Digital - 166949 - ( - Konten - ) - Konten D1876
Digital - 166949 - ( - Konten - ) - Konten D1876
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................. I-1
B. Tujuan Penyusunan SLHD Provinsi ......................................................... I-3
C. Metode ................................................................................................................. I-3
D. Profil Daerah Provinsi Bali .......................................................................... I-4
D.1. Karakteristik Lokasi Dan Wilayah ................................................. I-4
D.2. Potensi Pengembangan Wilayah.................................................... I - 12
D.3. Visi Dan Misi Pembangunan Daerah Provinsi Bali.................. I - 18
D.4. Kebijakan Dan Staregi ........................................................................ I - 19
E. Isu Utama Lingkungan Hidup Di Provinsi Bali Tahun 2015 ........... I – 22
1. Kawasan Negative List (Terjadinya Alih Fungsi Lahan) .......... I – 24
2. Peningkatan Pertumbuhan Penduduk ........................................... I – 32
3. Permasalahan Kawasan Kumuh Perkotaan ................................. I – 33
4. Permasalahan Sanitasi .......................................................................... I – 37
5. Permasalahan Abrasi Pantai Akibat Meningkatnya
Aktivitas Di Wilayah Pesisir ............................................................... I – 39
6. Penurunan Kualitas Udara .................................................................. I – 46
7. Kritisnya Penyediaan Air ..................................................................... I – 53
F. Pemanfaatan Laporan SLHD ....................................................................... I – 54
BUKU LAPORAN ii
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI
2015
BUKU LAPORAN iv
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI
2015
BUKU LAPORAN v
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI
2015
DAFTAR TABEL
Halaman
BUKU LAPORAN vi
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI
2015
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.18. Peta Isohyet hujan Wilayah Provinsi Bali ....................... II – 175
Gambar 2.19. Peta Kejadian Bencana Di Provinsi Bali Tahun
1979-2009 ................................................................................... II – 178
Gambar 2.20. Peta Indeks Resiko Bencana Banjir Untuk Provinsi
Bali .................................................................................................. II – 180
Gambar 2.21. Peta Indeks Resiko Bencana Kekeringan Untuk
Provinsi Bali ................................................................................ II – 181
Gambar 2.22. Peta Penyebab Kerawanan Gempa Bumi Daerah
Bali serta episentrum gempa (seismisitas) dengan
magitude di atas 5 SR .............................................................. II – 184
Gambar 2.23. Contoh dampak gempa di Selatan Bali (Kekuatan
6,8 SR, kedalaman 10 Km, 143 Km barat daya Bali)
terhadap skala gempa yang dirasakan di pulau Bali .. II – 185
BUKU LAPORAN ix
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI
2015
DAFTAR GRAFIK
Halaman
BUKU LAPORAN x
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI
2015
BUKU LAPORAN xi
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI
2015
2014-2015......................................................................................... II – 151
Grafik 2.48. Kandungan Parameter TSS (Total Suspended Solids)
Air Laut ............................................................................................... II – 157
Grafik 2.49. Kandungan Parameter Salinitas Air Laut.............................. II – 158
Grafik 2.50. Kandungan Parameter DO (Dissolved Oxygen) Air
Laut ...................................................................................................... II – 159
Grafik 2.51. Kandungan Parameter BOD5 (Biologycal Oxygen
Demand) Air Laut ........................................................................... II – 159
Grafik 2.52. Kandungan Parameter COD (Chemical Oxygen
Demand) Air Laut ........................................................................... II – 160
Grafik 2.53. Kandungan Parameter NO3 Air Laut ...................................... II – 161
Grafik 2.54. Kandungan Parameter Total Coliform Air Laut.................. II – 161
Grafik 2.55. Kondisi Terumbu Karang di Provinsi Bali ............................ II – 164
Grafik 2.56. Luas hutan mangrove di Provinsi Balipada tahun 2011
sampai 2014 pada masing-masing kabupaten ................... II – 172
Grafik 2.57. Curah Hujan Rata-rata Bulanan menurut Kabupaten
/Kota di Bali Tahun 2015 ............................................................ II – 175
Grafik 2.58. Suhu Udara Rata-Rata menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Bali Tahun 2015 ............................................................ II – 177
Grafik 2.59. Perkiraan Kerugian Akibat Bencana Tanah Longsor di
Provinsi Bali Tahun 2015........................................................... II – 186
Grafik 3.1. Pertumbuhan Penduduk dari Tahun 2014 – Tahun
2015..................................................................................................... III – 2
Grafik 3.2. Pertumbuhan Penduduk Menurut Jenis Kelamin dari
Tahun 2014 – Tahun 2015 ......................................................... III – 3
Grafik 3.3. Perbandingan Jumlah Penduduk Pesisir dari Tahun
2014 – Tahun 2015........................................................................ III – 5
Grafik 3.4. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin dari
Tahun 2014 – Tahun 2015 ......................................................... III – 7
Grafik 3.5. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Dan Sumber Air
Minum dari Tahun 2014 – Tahun 2015................................. III – 8
Grafik 3.6. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Dan Fasilitas
Buang Air Besar dari Tahun 2014 – Tahun 2015 .............. III – 9
Grafik 3.7. Perbandingan Perkiraan Volume Timbulan Sampah
dari Tahun 2014 – Tahun 2015 ................................................ III – 10
Grafik 3.8. Perbandingan Jumlah Penderita dari Jenis Penyakit
Utama dari Tahun 2014 – Tahun 2015 .................................. III – 13
Grafik 3.9. Perbandingan Volume Limbah Padat Rumah Sakit
dari Tahun 2014 – Tahun 2015 ................................................ III – 14
Grafik 3.10. Perbandingan Luas Lahan Sawah Menurut Frekuensi
Penanaman, Produksi Per Hektar dari Tahun 2014 –
Tahun 2015....................................................................................... III – 16
Grafik 3.11. Perbandingan Jumlah Hewan Ternak dari Tahun 2014
– Tahun 2015 ................................................................................... III – 18
Grafik 3.12. Perbandingan Jumlah Hewan Unggas dari Tahun 2014
– Tahun 2015 ................................................................................... III – 19
Grafik 3.13. Jumlah Industri Tiap-Tiap Kabupaten/Kota Provinsi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seperti yang dimuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 juga
disebutkan bahwa setiap orang berhak mendapat informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan memanfaatkan segala saluran yang tersedia. Hal ini
menyiratkan bahwa semua warga negara berhak mendapat dan
menyampaikan informasi. Peran data menjadi sangat penting dalam
pengambilan keputusan. Atau dengan kata lain segala keputusan sebaiknya
didasarkan atas fakta-fakta yang terkait dengan keputusan tersebut.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 juga disebutkan bahwa setiap
orang berhak mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan memanfaatkan
segala saluran yang tersedia. Hal ini menyiratkan bahwa semua warga negara
berhak mendapat dan menyampaikan informasi. Dalam Undang-Undang No
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
menyebutkan bahwa dalam Sistem Informasi Lingkungan Hidup minimal
memuat tentang status lingkungan hidup, peta rawan lingkungan hidup, serta
informasi lingkungan hidup yang lain.
C. METODE
Dalam penyusunan SLHD Provinsi Bali metode yang dipergunakan
adalah metode PSR (Presure, State, Response), dimama kondisi (state) dilihat
Indonesia disajikan pada Gambar 1.2. Adapun batas fisiknya adalah sebagai
berikut:
Utara : Laut Bali
Timur : Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat)
Selatan : Samudera Indonesia
Barat : Selat Bali (Provinsi Jawa Timur)
cukup landai meliputi areal seluas 77.321,38 ha; lahan dengan ketinggian 50
- 100 m di atas permukaan laut mempunyai permukaan berombak sampai
bergelombang dengan luas 60.620,34 ha; Lahan dengan ketinggian 100 -
500m di seluas 211.923,85 ha didominasi oleh keadaan permukaan
bergelombang sampai berbukit; Lahan dengan ketinggian 500 - 1.000 m di
atas permukaan laut seluas 145.188,61 ha; Lahan dengan ketinggian di atas
1.000 m di atas permukaan laut seluas 68.231,90 ha.
Struktur geologi regional Bali dimulai dengan adanya kegiatan di
lautan selama kala Miosen Bawah yang menghasilkan batuan lava bantal dan
breksi yang disisipi oleh batu gamping. Di bagian selatan terjadi
pengendapan oleh batu gamping yang kemudian membentuk Formasi
Selatan. Di jalur yang berbatasan dengan tepi utaranya terjadi pengendapan
sedimen yang lebih halus. Pada akhir kala Pliosen, seluruh daerah
pengendapan itu muncul di atas permukaan laut. Bersamaan dengan
pengangkatan, terjadi pergeseran yang menyebabkan berbagai bagian
tersesarkan satu terhadap yang lainnya. Umumnya sesar ini terbenam oleh
bahan batuan organik atau endapan yang lebih muda.
Selama kala Pliosen, di lautan sebelah utara terjadi endapan berupa
bahan yang berasal dari endapan yang kemudian menghasilkan Formasi
Asah. Di barat laut sebagian dari batuan muncul ke atas permukaan laut.
Sementara ini semakin ke barat pengendapan batuan karbonat lebih
dominan. Seluruh jalur itu pada akhir Pliosen terangkat dan tersesarkan.
Kegiatan gunung api lebih banyak terjadi di daratan, yang
menghasilkan gunung api dari barat ke timur. Seiring dengan terjadinya dua
kaldera, yaitu mula-mula kaldera Buyan-Bratan dan kemudian kaldera Batur,
Pulau Bali masih mengalami gerakan yang menyebabkan pengangkatan di
bagian utara. Akibatnya, Formasi Palasari terangkat ke permukaan laut dan
Pulau Bali pada umumnya mempunyai penampang Utara-Selatan yang tidak
simetris. Bagian selatan lebih landai dari bagian Utara. Stratigrafi regional
berdasarkan Peta Geologi Bali, geologi Bali tergolong masih muda. Batuan
tertua kemungkinan berumur Miosen Tengah.
4. Hidrologi
Provinsi Bali memiliki 4 buah danau yang merupakan aset pariwisata,
yaitu Danau Beratan, Danau Buyan, Danau Tamblingan dan Danau Batur.
Empat danau di Bali merupakan sumber air baku bagi mata air yang ada di
seluruh Pulau Bali. Selain sumber air danau, potensi kesediaan air di Provinsi
Bali dapat berasal dari mata air, air sungai dan air tanah. Jumlah mata air di
Bali mencapai 570 buah dengan total debit air yang dikeluarkan mencapai
442,39 juta m3 per tahun.
BUKU LAPORAN I - 10
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Mata air ini menjadi sumber air dari 315 buah sungai dengan panjang
total mencapai 3.756 km. Total tampungan air danau dan waduk di Provinsi
Bali mencapai 1,036 juta m3 yang digunakan untuk irigasi dan keperluan
konsumsi penduduk. Untuk air tanah, Provinsi Bali memiliki potensi yang
mencapai 8.000 juta m3.
BUKU LAPORAN I - 11
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
6. Penggunaan Lahan
Berdasarkan pola penggunaan lahan tahun 2014 di Provinsi Bali,
lahan tegal/kebun merupakan lahan mayoritas di Bali yang mencapai
24,27% diikuti luas hutan rakyat dan hutan negara 23,75% (hutan negara
saja 23,18%), luas perkebunan (21,61%), lahan sawah (14,46%), lahan
perumahan (7,93%) dan lahan lainnya mencapai 7,98%. Meskipun termasuk
daerah agraris, penduduk Bali tidak hanya menggantungkan hidupnya pada
sektor pertanian. Sektor yang juga dapat digunakan sebagai mata
pencaharian adalah sektor industri, perdagangan, pariwisata dan jasa.
Bali didukung oleh kawasan hutan yang terletak di daerah
pegunungan yang membentang dari barat sampai ke timur Pulau Bali dengan
luas kawasan hutan mencapai 23,18% luas Pulau Bali. Kawasan ini sangat
penting karena berfungsi sebagai pelindung mata air, pencegah erosi dan
banjir atau juga dapat digunakan sebagai kawasan hidrologi. Untuk potensi
air disamping air danau, kawasan ini dialiri sungai yang bersumber dari
hutan, akan tetapi aliran air lebih banyak mengarah ke daerah selatan
dibandingkan ke daerah utara.
BUKU LAPORAN I - 12
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 13
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 14
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 15
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 16
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 17
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 18
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Bali yang berkelanjutan (bersih, sehat, nyaman, lestari dan indah) sesuai
dengan nilai – nilai Tri Hita Karana, dengan Misi, yaitu:
- Membangun masyarakat yang berbudaya bersih dan cinta
lingkungan hidup (dalam green culture)
- Mengembangkan perekonomian yang sesuai dengan daya tampung
dan daya dukung lingkungan hidup Daerah Bali (green economy)
- Mewujudkan Daerah Bali yang bersih, sehat, nyaman, lestari dan
indah (clean and green)
BUKU LAPORAN I - 19
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 20
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 21
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 22
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 23
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 24
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 25
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 26
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 27
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 28
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 29
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 30
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Tabel 1.2. Luas Alih Fungsi Lahan Terbangun pada Kawasan Negatif List
b. Tekanan
Perubahan penggunaan lahan di Provinsi Bali sebagian besar akibat
peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan pertumbuhan
ekonomi (5,47 %) dalam lima tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi
Provinsi Bali sebagian besar disumbangkan oleh daerah-daerah
Selatan Provinsi Bali, hal inilah yang menyebabkan daerah selatan
Provinsi Bali mengalami perubahan tipe lahan yang lebih besar
dibandingkan dengan daerah Utara Provinsi Bali. Secara umum
peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi tidak
sepenuhnya dapat menggambarkan faktor-faktor penyebab
perubahan penggunaan lahan.
Akan tetapi, seiring dengan dengan semakin meningkatnya jumlah
penduduk dan pendapatan penduduk, maka usaha konversi lahan dari
BUKU LAPORAN I - 31
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 32
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 33
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 34
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 35
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 36
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
4. Permasalahan Sanitasi
a. Status
Sanitasi yang merupakan perilaku disengaja dalam pembudayaan
hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan
langsung dengan kotoran dan bahan buangan lainnya dengan harapan
usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia, tidak
hanya perlu diterapkan di lingkungan sekolah atau tempat umum
lainnya, namun harusnya bermula dari diri dan lingkungan sendiri.
Ketersediaan sarana pendukung seperti tempat cuci tangan yang
dimodifikasi, penyampaian informasi terkait sanitasi membantu
menyadarkan masyarakat akan pentingnya sanitasi. Analisa kondisi
sanitasi di Provinsi Bali dilakukan opeh Bappeda Provinsi Bali pada
tahun 2015, dalam kegiatan penyusunan Roadmap Sanitasi Provinsi
(RSP) Bali yaitu dengan melakukan analisa berdasarkan ketersediaan
sarana prasarana sanitasi dan kondisi pengelolaannya baik oleh
pemerintah dan peran serta masyarakat. diperoleh hasil bahwa
1) Pengelolaan persampahan di Provinsi Bali secara umum
kondisinya baik hanya di Kabupaten Jembrana dan Klungkung
yang pengelolaan sampahnya masih pada kondisi buruk , dan 7
Kabupaten/Kota lainnya dengan kondisi baik.
2) Pengelolaan air limbah di Provinsi Bali kondisinya masih buruk,
dengan rincian pengelolaan air limbah Kabupaten Bangli
kondisinya sangat buruk, sedangkan 8 Kabupaten/Kota lainnya
kondisinya buruk, hal ini disebabkan karena minimnya jumlah
sarana pengolahan air limbah seperti IPAL maupun IPLT.
3) Pengelolaan drainase di Provinsi Bali kondisinya buruk dimana
seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali pengelolaan drainase
BUKU LAPORAN I - 37
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Keterangan Warna :
b. Tekanan
Populasi penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun, migrasi
lokal dengan berbagai ragam budaya dan kebiasaan penduduk,
ketidakpedulian akan pentingnya hidup bersih dan sehat serta
minimnya fasilitas dan informasi tentang sanitasi akan menghambat
pelaksanaan dari pemberdayaan sanitasi lingkungan itu sendiri.
BUKU LAPORAN I - 38
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
c. Respon
Peningkatan jumlah dan kondisi sarana prasarana sanitasi di Provinsi
Bali terus diupayakan dengan pembangunan unit sarana baru dan
menyempurnakan unit saran a yang telah terbangun, amun sering kali
ketersediaan lahan dalam pembangunan sarana sanitasi yang menjadi
penghalang mengingat semakin padatnya permukiman penduduk.
Oleh sebab itu pemerintah Provinsi Bali membentuk unit pelaksana
teknis yang khusus menangani permasalahan sanitasi di bawah
koordinasi Dinas Pekerjaan Umum, yaitu Unit Pelaksana Teknis (UPT
Pengolahan Sampah dan UPT Air Limbah, sedangkan untuk drainase
masih ditangani langsung oleh Dinas Pekerjaan Umum. Selain itu
sampai saat ii telah terbangun unit pengolahan sampah TPST di tiap
kabupaten/kota, total jumlah unit TPST terbangun di Provinsi Bali
mencapai 146 unit, unit IPLT telah terbangun sebanyak 6 unit, unit
IPAL Komunal (SANIMAS) terbangun mencapai 64 unit dan IPAL
terpusat terbangun 1 unit melalui program DSDP (Denpasar Sewerage
Development Project) yang melayani sebagian Kota Denpasar dan
sebagian Kabupaten Badung.
BUKU LAPORAN I - 39
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 40
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 41
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
1 2 3 4 5 6
BUKU LAPORAN I - 42
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
1 2 3 4 5 6
b. Tekanan
Penyebab oleh ulah manusia adalah jika perbuatan manusia
mengganggu sistem keseimbangan proses-proses dinamis di pantai.
Kebanyakan dari penyebab erosi oleh ulah manusia terjadi karena
ketidakmengertian, yang mana dapat dihindari dengan penerapan
manajemen zona pantai yang baik. Beberapa aktifitas manusia yang
menyebabkan terjadinya erosi/abrasi pantai di Bali adalah sebagai
berikut:
1) Pembangunan Struktur Pantai
Ini merupakan faktor terpenting dari penyebab erosi/abrasi oleh
ulah manusia. Pembangunan struktur pantai seperti groins (krib)
atau dermaga, jetty dan struktur lainnya menimbulkan
pembatasan garis pantai yang menghambat angkutan material
sejajar garis pantai. Pembangunan struktur pantai di daerah
pantai aktif (bergerak) maupun di belakangnya dapat menaikkan
dissipasi energi gelombang oleh material pantai di depan
BUKU LAPORAN I - 43
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 44
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 45
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 46
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 47
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
b. Tekanan
BUKU LAPORAN I - 48
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 49
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 50
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
2) Trans SARBAGITA
Denpasar sebagai Ibu Kota Provinsi Bali memberikan pengaruh
sangat besar kepada kabupaten sekitarnya (Badung, Gianyar dan
Tabanan) membentuk satu kesatuan geografis dan ekonomi yang
disebut kawasan Metropolitan SARBAGITA. Sebagai daerah tujuan
utama, jumlah pergerakan orang keluar-masuk Bali, tahun 2010
sebanyak 21.702.308 orang atau 59.458 orang / hari dengan
kenaikan dalam 12 tahun terakhir 6,62 % per tahun. Pelayanan
angkutan umum sangat buruk, Tidak Ada Pilihan untuk menunjang
pergerakan masyarakat, kecuali menggunakan kendaraan pribadi,
akibatnya penggunaan kendaraan pribadi 91,20 % dengan
kenaikan 10,89 % per tahun, sedangkan infrastuktur jalan naik 1,
99 % / tahun. Dampak yang dirasakan adalah munculnya
kemacetan lalu lintas, yang tidak hanya terjadi di pusat kota, tetapi
juga terjadi pada ruas jalan penghubung lintas antar kawasan
bawahan. UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan dalam Pasal 139 mengamanatkan bahwa Pemerintah,
Pemerintah Prosinsi, Kabupaten/ Kota wajib menjamin tersedianya
angkutan umum orang dan barang.
Pembangunan Infrastruktur, untuk menunjang Pemerataan
Pertumbuhan Ekonomi Antar Wilayah dan Kelancaran Lalu Lintas (
Pembangunan Terminal Mengwi, Bandara Ngurah Rai, Pelabuhan
Tanah Ampo, Gunaksa dan Pelabuhan Gilimanuk, Jalan Tol Benoa–
Bandara Ngurah Rai-Nusadua, Ruas Jln Tohpati–Kusamba, Akses Jln
Masuk Pelabuhan Gunaksa, Ruas Jalan Munggu-Beringkit-Batuan-
Purnama, Kuta-Tanah Lot-Soka dan Gilimanuk - Singaraja-Amed
(sudah dan akan dilaksanakan). Manajemen Rekayasa Lalu Lintas
meliputi Perbaikan Simpang, Pengendalian ketertiban, keselamatan
dan kelancaran lalu lintas (ATCS, Rambu ) dan Law Inforcement
pelanggaran perijinan dan disiplin tertib lalu lintas di jalan umum
dan parkir kendaraan di jalan umum. Penyediaan Public Transport
BUKU LAPORAN I - 51
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 52
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 53
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
b. Tekanan
Meningkatnya industri pariwisata dan industri lainnya juga
berpengaruh pada pembagian air untuk kepentingan masyarakat dan
kepentingan pariwisata dan industri lainnya. Selain itu, meningkatnya
fungsi DAS sebagai media penerima limbah padat dan cair dari
berbagai aktifitas seperti kegiatan domestik maupun industri,
memberi dampak negatif pada kualitas dan kuantitas air yang ada.
c. Respon
Pencanangan Bali Clean and Green yang diikuti dengan adanya
kebijakan dalam pengendalian dan pengelolaan zat-zat pencemar
akan membawa Bali pada kondisi lingkungan yang lebih baik secara
menyeluruh dan peningkatan kualitas air pada khususnya.
Pemantauan kualitas sumber air berupa pengecekan secara berkala
kualitas air sungai, air danau dan air sumur merupakan langkah tepat
yang perlu diimbangi dengan langkah pemulihan dan pelestarian
sumber-sumber air yang ada sehingga dapat berkelanjutan.
BUKU LAPORAN I - 54
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 55
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN I - 56
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BAB II
KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN
KECENDERUNGANNYA
BUKU LAPORAN II - 1
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 2
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 3
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 4
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 5
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 6
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 7
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
dan perairan Provinsi Bali adalah seluas 130.686,01 ha, sedangkan luas
daratan kawasan hutannya mencapai 127.271,01 ha. Berdasarkan atas fungsi
hutan, kawasan hutan di Bali terdiri atas hutan lindung, hutan konservasi
meliputi kawasan Cagar Alam, kawasan Taman Nasional, kawasan Taman
Wisata Alam (TWA), kawasan Taman Hutan Raya (Tahura), dan kawasan
Hutan Produksi meliputi kawasan Hutan Produksi Terbatas dan kawasan
Hutan Produksi Tetap. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang paling
besar wilayahnya yang mencapai 95.766,06 ha atau 73,28% dari luas
kawasan hutan di Provinsi Bali. Sedangkan taman hutan raya adalah areal
terkecil dari kawasan hutan di Provinsi Bali denga luas 1.373,50 atau 1,05%
dar luas kawasan hutan di Provinsi Bali. Kondisi luas hutan Tahun 2015
berdasarkan fungsinya ini tidak mengalami perubahan dari tahun 2014.
Sementara itu, luas kawasan hutan di Bali masih belum mencapai luas ideal
untuk optimalisasi manfaat lingkungan yaitu minimal 30% dari luas wilayah
seperti tertera pada Pasal 18 ayat (2) Undang- Undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan.
