Anda di halaman 1dari 11

TUGAS TOKSIKOLOGI

Nama : Syukur Berkat Waruwu


NIM : 197014026
Dosen: Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.

 Judul : Studi Pencemaran Kandungan


Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium
(Cd) pada Ikan Tongkol (Euthynnus sp.)
Slide Title

• Latar Belakang :
Logam berat merupakan logam toksik yang berbahaya bila
masuk ke dalam tubuh melebihi ambang batasnya.
Baru-baru ini, lebih dari 50 orang warga Kecamatan
Talamau, Pasaman Barat, Sumatera Barat (Sumbar) harus
dilarikan ke puskesmas Diduga keracunan ikan tongkol.
Berdasarkan kutipan berita dari media online
https://www.jpnn.com.
• Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia
tahun 2009 dan Standar Nasional Indonesia
(SNI:7387) tahun 2009, secara rata-rata kadar
logam berat kadmium (Cd) pada ikan tongkol
yang diperkenankan yaitu sebesar 0,1 mg/kg.
Dan secara rata-rata kadar logam berat timbal
(Pb) yaitu batas maksimum cemaran timbal
(Pb) sebesar 0,3 mg/kg.
Slide Title
Pembahasan :
Adanya kandungan logam berat (Pb, Cd, Hg) di perairan
• Logam berat menimbulkan efek laut, memungkinkan adanya kotaminasi pada ikan laut
hasil produksi. Sebagaimana telah diketahui bahwa logam
negatif dalam kehidupan makhluk berat timbal, kadmium, dan merkuri merupakan logam
hidup seperti mengganggu reaksi yang memiliki toksisitas yang sangat tinggi dan banyak
kimia, menghambat absorbsi dari dihasilkan oleh sebagai limbah industri. Adanya
nutrien-nutrien yang kontaminasi logam berat pada ikan laut yang
esensial(Ashraf, 2006). didistribusikan ke masyarakat sebagai konsumen ini
menyimpang dari peraturan pemerintah yang mengatur
dan melindungi keamanan pangan yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan,
Mutu, dan Gizi Pangan. Hal ini menjadi kepentingan
peneliti untuk memilih ikan tongkol (Euthynnus sp.) untuk
diteliti.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengukur kandungan
logam berat Pb dan Cd pada ikan tongkol (Euthynnus sp.). Serta
membandingkan kadar logam berat Pb dan Cd pada ikan tongkol dengan
batas maksimum logam berat dalam makanan yang ditetapkan oleh
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2009 dan Standar
Nasional Indonesia tahun 2009, serta menentukan kemungkinan sumber
pencemaran logam berat pada ikan tongkol (Euthynnus sp.)
• Timbal (Pb)
Berdasarkan Peraturan Adanya kandungan logam berat Pb pada ikan
Badan Pengawas Obat dan tongkol, dapat terakumulasi di dalam tubuh ikan
yang membahayakan keamanan pangan. Hal ini
Makanan (BPOM) Republik
menunjukkan adanya penyimpangan dari Peraturan
Indonesia tahun 2009 dan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Standar Nasional Indonesia Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, dimana bahan
(SNI:7387) tahun 2009, secara pangan yang beredar harus memenuhi ketentuan
rata-rata kadar logam berat bebas dari cemaran biologis, kimiawi, maupun fisik.
timbal (Pb) pada ikan tongkol Timbal merupakan suatu logam toksik yang bersifat
masih termasuk kategori aman, kumulatif, dimana toksisitasnya dapat berpengaruh
yaitu batas maksimum cemaran negatif pada kesehatan manusia yang terpapar
timbal (Pb) sebesar 0,3 mg/kg melebihi batas amannya.
Timbal (Pb) mempunyai sifat persisten dan toksik serta dapat
terakumulasi dalam rantai makanan. Absorpsi timbal di dalam tubuh
sangat lambat, sehingga terjadi akumulasi dan menjadi dasar
keracunan yang progresif. Keracunan timbal ini menyebabkan kadar
timbal yang tinggi dalam aorta, hati, ginjal, pankreas, paru-paru,
tulang, limpa, testis, jantung dan otak. Pengaruh negatif kadmium yang
utama terhadap Manusia ialah terganggunya fungsi ginjal yang dapat
mengakibatkan gejala glikosuria, proteinuria, aciduria dan
hiperkalsiuria . Gejala tersebut bila berlanjut akan menyebabkan
gagalnya fungsi ginjal dan mengakibatkan kematian (Kobayashi,1978).
• Kadmium (Cd)
Berdasarkan Peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Keracunan kadmium (Cd) secara
Republik Indonesia tahun 2009 dan epidemis pernah terjadi di Kota Toyama,
Standar Nasional Indonesia (SNI:7387) Jepang pada tahun 1970 yang dilaporkan
tahun 2009, secara rata-rata kadar sebagai penyakit itai-itai, yaitu dengan
gejala keluhan sakit pinggang selama
logam berat kadmium (Cd) pada ikan
beberapa tahun dan akhirnya terjadi
tongkol yang diperkenankan yaitu
osteomalacia atau pelunakan tulang dan
sebesar 0,1 mg/kg. fraktur tulang punggung pada
penderitanya (Kusnputrant, 1995).
Gejala yang terlihat dari keracunan kadmium ialah diare, kejang perut,
hipersalivasi dan bila kasus berlanjut kematian dapat terjadi dalam waktu 24 jam.
Gejala yang terlihat pada keracunan kronis sulit diamati, organ yang terserang
biasanya ginjal yang akan menunjukkan gejala proteinuria, glikosuria, sehingga dapat
menurunkan daya produksi dan reproduksi. Kadmium masuk ke dalam saluran
pencernaan melalui makanan dan minuman yang tercemar dan saluran pernafasan
melalui partikel debu yang tercemar . Kadmium kemudian diabsorpsi melalui darah
(sebagian terikat prowin darah) selanjutnya didistribusikan ke dalam jaringan. Dalam
jaringan, kadmium dapat terikat dengan beberapa macam bentuk molekul yaitu
protein (metalothionein), fosfolipida, purine, porfirin dan enzim (metaloenzim) .
Absorpsi kadmium dari saluran pencernaan sangat efektif bila menderita defisiensi
besi (HAMILTON dan VELBERG, 1974) atau pun defisiensi seng (UEDA et al., 1987).
Dua organ penting yang dapat mengakumulasi kadmium ialah hati dan ginjal, organ
tersebut merupakan penimbun kadmium yang jumlahnya dapat mencapai 50% dari total
kadmium dalam tubule . Sekali kadmium tertimbun dalam jaringan biasanya sangat
lambat untuk dilepas kembali dan mengalami waktu paroh dalam jaringan (biological
halflife) sampai 5-10 tahun dalam hati dan 16-33 tahun dalaln ginjal (KOBAYASHI, 1978).
Keracunan kadmium yang kronis dapat menyebabkan menurunnya fungsi ginjal karena
kadmium dan kalsium dibuang melalui ginjal pada proses dekalsifikasi . Kadmium yang
tertimbun dalam ginjal menyebabkan rusaknya see epithel tubulus ginjal terutama
bagian kortek . Ginjal mengalami kegagalan fungsinya, menyebabkan organ tersebut
tidak dapat menyaring molekul yang besar, sebagai akibatnya timbul gejala proteinuria,
glikosuria, asiduria dan kalsiuria (Fox, 1983).
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai