Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN MENINGOENSEFALITIS

A. Meningoensefalitis

1. Pengertian Meningoensefalitis

Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang

menutupi otak dan medula spinalis) (Nelson, 2010). Encephalitis adalah

infeksi virus pada otak (Elizabeth, 2009). Meningoencephalitis adalah

peradangan pada selaput meningen dan jaringan otak.

2. Etiologi Meningoensefalitis

a. Infeksi virus:

1) Dari orang ke orang: morbili, gondong, rubella, kelompok

enterovirus, kelompok herpes, kelompok pox, influenza A dan B

(David, 2008).

2) Lewat arthropoda: Eastern equine, Western equine, Dengue,

Colorado tick fever (Muttaqin, 2008).

b. Infeksi non virus:

1) Bakterial: meningitis tuberkulosa dan bakterial sering mempunyai

komponen ensefalitis.

2) Spirocheta: sifilis, leptospirosis.

3) Jamur: kriptococus, histoplasmosis, aspergilosis, mukomikosis,

kandidosis, koksidiodomikosis.
4) Protozoa: plasmodium, tripanosoma, toksoplasma.

5) Staphylococcus aureus

6) Streptococcus

7) E. Colli

8) Mycobacterium

9) T. palladium (Muttaqin, 2008)

c. Pasca infeksi

1) Campak

2) Rubella

3) Varisela

4) Virus Pox

5) Vacinia (David, 2008)

3. Patofisiologi

Pada umum virus masuk sistem limfatik, melalui penelanan

enterovirus pemasukan pada membran mukosa oleh campak, rubella,

VVZ, atau HSV : atau dengan penyebaran hematogen dari nyamuk atau

gigitan serangga lain. Di tempat tersebut mulai terjadi, multiplikasi dan

masuk aliran darah menyebabkan infeksi beberapa organ. Pada stadium ini
(fase ekstraneural) ada sakit demam, sistemik, tapi jika terjadi multiplikasi

virus lebih lanjut pada organ yang ditempati, penyebaran sekunder

sejumlah virus dapat terjadi. Invasi SSS disertai dengan bukti klinis

penyakit neurologis, HSV-1 mungkin mencapai otak dengan penyebaran

langsung sepanjang akson saraf.

Kerusakan neurologis disebabkan oleh invasi langsung dan

penghancuran jaringan saraf oleh pembelahan virus secara aktif dan/atau

oleh reaksi hospes terhadap antigen virus, kebanyakan penghancuran saraf

mungkin karena invasi virus secara langsung, sedangkan respons jaringan

hospes yang hebat mengakibatkan demielinasi dan penghancuran vaskuler

serta perivaskuler (Nelson, 2010).

Penyakit Campak
Cacar Air
Herpes
Bronchopneumonia

Virus/Bakteri masuk Jaringan Otak

Edema Pembentukan Peradangan Di


Meningoencephalitis
Transudat & Eksudat Otak

Reaksi Kuman Iritasi Korteks Kerusakan Kerusakan


Gangguan patogen Cerebral Area Saraf V saraf IX
Perfusi Fokal
Jaringan
Cerebral Sulit mengunyah sulit makan

Resiko Trauma
Resiko kejang
Suhu Tubuh berulang Nyeri Ketidakseimbangan
Meningkat akut nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Defisit cairan
Deficit Cairan

Kesadaran Menurun Hipovolemik

Gangguan Mobilitas Fisik


Fisik
Gangguan Persepsi

Penumpukan sekret

Bersihan Jalan Nafas tidak efektif

Gambar 2.2 Pathways Keperawatan dengan kasus ME (Sumber: Arif, 2008; hlm.

87)

4. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang nampak pada pasien dengan kasus

meningoensefalitis, yaitu :

a. Peningkatan tekanan intrakranial seperti : sakit kepala, penurunan

kesadaran, dan muntah.

b. Demam akibat infeksi (respon nyeri terhadap cahaya).

c. Kaku kuduk.

d. Kejang dan gerakan abnormal (Elizabeth, 2009).


5. Pemeriksaan Diagnostik

a. Uji serologi untuk mengetahui jenis virus dan menentukan etiologi

infeksi SSS nonenterovirus.

b. Pemeriksaan neuroimaging (Nelson, 2010).

c. Pungsi lumbal; untuk mengetahui adanya sel darah putih dan

sensitivitas mikroorganisme.

d. Pemeriksaan laboratorium.

e. CT-Stan dan MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi derajat

pembengkakan dan tempat nekrosis.

f. Terapi kortikosteroid (deksametason) untuk mengurangi inflamasi

(Elizabeth, 2009).

g. Ditemukan kadar glukosa serum meningkat.

h. Kultur urin/urinalisis untuk mengidentifikasi organisme penyebab.

i. Kultur nasofaring untuk mengidentifikasi organisme penyebab.

j. Kadar elektrolit serum meningkat jika anak dehidrasi; natrium serum

(Na+) naik; kalium serum (K+) turun (Linda, 2009).