BUKU LAPORAN II - 8
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Tabel 2.2. Luas Kawasan Hutan dan Persentase Luas Kawasan Hutan
Terhadap Luas Wilayah menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Bali Tahun 2015
Persentase (%) Luas Kawasan Hutan
Luas Luas terhadap
Kabupaten/
No Wilayah Kawasan Luas Kawasan
Kota Luas Wil Luas Wil.
(Ha) Hutan (Ha) Hutan
Kab/Kota Provinsi
Provinsi
1 Jembrana 84.18 42.156,27 50,08 7,48 32,26
2 Buleleng 136.588 51.436,21 37,66 9,13 39,36
3 Tabanan 83.933 9.969,15 11,88 1,77 7,63
4 Badung 41.852 1.779,87 4,25 0,32 1,36
5 Denpasar 12.778 734,5 5,75 0,13 0,56
6 Gianyar 36.8 - - - -
7 Bangli 52.081 9.341,28 17,94 1,66 7,15
8 Klungkung 31.5 1.048,50 3,33 0,19 0,80
9 Karangasem 83.954 14.220,23 16,94 2,52 10,88
Provinsi Bali 563.666 130.686,01 23,19 23,19 100,00
Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Bali (2015)
BUKU LAPORAN II - 9
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 10
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 11
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 12
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Hutan Hutan
Kawasan Hutan Cagar Taman
No Produksi Produksi TWA Tahura Jumlah
Hutan Lindung Alam Nasional*
Tetap Terbatas
Gn.Batur Bkt
6 - - 453,00 - - 2.075,00 - 2.528,00
Payang
Gunung
7 14.038,63 - 204,11 - - 574,27 - 14.817,01
Abang Agung
Gunung
8 1.111,0 - - - - - - 1.111,0
Seraya
9 Prapat Benoa 1.373,50 1.373,50
10 Yeh Ayah 575,73 - - - - - - 575,73
Yeh Leh-Yeh
11 4.195,30 - - - - - - 4.195,30
Lebah
12 Bali Barat 54.452,68 1.907,10 5.632,60 - 19.002,89 - - 80.995,27
Penulisan-
13 5.663,70 - 185,55 - - - - 5.849,25
Kintamani
14 Sangeh - - - - - 13,97 - 13,97
Nusa
15 202,00 - - - - - - 202,00
Lembongan
16 Bunutan 126,70 - - - - - - 126,70
17 Bukit Gumang 22,00 - - - - - - 22,00
18 Bukit Pawon 35,00 - - - - - - 35,00
19 Kondangdia 89,50 - - - - - - 89,50
Tanjung
20 - - 244,00 - - - - 244,00
Bakung
21 Suana 329,50 - - - - - - 329,50
22 Sakti 273,00 - - - - - - 273,00
Jumlah 95.766,6 1.907,10 6.719,26 762,80 19.002,89 4.154,40 1.373,50 130.686,01
Keterangan : *) Termasuk perairan seluas 3.145 ha
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Bali (2015)
a. Cagar Alam
Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau
ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya
berlangsung secara alami. Hutan cagar alam di Provinsi Bali hanya
terdapat di bagian tengan Pulau Bali yaitu Cagar Alam Batukahu yang
ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian no
716/kpts//um/11/1974 dengan luas
BUKU LAPORAN II - 13
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
1.762,80 ha. Cagar alam ini terbagi menjadi tiga kawasan hutan yaitu :
Batukahu I (Bukit Tapak), Batukahu II (Bukit Pohen) dan Batukahu III
(Bukit Lesong). Topografinya berbukit dengan ketinggian antara 1.860-
2.089 m dpl. Saat ini Cagar Alam Batukahu menjadi kawasan yang
dikelola di bawah tanggung jawab BKSDA Bali dan pusat. Cagar Alam
Batukahu termasuk dalam wilayah Kabupaten Buleleng (Kecamatan
Banjar dan Sukasada) seluas 1.004,4 ha serta Kabupaten Tabanan
(Kecamatan Baturiti dan Penebel) seluas 758,40 ha.
b. Taman Wisata Alam
Taman wisata alam (TWA) adalah kawasan pelestarian alam yang
terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Di Provinsi
Bali, Taman Wisata Alam memiliki total luas4154,4 ha, yang tersebar
pada 4 (empat) TWA yaitu:
1) Taman Wisata Alam Danau Buyan-Danau Tamblingan mencakup
areal seluas 1.491,16 ha (tidak termasuk luas Danau Buyan dan
Danau Tamblingan), berlokasi di dua Kabupaten yaitu Kecamatan
Banjar dan Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng yang memiliki
areal masing- masing seluas 442,35 ha dan 506,3 ha, serta
Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan seluas 542,51 ha. Taman
Wisata Alam Danau Buyan- Tamblingan ditetapkan oleh Menhut
berdasarkan SK No. 144/Kpts- II/1996 tanggal 4 April 1996 seluas
1.336,50 ha. Lalu direvisi lagi sesuai dengan SK Kakanwil Dephut
No.140/Kwl-5/1997 tanggal 22 Januari 1997 sehingga luas TWA
Danau Buyan-Tamblingan menjadi 1.703 ha (sudah termasuk Danau
Buyan dan Danau Tamblingan);
2) Taman Wisata Alam Gunung Batur Bukit Payang terletak di Desa
Penelokan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Status kawasan
ini ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Pertamian
Nomor:321/Kpts/Um/11/1982 tanggal 10 Nopember 1982 dengan
luas 2.075 Ha. Kawasan taman wisata ini memiliki udara yang sejuk,
BUKU LAPORAN II - 14
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
panorama yang indah dan unik karena dari kawasan ini dapat dilihat
keindahan Gunung Batur dan danaunya;
3) Taman Wisata Alam Penelokan terletak di Desa Penelokan,
Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, yang masuk dalam
Register Tanah Kehutanan (RTK) 8 Hunung Abang-Agung. Status
kawasan ini ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian
Nomor: 655/Kpts/Um/10/1978 tanggal 29 Oktober 1978 dengan
luas 574.275 Ha. Kawasan taman wisata alam ini berada di
ketinggian antara 1.200-1.500 m dpl dengan udara yang sejuk dan
mempunyai panorama yang sangat indah dan unik karena dari
kawasan ini dapat dilihat keindahan Gunung Batur dan Danaunya.
Apabila udara cerah, dapat pula dilihat puncak Gunung Agung yang
menjulang di sebelah tenggara; dan
4) Taman Wisata Alam Sangeh: Taman Wisata alam Sangeh terletak di
Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. Status
kawasan ini sebelumnya adalah cagar alam, namun dengan terbitnya
Surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor: II/Kpts-II/1993 tanggal
16 Februari tahun 1993 berubah menjadi taman wisata alam dengan
luas 13.969 Ha. Daya tarik objek TWA sangeh adalah adanya
kehidupan kera abu-abu, kemudian terdapat tegakan murni pohon
Pala yang sangat khas dan mendominsasi kawasan tersebut, selain
itu terdapat pula bangunan pura dalam kawasan tersebut, seperti
Pura Bukit Sari dan Pura Melanting.
c. Taman Nasional
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan system zonasi yang dimanfaatkan untuk
tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata, dan rekreasi. Provinsi Bali hanya memiliki satu Taman
Nasional yaitu Taman Nasional Bali Barat (TNBB) TNBB merupakan
salah satu Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
BUKU LAPORAN II - 15
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 16
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 17
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 18
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 19
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 20
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya ini
termasuk di dalamnya kawasan peruntukan hutan produksi, kawasan hutan
rakyat, kawasan peruntukan pertanian, kawasan peruntukan perkebunan,
kawasan peruntukan perikanan, kawasan peruntukan pertambangan,
kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata, kawasan
peruntukan pemukiman dan kawasan peruntukan budidaya lainnya. Jenis
Kawasan Lindung menurut Perda Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali mencakup:
a. kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
d. kawasan rawan bencana alam;
e. kawasan lindung geologi; dan
f. kawasan lindung lainnya
Berdasarkan RTRW Provinsi Bali luas kawasan lindung mencapai
195.132,43 hektar yang terdiri dari kawasan hutan lindung, kawasan resapan
air, kawasan cagar alam darat dan laut, kawasan pantai berhutan bakau,
kawasan taman nasional (darat dan laut), kawasan taman hutan raya, dan
kawasan wisata alam (darat dan laut), kawasan cagar alam budaya dan ilmu
pengetahuan, kawasan sempandan pantai, kawasan sempadan sungai,
kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan rawan tanah longsor, kawasan
rawan banjir, kawasan rawan letusan gunung api, dan kawasan lindung
terumbu karang. Peta Kawasan Lindung Wilayah Provinsi Bali menurut
RTRW Provinsi Bali Tahun 2009–2029 (Lampiran XII Perda No.16 Tahun
2009) disajikan pada Gambar berikut.
BUKU LAPORAN II - 21
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Prosentase
Luas Hasil Identifikasi
No Nama Kawasan Terhadap Luas
(Ha)
Bali (%)
Kawasan Lindung Geologi
14 Kawasan Rawan Bencana 11.795,00 2,09
Gn. Berapi
Kawasan Lindung Lainnya
15 Terumbu Karang 7.249,10 1,29
Jumlah 175.577,18 34,28
Sumber: Perda Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009
BUKU LAPORAN II - 23
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 24
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 25
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 26
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 27
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 28
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 29
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 30
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
hilangnya satu atau lebih fungsinya yang mengakibatkan daya dukung tanah
tersebut bagi kehidupan di atasnya berkurang atau bahkan hilang.
Luas lahan kritis (kategori kritis dan sangat kritis) di Bali pada tahun
2015 mencapai 16.323,68 ha atau 2,90% dari luas wilayah. Luas lahan kritis
Tahun 2015 masih sama dengan kondisi di tahun 2014. Berdasarkan data
sebelumnya, luas lahan kritis di Bali adalah seluas 55.313 Ha atau 9,82 %
dari luas Provinsi Bali. Pembaharuan peta lahan kritis dilakukan oleh BPDAS
Unda Anyar, Kementerian Kehutanan. Pembaharuan dilakukan sejak tahun
2013 dan menghasilkan Peraturan Gubenur Bali Tahun 2014. Gambar
dibawah menunjukkan bahwa lahan kritis terluas pada tahun 2014 terdapat
di Kabupaten Buleleng dan disusul Kabupaten Karangasem dan Kabupaten
Bangli diurutan kedua. Lahan kritis di Kabupaten Bulelng terutama terdapat
di lereng Gunung Agung bagian utara dan puncak gunung di selatan Buleleng.
Sementara di Kabupaten Karangasem, lahan kritis masih di jumpai disekitar
kaki gunung agung yang merupakan daerah aliran lahan letusan. Sedangkan
lahan kritis di Kabupaten Bangli terkondentrasi di sekitar Gunung Api Batur
dan kalderanya.Sementara itu, wilayah dengan lahan kritis relatif kecil yaitu
Jembrana, Tabanan dan Denpasar. Satu-satunya kabupaten yang tidak
terdapat lahan kritis yaitu Kabupaten Gianyar.
Berdasarkan analisis perubahan luas lahan kritis pada tahun 2004 dan
tahun 2014 Keputusan Gubernur Bali tanggal, 29 April 2014 tentang Luasan
Lahan Kritis di Provinsi Bali Tahun 2013, maka diperoleh bahwa luas lahan
kritis di Kabupaten Karangasem paling besar pengurangannya yaitu seluas
18.466.30 Ha dan disusul oleh Kabupaten Klungkungan dengan pengurangan
lahan kritis seluas 9.459,50 Ha, sementara itu Kabupaten Bangli dan kota
Denpasar memiliki pertambahan lahan kritis masing- masing seluas 422,24
Ha dan 11,73 Ha. Secara total areal lahan kritis di bali berkurang seluas
36.777,76 Ha. Sementara itu, areal lahan dengan kondisi sangat kritis juga
berkurang sangat besar yaitu seluas 2.211,56 Ha. Kabupaten Karangasem
kembali memiliki areal yang paling luas dalam hal pengurangan areal lahan
BUKU LAPORAN II - 31
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
sangat kritis yaitu seluas 1.268,70 Ha dan disusul oleh Kabupaten Bangli dan
Kabupaten Buleleng yang masing-masing seluas 656,04 Ha dan 286,82 Ha.
Gambar 2.5. Peta Lahan Kritis di Wilayah Provinsi Bali tahun 2014
Sumber : Bappeda Provinsi Bali (2013)
BUKU LAPORAN II - 32
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 33
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 34
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
memantapkan agregat tanah sehingga tidak mudah tererosi. Hal ini sama
juga berlaku untuk tanah dengan dominan pasir (tanah dengan tekstur
kasar), kemungkinan untuk terjadinya erosi pada jenis tanah ini adalah
rendah karena laju infiltrasi di tempat ini besar dengan demikian
menurunkan laju air limpasan. Unsur organik cenderung memperbaiki
struktur tanah dan bersifat meningkatkan permeabilitas tanah, kapasitas
tampung air tanah, dan kesuburan tanah. Kumpulan unsur organik di atas
permukaan tanah dapat menghambat kecepatan air limpasan dan dengan
demikian menurunkan terjadinya erosi. Struktur tanah mempengaruhi
kapasitas infiltrasi tanah, dimana struktur tanah granuler memiliki
keporousan tanah yang tinggi sehingga akan meningkatkan kapasitas
infiltrasi tanah. Permeabilitas memberikan pengaruh pada kemampuan
tanah dalam meloloskan air, tanah dengan permeabilitas tinggi menaikkan
laju infiltrasi.
Kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat erosi tanah dapat dibagi
atas kerugian ekonomi yangdiakibatkan oleh dampak langsung di tempat
kejadian erosi (on-site) maupun dampak di luar tempatkejadian erosi (off-
site). Dampak langsung yang utama adalah penurunan produktivitas tanaman
yangdiakibatkan oleh kemerosotan produktivitas tanah, kehilangan unsur
hara tanah dan kehilangan lapisan tanah yang baik/subur bagi berjangkarnya
akar tanaman, sedangkan dampak tidak langyung adalah pelumpuran dan
pendangkalan waduk, kerusakan ekosistem perairan, memburuknya kualitas
air, meningkatnya frekuensidan masa kekeringan, serta tertimbunnya lahan-
lahan pertanian.
Data dan informasi mengenai kerusakan lahan akibat erosi secara
komprehensif di Bali sangat terbatas ketersediaannya. Data dan informasi
yang tersedia umumnya bersifat spasial dan terbatas. Pada tahun 2015
evaluasi kerusaan tanah di lahan kering dilakukan oleh Badan Lingkungan
Hidup Kota Denpasar dan Kabupaten Karangasem yang melakukan pengujian
dengan mengambil sampel tanah di Kelurahan Kesiman, Kec. Denpasar
BUKU LAPORAN II - 35
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Timur, Kota Denpasar dan di Desa Tianyar Barat Kec. Kubu, Kab.
Karangasem., adapun hasil yang diperoleh untuk di Kota Denpasar tidak
ditemukan besaran erosi tanah selama tahun 2015, sedangkan hal berbeda
terjadi di Kabupaten Karangasem, dimana pada ketebalan tanah <20 cm
ditemukan besaran erosi sebesar 1,25 mm/10 tahun dan pada ketebalan
tanah >150 cm ditemukan besaran erosi mencapai 12,72 mm/10 tahun.
Badan Penanggulangan Bencana Nasional mengeluarkan peta indeks
resiko bencana erosi tanah untuk Provinsi Bali. Berdasarkan peta tersebut
terlihat Kabupaten Karangasem memiliki indeks resiko bencana erosi paling
tinggi atau daerah yang memiliki tingkat resiko kejadian bencana erosi paling
tinggi jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Provinsi Bali. Adapun
daerah-daerah yang meiliki tingkat resiko bencana erosi yang sedang adalah
Kabupaten Badung, Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Bangli. Ketiga
Kabupaten tersebut sebagian besar memiliki tingkat kelerengan yang terjal
sehingga memungkinkan terjadinya erosi tanah. Sementara itu, Kabupaten
Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Klungkung dan Kota Denpasar
memiliki indeks resiko bencana erosi tanah yang rendah.
Gambar 2.7. Peta Indeks Resiko Bencana Erosi Tanah di Provinsi Bali
Sumber: BNPB (2015)
BUKU LAPORAN II - 36
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 37
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
B. KEANEKARAGAMAN HAYATI
Di Daerah Bali dapat ditemukan beragam spesies fauna dari kelompok
avertebrata, reptilia, mamalia, dan amphibi yang jumlah keseluruhannya
mencapai 1.346 spesies. Untuk fauna mamalia diketahui ada 64 spesies
dimana 39 spesies diantaranya dilindungi menurut PP RI No. 7 Tahun 1999.
Jenis burung diketahui ada 201 jenis dan 75 jenis di antaranya dilindungi.
Beberapa jenis yang dilindungi tersebut ada beberapa jenis yang terancam
kepunahan yaitu Jalak Bali (Leucopsar rothchildi) yang terdapat di Taman
Nasional Bali Barat, Elang Kecil (Halyaster indus utermidius) dan Elang Besar
(Halyaster indus) yang ditemukan di Batukaru dan Sangeh. Di Bali terdapat
beberapa fauna khas yang sifatnya endemik dan diyakini sebagai fauna asal
Bali yaitu Anjing Kintamani, Jalak Bali, Sapi Bali, dan Sapi Putih atau Sapi
Taro.
Di dalam kawasan konservasi terdapat beberapa spesies fauna yang
statusnya sudah berada dalam kondisi genting, yaitu:
BUKU LAPORAN II - 38
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 39
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 40
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 41
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
No Nam a Penyebaran
Palasari
15 Elang Belalang -
(Nicwhierax
fiingillarius)
16 Gagajahan Besar Tl. Gilimanuk, Sepenanjung Prapat Agung sampai
(Numenius arquata) Banyuwedang dan P, Menjangan sebelah barat
17 Gagajahan Kecil Tl. Gilimanuk dan P. Menjangan sebelah barat
(Numenius minutus)
18 Camar Karudi Putih Sepenanjung Prapat Agung, P. Menjangan dan Tl. Gilimanuk
(Ancus minutus)
19 Raja Udang Bini Kecil -
(Alcedo caerulescens)
20 Raja Udang Merah Tepi pantai di Cekik, Penginuman sampai Kelatakan, Tl,
(Ceyx erithacus) Trima dan Banyuwedang
21 Raja Udang Kalung Tepi pantai Kelatakan sampai Cekik, Sepenanjung Prapat
Putih (Halcyon Agung, Tl. Gilimanuk, Tl. Trima dan Banyuwedang
chloris)
22 Raja Udang (Halcyon Cekik & sekitarnya, Tl. Gilimanuk, Tl. Trima, P.Menjangan S
sancta) Sepenanjung Prapat Agung
23 Burung Paok Ekor Sumberejo, Tl, Trima, Gn, Kelatakan, Cekik sampai
Biru (Pitta guajand) Sumbersari & sekitar Palasari
24 Burung Kipas Di seluruh kawasan terutama Sepenanjung Prapat Agung,
(Rhipidura javanica) dan Gn. Kelatakan & sekitarnya
25 Jalak Bali Putih Endemik & terbatas di Sepenanjimg Prapat Agimg
(Leucopsar
rothschildi)
26 Jalak Putih (Sturnus Prapat Agung, Tegal Bunder, Tl. Trima sampai
melanopterus) Banyuwedang, Sumbersari sampai Palasari
27 Bluwak (Mycteria Tl. Gilimanuk, Sepenanjimg Prapat Agung fdaerah pasang
cinarea) surut Prapat Agung sampai Kota
27 Bluwok (Mycteria Tl. Gilimanuk. Sepenanjung Prapat Agung daerah pasang
cinarea) surut Prapat Agung sampai Kota
28 Pecuk Ular (Anhinga Tl. Gilimanuk dan Palasari
mekmog aster)
29 Bangan Tongtong Tepi laut Sepenanjung Prapat Agung, Tl. Gilimanuk, Tl. Trim
(Leptopttios a, Banyuwedang dan Palasari
javaniais)
30 Elang Laut Perut Sepenajnjung Prapat Agung sampai Banyuwedang, Tl.
Putih (Haliaetus Gilimanuk. Tegal Bunder sampai Palasari
leocogaster)
31 Dara Laut Jambul Sepenanjung Prapat Agung dan P. Menjangan
Besar (Sterna bergif)
32 Elang Ular (Spilornis Sumber Klampok, Tegal Bunder, Sepenanjung Prapat
BUKU LAPORAN II - 42
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
No Nam a Penyebaran
cheela) Agung, P. Menjangan, Banyuwedang, Sumbersari & Palasari
33 Burung Madu Kuning Tl. Gilimanuk, Cekik sampai Palasari, Tl. Trima, Tl.
(Necta riniajugu laris) Banyuwedang dan Sepenanjung Prapat Agung
34 Wili-wili (Esacus Tl. Gilimanuk, sepanjang garis pantai Sepenanjung Prapat
magnirostris) Agung, P. Menjangan dan Labuhan Lalang
35 Dara Laut (Sterna P. Menjangan dan Sepenanjung Prapat Agung
dougaUii)
36 Dara Laut Hirunda Sepanjang pantai Sepenanjung Prapat Agung, Tl. Gilimanuk
(Sterna hirundo) & P. Menjangan
37 Dara Laut Kecil Tepi bar at P. Menjangan & Tl. Gilimanuk
(Sterna albiforns)
Reptil
38 Penyu Rider Teluk Kelor, Teluk Gilimanuk dan atau seluruh Sepenanjung
(Lepidochelys Prapat Agung
olivaceae)
Sumber: TNBB (2015)
Tabel 2.8. Jenis-Jenis Burung yang Terdapat di Kawasan Tahura Ngurah Rai
No Nama Daerah Nama Latin No Nama Daerah Nama Latin
1 Elang bondol A. Haliastur Indus 34 Kutilang B. Pycnonotns
goiavier
2 Burung udang Alcedo 35 Cerukcuk P. aurigaster
biru caerulescens
3 Cekakak Halcyon chloris 36 Kareo Amauromis
Phoenicians
4 Cekakak gunung H. cyanoventris 37 Mandar padi Galliralhts striatus
slntar
5 Cekakak suci Todithamphus 38 Trinil pantal Actitis hypoleucos
sancta
6 Belibis kembang Dendrocygna 39 Pembalik batu Arenaria interpres
arcitata
7 Wale t sap i Collocatia 40 Kedidi rawa Calidris alpina
esculenta
8 Cangak me rah Ardea purpurea 41 Gajahan Numenius
phaeopus
9 Belokok sawah Ardeola speciosa 42 Gajahan besar N. aquata
10 Kokokan laut Bur ot ides 43 Trinil semak Tiinga glareola
striatus
11 Kuntiil merah Egvettn garzetta 44 Trinil betis hijau T. nebularia
BUKU LAPORAN II - 44
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 45
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 46
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
C. AIR
Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, Air merupakan
salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi
kehidupan dan peri kehidupan manusia, serta untuk memajukan
kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama
pembangunan. Pesatnya pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk
setiap tahun akan menyebabkan kebutuhan air akan semakin, meningkat
pula. Hal ini juga akan berdampak pada kecukupan penyediaan air bersih
bagi masyarakat.
