Khalid bin Walid, adalah seorang panglima perang pada masa pemerintahan Khulafa
ArRasyidin yang termahsyur dan ditakuti di medan perang serta dijuluki sebagai
Saifullah Al-Maslul (pedang Allah yang terhunus). Dia adalah salah satu dari panglima-
panglima perang penting yang tidak terkalahkan sepanjang kariernya.
Sultan Mehmed II atau juga dikenal sebagai Muhammad Al-Fatih juga dikenal sebagai
el-Fatih, "Sang Penakluk". Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel
menyebabkan banyak kawan dan lawan kagum dengan kepimpinannya serta taktik &
strategi peperangannya yang dikatakan mendahului pada zamannya dan juga kaedah
pemilihan tenteranya. Ia merupakan anak didik Syekh Syamsuddin yang masih
merupakan keturunan Abu Bakar As-Siddiq.
Adalah seorang jeneral dan pejuang muslim Kurdi dari Tikrit (daerah utara Iraq
sekarang). Ia mendirikan Dinasti Ayyubiyyah di Mesir, Syria, sebahagian Yaman, Iraq,
Mekah Hijaz dan Diyar Bakr. Salahuddin terkenal di dunia Muslim dan Kristen karena
kepemimpinan, kekuatan tentera, dan sifatnya yang satria dan pengampun pada saat ia
berperang melawan tentara salib. Sultan Salahuddin Al Ayyubi juga adalah seorang
ulama. Ia memberikan catatan dan berbagai macam penjelasan dalam kitab hadits Abu
Dawud
Abu Ubaidah bin al-Jarrah adalah Muhajirin dari kaum Quraisy Mekah yang termasuk
antara yang paling awal memeluk agama Islam. Ia ikut berhijrah ke Habasyah (saat ini
Ethiopia) dan kemudian, beliau berhijrah ke Madinah. Ia mengikuti setiap pertempuran
dalam membela Islam. Setelah wafatnya Nabi Muhammad saw, beliau merupakan salah
satu calon Khalifah bersama dengan Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Setelah
terpilihnya Abu Bakar sebagai Khalifah, beliau dilantik untuk menjadi panglima perang
memimpin pasukan Muslim untuk berperang melawan kerajaan Rom. Beliau meninggal
disebabkan oleh wabak penyakit.
Sa`ad bin Abī Waqqās merupakan salah seorang yang awal masuk Islam dan salah satu
sahabat penting Muhammad. Kepahlawanan Sa'ad bin Abi Waqqas tertulis saat
memimpin pasukan Islam melawan tentara Persia di Qadissyah. Peperangan ini
merupakan salah satu peperangan terbesar umat Islam.
Tariq bin Ziyad, dikenal dalam sejarah Sepanyol sebagai legenda dengan sebutan Taric
el Tuerto (Taric yang memiliki satu mata), adalah seorang jeneral dari dinasti Umayyah
yang memimpin penaklukan muslim atas wilayah Al-Andalus (Spanyol, Portugal,
Andorra, Gibraltar dan sekitarnya) pada tahun 711 M
Adalah sahabat Muhammad saw. Dia merupakan salah satu komander terbaik dalam
pasukan Rasyidin, bertugas di bawah Khalifah Rasyidin Abu Bakar dan Umar bin
Khattab. Dia merupakan salah satu komander lapangan utama selama penaklukan
Muslim di Syria, bertugas sejak tahun 634 hingga kematiannya pada tahun 639 akibat
wabak.
Pada awalnya beliau pernah mengambil bahagian dalam peperangan menetang Nabi
Muhammad SAW dan kaum Muslim namun masuk Islam bersama Khalid bin Walid.
Enam bulan setelah memeluk Islam, beliau bersama Rasulullah SAW menakluk Mekah
dalam peristiwa Fathul Mekkah. Ia adalah panglima perang yang bijak dalam mengatur
strategi perang.Beliau adalah panglima perang yang menaklukan Baitul Maqdis dan
Mesir dari cengkaman Romawi. Ia kemudian dilantik sebagai gabenor Mesir oleh Umar
bin Khattab, tetapi kemudian dipecat oleh Khalifah Usman bin Affan. Selanjutnya
Muawiyah bin Abu Sufyan melantik kembali beliau menjadi gabenor Mesir. Panglima
Amru mengerahkan tentera agar menjujung Al Quran dihujung tombak, ia
menggunakan cara ini dalam pertempuran dengan Ali bin Abi Thalib agar Ali bin Abi
Thalib menghentikan serangan.
Saad bin Abi Waqqash r.a, beliau adalah orang yang mula-
mula melepaskan anak panah dalam membela agama
Allah, dan juga orang yang mula-mula terkena anak
panah. Seorang yang keislamannya sangat dikecam oleh
ibunya, namun tetap tabah, dan kukuh pada
keislamannya. Saad bin Abi Waqqash r.a memeluk Islam
sewaktu berusia l7 tahun, dan keislamannya termasuk
yang terdahulu di antara para sahabat. Hal ini pernah
diceritakannya sendiri, katanya:
Salahuddin Al Ayyubi
Salahudin Al-Ayubi atau nama sebenarnya Sholahuddin
Yusuf bin Ayyub, Atau Saladin –menurut panggilan orang
Barat– lahir pada tahun 1137M, di kota Tikrit,
berhampiran dengan Sungai Tigris, kira-kira 140 km dari
kota Baghdad.