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien dengan meningoensefalitis yaitu :

a. Antibiotik

b. Pengurangan cahaya ruangan, kebisingan dan tamu.

c. Nyeri kepala diatasi dengan istirahat dan analgesik

d. Asetamenofen dianjurkan untuk demam


e. Kodein, morfin dan derivat fenotiazin untuk nyeri dan muntah

f. Perawatan yang baik dan pantau dengan teliti (Nelson, 2010).

Sedangkan menurut Linda (2009), penatalaksanaan pada kasus meningoensefalitis yaitu


anak ditempatkan dalam ruang isolasi pernapasan sedikitnya selama 24 jam setelah
mendapatkan terapi antibiotic IV yang sensitif terhadap organisme penyebab, steroid
dapat diberikan sebagai tambahan untuk mengurangi proses inflamasi, terapi hidrasi
intravena diberikan untuk mengoreksi ketidakseimbangan elektrolit dan memberikan
hidrasi. Dalam pemberian cairan ini perlu dilakukan pengkajian yang sering utuk
memantau volume cairan yang diinfuskan untuk mencegah komplikasi kelebihan cairan,
seperti edema serebri. Pengobatan kemudian ditujukan untuk mengidentifikasi dan
mengatasi komplikasi dari proses penyakit.
Diagnosa Keperawatan
1) Perfusi Serebral Tidak Efektif
2) Nyeri Akut
3) Hipertermi
4) Gangguan Mobilitas Fisik

Rencana Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Perfusi Serebral Setelah dilakukan tindakan Manajemen peningkatan tekanan
Tidak Efektif keperawatan diharapkan intrakranial
perfusi serebral meningkat Observasi
dengan kriteria hasil: - Identifikasi penyebab
a. Tekanan intra kranial peningkatan TIK (mis. Lesi,
menurun gangguan metabolisme, edema
b. Sakit kepala menurun serebral)
- Nilai rata-rata tekanan - Monitor tanda/gejala
darah membaik peningkatan TIK (mis. Tekanan
- Tekanan darah membaik. darah meningkat, tekanan nadi
melebar, bradikardia, pola napas
ireguler, kesadaran menurun),
- Monitor MAP (Mean Arterial
Pressure), Monitor CVP
(Central Venous Pressure); jika
perlu
- Monitor PAWP; jika perlu,
- Monitor PAP; jika perlu,
- Monitor ICP (Intra Cranial
Pressure)
- Monitor CPP (Cerebral
Perfusion Pressure)
- Monitor gelombang ICP
- Monitor status pernapasan,
Monitor intake dan output
cairan
- Monitor cairan serebro-spinalis
(mis. Warna, konsistensi).
Terapeutik
- Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari manuver Valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaan PEEP
- Hindari pemberian cairan IV
hipotonik
- Atur ventilator agar PaCO2
optimal
- Pertahankan suhu tubuh normal.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian sedasi
dan antikonvulsan; jika perlu,
- Kolaborasi pemberian diuretic
osmosis; jika perlu
- Kolaborasi pemberian pelunak
tinja; jika perlu.
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3 x 24 Observasi
jam, maka diharapkan - Identifikasi lokasi, karakteristik,
tingkat nyeri menurun dan durasi, frekuensi, kualitas,
kontrol nyeri meningkat intensitas nyeri
dengan kriteria hasil: - Identifikasi skala nyeri
a. Tidak mengeluh nyeri - Identifikasi respons nyeri non
b. Tidak meringis verbal
c. Tidak bersikap protektif Terapeutik
d. Tidak gelisah - Berikan teknik nonfarmakologis
e. Tidak mengalami untuk mengurangi rasa nyeri
kesulitan tidur (relaksasi nafas dalam,
f. Frekuensi nadi membaik pengaturan posisi)
Edukasi
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
3. Hipertermia Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipertermi
keperawatan selama 3 x 24 Observasi
jam, diharapkan - Identifikasi penyebab
termoregulasi membaik, hipertermia
dengan kriteria hasil: - Monitor suhu tubuh
a. Kulit merah menurun - Monitor kadar elektrolit
b. Kejang menurun Terapeutik
c. Pucat menurun - Longgarkan atau lepaskan
d. Takipneu menurun pakaian
e. Hipoksia menurun - Lakukan pendinginan eksternal
f. Suhu dalam batas normal (mis. Selimut hiportermia,
kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu

Anda mungkin juga menyukai