Air merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat di alam secara
berlimpah-limpah. Namun, ketersediaan air yang memenuhi syarat bagi
keperluan manusia relatif sedikit karena dibatasi oleh berbagai faktor. Lebih
dari 97% air di muka bumi ini merupakan air laut. Dari 3% air yang tersisa,
2% tersimpan sebagai gunung es (glacier) dan di kutub dan uap air. Air yang
benar-benar tersedia bagi keperluan manusia hanya 0,62%, meliputi air yang
terdapat di danau, sungai dan air tanah. Jika ditinjau dari segi kualitas, air
yang memadai bagi konsumsi manusia hanya 0,003% dari seluruh air yang
ada (Effendi, 2003). Air tawar yang tersedia selalu mengalami siklus
hidrologi. Pergantian total (replacement) air sungai berlangsung sekitar 18 –
20 tahun, sedangkan pergantian uap air yang terdapat di atmosfer
berlangsung sekitar dua belas hari dan pergantian ait tanah dalam (deep
groundwater) membutuhkan waktu ratusan tahun (Miller, 1992).
Air tawar berasal dari dua sumber yaitu air permukaan (surface
water) dan air tanah (ground water). Air permukaan adalah semua air yang
terdapat di atas permukaan tanah seperti sungai, danau, waduk, rawa, dan
badan air lainnya. Areal tanah yang mengalirkan air ke suatu badan air
disebut watersheds atau drainage basin. Air yang mengalir dari daratan
menuju suatu badan air disebut limpasan permukaan (surface run off), dan
air yang mengalir di sungai menuju laut disebut aliran air sungai (river run
BUKU LAPORAN II - 48
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
off). Sekitar 69% air yang masuk ke sungai berasal dari hujan, pencairan
es/salju, dan sisanya berasal dari air tanah (Effendi, 2003).
Sumber air permukaan lainnya adalah mata air. Sumber air mata air
adalah aliran air tanah yang muncul di permukaan tanah secara alami, yang
disebabkan oleh terpotongnya aliran air tanah oleh bentuk topografi
setempat dan keluar dari batuan. Pada umumnya mata air muncul di daerah
kaki perbukitan atau bagian lereng, lembah perbukitan dan di daerah
dataran. Mata air yang muncul ke permukaan tanah kebanyakan karena
perubahan topografi dan dipengaruhi oleh perbedaan lapisan permeabel
gunung api dengan lapisan impermeabel (lava bongkah) dengan tipe seepage
(rembesan). Menurut Prastowo dalam Arsyad dan Rustiadi (2008), pada
umumnya ketersediaan mata air dipengaruhi oleh faktor- faktor
geologiseperti kondisi morfologi,litologi,struktur geologi dan tata guna lahan
setempat.
Air tanah (ground water) adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah
atau batuan di bawah permukaan tanah. Air tanah ditemukan pada
akifer.Karakteristik utama yang membedakan air tanah dengan dari air
permukaan adalah pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal yang
sangat lama, dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Karena
pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal yang alam maka air tanah
akan sulit untuk pulih kembali jika mengalami pencemaran.
1. INVENTARISASI SUNGAI
Sistem sungai yang ada di Indonesia terbagi menjadi 90 Satuan
Wilayah Sungai (SWS) menurut Peraturan Menteri PU No. 39/PRT/1989
yang meliputi lebih dari 5.590 DAS. Sungai-sungai yang ada di wilayah
Provinsi Bali secara keseluruhan membentuk satu Satuan Wilayah Sungai
(SWS) atau Regional River Unit, yaitu Wilayah Sungai Bali-Penida dengan
kode SWS 03.01.
BUKU LAPORAN II - 49
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 50
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Dari 401 batang sungai yang ada, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali
dan Balai Pengelolaan DAS Unda Anyar telah melakukan inventarisasi
terhadap 225 sungai dan melakukan pemantauan debit air terhadap 34
sungai. Sungai terpanjang di Bali adalah Tukad Ayung yaitu 62,5 km. Sepuluh
sungai terpanjang di Bali merupakan sungai yang bermuara di wilayah
pesisir selatan Pulau Bali.
BUKU LAPORAN II - 51
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Sistem sungai di Bali mengalir dari utara atau selatan sebagai akibat
dari terbaginya Pulau Bali oleh pegunungan yang membentang dari barat-
timur di pulau ini. Sungai-sungai yang ada di sebelah selatan pegunungan
mengalir ke arah selatan yang umumnya memiliki panjang dua kali lipat
dibandingkan sungai yang mengalir ke utara di belahan utara pegunungan.
Dari seluruh sungai di Bali, terdapat 11 sungai yang memiliki daerah aliran
sungai lebih dari 100 Km2. Potensi air sungai menurut Sub Satuan Wilayah
Sungai di Bali adalah 196,4m3/detik atau 6.195,3 juta m3/tahun. Potensi air
tertinggi terdapat pada Sub SWS 03.01.02 yaitu 29,09 m3/detik.
BUKU LAPORAN II - 52
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Tabel 2.14. Potensi Air Sungai menurut Sub Satuan Wilayah Sungai
Di Provinsi Bali
No Sub SWS Catchment Area(km2) Potensi Air (103 m3)
1 03.01.01 555,64 349.400,00
2 03.01.02 601,75 411.240,00
3 03.01.03 288,34 394.910,00
4 03.01.04 392,37 425.200,00
5 03.01.05 158,92 241.770,00
6 03.01.06 228,44 147.210,00
7 03.01.07 243,52 228.440,00
8 03.01.08 367,22 45.500,00
9 03.01.09 222,39 223.700,00
10 03.01.10 114,24 144.900,00
11 03.01.11 243,48 94.000,00
12 03.01.12 311,65 128.900,00
13 03.01.13 357,14 30.220,00
14 03.01.14 295,38 17.310,00
15 03.01.15 272,53 68.400,00
16 03.01.16 342,08 52.700,00
17 03.01.17 257,78 390.900,00
18 03.01.18 48,84 411.700,00
19 03.01.19 102,19 295.180,00
20 03.01.20 208,87 24.000,00
Total/average 5612,77 4.125.580,00
Sumber : Balai Wilayah Sungai Bali-Penida, 2015
BUKU LAPORAN II - 53
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
2. INVENTARISASI DANAU/WADUK/SITU/EMBUNG
Danau, waduk, situ dan embung merupakan ekosistem perairan yang
dicirikan oleh komponen air sebagai medium bagi berlangsungnya
kehidupan hayati dan proses-proses biofisik-kimia, badan air dan daerah
tangkapan sebagai komponen pengaliran air dan penampung air (water
reservoir) serta komponen hayati yaitu biota air. Dalam siklus hidrologi,
danau, waduk dan embung mempunyai peranan penting sebagai retensi air,
tempat air menetap/tinggal untuk beberapa waktu. Sebagian air hujan yang
jatuh ke permukaan tanah dan mengalir di permukaan tanah memasuki
daerah tangkapan atau daerah aliran menuju ke sistem jaringan sungai,
sistem danau ataupun waduk/embung. Air yang tertampung dalam sistem
danau/waduk/embung sebagian meresap ke dalam tanah dalam bentuk-
bentuk infiltrasi, perlokasi dan kapiler. Aliran air ini sebagian berupa aliran
dasar yang mengisi sistem jaringan sungai sehingga pada musim kemarau
ketika hujan tidak turun untuk beberapa waktu pada suatu sistem sungai
tertentu masih terdapat aliran secara tetap atau kontinyu. Aliran dasar ini
juga air tanah yang kemudian muncul lagi ke permukaan sebagai mata air
karena adanya depresi, rekahan, kontak batuan dan artesis.
a. Danau
Provinsi Bali memiliki empat buah danau yaitu Danau Batur di
Kabupaten Bangli, Danau Beratan di Kabupaten Tabanan, Danau Buyan
dan Danau Tamblingan di Kabupaten Buleleng. Danau Batur merupakan
danau terbesar di Bali dengan luas permukaan16,05 Km2. Danau-danau
yang terdapat di Bali merupakan danau vulkanik yang semuanya berada
pada rantai pegunungan dengan ketinggian 1000 – 1200 m dpl. Dengan
posisinya yang demikian, keempat danau ini merupakan penyangga tata
air di daerah hilir dan sekitarnya.
BUKU LAPORAN II - 54
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
b. Waduk/Situ/Embung
Waduk dan embung merupakan danau buatan (man made lake) yang
dibuat untuk berbagai kepentingan, seperti penyediaan air irigasi, air
baku air bersih, pengendalian banjir dan lain sebagainya. Di Provinsi Bali
terdapat lima waduk/embung yaitu Waduk Palasari dengan luas 87 ha
berlokasi di Kabupaten Jembrana, Waduk Gerokgak dengan 350 ha
berlokasi di Kabupaten Buleleng, Waduk Telaga Tunjung dengan luas 17
ha berlokasi di Kabupaten Tabanan, Waduk Muara Nusa Dua dengan luas
35 ha berlokasi di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, dan Embung
Seraya dengan luas 2 ha berlokasi di Kabupaten Karangasem (Dinas PU
Provinsi Bali, 2012).
Tabel 2.16. Karakteristik Waduk dan Embung di Provinsi Bali
Daerah Luas
Nama Kabupaten/ Kedalaman Vol Air
No Tangkapan Permukaan
Waduk/Embung Kota (m) (juta m3)
(Ha) (Ha)
1 Waduk Palasari Jembrana 4.23 87 29 8,00
2 Waduk Gerokgak Buleleng 2.85 350 42 3,75
Waduk Tabanan 950 17 33 1,26
3
Telaga Tunjung
Waduk Muara Denpasar 2.255 35 2 0,42
4
Nusa Dua
5 Embung Seraya Karangasem 250 2 4 0,10
Jumlah 13,53
Sumber : Dinas PU Provinsi Bali, 2015
BUKU LAPORAN II - 55
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Total volume air waduk dan embung di Bali adalah13,53 juta m3 yang
terdiri dari Waduk Palasari 8,00 juta m3, Waduk Gerokgak 3,75 juta m3,
Waduk Telaga Tunjung 1,26 juta m3, Waduk Muara Nusa Dua 0,42 juta m3,
dan Embung Seraya 0,10 juta m3.
Kondisi waduk dan embung di Bali pada umumnya kurang berfungsi
secara optimal. Waduk Palasari yang dibangun untuk tujuan utama sebagai
sumber air irigasi, menghadapi permasalahan sedimentasi yang
menyebabkan waduk ini tidak dapat menampung air secara optimal dan
berfungsi mensuplai air irigasi sebagaimana diharapkan. Begitu juga dengan
kondisi Waduk Gerokgak dan Embung Seraya. Waduk yang benar-benar
berfungsi sebagai sumber air irigasi adalah Waduk Telaga Tunjung. Waduk
Muara juga telah berfungsi dengan baik sebagai sumber air baku air bersih
setelah dilakukan restorasi berupa pengerukan lumpur serta pengendalian
sampah dan tanaman air.
BUKU LAPORAN II - 56
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
kualitas air sungai antara kondisi di tahun 2014 dengan tahun 2015 dan
analisa juga dilakukan dengan membandingkan hasil pengujian dengan baku
mutu kualitas air Kelas I yang terdapat dalam Peraturan Gubernur Bali
Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup Dan Kriteria
Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Analisa data dilakukan berdasarkan
perhitungan rata – rata dari hasil uji kualitas air sampel.
DO (mg/l)
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad
Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad
Biluk Melang Pangya Pekeris Puluka Yeh Yeh Medew Sangsa
Badung Balian Bubuh Jinah Mati Oos Penet Petanu Saba Sungi Unda
Poh it ngan an n Leh Sumbul i ng
2014 5.57 7.75 7.84 7.63 7.64 3.71 7.56 7.63 6.86 7.33 7.58 7.38 7.63 7.62 7.64 7.66 7.72 7.71 7.57 7.38
2015 5.62 7.73 7.85 7.34 7.49 3.81 7.37 7.31 6.65 7.16 7.43 7.29 7.46 7.75 7.45 7.53 7.59 8.05 7.56 7.23
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
BUKU LAPORAN II - 57
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BOD (mg/l)
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad
Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad
Biluk Melang Pangya Pekeris Puluka Yeh Yeh Medew Sangsa
Badung Balian Bubuh Jinah Mati Oos Penet Petanu Saba Sungi Unda
Poh it ngan an n Leh Sumbul i ng
2014 5.46 1.53 0.73 1.04 0.97 5.47 1.18 1.31 2.09 0.94 3.06 1.37 1.59 3.71 2.73 0.68 1.76 0.85 1.58 1.45
2015 4.17 1.51 1.74 1.06 1.20 9.57 1.60 1.13 1.31 1.12 1.38 2.01 2.16 2.03 1.40 0.93 1.14 1.66 2.35 2.14
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
COD (mg/L)
25
20
15
10
0
Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad
Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad
Biluk Melang Pangya Pekeris Puluka Yeh Yeh Medew Sangsa
Badung Balian Bubuh Jinah Mati Oos Penet Petanu Saba Sungi Unda
Poh it ngan an n Leh Sumbul i ng
2014 14.67 3.67 2.50 3.50 3.67 14.58 3.67 5.00 5.17 4.17 7.83 3.50 3.50 7.83 5.67 2.83 4.00 2.83 4.50 3.83
2015 13.42 3.50 3.50 4.17 4.50 20.33 5.00 4.00 3.83 5.00 4.67 5.83 4.50 5.00 4.00 4.17 3.17 4.33 5.67 5.83
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
4) Parameter NO3
Berdasarkan hasil pemeriksaan, seluruh sungai yang diuji memiliki
kandungan NO3 dibawah baku mutu kualitas air kelas I dengan ambang
batas sebesar 10 mg/l. Sebanyak 13 sungai mengalami peningkatan NO3
dari tahun 2014 yaitu Tukad Badung, Tukad Balian, Tukad Biluk Poh,
Tukad Bubuh, Tukad Jinah, Tukad Mati, Tukad Pangyangan, Tukad
Pekerisan, Tukad Petanu, Tukad Pulukan, Tukad Unda, Tukad Yeh Leh,
Tukad Yeh Sumbul dan Tukad Sangsang. Grafik berikut memperlihatkan
kondisi perbandingan kandungan NO3 dari tahun 2014 ke 2015 dan
keadaan berbanding dengan baku mutu air Kelas I.
BUKU LAPORAN II - 59
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
NO3 (mg/L)
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad
Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad
Biluk Melang Pangya Pekeris Puluka Yeh Yeh Medew Sangsa
Badung Balian Bubuh Jinah Mati Oos Penet Petanu Saba Sungi Unda
Poh it ngan an n Leh Sumbul i ng
2014 3.88 0.55 0.46 1.77 1.69 3.30 1.69 3.06 0.62 1.42 3.24 3.43 0.35 1.62 1.84 1.68 0.52 0.34 1.61 1.79
2015 3.90 0.61 0.50 2.01 1.75 4.58 1.61 2.69 0.62 1.54 3.14 3.55 0.42 1.46 1.68 1.87 0.54 0.35 0.57 1.97
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
BUKU LAPORAN II - 60
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Detergen (mg/L)
0.200
0.180
0.160
0.140
0.120
0.100
0.080
0.060
0.040
0.020
0.000
Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad
Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad
Biluk Melang Pangya Pekeris Puluka Yeh Yeh Medew Sangsa
Badung Balian Bubuh Jinah Mati Oos Penet Petanu Saba Sungi Unda
Poh it ngan an n Leh Sumbul i ng
2014 0.0402 0.0133 0.0040 0.0205 0.0037 0.0517 0.0060 0.0123 0.0200 0.0070 0.0257 0.0403 0.0083 0.0785 0.0135 0.0018 0.0352 0.0057 0.1050 0.0137
2015 0.1039 0.0257 0.0050 0.0080 0.0087 0.0612 0.0100 0.0295 0.0153 0.0485 0.0140 0.0102 0.0133 0.0718 0.0088 0.0058 0.0167 0.0065 0.0260 0.0167
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
BUKU LAPORAN II - 61
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
7) Parameter Kekeruhan
Dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Baku
Mutu Lingkungan Hidup Dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
tidak tercantum adanya batasan baku mutu kualitas air untuk parameter
kekeruhan. Berdasarkan hasil pengujian dan perbandingan dengan
kondisi di tahun 2014, pada tahun 2015 terjadi peningkatan kekeruhan
air sungai di 13 sungai, diantaranya Tukad Badung, Tukad Balian, Tukad
Biluk Poh, Tukad Bubuh, Tukad Melangit, Tukad Pekerisan, Tukad
Petanu, Tukad Pulukan, Tukad Saba, Tukad Sungi, Tukad Unda, Tukad
Yeh Leh, Tukad Yeh Sumbul, Tukad Medewi dan Tukad Sangsang. Grafik
berikut memperlihatkan kondisi perbandingan kekeruhan air sungai dari
tahun 2014 ke 2015.
BUKU LAPORAN II - 62
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Kekeruhan (NTU)
40
35
30
25
20
15
10
0
Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad
Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad
Biluk Melang Pangya Pekeris Puluka Yeh Yeh Medew Sangsa
Badung Balian Bubuh Jinah Mati Oos Penet Petanu Saba Sungi Unda
Poh it ngan an n Leh Sumbul i ng
2014 30.92 7.90 2.85 5.07 11.73 37.43 9.24 13.01 6.73 15.78 35.75 17.48 18.79 12.98 16.30 3.80 4.06 2.96 4.98 10.36
2015 33.77 21.82 3.34 5.24 8.38 23.77 26.84 9.82 5.00 18.29 32.89 17.90 23.59 16.53 20.98 5.89 5.09 5.38 16.91 12.06
8) Parameter PO4
Berdasarkan hasil pemeriksaan, sungai yang diuji kualitas air pada tahun
2015 memiliki kandungan PO4 diatas baku mutu kualitas air kelas I
dengan ambang batas sebesar 0,2 mg/L adalah Tukad Badung, Tukad
Mati, Tukad Penet, Tukad Pulukan dan Tukad Saba. Sebanyak 9 sungai
mengalami peningkatan kandungan PO4 dari tahun 2014 yaitu Tukad
Badung, Tukad Biluk Poh, Tukad Oos, Tukad Penet, Tukad Petanu, Tukad
Pulukan, Tukad Saba, Tukad Unda, Tukad Yeh Leh, Tukad Medewi dan
Tukad Sangsang. Grafik berikut memperlihatkan kondisi perbandingan
kandungan PO4 dari tahun 2014 ke 2015 dan keadaan berbanding
dengan baku mutu air Kelas I.
BUKU LAPORAN II - 63
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
PO4 (mg/l)
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad
Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad
Biluk Melang Pangya Pekeris Puluka Yeh Yeh Medew Sangsa
Badung Balian Bubuh Jinah Mati Oos Penet Petanu Saba Sungi Unda
Poh it ngan an n Leh Sumbul i ng
2014 0.29 0.10 0.07 0.12 0.18 0.31 0.12 0.18 0.15 0.14 0.22 0.20 0.20 0.19 0.14 0.06 0.04 0.09 0.18 0.18
2015 0.31 0.09 0.09 0.12 0.17 0.23 0.11 0.18 0.11 0.14 0.22 0.20 0.24 0.21 0.12 0.06 0.04 0.09 0.19 0.23
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
9) Parameter Fe (Besi)
Berdasarkan hasil pemeriksaan, seluruh sungai yang diuji memiliki
kandungan NO3 dibawah baku mutu kualitas air kelas I dengan ambang
batas sebesar 10 mg/l. Analisa perbandingan dengan kondisi di tahun
2014 diketahui bahwa pada tahun 2015 terjadi peningkatan kandungan
besi air sungai di 3 sungai, diantaranya Tukad Biluk Poh, Tukad Mati dan
Tukad Yeh Sumbul. Grafik berikut memperlihatkan kondisi
perbandingan kandungan besi air sungai dari tahun 2014 ke 2015.
BUKU LAPORAN II - 64
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
FE (mg/L)
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad
Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad Tukad
Biluk Melang Pangya Pekeris Puluka Yeh Yeh Medew Sangsa
Badung Balian Bubuh Jinah Mati Oos Penet Petanu Saba Sungi Unda
Poh it ngan an n Leh Sumbul i ng
2014 0.27 0.06 0.02 0.04 0.03 0.22 0.05 0.05 0.03 0.08 0.18 0.04 0.08 0.30 0.10 0.03 0.03 0.10 0.08 0.03
2015 0.24 0.06 0.02 0.02 0.03 0.22 0.04 0.04 0.02 0.03 0.16 0.04 0.07 0.25 0.10 0.03 0.02 0.11 0.03 0.02
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
BUKU LAPORAN II - 65
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
TDS (mg/L)
1200
1000
800
600
400
200
0
Tukad Ayung Tukad Ho Tukad Saba Tukad Daya
2014 688.24 526.03 166.11
2015 128.17 995.61 131.24 97.58
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
BUKU LAPORAN II - 66
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
TSS (mg/L)
55
45
35
25
15
5
Tukad Ayung Tukad Ho Tukad Saba Tukad Daya
2014 12.80 18.33 8.50
2015 34.77 29.93 38.67 11.17
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
BUKU LAPORAN II - 67
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
DO (mg/L)
9
8
7
6
5
4
3
2
Tukad Ayung Tukad Ho Tukad Saba Tukad Daya
2014 7.01 7.23 7.33
2015 7.40 7.19 7.33 6.96
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
BUKU LAPORAN II - 68
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BOD (mg/L)
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
Tukad Ayung Tukad Ho Tukad Saba Tukad Daya
2014 2.18 2.31 2.34
2015 2.31 2.32 2.31 2.01
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
BUKU LAPORAN II - 69
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
COD (mg/L)
26
21
16
11
1
Tukad Ayung Tukad Ho Tukad Saba Tukad Daya
2014 6.53 6.43 7.20
2015 6.03 6.27 6.03 5.16
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
6) Parameter NO2
Berdasarkan hasil pemeriksaan, hanya Tukad Saba yang memiliki
kandungan NO2 diatas baku mutu kualitas air kelas I dengan ambang
batas sebesar 0,06 mg/l. Tukad Saba juga merupakan sungai yang
mengalami peningkatan kandungan NO2 dari tahun 2014. Grafik berikut
memperlihatkan kondisi perbandingan kandungan NO2 dari tahun 2014
ke 2015 dan keadaan berbanding dengan baku mutu air Kelas I.
BUKU LAPORAN II - 70
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
NO2 (mg/L)
0.070
0.060
0.050
0.040
0.030
0.020
0.010
0.000
Tukad Ayung Tukad Ho Tukad Saba Tukad Daya
2014 0.014 0.014 0.028
2015 0.010 0.014 0.066 0.011
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
7) Parameter NO3
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Ketiga sungai yang diperiksa memiliki
kandungan NO3 dibawah baku mutu kualitas air kelas I dengan ambang
batas sebesar 10 mg/l. Tukad Ho dan Tukad Saba merupakan sungai
yang mengalami peningkatan kandungan NO3 dari tahun 2014. Grafik
berikut memperlihatkan kondisi perbandingan kandungan NO3 dari
tahun 2014 ke 2015 dan keadaan berbanding dengan baku mutu air
Kelas I.
BUKU LAPORAN II - 71
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
NO3 (mg/L)
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Tukad Ayung Tukad Ho Tukad Saba Tukad Daya
2014 1.35 1.33 1.21
2015 1.22 1.48 1.85 1.247
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
8) Parameter NH3
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Tukad Ho dan Tukad Saba memiliki
kandungan NH3 diatas baku mutu kualitas air kelas I dengan ambang
batas sebesar 0,05 mg/l. Berdasarkan hasil pengujian dan perbandingan
dengan kondisi di tahun 2014, pada tahun 2015 terjadi peningkatan
kandungan NH3 air sungai di Tukad Ho dan Tukad Saba. Grafik berikut
memperlihatkan kondisi perbandingan kandungan NH3 air sungai dari
tahun 2014 ke 2015.
