Anda di halaman 1dari 3

Logam berat Cu digolongkan ke dalam logam berat essensial yang artinya meskipun Cu merupakan

logam berat beracun, tetapi unsur ini sangat dibutuhkan tubuh meski dalam jumlah yang sedikit.
Toksisitas yang dimiliki oleh Cu baru akan bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya bila logam ini telah
masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah besar atau melebihi nilai organisme terkait.

Selain manusia, organisme hidup lainnya juga akan berbalik menjadi bahan racun untuk manusia bila
masuk dalam jumlah berlebihan sangat membutuhkan Cu untuk kehidupannya. Mulai dari tumbuh-
tumbuhan sampai pada hewan darat ataupun biota perairan. Misalnya, kerang. Kerang membutuhkan
jumlah Cu yang tinggi untuk kehidupannya. Biota tersebut membutuhkan Cu untuk cairan tubuhnya.
Disamping itu, kerang juga mempunyai toleransi yang sangat tinggi terhadap akumulasi Cu dalam
tubuhnya

Dalam jumlah kecil tembaga tidak menganggu kesehatan karena dibutuhkan untuk metabolisme dan
juga diperlukan untuk pembentukan sel-sel darah merah, namun dalam jumlah besar dapat
menyebabkan rasa yang tidak enak di lidah, kerusakan pada hati, muntaber, pusing kepala, anemia
bahkan sampai meninggal.

Tembaga terdapat di lingkungan kita secara alami, namun logam ini juga dapat merupakan hasil dari
aktivitas manusia (non alamiah). Peristiwa-peristiwa alam seperti erosi dari batuan mineral yang terjadi
merupakan salah satu faktor adanya tembaga secara alamiah dilingkungan. Debu dan atau partikulat
partikulat tembaga yang ada dalam lapisan udara 130 Logam Berat Sekitar Manusia yang dibawa turun
oleh air hujan juga merupakan sumber alamiah tembaga dilingkungan (Darmono,1995).

Sumber tembaga yang non alamiah sebagian besar akibat dari aktifitas manusia. Contohnya adalah hasil
limbah industri yang memakai tembaga dalam proses produksinya seperti industri galangan kapal,
industri pengolahan kayu, dan buangan rumah tangga (Darmono,1995).

“Di lingkungan perairan, tembaga bisa berasal dari peristiwa peristiwa alamiah dan dapat berasal dari
aktifitas yang dilakukan manusia. Pada kondisi normal keberadaan Cu di perairan ditemukan dalam
bentuk ion CuCO3 - dan CuOH- . Pada saat terjadi peningkatan kelarutan tembaga dan melebihi ambang
batas akan terjadi peristiwa “biomagnifikasi” terhadap biota perairan. Peristiwa biomagnifikasi dapat
diidentifikasi melalui akumulasi tembaga dalam tubuh biota perairan tersebut. Akumulasi dapat terjadi
sebagai akibat dari terjadinya konsumsi tembaga dalam jumlah berlebihan, sehingga tidak mampu
dimetabolisme oleh tubuh” (Darmono,1995).

Tembaga bersifat racun pada kadar tertentu bagi tubuh manusia. Keracunan logam ini dapat bersifat
akut, atau dengan terakumulasi terlebih dahulu. Keracunan akut menimbulkan gejala seperti mual,
muntah, sakit perut, hemolisis, netrofisis, kejang, dan dapat berakibat kematian. Sedangankan
keracunan kronis, tembaga menumpuk di hati dan menyebabkan hemolisis. Hemolisis terjadi karena
tertimbunnya H2O2 dalam sel darah merah sehingga terjadi oksidasi dari lapisan sel yang
mengakibatkan sel menjadi pecah. Hemolisis dapat menyebabkan anemia dan pertumbuhan terhambat
(Darmono,1995).
“Manajemen risiko merupakan tindak lanjut setelah diketahui suatu populasi memiliki risiko terhadap
suatu pajanan (Casarett & Doull’s, 2001).

1. Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya atau hazard identification adalah tahap awal ARKL untuk
mengenali sumber risiko. Informasinya bisa ditelusuri dari sumber dan penggunaan riskagent memakai
pendekatan agent oriented. Identifikasi bahaya juga bisa dilakukan dengan mengamati gejala dan
penyakit yang berhubungan dengan tosksitas risk agent di masyarakat yang telah terkumpul dalam
studi-studi sebelumnya, baik di wilayah kajian atau di tempattempat lain. Penelusuran seperti ini dikenal
sebagai pendekatandiseaseoriented(Soermirat, 2003).

2. Dosis Respon Analisis dosis-respon disebut juga dose-response assessment atau toxicity assessment
yaitu menetapkan nilai-nilai kuantitatif toksisitas risk agent untuk setiap bentuk spesi kimianya (Rahman
et al., 2004). Toksisitas dinyatakan sebagai dosis referensi(referencedose,RfD)untukefeknonkarsinogenik
dan Cancer Slope Factor (CSF) atau Cancer Unit Risk (CCR) untuk efek karsinogenik. Analisis dosis-respon
merupakan tahap agent yang sudah ada dosis-responnya” (Soemirat, 2003).

“RfD adalah toksisitas kuantitatif non karsinogenik, menyatakan estimasi dosis pajanan harian yang
diperkirakan tidak menimbulkan efek merugikan kesehatan meskipun pajanan berlanjut sepanjang
hayat. Dosis referensi dibedakan untuk pajanan oral atau tertelan (ingesi, untuk makanan dan minuman)
yang disebut RfD dan untuk pajanan inhalasi (udara) yang disebut reference concentration (RfC). Dalam
analisis dosis-respon, dosis dinyatakan sebagai risk agent yang terhirup (inhaled), tertelan (ingested)
atau terserap melaluikulit (absorbed) per kg berat badan per hari (mg/kg/hari). Respon atau efek
nonkarsinogenik, yang disebut juga efek sistemik, yang ditimbulkan oleh dosis risk agent tersebut dapat
beragam, mulai dari yang tidak teramati yang sifatnya sementara, kerusakan organ yang menetap,
kelainan fungsional yang kronik, sampai kematian” (Soemirat, 2003).

Dosis yang dipakai untuk menetapkan RfD adalah yang menyebabkan efek paling rendah yang disebut
NOAEL (No Observed Adverse Effect Level) atau LOAEL (Lowest Observed AdverseEffect Level). NOAEL
adalah dosis tertinggi suatu zat pada studi toksisitas kronik atau subkronik yang secara statistik atau
biologis tidak menunjukkan efek merugikan pada hewan uji atau pada manusia sedangkan LOAEL berarti
dosis terendah yang (masih) menimbulkan efek. Secara numerik NOAEL selalu lebih rendah daripada
LOAEL (Soemirat, 2003).

3. Analisis Pemajanan Analisis pemajanan (exposure assessment) yang disebut juga penilaian kontak,
bertujuan untuk mengenali jalur-jalur pajanan risk agent agar jumlah asupan yang diterima individu
dalam populasi berisiko bisa dihitung. Risk agent bisa berada di dalam tanah, di udara, air, atau pangan
seperti ikan, daging, telur, susu, sayur dan buah-buahan. Karakteristik individu (pola konsumsi, berat
badan, dan usia) dan pola aktifitas (durasi pajanan dan frekuensi pajanan) merupakan bagian dari
analisis pemajanan (Soemirat, 2003).

“Tingkat keracunan logam berat pada tubuh manusia terdiri atas (Gardia dkk, 2005):
1. Keracunan Akut Keracunan akut terjadi akibat pajanan dalam waktu singkat pada konsentrasi logam
berat yang tinggi. Misalnya pajanan langsung logam berat dalam konsentrasi tinggi dapat
mengakibatkan kerusakan paru-paru, reaksi pada kulit dan gejala penyakit gastrointestinal.

2. Keracunan Kronik Keracunan kronik terjadi akibat pajanan dalam waktu lama, meskipun dengan
konsentrasi kecil yang kemudian akan terakumulasi. Penyakit Minamata adalah keracunan merkuri yang
bersifat kronik yang terjadi akibatpajanandalam waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 25 tahun baru
tampak gejala penyakit yang ditimbulkan.

Anda mungkin juga menyukai