Disusun Oleh :
KELOMPOK 6
Mirna Yulianti K
Riky Riswandi
S1 Keperawatan
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri,
cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000).
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab tersering
dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan
oleh enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pascainfeksi
campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi pertusis.
B. ETIOLOGI
C. PATOFISIOLOGI
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas dan saluran cerna, setelah
masuk kedalam tubuh, virus akan menyebar keseluruh tubuh dengan secara lokal: aliran
virus terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu, penyebaran
hematogen primer : virus masuk kedalam darah, kemudian menyebar keorgan dan
berkembang biak diorgan tersebut dan menyebar melalui saraf : virus berkembang biak
dipermukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem persarafan.
D. KLASIFIKASI
E. MANIFESTASI KLINIS
F. PENATALAKSANAAN
H. KOMPLIKASI
1. Retardasi mental
2. Iritabel
3. Gangguan motorik
4. Epilepsi
5. Emosi tidak stabil
6. Sulit tidur
7. Halusinasi
8. Enuresis
9. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.
A. Identitas
Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.
B. Keluhan utama
Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.
C. Riwayat penyakit sekarang
Mula-mula anak rewel , gelisah , muntah-muntah , panas badan meningkat kurang
lebih 1-4 hari, sakit kepala.
F. Imunisasi
Kapan terakhir diberi imunisasi DTP
2) Status Ekonomi
Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.
4) Pola Eliminasi
Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis karena
pasien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.
5) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak
dapat dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.
6) Pola Aktivitas
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum.
4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM
Terbatas.
6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah.
K. RENCANA KEPERAWATAN
No DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
.
1. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Pertahanan teknik 1. menurunkan resiko px
infeksi b/d tindakan selama aseptic dan teknik terkena infeksi sekunder .
daya tahan 3x24 jam cuci tangan yang mengontrol penyebaran
terhadap diharapkan tidak tepat baik petugas Sumber infeksi, mencegah
infeksi turun. terjadi infeksi, atau pengunmjung. pemajaran pada individu
dengan kriteria Pantau dan batasi yang mengalami nfeksi
hasil : pengunjung. saluran nafas atas.
2. Pantau suhu secara 2. Deteksi dini tanda-tanda
Masa teratur dan tanda- infeksi merupakan indikasi
penyembuhan tanda klinis dari perkembangan
tepat waktu tanpa infeksi. Meningkosamia.
bukti penyebaran 3. Berikan antibiotika 3. Obat yang dipilih
infeksi. sesuai indikasi tergantung tipe infeksi dan
sensitivitas individu.
2. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Pertahankan tirah 1. Perubahan tekanan CSS
perubahan tindakan selama baring dengan posisi mungkin merupakan potensi
perfusi 3x24 jam kepala datar dan adanya resiko herniasi
jaringan b/d keadaan pantau tanda vital batang otak yang
Hepofalemia membaik dengan sesuai indikasi setelah memerlukan tindakan medis
, anemia. kriteria hasil : dilakukan pungsi dengan segera.
1. Kesadaran lumbal. 2. Pengkajian kecenderungan
membaik. 2. Pantau/catat status adanya perubahan tingkat
2. Fungsi neurologis dengan kesadaran dan potensial
sensorik teratur dan bandingkan peningkatan TIK adalah
dan dengan keadaan sangat berguna dalam
motorik normalnya, seperti menentukan lokasi,
stabil. GCS. penyebaran/luasnya dan
3. TTV 3. Pantau tanda vital, perkembangan dari
normal. seperti tekanan darah. kerusakan serebral.
4. Sakit Catat serangan 3. Normalnya, autoregulasi
kepala dari/hipertensi sistolik mampu mempertahankan
berkurang yang terus-menerus aliran darah serebral dengan
atau tidak dan tekanan nadi yang konstan sebagai dampak
ada. melebar. adanya fluktuasi pada
4. Anjurkan keluarga tekanan darah sistemik.
untuk berbicara Kehilangan fungsi
dengan pasien jika autoregulasi mungkin
diperlukan. mengikuti kerusakan
5. Berikan obat sesuai vaskuler serebral local atau
indikasi, seperti : difus yang menimbulkan
steroid : peningkatan TIK. Fenomena
deksametason, ini dapat ditunjukkan oleh
metilprednison(medrol peningkatan TD sistemik
). yang bersamaan dengan
tekanan darah
diastolic(tekanan darah
yang melebar).
4. Mendengarkan suara yang
menyenangkan dari orang
terdekat/keluarga
tampaknya menimbulkan
pengaruh trelaksasi pada
beberapa pasien dan
mungkin akan dapat
menurunkan TIK.
5. Dapat menurunkan
permeabilitas kapiler untuk
membatasi pembentukan
edema serebral, dapat juga
menurunkan risiko
terjadinya”fenomena
rebound” ketika
menggunakan manitol.
3. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Berikan pengamanan 1. Melindungi px jika terjadi
terhadap tindakan selama pada pasien dengan kejang , pengganjal mulut
trauma b/d 3x24 jam tidak memberi agak lidah tidak tergigit.
aktivitas terjadi trauma. bantalan,penghalang Catatan: memasukkan
kejang tempat tidur tetapn pengganjal mulut hanya saat
umum. terpasang dan berikan mulut relaksasi.
pengganjal pada 2. Menurunkan resiko
mulut, jalan nafas terjatuh / trauma saat terjadi
tetap bebas. vertigo.
2. Pertahankan tirah 3. Merupakan indikasi untuk
baring dalam fase penanganan dan pencegahan
akut. kejang.
3. Berikan obat sesuai 4. Deteksi diri terjadi kejang
indikasi seperti agak dapat dilakukan
delantin, valum dsb. tindakan lanjutan.
4. Observasi tanda-
tanda vital.