BUKU LAPORAN II - 72
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
NH3 (mg/L)
0.100
0.090
0.080
0.070
0.060
0.050
0.040
0.030
0.020
0.010
0.000
Tukad Ayung Tukad Ho Tukad Saba Tukad Daya
2014 0.055 0.058 0.083
2015 0.025 0.060 0.091 0.025
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
BUKU LAPORAN II - 73
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
BUKU LAPORAN II - 74
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Detergen (mg/L)
0.500
0.450
0.400
0.350
0.300
0.250
0.200
0.150
0.100
0.050
0.000
Tukad Ayung Tukad Ho Tukad Saba Tukad Daya
2014 0.1290 0.2628 0.4637
2015 0.0161 0.0267 0.0515 0.0146
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
BUKU LAPORAN II - 75
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
800
600
400
200
0
Tukad Ayung Tukad Ho Tukad Saba Tukad Daya
2014 224 82 428
2015 382 104 230 92
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
BUKU LAPORAN II - 76
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
BUKU LAPORAN II - 77
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
PO4 (mg/L)
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
Tukad Ayung Tukad Ho Tukad Saba Tukad Daya
2014 0.1609 0.2837 0.3013
2015 0.1564 0.3113 0.2709 0.1553
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
BUKU LAPORAN II - 78
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
SO4 (mg/L)
70
60
50
40
30
20
10
0
Tukad Ayung Tukad Ho Tukad Saba Tukad Daya
2014 10.09 41.98 11.58
2015 8.40 58.24 9.06 6.578
BUKU LAPORAN II - 79
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Fe (mg/L)
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
Tukad Ayung Tukad Ho Tukad Saba Tukad Daya
2014 0.0277 0.0203 0.2662
2015 0.0159 0.0214 0.0798 0.0278
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
BUKU LAPORAN II - 80
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Mn (mg/L)
0.020
0.018
0.016
0.014
0.012
0.010
0.008
0.006
0.004
0.002
0.000
Tukad Ayung Tukad Ho Tukad Saba Tukad Daya
2014 0.003 0.002 0.004
2015 0.009 0.002 0.018 0.002
BUKU LAPORAN II - 81
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Zn (mg/L)
0.050
0.040
0.030
0.020
0.010
0.000
Tukad Ayung Tukad Ho Tukad Saba Tukad Daya
2014 0.015 0.030 0.017
2015 0.014 0.014 0.014 0.020
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
BUKU LAPORAN II - 82
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
a) Tukad Badung
Berdasarkan atas beberapa parameter yang diperiksa, secara umum
kualitas air Tukad Badung tidak memenuhi kriteria baku mutu air Kelas I.
Mutu air Kelas I adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air
baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut. Parameter yang melebihi baku adalah
DO, BOD, COD, Phosfat, Deterjen dan Total koli.
Kadar DO yang dipantau melampui baku mutu yang ditetapkan yakni
6 mg/L terjadi di bagian tengah sampai hilir Tukad Badung (dari titik 3
sampai titik 6). Hasil pemantauan pada keempat titk ini masing-masing
sebesar 5,31 (titik 3); 5,67 (titik 4) ; 4,95 (titik 5) dan 5,08mg/L (titik 6).
Nilai DO yang baik adalah lebih besar atau sama dengan dari 6 mg/L yang
memenuhi baku mutu. Rendahnya nilai DO ini sebagai akibat penggunaan
oksigen oleh mikroorganisme ataupun proses oksidasi untuk menguraikan
senyawa organik yang ada dalam badan perairan. Kondisi ini
menggambarkan bahwa pada bagian tengah sampai hilir Tukad Badung
sudah terbebani oleh bahan-bahan organik yang berasal dari limbah
domestik mengingat daerah sepanjang aliran sungai ini berada di kawasan
perumahan yang padat penduduknya. Persentase oksigen di sekeliling
perairan dipengaruhi oleh suhu perairan, salinitas perairan, ketinggian
tempat dan plankton yang terdapat di perairan.
Hasil pemeriksaan parameter BOD dari hulu sampai hilir Tukad
Badung ada yang melampui baku mutu yakni 2 mg/L. Pengambilan sampel
baik tahap I maupun tahap II menunjukkan peningkatan nilai BOD dari hulu
sampai ke hilir, nilai BOD berkisar dari 2,67 sampai 4,92 mg/L untuk tahap I
dan 2,59 sampai 6,36 mg/L pada tahap II. Data ini memberikan informasi
bahwa terjadinya akumulasi bahan-bahan organik yang masuk ke sungai dari
hulu sampai hilir. Bahan-bahan organik ini berupa senyawa organik yang
mudah didegradasi oleh mikroorganisme aerob, karena nilai BOD
mencerminkan jumlah oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme untuk
BUKU LAPORAN II - 83
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 84
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
total koli yang meningkat dari hulu sampai ke hilir dengan kisaran 2.100
sampai 2.500 jml/100 mL dan hal yang sama juga terjadi pada pemantauan
tahap II dengan kisaran 1.100sampai 11.000 jml/100 mL. Tingginya nilai
parameter total koli mengidikasikan tingginya bakteri pathogen yang ada air
sungai. Bakteri ini bisa berasal dari penguraian senyawa organik dalam air
sungai atau berasal dari koli tinja baik itu tinja manusia ataupun tinja hewan
mamalia berdarah panas. Dengan paparan koli tinja yang semakin meningkat
dari hulu sampai ke hilir menunjukkan bahwa air Tukad Badung tercemar
oleh bahan organik dan tinja yang semakin meningkat dari hulu sampai ke
hilir. Sumber pencemar ini kemungkinan berasal dari saluran jamban rumah
tangga yang masuk ke badan sungai, pembuangan saluran kotoran ternak
hewan yang langsung ke sungai dan bahan-bahan organik yang sengaja
dibuang ke sungai. Penggunaan air sungai sebagai sarana MCK juga
berpotensi meningkatkan nilai total koli.
Adapun kondisi rata-rata kualitas air menurut titik sampel di Tukad
Badung sebagai berikut :
a) Tukad Badung1, merupakan titik sampel daerah paling hulu di desa
Sading. Kualitas air di bagian ini masih tergolong baik bila dibanding
dengan kriteria mutu air Kelas I dimana hanya parameter BOD dan Total
coliform yang telah melampaui baku mutu air yaitu:
Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) sebesar 2,63 mg/L, diatas
baku mutu air Kelas I dipersyaratkan 2 mg/l.
Total Coli sebesar 1600 Jml/100 mL, diatas baku mutu air Kelas I
dipersyaratkan 1000 Jml/100 mL.
b) Tukad Badung 2, merupakan titik sampel bagian hulu bawah yakni di
Dam Mertagangga. Kualitas air di bagian ini tidak sesuai peruntukan air
Kelas I karena nilai beberapa parameternya telah melampaui baku mutu
yaitu:
Kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand) sebesar 3,56 mg/L, diatas
baku mutu air Kelas I dipersyaratkan maksimal 2 mg/L.
BUKU LAPORAN II - 85
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 86
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 87
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
2) Tukad Mati
Berdasarkan atas beberapa parameter yang diperiksa, secara umum
kualitas air Tukad Mati tidak memenuhi kriteria baku mutu air Kelas I. Mutu
air Kelas I adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku
air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut. Parameter yang melebihi baku adalah DO,
BOD, COD, Phosfat, Deterjen dan Total koli.
Hasil pengukuran DO Tukad Mati menunjukkan bahwa terjadi
penurunan kualitas DO pada titik 2 sampai titik 6 dengan nilai lebih kecil
dari baku mutu yakni 4 mg/L. Hasil pemantauan pada kelima titik ini
masing-masing sebesar 2,01 (titik 2); 3,36 (titik 3); 2,24 (titik 4) ; 3,21 (titik
5) dan 1,90mg/L (titik 6). Rendahnya nilai DO ini sebagai akibat penggunaan
oksigen oleh mikroorganisme ataupun proses oksidasi untuk menguraikan
senyawa organik yang ada dalam badan perairan. Kondisi ini
menggambarkan bahwa pada bagian hulu bawah sampai hilir Tukad Mati
sudah terbebani oleh bahan-bahan organik yang berasal dari limbah
domestik mengingat daerah sepanjang aliran sungai ini berada di kawasan
perumahan yang padat penduduknya. Menurut Effendi (2008), Kelarutan
oksigen dalam air juga dipengaruhi oleh suhu/temperatur dan tekanan
atmosfer. Semakin tinggi suhu/temperatur maka kadar oksigen terlarut akan
menurun hal ini kebalikan dengan tekanan atmosfer dimana semakin tinggi
tekanan atmosfer maka kadar oksigen terlarut akan semakin tinggi juga.
Hasil pemeriksaan parameter BOD dari hulu sampai hilir Tukad Mati
melampui baku mutu yakni 2 mg/L. Pengambilan sampel baik tahap I
maupun tahap II menunjukkan peningkatan nilai BOD dari hulu sampai ke
hilir, nilai BOD berkisar dari 3,61 sampai 12,5 mg/L untuk tahap I dan 3,41
sampai 13,10 mg/L pada tahap II. Data ini memberikan informasi bahwa
terjadinya akumulasi bahan-bahan organik yang masuk ke sungai dari hulu
sampai hilir. Bahan-bahan organik ini berupa senyawa organik yang mudah
didegradasi oleh mikroorganisme aerob, karena nilai BOD mencerminkan
BUKU LAPORAN II - 88
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 89
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
masing 0,211; 0,331; 0,368 mg/L pada tahap I dan 0,214; 0,335 dan 0,366
mg/L untuk tahap II. Phosfat umumnya berasal dari limbah cair domestik
seperti limbah deterjen. Disamping itu phosfat juga berasal dari hasil
perombakan tumbuhan atau hewan yang sudah mati serta dari lahan
pertanian yang menggunakan pupuk phosfat. Bila dikaitkan dengan kondisi
lapangan titik sampling dari Buana Kubu sampai Sunset Road, daerah
sepanjang sungai merupakan kawasan perumahan penduduk dan kawasan
persawahan sehingga faktor penggunaan pupuk dan juga limbah rumah
tangga akan memberikan sumbangan cemaran terhadap daerah ini.
Sedangkan di daerah Kuta, disamping karena merupakan daerah paling hilir
sumbangan pencemaran phosfat ini juga sebagai akibat dari padat kegiatan
penduduk setempat yang membuang limbah cair ke badan perairan.
Parameter lainnya yang melampui baku mutu adalah Total Koli
dengan baku mutu 1000 jml/100 mL. Pemantauan tahap I menunjukkan total
koli yang meningkat dari hulu sampai ke hilir dengan kisaran 2.100 sampai
24.000 jml/100 mL dan hal yang sama juga terjadi pada pemantauan tahap II
dengan kisaran 1.500 sampai 24.000 jml/100 mL. Tingginya nilai parameter
total koli mengidikasikan tingginya bakteri pathogen yang ada air sungai.
Bakteri ini bisa berasal dari penguraian senyawa organik dalam air sungai
atau berasal dari koli tinja baik itu tinja manusia ataupun tinja hewan
mamalia berdarah panas. Dengan paparan koli tinja yang semakin meningkat
dari hulu sampai ke hilir menunjukkan bahwa air Tukad Mati tercemar oleh
bahan organik dan tinja yang semakin meningkat dari hulu sampai ke hilir.
Sumber pencemar ini kemungkinan berasal dari saluran jamban rumah
tangga yang masuk ke badan sungai, pembuangan saluran kotoran ternak
hewan yang langsung ke sungai dan bahan-bahan organik yang sengaja
dibuang ke sungai.
Secara spesifik, kondisi rata-rata kualitas air menurut titik sampel di
Tukad Mati dapat dijelaskan sebagai berikut:
BUKU LAPORAN II - 90
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 91
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 92
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
3) Tukad Sungi
Hasil pemeriksaan kualitas air Tukad Sungi menunjukkkan bahwa
semua parameter yang diukur berada dibawah baku air Kelas I PerGub Bali
No 8 Tahun 2007. Namun demikian dilihat dari nilai parameter terukur
sudah menunjukkan nilai yang mendekati baku mutu, ini berarti bahwa pada
air ini sudah mulai masuk bahan-bahan pencemar.
Dilihat dari nilai kekeruhan, terjadi peningkatan nilai kekeruhan
berturut-turut 9,54; 13,56 dan 24,6 NTU dari titik 1 ke titik 3 atau dari hulu
ke hilir. Kekeruhan ini disebabkan semua zat padat (pasir, lumpur dan tanah
liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa
komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi,
ataupun komponen mati (abiotik) dan partikel-partikel anorganik.Kekeruhan
dapat menyebabkan proses fotosintesis tidak berlangsung sempurna karena
penetrasi cahaya matahari ke permukaan dan bagian yang lebih dalam tidak
berlangsung efektif akibat terhalang oleh zat padat tersuspensi tersebut.
Nilai BOD, COD dan Total Koli kecendrungannya juga meningkat dari
hulu ke hilir, bahkan nilai BOD di bagian hilir sebesar 1,91 mg/L sudah
BUKU LAPORAN II - 93
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
mendekati nilai baku mutu yakni 2 mg/L. Hal ini karena daerah hilir
merupakan muara dari aliran air sungai, semua bahan organik maupun
anorganik akan mengalir dan berakhir di hilir. Tingginya nilai BOD ini dapat
dipengaruhi oleh banyaknya buangan limbah domestik bersifat organik
melalui selokan yang masuk ke aliran sungai yang diakibatkan letaknya yang
berada di daerah mulai padat penduduk seperti kawasan Tanah Lot.
Demikian halnya dengan nilai Total Koli di bagian hilir pada pengukuran
tahap I mencapai nilai 430 jml/100 mL. Bakteri E.coli merupakan salah satu
jenis bakteri koliform yang banyak ditemukan dan terdapat diperairan.
Menurut EPA (1986), kelayakan perairan yang bisa digunakan adalah
apabila konsentrasi total koliform tidak lebih dari 200 koloni/100 ml.
Adanya kepadatan bakteri koliform yang tinggi adalah akibat dari kegiatan
domestik.
Nilai parameter yang lainnya tidak menunjukkan peningkatan yang
tajam dari hulu ke hilir dan juga tidak menunjukkan fluktuasi antara titik titik
sampling baik pada pengambilan sampel tahap I ataupun tahap II. Kondisi ini
ditunjang oleh daerah sepanjang aliran Tukad Sungi terdapat tutupan lahan
yang merata oleh tanaman terutama di bagian hulu dan tengah sehingga
kemampuan air untuk menjernihkan air sendiri (self purification) bisa
terjaga. Nilai DO dari hilir sampai ke hulu berada pada kisar 6,82 sampai
7,32 mg/L, ini mengidikasikan bahwa air Tukad Sungi masih bagus dalam
mengikat oksigen.
Secara spesifik, kondisi rata-rata kualitas air menurut titik sampel di
Tukad Sungi sebagai berikut:
a) Tukad Sungi 1, merupakan titik sampel bagian Hulu di Jembatan Slang
Bawak. Kualitas air di bagian ini sesuai peruntukan air Kelas I karena
tidak ada nilai parameternya yang melampaui baku mutu.
b) Tukad Sungi 2, merupakan titik sampel bagian pertengahan di Abian
Tuwung.Kualitas air di bagian ini sesuai peruntukan air Kelas I karena
tidak ada nilai parameternya yang melampaui baku mutu.
BUKU LAPORAN II - 94
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 95
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
a) Tukad Yeh Leh 1, merupakan titik sampel bagian hulu di Banjar Beteng
Pupuan. Kualitas air di bagian ini sesuai peruntukan air Kelas I karena
tidak ada nilai parameternya yang melampaui baku mutu.
b) Tukad Yeh Leh 2, merupakan titik sampel bagian tengah di Banjar Dajan
Ceking Blatungan. Kualitas air di bagian ini sesuai peruntukan air Kelas I
karena tidak ada nilai parameternya yang melampaui baku mutu.
c) Tukad Yeh Leh 3, merupakan titik sampel bagian hilir di Jembatan
Selabih. Kualitas air di bagian ini sesuai peruntukan air Kelas I karena
tidak ada nilai parameternya yang melampaui baku mutu.
BUKU LAPORAN II - 96
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 97
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
c) Tukad Yeh Sumbul 3, merupakan titik sampel bagian Hulu. Kualitas air
di bagian ini sesuai peruntukan air Kelas I karena tidak ada nilai
parameternya yang melampaui baku mutu.
6) Tukad Pekerisan
Hasil pemeriksaan kualitas air Tukad Pakerisan baik tahap I maupun
tahap II menunjukkan nilai yang berada dibawah baku mutu dari semua
parameter yang diukur kecuali phosfat dan deterjen melebihi baku mutu
pada titik 3 (hilir).
Parameter Phosfat melebihi baku mutu terutama di bagian hilir Tukad
Pakerisan. Pengambilan sampel pada tahap I dan tahap II tidak
menunjukkan perbedaan nilai cemaran yang signifikan. Hasil pemeriksaan
pada tahap I sebesar 0,24 mg/L dan tahap II 0,22 mg/L. Sumber-sumber
phosfat dalam perairan dibedakan menjadi dua; secara alami dan akibat
aktivitas manusia. Secara alami phosfat bisa berasal dari pelapukan
batuan/mineral tanah daerah sepanjang aliran sungai atau perombakan sisa
tumbuhan yang mati di sekitar perairan. Aktivitas manusia yang
menghasilkan phosfat meliputi: limbah pertanian seperti pupuk dan
pestisida; limbah rumah tangga akibat penggunaan deterjen dan
pembuangan sisa-sisa bangkai hewan atau tumbuhan ke badan perairan;
limbah industri seperti: limbah laundry dan pencucian mobil yang banyak
menggunakan deterjen.
Parameter deterjen dipantau sebesar 0,24 mg/Lmelebihi baku mutu
yakni 0,1 mg/L dibagian hilir Tukad Pakerisan. Hal ini sangat terkait dengan
nilai phosfat yang juga melebihi baku mutu di bagian hilir. Penggunaan
deterjen di masyarakat semakin meningkat dibadingkan dengan sabun biasa
karena kemampuannya mengikat kotoran lebih baik dibandingkan dengan
sabun. Namun demikian akan berakibat terhadap lingkungan karena deterjen
merupakan senyawa kimia yang bersifat sulit terurai, sehingga akan
BUKU LAPORAN II - 98
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN II - 99
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
7) Tukad Petanu
Hasil pemeriksaan kualitas air pada semua segmen dan tahap
pemantauan menunjukkan ada beberapa parameter yang melebihi baku
mutu terutama pada segmen hilir yakni; BOD, Phosfat dan total koli. Ketiga
hasil ini pada dasarnya merupakan saling keterkaitan karena BOD yang tinggi
mencerminkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme
(bakteri koli) untuk menguraikan senyawa organik (termasuk juga
menguraikan phosfat) dalam badan perairan.
Nilai BOD pada titik 3 (hilir) baik tahap I maupun tahap II terlihat
mendekati baku mutu 3 mg/L, pada tahap I terukur 2,97 mg/L dan tahap II
terukur 3,28 mg/L yang hasilnya melebihi baku mutu. Nilai ini
mencerminkan pada bagian hilir terjadi kenaikan oksigen yang dibutuhkan
untuk menguraikan senyawa organik yang mudah terurai. Kondisi sampling
daerah ini berada di banjar Saba, desa Saba- Kemenuh- Gianyar yang
merupakan daerah pertanian (sawah) dan sedikit perumahan. Tingkat
cemaran yang tinggi pada titik ini sebagai akibat dari aliran dari hulu dan
tengah sungai dan juga aliran dari daerah sekitar. Sumber-sumber pencemar
berasal dari limbah pertanian dan limbah rumah tangga. Limbah pertanian
banyak menghasilkan senyawa organik seperti sisa tumbuhan yang sudah
mati atau bahan sintetik yang digunakan seperti pupuk dan pestisida
sedangkan limbah rumah tangga berupa limbah cair atau limbah padat. Jenis-
jenis limbah ini diuraikan mikrooragisme aerob sehingga memerlukan
oksigen yang terukur sebagai BOD. Semakin besar jumlah bahan organik
yang ada dalam air maka semakin besar nilai BOD yang akan terukur.
Limbah pertanian yang masuk ke perairan terukur sebagai phosfat
karena seperti kita ketahui bahwa pertanian (sawah) kita di Bali saat ini
sangat bergantung pada penggunaan pupuk buatan dan pestisida. Bahan-
bahan ini menggunakan persenyawaan phosfat yang pada dasarnya sangat
dibutuhkan oleh tumbuhan akan tetapi kelebihannya akan mengalir ke badan
perairan dan mencemari lingkungan air. Disamping itu phosfat bisa
8) Tukad Melangit
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa parameter yang melebihi
baku mutu adalah parameter BOD pada titik 2 (tengah) dan titik 3 (hilir)
untuk pengambilan sampel tahap II.
Tingkat cemaran BOD yang terukur pada tahap II lebih besar dari
tahap I. Hal ini bisa dijelaskan bahwa kondisi di lapangan pada pengambilan
sampel tahap II adalah musim kering yang sangat berkepanjangan sehingga
volume air pada sampling tahap II ini lebih kecil dari tahap I. Volume air yang
lebih kecil akan mempengaruhi proses pelarutan senyawa-senyawa yang
masuk ke dalam badan perairan. Jumlah beban pencemar yang sama dengan
volume air yang lebih kecil akan menghasilkan konsentrasi yang lebih besar.
Peristiwa in terjadi pada perairan di Bali pada tahun 2015 ini. Kemampuan
air untuk mengencerkan senyawa-senyawa yang masuk dan self purification
air menjadi menurun dengan menurunnya volume air.
Nilai BOD yang melebihi baku mutu adalah sebagai akibat dari
kebutuhan oksigen semakin meningkat untuk menguraikan senyawa-
senyawa organik yang ada dalam perairan. Nilai BOD pada titik 2 (tengah)
adalah 2,35 mg/L dan pada titik 3 (hilir) 2,58 mg/L mendekati baku mutu 3
mg/L. Kondisi pada titik 2 adalah daerah pertanian dan perumahan yang
agak padat yakni di Banjar Tegal Desa Tulikup – Gianyar. Bahan-bahan
organik yang masuk ke badan perairan kemungkinan besar adalah sebagai
limbah dari pertanian dan limbah rumah tangga. Apabila dilihat dari
besarnya nilai BOD ini tidak terlalu jauh melampui nilai baku mutu sehingga
tidak mempengaruhi nilai DO air Tukad Melangit sampai ke hilir.
Nilai DO (oksigen terlarut) terpantau relatif konstan dari hulu sampai
ke hilir. Demikian dengan parameter yang lain seperti suhu dan pH terpantau
relatif konstan. Parameter-parameter ini saling terkait satu sama lainnya,
suhu yang tinggi akan menurunkan kadar osigen terlarut sebaliknya suhu
yang rendah akan menaikkan kadar oksigen terlarut.
9) Tukad Unda
Kondisi Tukad Unda dari semua parameter yang diukur nilainya
berada dibawah baku mutu air Kelas I PerGub Bali No 8 Tahun 2007. Hal ini
mengindikasikan bahwa Tukad Unda memiliki status yang baik dilihat dari
segi cemaran yang diukur. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa
terdapat parameter yang nilainya mendekati baku mutu pada titik-titik
tertentu BOD, COD dan Nitrat pada titik 3 (bagian hilir sungai yakni di
Dawan-Kulungkung).
