Evaluasi :
Anak mengungkapkan nyerinya berkurang.
Anak beristirahat dengan tenang.
Partisipasi dalam toleransi aktivitas.
6. Kerusakan integritas kulit b/d immobilisasi, diaforesis, menurunnya
neurologis.
Tujuan : Kerusakan kulit tidak terjadi.
Intervensi :
a) Jaga kebersihan dan kekeringan kulit.
b) Lakukan latihan ROM aktif / pasif.
c) Gunakan alas yang lembut untuk mencegah kerusakan kulit.
d) Rubah posisi klien sedikitnya setiap 2 jam.
e) Observasi keseimbangan cairan dan nutrisi.
f) Observasi adanya benjolan tulang dan adanya tanda-tanda luka akibat
tekanan kulit.
Kriteria Evaluasi :
Perubahan posisi lebih sering.
Kerusakan kulit tidak terjadi.
7. Cemas b/d hospitalisasi, aktual/potensial terhadap perubahan fungsi
tubuh.
Tujuan : Anak / keluarga dapat mendemonstrasikan adaptasi yang positif
terhadap sakit dan hospitalisasi.
Intervensi :
a) Orientasikan klien / keluarga terhadap unit dan kegiatan RS.
b) Terangkan semua prosedur dan rasionalnya.
c) Ciptakan hubungan saling percaya.

37
d) Memberikan kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan
perasaannya.
e) Observasi mekanisme koping anak/orang tua.
f) Beri dukungan anak atau keluarga dalam proses adaptasi.
g) Libatkan anak atau orang tua dalam perawatan dan dalam membuat
keputusan.
Kriteria Evaluasi:
Partisipasi anak atau orang tua dalam perawatan dan pengambilan
keputusan.
Anak atau keluarga dapat berinteraksi lebih dekat dengan perawat atau
dokter.
8. Defisit pengetahuan b/d prognosis, hospitalisasi dan perawatan.
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan orang tua.
Intervensi :
a) Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit.
b) Deskripsikan tentang sakit dan hubungannya dengan gejala penyakit.
c) Jawab pertanyaan dengan jujur dan komplit.
d) Terangkan tentang semua prosedur perawatan dan rasionalnya.
e) Diskusikan tentang tanda dan gejala komplikasi.
f) Gunakan bahasa yang mudah dimengerti anak /keluarga.
g) Review kembali tentang perawatan.
Kriteria Evaluasi :
Mengerti tentang sakit dan perawatannya.
Tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.

38
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN
SISTEM NEUROLOGIS PADA ANAK
ENCHEPALITIS
KEJANG
MENINGITIS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Keperawatan Anak
Politehnik Kesehatan Jurusan Keperawatan Prodi Keperawatan Malang

Oleh :

Dewi Keswulan (020100005)


Dewi Rachmawati (020100006)
Yony Trisno Adianto (020100039)

39
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEHNIK KESEHATAN MALANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN MALANG
2004

40

Anda mungkin juga menyukai