Anda di halaman 1dari 7

UAS METODOLOGI PENELITIAN

UJI EFEK TERATOGENIK SENYAWA {1,3 bis (p-Hydroxyphenyl)urea}


TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIO TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

OLEH :

ZIZA PUTRI AISYIA FAUZI

NIM 207014028

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan merupakan suatu proses fisiologis (Abdushshofi et al, 2016) dimana

selama kehamilan seorang ibu hamil dapat mengalami gangguan fisiologis seperti

muntah, mual, nyeri pinggang dan lainnya (Blenkinsopp et al, 2018). Adanya gangguan

fisiologis tersebut menjadikan ibu hamil mengonsumsi macam-macam obat untuk

meredakan nyeri (Katzung, 2017). Pedoman pemberian obat selama kehamilan harus

memperhatikan bahwa keuntungan yang didapat dengan pemberian jauh melebihi

risiko jangka pendek maupun jangka panjang terhadap ibu dan janin. Perlu dilakukan

pemilihan obat secara hati-hati dan pemantauan untuk mendapatkan dosis efektif

terendah untuk interval yang pendek dengan mempertimbangkan perubahan-

perubahan yang berkaitan dengan fisiologi kehamilan (Hayes, 2012).

Berbagai obat analgesik, antiinflamasi dan antipiretik diresepkan untuk

mengobati rasa sakit pada ibu hamil. Obat tersebut digunakan untuk mengobati rasa

sakit seperti sakit kepala, nyeri, radang sendi, dan demam. Menurut dua studi di

Amerika Serikat menunjukan bahwa sekitar 65- 70% wanita hamil menggunakan

asetaminofen, yaitu obat antipiretik dan analgesik selama kehamilan (FDA, 2015).

Oleh karena itu, wanita dan tenaga kesehatan perlu memahami keamanan analgesik

dan risiko mengobati dengan tidak menimbulkan rasa sakit selama kehamilan dan

menyusui. Risiko utama cacat pada kehamilan adalah 3%. Perempuan dan tenaga
kesehatan sepatutnya memberi informasi mengenai risiko pemakaian obat (Malhotra

dan Khanna, 2016).

Obat antiinflamasi non steroid (NSAID) termasuk di antara obat yang paling

umum diresepkan untuk wanita hamil untuk mengobati demam, nyeri dan peradangan.

Indikasi penggunaan NSAID selama kehamilan adalah untuk penyakit radang usus dan

penyakit rematik kronis seperti rheumatoid arthritis. NSAID bekerja dengan cara

menghambat enzim siklooksigenase 1 dan 2 sehingga produksi prostaglandin (PGE2)

dan prostasiklin (PGI2) yang merupakan mediator inflamasi yang mengakibatkan

terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah dapat menurun. Penggunaan NSAID ini

dapat berdampak pada timbulnya beberapa efek samping dan komplikasi seperti

gangguan fungsi ginjal, edema, hipertensi, dan pendarahan di gastrointestinal (Lovell

et al, 2017). Beberapa studi telah memberikan bukti bahwa NSAID dapat melintasi

plasenta pada manusia dan mencapai sirkulasi janin serta memberikan efek samping

seperti keguguran, penyakit jantung bawaan, efek pada vaskular, otak, ginjal dan paru-

paru (Antonucci et al, 2012). Mekanisme farmakologi utama NSAID pada janin

dimediasi melalui penghambatan jalur sintesis prostaglandin yang mempengaruhi

sirkulasi darah di berbagai organ (Ostensen et al, 2004 ; King et al, 2005).

Senyawa {1,3 bis (p-Hydroxyphenyl)urea} merupakan salah satu senyawa

modifikasi p-aminofenol yang telah didaftarkan ke Ditjen Hak Kekayaan Intelektual

(HAKI) oleh Dr. Hari Purnomo, M.S., Apt dengan nama HP2009. Senyawa ini

diperkirakan memiliki aktivitas analgetik dan antiinflamasi yang lebih poten dan

memiliki efek samping hepatotoksik yang lebih sedikit dibandingkan parasetamol,

karena memiliki muatan atom (-0,110) yang mengikat sel hati, kurang positif
dibandingkan dengan parasetamol (-0,107). Pada penelitian sebelumnya, hasil uji in

silico dan uji in vivo membuktikan bahwa senyawa {1,3 bis (pHydroxyphenyl)urea}

mempunyai potensi sebagai analgetika berdasarkan inhibisi enzim siklooksigenase

(COX-2) (Purnomo, 2016) sedangkan pada uji in silico terhadap COX-1 dan TNF-α

menunjukkan bahwa {1,3 bis (p-Hydroxyphenyl)urea} memiliki aktivitas yang lebih

tinggi dalam mengikat COX-1 (1CQE) dan TNF-α (2AZ5) daripada kontrol,

deksametason dan diklofenak. Senyawa ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai

agen antiinflamasi (Harahap et al., 2021).