BOD atau Biological Oksigen Demand diukur berdasarkan kebutuhan
oksigen untuk menguraikan senyawa-senyawa organik yang mudah terurai
dalam perairan. Semakin tinggi nilai BOD mencerminkan semakin banyak
senyawa-senyawa organik yang masuk dalam perairan karena semakin
banyak jumlah oksigen yang diperlukan untuk menguraikan senyawa-
senyawa organik ini oleh bakteri aerob. Nilai BOD dan COD yang terukur dari
hulu sampai ke hilir cendrung semakin besar. Kondisi perairan dari hulu
(Telaga Waja) dengan penggunaan perairan sebagi pengairan sawah dan
obyek wisata arung jeram dan tidak ada oleh limbah rumah tangga karena
tidak ada perumahan. Bagian tengah (desa Selat) dan hilir (Dawan) melalui
daerah pertanian (persawahan) dan sedikit perumahan di sekitar sungai
dan semakin ke hilir perumahan semakin padat. Disamping untuk pertanian,
pada daerah tengah dan hilir banyak digunakan untuk mandi dan tempat
mencuci pakaian oleh masyarakat setempat.
Nilai nitrat pada dari daerah hulu sampai ke hilir juga cendrung
semakin meningkat. Sumber-sumber nitrat adalah sebagai produk terakhir
dari proses siklus nitrogen dalam air. Senyawa-senyawa organik yang larut
dalam air mengandung unsur nitrogen yang direduksi oleh mikroba menjadi
amonia, dan adanya oksigen dalam air akan mengoksidasi amonia menjadi
nitrit dan nitrat (siklus nitrogen). Sumber nitrogen adalah sampah-sampah
organik yang masuk ke perairan seperti sisa-sisa tumbuhan, bangkai hewan,
atau sisa pupuk dari pertanian yang mengandung nitrogen.
Total Koli yang terukur dari hulu sampai ke hilir juga mengalami
peningkatan seperti halnya pada BOD, COD dan nitrat. Hal ini bisa dijelaskan
karena keberadaan bakteri ini sebagai petunjuk adanya senyawa organik
yang diuraikan oleh bakteri ini dan juga berasal dari bakteri yang berasal
dari tinja atau lebih dikenal dengan koli tinja. Semakin banyak jumlah bakteri
dalam air mengindikasikan semakin banyak senyawa organik yang berada
dalam perairan, dan data menunjukkan bahwa total koli berbanding lurus
dengan Nitrat ataupun dengan BOD.
Parameter yang lain seperti: kadnium, besi dan yang lainnnya
terukur masih jauh berada dibawah baku mutu sehingga air Tukad Unda
mempunyai kondisi yang baik.
Secara spesifik, kondisi kualitas air menurut titik sampel di Tukad
Unda sebagai berikut:
a) Tukad Unda 1, merupakan titik sampel bagian Hulu di Telaga Waja.
Kualitas air di bagian ini sesuai peruntukan air Kelas I karena tidak ada
nilai parameternya yang melampaui baku mutu.
baku mutu. Bi bagian tengah yakni di Jembatan Desa Subuk, nilai BOD
terpantau 2,08 mg/L pada tahap I melebihi baku mutu yakni 2 mg/L dan 1,98
mg/L pada tahap II. Hasil pantauan di lapangan menunjukkan bahwa daerah
di sekitar Jembatan Desa Subuk merupakan daerah pertanian dan
perumahan, sumber-sumber pencemar yang kemungkinan meningkatkan
nilai BOD adalah sampah organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan dan
limbah rumah tangga. Di bagian hilir (Desa Seririt) terpantau 3,10 mg/L
untuk tahap I dan 2,96 mg/L pada tahap II melebihi baku mutu 2 mg/L,
sumber pencemar pada daerah ini adalah akumulasi dari cemaran dari hulu
dan tengah serta sumber dari sekitar lokasi pengambilan sampel. Lokasi
pengambilan sampel di daerah hilir adalah daerah yang padat penduduk dan
berdekatan dengan Pasar Seririt, limbah yang masuk ke badan perairan
adalah limbah rumah tangga, limbah pasar dan beberapa home industri di
daerah sekitar.
Parameter phosfat dan deterjen terpantau melebihi baku mutu di
bagian hilir. Sumber-sumber phosfat dan deterjen pada daerah ini adalah
kemungkinan berasal dari limbah cair yng mengandung deterjen. Phosfat
merupakan gugus penyusun deterjen yang berfungsi mengurangi kesadahan
air sehingga kemampun deterjen sebagai pembersih lebih efektif
dibandingkan dengan sabun biasa. Namun disisi lain senyawa ini sangat sulit
terurai dalam perairan sehingga akan menjadi masalah baru sebagai
pencemar sungai. Limbah cair yang mengandung deterjen bersumber dari
limbah rumah tangga, limbah home industri (laundry, tempat pencucian
mobil atau usaha lain yang menggunakan deterjen).
Dari 20 sungai yang dipantau, Tukad Saba merupan satu-satunya
tukad dengan cemaran besi (Fe) yang melampui baku mutu. Kandungan Fe
air Tukad Saba dari hulu sudah menunjukkan nilai yang tinggi walaupun
masih dibawah baku mutu serta bagian tengah dan hilir sudah melampui
baku mutu. Sumber-sumber Fe kemungkinan besar berasal dari dari mineral
tanah sekitar sungai mengadung Fe seperti: hematit, magnetit atau siderit.
Disamping sumber dari alam, limbah padat yang masuk ke badan perairan
juga kemungkinan besar meningkatkan kandungan Fe seperti limbah
pengelasan atau pengecatan mobil, limbah proyek pengunanan gedung
(perumahan) dan sisa-sisa perkakas rumah tangga.
Total Koli terpantau melampui baku mutu terutama di bagian hilir.
Total Koli merupakan bakteri yang berasal dari pengurain senyawa organik
dan bakteri yang beral dari tinja. Daerah Seririt merupakan daerah yang
padat penduduknya sehingga menghasilkan limbah rumah tangga yang
cukup tinggi. Hasil soasialisasi pemantauan kualitas air di Kabupaten
Buleleng tahun 2015 memberikan informasi bahwa daerah di sekitar aliran
Tukad Saba (bagian Hilir) banyak digunakan untuk MCK oleh masyarakat
setempat sehingga akan menyebabkan total koli meninggkat melebihi baku
mutu terutama di bagian hilir Tukad Saba.
Parameter yang lainnya terpantau berada dibawah baku mutu.
Pemantauan tahap I (bula April) dan Tahap II (bulan Juni) tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan karena pengambilan sampel ini
terjadi pada musim yang sama dan kondisi lapangan yang tidak terlalu
bebrbeda.
Secara spesifik, kondisi kualitas air menurut titik sampel di Tukad
Saba sebagai berikut:
a) Tukad Saba 1, merupakan titik sampel bagian Hulu. Kualitas air di
bagian ini sesuai peruntukan air Kelas I karena tidak ada nilai
parameternya yang melampaui baku mutu.
b) Tukad Saba 2, merupakan titik sampel bagian pertengahan. Kualitas air
di bagian ini tidak sesuai peruntukan air Kelas I karena ada nilai
parameternya yang melampaui baku mutu yakni kadar deterjen sebesar
0,28 mg/L, diatas baku mutu air Kelas I dipersyaratkan 0,1 mg/l.
c) Tukad Saba 3, merupakan titik sampel bagian Hilir. Kualitas air di
bagian ini tidak sesuai peruntukan air Kelas I karena ada nilai
parameternya yang melampaui baku mutu yakni:
Kadar BOD sebesar 3,02 mg/L, diatas baku mutu yang dipersyaratkan
mutu air Kelas I sebesar 2 mg/L.
Kadar phosfat sebesar 0,38 mg/L, diatas baku mutu air Kelas I
dipersyaratkan 0,2 mg/L.
Kadar deterjen sebesar 0,188 mg/L, dibawah baku mutu air Kelas I
dipersyaratkan 0,2 mg/L
yang berasal dari senyawa organik. Nitrat terbentuk dari siklus nitrogen
yakni; senyawa organik yang mengandung nitrogen di dalam air akan
diuraikan oleh mikroorganisme menjadi amonia, amonia selanjutnya
mengalami proses oksidasi menjadi nitrit dan nitrat.
Nilai pH terukur pada kisaran 8,51 sampai 8,53 dan suhu pada kisaran
25,3 sampai 28,7. Range nilai pH dan suhu ini adalah kondisi optimum
terjadinya nitrifikasi (oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat) dalam badan
perairan. Bakteri nitrifikasi yang bersifat mesofilik sangat menyukai kondisi
ini dalam aktivitas oksidasinya.
Parameter lainnya berada dibawah baku mutu dengan kecendrungan
pada pengambilan sampel tahap I (bulan April) dengan tahap II (bulan Juni)
tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh
keadaan musim dan beban pencemar pada kedua tahap ini yang tidak
berbeda.
Secara spesifik, kondisi kualitas air menurut titik sampel di Tukad
Penet sebagai berikut:
a) Tukad Penet 1, merupakan titik sampel bagian Hulu di Jembatan Baha.
Kualitas air di bagian ini sesuai peruntukan air Kelas I karena tidak ada
nilai parameternya yang melampaui baku mutu.
b) Tukad Penet 2, merupakan titik sampel bagian pertengahan di Jembatan
Bringkit. Kualitas air di bagian ini tidak sesuai peruntukan air Kelas I
karena ada nilai parameternya yang melampaui baku mutu yakni kadar
phosfat sebesar 0,247 mg/L, diatas baku mutu air Kelas I dipersyaratkan
0,2 mg/l.
c) Tukad Penet 3, merupakan titik sampel bagian Hilir di Jembatan
Cemagi. Kualitas air di bagian ini tidak sesuai peruntukan air Kelas I
karena ada nilai parameternya yang melampaui baku mutu yakni kadar
phosfat sebesar 0,30 mg/L, diatas baku mutu air Kelas I dipersyaratkan
0,2 mg/L.
0,244 mg/L lebih dari baku mutu 0,2 mg/L. Sumber-sumber phosfat pada
segmen ini adalah kemungkinan berasal dari limbah pertanian atau limbah
rumah tangga, karena daerah aliran sungai ini melewati daerah persawahan
dan perumahan penduduk.
Parameter BOD menunjukkan nilai dibawah 2 mg/L yang
menunjukkan air Tukad Bubuh sedikit tercemar oleh senyawa-senyawa
organik. Kecendrungan dari hulu ke hilir menunjukkan peningkatan yang
signifikan di bagian hilir dan didukung oleh naiknya nilai nitrat dan total koli
pada segmen hilir. Dua parameter terakhir ini juga mengidikasikan pada
segmen hilir Tukad Bubuh memiliki cemaran senyawa organik yang jauh
lebih besar di banding segmen hulu dan tengah.
Parameter yang lainnya menunjukkan keadaan yang tidak jauh
berbeda antara segmen hulu, tengah dan hilir baik pada pengambilan sampel
tahap I maupun pengambilan sampel tahap II. Kondisi ini menggambarkan
Tukad Bubuh dari hulu sampai ke hilir memiliki kondisi yang tidak jauh
berbeda yakni memiliki daerah aliran sungai dengan tutupan vegetasi yang
merata. Dengan kondisi ini sungai akan mampu mempertahankan keadaan
alamnya yaitu melakukan self purification atau melakukan pemurnian diri
sendiri.
Secara spesifik, kondisi kualitas air menurut titik sampel di Tukad
Bubuh sebagai berikut:
a) Tukad Bubuh 1, merupakan titik sampel bagian Hulu di desa
Bungbungan-Kulungkung. Kualitas air di bagian ini sesuai peruntukan
air Kelas I karena tidak ada nilai parameternya yang melampaui baku
mutu.
b) Tukad Bubuh 2, merupakan titik sampel bagian pertengahan di
Jembatan Goa Gajah-Gianyar. Kualitas air di bagian ini sesuai
peruntukan air Kelas I karena tidak ada nilai parameternya yang
melampaui baku mutu.
hampir sama dari hulu ke hilir yaitu daerah sepanjang sungai memiliki
tutupan vegetasi yang merata.
Secara spesifik, kondisi kualitas air menurut titik sampel di Tukad Oos
sebagai berikut:
a) Tukad Oos 1, merupakan titik sampel bagian Hulu di Tegal Lalang-
Gianyar. Kualitas air di bagian ini sesuai peruntukan air Kelas I karena
tidak ada nilai parameternya yang melampaui baku mutu.
b) Tukad Oos 2, merupakan titik sampel bagian pertengahan di Nyuh
Kuning-Gianyar. Kualitas air di bagian ini sesuai peruntukan air Kelas I
karena tidak ada nilai parameternya yang melampaui baku mutu.
c) Tukad Oos 3, merupakan titik sampel bagian Hilir di By Pass Ida Bagus
Mantra. Kualitas air di bagian ini tidak sesuai peruntukan air Kelas I
karena ada nilai parameternya yang melampaui baku mutu yakni kadar
phosfat sebesar 0,29 mg/L, diatas baku mutu air Kelas I dipersyaratkan
0,2 mg/L.
kondisi yang tidak terlalu jauh berbeda yakni melewati daerah pertanian dan
sedikit perumahan penduduk. Akumulasi bahan pencemar yang berasal dari
hulu dan tengah sungai juga menyebabkan tingginya nilai BOD pada bagian
hilir.
Debit air yang mulai menurun sebagai akibat musim kemarau yang
berkepanjangan telah membedakan kondisi Tukad Pangyangan pada
pengambilan sampel tahap I (bulan April) dengan tahap II (bulan Juni). Air
Tukad Pangyangan banyak diambil oleh masyarakat menggunakan mobil
tangki untuk kepentingan sehari-hari seperti mencuci, menyiram tanaman
dan yang lainnya. Kondisi ini menyebabkan adanya perbedaan nilai BOD
terutama pada bagian hilir antara pengambilan tahap I dengan tahap II,
karena dengan debit air yang menurun akan berpengaruh terhadap proses
pengenceran vahan-bahan pencemar. Semakin kecil debit air maka akan
semakin rendah kemampuan air untuk mengencerkan bahan-bahan yang
terlarut sehingga akan semakin tinggi kadar yang terukur.
Parameter lainnya terukur jauh berada dibawah buku dengan
kecendrungan pengambilan sampel tahap II memiliki nilai yang sedikit lebih
besar di bandingkan dengan tahap I. Kondisi ini memberikan gambaran
kepada kita sebagai pengguna sungai bahwa betapa pentingnya menjaga
kelestarian air sungai dengan berbagai upaya. Upaya nyata yang bisa kita
lakukan adalah: menjaga kebersihan sungai dengan tidak membuang limbah
ke sungai, tetap mempertahan sepadan sungai dengan penanaman pohon
yang merata di sepanjang sepadan sungai dan menggunakan air sungai
secara efisien.
Secara spesifik, kondisi kualitas air menurut titik sampel di Tukad
Pangyangansebagai berikut:
a) Tukad Pangyangan 1, merupakan titik sampel bagian Hulu. Kualitas air
di bagian ini sesuai peruntukan air Kelas I karena tidak ada nilai
parameternya yang melampaui baku mutu.
pada sampling tahap II. Jumlah bakteri ini mencerminkan jumlah senyawa
organik yang didegradasi oleh bakteri, semakin besar jumlah senyawa
organik maka semakin besar jumlah bakteri yang akan menguraikan
senyawa ini.
Parameter pH terpantau pada range 8,16 sampai 8,36, range pH ini
adalah pH optimum bakteri aerob melakukan aktivitas. Data ini juga
mendukung tingginnya nilai BOD suatu badan perairan, karena pada pH
optimum ini adalah merupakan kondisi yang nyaman bagi bakteri aerob
untuk menguraikan senyawa-senyawa organik dalam periaran. Kondisi pH
yang cendrung berada pada pH basa adalah sebagai akibat terbentuknya
amonia yang mempunyai sifat basa dari proses penguraian senyawa yang
mengandung nitrogen.
Parameter lainnya terukur berada pada rentangan nilai di bawah baku
mutu, sehingga dapat dikatakan bahwa Tukad Pulukan mempunyai kriterea
yang baik dilkihat dari parameter yang terukur.
Secara spesifik, kondisi kualitas air menurut titik sampel di Tukad
Pulukan sebagai berikut:
a) Tukad Pulukan 1, merupakan titik sampel bagian Hulu di Desa Sepang
Kelod. Kualitas air di bagian ini sesuai peruntukan air Kelas I karena tidak
ada nilai parameternya yang melampaui baku mutu.
b) Tukad Pulukan 2, merupakan titik sampel bagian pertengahan di Dam
Pulukan. Kualitas air di bagian ini tidak sesuai peruntukan air Kelas I
karena ada nilai parameternya masih dibawah baku mutu yakni kadar
BOD sebesar 2,47 mg/L, diatas baku mutu yang dipersyaratkan mutu air
Kelas I sebesar 2 mg/L.
c) Tukad Pulukan 3, merupakan titik sampel bagian Hilir di Jembatan Desa
Pulukan. Kualitas air di bagian ini tidak sesuai peruntukan air Kelas I
karena ada nilai parameternya yang melampaui baku mutu yakni kadar
BOD sebesar 2,70 mg/L, dibawah baku mutu yang dipersyaratkan mutu
air Kelas I sebesar 2 mg/L.
lokasi pemantauan segmen hulu yaitu Bendung Aya dan Bendung Penebel
berada dalam kondisi baik atau cemar ringan. Dua lokasi pemantauan
segmen tengah, satu lokasi yaitu Bendung Caguh berada dalam kondisi
sedang atau cemar sedang dan satu lokasi yaitu Bendungan Telaga Tunjung
dalam kondisi buruk atau cemar berat. Sedangkan dua lokasi pemantauan
segmen hilir keduanya dalam kondisi buruk atau cemar berat.
Terdapat beberapa parameter kualitas air yang kadar atau
konsentrasinya menurunkan mutu air Tukad Yeh Ho yaitu BOD, COD, fosfat,
nitrit, amonia, logam-logam yaitu kadmium dan mangan, serta koli tinja dan
total koli. Secara rinci, kondisi mutu air Tukad Yeh Ho sebagai berikut:
a. Lokasi Bendung Aya
Status mutu air Tukad Yeh Ho pada segmen paling hulu yaitu Bendung
Aya termasuk kategori kondisi baik atau cemar ringan. Parameter
kualitas air yang melampaui baku mutu air Kelas I di lokasi ini yaitu rata-
rata TSS dan kadar maksimum BOD.
b. Lokasi Bendung Penebel
Status mutu air di lokasi Bendung Penebel termasuk kategori kondisi
baik atau cemar ringan. Kadar parameter kualitas air yang melampaui
baku mutu air kelas I yaitu kadar maksimum TSS.
c. Lokasi Bendung Caguh
Status mutu air di lokasi Bendung Caguh termasuk kategori sedang atau
cemar sedang. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu air
Kelas I yaitu kadar maksimum TSS, kadar maksimum BOD dan rata-rata
koli tinja.
d. Lokasi Bendungan Telaga Tunjung
Status mutu air di lokasi Bendungan Telaga Tunjung termasuk kategori
kondisi buruk atau cemar berat. Terdapat tiga parameter kualitas air
yang nilai rata-ratanya melampaui baku mutu air Kelas I yaitu TSS, BOD,
fosfat dan koli tinja.
Bendung Jagaraga dan Bengkala berada dalam status kondisi sangat baik,
segmen tengah yaitu Bulian dan Bendung Bungkulan dengan status mutu
sedang atau cemar sedang, dan di segmen hilir yaitu Jembatan Bungkulan
dan Hilir Bungkulan berada dalam kondisi buruk atau cemar berat. Secara
rinci, kondisi mutu air Tukad Daya menurut lokasi pemantauan sebagai
berikut:
a. Bendung Jagaraga
Mutu air di lokasi Bendung Jagaraga berada dalam kondisi sangat baik
atau tidak cemar dimana semua parameter yang diukur nilainya
memenuhi baku mutu air Kelas I.
b. Bengkala
Mutu air di lokasi Bengkala berada dalam kondisi sangat baik atau tidak
cemar dimana semua parameter yang diukur nilainya memenuhi baku
mutu air Kelas I.
c. Bulian
Status mutu air pada lokasi pemantauan di Bulian termasuk kategori
sedang atau cemar sedang. Terdapat dua parameter yang melampau
baku mutu air kelas I yaitu kadar maksimum BOD dan rata-rata koli tinja.
d. Bendung Bungkulan
Status mutu air pada lokasi pemantauan di Bendung Bungkulan
termasuk kategori sedang atau cemar sedang. Terdapat dua parameter
yang melampau baku mutu air kelas I yaitu kadar maksimum BOD dan
rata-rata koli tinja.
e. Jembatan Bungkulan
Status mutu air pada lokasi Jembatan Bungkulan termasuk kategori
buruk atau cemar berat. Terdapat empat parameter yang kadar rata-
ratanya melampaui baku mutu air Kelas I yaitu BOD, fosfat, koli tinja dan
total koli.
f. Hilir Bungkulan
Kualitas air pada Hilir Bungkulan berada dalam status kondisi buruk atau
cemar berat. Parameter yang melampaui baku mutu air kelas I ssama
dengan di Jembatan Bungkulan BOD, fosfat, koli tinja dan total koli.
DO (mg/L)
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Danau
Danau Batur Danau Beratan Danau Buyan
Tam blingan
2014 7.28 7.25 7.78 7.45
2015 7.28 8.34 6.72 7.92
BOD (mg/L)
3
3
2
2
1
1
0
Danau
Danau Batur Danau Beratan Danau Buyan
Tam blingan
2014 2.69 0.70 1.59 0.98
2015 1.29 2.35 2.85 2.09
COD (mg/L)
30
25
20
15
10
5
0
Danau
Danau Batur Danau Beratan Danau Buyan
Tam blingan
2014 5.34 3.25 4.75 3.25
2015 6.25 7.00 9.50 5.50
d. Parameter Deterjen
Dari hasil analisa, dalam grafik dibawah ini diperlihatkan bahwa untuk
kandungan deterjen pada seluruh danau masih dibawah baku mutu
sebesar 0,02 mg/, dan keseluruhan danau mengalami penurunan
kandungan deterjen dari tahun 2014 sampai tahun 2015.
Detergen (µg/L)
0.0250
0.0200
0.0150
0.0100
0.0050
0.0000
Danau
Danau Batur Danau Beratan Danau Buyan
Tam blingan
2014 0.0025 0.0000 0.0000 0.0000
2015 0.0058 0.0088 0.0098 0.0000
1) Danau Batur
Berdasarkan atas beberapa parameter yang diperiksa, secara umum
kualitas air Danau Batur memenuhi kriteria baku mutu air Kelas I. Mutu air
Kelas I adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut. Hanya terdapat satu parameter yang
melampui baku mutu yakni nilai DO yang seharusnya 4 mg/L, pada sampel di
depan Ulam Sari nilai DO nya lebih tinggi yakni sebesar 4,80 mg/L.
2) Danau Tamblingan
Hasil pemantauan kualitas air Danau Tamblingan tahun 2015
berdasarkan atas beberapa parameter yang diperiksa, hasil sampling di dekat
pura bugbug dan tengah danau memenuhi kriteria baku mutu air Kelas I.
Mutu air Kelas I adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air
baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
Sedangkan hasil sampling di dekat Pura Ulun Danu tidak memenuhi
kriteria baku mutu air Kelas I, paramteter-parameter yang melampaui baku
mutu adalah:
Kadar BOD sebesar 2,62 mg/L, masih dibawah baku mutu yang
dipersyaratkan mutu air Kelas I sebesar 3 mg/L.
Kadar phosfat sebesar 0,35 mg/L, diatas baku mutu air Kelas I
dipersyaratkan 0,2 mg/L.
3) Danau Beratan
Hasil pemantauan kualitas air Danau Beratan tahun 2015 berdasarkan
atas beberapa parameter yang diperiksa, tidak memenuhi kriteria baku mutu
air Kelas I, paramteter-parameter yang melampaui baku mutu adalah:
Dermaga:
Kadar BOD sebesar 2,27 mg/L, masih dibawah baku mutu yang
dipersyaratkan mutu air Kelas I sebesar 3 mg/L.
