OLEH :
NIM 207014028
selama kehamilan seorang ibu hamil dapat mengalami gangguan fisiologis seperti
muntah, mual, nyeri pinggang dan lainnya (Blenkinsopp et al, 2018). Adanya gangguan
meredakan nyeri (Katzung, 2017). Pedoman pemberian obat selama kehamilan harus
risiko jangka pendek maupun jangka panjang terhadap ibu dan janin. Perlu dilakukan
pemilihan obat secara hati-hati dan pemantauan untuk mendapatkan dosis efektif
mengobati rasa sakit pada ibu hamil. Obat tersebut digunakan untuk mengobati rasa
sakit seperti sakit kepala, nyeri, radang sendi, dan demam. Menurut dua studi di
Amerika Serikat menunjukan bahwa sekitar 65- 70% wanita hamil menggunakan
asetaminofen, yaitu obat antipiretik dan analgesik selama kehamilan (FDA, 2015).
Oleh karena itu, wanita dan tenaga kesehatan perlu memahami keamanan analgesik
dan risiko mengobati dengan tidak menimbulkan rasa sakit selama kehamilan dan
menyusui. Risiko utama cacat pada kehamilan adalah 3%. Perempuan dan tenaga
kesehatan sepatutnya memberi informasi mengenai risiko pemakaian obat (Malhotra
Obat antiinflamasi non steroid (NSAID) termasuk di antara obat yang paling
umum diresepkan untuk wanita hamil untuk mengobati demam, nyeri dan peradangan.
Indikasi penggunaan NSAID selama kehamilan adalah untuk penyakit radang usus dan
penyakit rematik kronis seperti rheumatoid arthritis. NSAID bekerja dengan cara
dapat berdampak pada timbulnya beberapa efek samping dan komplikasi seperti
et al, 2017). Beberapa studi telah memberikan bukti bahwa NSAID dapat melintasi
plasenta pada manusia dan mencapai sirkulasi janin serta memberikan efek samping
seperti keguguran, penyakit jantung bawaan, efek pada vaskular, otak, ginjal dan paru-
paru (Antonucci et al, 2012). Mekanisme farmakologi utama NSAID pada janin
sirkulasi darah di berbagai organ (Ostensen et al, 2004 ; King et al, 2005).
(HAKI) oleh Dr. Hari Purnomo, M.S., Apt dengan nama HP2009. Senyawa ini
diperkirakan memiliki aktivitas analgetik dan antiinflamasi yang lebih poten dan
karena memiliki muatan atom (-0,110) yang mengikat sel hati, kurang positif
dibandingkan dengan parasetamol (-0,107). Pada penelitian sebelumnya, hasil uji in
silico dan uji in vivo membuktikan bahwa senyawa {1,3 bis (pHydroxyphenyl)urea}
(COX-2) (Purnomo, 2016) sedangkan pada uji in silico terhadap COX-1 dan TNF-α
tinggi dalam mengikat COX-1 (1CQE) dan TNF-α (2AZ5) daripada kontrol,
menurunkan persentase radang, jumlah neutrophil dan jumlah ekspresi COX-2, TNF-
α, IL-1β dan IL-6 pada jaringan inflamasi kaki tikus sedangkan pada uji toksisitas
dosis 5000 mg/KgBB sehingga digolongkan praktis tidak toksik pada pengujian
toksisitas akut. Pada pengujian toksisitas subkronik dapat disimpulkan bahwa senyawa
ini tidak menimbulkan efek toksik pada dosis 1000 mg/KgBB (Waruwu et al, 2021).
Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek
teratogenik pada fetus tikus putih dengan mengamati tampilan reproduksi induk,
malformasi eksternal dan malformasi skeletal setelah pemberian senyawa {1,3 bis (p-
Hydroxyphenyl)urea}.
1.2 Perumusan Masalah
adalah :
1.3 Hipotesis
Penelitian ini dimaksudkan untuk menilai efek teratogenik pada fetus tikus
variabel bebas terdiri dari kelompok uji senyawa {1,3 bis (p-Hydroxyphenyl)urea}
dosis 50, 250, 500 dan 1000 mg/KgBB. Variabel terikat adalah efek teratogenik
(Gambar 1.1).
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter
Kelompok
Kontrol CMC Tampilan Reproduksi
Na 0,5% induk:
1. Jumlah fetus hidup, fetus
mati, resorpsi
2. Jenis kelamin
3. Jumlah fetus hemoragi
4. Rata-rata berat badan
dan panjang fetus
5. Jumlah induk dengan
kelainan uterus
Malformasi Eksternal:
1. Hidrosefalus
- Kelompok Uji
senyawa {1,3 bis (p- 2. Cleft palate
Hydroxyphenyl)urea}. 3. Mikromelia
dosis 50 , 250, 500, Tikus
Efek 4. Spina bifida
1000 mg/kg bb betina
Teratoge
yang 5. Anenchepaly
- Kelompok Teratogen nik
hamil
pembanding 6. Humpback body
gabapentin dosis 50 7. Limb defects
mg/kg bb
8. Jantung
9. Ginjal
10. Hati
Malformasi Skeletal:
1. Kranial
2. Trunkus
3. Metacarpal dan
falangs
4. Metatarsal dan
Falangs