Pada penelitian uji antiinflamasi dan toksisitas dapat disimpulkan bahwa

senyawa {1,3 bis (pHydroxyphenyl)urea} memiliki aktivitas antiinflamasi dengan

menurunkan persentase radang, jumlah neutrophil dan jumlah ekspresi COX-2, TNF-

α, IL-1β dan IL-6 pada jaringan inflamasi kaki tikus sedangkan pada uji toksisitas

senyawa {1,3 bis (pHydroxyphenyl)urea} tidak menimbulkan gejala toksik hingga

dosis 5000 mg/KgBB sehingga digolongkan praktis tidak toksik pada pengujian

toksisitas akut. Pada pengujian toksisitas subkronik dapat disimpulkan bahwa senyawa

ini tidak menimbulkan efek toksik pada dosis 1000 mg/KgBB (Waruwu et al, 2021).

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek

teratogenik pada fetus tikus putih dengan mengamati tampilan reproduksi induk,

malformasi eksternal dan malformasi skeletal setelah pemberian senyawa {1,3 bis (p-

Hydroxyphenyl)urea}.
1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah penelitian ini

adalah :

a. apakah senyawa {1,3 bis (p-Hydroxyphenyl)urea} menyebabkan efek teratogenik

pada reproduksi induk?

b. apakah senyawa {1,3 bis (p-Hydroxyphenyl)urea} menyebabkan malformasi

eksternal pada fetus tikus putih?

c. apakah senyawa {1,3 bis (p-Hydroxyphenyl)urea} menyebabkan malformasi

skeletal pada fetus tikus putih?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah :

a. Senyawa {1,3 bis (p-Hydroxyphenyl)urea} tidak menyebabkan efek teratogenik

pada reproduksi induk.

b. Senyawa {1,3 bis (p-Hydroxyphenyl)urea} tidak menyebabkan malformasi

eksternal pada fetus tikus putih.

c. Senyawa {1,3 bis (p-Hydroxyphenyl)urea} tidak menyebabkan malformasi

skeletal pada fetus tikus putih.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan hipotesis di atas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah :


a. Membuktikan apakah senyawa {1,3 bis (p-Hydroxyphenyl)urea} tidak

menyebabkan efek teratogenik pada reproduksi induk.

b. Membuktikan apakah senyawa {1,3 bis (p-Hydroxyphenyl)urea} tidak

menyebabkan malformasi eksternal pada fetus tikus putih.

c. Membuktikan apakah senyawa {1,3 bis (p-Hydroxyphenyl)urea} tidak

menyebabkan malformasi skeletal pada fetus tikus putih.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

a. Memberikan informasi ilmiah kepada peneliti khususnya fakultas farmasi

bahwa senyawa {1,3 bis (p-Hydroxyphenyl)urea} tidak menimbulkan efek

teratogenik pada pada fetus selama periode organogenesis.

b. Memberikan informasi ilmiah kepada peneliti bahwa penelitian ini dapat

dijadikan sebagai dasar sehingga kedepannya bisa dipertimbangkan

penggunaan senyawa {1,3 bis (p-Hydroxyphenyl)urea} pada terapi anti

inflamasi dan analgetik pada ibu hamil.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk menilai efek teratogenik pada fetus tikus

putih senyawa {1,3 bis (p-Hydroxyphenyl)urea}. Pada pengujian efek teratogenik,

variabel bebas terdiri dari kelompok uji senyawa {1,3 bis (p-Hydroxyphenyl)urea}

dosis 50, 250, 500 dan 1000 mg/KgBB. Variabel terikat adalah efek teratogenik

(Gambar 1.1).
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Kelompok
Kontrol CMC Tampilan Reproduksi
Na 0,5% induk:
1. Jumlah fetus hidup, fetus
mati, resorpsi
2. Jenis kelamin
3. Jumlah fetus hemoragi
4. Rata-rata berat badan
dan panjang fetus
5. Jumlah induk dengan
kelainan uterus

Malformasi Eksternal:
1. Hidrosefalus
- Kelompok Uji
senyawa {1,3 bis (p- 2. Cleft palate
Hydroxyphenyl)urea}. 3. Mikromelia
dosis 50 , 250, 500, Tikus
Efek 4. Spina bifida
1000 mg/kg bb betina
Teratoge
yang 5. Anenchepaly
- Kelompok Teratogen nik
hamil
pembanding 6. Humpback body
gabapentin dosis 50 7. Limb defects
mg/kg bb
8. Jantung
9. Ginjal
10. Hati

Malformasi Skeletal:
1. Kranial
2. Trunkus
3. Metacarpal dan
falangs
4. Metatarsal dan
Falangs

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian uji teratogenik

Anda mungkin juga menyukai