Kadar phosfat sebesar 0,62 mg/L, diatas baku mutu air Kelas I
dipersyaratkan 0,2 mg/L.
Pura Ulun Danu:
Kadar BOD sebesar 2,44 mg/L, masih dibawah baku mutu yang
dipersyaratkan mutu air Kelas I sebesar 3 mg/L.
Kadar phosfat sebesar 0,51 mg/L, diatas baku mutu air Kelas I
dipersyaratkan 0,2 mg/L.
Depan Parkir Masjid:
Kadar BOD sebesar 2,40 mg/L, masih dibawah baku mutu yang
dipersyaratkan mutu air Kelas I sebesar 3 mg/L.
Kadar phosfat sebesar 0,51 mg/L, diatas baku mutu air Kelas I
dipersyaratkan 0,2 mg/L.
4) Danau Buyan
Hasil pemantauan kualitas air Danau Buyan tahun 2015 berdasarkan
atas beberapa parameter yang diperiksa, tidak memenuhi kriteria baku mutu
air Kelas I, paramteter-parameter yang melampaui baku mutu adalah:
Banjar Nyuh Mas:
Kadar BOD sebesar 3,05 mg/L, diatas baku mutu yang
dipersyaratkan mutu air Kelas I sebesar 3 mg/L.
Kadar phosfat sebesar 0,51 mg/L, diatas baku mutu air Kelas I
dipersyaratkan 0,2 mg/L.
Pura Batu Meringgit:
Kadar BOD sebesar 2,40 mg/L, masih dibawah baku mutu yang
dipersyaratkan mutu air Kelas I sebesar 3 mg/L.
Kadar phosfat sebesar 0,69 mg/L, diatas baku mutu air Kelas I
dipersyaratkan 0,2 mg/L.
Depan Hutan Lindung:
Kadar BOD sebesar 3,32 mg/L, diatas baku mutu yang
dipersyaratkan mutu air Kelas I sebesar 3 mg/L.
Kadar phosfat sebesar 0,61 mg/L, diatas baku mutu air Kelas I
dipersyaratkan 0,2 mg/L.
BOD (mg/L)
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
Sangg Telag Tibu
Bajin Dalun Kaba- Manu Mum Pura Sadin Segen Buun
Ababi Baha Bayat Binoh Jabon alangi a Tangg Tegal
g g kaba kaya bul Jati g ing gan
t Tista ang
2014 0.27 1.24 0.80 0.77 0.45 1.00 0.69 0.83 0.63 0.23 0.50 0.54 1.04 0.74 0.95 0.35 0.66 0.525
2015 1.29 3.74 1.41 1.39 1.05 3.84 1.32 1.81 1.23 0.88 1.58 1.62 1.78 2.21 4.11 1.52 1.16 1.31
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
COD (mg/L)
30
25
20
15
10
0
Sangg Telag Tibu
Bajin Dalun Kaba- Manu Mum Pura Sadin Segen Buun
Ababi Baha Bayat Binoh Jabon alangi a Tangg Tegal
g g kaba kaya bul Jati g ing gan
t Tista ang
2014 2.00 3.50 2.50 2.00 2.00 2.50 2.00 2.00 1.50 1.00 2.00 2.00 3.00 2.00 2.00 1.50 2.00 2.00
2015 5.00 8.91 5.00 4.00 4.00 7.09 4.00 4.00 5.00 2.00 4.00 4.00 4.00 6.00 7.00 4.00 3.00 2.50
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
Grafik 2.35. Kandungan Parameter COD (Chemical Oxygen Demand)
Air Sumur
DO (mg/L)
20
16
12
0
Sangg Telag Tibu
Bajin Dalun Kaba- Manu Mum Pura Sadin Segen Buun
Ababi Baha Bayat Binoh Jabon alangi a Tangg Tegal
g g kaba kaya bul Jati g ing gan
t Tista ang
2014 6.14 6.06 6.12 5.68 6.48 6.02 5.01 6.28 6.47 4.37 4.79 4.95 3.79 5.93 7.09 8.62 6.71 6.38
2015 12.02 11.84 12.34 12.76 12.27 10.37 9.68 11.94 13.15 12.71 9.48 8.77 10.35 11.94 15.81 17.20 6.39 6.52
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
NO3 (mg/L)
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Sangg Telag Tibu
Bajin Dalun Kaba- Manu Mum Pura Sadin Segen Buun
Ababi Baha Bayat Binoh Jabon alangi a Tangg Tegal
g g kaba kaya bul Jati g ing gan
t Tista ang
2014 2.15 3.42 1.62 2.03 1.05 3.69 4.11 2.80 3.18 2.72 2.13 0.99 2.80 2.09 2.90 2.13 3.09 1.88
2015 3.84 6.40 2.36 4.25 2.86 9.41 7.73 6.13 6.47 2.28 4.27 1.94 4.31 4.42 6.23 4.30 2.99 1.95
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
Grafik 2.37. Kandungan Parameter NO3 (Nitrat) Air Sumur
e. Parameter Fe (Besi)
Berdasarkan hasil analisa laboratorium dapat dilihat keseluruhan air
sumur yang diuji kualitasnya memiliki kandungan besi dibawah baku
mutu kualitas air kelas I. Dapat dilihat pula hampir keseluruhan air
sumur mengalami peningkatan kandungan besi dari tahun 2014, hanya
air sumur dari lokasi Buungan dan Tegal yang mengalami penurunan
kandungan besi.
Besi (mg/L)
0.030
0.025
0.020
0.015
0.010
0.005
0.000
Sangg Telag Tibu
Bajin Dalun Kaba- Manu Mum Pura Sadin Segen Buun
Ababi Baha Bayat Binoh Jabon alangi a Tang Tegal
g g kaba kaya bul Jati g ing gan
t Tista gang
2014 0.002 0.002 0.002 0.003 0.003 0.003 0.005 0.005 0.004 0.005 0.003 0.003 0.008 0.002 0.003 0.002 0.004 0.004
2015 0.005 0.005 0.005 0.005 0.006 0.005 0.008 0.009 0.006 0.009 0.004 0.005 0.015 0.010 0.005 0.004 0.004 0.003
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
Grafik 2.38. Kandungan Parameter Fe (Besi) Air Sumur
TSS (mg/L)
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
Sangg Telag Tibu
Bajin Dalun Kaba- Manu Mum Pura Sadin Segen Buun
Ababi Baha Bayat Binoh Jabon alangi a Tang Tegal
g g kaba kaya bul Jati g ing gan
t Tista gang
2014 1.50 1.50 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.50 1.00 1.00 1.00 1.00 1.50 1.00 3.00 1.00 2.00 1.00
2015 2.00 4.50 4.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 5.00 4.00 3.00 4.00 4.00 3.00 1.00 1.00
PO4 (mg/L)
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Sangg Telag Tibu
Bajin Dalun Kaba- Manu Mum Pura Sadin Segen Buun
Ababi Baha Bayat Binoh Jabon alangi a Tangg Tegal
g g kaba kaya bul Jati g ing gan
t Tista ang
2014 0.02 0.10 0.98 0.10 0.08 0.12 0.10 0.12 0.07 0.05 0.08 0.09 0.12 0.08 0.12 0.06 0.09 0.10
2015 0.20 0.19 0.22 0.23 0.18 0.16 0.17 0.24 0.16 0.09 0.13 0.16 0.34 0.21 0.23 0.17 0.09 0.33
Keterangan :
: Baku Mutu Air Kelas I
: Baku Mutu Air Kelas II
D. UDARA
1. KUALITAS UDARA AMBIENT
Cemaran yang diteliti pada pemantauan kualitas udara provinsi Bali
Tahun 2015 meliputi belerang dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2),
karbon monoksida (CO), Timbal (Pb), dan debu (PM10 dan PM2.5).
Dibandingkan pemantauan tahun sebelumnya, titik sampling di sembilan
kabupaten kota ditetapkan menjadi masing-masing 5 titik pengambilan
sampel, yaitu terminal, lalulintas padat, pelabuhan, dan pemukiman padat,
dengan harapan dapat menggambarkan kondisi kualitas udara ambien yang
sebenarnya berdasarkan baku mutu yang diacu. Melalui kegiatan
pemantauan yang dilakukan secara benar, berkesinambungan dan terencana
dengan baik, maka perubahan yang mengarah kepada kecenderungan
terjadinya penurunan mutu kualitas udara dan lingkungan, dapat sedini
mungkin diketahui, untuk selanjutnya dapat diupayakan pencegahan dan
perbaikan dengan segera, agar jangan sampai terjadi kondisi yang sudah
terlanjur sulit untuk diperbaiki. Hasil kegiatan pematauan kualitas udara
pada Tahun 2015 mendapatkan bahwa untuk cemaran SO2, NO2, CO, PM2.5
dan Pb masih berada di bawah baku mutu udara ambien sesuai Pergub
Provinsi Bali No. 8 Tahun 2007, sedangkan parameter PM10 sudah melampui
ambang batas yang ditetapkan dan secara menyeluruh dapat dsimpulkan
sebagai berikut:
1. Rata-rata kadar cemaran SO2 di masing-masing kabupaten kota adalah
Karangasem = 153,59 µg/m3, Klungkung = 243,48 µg/m3, Bangli = 210,48
µg/m3, Gianyar = 284,45 µg/m3, Denpasar = 270,21 µg/m3, Badung =
315,26 µg/m3, Tabanan = 193,73 µg/m3, Buleleng = 249,14 µg/m3,
Jembrana = 362,32 µg/m3. Dengan memandang data ini sebagai
cerminan kadar cemaran SO2 udara di Provinsi Bali yang kalau dirata-
ratakan mencapai 253,61 µg/m3 memang masih jauh di bawah ambang
batas yang diijinkan yaitu 900 µg/m3 sesuai Pergub Bali No. 8 tahun
2007. Grafik berikut memperlihatkan kandungan SO2 di udara
cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2014-2015.
Dari grafik diatas dapat dilihat kualitas air hujan di Provinsi Bali
mengalami penurunan kandungan parameter, dimana untuk parameter pH
mengalami penurunan mencapai 0.71µmhos/em, SO4 mengalami penurunan
mencapai 3.00 mg/L, NO3 mengalami penurunan mencapai 0.020 mg/L, NH4
mengalami penurunan mencapai 0.042 mg/L dan Suhu mengalami
penurunan mencapai 0.3330C.
wilayah laut, pesisir dan pantai ini adalah pencemaran yang mengakibatkan
terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya pesisir dan laut,
misalnya penurunan kualitas air laut, berkurang dan rusaknya kondisi
terumbu karang dan padang lamun, serta terdegradasinya hutan mangrove.
proses alamiah seperti aktivitas vulkanik, rembesan minyak dan gas pada
dasar laut, peledakan alga, aliran lumpur, banjir di sungai dan lain-lain.
Fenomena tersebut harus dipertimbangkan dalam rangka penilaian dampak
dan konsekuensi faktor antropogenik terhadap laut (Duce, 2008).
Berdasarkan pada tipe dampaknya terhadap organisme perairan laut
beserta ekosistemnya, bahan-bahan pencemar dapat dikelompokkan
kedalam beberapa urutan menurut peningkatan bahaya yang ditimbulkan
(Duce,2008), yaitu:
Senyawa-senyawa yang menyebabkan dampak mekanik yaitu bahan-
bahan tersuspensi, lapisan film dan limbah padat, yang dapat
menimbulkan kerusakan pada organ pernafasan, sistem pencernaan,
dan tingkah laku;
Senyawa-senyawa pemacu efek eutrofikasi, meliputi nitrat dan fosfat,
serta bahan-bahan organik lainnya, yang dapat mengakibatkan
pertumbuhan fitoplankton secara cepat dimana hal ini dapat
mengganggu keseimbangan, struktur dan fungsi ekosistem laut;
Senyawa-senyawa bersifat saprogenic yaitu senyawa biodegradable,
yang keberadaannya diperairan menyebabkan terjadinya penurunan
kadar oksigen terlarut karena digunakan untuk proses dekomposisi;
Senyawa-senyawa menyebabkan efek toksik, antara lain logam berat,
hidrokarbon klorinasi, dioksin dan furan, yang merusak proses
fiologis dan fungsi reproduksi, pencernaan dan respirasi;
Senyawa-senyawa bersifat mutagenik, antara lain benzo (a) pyrene
dan other polycyclic aromatic compounds, biphenyls, radionuclides,
yang menimbulkan efek karsinogenik, mutagenik dan tetragenik.
dalamnya terdapat aktivitas wisata bahari dan rekrerasi air maka kualitas air
laut yang lebih baik bagi peruntukan lainnya.
Kualitas air perairan pantai di Bali, baik di wilayah pesisir Bali
Tenggara, Bali Utara dan Bali Barat secara umum berada dalam kondisi
sangat baik berdasarkan sejumlah parameter yang dipantau.Secara fisik,
perairan pantai umumnya berada dalam kondisi jernih dengan kadar total
padatan tersuspensi yang rendah. Hanya kadar TSS di beberapa pantai yaitu
Pantai Mertasari, Tanjung Benoa, Benoa dan Nusa Dua terpantau sedikit di
atas baku mutu air untuk pariwisata dan rekreasi.
Secara kimiawi, perairan pantai tidak terindikasi terkontaminasi oleh
bahan-bahan pencemar penurun oksigen yang ditunjukkan oleh kadar BOD
dan COD yang rendah. Kondisi ini didukung pula oleh kadar oksigen terlarut
yang tinggi di semua lokasi. Kondisi air pantai yang sangat dinamis
menyebabkan kelarutan oksigen berlangsung optimal. Parameter kimia
lainnya yaitu nitrat, klorin bebas, sulfida dan kadmium, semuanya berada
dalam kadar yang rendah di semua lokasi sampel.
Secara mikrobiologis, perairan pantai tidak tercemar oleh limbah
feses yang dapat menimbulkan kadar total koli yang melimpah. Kadar total
koli di semua lokasi pemantauan masih di bawah baku mutu air untuk
pariwisata dan rekreasi. Kadar total koli di sebagian besar pantai lebih tinggi
pada musim hujan dibandingkan musim kemarau yang mengindikasikan ada
potensi masukan total koli dari aktivitas di daratan yang terbawa ke perairan
pantai melalui limpasan permukaan. Kondisi ini menunjukkan bahwa
kualitas air laut di wilayah Provinsi Bali masih tergolong aman untuk
kehidupan biota laut dan biota laut yang dihasilkan seperti berbagai jenis
ikan, kerang serta udang masih aman untuk dikonsumsi oleh manusia.
Sampel air laut diambil pada lokasi yang merupakan kawasan
pariwisata dan obyek wisata dan perairan pelabuhan, sehingga baku mutu
yang digunakan adalah Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari dan Baku
Mutu Perairan Pelabuhan (Peraturan Gubernur Provinsi Bali No. 8 Tahun
2007). Secara umum, kondisi kualitas air laut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Parameter-parameter fisika yang diperiksa seperti padatan tersuspensi
dan temperatur pada semua pantai yang dipantau menunjukkan nilai
dibawah baku mutu air laut untuk pariwisata dan rekreasi.Secara kasat
mata perairan pantai yang diperiksa relatif jernih dan nyaman untuk
aktivitas mandi, berenang dan berbagai aktivitas wisata bahari lainnya.
Secara keseluruhannilai TSS air lautpada titik sampling berada dibawah
baku mutu air laut untuk wisata bahari maupun untuk pelabuhan.
2) Parameter-parameter yang menjadi indikator dari pencemaran air oleh
limbah penyebab penurunan oksigen (oxygen demanding wastes) relatif
kecil dan tidak secara signifikan mempengaruhi kualitas air. Hal ini
ditunjukkan oleh parameter-parameter seperti oksigen terlarut atau DO
yang semuanya dalam kondisi baik (diatas kadar minimal yang
dipersyaratkan untuk kualitas air bagi pariwisata dan rekreasi). Nilai
BOD, COD pada semua perairan berada dibawah dari baku mutu, hal ini
menunjukkan bahwa perairan pantai masih baik sesuai pemanfaatannya.
3) Pengamatan parameter kimia yang lainnya seperti nitrat, Cd (cadmium),
dan sulfida semuanya berada di bawah baku mutu sehingga perairan laut
masih dalam kondisi yang baik.
4) Parameter total coliform di semua pantai memenuhi persyaratan baku
mutu.
Grafik-grafik berikut menggambarkan fluktuasi kandungan bahan
pencemar air laut dari tahun 2014 sampai tahun 2015 yang dibandingkan
dengan Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari dan Baku Mutu Perairan
Pelabuhan (Peraturan Gubernur Provinsi Bali No. 8 Tahun 2007).
TSS (mg/L)
25
20
15
10
0
Pela
Pant Pant Pela
Pant Pant Pela buha Pela
Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant ai Pant Pant Pant Pant Pant Pant ai Pant buha
ai Pant Pant ai buha n buha
ai ai ai ai ai ai ai ai ai ai ai ai Peng ai ai ai ai ai ai Tanj ai n
Kedo ai ai Tula n Celu n
Baru Braw Cand Gege Jimb Kelat Kusa Lebi Legia Lovi Med Nusa amb Pera Purn Sang Sanu Semi Tana ung Ujun Pada
ngan Kuta Soka mbe Beno kan Gilim
na a idasa r aran ing mba h n na ewi Dua enga ncak ama sit r nyak h Lot Beno g ng
an n a Baw anuk
n a Bai
ang
2014 11.0 8.00 4.00 5.50 11.5 12.0 7.00 6.50 11.5 8.00 7.00 8.50 5.00 13.5 7.00 7.00 11.0 4.00 8.00 8.00 8.00 3.00 21.5 2.50 13.0 4.50 2.50 2.00 3.50
2015 2.00 6.50 2.50 2.00 3.50 14.0 7.00 6.50 2.50 8.50 3.50 2.00 18.0 2.50 9.00 14.0 9.50 4.50 3.50 3.00 10.0 6.00 7.00 3.50 6.50 3.00 10.0 5.00 2.50
DO (mg/L)
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Pela
Pant Pant Pela
Pant Pant Pela buha Pela
Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant ai Pant Pant Pant Pant Pant Pant ai Pant buha
ai Pant Pant ai buha n buha
ai ai ai ai ai ai ai ai ai ai ai ai Peng ai ai ai ai ai ai Tanj ai n
Kedo ai ai Tula n Celu n
Baru Braw Cand Gege Jimb Kelat Kusa Lebi Legia Lovi Med Nusa amb Pera Purn Sang Sanu Semi Tana ung Ujun Pada
ngan Kuta Soka mbe Beno kan Gilim
na a idasa r aran ing mba h n na ewi Dua enga ncak ama sit r nyak h Lot Beno g ng
an n a Baw anuk
n a Bai
ang
2014 7.39 7.56 7.64 7.58 7.63 7.33 7.59 7.21 7.51 7.54 7.31 7.31 7.66 7.74 7.38 7.60 7.62 7.32 7.33 7.58 7.46 7.34 7.40 7.37 7.54 6.85 7.37 7.50 7.63
2015 7.54 6.92 7.52 7.86 7.71 7.70 7.52 7.44 7.58 7.74 7.09 7.61 7.58 6.66 7.98 7.72 7.87 7.40 7.43 7.56 8.03 7.63 6.78 8.89 8.67 7.32 7.87 7.45 7.33
BOD 5 (mg/L)
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Pela
Pant Pant Pela
Pant Pant Pela buha Pela
Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant ai Pant Pant Pant Pant Pant Pant ai Pant buha
ai Pant Pant ai buha n buha
ai ai ai ai ai ai ai ai ai ai ai ai Peng ai ai ai ai ai ai Tanj ai n
Kedo ai ai Tula n Celu n
Baru Braw Cand Gege Jimb Kelat Kusa Lebi Legia Lovi Med Nusa amb Pera Purn Sang Sanu Semi Tana ung Ujun Pada
ngan Kuta Soka mbe Beno kan Gilim
na a idasa r aran ing mba h n na ewi Dua enga ncak ama sit r nyak h Lot Beno g ng
an n a Baw anuk
n a Bai
ang
2014 3.76 4.23 2.84 5.17 2.81 3.74 3.34 5.02 2.62 3.93 2.72 2.03 2.39 5.39 3.80 3.49 3.53 5.42 3.07 2.58 3.57 2.80 5.26 2.76 2.99 5.19 3.76 3.05 4.62
2015 1.09 0.93 0.66 0.86 0.79 1.70 0.81 2.40 0.90 0.90 1.19 0.94 1.39 0.89 4.14 2.16 0.99 1.83 1.09 0.69 2.85 0.71 5.96 0.95 0.69 2.98 1.59 1.30 1.18
COD (mg/L)
20
15
10
0
Pela
Pant Pant Pela
Pant Pant Pela buha Pela
Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant ai Pant Pant Pant Pant Pant Pant ai Pant buha
ai Pant Pant ai buha n buha
ai ai ai ai ai ai ai ai ai ai ai ai Peng ai ai ai ai ai ai Tanj ai n
Kedo ai ai Tula n Celu n
Baru Braw Cand Gege Jimb Kelat Kusa Lebi Legia Lovi Med Nusa amb Pera Purn Sang Sanu Semi Tana ung Ujun Pada
ngan Kuta Soka mbe Beno kan Gilim
na a idasa r aran ing mba h n na ewi Dua enga ncak ama sit r nyak h Lot Beno g ng
an n a Baw anuk
n a Bai
ang
2014 9.00 10.5 8.00 8.00 7.50 10.5 9.00 13.0 7.50 9.00 7.50 6.50 7.00 8.00 9.00 8.50 9.50 11.5 8.50 8.00 9.00 7.00 9.50 8.00 8.00 8.50 9.00 9.00 9.50
2015 7.50 8.00 6.50 6.50 7.00 8.00 7.50 9.50 6.50 7.00 7.50 7.00 7.50 6.50 10.5 7.00 7.00 7.50 7.50 7.00 8.50 7.00 13.0 7.00 6.00 9.00 8.00 7.50 8.50
Grafik 2.52. Kandungan Parameter COD (Chemical Oxygen Demand) Air Laut
f. Parameter NO3
Pada lampiran Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari dan Baku Mutu
Perairan Pelabuhan (Peraturan Gubernur Provinsi Bali No. 8 Tahun
2007) tidak memuat tentang batasan atau baku mutu dari parameter
NO3. Parameter NO3 Hasil pengujian kualitas air laut di tahun 2015
menunjukkan bahwa kandungan NO3 di seluruh pantai yang di uji
sebagian besar mengalami peningkatan dari tahun 2014, hanya Pantai
Kusamba dan Pelabuhan Gilimanuk yang mengalami penurunan
kandungan NO3 dari tahun 2014.
NO3-N (mg/L)
0.062
0.060
0.058
0.056
0.054
0.052
0.050
0.048
0.046
0.044
Pela
Pant Pant Pela Pela
Pant Pant Pela buha
Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant Pant ai Pant Pant Pant Pant Pant Pant ai Pant buha buha
ai Pant Pant ai buha n
ai ai ai ai ai ai ai ai ai ai ai ai Peng ai ai ai ai ai ai Tanj ai n n
Kedo ai ai Tula n Celu
Baru Bra Cand Gege Jimb Kelat Kusa Lebi Legi Lovi Med Nusa amb Pera Purn Sang Sanu Semi Tana ung Ujun Gili Pada
ngan Kuta Soka mbe Beno kan
na wa idasa r aran ing mba h an na ewi Dua enga ncak ama sit r nyak h Lot Beno g man ng
an n a Baw
n a uk Bai
ang
2014 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.06 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.06 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.06 0.06 0.05
2015 0.05 0.06 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.06 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.06 0.05 0.05
karang pada suatu lokasi tertentu dalam waktu tertentu yang dinilai
berdasarkan kriteria baku kerusakan terumbu karang. Kriteria baku
kerusakan terumbu karang ditetapkan berdasarkan prosentase luas tutupan
karang hidup. Status kondisi terumbu karang dapat dibedakan menjadi
empat kategori yaitu:
• Sangat baik (excellent) : prosentase tutupan karang hidup > 75%
• Baik (good) : prosentase tutupan karang hidup 50 – 74,9%;
• Sedang (moderate/fair) : prosentase tutupan karang hidup 25 – 49,9%;
• Rusak (poor) : prosentase tutupan karang hidup < 25%.