Kini kita berada di Jumaat terakhir bulan Jamadil awal 1434 H. Pada bulan yang sama
di tahun 8 H terjadi perang Muktah ataupun perang Khandaq. Banyak ibrah atau
pengajaran dapat kita ambil dalam perang itu mulai dari kepahlawanan, keistiqamahan
berjuang, keberanian, kecerdasan strategi perang dan sebagainya. Diantara ibrah yang
tak kurang penting adalah keikhlasan yang ditunjukkan oleh seorang sahabat bernama
Tsabit bin Arqam. Ia melakukan tugas besar, tetapi namanya tidak banyak dikenal dan
ia juga tidak ingin terkenal.
Perang Khandaq bermula ketika Rasulullah saw mengutus Al Harits bin Umair untuk
mengantarkan utusan kepada pemimpin Bushra. Namun di perjalanan, Al Harits
dihalang oleh Syurahbil bin Amr Al Ghassany, pemimpin Al Balqa’ yang berada di
bawah Qaishar Romawi. Syurahbil mengikat Al Harits dan membawanya ke hadapan
Qaishar, lalu memenggal lehernya.
Disingkatkan cerita, kemudian kedua pasukan bertemu setelah dua hari saling
mengawasi. Mengapa tidak terus berperang? Sebab mereka sama-sama ragu. Pasukan
Islam belum pernah berhadapan dengan pasukan sebanyak itu, sedangkan Pasukan
Romawi juga ragu sebab pasukan Islam yang kecil itu tidak memiliki sejarah kalah.
3.000 pasukan Islam melawan 200.000 pasukan Romawi. Jumlah yang sangat tidak
seimbang. Tetapi Zaid bin Haritsah memimpin perang dengan gagah berani. Ia
bertempur hebat sambil memegang bendera Islam. Di zaman itu, bendera pasukan
dipegang oleh pemimpinnya. Hingga, sebuah tombak musuh mengenainya. Zaid pun
jatuh ke tanah. Ia syahid.
Seperti pesan Rasulullah saw, Ja’far bin Abu Thalib mengambil bendera itu.
Melanjutkan kepemimpinan perang. Ia pun bertempur dengan luar biasa. Membunuh
satu per satu pasukan Romawi. Ketika peperangan makin seru, kudanya terkena senjata
dan ia tercampak. Ja’far melanjutkan pertemuran hingga pasukan Romawi menebas
tangan kanannya. Kehilangan tangan kanan, Ja’far memegang bendera dengan tangan
kirinya. Namun kemudian tangan kirinya juga ditebas pedang musuh. Ja’far lalu
mendekap bendera di dada dengan sisa-sisa lengannya agar tetap berkibar. Lalu
pasukan Romawi menebaskan pedang hingga tubuhnya terbelah menjadi dua. Ibnu
Umar mendapati tak kurang dari 50 luka di tubuh Ja’far yang terbelah menjadi dua itu.
Dan kerana itu, Ja’far dijuluki Dzul-Janahain (orang yang memiliki dua sayap).
Setelah Ja’far syahid seperti kata Rasulullah saw, bendera diambil alih Abdullah bin
Rawahah. Ia juga memimpin pasukan dan bertempur dengan gagah berani. Hingga
kemudian ia pun gugur. Pada saat itu di Madinah, Rasulullah saw mengkhabarkan
gugurnya ketiga panglima Islam tersebut. “Zaid mengambil bendera lalu dia gugur.
Kemudian Ja’far mengambilnya lalu dia juga gugur. Kemudian Ibnu Rawahah
mengambilnya, dan ia pun juga gugur.” Rasulullah saw menangis, para sahabat juga
ikut menangis.
Kembali ke Muktah. Rasulullah saw memang menunjuk urutan panglima mulai dari
Zaid, Ja’far lalu Ibnu Rawahah. Tetapi setelah itu tidak ada petunjuk. Padahal bendera
jatuh dan harus diselamatkan, perang harus dilanjutkan, harus ada pemimpin baru.
Pada saat itulah seorang sahabat dari Bani Ajlan, Tsabit bin Arqam maju dan
menyelamatkan bendera. Setelah bendera di tangannya ia berteriak, “Wahai semua
muslim, angkatlah pemimpin baru!”
“Aku tidak akan sanggup” kata Tsabit yang kemudian mencari seseorang dan
memintanya memimpin.
“Kau yang harus memimpin wahai Abu Sulaiman” semula ia menolak, tetapi setelah
musyawarah singkat menunjuknya. Abu Sulaiman pun memimpin dengan gagah berani.
Dialah yang disebut Rasulullah saw sebagai Syaifullah (pedang Allah), Khalid bin Walid.
Kita amat memerlukan orang-orang seperti Tsabit bin Arqam ini. Jasanya besar,
meskipun ia tidak terkenal. Kita juga perlu belajar dari Tsabit bin Arqam, yang terus
beramal, terus berjasa, menyumbang jasa besar, tanpa mempedulikan apakah kita akan
dikenal atau tidak. Keihlasan seperti inilah yang sulit dan barangkali cukup langka di
zaman kita, hari–hari ini. Tetapi hanya dengan ikhlas-lah, amal-amal kita akan bernilai
di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tanpa keikhlasan, sirnalah segala amal, sia-sia dalam
pandangan-Nya. Wallahu'alam..