Pada Tahun 2013, jumlah terumbu karang yang memiliki kategori
sangat baik di Provinsi Bali adalah seluas 15 ha, sedangkan kondisi baik,
sedang dan rusak masing-masing seluas 353,30 ha (71,37%), 189,75 ha
(38,33%), dan 42,13 ha (8,51%). Pada tahun 2013 luas terumbu karang
dengan kondisi baik, sedang dan rusak masing-masing seluas 5.547,65 ha
(64,33%), 1.248,52 ha (14,48%), dan
1.828,19 ha (21,20%). Pada tahun 2011, kondisi terumbu karang
dengan sangat baik terindentifikasi yaitu seluas 878,62 ha (11,32%).
Adapaun kategori baik, sedang dan rusak masing-masing teridentifikasi
seluas 2.336,65 ha (30,09%), 3.036,46 ha (39,11%) dan 1.513,16 ha
(19,49%).
Gambar 2.15. Peta Sebaran Padang Lamun di Wilayah Pesisir Provinsi Bali
Sumber: Sudiarta dan Sudiarta (2011)
akibat adanya erosi. Kesuburan daerah ini juga ditentukan oleh adanya
pasang surut yang mentransportasi nutrient.
Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan
ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis
dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis
pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari
makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground),
tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta
sebagai pengatur iklim mikro. Fungsi ekonominya antara lain: penghasil
keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit.
Menurut BPDAS Unda Anyar, luas hutan mangrove di Provinsi Bali
pada tahun 2014 adalah 2.155,7 ha dimana kondisi luasan ini masih sama
dengan kondisi di tahun 2015, yang tersebar pada tujuh lokasi di lima
Kabupaten/Kota:
1) Teluk Benoa yang merupakan kawasan hutan Prapat Benoa (Tahura
Ngurah Rai) di Kota Denpasar dan Badung.
2) Perancak dan Tuwed di Kabupaten Jembrana
3) Teluk Gilimanuk yang merupakan kawasan hutan Bali Barat (Taman
Nasional Bali Barat) di Kabupaten Buleleng dan Jembrana.
4) Teluk Trima dan Menjangan yang merupakan kawasan hutan Bali Barat
(Taman Nasional Bali Barat) di Kabupaten Buleleng.
5) Teluk Banyuwedang yang merupakan kawasan hutan Bali Barat
(TamanNasional Bali Barat) di Kabupaten Buleleng.
6) Sumber kima dan Pejarakan di Kabupaten Buleleng
7) Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan di Kabupaten Klungkung.
Penyebaran hutan mangrove di Bali, secara detail dapat dilihat pada
Tabel SD-21 Basis Data. Sejak tahun 2011, luasan hutan mangrove terus
berfluktuasi, dimana pada tahun 2011 luas hutan Mangrove di Provinsi Bali
mencapai 2.215,5 ha dan pada tahun 2012 menurun menjadi 2.149,0 ha,
serta meningkat kembali pada tahun 2013 menjadi 2.155,7 dan pada tahun
2014 menjadi 2.489,1 ha. Fluktuasi luasan hutan Mangrove disebabkan oleh
beberapa hal seperti adanya penebangan liar, penanaman kembali atau
dirubahnya tutupan lahan hutan mangrove menjadi tutupan lain, seperti
contoh sebagian tutupan hutan mengrove dikawasan teluk benoa (Kabupaten
Badung) yang pada tahun 2013 berubah nemjadi jalan tol.
Secara umum, penyebaran hutan mangrove di Provinsi Bali berada di
dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan. Hutan mangrove yang
berada di dalam kawasan hutan luasnya mencapai 2004, 5 ha dan yang
berada di luar kawasan hutan luasnya 211 ha.
Grafik 2.56. Luas hutan mangrove di Provinsi Balipada tahun 2011 sampai
2014 pada masing-masing kabupaten
Sumber: BPDAS Unda Anyar (2015)
F. IKLIM
Iklim merupakan salah satu komponen ekosistem alam, sehingga
kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim. Iklim adalah
komposit dari keadaan cuaca hari ke hari dalam waktu satu tahun dan
elemen-elemen atmosfer di dalam suatukawasantertentu dalam jangka
waktu yang panjang. Iklim muncul setelah berlangsung suatu proses fisik dan
dinamis yang kompleks yang terjadi di atmosfer bumi. Kondisi iklim
mencakup wilayah yang luas, sehingga kondisi iklim lebih banyak diteliti
secara regional. Di lokasi kegiatan, keadaan iklimnya cukup mirip dengan
kondisi regional Bali dimana iklim di pengaruhi oleh pengendali- pengendali
iklim seperti interaksi laut-atmosfer, aktifitas konvergensi, pertemuan masa
udara dari belahan bumi utara dan selatan, tumbuhnya pusat tekanan rendah
dan pengaruh kondisi lokal setempat. Akibat dari pengaruh pengendali-
pengendali iklim tersebut menyebabkan perbedaan pada besaran unsur-
unsur iklim dari lokasi yang satu ke lokasi yang lain serta dari waktu ke
waktu.
Curah hujan tahunan rata-rata di Bali selama tahun 2015 adalah 124,6
mm yang mengalami kenaikan intensitas hujan dari tahun 2014, dimana
pada tahun 2014 Curah hujan tahunan rata-rata di Bali selama tahun 2015
adalah 117,7 mm . Curah hujan tahunan menurut Kabupaten/Kota berkisar
93,643 – 129,81 mm, dimana curah hujan tertinggi terjadi di Kabupaten
Karangasem dan terendah di Kabupaten Badung.
Untuk mengetahui pola umum curah hujan di Bali, dibuatlah peta
Isohyet berdasarkan data rata-rata selama 30 Tahun dan berasal dari seluruh
pos hujan di Provinsi Bali. Berdasarkan Peta Isohyet Hujan untuk Provinsi
Bali yang merupakan hasil analisis Sistem Informasi Geografi, wilayah Bali
bagian tengah mempunyai curah hujan lebih tinggi dibandingkan daerah
pesisir. Wilayah pesisir utara, barat dan timur umumnya mempunyai curah
hujan lebih rendah daripada wilayah selatan. Wilayah pesisir dekat pantai
Kabupaten Buleleng mempunyai curah hujan tahunan rata –rata 1000 mm,
demikian juga halnya di wilayah pesisir dekat pantai bagian timur Kabupaten
Karangasem dan pesisir dekat pantai barat Kabupaten Jembrana. Wilayah
pesisir dekat pantai selatan Pulau Bali mempunyai curah hujan tahunan
antara 1500 sampai 2000 mm. Curah hujan tahunan di Nusa Penida rata-rata
1250 mm. Curah Hujan tertinggi di Provinsi Bali terjadi disekitar Kecamatan
Pupuan dan Busungbiu dengan jumlah > 3.500 mm per tahun.
Rata-rata Provinsi Bali Pos Kahang-kahang (Kab. Karangasem) Pos
Tegallinggah (Kab. Klungkung) Pos Bangli ( Kab. Bangli) Pos Abianbase ( Kab.
Gianyar) Pos Tukad Mungga (Kab Buleleng) Pos Negara (Kab. Jembrana) Pos
Bongan (Kab. Tabanan) Pos Sanglah (Kodya Denpasar) Pos Ngurah Rai (Kab.
Badung).
G. BENCANA ALAM
Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa bencana adalah peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
1. Banjir
Banjir adalah aliran yang relatif tinggi, dan tidak tertampung oleh alur
sungai atau saluran. Masalah banjir secara garis besar disebabkan oleh
keadaan alam dan ulah campur tangan manusia. Adapun dimaksud dengan
keadaan alam adalah karakteristik permukaan tanah, seperti terletak di
dataran landai, jenis penggunaan tanah dan kondisi sungai/saluran drainase
serta pasang air laut. Selain itu, curah hujan yang cukup tinggi dan fenomena
kenaikan paras muka air laut juga merupakan sebab-sebab yang
mengakibatkan peningkatan frekuensi dan intensitas banjir.
Mengenai ulah campur tangan manusia umumnya disebabkan oleh
pengembangan kota yang sangat cepat akan tetapi belum sempat atau
mampu membangun sarana drainase yang memadai, adanya bangunan-
bangunan liar di sepanjang sungai, sampah yang dibuang di saluran dan
sungai yang mengganggu aliran sungai, penggundulan di daerah hulu dan
perkembangan kota di daerah hulu yang menyebabkan kurangnya daya
resap tanah di daerah tersebut yang pada gilirannya akan meningkatkan
aliran permukaan (surface run-off) berupa banjir. Laju sedimentasi yang
tinggi yang mengakibatkan pendangkalan muara sungai akan menimbulkan
efek pembendungan yang cukup signifikan yang pada gilirannya akan
meningkatkan frekuensi banjir karena kapasitas tampung sungai yang
terlampaui oleh debit sungai. Selain itu penggunaan air tanah yang
berlebihan mengakibatkan penurunan tanah (land subsidence) sehingga
memperbesar potensi banjir.
Menurut data Badan Penanggulangan Becana Daerah Provinsi Bali,
selama tahun 2015, bencana banjir terjadi pada 4 kabupaten/kota dengan
total kerugian mencapai Rp 500 juta dan korban meninggal sebanyak 2
orang. Adapun kabupaten/kota yang mengalami banjir tersebut adalah
Gambar 2.20. Peta Indeks Resiko Bencana Banjir Untuk Provinsi Bali
Sumber: BNPB (2015)
2. Kekeringan
Potensi kekeringan di Provinsi Bali umumnya disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain iklim (curah hujan), karakteristik tanah/lahan,
dan perilaku manusia/ penggunaan lahan. Ketiga faktor tersebut dapat
Gambar 2.21. Peta Indeks Resiko Bencana Kekeringan Untuk Provinsi Bali
Sumber: BNPB (2015)
Pada tahun 2012 dan 2011, Provinsi Bali tidak mengalami kekeringan.
Tahun 2012 dan 2011 merupakan tahun-tahun terjadinya kejadian La Nina,
suatu anomali iklim di samudera pasifik yang menyebabkan meningkatnya
curah hujan di Indonesia yang melebihi kondisi normal. Berdasarkan
prediksi NOAA, tahun 2013 merupakan tahun normal, dimana kondisi El
Nino dan La Nina tidak terjadi. Akibatnya adalah adanya kejadian kekeringan
pada 2 Kabupaten yaitu Kabupaten Klungkung (Bukit tengah Desa Pekraman
Pesinggahan) dan Kabupaten Buleleng (Banjar Dinas Tegallinggah Desa
Tegallingah, Kec. Sukasada). Sementara itu, pada tahun 2014 merupakan
kondisi dimana kejadian El Nino lemah terjadi dan menimbulkan timbulnya
kekeringan di Provinsi Bali, khususnya di Kabupaten Buleleng dengan
kerugian lebih kurang 4 juta rupiah. Data dari BPBD Provinsi Bali
menyatakan bahwa pada tahun 2015 terjadi bencana kekeringan di 2 (dua)
kabupaten yaitu Kabupaten Bangli dan Kabupaten Buleleng. Berdasarkan
data yang dikeluarkan oleh BNPB, di Provinsi bali tidak terdapat daerah yang
memiliki indeks resiko bencana kekeringan yang tinggi, akan tetapi terdapat
6 Kabupaten/Kota yang memiliki kondisi indeks resiko bencana kekeringan
yang sedang yaitu Kabupaten Buleleng, Kabupaten Karangasem, Kabupaten
Bangli, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar.
3. KEBAKARAN HUTAN
Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan
yang paling besar dan bersifat sangat merugikan. Perbaikan kerusakan hutan
akibat kebakaran memerlukan waktu yang lama, terlebih lagi untuk
mengembalikannya menjadi hutan dan fungsinya kembali. Di Provinsi Bali
hanya Kaupaten Gianyar yang tidak memiliki hutan, adapun kabupaten-
kabupaten yang memiliki tingkat kerawanan kebakaran hutan adalah
kabupaten-kabupaten yang memiliki hutan di pegunungan seperti Kabupaten
Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Bangli dan
Kabupaten Karangasem. Pada tahun 2015, dilaporkan bahwa terjadi bencana
Gambar 2.22. Peta Penyebab Kerawanan Gempa Bumi Daerah Bali serta
episentrum gempa (seismisitas) dengan magitude di atas 5 SR
Sumber: Bappeda Provinsi Bali (2006)
Gambar 2.23. Contoh dampak gempa di Selatan Bali (Kekuatan 6,8 SR,
kedalaman 10 Km, 143 Km barat daya Bali) terhadap skala gempa yang
dirasakan di pulau Bali
(semakin merah menunjukan semakin besar skala dirasakan)
Sumber: BNPB (2004)
BAB III
TEKANAN TERHADAP
LINGKUNGAN
A. KEPENDUDUKAN
Penduduk merupakan elemen penting dalam sebuah negara. Jumlah
penduduk yang cukup banyak dapat menjadi modal dasar dalam menunjang
pembangunan. Selain memberikan keuntungan, jumlah penduduk yang besar
pun menimbulkan permasalahan tersendiri dan berdampak pada jalannya
proses pembangunan. Sebagai salah satu destinasi pariwisata di Indonesia,
pertumbuhan penduduk di daerah Bali mengalami peningkatan yang cukup
signifikan dan memberi tekanan pada lingkungan yang semakin hari semakin
dirasakan. Beberapa isu penting terkait tekanan jumlah penduduk terhadap
lingkungan, seperti:
1. Terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian yang
dimanfaatkan sebagai pemukiman, perdagangan, perhotelan dan
sebagainya
2. Meningkatnya harga lahan
3. Padatnya pemukiman di daerah perkotaan
4. Meningkatnya jumlah keluarga miskin
5. Kondisi sanitasi dan ketersediaan air bersih
wilayah pesisir dan laut terbanyak pada tahun 2015 terdapat di Kabupaten
Buleleng sejumlah 299.138 orang dan paling sedikit terdapat di Kabupaten
Tabanan sejumlah 33.563 orang. Total jumlah penduduk pesisir mengalami
penurunan dari tahun 2014 yang mencapai 73,573 jiwa. Penurunan jumlah
penduduk pesisir palng tinggi terjadi di Kabupaten Badung yang mencapai
27,952 jiwa dan terendah terjadi di Kabupaten Tabanan yaitu sebanyak 987
jiwa.
B. PEMUKIMAN
Pemukiman menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011
didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih
dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas
umum, serta mempunyai penunjang fungsi lainnya di kawasan perkotaan
atau kawasan pedesaan.
Pembangunan pemukiman di Provinsi Bali secara umum, dibedakan
atas dua yaitu pertama, pemukiman yang merupakan perluasan pemukiman
di desa/kelurahan. Para pemilik rumah yang ada di wilayah ini pada
Grafik 3.5. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Dan Sumber Air Minum
dari Tahun 2014 – Tahun 2015
Grafik 3.6. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Dan Fasilitas Buang Air
Besar dari Tahun 2014 – Tahun 2015
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa dari 9 kabupaten/kota yang ada
di Provinsi Bali, Kabupaten Bangli mengalami penurunan timbulan sampah
dengan perkiraan mencapai 399.33 m3/hari, kemudian penurunan juga
terjadi di Kabupaten Klungkung dengan perkiraan mencapai 63.23 m3/hari
dan di Kabupaten Tabanan dengan perkiraan mencapai 267.69 m3/hari, hal
ini disebabkan karena terjadinya penurunan jumlah penduduk dari tahun
2014 ke tahun 2015 dan keberhasilan dari pelaksanaan Program Bali Clean
and Green.
C. KESEHATAN
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai cita-cita bangsa Indonesia.
D. PERTANIAN
Pertanian yang merupakan kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati
yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku
industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya
adalah salah satu sektor penting bagi Provinsi Bali. Hal ini dikarenakan
pertanian menjadi sumber pendapatan sebagian besar penduduk dan
memberi kontribusi bagi PDRB Provinsi Bali.
E. INDUSTRI
Sejarah mencatat bahwa Industri bermula dari pekerjaan tukang atau
juru. Dari situlah berkembang kerajinan, pertukangan dan lain sebagainya
dan selanjutnya dibentuklah berbagai perhimpunan yang menjadi cikal bakal
berbagai asosiasi sekarang ini. Tantangan zaman sekarang semakin
menantang dikarenakan realita bahwa masyarakat diharuskan bersaing
dalam perdagangan bebas. Hal ini berkorelasi positif dengan berbagai
pembangunan, termasuk pembangunan di bidang industri.
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
mendefinisikan industri sebagai seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang
Nilai total produksi dari seluruh industri yang berada di Provinsi Bali
tahun 2015 adalah sebanyak Rp. 15,13 triliun per tahun. Kabupaten Bangli
memiliki industri yang memiliki total produksi paling besar dengan jumlah
Rp. 6.38 triliun, dan diikuti oleh Kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar yaitu
masing-masing Rp. 2,89 triliun dan Rp. 1,63 triliun. Disisi lain, Kabupaten
Jembrana adalah wilayah administrasi yang memiliki nilai produksi paling
kecil yaitu sebesar Rp 0,64 triliun. Adapun untuk Kabupaten Buleleng,
Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Klungkung tidak ada data tentang
jumlah industri maupun nilai total produksi.
F. PERTAMBANGAN
Pertambangan adalah suatu kegiatan pengambilan endapan bahan
galian berharga dan bernilai ekonomis dari dalam kulit bumi, baik secara
mekanis maupun manual, pada permukaan bumi, di bawah permukaan bumi
dan di bawah permukaan air. Hasil kegiatan ini antara lain, minyak dan gas
bumi, batu bara, pasir besi, bijih timah, bijih nikel, bauskit, bijih tembaga, biji
emas, perak dan bijih mangan. Sedangkan yang dimaksudkan dengan
penggalian adalah suatu kegiatan yang meliputi pengambilan segala jenis
barang galian. Barang galian adalah unsur kimia, mineral dan segala macam
batuan yang merupakan endapan alam (tidak termasuk logam, batu bara,
minyak dan gas bumi dan bahan radioaktif). Bahan galian ini biasanya
digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong sektor industri maupun
konstruksi. Hasil kegiatan penggalian antara lain, batu gunung, batu kali, batu
kapur, koral, kerikil, batu marmer, pasir, pasir silika, pasir kuarsa, kaolin,
tanah liat dan lain-lain.
Kegiatan pemecahan, peleburan, pemurnian dan segala proses
pengolahan hasil pertambangan/penggalian tidak termasuk kegiatan
pertambangan/penggalian, akan tetapi digolongkan ke dalam kegiatan
industri. Kegiatan persiapan tempat penambangan penggalian seperti
pembuatan jalan, jembatan dari dan ke arah lokasi penambangan,
pengerukan dan pemasangan pipa penyaluran dan sebagainya termasuk ke
dalam kegiatan konstruksi. Sedangkan kegiatan eksplorasi dan penelitian
mengenai prospek barang tambang dan mineral termasuk ke dalam jasa
pertambangan. Kegiatan pengambilan, pepembersihan dan pemurnian air
untuk dijadikan air bersih termasuk dalam sektor air minum (BPS, 2016)
Paradigma baru kegiatan industri pertambangan ialah mengacu pada
konsep Pertambangan yang berwawasan Lingkungan dan berkelanjutan, yang
meliputi:
- Penyelidikan Umum (prospecting)
- Eksplorasi : eksplorasi pendahuluan, eksplorasi rinci
- Studi Kelayakan : teknik, ekonomik, lingkungan (termasuk studi AMDAL)
G. ENERGI
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang energi
mendefinisikan senergi sebagai kemampuan untuk melakukan kerja yang
dapat berupa panas, cahaya, mekanika, kimia dan elektromagnetik. Energi
tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnakan tetapi dapat dikonversi
dari bentuk energi yang satu ke bentuk energi yang lain. Nilai kalor yang
terseimpan dalam bahan bakar adalah suatu energi kimia yang tersimpan
dalam bahan tersebut. Bahan bakar memiliki suatu energi yang berpotensi
untuk diubah dan dikonversi menjadi bentuk energi yang lain demi
keperluan tertentu. Berdasarkan bentuknya, energi dapat dikategorikan
menjadi energi mekanik, energi listrik, energi elektromagnetik, energi kimia,
energi nuklir dan energi thermal (Pudjanarsa dan Nursuhud, 2006).
Bahan bakar adalah contoh energi kimia yang dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu (1) bahan bakar padat, contohnya batu bara dan kayu, (2)
bahan bakar cair, contohnya bahan bakar minyak (BBM) dan (3) bahan bakar
gas, contohnya LPG dan LNG.
industri di Provinsi Bali selama tahun 2015 hanya pada jenis Minyak Tanah
sebanyak 1,690 KL yang dipakai oleh industri darat jumlah ini mengalami
penurunan dari tahun 2014 yang jumlah konsumsinya mencapai 2,365 KL.
H. TRANSPORTASI
Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu
tempat ke tempat yang lainnya dalam waktu tertentu dengan menggunakan
sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia, hewan maupun mesin.
Bertolak dari definisi di atas, maksud dari adanya transportasi yaitu untuk
mengatur dan mengkoordinasikan pergerakan penumpang dan barang yang
bertujuan untuk memberikan optimalisasi proses pergerakan tersebut.
Aspek sarana dan prasarana merupakan aspek penting dalam transportasi.
Sarana merupakan piranti yang digunakan dalam hal pergerakan manusia
dan barang, seperti mobil, kapal, kereta, pesawat (moda atau jenis angkutan).
Sedangkan prasarana merupakan wadah yang digunakan untuk mendukung
sarana seperti jalan raya, jalan rel, dermaga, terminal, bandara dan stasiun
kereta (Munawar, 2005).
Terdapat kecenderungan bahwa bersamaan dengan perkembangan
suatu wilayah terdapat pula masalah transportasi pada wilayah tersebut.
Permasalahan ini tidak hanya menyangkut kenyamanan sistem transportasi
yang terganggu (kepadatan, kemacetan, keterlambatan dan parkir), namun
juga dapat meningkatkan pencemaran lingkungan melalui meningkatnya gas
buang dari kendaraan. Permasalahan transportasi merupakan permasalahan
yang kompleks karena melibatkan banyak aspek, pihak dan sistem yang
terkait, sehingga dalam pemecahan permasalahan tersebut memerlukan
suatu pemecahan yang komprehensif dan terpadu yang melibatkan semua
unsur dan aktor dalam pembangunan dan pengembangan wilayah (Wibawa,
1996).
Dengan terus meningkatnya populasi kendaraan bermotor di Provinsi
Bali yang mencapai 4,3% per tahun dalam 5 (lima) tahun terakhir,
menyebabkan peningkatan polusi terhadap lingkungan dan meningkatnya
kemacetan lalu lintas di lokasi-lokasi tertentu. Selain sebagian besar waktu
disita oleh kemacetan lalu lintas, konsumsi bahan bakar kendaraan bermotor
tersebut juga meningkat. Gas buang sisa pembakaran BBM mengandung
bahan-bahan pencemar seperti SO2 (Sulfur Dioksida), NOx (Nitrogen Oksida),
CO (Karbon Monoksida), VHC (Volatile Hydrocarbon), SPM (Suspended
Particulate Matter) dan partikel lainnya. Bahan-bahan pencemar tersebut
dapat berdampak negatif terhadap manusia dan ekosistem bila melebihi
baku mutu.
I. PARIWISATA
Perkembangan pariwisata di suatu lingkungan tertentu dapat
berpotensi pada menurunnya keberadaan sumber daya alam dan
mengancam kelestarian lingkungan. Perkembangan paradigma pengelolaan
lingkungan dalam pengembangan wisata diupayakan tetap mengutamakan
kelestarian lingkungan, namun di satu sisi juga dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat. Selain meningkatkan perekonomian masyarakat,
kegiatan wisata juga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan yaitu
menghasilkan limbah sebagai pencemar lingkungan perairan, tanah dan
udara. Aktivitas yang dilakukan pelaku wisata, produk perencanaan dan
sistem pengelolaan wisata serta sarana dan prasarana dapat mempengaruhi
terjadinya intensitas dampak lingkungan yang berbeda. Jika masalah tersebut
terus dibiarkan akan menimbulkan dampak yang berkepanjangan bagi
Sedangkan pada tahun 2015 data jumlah limbah hanya terdata pada
Hotel Melati yaitu 17,69 m3/hari.
J. LIMBAH B3
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang disingkat menjadi Limbah
B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan
dan atau merusakan lingkungan hidup dan membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Intinya adalah setiap materi yang karena konsentrasi dan atau sifatnya dan
atau jumlahnya mengandung B3 dan membahayakan manusia, makhluk
hidup dan lingkungan, apapun jenis sisa bahannya. Sebagai indikasi limbah
B3 yaitu setelah melalui pengujian memiliki salah satu atau lebih
karakteristik sebagai berikut: musah meledak, mudah terbakar, bersifat
reaktif, beracun, menyebabkan infeksi dan bersifat korosif atau limbah lain
yang apabila diuji dengan metode toksikologi memiliki LD50 dibawah
ambang batas yang ditetapkan (Peraturan Pemerinta Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 1999).
Sanur
Izin Penyimpanan 660.1/1303/BLH/2015,
11 Paradise Hotel
Sementara Limbah B3 tanggal 12 Juni 2015
Plaza Hotel
Discovery
Izin Penyimpanan 660.1/23/LH tanggal 1
12 Kartika Plaza Hotel
Sementara Limbah B3 Maret 2012
Hotel
Nama Jenis
No. Jenis Izin Nomor
Perusahaan Kegiatan/Usaha
The Royal
Izin Penyimpanan 660.1/24/LH tanggal 1
13 Beach Hotel
Sementara Limbah B3 Maret 2012
(Sofitel)
4414/BPPT/LB3/X/201
Alila Villas Izin Penyimpanan
22 Villa 3 tanggal 7 Oktober
Uluwatu Sementara Limbah B3
2013
Hotel
Izin Penyimpanan 402/BPPT/LB3/I/2014
23 Intercontinen Hotel
Sementara Limbah B3 tanggal 23 Januari 2014
tal Bali Resort
Hotel The
Izin Penyimpanan 660.1/54 LH tanggal 25
26 Laguna Hotel
Sementara Limbah B3 Mei 2012
Resort & Spa
Nama Jenis
No. Jenis Izin Nomor
Perusahaan Kegiatan/Usaha
Hotel Melia
Izin Penyimpanan 660.1/22/LH tanggal 1
27 Bali Villas & Hotel
Sementara Limbah B3 Maret 2012
Spa Resort
Nusa Dua
Izin Penyimpanan 660.1/01/LH tanggal 28
28 Beach Hotel & Hotel
Sementara Limbah B3 Februari 2013
Spa
Hotel Sol
Izin Penyimpanan 660.1/80/LH tanggal 26
33 Beach House Hotel
Sementara Limbah B3 Desember 2012
Benoa
Kerajinan Perak,
PT. Karya Izin Penyimpanan 3025/BPPT/LB3/V/201
36 Emas, Lilin, Kayu
Tangan Indah Sementara Limbah B3 4 Tanggal 28 Mei 2014
dan Kulit
Pertamina 660.1/552/BIDWAS/BL
Izin Penyimpanan
38 TBBM Pertamina H tanggal 3 Oktober
Sementara Limbah B3
Manggis 2011
503/02/TPS.LB3/KPPT
Pengolahan Ikan Izin Penyimpanan
39 PT. Indobali /XI/2012 tanggal 1
(Cold Storage) Sementara Limbah B3
November 2012
Nama Jenis
No. Jenis Izin Nomor
Perusahaan Kegiatan/Usaha
Indonesian
Pembangkit Izin Penyimpanan 503/05/TPS.LB3/KPPT
40 Power PLTG
Listrik Sementara Limbah B3 /IV/2013
Gilimanuk
200/2030/TPS.LB3/KL
PLTU Pembangkit Izin Penyimpanan
41 H/2013 tanggal 28
Pemaron Listrik Sementara Limbah B3
Oktober 2013
Unit
Pengantongan
800/1578/TPS
Semen Izin Penyimpanan
42 Semen LB3/KLH/2014 Tanggal
Tonasa Sementara Limbah B3
6 Agustus 2014
Celukan
Bawang
Hotel Four
Izin Penyimpanan 762/HK/2012 tanggal 4
43 Season Sayan Hotel
Sementara Limbah B3 Oktober 2012
Ubud
PT. Sinar
Izin Penyimpanan 660.1/234/BLH.II/2014
45 Sosro KPB Hotel
Sementara Limbah B3 tanggal 18 April 2014
Bali
Sumber : BLH Provinsi Bali, 2015
BAB IV
UPAYA PENGELOLAAN
LINGKUNGAN
A. REHABILITASI LINGKUNGAN
Tekanan dan permasalahan lingkungan di Provinsi Bali dari waktu ke
waktu semakin kompleks dan meluas. Pertumbuhan penduduk yang
tergolong tinggi merupakan salah satu penyebabnya. Pertumbuhan
penduduk Bali rata-rata 2,14% pertahun dalam periode 2000-2010,
sementara tahun 2015 pertumbuhan penduduk Bali adalah 0,94%, di mana
pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi di Kabupaten Badung (2,27 %) dan
Kota Denpasar mencapai 1,97 %. Untuk itu, berbagai upaya pengelolaan
lingkungan telah dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan
masyarakat, akan tetapi disadari bahwa upaya-upaya pengelolaan
lingkungan sebagai “business as usual” tidak akan mampu mengimbangi laju
degradasi lingkungan.
Provinsi Bali telah mendeklarasikan program pengelolaan lingkungan
dengan pendekatan yang holistik dan komprehensif yaitu Program bali
Green Province tanggal 22 Februari 2010 bertepatan dengan pembukaan
Konferensi UNEP ke-11 di Nusa Dua Bali. Bali Green Province adalah
komitmen Pemerintah Provinsi Bali bersama Pemerintah Kabupaten/Kota
se-Bali, Swasta, LSM dan Perguruan Tinggi, Sekolah, Desa Pekraman dan
seluruh komponen masyarakat Bali, dengan segala daya dan upaya untuk
mewujudkan Bali yang bersih, sehat, nyaman, lestari dan indah bagi generasi
BUKU LAPORAN IV - 1
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
kini dan akan datang menuju tercapainya Bali yang maju, aman, damai dan
sejahtera (Bali MANDARA).
Peta jalan (road map) program ini telah diluncurkan dan
disosialisasikan. Pada intinya, program ini dijalankan dengan kebijakan
untuk memperkuat partisipasi dan kemitraan dalam pengelolaan lingkungan.
Tiga strategi utama untuk menjalankan program Bali Green Province yaitu:
1. Green Culture : melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai budaya
(kearifan lokal) yang berwawasan lingkungan hidup, termasuk berbagai
aktifitas keagamaan baik yang berskala kecil, menengah maupun besar.
2. Green Economy : mewujudkan perekonomian daerah Bali yang mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun tetap dapat menjaga
kelestarian fungsi lingkungan hidup untuk generasi masa kini dan yang
akan datang.
3. Clean and Green : mewujudkan lingkungan hidup daerah bali yang
bersih dan hijau sehingga terbebas dari pencemaran dan kerusakan
sumberdaya alam.
BUKU LAPORAN IV - 2
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 3
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 4
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Pelaksana
No. Nama Kegiatan Lokasi Kegiatan
Kegiatan
Lomba Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Provinsi Bali
9 SDN 1 Peguyangan BLH Prov. Bali
kategori Sekolah
Dasar Peduli
Lingkungan
BLH Prov. Bali
Pengadaan Kawasan Danau Buyan, Desa dengan melibatkan
10 Tanaman Pancasari Kec. Sukasada, warga Desa
langka/upakara Kabupaten Buleleng Pancasari, BUMN,
Pramuka
B. AMDAL
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2012 mendefinisikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) sebagai kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan.
AMDAL dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan
akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya.
Dimana yang dimaksudkan dengan lingkungan hidup adalah aspek abiotik,
biotik dan kultural. AMDAL berfungsi untuk (1) membantu proses
pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana
usaha dan/atau kegiatan; (2) memberi masukan untuk penyusunan desain
rinci teknis dari rencana dan/atau kegiatan; (3) memberi masukan untuk
penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup; (4)
BUKU LAPORAN IV - 5
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 6
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 7
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 8
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 9
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 10
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 11
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
C. PENEGAKAN HUKUM
Dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, setiap
orang mempunyai hak dan peran untuk melakukan pengaduan akibat dugaan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Pengaduan tersebut
dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Salah satu instrumen
pengendali pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup adalah
penegakan hukum lingkungan yaitu proses dilakukannya upaya untuk tegak
atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman
perilaku manusia dalam lingkungannya. Penegakan hukum sebagai upaya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan bentuk
BUKU LAPORAN IV - 12
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 13
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 14
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 15
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 16
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 17
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 18
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 19
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 20
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 21
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 22
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 23
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 24
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Waktu
Instansi Kelompok
No. Nama Kegiatan Penyuluhan
Penyelenggara Sasaran
(Bulan/tahun)
Desa Pakraman
Mendoyo Dangin
Sosialisasi
Tukad ,
3 Pembinaan Desa BLH Provinsi Bali 24 Juni 2015
Kecamatan
Sadar Lingkungan
Mendoyo,
Jembrana
Desa Pakraman
Sosialisasi Gerombong,
4 Pembinaan Desa BLH Provinsi Bali Kecamatan 25 Juni 2015
Sadar Lingkungan Dawan,
Klungkung
Desa Pakraman
Sosialisasi
Kekeran,
5 Pembinaan Desa BLH Provinsi Bali 29 Juni 2015
Kecamatan
Sadar Lingkungan
Mengwi, Badung
Desa Pakraman
Sosialisasi Cengkilung,
6 Pembinaan Desa BLH Provinsi Bali Kecamatan 30 Juni 2015
Sadar Lingkungan Denpasar Utara,
Denpasar
Desa Pakraman
Sosialisasi
Tangguwisia,
7 Pembinaan Desa BLH Provinsi Bali 2 Juli 2015
Kecamatan
Sadar Lingkungan
Seririt, Buleleng
Desa Pakraman
Sosialisasi Ulakan,
8 Pembinaan Desa BLH Provinsi Bali Kecamatan 3 Juli 2015
Sadar Lingkungan Manggis,
Karangasem
Desa Pakraman
Sosialisasi Subilang,
9 Pembinaan Desa BLH Provinsi Bali Kecamatan 8 Juli 2015
Sadar Lingkungan Payangan,
Gianyar
Desa Pakraman
Mendoyo Dangin
Evaluasi Desa Tukad ,
10 BLH Provinsi Bali 1 Oktober 2015
Sadar Lingkungan Kecamatan
Mendoyo,
Jembrana
Desa Pakraman
Evaluasi Desa
11 BLH Provinsi Bali Gerombong, 2 Oktober 2015
Sadar Lingkungan
Kecamatan
BUKU LAPORAN IV - 25
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Waktu
Instansi Kelompok
No. Nama Kegiatan Penyuluhan
Penyelenggara Sasaran
(Bulan/tahun)
Dawan,
Klungkung
Desa Pakraman
Cengkilung,
Evaluasi Desa
12 BLH Provinsi Bali Kecamatan 5 Oktober 2015
Sadar Lingkungan
Denpasar Utara,
Denpasar
Desa Pakraman
Evaluasi Desa Kekeran,
13 BLH Provinsi Bali 6 Oktober 2015
Sadar Lingkungan Kecamatan
Mengwi, Badung
Desa Pakraman
Evaluasi Desa Tangguwisia,
14 BLH Provinsi Bali 7 Oktober 2015
Sadar Lingkungan Kecamatan
Seririt, Buleleng
Desa Pakraman
Ulakan,
Evaluasi Desa
15 BLH Provinsi Bali Kecamatan 8 Oktober 2015
Sadar Lingkungan
Manggis,
Karangasem
Desa Pakraman
Subilang,
Evaluasi Desa
16 BLH Provinsi Bali Kecamatan 9 Oktober 2015
Sadar Lingkungan
Payangan,
Gianyar
Desa Pakraman
Evaluasi Desa Abiantuwung, 12 Oktober
17 BLH Provinsi Bali
Sadar Lingkungan Kecamatan 2015
Kediri, Tabanan
Desa Pakraman
Evaluasi Desa Abuan, 13 Oktober
18 BLH Provinsi Bali
Sadar Lingkungan Kecamatan 2015
Susut, Bangli
Aparat Kab/
Kota, Aparat
Sosialisasi Hasil Kecamatan/Desa,
19 Oktober
19 Pemantauan BLH Provinsi Bali Tokoh
2015
Kualitas Udara Masyarakat dan
LSM Kabupaten
Jembrana
BUKU LAPORAN IV - 26
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Waktu
Instansi Kelompok
No. Nama Kegiatan Penyuluhan
Penyelenggara Sasaran
(Bulan/tahun)
Aparat Kab/
Kota, Aparat
Sosialisasi Hasil Kecamatan/Desa,
20 Oktober
20 Pemantauan BLH Provinsi Bali Tokoh
2015
Kualitas Udara Masyarakat dan
LSM Kabupaten
Tabanan
Aparat Kab/
Kota, Aparat
Sosialisasi Hasil Kecamatan/Desa,
21 Oktober
21 Pemantauan BLH Provinsi Bali Tokoh
2015
Kualitas Udara Masyarakat dan
LSM Kabupaten
Klungkung
Aparat Kab/
Kota, Aparat
Sosialisasi Hasil Kecamatan/Desa,
22 Oktober
22 Pemantauan BLH Provinsi Bali Tokoh
2015
Kualitas Udara Masyarakat dan
LSM Kabupaten
Karangasem
Aparat Kab/
Kota, Aparat
Sosialisasi Hasil Kecamatan/Desa,
23 Oktober
23 Pemantauan BLH Provinsi Bali Tokoh
2015
Kualitas Udara Masyarakat dan
LSM Kota
Denpasar
Aparat Kab/
Kota, Aparat
Sosialisasi Hasil Kecamatan/Desa,
26 Oktober
24 Pemantauan BLH Provinsi Bali Tokoh
2015
Kualitas Udara Masyarakat dan
LSM Kabupaten
Buleleng
Aparat Kab/
Kota, Aparat
Sosialisasi Hasil Kecamatan/Desa,
27 Oktober
25 Pemantauan BLH Provinsi Bali Tokoh
2015
Kualitas Udara Masyarakat dan
LSM Kabupaten
Bangli
BUKU LAPORAN IV - 27
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Waktu
Instansi Kelompok
No. Nama Kegiatan Penyuluhan
Penyelenggara Sasaran
(Bulan/tahun)
Aparat Kab/
Kota, Aparat
Sosialisasi Hasil Kecamatan/Desa,
28 Oktober
26 Pemantauan BLH Provinsi Bali Tokoh
2015
Kualitas Udara Masyarakat dan
LSM Kabupaten
Badung
Aparat Kab/
Kota, Aparat
Sosialisasi Hasil Kecamatan/Desa,
29 Oktober
27 Pemantauan BLH Provinsi Bali Tokoh
2015
Kualitas Udara Masyarakat dan
LSM Kabupaten
Gianyar
Aparat Kab/
Kota, Aparat
Sosialisasi Hasil Kecamatan/Desa,
2 Nopember
28 Pemantauan BLH Provinsi Bali Tokoh
2015
Kualitas Air Masyarakat dan
LSM Kabupaten
Jembrana
Aparat Kab/
Kota, Aparat
Sosialisasi Hasil Kecamatan/Desa,
4 Nopember
29 Pemantauan BLH Provinsi Bali Tokoh
2015
Kualitas Air Masyarakat dan
LSM Kabupaten
Tabanan
Aparat Kab/
Kota, Aparat
Sosialisasi Hasil Kecamatan/Desa,
5 Nopember
30 Pemantauan BLH Provinsi Bali Tokoh
2015
Kualitas Air Masyarakat dan
LSM Kabupaten
Klungkung
Aparat Kab/
Kota, Aparat
Sosialisasi Hasil Kecamatan/Desa,
6 Nopember
31 Pemantauan BLH Provinsi Bali Tokoh
2015
Kualitas Air Masyarakat dan
LSM Kota
Denpasar
BUKU LAPORAN IV - 28
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Waktu
Instansi Kelompok
No. Nama Kegiatan Penyuluhan
Penyelenggara Sasaran
(Bulan/tahun)
Aparat Kab/
Kota, Aparat
Sosialisasi Hasil Kecamatan/Desa,
9 Nopember
32 Pemantauan BLH Provinsi Bali Tokoh
2015
Kualitas Air Masyarakat dan
LSM Kabupaten
Karangasem
Aparat Kab/
Kota, Aparat
Sosialisasi Hasil Kecamatan/Desa,
11 Nopember
33 Pemantauan BLH Provinsi Bali Tokoh
2015
Kualitas Air Masyarakat dan
LSM Kabupaten
Buleleng
Aparat Kab/
Kota, Aparat
Sosialisasi Hasil Kecamatan/Desa,
12 Nopember
34 Pemantauan BLH Provinsi Bali Tokoh
2015
Kualitas Air Masyarakat dan
LSM Kabupaten
Bangli
Aparat Kab/
Kota, Aparat
Sosialisasi Hasil Kecamatan/Desa,
13 Nopember
35 Pemantauan BLH Provinsi Bali Tokoh
2015
Kualitas Air Masyarakat dan
LSM Kabupaten
Badung
Aparat Kab/
Kota, Aparat
Sosialisasi Hasil Kecamatan/Desa,
16 Nopember
35 Pemantauan BLH Provinsi Bali Tokoh
2015
Kualitas Air Masyarakat dan
LSM Kabupaten
Gianyar
Aparat Kab/
Kota, Aparat
Sosialisasi plastik Kecamatan/Desa, 15 Desember
37 BLH Provinsi Bali
biodegradable Tokoh 2015
Masyarakat dan
LSM
Sumber : BLH Provinsi Bali, 2015
BUKU LAPORAN IV - 29
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
E. KELEMBAGAAN
1. PRODUK HUKUM BIDANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Pentingnya peraturan tingkat Provinsi dan Kabupaten yang mengatur
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup akan menjadi
payung hukum yang mendasari kebijakan maupun kegiatan yang dilakukan
di tingkat daerah. Produk hukum dalam bidang pengelolaan lingkungan
hidup yang ada di Provinsi Bali adalah berupa Peraturan Daerah (Perda) dan
Peraturan Gubernur. Peraturan tersebut sudah dibentuk mulai tahun 2005.
Adapun peraturan-peraturan yang sudah dibentuk terkait dengan
pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Bali hingga akhir tahun 2015 yaitu:
1) Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan
Arsitektur Bangunan Gedung.
2) Peraturan Gubernur Provinsi Bali No. 08 Tahun 2007 tentang Baku Mutu
Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup.
3) Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 3 Tahun 2005 tentang Tata Ruang
Wilayah Provinsi Bali
4) Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 4 Tahun 2005 tentang Pengendalian
Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup.
5) Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Sampah.
BUKU LAPORAN IV - 30
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 31
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Jumlah Jumlah
Sumber Anggaran Anggaran
No. Peruntukan Anggaran
Anggaran Tahun Belanja Tahun
Sebelumnya Berjalan
APBN SPM : Pelayanan tindak lanjut pengaduan - -
masyarakat akibat dugaan pencemaraan
dan/atau kerusakan LH
APBN SPM : Pengawasan Pelaksanaan pengelolaan 300.000.000 600.091.080
limbah B3, kualitas air dan udara sekala
nasional
APBN SPM : Pemantauan kualitas udara di wilayah 450.000.000 303.700.000
perkotaan yang bersifat strategis nasional
APBN SPM : Pemantauan kualitas air sungai skala 306.895.000 368.830.880
nasional dan/atau yang lintas batas negara
APBN SPM : Pengendalian kerusakan lingkungan 343.000.000 520.680.880
tingkat Provinsi
APBN SPM : Pelaksanaan peningkatan kapasitas 1.293.105.000 1.203.230.140
lingkungan tingkat Provinsi
APBN SPM : Pembinaan dan pengawasan pengelolaan -
sampah perkotaan
APBN SPM : Inventarisasi data dan pengawasan - 627.700.000
pencegahan kerusakan ekosistem perairan
darat, pesisir dan laut atau hutan dan lahan
(KEHATI)
BUKU LAPORAN IV - 32
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
Jumlah Jumlah
Sumber Anggaran Anggaran
No. Peruntukan Anggaran
Anggaran Tahun Belanja Tahun
Sebelumnya Berjalan
bidang LH
3. Bantuan SPM : Pelayanan pencegahan pencemaran air - -
Luar
Negeri
Bantuan SPM : Pelayanan pencegahan pencemaran - -
Luar udara sumber tidak bergerak
Negeri
Bantuan SPM : Pelayanan informasi kerusakan lahan - -
Luar dan/atau tanah untuk produksi biomassa
Negeri
Bantuan SPM : Pelayanan tindak lanjut pengaduan - -
Luar masyarakat akibat dugaan pencemaraan
Negeri dan/atau kerusakan LH
Bantuan Kegiatan lainnya, sebutkan - -
Luar
Negeri
TOTAL 11.268.110.110 10.988.277.914
Keterangan : ( - ) = not available/tidak ada komponen
Sumber : BLH Provinsi Bali, 2015
BUKU LAPORAN IV - 33
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
BUKU LAPORAN IV - 34
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
PROVINSI BALI 2015
fungsional Pegawai Negeri Sipil terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan
jabatan fungsional keterampilan.
PPNS sebagai pengemban fungsi Kepolisian sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing diatur
dalam Pasal 3 (1) UU No. 2/ 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Keberadaan PPNS di suatu instansi di daerah sebagai mitra POLRI
dalam penegakan hukum atas Undang-Undang yang menjadi dasar
hukumnya. Sementara itu, Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah
(PPLHD) sangat diperlukan dalam mengembang tugas pengawasan dan
pengendalian terhadap pencemaran dan/atau perusakan lingkungan.
Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali pada tahun 2015 tercatat
hanya memiliki 4 orang staf fungsional. Jumlah staf PPNS dan PPLHD yang
mengikuti diklat masing-masing baru berjumlah 2 orang. Hal ini
menunjukkan bahwa sumberdaya manusia spesialis lingkungan hidup masih
sangat kurang. Untuk dapat melakukan wasdal di wilayah Bali yang
permasalahan lingkungannya cukup kompleks dan membutuhkan wasdal
yang ketat sebagai daerah tujuan wisata, maka diperlukan tenaga PPNS dan
PPLHD yang lebih banyak lagi (Tabel 4.10.).
BUKU LAPORAN IV - 35